Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

URETRITIS GONOKOKUS

Disusun oleh:
Brillyant Sabatino Raintama
00000013938

Pembimbing:
dr. Hannah K Damar, SpKK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN


SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE – RUMAH SAKIT UMUM
SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 28 JANUARI 2019 – 2 MARET 2019
TANGERANG
BAB I
ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki - laki
Tanggal Lahir : 27 April 1990
Usia : 28 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswa, petugas media televisi
Agama : Islam
Alamat : Villa ilham islamic
No. Rekam Medis : SHLV.00-75-26-xx
Admisi : 14 Februari 2019

1.2 Anamnesis
Anamnesis pasien dilakukan secara autoanamnesis di Poliklinik
Kulit dan Kelamin di Siloam Hospital Lippo Village pada hari Kamis, 14
Februari 2019 pada pukul 16.00.

Keluhan Utama :
Pasien datang mengeluhkan adanya rasa nyeri ketika buang air
kecil (BAK) sejak 2 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan adanya rasa nyeri ketika BAK sejak
2 hari yang lalu. Nyeri ketika BAK dirasakan di dalam daerah penis, terasa
seperti terbakar, terjadi setiap kali BAK, dan dengan skala nyeri 7/10.
Rasa nyeri memberat ketika penis ditekan dan ketika ereksi. Adapun rasa
nyeri tersebut tidak didahului oleh rasa gatal dan panas di sekitar ujung
penis. Pasien menyangkal adanya penyebaran rasa nyeri ke daerah testis,
perineum, suprapubis, atau abdomen bawah.

2
Pasien juga mengatakan bahwa celana dalamnya terdapat bercak –
bercak berwarna kekuningan yang mulai muncul bersamaan dengan
mulainya nyeri BAK. Seiring berjalannya waktu, bercak – bercak tersebut
menjadi lebih sering muncul dan semakin bertambah banyak. Namun,
pasien tidak memperhatikan adanya cairan, nanah, atau darah yang keluar
dari lubang kencingnya.
Pasien mengaku bahwa 1 minggu yang lalu dia sempat melakukan
hubungan seksual dengan seorang teman perempuannya secara oro-
genital. Pasien menyangkal adanya peningkatan frekuensi maupun urgensi
BAK. Juga tidak terdapat perubahan pada warna, konsistensi, dan volume
urine pasien. Pasien menyangkal adanya gejala demam dan nyeri saat
menelan.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami gejala serupa. Pasien
juga menyangkal adanya riwayat penyakit HIV, Hepatitis B dan C, serta
penyakit infeksi menular seksual lainnya. Riwayat hipertensi, diabetes,
dan kolesterol juga disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Keluarga pasien tidak ada yang memiliki gejala serupa. Juga tidak
ada yang memiliki riwayat penyakit HIV, Hepatitis B dan C, serta
penyakit infeksi menular seksual. Riwayat hipertensi, diabetes, dan
kolesterol pada keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Sosial dan Kebiasaan :


Pasien tinggal sendiri di tempat penginapan yang disewanya.
Sehari – hari pasien bekerja sebagai mahasiswa dan juga petugas media
televisi. Setelah pulang dari kuliah pada sore hari, seringkali pasien
melakukan kerja lembur di tempat dia bekerja sebagai petugas media
televisi, sehingga dia sering merasa kelelahan secara fisik.

3
Pasien mengaku bahwa 1 minggu yang lalu dia sempat melakukan
hubungan seksual dengan seorang teman perempuannya secara oro-
genital, yakni genital pasien dengan oral pasangannya. Pasien menyangkal
pemakaian kondom ketika berhubungan seksual pada waktu itu. Menurut
pasien, pasangan seksualnya tidak sedang menderita gejala yang serupa
atau penyakit infeksi menular seksual tertentu dan juga tidak memiliki
pasangan seksual yang lain. Selain aktifitas seksual yang dilakukannya 1
minggu sebelumnya, pasien menyangkal adanya riwayat aktifitas seksual
lainnya, termasuk riwayat hubungan seksual dengan pekerja seks, berganti
– ganti pasangan seksual, dan male-sex-male.

Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi, baik terhadap makanan,
cuaca, obat - obatan, debu dan lainnya. Pasien juga menyangkal adanya
riwayat alergi/iritasi terhadap bahan-bahan yang dipakainya sehari - hari
(sabun, lotion, detergen). Pasien juga menyangkal adanya riwayat asma.

Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah menggunakan obat apapun untuk keluhannya
saat ini. Pasien juga menyangkal adanya penggunaan obat tertentu secara
rutin.

4
1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos Mentis (GCS=15)
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 83 x/menit
Pernapasan : 16 x/menit
Suhu : 37.2°C

Status Generalis
 Kepala dan wajah:
o Bentuk kepala simetris
o Rambut hitam tersebar merata
o Kulit kepala normal
o Luka atau scar bekas operasi (-), massa (-), deformitas (-)

 Mata:
o Mata normal, tidak cekung
o Pupil bulat dan isokor (3mm/3mm)
o Refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung
+/+
o Konjungtiva anemis (-),
o Sklera ikterik (-)

 THT:
Telinga:
o Telinga kanan dan kiri simetris
o Bekas luka (-), deformitas (-), nyeri (-)
o Tidak ada sekret
Hidung:
o Bentuk normal dan septum di tengah

5
o Bekas luka (-), deformitas (-), massa (-), darah (-)
o Mukosa tidak hiperemis
o Tidak ada pernapasan cuping hidung
Tenggorokan:
o Faring tidak hiperemis
o Uvula di tengah
o Tonsil: T1/ T1 tidak hiperemis

 Mulut:
o Mukosa mulut normal, massa (-)
o Lidah normal, defiasi (-)
o Tidak ada luka di bibir, lidah, dan pallatum

 Leher:
o Leher simetris, luka (-), bekas operasi (-), luka (-),
kemerahan (-)
o Tidak ada pembesaran KGB
o Trakea intak di tengah

 Thorax:
Jantung:
o Inspeksi:
- Iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi:
- Iktus kordis tidak teraba
o Perkusi
- Batas jantung dalam batas normal
o Auskultasi:
- S1-S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru:
o Inspeksi:

6
- Bentuk dada normal
- Pergerakan dada statis dan dinamis simetris
- Tidak ada retraksi paru
- Tidak ada barrel chest
o Palpasi:
- Tactile fremitus kedua lapang paru simetris
o Perkusi:
- Batas paru hati normal
- Sonor pada kedua paru
o Auskultasi:
- Suara napas vesikular
- Tidak ada rhonchi dan wheezing

 Abdomen
o Inspeksi:
- Perut datar
- Massa (-), deformitas (-), bekas operasi (-), bekas luka
(-), luka (-), distensi striae (-)
o Auskultasi:
- Bising usus normal
- Tidak terdengar metallic sound
o Perkusi:
- Perkusi 4 regio abdomen normal (timpani)
- Tidak ada shifting dullness
- Batas hepar normal, hepatomegali (-)
o Palpasi:
- Nyeri tekan (-), massa (-)
- Hepatomegali (-), splenomegali (-), kidney
ballottement (-)

 Ekstremitas :

7
- Ekstremitas simetris
- Akral hangat
- CRT normal <2 detik
- Edema (-)
- Sianosis (-)
- Onikolisis (-)

 Genitalia
Penis:
o Telah disirkumsisi, nyeri tekan (+), deformitas (-), erosi (-),
ekskoriasi (-), ulkus (-)
o Orifisium uretra eksternum eritema (+), edema (+), duh
tubuh mukopurulen (+), darah (-), gatal (-), ektropion (-),
erosi (-). Teknik milking dilakukan untuk memastikan
keberadaan duh tubuh.

Skrotum:
o Bentuk dan ukuran normal, nyeri (-), erosi (-), ekskoriasi (-)

KGB:
o Tidak ada pembesaran KGB inguinal medial
unilateral/bilateral

Pemeriksaan prostat tidak dilakukan

 Perianal
o Perineum normal, tumor (-), nyeri (-), erosi (-), abses (-)
o Anus normal, nyeri (-), erosi (-), abses (-)

8
 Status Venerologis
Ad regio orifisium uretra eksternum: eritematosa, edematosa, disertai
keluarnya duh tubuh mukopurulen berwarna putih kekuningan, darah
(-), ektropion (-).

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Sebagai pemeriksaan penunjang, pewarnaan Gram dilakukan pada
spesimen duh tubuh (pus) pasien. Hasil pengamatan di bawah mikroskop
menunjukkan adanya diplokokus gram negatif yang intraselular.

9
1.5 Resume
Pasien Tn. M, laki – laki berusia 29 tahun memiliki keluhan nyeri
berkemih yang dimulai sejak 2 hari yang lalu, dirasakan di dalam penis,
terasa seperti terbakar, dan terjadi setiap kali berkemih dengan skala nyeri
7/10. Rasa nyeri memberat ketika penis ditekan dan ereksi. Bersamaan
dengan mulainya nyeri berkemih, pasien juga mengeluhkan adanya bercak
– bercak kekuningan pada celana dalamnya, yang semakin sering muncul
dan bertambah banyak seiring berjalannya waktu. Pasien mengaku bahwa
1 minggu yang lalu dia sempat melakukan hubungan seksual tanpa

10
menggunakan kondom dengan seorang teman perempuannya secara oro-
genital, yakni genital pasien dengan oral pasangannya. Adapun pasien
sering merasa kelelahan fisik akibat bekerja lembur di media televisi
setelah pulang dari kuliahnya.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit ringan dan terdapat
nyeri tekan pada penis. Dari status venerologis, ad regio orifisium uretra
eksternum tampak eritematosa, edematosa, disertai keluarnya duh tubuh
mukopurulen. Hasil pemeriksaan pewarnaan gram pada duh tubuh pasien
menunjukkan adanya diplokokus gram negatif intrasel.

1.6 Diagnosis
Diagnosis Kerja : Uretritis gonokokus
Diagnosis Banding : Uretritis nongonokokus, Trikomoniasis,
Balanitis Kandida

1.7 Tatalaksana
Non-medikamentosa
 Tidak melakukan hubungan seksual untuk sementara waktu. Bila
tidak memungkinkan, gunakan kondom.
 Konseling mengenai infeksi, komplikasi yang dapat terjadi, dan
pentingnya keteraturan berobat.
 Menganjurkan pasien untuk mengajak pasangannya berobat ke
dokter
 Tes dan konseling mengenai penyakit HIV serta infeksi menular
seksual lain, termasuk Sifilis.
Medikamentosa
 Seftriakson 250 mg diberikan secara injeksi intramuskular (IM)
dengan dosis tunggal
 Azitromisin 1 g tablet per oral dengan dosis tunggal
 Ibuprofen 200 mg tablet per oral sebanyak 2 kali sehari setelah
makan dengan interval waktu 4 sampai 6 jam. Obat digunakan
sesuai kebutuhan (jika merasa nyeri).

11
 Flavoxate HCl 100 mg tablet per oral sebanyak 3 kali sehari

1.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Cosmeticum : Bonam

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gonore merupakan istilah yang digunakan pada seluruh infeksi
yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae. Infeksi ini
merupakan infeksi menular seksual (IMS) yang dapat menimbulkan
penyakit pada berbagai organ tubuh, diantaranya termasuk Uretritis
Gonokokus.1

2.2 Epidemiologi
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun
2014, angka kejadian gonore di seluruh dunia mencapai 80 juta kasus.
Gonore umumnya ditemukan pada populasi individu yang tinggal di
perkotaan, berusia muda, bukan ras kulit putih, belum menikah, dan
memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Di Kanada dan Amerika Serikat,
gonore sangat sering ditemukan pada orang dewasa muda, yakni dalam
rentang usia 15 – 24 tahun untuk perempuan dan 20 – 24 tahun untuk laki
– laki. Suatu survei di Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa angka
kejadian gonore secara signifikan lebih tinggi pada laki – laki (202,5 kasus
per 100.000 orang laki – laki) dibandingkan perempuan (141,8 kasus per
100.000 orang perempuan).2
Insidensi gonore lebih tinggi pada negara berkembang
dibandingkan negara maju. Namun, insidensi penyakit IMS di negara
berkembang masih sulit untuk dipastikan oleh karena keterbatasan
pengawasan dan kriteria diagnosis yang berbeda.3

2.3 Etiologi
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, penyebab gonore adalah
bakteri Neisseria gonorrhoeae. Bakteri ini termasuk golongan diplokokus
berbentuk biji kopi, berukuran lebar 0,8 mikron dan panjang 1,6 mikron,
serta bersifat tahan asam. N. gonorrhoeae juga bersifat Gram-negatif pada
pewarnaan Gram, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam

13
keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39⁰ C, dan tidak tahan disinfektan.
Secara morfologik, gonokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak
mempunyai vili dan tidak virulen.1
Pada umumnya penularan terjadi melalui hubungan seksual secara
genito-genital, oro-genital, atau ano-genital. Tetapi, dapat juga terjadi
secara manual melalui alat – alat, pakaian, handuk, termometer, dan
sebagainya. Oleh karena itu secara garis besar dikenal gonore genital dan
gonore ekstra genital.1

2.4 Patogenesis
Adapun cara transmisi N. gonorrhoeae ialah melalui sekresi
mukosa. Dalam patogenesis terjadinya gonore, N. gonorrhoeae pada
awalnya akan melekat pada sel epitel kolumnar dengan menggunakan pili
atau fimbria. Lokasi penempelan N. gonorrhoeae yang paling sering yaitu
pada sel – sel mukosa traktus urogenitalis laki – laki maupun perempuan.
Kuman ini memiliki protein – protein tertentu (seperti PilC dan Opa) pada
membran luarnya yang membantu dalam proses perlekatan dan juga invasi
lokal. Invasi ini dimediasi oleh protein adesin dan enzim sfingomyelinase,
yang berperan dalam proses endositosis.4,5
Bakteri gonokokus ini juga menyebabkan peningkatan ekspresi
integrin pada sel target, yang kemudian mencegah terjadinya peluruhan sel
yang seharusnya terjadi sebagai mekanisme pertahanan. Terdapat jenis
gonokokus tertentu yang memiliki immunoglobulin (Ig) A protease, yang
berperan untuk memutus heavy chain imunoglobulin manusia, sehingga
respon imun bakterisidal tubuh menjadi terhambat. Ketika berada di dalam
sel, bakteri ini bereplikasi dan dapat bertumbuh dalam keadaan aerobik
maupun anaerobik. Setelah menginvasi sel, N. gonorrhoeae terus
bereplikasi dan berproliferasi secara lokal, yang kemudian menimbulkan
respon inflamasi.4,5
Di luar sel, bakteri ini rentan terhadap perubahan suhu, sinar
ultraviolet, kekeringan, dan faktor lingkungan lainnya. Membran luar dari

14
bakteri mengandung endotoksin lipooligosakarida, yang dihasilkan kuman
pada saat pertumbuhan cepat sedang berlangsung dan berkontribusi dalam
pathogenesis terjadinya infeksi diseminata. Keterlambatan pengobatan
antibiotic, perubahan fisiologis pada mekanisme pertahanan tubuh,
resistensi terhadap respon imun, dan jenis bakteri dengan tingkat virulen
tinggi semuanya berpartisipasi dalam terjadinya penyebaran hematogen
dan infeksi diseminata. Manusia merupakan satu – satunya host natural
dari N. gonorrhoeae.4,5

2.5 Faktor Risiko


Faktor – faktor risiko uretritis gonokokus ialah memiliki banyak
pasangan seks; pasangan seks dengan infeksi menular seksual (IMS) yang
diketahui; melakukan hubungan seks oral, vagina, atau anal tanpa
kondom; dan terlibat dalam praktik seksual berisiko lainnya seperti
menukar seks dengan uang atau narkoba.6
Sehubungan dengan IMS lain sebagai faktor risiko, sering terjadi
koinfeksi pasien dengan N. gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis.
Pasien dengan HIV juga berisiko lebih tinggi untuk IMS lain, termasuk
gonore. Studi telah meneliti faktor-faktor yang dapat memfasilitasi
penyebaran infeksi gonokokus tanpa gejala, termasuk kehamilan, hepatitis
virus, menstruasi, dan alkoholisme.4,7

2.6 Manifestasi Klinis


Masa inkubasi pada pria biasanya 2 sampai 8 hari, walaupun
terkadang dapat lebih lama karena kebanyakan infeksi menjadi simtomatik
2 minggu setelah pajanan. Hanya sekitar 10% infeksi yang tidak
menunjukkan gejala pada pria. Manifestasi paling umum dari infeksi
gonokokal pada pria adalah uretritis, ditandai dengan keluarnya cairan
yang spontan, terus – menerus, keruh, atau bernanah dari meatus penis
(orifisium uretra eksternum) (Gambar 1).4

15
Gambar 14

Peradangan selaput mukosa di uretra anterior menyebabkan rasa


sakit atau terbakar saat buang air kecil dan eritema serta pembengkakan
(Gambar 2).4

Gambar 24

16
Dalam beberapa kasus, terdapat begitu banyak peradangan jaringan
lunak sehingga seluruh penis distal menjadi edema, yang disebut "bull
head clap" (Gambar 3).4

Gambar 34

Nyeri dan pembengkakan testis dapat mengindikasikan


epididimitis atau orkitis dan mungkin merupakan satu-satunya gejala yang
muncul. Namun, epididimitis lebih sering disebabkan oleh C. trachomatis
atau oleh infeksi gabungan dengan N. gonorrhoeae. Terdapat juga
beberapa kasus furunkel kulit genital yang disebabkan oleh gonore.4

2.7 Komplikasi
Sekuele permanen infeksi gonokokal pada wanita dapat berupa
infertilitas dan peningkatan risiko kehamilan ektopik akibat penyakit
peradangan pelvis (PID) yang tidak diobati. Infeksi gonokokus juga dapat
menjadi sistemik/diseminata (DGI), dimana ketika tidak diobati dapat
menyebabkan artritis septik, menghasilkan kerusakan sendi permanen.
Meningitis dan endokarditis adalah manifestasi jarang dari DGI, yang
dapat menyebabkan kematian atau cacat permanen yang disebabkan oleh
sistem saraf pusat atau kerusakan jantung. Infeksi neonatal dapat

17
menyebabkan retardasi pertumbuhan, berat badan lahir rendah, prematur,
kebutaan, dan kadang-kadang bahkan kematian bayi.8

2.8 Diagnosis
Karena spesifisitas tinggi (> 99%) dan sensitivitas (> 95%),
pewarnaan Gram pada spesimen uretra yang menunjukkan leukosit
polimorfonuklear dengan gram intraseluler dengan diplococci negatif
dapat dianggap diagnostik untuk infeksi N. gonorrhoeae pada pria
bergejala.9 Namun, karena sensitivitas yang lebih rendah, hasil pewarnaan
Gram negatif tidak dapat dianggap cukup untuk menyingkirkan infeksi
gonokokus pada pria asimptomatik yang berisiko tinggi untuk infeksi.
Berbeda dengan pewarnaan Gram uretra, sensitivitas pewarnaan Gram
pada swab endoserviks kurang dari 35% dan tidak boleh digunakan
sebagai alat skrining pada wanita.9 Spesimen vagina tidak pernah
direkomendasikan untuk tujuan diagnostik karena mukosa vagina menolak
invasi gonokokus.4
Kultur bakteri telah menjadi tes diagnostik "standar emas" selama
bertahun-tahun, meskipun tes yang lebih baru dan lebih spesifik sekarang
banyak digunakan. Kultur N. gonorrhoeae membutuhkan media yang
mengandung heme, nicotinamide adenine dinucleotide, ekstrak ragi,
karbon dioksida, dan suplemen lain yang diperlukan untuk isolasi. Budaya
dapat dilakukan pada media Thayer-Martin yang dimodifikasi. Pada pria,
biakan dilakukan pada sekresi atau usap uretra. Spesimen endoserviks dan
endouretral untuk kultur menghasilkan hasil yang akurat pada wanita.
Biakan pada usap faring dan rektum juga dapat dilakukan jika diduga ada
infeksi di daerah ini.4
Ada tren yang berkembang di antara departemen kesehatan dan
klinik IMS untuk menggunakan Nucleic Acid Amplification Tests (NAAT)
untuk memberikan diagnosis yang lebih cepat. Pengujian ini menggunakan
metode seperti Polymerase Chain Reaction (PCR); transcription-mediated

amplification; dan strand displacement amplification pada sampel urin,


uretra, faring, atau anus. Secara keseluruhan, NAAT sangat sensitif dan

18
spesifik, serta mungkin dapat mendeteksi bahkan keberadaan satu
organisme. Namun, ada banyak variabilitas dalam biaya, sensitivitas, dan
situs tes anatomi yang diindikasikan, sehingga tes ini tunduk pada
kontroversi yang berkelanjutan. Selain itu, diagnosis melalui metode
nonkultur tidak memungkinkan untuk pengujian sensitivitas antibiotik.4
Untuk infeksi diseminata, kultur, dan jika tersedia, NAAT, harus
dilakukan pada darah, cairan sendi, dan lesi kulit. Cairan sinovial dari
sendi yang terkena harus dianalisis untuk jumlah sel, pewarnaan Gram,
dan kultur. Karena kebutuhan, diagnosis dapat mengandalkan kecurigaan
klinis dan temuan terkait karena tes untuk infeksi diseminata menunjukkan
hasil positif hanya dalam sejumlah kecil kasus.4

2.9 Tatalaksana
Tatalaksana gonore secara keseluruhan mencakup nonmedikamentosa
dna medikamentosa.
1. Nonmedikamentosa1
- Notifikasi pasangan. Bila memungkinkan, lakukan pemeriksaan
dan pengobatan pada pasangan tetap pasien.
- Anjurkan abstinensia sampai infeksi dinyatakan sembuh secara
laboratoris, bila tidak memungkinkan anjurkan penggunakan
kondom.
- Kunjungan ulang untuk tindak lanjut di hari ke-3 dan hari ke-7
- Lakukan konseling mengenai infeksi, komplikasi yang dapat
terjadi, dan pentingnya keteraturan berobat.
- Lakukan Provider Initiated Testing and Counselling (PITC)
terhadap infeksi HIV dan kemungkinan mendapatkan infeksi
menular seksual lain.
- Bila memungkinkan lakukan pemeriksaan penapisan untuk IMS
lainnya

19
2. Medikamentosa1
Kuman patogen penyebab utama duh tubuh uretra adalah N.
gonorrhoeae dan C. trachomatis. Oleh karena itu, pengobatan
pasien dengan duh tubuh uretra secara sindrom harus dilakukan
serentak terhadap kedua jenis kuman penyebab tersebut (Tabel 1).
Bila ada fasilitas laboratorium yang memadai, kedua kuman
penyebab tersebut dapat dibedakan, dan selanjutnya pengobatan
secara lebih spesifik dapat dilakukan. Etiologi uretritis non-
gonokokus terutama disebabkan oleh C. trachomatis, sehingga
dalam pengobatannya ditujukan untuk klamidiosis. Dibawah ini
adalah rejimen pengobatan untuk duh tubuh uretra secara sindrom
berdasarkan Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular
Seksual 2015 (Tabel 1).10

Tabel 1. Pengobatan Duh Tubuh Uretra10

Sefiksim merupakan sefalosporin generasi ke-3 yang


efektifitas dan sensitifitasnya hingga saat ini paling baik, yakni
sebesar 95%.1 Siproflokasin dan ofloksasin sudah menunjukkan
angka resistensi yang tinggi di beberapa kota di Indonesia,
sehingga tidak dianjurkan lagi pemakaiannya dalam rejimen. 10
Pilihan obat lain yaitu tiamfenikol, yang dapat diberikan dengan

20
dosis 3,5 g dosis tunggal secara oral, namun pemakaiannya tidak
dianjurkan pada kehamilan.1
Reaksi alergi jarang terjadi pada sefalosporin generasi
ketiga. Penggunaan ceftriaxone atau cefixime dikontraindikasikan
pada orang dengan riwayat alergi penisilin yang dimediasi
imunoglobulin (Ig) E. Regimen lain termasuk pengobatan ganda
dengan dosis tunggal oral gemifloxacin 320 mg ditambah
azitromisin oral 2 g atau pengobatan ganda dengan dosis tunggal
gentamisin intramuskular 240 mg ditambah azitromisin oral 2 g.
Penyedia yang merawat orang dengan alergi sefalosporin atau yang
dimediasi IgE harus berkonsultasi dengan spesialis penyakit
menular.4
Eritromisin dapat diberikan untuk penderita yang tidak
tahan Tetrasiklin, ibu hamil, atau penderita berusia kurang dari 12
tahun, dengan dosis 4 x 500 mg sehari selama 2 minggu.

2.10 Prognosis
Prognosisnya sangat baik jika infeksi diobati dini dengan antibiotik
yang sesuai. Adapun infeksi gonokokus yang diobati sebelumnya tidak
mengurangi risiko infeksi ulang. Infeksi gonokok diseminata memiliki
prognosis yang baik jika dirawat dengan tepat dan sebelum kerusakan
permanen pada sendi atau organ terjadi.4

21
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Penegakkan Diagnosis


Pada pasien ini, diagnosis uretritis gonokokus ditegakkan berdasarkan
temuan – temuan klinis yang diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
serta, pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien.

3.1.1 Anamnesis
Pada anamnesis, pasien mengeluhkan adanya nyeri berkemih yang
dimulai sejak 2 hari yang lalu, dirasakan di dalam penis, terasa seperti terbakar,
dan terjadi setiap kali berkemih. Rasa nyeri memberat ketika penis ditekan dan
ereksi. Informasi ini menandakan bahwa kelainannya terdapat di dalam daerah
penis. Sehingga, berbagai penyakit pada permukaan kulit di daerah genital
(misalnya psoriasis atau dermatitis kontak) dapat dieliminasi. Tidak adanya rasa
nyeri pada testis, perineum, suprapubis, dan abdomen inferior dapat
mengeksklusi kemungkinan adanya penyebaran infeksi, seperti prostatitis,
cowperitis, epididimitis, dan funikulitis.1 Lalu, bersamaan dengan mulainya nyeri
berkemih, pasien juga mengeluhkan adanya bercak – bercak kekuningan pada
celana dalamnya, yang semakin sering muncul dan bertambah banyak seiring
berjalannya waktu. Namun, pasien tidak memperhatikan adanya cairan yang
keluar dari kemaluannya. Meskipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa hal
ini dapat merupakan sisa duh tubuh yang telah mengering pada celana dalam
pasien. Oleh karena itu, diagnosis banding pada saat ini sudah bisa diarahkan
pada Uretritis Gonokokus, Uretritis Nongonokokus, Trikomoniasis, dan
Balanitis Kandida.1 Namun, Trikomoniasis dan Balanitis Kandida agak kurang
memungkinkan sebagai diagnosis karena tidak adanya gejala gatal pada ujung
penis.
Pasien mengaku bahwa 1 minggu yang lalu dia sempat melakukan
hubungan seksual tanpa menggunakan kondom dengan seorang teman
perempuannya secara oro-genital, yakni genital pasien dengan oral pasangannya.
Dengan informasi ini, dapat diketahui bahwa masa inkubasi penyakit pada

22
pasien ini ialah 5 hari. Hal ini mendukung Uretritis Gonokokus sebagai
diagnosis, karena masa inkubasi infeksi gonokokus pada umumnya berkisar
antara 2 sampai 5 hari setelah pajanan.1 Di sisi lain, Uretritis Nongonokokus
menjadi kurang memungkinkan, karena umumnya gejala dialami 1 sampai 3
minggu setelah kontak seksual.1 Trikomoniasis masih mungkin sebagai
diagnosis, karena periode inkubasinya ialah 4 hari sampai 3 minggu. 1 Sementara
itu, masa inkubasi Balanitis Kandida dapat bervariasi. Adapun pasien sering
merasa kelelahan fisik akibat bekerja lembur di media televisi setelah pulang
dari kuliahnya. Hal ini membuat pasien rentan terhadap infeksi oleh karena daya
tahan tubuh yang sedang kurang baik, sehingga juga mendukung diagnosis –
diagnosis banding sebelumnya.
Tidak adanya rasa nyeri pada testis, perineum, suprapubis, dan abdomen
inferior dapat mengeksklusi kemungkinan adanya penyebaran infeksi, seperti
prostatitis, cowperitis, epididimitis, dan funikulitis. 1 Selain itu, tidak adanya
perubahan frekuensi dan urgensi urinasi juga menyingkirkan kemungkinan
infeksi saluran kemih lainnya, seperti sistitis. Tidak adanya demam juga
menyingkirkan infeksi diseminasi gonokokus maupun penyakit sistemik lainnya.
Tidak ditemukannya nyeri menelan mengeksklusi kemungkinan faringitis akibat
infeksi gonore.1

3.1.2 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum pasien tampak sakit ringan, namun pemeriksaan pada
status generalis pasien menunjukkan hasil yang normal, kecuali ditemukannya
lesi pada orifisium uretra ekstrenum. Dari status venerologis, pada regio
orifisium uretra eksternum tampak eritematosa, edematosa, dan disertai
keluarnya duh tubuh mukopurulen putih kekuningan. Pada awalnya, tidak
tampak adanya duh tubuh yang keluar dari OUE pasien, sehingga teknik milking
pun dilakukan untuk memastikan keberadaan duh tubuh. Selain itu, juga terdapat
nyeri tekan pada penis pasien.
Temuan – temuan tersebut dapat ditemukan pada Uretritis Gonokokus,
Uretritis Nongonokokus, Trikomoniasis, dan Balanitis Kandida. Namun, pada

23
Uretritis Nongonokokus duh tubuh cenderung lebih seropurulen (Gambar 4),
sehingga diagnosis banding ini menjadi kurang mungkin.1

Gambar 412

Pada Balanitis Kandida, juga bisa ditemukan keluarnya duh yang


berwarna berwarna putih,12 sehingga diagnosis penyakit ini masih
memungkinkan.
Namun, morfologi lesi pada pasien ini cenderung berbeda dengan
penderita Balanitis Kandida, dimana ditemukan makula atau plak berwarna
merah muda hingga merah terang yang dikelilingi lesi – lesi satelit di perifer
(Gambar 5).12

24
Gambar 512

Ditemukannya lesi pada OUE juga dapat mengurangi kemungkinan


diagnosis Balanitis Kandida, karena penyakit tersebut tidak terbatas hanya pada
OUE saja, tetapi dapat melibatkan berbagai daerah glans penis. Adapun pasien
telah disirkumsisi, sehingga hal ini juga menjadikan Balanitis Kandida lebih
kurang memungkinkan sebagai diagnosis. Alasannya, Balanitis Kandida lebih
sering terjadi pada laki – laki yang belum disirkumsisi, oleh karena adanya
pertumbuhan fungi Candida spp pada daerah glans penis yang lembab.3 Di sisi
lain, Trikomoniasis masih belum dapat sepenuhnya disingkirkan, karena
morfologi lesinya tidak spesifik.

3.1.3 Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan pewarnaan Gram pada sediaan langsung dari duh
tubuh pasien menunjukkan adanya kuman diplokokus gram negatif intraselular.
Dengan temuan ini, maka diagnosis kerja Uretritis Gonokokus dapat ditegakkan
dengan pasti. Sementara itu, diagnosis Uretritis Nongonokokus sudah
tereliminasi, karena temuan ini sendiri telah melanggar salah satu kriteria
diagnosis Uretritis Nongokokus berdasarkan pewarnaan Gram, yakni tidak
ditemukannya diplokokus gram negatif intrasel maupun ekstrasel PMN.1
Trikomoniasis dieksklusi sebagai diagnosis karena parasit Trikomonas tidak

25
ditemukan pada pemeriksaan ini.1 Juga dengan tidak ditemukannya sel ragi,
blastospora, dan/atau hifa semu, diagnosis Balanitis Kandida dapat dieliminasi.1

3.2 Tatalaksana

Tatalaksana nonmedikamentosa pada pasien ini adalah dengan


mengajurkan pasien untuk abstinensia sementara (sampai infeksi dinyatakan
sembuh secara laboratoris), dan bila tidak memungkinkan dapat menggunakan
kondom. Selain itu, juga dianjurkan untuk memeriksa dan mengobati pasangan
seksual pasien (teman perempuannya), untuk mencegah terjadinya gejala dan
penyebaran IMS. Menurut pasien, pasangannya memang tampak tidak menderita
IMS, tapi itu dapat merupakan hal yang wajar, karena perempuan penderita
gonore lebih sering asimtomatik. Pasien juga dianjurkan untuk berkunjung ulang
ke dokter pada hari ke-3 dan ke-7 untuk mengevaluasi penyakitnya. Perlu juga
dilakukan konseling mengenai infeksi, komplikasi yang dapat terjadi, serta
pentingnya keteraturan berobat. Kemudian, oleh karena adanya riwayat
berhubungan seksual yang tidak terproteksi, perlu dilakukan Provider Initiated
Testing and Counseling (PITC) terhadap infeksi HIV dan kemungkinan
mendapatkan infeksi menular seksual lainnya, seperti Sifilis maupun Hepatitis C.
Di sisi lain, juga sebaiknya dapat dilakukan pemeriksaan penapisan untuk IMS
lainnya.1 Pasien juga diedukasi untuk selalu mencuci tangannya setelah buang air
kecil, demi mencegah terjadinya kontak bakteri gonokokus pada tangan dengan
mukosa mata, yang dapat menyebabkan konjungtivitis gonokokus.
Sebelum diketahui pasti agen penyebab gejala pasien, pengobatan
dilakukan dengan cara pendekatan sindrom duh tubuh sesuai dengan rejimen
pengobatan berdasarkan Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual
2015. Pemberian tatalaksana medikamentosa pada pasien ini tidak hanya
bertujuan untuk mengobati uretritis gonokokus, tetapi juga uretritis
nongonokokus. Temuan – temuan klinis pasien memang mendukung diagnosis
uretritis gonokokus sebagai diagnosis kerja, namun uretritis nongonokokus masih
belum dapat sepenuhya disingkirkan sebagai diagnosis banding sebelum
dilakukannya pemeriksaan laboratorium, seperti pewarnaan Gram. Oleh karena
itu, tujuan pemberian Seftriakson 250 mg secara injeksi IM dengan dosis tunggal

26
adalah untuk mengobati uretritis gonokokus, sementara pemberian Azitromisin 1
g tablet per oral dengan dosis tunggal ditujukan untuk pengobatan uretritis
nongonokokus.10
Adapun uretritis nongonokokus lebih sering disebabkan oleh infeksi
Chlamydia trachomatis (sekitar 50% kasus), sehingga pengobatan uretritis
nongonokokus pun bertujuan untuk menatalaksana infeksi ini. 1 Namun,
pengobatan untuk C. trachomatis juga tetap dapat mencakup kuman penyebab
lainnya, seperti Ureaplasma urealyticum dan Mycoplasma hominis. Adapun N.
gonorrhoeae sudah bersifat resisten terhadap obat golongan kuinolon tertentu,
seperti Siprofloksasin dan Ofloksasin,1 sehingga hal ini juga menjadi alasan untuk
mengedukasi pasien betapa pentingnya melakukan pengobatan teratur demi
mencegah resistensi antimikrobial.10
Pasien juga diberikan Ibuprofen 200 mg tablet, yang penggunaannya per
oral sebanyak 2 kali sehari setelah makan dengan interval waktu 4 sampai 6 jam.
Tujuan pemberiannya adalah untuk meredakan gejala rasa nyeri berkemih pasien,
sehingga cukup digunakan sesuai kebutuhan, yakni jika masih merasa nyeri.
Selain itu, pasien diberikan Flavoxate HCl 100 mg tablet, yang digunakan per oral
sebanyak 3 kali sehari. Obat ini bersifat spasmolitik pada traktus urinarius,
sehingga dapat merelaksasi otot – otot halus pada vesika urinaria dan uretra.
Akibatnya, frekuensi berkemih menjadi berkurang, dan sebagai gantinya, gejala
disuria dapat mereda. Lalu, dengan terelaksasinya otot pada uretra yang
mengalami peradangan, pasien juga dapat berkemih dengan lebih baik.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Daili SF, Nilasari H. Gonore. 7th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2017.
2. Centers for Disease Control and Prevention. Sexually Transmitted Disease
Surveillance 2017. Gonorrhea. Atlanta: U.S. Department of Health and
Human Services; September 2018.
3. Ram, Sanjay, and Peter A. Rice.. "Gonococcal Infections." Harrison's
Principles of Internal Medicine, 20e Eds. J. Larry Jameson, et al. New York,
NY: McGraw-Hill, , http://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?
bookid=2129&sectionid=192021881.
4. Strowd, Lindsay C., et al.. "Gonorrhea, Mycoplasma, and Vaginosis."
Fitzpatrick's Dermatology, 9e Eds. Sewon Kang, et al. New York, NY:
McGraw-Hill, , http://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?
bookid=2570&sectionid=210440823.
5. Todar  K. The pathogenic Neisseriae. In: Todarer Online Textbook of
Bacteriology. Madison, WI: University of Wisconsin-Madison Department of
Bacteriology; 2008.
6. Workowski  KA, Bolan  GA. Sexually transmitted diseases treatment
guidelines. MMWR Recommend Rep. 2015;64(RR3):1–137
7. Martin  MC, Pérez  F, Moreno  A,  et al. Neisseria gonorrhoeae meningitis in
pregnant adolescent. Emerg Infect Dis. 2008;14(10):1672–1674.
8. Herbst de Cortina S, Bristow CC, Joseph Davey D, et al. A systematic
review of point of care testing for Chlamydia trachomatis, Neisseria
gonorrhoeae, and Trichomonas vaginalis. Infect Dis Obstet Gynecol.
2016;2016:4386127. [PubMed: 27313440]
9. Darling  EK, McDonald  H. A meta-analysis of the efficacy of ocular
prophylactic agents used for the prevention of gonococcal and chlamydial
ophthalmia neonatorum. J Midwifery Womens Health. 2010;55:319.

28
10. Seksual, I. M. (2015). Pedoman Nasional Penanganan.
11. . "Chapter 215. Urethritis in Men." The Color Atlas of Family Medicine, 2e
Eds. Richard P. Usatine, et al. New York, NY: McGraw-Hill, 2013,
http://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?
bookid=685&sectionid=45361291.
12. Usatine, Richard P.. "Candidiasis." The Color Atlas and Synopsis of Family
Medicine, 3e Eds. Richard P. Usatine, et al. New York, NY: McGraw-Hill, ,
http://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?
bookid=2547&sectionid=206792282.

29

Anda mungkin juga menyukai