Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KASUS

SEORANG PASIEN DENGAN NYERI PADA PUBIS SAAT


BUANG AIR KECIL DAN BAK MENETES SUSPEK BPH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepanitraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Bedah

Di RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun Oleh :

Salma Savita

30101407320

Pembimbing :

dr. Indra Fahri, Sp.U

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RSUD dr. LOEKMONO HADI KUDUS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus ini telah dipresentasikan dan disetujui oleh dokter pembimbing
dari :

Nama : Salma Savita

NIM : 30101407320

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Islam Sultan Agung

Judul : Seorang pasien dengan keluhan nyeri saat BAK pada pubis dan BAK
menetes suspek BPH

Pembimbing : dr. Indra Fahri, Sp.U

Kudus, Juni 2018

Dokter Pembimbing

dr. Indra Fahri, Sp.U


1. Identitas Pasien :

• Nama : Tn. Wj

• Usia : 54 tahun

• No RM : 705027

• Jenis kelamin : Laki Laki

• Pendidikan :-

• Pekerjaan : Swasta

• Agama : Islam

• Suku : Jawa

• Alamat : Bulusan 04/03, Kudus

• Masuk RS : 03 Mei 2018

• Dirawat di ruang : Edelweiss 2

• Keluar RS :-

2. Keluhan Utama :

Pasien mengeluh nyeri pada saat buang air kecil

Keluhan tambahan : Buang air kecil harus mengedan, sering tidak tuntas, menetes
dan terasa sakit, buang air kecil menjadi lebih sering, dan tampak benjolan
pada daerah pubis

3. RPS :

Pasien datang ke IGD dengan keluhan gejala nyeri setiap kali


buang air kecil. Pasien menyatakan pertama kali dirasakan sejak 1
tahun yang lalu. Pasien mengeluh harus mengedan agar air kencingnya
keluar, selain itu pasien merasakan buang air kecil tidak tuntas atau
tidak puas. Pasien menyatakan gejala yang dirasakan menjadi
bertambah, pasien merasa BAK menjadi lebih sering dan air kencing
yang keluar menetes dan terasa sakit, BAK lebih sering pada malam
hari. Pada daerah pubis tampak benjolan dan tidak nyeri apabila di
tekan. Gejala ini tanpa disertai dengan demam.

4.RPD :

 Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit serupa (-)


 Riwayat penyakit magh yang lama (-)
 Riwayat penyakit tekanan darah tinggi (-)
 Riwayat Penyakit kencing manis (-)
 Riwayat operasi sebelumnya (-)
 Riwayat Alergi (-)

- Riwayat Penyakit Keluarga : -

- Riwayat status ekonomi dan sosial : menggunakan BPJS

5. Pemeriksaan Fisik :

• Skor Nyeri :4

• Keadaan umum : Tampak sakit sedang

• Kesadaran : Compos mentis

• Tanda vital

• TD : 127/71 mmHg

• Nadi : 82 x/menit, reguler, isi cukup

• RR : 20 x/menit, reguler, abdominotorakal

• Suhu : 37 0C

• SpO2 : 97 %
• GDS : 145 mg/dl

6. Status Generalisata :

• Mata : Konjungtiva anemis (-/-) , Sklera ikterik (-


/-) ,Palpebra superior superior et inferior
cekung (-/-) , Pupil ODS bulat, isokor, reflex
cahaya (+/+)

• Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax

 Paru-paru

• Inspeksi : Bentuk normal, simetris saat inspirasi dan ekspirasi;


retraksi suprasternal, supraklavikula, subkostal(-)

• Palpasi : Stem fremitus dada bagian kanan dan kiri teraba sama
kuat

• Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.

• Auskultasi : Vesikuler seluruh lapang paru, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Kesan : Paru-paru dalam batas normal

 Jantung

• Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak

• Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada sela iga V, linea


midclavicularis sinistra

• Perkusi : Redup dalam batas normal, batas jantung tidak melebar


• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, reguler, murmur(-),
gallop(-)

Kesan : Jantung dalam batas normal

Abdomen

• Inspeksi : datar , striae (-), bekas luka operasi (-) , darm contour (-),
darm steifung (-)

• Auskultasi : Bising usus (+) N

• Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen

• Palpasi : Supel

Tulang belakang : kifosis (-), skoliosis (-), lordosis (-)

Ekstremitas
Superior Inferior

Warna kulit Tampak pucat / Sama dengan sekitar


sama dengan sekitar / sama dengan
sekitar

Vulnus laserasi -/- -/-

Hematom -/- -/-

Deformitas -/- -/-

Oedem -/- -/-

Parestesi -/- -/-

Nyeri -/- -/-


Gerak aktif Bebas/bebas Bebas/bebas

Gerak pasif Bebas /bebas Bebas/bebas

Capillary Refill < 2 detik/< 2 detik < 2 detik/< 2 detik

Akral dingin -/- -/-

7. Status Lokalis

Regio Costovertebra

- Inspeksi : Bentuk pinggang simetris, benjolan (-)

- Palpasi : Bimanual Ballotement ginjal (-)

- Perkusi : Nyeri Ketok (-)

Regio Supra Pubis

- Inspeksi : Terdapat rambut pubis, tidak ada benjolan

- Palpasi : Nyeri Tekan (-), Nyeri Lepas (-), Defance


Muscular (-)

- Perkusi : Timpani

- Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Regio Genetalia Eksterna

- Inspeksi : Orifisium uretra eksterna baik

- Palpasi : Testis teraba dua buah, kanan dan kiri. Konsistensi

Kenyal.
Regio Anal

- Inspeksi : Bentuk Normal, benjolan(-)

- Rectal Toucher : Sfingter Ani Menjepit

Pada mukosa teraba massa yang konsistensinya


kenyal, permukaan sedikit tidak rata, batas tegas,
puncak agak sulit dicapai.

Tidak teraba nodul

- Handscoon : Darah, lendir dan feses tidak ada

8. Pemeriksaan Penunjang

A. Laboratorium darah lengkap


(Dilakukan pada tanggal 03 Mei 2018 pukul 13:54)

Jenis Pemeriksaan Hasil ( 03 Mei 2018) Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 12 12-16 g/dl
Hematokrit 37 4.3-6.0 juta/pl
Eritrosit 4.3 4.3 – 6.0 juta/μL
Leukosit 14.170 4.800-10.800 /μL
Trombosit 271.000 150.000-400.000 /μL
MCV 86 80-96 fL
MCH 29 27-32 pg
MCHC 33 32-36 g/dL
KOAGULASI
Protombin Time (PT)
- Kontrol 11,3 detik
- Pasien 10,9 10,2 – 12,2 detik
APTT
- Kontrol 33,7 detik
- Pasien 40,2 29,0-40,2 detik
KIMIA KLINIK
Ureum 24 20 – 50 mg/dL
Kreatinin 0,9 0,5 – 1,5 mg/dL
Glukosa Darah Sewaktu 102 <140 mg/dL
Natrium 147 135 – 147 mmol/L
Kalium 4,8 3,5 – 5,0 mmol/L
Klorida 105 95 – 105 mmol/L
URINALISIS
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
PH 6,5 4,6 – 8,0
Berat Jenis 1.020 1,010 – 1,030
Protein -/Negatif Negatif
Glukosa -/Negatif Negatif
Bilirubin -/Negatif Negatif
Nitrit -/Negatif Negatif
Keton -/Negatif Negatif
Urobilinogen -/Negatif Negatif – Positif 1
Eritrosit 1-1-1 < 2 /LPB
Leukosit 2-2-2 < 5 /LPB
Silinder -/Negatif Negatif /LPK
Kristal -/Negatif Negatif
Epitel +/Positif 1 Positif
Lain - lain -/Negatif Negatif

9.Diagnosis :

A. Diagnosis kerja :

- Benign Prostat Hiperplasia

B. Diagnosis banding :

- Striktur urethra

- Karsinoma prostat

- Prostatitis

10. Tatalaksana :

Konservatif :

• Inf. RL 20 tpm

• Inj. Ceftriaxone 1x20 gram


• Sulfat 3x1 cth

• Laxadine syr 2x1 cth

• Irigasi 100 tpm

• Ketorolac 2 x 1

Operatif :

- TURP

- Stent Urethra

Prognosis
Ad vitam : ad bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami
pembesaran, baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar prostat
juga mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap usia tertentu
banyak pria mengalami pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil.
Gejala ini merupakan tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada
populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas usia 50 tahun
(50-79tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang. Sebenarnya
perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini,
dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik yang kemudian bermanifestasi menjadi
kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian bermanifes dengan gejala
klinik.
Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran
kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari
tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang
paling berat yaitu operasi.
I. Definisi
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan
dimana kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.

II. Anatomi dan Fisiologi


Anatomi

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh


kapsul fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria,
mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada
disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal
pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang
lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :
1. lobus medius
2. lobus lateralis (2 lobus)
3. lobus anterior
4. lobus posterior

Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior


akan menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus
medius kadang-kadang tak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak
homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista

ini disebut kelenjar prostat.6


Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara
lain adalah: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler
anterior, dan zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada
zona transisional yang letaknya proksimal dari sfincter eksternus di kedua sisi
dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya
merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma
prostat berasal dari zona perifer.
Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari
verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan
didapatkan ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum
triangulare inferior dan di sebelah belakang didapatkan fascia denonvilliers.
Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat
dengan prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat
secara longgar dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum.
Antara fascia endopelvic dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan
peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :
1. Kapsul anatomis sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang
membungkus kelenjar prostat.
2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler
3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:
1. Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya
yang menghasilkan bahan baku sekret.
2. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga
sebagai adenomatous zone
3. Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang
merupakan bagian terkecil. Bagian ini serinng membesar atau mengalami
hipertrofi pada usia lanjut.

Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :


1. kapsul anatomis
2. kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang
sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul
3. kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner
zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.

BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena
mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran
pada bagian posterior daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan
bagian tersering terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan
lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan
kelenjar.
Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi
epitel thoraks selapis dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga
keseluruhan epitel tampak menyerupai epitel berlapis.

Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis
inferior (cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a.
mesenterium inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna).
Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic
Junction. Penyebaran arteri di dalam prostat dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu:
1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral darivesico
prostatic junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan
kelompok kelenjar periurethral.
2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa

cabang yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar


paraurethral).

Aliran Limfe
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang
kemudian bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju
ke kelenjar limfe iliaca interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.

Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus
dari Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.

Fisiologi

Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan


cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan
cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah
pengaruh Androgen Bodiesdan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.

III. Epidemiologi
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang
ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami
peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada
peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an.
Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hyperplasia.
Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat
benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang
lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.

IV. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab
terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan
kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:
1. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan
hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi
estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim
aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia
pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk
inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan
untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi
relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi
faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran
prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan
menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol
pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi
penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan
penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan
hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen
oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua
bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan
bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)


Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma
kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic
transforming growth factor, transforming growth factor 1,
transforming growth factor 2, dan epidermal growth factor.
3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang
mati

4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)


Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada
seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara
pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya
kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi
sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel
stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya
proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau
proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi
berlebihan.

5. Teori Dehidrotestosteron (DHT)


Dehidrotestosteron adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron
didalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim
NADPH.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak
jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya pada BPH,
aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada
BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap
DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat
normal.

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan
sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98%
akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG).
Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah
yang bisa masuk ke dalam “target cell” yaitu sel prostat melewati membran
sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi
oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian
bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi “hormone receptor complex”.
Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami transformasi
reseptor, menjadi “nuclear receptor” yang masuk kedalam inti yang
kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA.
RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya
pertumbuhan kelenjar prostat.

6. Teori Reawakening
Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran
stroma pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme
“glandular budding” kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya
alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan “glandular
morphogenesis” yang terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini,
menimbulkan perkiraan adanya “reawakening” yaitu jaringan kembali seperti
perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral
dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.
Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan
tentang penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan
faktor sosial, teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang
berhubungan dengan aktifitas hubungan seks, teori peningkatan kolesterol,
dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas hubungan sebab-
akibatnya.

V. Patofisiologi
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya
gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini
berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan
mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine
(obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos
prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi
pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat
ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf
simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.
Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi
uretra. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk
mengatasi resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan
berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini
menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase
penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan
pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS)
yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk
ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi
sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan
diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter.
Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari
buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

VI. Gambaran Klinis


Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran
kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.
1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala
obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena
penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang
membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan
atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.
Gejalanya ialah :
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)
2. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder
emptying).

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih


tergantung tiga faktor, yaitu :
1. Volume kelenjar periuretral
2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Kekuatan kontraksi otot detrusor

Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala


obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar dan
elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi
apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka
gejala obstruksi belum dirasakan.
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang
tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot
detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica,
sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejalanya ialah :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis


derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih b
bagian atas + sisa urin > 150 ml.

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih


sebelah bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat
gangguan miksi yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-
PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring I-PSS terdiri atas
tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu
pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan
yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5,
sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1
hingga 7.
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
- Ringan : skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica
urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan
mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi
yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Faktor pencetus
Kompensasi Dekompensasi
(LUTS) Retensi urin
Inkontinensia paradoksa
International Prostatic Symptom Score

Pertanyaan Jawaban dan skor

Keluhan pada bulan Tidak Hampir


<20% <50% 50% >50%
terakhir sekali selalu

a. Adakah anda merasa


buli-buli tidak kosong 0 1 2 3 4 5
setelah berkemih

b. Berapa kali anda


berkemih lagi dalam 0 1 2 3 4 5
waktu 2 menit

c. Berapa kali terjadi arus 0 1 2 3 4 5


urin berhenti sewaktu
berkemih

d. Berapa kali anda tidak


dapat menahan untuk 0 1 2 3 4 5
berkemih

e. Beraapa kali terjadi arus


lemah sewaktu memulai 0 1 2 3 4 5
kencing

f. Berapa keli terjadi


bangun tidur anda
0 1 2 3 4 5
kesulitan memulai untuk
berkemih

g. Berapa kali anda


bangun untuk berkemih di 0 1 2 3 4 5
malam hari

Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali

Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh


beberapa faktor pencetus, antara lain:
 Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin,
menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau
minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air
dalam jumlah yang berlebihan
 Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas
seksual atau mengalami infeksi prostat akut
 Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi

otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher vesica urinaria,


antara lain: golongan antikolinergik atau alfa adrenergik.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas
berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang
merupakan tanda dari hidronefrosis)., atau demam yang merupakan tanda dari
infeksi atau urosepsis.

3. Gejala di luar saluran kemih


Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada
saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.

VII. Diagnosis
a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang
keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya
kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat.
Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
2. Adakah asimetris
3. Adakah nodul pada prostate
4. Apakah batas atas dapat diraba
5. Sulcus medianus prostate
6. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba
membesar, konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung,
permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan
menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat, batas
atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada carcinoma prostat,
konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat
tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria


bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi
pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang.
Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah
inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia
eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang
lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa
navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di
daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kemih yang terisi
penuh dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin
dan kadang terdapat nyeri tekan supra simfisis.

c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya
komplikasi.
1. Darah
 Ureum dan Kreatinin
 Elektrolit
 Blood urea nitrogen
 Prostate Specific Antigen (PSA)
 Gula darah

2. Urin :
 Kultur urin + sensitifitas test
 Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik
 Sedimen
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses
infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna
dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit
yang mengenai saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah
dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus
yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada vesica urinaria.

d. Pemeriksaan pencitraan
1. Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,
adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan
bayangan vesica urinaria yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda
dari suatu retensi urine. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya
hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya metastasis ke
tulang dari carsinoma prostat.

2. Pielografi Intravena (IVP)


Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:
1. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis
2. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh
adanya indentasi prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar
prostat) atau ureter di sebelah distal yang berbentuk seperti mata
kail atauhooked fish
3. penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi,
divertikel, atau sakulasi vesica urinaria
4. foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

3. Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi
urin, maka sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran
indentasi.
4. USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)
Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya
kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk
melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan volume vesica urinaria
dan jumlah residual urine, serta mencari kelainan lain yang mungkin ada
di dalam vesica urinaria seperti batu, tumor, dan divertikel.

5. Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau
pada pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat
memberikan gambaran kemungkinan tumor di dalam vesica urinaria
atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter,
atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu juga memberi
keterangan mengenai basar prostat dengan mengukur panjang uretra
pars prostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam uretra.

6. MRI atau CT jarang dilakukan


Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan
bermacam – macam potongan.

e. Pemeriksaan Lain
1. Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin
ditentukan oleh :
 daya kontraksi otot detrusor
 tekanan intravesica
 resistensi uretra
Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan
puncak laju pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju
pancaran melemah menjadi 6 – 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11
– 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi semakin lemah pancaran
urin yang dihasilkan.
2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan
uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah
obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk
membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan
pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan
cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat
diukur.

3. Pemeriksaan Volume Residu Urin


Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan
dengan cara sangat sederhana dengan memasang kateter uretra dan
mengukur berapa volume urin yang masih tinggal atau ditentukan
dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan
dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada
orang normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total
sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100
cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi
pada penderita prostat hipertrofi.

VIII. Kriteria Pembesaran Prostat


Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan
beberapa cara, diantaranya adalah :
1. Rektal grading
Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :
 derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum
 derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum
 derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum
 derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum
2. Berdasarkan jumlah residual urine
 derajat 1 : <50 ml
 derajat 2 : 50-100 ml
 derajat 3 : >100 ml
 derajat 4 : retensi urin total

3. Intra vesikal grading


 derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet
 derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter
 derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter
 derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter

4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi


 derajat 1 : kissing 1 cm
 derajat 2 : kissing 2 cm
 derajat 3 : kissing 3 cm
 derajat 4 : kissing >3 cm

IX. Diagnosis Banding


Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya:
1. Struktur uretra
2. Batu buli-buli kecil
3. Kanker prostat
4. Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yang
menggunakan obat-obat parasimpatolitik.

Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh :
1. Instabilitas detrusor
2. Infeksi saluran kemih
3. Prostatitis
4. Batu ureter distal
5. Batu vesika kecil.

X. Komplikasi

Hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :


a. Inkontinensia Paradoks
b. Batu Kandung Kemih
c. Hematuria
d. Sistitis
e. Pielonefritis
f. Retensi Urin Akut Atau Kronik
g. Hidroureter
h. Hidronefrosis
i. Gagal Ginjal

XI. Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan
menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi
menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa
volume urin, yaitu:
 Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur
ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin
kurang dari 50 ml.
 Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat
satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin
lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
 Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi
dan sisa urin lebih dari 100 ml
 Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk
menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHOProstate
Symptom Score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan
pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap
dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO
PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan
untuk menentukan cara penanganan, yaitu :
 Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan
dapat diberikan pengobatan secara konservatif.
 Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi
operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih
ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita
masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa
dicoba dengan pengobatan konservatif.
 Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup
berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari
60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi
tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi
terbuka.
 Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah
membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang
kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat
dengan TURP atau operasi terbuka.
Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala,
meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang
berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk
hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade
terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai
keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala
klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar
periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan
detrusor, maka pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :
1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan
obstruksi pada leher vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara
medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna

Observasi Medikamentosa Operasi Invasif Minimal

Penghambat Prostatektomi TUMT


Watchfull waiting
adrenergik α terbuka TUBD

Penghambat Endourologi Strent uretra


reduktase α 1. TURP dengan prostacath
Fitoterapi 2. TUIP TUNA
Hormonal 3. TULP (laser)

Terapi Konservatif Non Operatif


1. Observasi (Watchful waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang
diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia, menghindari obat-obatan dekongestal
(parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan tidak diperbolehkan
minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan lakukan kontrol
keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.

2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan
golongan blocker (penghambat alfa adrenergik)
2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dehidrotestosteron (DHT)
Obat Penghambat adrenergik
Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di
dalam prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan
alpha adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos prostat dan leher
vesica banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering
digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat penghambat
alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu
α1a (tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari pemakai

obat ini dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin
0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi
obstruksi pada vesica tanpa merusak kontraktilitas detrusor.
Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran
urine, menurunkan sisa urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga
memberi penyulit hipotensi, pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat
jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai merasakan
berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.

Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase


Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5
mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan
dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar dapat mengecil. Namun
obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan
manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek
samping obat ini adalah melemahkan libido dan ginekomastia.

Fitoterapi
Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi
yang digunakan untuk pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw
Palmetto dan Pumpkin Seeds. Keduanya, terutama Serenoa repens semakin
diterima pemakaiannya dalam upaya pengendalian prostatisme BPH dalam
konteks “watchfull waiting strategy”.
Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:
 frekuensi nokturia berkurang
 aliran kencing bertambah lancar
 volume residu di kandung kencing berkurang
 gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.
Mekanisme kerja obat diduga kuat:
 menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor
androgen
 bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat
aktivitas enzim cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase.

Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah
menimbulkan penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih,
hematuri, infeksi saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau
keluhan LUTS yang tidak menunjukkan perbaikan setelah menjalani pengobatan
medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau
operasi endourologi transuretra.
1. Prostatektomi terbuka
a.1. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
 Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada
subservikal
 Mortaliti rate rendah
 Langsung melihat fossa prostat
 Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli
 Perdarahan lebih mudah dirawat
 Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu
selama bila membuka vesika

Kerugian :
 Dapat memotong pleksus santorini
 Mudah berdarah
 Dapat terjadi osteitis pubis
 Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
 Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus
dikerjakan dari dalam vesika
Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis

a.2. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)


Keuntungan :
 Baik untuk kelenjar besar
 Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat
 Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan
penyulit : batu buli, batu ureter distal, divertikel, uretrokel, adanya
sistostomi, retropubik sulit karena kelainan os pubis, kerusakan
sphingter eksterna minimal.

Kerugian :
 Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding
vesica sembuh
 Sulit pada orang gemuk
 Sulit untuk kontrol perdarahan
 Merusak mukosa kulit
 Mortality rate 1 -5 %

Komplikasi :
 Striktura post operasi (uretra anterior 2 – 5 %, bladder neckstenosis
4%)
 Inkontinensia (<1%)
 Perdarahan
 Epididimo orchitis
 Recurent (10 – 20%)
 Carcinoma
 Ejakulasi retrograde
 Impotensi
 Fimosis
 Deep venous trombosis

a.3. Transperineal
Keuntungan :
 Dapat langssung pada fossa prostat
 Pembuluh darah tampak lebih jelas
 Mudah untuk pinggul sempit
 Langsung biopsi untuk karsinoma

Kerugian :
 Impotensi
 Inkontinensia
 Bisa terkena rektum
 Perdarahan hebat
 Merusak diagframa urogenital

b. Prostatektomi Endourologi
b.1. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi
hampir seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan
perifer ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif
dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian
kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang
sungguh membutuhkan tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut,
evaluasi urodinamik sangat berguna untuk membedakan pasien dengan
obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan selektif dalam
penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.
Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak
dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-
uretra dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya
daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah.
Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang
dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan
yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O steril
(aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik
sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh
darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air dapat
menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air
atau dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini ditandai dengan
pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah
meningkat, dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang
akhirnya jatuh dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas
sindroma TURP ini adalah sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi
timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non ionik yang lain tetapi
harganya lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin,
membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang
sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli
selama reseksi prostat.

Keuntungan :
 Luka incisi tidak ada
 Lama perawatan lebih pendek
 Morbiditas dan mortalitas rendah
 Prostat fibrous mudah diangkat
 Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
Kerugian :
 Teknik sulit
 Resiko merusak uretra
 Intoksikasi cairan
 Trauma sphingter eksterna dan trigonum
 Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
 Alat mahal
 Ketrampilan khusus

Komplikasi:
 Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi
 Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik
 Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi
retrograd, dan striktura uretra.

b.2. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)


Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif,
tetapi ukuran prostatnya mendekati normal.Pada hiperplasia prostat
yang tidak begitu besar dan pada pasien yang umurnya masih muda
umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau
bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan
secara endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg
dipakai pada TUR P tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai
alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat
ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul
prostat.
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan
menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara
TUR.
b.3. Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)
Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk
mengangkat prostat yang membesar merupakan operasi yang berdarah,
sedang pengobatan dengan TUMT dan TURF belum dapat memberikan
hasil yang sebaik dengan operasi maka dicoba cara operasi yang dapat
dilakukan hampir tanpa perdarahan.
Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4
menit untuk masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan
medius). Pada waktu ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga
tampak melalui sistoskop terjadi ablasi pada permukaan prostat,
sehingga uretra pars prostatika akan segera menjadi lebih lebar, yang
kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang akan menyebabkan
“laser nekrosis” lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga hasil akhir
nanti akan terjadi rongga didalam prostat menyerupai rongga yang
terjadi sehabis TUR.
Keuntungan bedah laser ialah :
 Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi
retensi akibat bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi
 Teknik lebih sederhana
 Waktu operasi lebih cepat
 Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat
 Tidak memerlukan terapi antikoagulan
 Resiko impotensi tidak ada
 Resiko ejakulasi retrograd minimal

Kerugian :
Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional).
3. Invasif Minimal
1. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Cara memanaskan prostat sampai 44,5 C – 47 C ini mulai
diperkenalkan dalam tiga tahun terakhir ini. Dikatakan dengan
memanaskan kelenjar periuretral yang membesar ini dengan gelombang
mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang
radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain
itu juga akan menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga
tekanan uretra menurun sehingga obstruksi berkurang. lanjut mengenai
cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek yang mungkin
timbul.
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat
memancarkan microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena
temperatur pada antene akan tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface
costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses pendindingan
ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang.
Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency)
memancarkan gelombang “radio frequency” yang panjang gelombangnya
lebih besar daripada tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio
frequency dapat diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar (pada
pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan
yang dalam. Keuntungan lain oleh karena kateter yang ada alat
pemanasnya mempunyai lumen sehingga pemanasan bisa lebih lama, dan
selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar.

2. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)


Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula
dikerjakan dengan jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam
12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka (transvesikal).
Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar.
Mekanismenya :
1. Kapsul prostat diregangkan
2. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut
3. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika
dirusak

3. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)


Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk
menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek
yang baik guna mencapai tujuan untuk menghasilkan prosedur dengan
perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme ejakulasi dapat
dipertahankan.

4. Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra,
hanya saja kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk
stent ada yang spiral dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang
diujung kateter (Prostacath). Stents ini digunakan sebagai protesis
indwelling permanen yang ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau
bimbingan pencitraan. Untuk memasangnya, panjang uretra pars
prostatika diukur dengan USG dan kemudian dipilih alat yang panjangnya
sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter pendorong dan bila
letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat
dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara
mengatasi obstruksi infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan
alternatif sementara apabila kondisi penderita belum memungkinkan
untuk mendapatkan terapi yang lebih invasif.

Anda mungkin juga menyukai