URETEROLITHIASIS DEXTRA
Pembimbing :
Disusun oleh :
Putri Pertiwi
20110310064
1
2016LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
Putri Pertiwi
20110310064
Mengetahui,
Pembimbing
2
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. AN
Umur : 42 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jetis Umbulharjo No 11616 RT 031/08 Sorosutan, Yogyakarta
Status : Menikah
No. Rekam medis : 65-99-49
Tanggal Masuk : 19 Mei 2016
3
3 bulan SMRS, pasien kembali mengeluhkan kencing bercampur darah. Pasien
menyatakan sudah tidak mengkonsumsi obat dari klinik tempat pasien rawat jalan. Tidak ada
keluhan lain yang dirasakan pasien. Pasien mengaku jarang minum air putih, dalam satu hari
pasien mengkonsumsi air putih tidak lebih dari 5 gelas.
Pasien memutuskan untuk datang ke poli urologi PKU Muhammadiyah Kota pada
tanggal 19 Mei 2016 karena keluhan yang dialami pasien tidak kunjung sembuh. Setelah
dilakukan pemeriksaan USG di poli oleh dokter spesialis urologi, diagnosis sementara pasien
adalah hidronefrosis dextra. Dokter spesialis urologi mengusulkan pemeriksaan penunjang
rontgen thorax dan BNO IVP.
4
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status generalis
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : TD : 140 / 80 mmHg,
N : 90 x/menit,
R : 20 x/menit,
S : 36,30C
1) Kepala
- Bentuk : mesochepal, simetris
- Rambut : warna hitam, mudah dicabut (-)
Distribusi merata, rontok (-)
- Nyeri tekan : (-)
2) Mata
- Palpebra : edema (-/-) ptosis (-/-)
- Konjungtiva : anemis (-/-)
- Sclera : ikterik (-/-)
- Pupil : reflek cahaya (+/+), isokor
- Exopthalmus : (-/-)
- Lapang pandang : tidak ada kelainan
- Lensa : keruh (-/-)
- Gerak mata : normal
- Tekanan bola mata : nomal
- Nistagmus : (-/-)
3) Telinga
- otore (-/-)
- deformitas (-/-)
- nyeri tekan (-/-)
4) Hidung
- nafas cuping hidung (-/-)
- deformitas (-/-)
- discharge (-/-)
5) Mulut
- bibir sianosis (-)
- bibir kering (-)
- lidah kotor (-)
6) Leher
- Trakhea : deviasi trakhea (-)
- Kelenjar lymphoid : tidak membesar, nyeri (-)
- Kelenjar thyroid : tidak membesar
- JVP : nampak, 5+2 cm
7) Dada
5
a) Paru
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),
retraksi (-), jejas (-)
- Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
ketinggalan gerak kanan = kiri
- Perkusi : Sonor pada lapang paru kiri dan paru kanan
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler kanan = kiri
Suara inspirasi = ekspirasi, suara tambahan rhonki basah
kasar (-), rhonki basah halus (-) di kedua lapang paru, tidak
ditemukan wheezing parahiler.
b) Jantung
- Inspeksi : Pulsasi ictus cordis nampak di SIC V 2 jari medial LMCS,
Tidak terdapat pulsasi parasternal dan epigastrial
- Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial LMC sinistra,
tidak kuat angkat
- Perkusi : Batas jantung kanan atas : SIC II LPSD
Batas jantung kiri atas : SIC II LPSS
Batas jantung kanan bawah : SIC IV LPSD
Batas jantung kiri bawah : SIC V 2 jari medial LMCS
- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)
8) Abdomen
- Inspeksi : Datar, tidak ada benjolan, striae (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Perkusi : Tympani,tes pekak sisi (-), pekak beralih (-)
- Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
9) Ekstrimitas
- Superior : Deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema (-/-), CTR < 2
- Inferior : Deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema (-/-), CTR < 2
B. Status lokalis
Regio costo vertrebalis dextra et sinistra
Inspeksi : Datar
Palpasi : Tidak teraba massa, nyeri tekan pada bimanual kanan dan kiri (-), ballotemen
tidak jelas.
Perkusi : Nyeri ketok kostovertebra kanan (-), nyeri ketok costo vertebral kiri (-)
Kiri Kanan
6
Inspeksi Bulging (-) Bulging (-)
Palpasi Ginjal tidak teraba Ginjal teraba
Nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Ballotement (-) Ballotement (-)
Perkusi Nyeri ketok (-) Nyeri ketok (-)
Regio Suprapubik
Inspeksi : Agak cembung, tidak tampak massa, tidak ada bekas operasi
Palpasi : Supel, tidak teraba massa, nyeri tekan (+)
Perkusi : Timpani
1. Pemeriksaan Laboratorium
DARAH RUTIN 19 Mei 2016 Nilai Rujukan
Hemoglobin 13,1 13 18 g/dl
Hematokrit 39 40 52 %
Eritrosit 4,28 4.3 6.0 juta/ul
Leukosit 9.200 4800 10.800 /ul
Trombosit 299.000 150.000 400.000/ul
MCV 91,8 80 96 fl
MCH 30,5 27 32 pg
MCHC 33,2 32 36 g/dl
PPT 13,1 11-15
APTT 29,4 25-35
KIMIA KLINIK Nilai rujukan
Ureum 13 15 40 mg/dL
Kreatinin 0,1 < 1,3
7
2. Rontgen Thorax
3. Pemeriksaan BNO-IVP
Deskripsi:
Dilakukan pemeriksaan BNO/IVP pada penderita dengan Hidronefrosis Kanan,
memakai kontras soluble non-ionik 350/50 CC IV, reaksi alergi (-)
BNO :
Preperitoneal fat line kanan dan kiri baik
Psoas line kanan dan kiri simetris
Kontur kedua ginjal baik
Tampak opasitas di proyeksi ureter kanan setinggi VS 2
Distribusi udara usus mencapai distal
Tidak tampak dilatasi usus ataupun penebalan dinding usus
Tulang-tulang intak
IVP :
Menit 5:
Nefrogram kedua ren tampak serentak, bentuk, letak, ukuran dan densitas normal.
Tampak kontras mengisi kedua SPC. Bentuk calices kanan blunting, pelvis agak
melebar, tak tampak massa/batu.
Menit 15-30:
Tampak kontras mengisi kedua SPC, kedua ureter dan VU. Caliber ureter kanan
tampak melebar sampai setinggi VS 2, opasitas di proyeksi ureter kanan tampak
terlumuri kontras. VU: bentuk, letak, dan ukuran normal, tak ampak massa/batu.
Menit 45:
Residu urin minimal, bayangan semiopaq di ureter kanan setinggi VS 2 yang
terlumuri kontras tampak menetap
Kesan : = Hidronefrosis grade 2-3 dengan ureterectasis kanan, susp. Ureterolithiasis
setinggi VS 2. Fungsi kedua ren normal
= Tak tampak kelainan pada ureter kiri dan VU
= Fungsi voiding baik
V. RESUME
Pasien perempuan, usia 42 tahun datang dengan keluhan kencing bercampur
darah sejak satu tahun yang lalu. Warna merah keluar disepanjang episode
bekemih. Nyeri saat berkemih (-), nyeri pinggang kanan dan pinggang kiri
disangkal. Riwayat kebiasaan pasien mengaku jarang mengkonsumsi air putih.
Pemeriksaan USG di poli urologi didapatkan hidronefrosis kanan.
Pemeriksaan penunjang BNO-IVP didapatkan kesan ureterolithiasis kanan dan
hidronefrosis grade 2-3. Pemeriksaan labaratorium fungsi ginjal didapatkan hasil
normal.
RENCANA EDUKASI
Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2
3 liter per hari.
Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu :
- Rendah protein, karena protein akan memacu eksresi kalsium urin dan
menyebabkan suasana urin menjadi lebih asam
- Rendah oksalat
- Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya
hiperkasiuria
- Rendah purin
Aktivitas harian yang cukup.
XII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanamtionam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi 5
Batu di dalam saluran kemih (calculus uriner) adalah massa keras
seperti batu yang berada di ginjal dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (nephrolith) maupun di dalam
kandung kemih (vesicolith). Proses pembentukan batu ini disebut urolithiasis
B. Etiologi 6,7
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh
yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir
tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit
batu saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
atau kurang aktivitas atau sedentary life.
C. Epidemiologi 8
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit
batu mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan
berubah sesuai dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan
pembandingan data penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat
disimpulkan bahwa di negara yang mulai berkembang terdapat banyak batu
saluran kemih bagian bawah, terutama terdapat di kalangan anak.
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih
relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu saluran
kemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu
saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan orang dewasa. Pada suku
bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih sangat jarang, misalnya suku
bangsa Bantu di Afrika Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak
kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12%
untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada
wanita daripada pria.
D. Patogenesis9,10,11
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama
pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine),
yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis
seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik
merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada
dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-
keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal
yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang
kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga
menjadi kristal yang lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan
belum cukup mampu menyumbat saluran kemih. Untuk itu agregat kristal
menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini
bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang
cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi
oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam
saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
1. 75 % kalsium.
2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
3. 6 % batu asam urat.
4. 1-2 % sistin (cystine).
F. Diagnosis12
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan
diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik,
laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya
obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik,
batu dapat radioopak atau radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai
jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga jenis batu yang dihadapi.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih
yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal
(ureum dan kreatinin), dan menentukan sebab terjadinya batu.
Urinalisis berguna untuk mendiagnosis penyakit ginjal atau infeksi
salurah kemih dan untuk mendeteksi adanya penyakit metabolik yang tidak
berhubungan dengan ginjal. Warna, tampilan dan bau urine diperiksa, serta ph,
protein, keton, glukosa, dan bilirubin diperiksa dengan strip reagen. Berat jenis,
diukur dengan urinometer, dan pemeriksaan mikroskopis sedimentasi urine
dilakukan untuk mendeteksi sel darah merah atau sel darah putih di dalam urine.
Pemeriksaan makroskopis meliputi pemeriksaan sedimen, kristal dan bakteria.
Pemeriksaan radiologi BNO atau Blass Nier Overzicht adalah suatu
pemeriksaan didaerah abdomen / pelvis untuk mengetahui kelainan-kelainan
pada daerah tersebut khususnya pada sistem urinaria. IVP atau Intra Venous
Pyelography merupakan pemeriksaan radiografi pada sistem urinaria (dari ginjal
hingga blass) dengan menyuntikkan zat kontras melalui pembuluh darah vena.
Tujuan pemeriksaan untuk menggambarkan anatomi dari pelvis renalis dan
sistem calyses serta seluruh tractus urinarius dengan penyuntikan kontras media
positif secara intra vena. Pemeriksaan ini dapat diketahui kemampuan ginjal
mengkonsentrasikan bahan kontras tersebut.
G. Diagnosis Banding8,10,11
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut,
misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika
dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu
dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau
apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga dipertimbangkan
adneksitis.
Filling defect karena adanya obstruksi bisa disebabkan oleh batu pada
saluran kemih, fibrosis pada saluran kemih terutama pada ureter atau adanya
massa tumor atau keganasan. Analisis yang tepat menentukan terapi pasien
sehingga terapi akan lebih efektif dan efisien.
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan
apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa
batu saluran kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya tumor
yang umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Pada
batu ginjal dengan hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor
ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz.
H. Pemeriksaan Penunjang12.14
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan
diagnosis dan rencana terapi antara lain:
1. Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat
dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara
batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio lusen).
Sensitivitas sebesar 57% dan spesifitasnya sebesar 76%. Urutan
radioopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel 1.
Jenis Batu Radioopasitas
Kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/Sistin Non opak
Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih
2. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non
opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Sensitivitas dari
pemeriksaan penunjang ini adalah sebesar 70% sedangkan spesifitasnya
95%. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih
akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah
pemeriksaan pielografi retrograd.
3. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV,
yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal
yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG
dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan
sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan
ginjal. Sensitivitas USG adalah 61% sedangkan spesifitas dari
pemeriksaan USG adalah sebesar 97%
4. CT-Scan non kontras (NCCT) merupakan pemeriksaan gold standard untuk medeteksi
adanya batu di ureter dengan sensitivitas 98% dan spesifitas 97%. Kelemahan dari
pemeriksaan ini adalah radiasi yang tinggi serta harganya yang relatif lebih mahal
dibandingkan dengan pemeriksaan radiologi yang lain.
5. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan kristal.
6. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.
7. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.
8. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase alkali serum.
I. Penatalaksanaan8,13,14
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi
untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu
telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi
sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter
atau hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih,
harus segera dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti
diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu
yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat
menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang
menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.
Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
pemberian diuretikum, berupa :
b. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
c. -blocker
d. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu
syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada
tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK
menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan
adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal
tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi
terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi
hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu
yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat
endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi
fragmen-fragmen kecil.
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter
terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam
penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai
tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter
yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya
yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya
kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per
tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
J. Pencegahan14
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur
yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada
umumnya pencegahan itu berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-3 liter
per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri.
4. Rendah purin.
Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita
hiperkalsiuri tipe II.
K. Komplikasi
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang.
Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian,
kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang
tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi
pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat
dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk
komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis,
trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang
yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus,
stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu,
terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari
yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita
tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan
terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis
yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya
dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya
adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka
maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah
dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat
pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat
seperti lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi
saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi
serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah,
demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih
sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL.
Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang
lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi
keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi
terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali
pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka
mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai,
khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan
komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko
kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%),
urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma
parietal dan viseral. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL,
dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali
normal setelah 15 hari. Belum ada data mengenai efek jangka panjang pasca
ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang
memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus
akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada
satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi
terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan
perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada
anak adalah dengan ESWL monoterapi, PNL, atau operasi terbuka.
L. Prognosis13
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak
batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin
buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya
infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal
Pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan
bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada
sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan
PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula
oleh pengalaman operator.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang
saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran
kemih, atau infeksi.
2. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu.
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-
keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan
rencana terapi antara lain Foto Polos Abdomen, Pielografi Intra Vena (PIV),
Ultrasonografi, CT-Scan non-kontras, pemeriksaan mikroskopik urin, analisis
batu, kultur urin, ureum, kreatinin, elektrolit.
4. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.
5. Komplikasi batu pada saluran kemih adalah obstruksi dan infeksi sekunder, serta
komplikasi dari terapi, baik invasif maupun noninvasif.
6. Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu dan
adanya infeksi serta obstruksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
2. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5 th ed. US:
FA Davis Company; 2007.
3. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill
Companies; 2001.
4. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. EGC:
Jakarta
5. Purnomo, Basuki 2007. Dasar-dasar Urologi. edisi kedua. Sagung seto:
Jakarta
6. Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hlmn 378. Balai
Penerbit FKUI : Jakarta
7. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034.
EGC : Jakarta.
8. http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis. akses tanggal
28 Mei 2016.
9. Glenn, James F. 1991. Urologic Surgery Ed.4. Philadelphia : Lippincott-
Raven Publisher.
10. Oswari, Jonatan; Adrianto, Petrus. 1995. Buku Ajar bedah, EGC: Jakarta
11. Rasyad, Syahriar, dkk. 1998. Radiologi Diagnostik, Ed.4, Balai Penerbit
FKUI: Jakarta.
12. Shires, Schwartz. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC : Jakarta.
588-589
13. Turk, C. et. al. Guidelines on Urolithiasis. European Association of
Urology.
14. http://www.aku.edu/akuh/health_awarness/pdf/Stones-in-the-Urinary-
Tract.pdf. akses tanggal 28 Mei 2016.