Anda di halaman 1dari 21

CASE REPORT

REGIONAL ANASTESI PADA KASUS KISTA OVARIUM

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan


Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Anestesi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Damai Suri, Sp.An

Diajukan Oleh:
Muhammad Fatwa Riskiyan
J510 1810 33

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT
REGIONAL ANASTESI PADA KASUS KISTA OVARIUM

Diajukan Oleh :
Muhammad Fatwa Riskiyan
J510 1810 33

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari…….., tanggal………………..

Pembimbing :
dr. Damai Suri, Sp.An (..................................)

Dipresentasikan di hadapan :
dr. Damai Suri, Sp.An (...................................)
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. P
No.RM : 42.XX.XX
Jenis Kelamin : Perempuan
Masuk Tgl : 13 September 2018
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Sabrang, Kec. Mojogedang, Kab. Karanganyar
Dokter Anestesi : dr. Damai Suri, Sp.An
Dokter Operator : dr. Heryu, Sp. OG
II. Anamnesa :
a. A (Alergy)
Tidak ada alergi terhadap obat-obatan, makanan dan asma.
b. M (Medication)
Tidak sedang menjalani pengobatan
c. P (Past Medical History)
Riwayat DM (-), hipertensi (+), sakit yang sama dan riwayat operasi (-)
d. L (Last Meal)
Pasien puasa 6 jam
e. E (Elicit History)
Seorang pasien perempuan usia 48 tahun datang ke bangsal Teratai I
RSUD Karanganyar kiriman dari Ponek dengan keluhan nyeri perut
bagian bawah kanan, terdapat benjolan, perdarahan dari jalan lahir di
luar siklus menstruasi sejak 2 bulan SMRS.
III. Keluhan Utama : Nyeri pada perut bagian bawah kanan
IV. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien perempuan usia 48 tahun datang ke ponek RSUD
Karanganyar dengan keluhan nyeri perut bagian bawah kanan dan terdapat
benjolan pada perut sejak 2 bulan SMRS. Benjolan terasa nyeri dan menetap.
Tidak ada keluhan BAB maupun BAK.

Anamnesis Sistemik
Neuro : Sensasi nyeri baik, gemetaran (-), sulit tidur (-)
Kardio : Nyeri dada (-), dada berdebar-debar (-)
Pulmo : Sesak napas (-), batuk lama (-)
Abdomen : Diare (-), konstipasi (-), nyeri perut (+)
Urologi : BAK (+) dan BAB(+), panas (-)
Muskolo : Nyeri (-)
THT : Telinga berdenging (-), hiduh tersumbat (-), nyeri
menelan (-)
Mata : Anemis (-), ikterik (-), kacamata (-)

V. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal
b. Riwayat Alergi : disangkal
c. Riwayat Asma : disangkal
d. Riwayat Mondok : disangkal
e. Riwayat Hipertensi : diakui
f. Riwayat Diabetes : disangkal
g. Riwayat penyakit jantung : disangkal

VI. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat penyakit serupa : disangkal
 Riwayat Asma : disangkal
 Riwayat Alergi : disangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat Diabetes : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal
VII. Riwayat Operasi dan Anastesi
Disangkal
VIII. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Vital Sign :
1) Tekanan darah : 170/90 mmHg
2) Frekuensi Nafas : 22x/ menit
3) Frekuensi Nadi : 84x/ menit
4) Suhu : 36,8o C
d. Kepala
Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), dipsneu (-), pernapasan
cuping hidung (-)
e. Leher
Retraksi supra sterna (-), peningkatan JVP (-), pembesaran kelenjar
limfe (-)
f. Thorak
1) Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Fremitus dinding dada simetris, krepitasi –
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi
(-/-)
2) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Redup
Auskultasi: Bunyi jantung I & II murni reguler, Murmur (-),
Gallop (-)
g. Ekstremitas
Hangat, kering, merah odem (-), nyeri (-)
IX. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Darah Rutin Nilai Nilai normal Satuan
Hb 14.4 14.00 – 17.5 g/dL
Ht 42,7 40 – 52 Vol%
Leukosit 5.69 4.4 – 11.3 10^3/uL
Trombosit 255 H 150 – 362 mm3
Eritrosit 4.63 4.5 – 5.9 10^6/uL
MCV 92.2 H 82.0 – 92.0 fL
MCH 31.2 28 – 33 Pg
MCHC 33.8 32.0 – 37.0 g/dL
Gran 55.9 50-70,0 %
Limfosit 31.6 25,0 – 40,0 %
Monosit 4.6 3,0 – 9,0 %
Eosinofil 7,6 H 0,5 – 5,0 %
Basofil 0.4 0,0 – 1,0 %
GDS 135 70 – 150 mg/dL
Creatinin 0,87 < 1.0 mg/dL
Ureum 22 10 – 50 mg/dL
HbsAg NR NR
2. Elektrokardiografi (EKG)
Normal Sinus Rhytm
3. Rontgent Thorax
Kesan : Cor dalam batas normal dan paru tak tampak kelainan
X. DIAGNOSIS
Kista Ovarium
XI. TERAPI
Pro Operasi Kistektomi
XII. KONSUL ANASTESI
Seorang pasien perempuan usia 48 tahun datang ke ponek RSUD Karanganyar
dengan keluhan nyeri perut bagian bawah kanan, terdapat benjolan dan
perdarahan dari jalan lahir dilar siklus menstruasi dengan kista ovarii yang
akan dilakukan tindakan kistektomi pada tanggal 13 September 3018.
Hasil Laboratorium : Hb 14.4; AL: 5,69; GDS 135
Vital Sign : TD 160/90, Nadi 80x/menit, T 36,7oC
Derajat ASA : II
Rencana tindakan anastesi : Regional anastesi
XIII. LAPORAN ANASTESI
Nama : Ny. P
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 48 tahun
No RM : 42.xx.xx
Diagnosa pra bedah : Kista ovarii
A. Rencana Anestesi
1. Persiapan Operasi
a. Persetujuan operasi tertulis ( + )
b. Puasa ≥ 6 jam
2. Jenis Anestesi : Regional Anestesi
3. Premedikasi : - Granisetron 3mg iv
- Ranitidin 50 mg iv
4. Cairan : Tutofusin
5. Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit,
kedalaman Anestesi, cairan, dan perdarahan.
6. Perawatan pasca anestesi di ruang pulih sadar (recovery room).
7. Transfusi sebelumnya : tidak pernah transfusi darah
B. Tindakan Anestesi
1. Di ruang persiapan
a. Cek persetujuan operasi dan identitas penderita
b. Pakaian pasien diganti pakaian operasi
c. Pemeriksaan tanda-tanda vital
d. Lama puasa ≥ 6 jam
e. Cek obat dan alat anestesi
f. Posisi terlentang
C. Teknik Anestesi
1. Menyiapkan pasien di atas meja operasi dengan posisi duduk miring
ke kanan dan membungkuk.
2. Menentukan tempat tusukan dari perpotongan garis yang
menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung, yaitu
L4 atau L4-L5.
Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4, atau L4-5.
3. Mensterilkan tempat tusukan dengan povidon iodine dan alkohol.
4. Dilakukan penyuntikan jarum spinal 27G di tempat penusukan pada
bidang medial dengan sudut 10-30% terhadap bidang horizontal
kearah cranial. Jarum lumbal akan menembus ligamentum
supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum,
lapisan durameter, dan lapisan subarachnoid. Stilet kemudian
dicabut, sehingga cairan serebrospinal akan keluar. Obat anastetik
(Bupivacaine 20mg/4ml) yang telah disiapkan disuntikkan ke dalam
ruang subarachnoid.
5. Menempatkan kembali pasien dalam posisi supine (terlentang) dan
pasien ditanya apakah kedua tungkai mengalami parastesi dan sulit
untuk digerakkan dan ditanyakan apa ada keluhan mual-muntah,
nyeri kepala, dan sesak napas.
6. Memastikan kondisi pasien stabil dengan vital sign dalam batas
normal.
D. POST-OPERASI
Setelah operasi selesai dipindahkan ke ruang pemulihan atau
recovery room. Pasien masih sadar dan ada refleks setelah operasi. Pantau
tanda-tanda vital pasien per 5 menit. Pasien diperbolehkan pindah ruang
(keluar dari recovery room) bila Bromage Score < 2.
Instruksi Pasca Anestesi
Pasien dirawat di ruang pindah dalam posisi supine. Setelah
pemulihan pasca anestesi pasien dirawat di bangsal sesuai dengan bagian
operator. Setelah pasien sadar, pasien dipindahkan ke ruangan Teratai 1.
 Kontrol vital sign jika TD < 100 mmHg, infus dipercepat.
 Bila muntah diberikan granisetron dan bila kesakitan diberikan
analgesik seperti ketorolac. Bila nyeri bertambah, konsultasi ke
bagian anestesi.
 Bila tidak ada mual, tidak ada muntah, bising usus (+), boleh diberi
makan dan minum secara bertahap.
 Infus RL 20 tpm
 Lain – lain
- Antibiotik
- Analgesik
- Monitor vital sign
E. Bromage Score
Pasien dapat keluar dari RR apabila sudah mencapai skor Bromage
< 2 (dua).
Kriteria Nilai
1. Gerakan penuh dari tungkai 0
2. Mampu ekstensi tungkai 1
3. Mampu fleksi lutut 2
4. Mampu fleksi pergelangan kaki 3

Sedangkan pasien pada jam ke 1 per 15 menit, didapatkan skor


akhir 0. Skor 0 didapatkan dari pasien dapat menggerakkan penuh
tungkainya.
Dengan skor 0 ini, pasien telah dapat dipindahkan dari ruang
recovery ke ruang Wijaya Kusuma yaitu bangsal di RSUD Karanganyar
sebelum dapat pulang ke rumah. Pasien keluar ruang recovery dengan
keadaan umum baik dan sadar, tanpa menggunakan alat bantu
pernapasan, dan vital sign dalam keadaan normal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat
tumbuh dimana saja dan jenisnya bermacam-macam. Kista yang berada di
dalam atau permukaan ovarium (indung telur) disebut kista ovarium atau
tumor ovarium. (Wiknjosastro, 2007)
B. Klasifikasi
Kista ovarium non neoplastik:
1. Kista folikel
Kista ini berasal dari folikel de Graaf yang tidak sampai
berovulasi, namun tumbuh terus menjadi kista folikel, atau dari beberapa
folikel primer yang setelah bertumbuh dibawah pengaruh estrogen tidak
mengalami proses atresia yang lazim, melainkan memebesar menjadi
kista.
2. Kista Korpus luteum
Dalam keadaan normal korpus luteum lambat laun mengecil dan
menjadi korpus albikans. Kadang-kadang korpus luteum mempertahan
diri, perdarahan yang sering terjadi didalamnya menyebabkan terjadinya
kista, berisi cairan yang berwarna merah cokelat karena darah tua.
3. Kista inklusi germinal
Kista ini terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian-bagian kecil
dari epitel germinativum pada permukaan ovarium.
4. Kista teka lutein
Disebabkan karena meningkatnya kadar HCG terdapat pada mola
hidatidosa.
5. Kista endometrium
Kista ini endometriosis yang berlokasi di ovarium
6. Kista stein leventhal
Disebabkan karena peningkatan kadar LH yang menyebabkan
hiperstimuliovarium.
Kista ovarium neoplastik:
1. Kistoma ovarii simpleks
Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya
bertangkai, seringkali billateral, dan dapat menjadi besar
2. Kistadenoma musinosum
Asal tumor ini belum diketahui pasti namun diperkirakan berasal
dari suatu teratoma dimana dalam pertumbuhannya satu elemen
mengalahkan elemen- elemen lain.
3. Kistadenoma serosum
Para penulis berpaendapat bahwa kista ini berasal dari epitel
permukaan ovarium (germinal epithelium).
4. Kista endometroid
Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin, pada dinding
dalamterdapat satu lapisan sel-sel, yang menyerupai lapisan epitel
endometrium.
5. Kista dermoid
Sebenernya kista dermoid adalah satu teratoma kistik yang
jinak di manastruktur-struktur ektodermal dengan diferensiasi sempurna,
seperti epitel kulit,rambut, gigi, dan produk glandula sebasea.
C. Faktor Risiko
Penyebab kista ovarium dan beberapa faktor resiko berkembangnya
ovarium adalah wanita yang biasanya memiliki:(Wiknjosastro, 2007).
Riwayat kista ovarium terdahulu
Siklus haid tidak teratur
Perut buncit Menstruasi di usia dini (11 tahun atau lebih muda)
Sulit hamil
Penderita Hipotiroid
Penderita kanker payudara yang pernah menjalani kemoterapi
D. Etiology
Kista ovarium dapat timbul akibat stimulasi yang berlebihan terhadap
gonadotropin (Sastrawinata, Sulaiman. dkk. 2004).
 Gestational tropoblastic neoplasma (molahidatidosa dan
khoriokarsinoma)
 Fungsi ovarium, ovulasi yang terus menerus akan menyebabkan epitel
permukaan ovarium mengalami perubahan neoplastik.
 Zat karsinogen, zat radioaktif, asbes, virus eksogen dan hidrokarbon
polikistik
 Pada pasien yang sedang diobati akibat kasus infertilitas dimana terjadi
induksiovulasi melalui manipulasi hormonal.
E. Manifestasi Klinik
Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau hanya
sedikitnyeri yang tidak berbahaya. Tetapi adapun kista yang berkembang
menjadi besar dan menimbulkan nyeri yang tajam. Pemastian penyakit tidak
biasa dilihat dari gejala-gejala saja karena mungkin gejalanya mirip dengan
keadaan lain seperti endometriosis, radang panggul, kehamilan ektopik (di
luar rahim) atau kanker ovarium. Meski demikian, penting untuk
memperhatikan setiap gejala atau perubahan ditubuh anda untuk mengetahui
gejala mana yang serius. (Wiknjosastro , 2007)
Gejala-gejala berikut yang muncul bila anda mempunyai kista
ovarium:
 Perut terasa penuh, berat, kembung.
 Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil).
 Haid tak teratur.
 Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar
kepanggul bawah dan paha.
 Nyeri senggama.
 Mual, ingin muntah, atau pergeseran payudara mirip seperti pada saat
hamil.
F. Diagnosis
1. Anamnesa
Pada anamnesa rasa sakit atau tidak nyaman pada perut bagian
bawah. Rasa sakit tersebut akan bertambah jika kista tersebut terpuntir
atau terjadi ruptur. Terdapat juga rasa penuh di perut. Tekanan terhadap
alat-alat di sekitarnya dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, gangguan
miksi dan defekasi.Dapat terjadi penekanan terhadap kandung kemih
sehingga menyebabkan frekuensi berkemih menjadi sering.
2. Pemeriksaan Fisik
Kista yang besar dapat teraba dalam palpasi abdomen. Walau pada
wanita premonopause yang kurus dapat teraba ovarium normal tetapi hal
ini adalah abnormal jika terdapat pada wanita postmenopause. Perabaan
menjadisulit pada pasien yang gemuk. Teraba massa yang kistik, mobile,
permukaan massa umumnya rata. Cervix dan uterus dapat terdorong pada
satu sisi.Dapat juga teraba, massa lain, termasuk fibroid dan nodul
padaligamentum uterosakral, ini merupakan keganasan atau
endometriosis. Padaperkusi mungkin didapatkan ascites yang
pasif.(Wiknjosastro, 2007).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. USG
Merupakan alat terpenting dalam menggambarkan kista
ovarium.Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak batas tumor,
apakah tumor berasal dariuterus, atau ovarium, apakah tumor kistik
atau solid dan dapat dibedaka pulaantara cairan dalam rongga perut
yang bebas dan tidak.Dapat membantumengidentifikasi karakteristik
kista ovarium
b. Foto Roentgen
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan adanya
hidrotoraks.Pemeriksaan pielogram inravena dan pemasukan bubur
barium pada kolon dapat untuk menentukan apakah tumor bearasal
dari ovarium atau tidak, misalnya tumor bukan dari ovarium yang
terletak di daerah pelvis seperti tumor kolon sigmoid.
c. Pengukuran serum CA-125
Tes darah dilakukan dengan mendeteksi zat yang dinamakan
CA-125, CA125diasosiasikan dengan kanker ovarium. Dengan ini
diketahui apakah massa ini jinak atau ganas.
d. Laparoskopi
Perut diisi dengan gas dan sedikit insisi yang dibuat untuk
memasukan laparoskop.Melalui laparoskopi dapat diidentifikasi dan
mengambil sedikit contoh kista untuk pemeriksaan PA.
G. Tatalaksana
Dapat dipakai prinsip bahwa tumor ovarium neoplastik memerlukan
operasi dan tumor non neoplastik tidak. Tumor non neoplastik biasanya
besarnya tidak melebihi 5 cm. Tidak jarang tumor-tumor tersebut mengalami
pengecilan secara spontan dan menghilang. Tindakan operasi pada tumor
ovarium neoplastik yang tidak ganas adalah pengangkatan tumor dengan
mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung tumor. Tetapi
jika tumornya besar atau ada komplikasi perlu dilakukan pengangkatan
ovarium, disertai dengan pengangkatan tuba.
Seluruh jaringan hasil pembedahan perlu dikirim ke bagian patologi
anatomi untuk diperikasa. Pasien dengan kista ovarium simpleks biasanya
tidak membutuhkan terapi. Penelitian menunjukkan bahwa pada wanita post
menopause, kista yang berukuran kurang dari 5 cm dan kadar CA 125 dalam
batas normal, aman untuk tidak dilakukan terapi, namun harus dimonitor
dengan pemeriksaan USG serial. Sedangkan untuk wanita premenopause,
kista berukuran kurang dari 8 cm dianggap aman untuk tidak dilakukan
terapi. Terapi bedah diperlukan pada kista ovarium simpleks persisten yang
lebih besar 10 cm dan kista ovarium kompleks. Laparoskopi digunakan pada
pasien dengan kista benigna, kista fungsional atau simpleks yang memberikan
keluhan. Laparotomi harus dikerjakan pada pasien dengan resiko keganasan
dan pada pasien dengan kista benigna yang tidak dapat diangkat dengan
laparaskopi. Eksisi kista dengan konservasi ovarium dikerjakan pada pasien
yang menginginkan ovarium tidak diangkat untuk fertilitas di masa
mendatang.Pengangkatan ovarium sebelahnya harus dipertimbangkan pada
wanita post menopause, perimenopause, dan wanita premenopasue yang lebih
tua dari 35 tahun yang tidak menginginkan anak lagi serta yang beresiko
menyebabkan karsinoma ovarium.Diperlukan konsultasi dengan ahli endokrin
reproduksi dan infertilitas untuk endometrioma dan sindrom ovarium
polikistik. Konsultasi dengan onkologi ginekologi diperlukan untuk kista
ovarium kompleks dengan serum CA125 lebih dari 35 U/ml dan pada pasien
dengan riwayat karsinoma ovarium pada keluarga.Jika keadaan meragukan,
perlu pada waktu operasi dilakukan pemeriksaan sediaan yang dibekukan
(frozen section) oleh seorang ahli patologi anatomik untuk mendapat
kepastian tumor ganas atau tidak.
Untuk tumor ganas ovarium, pembedahan merupakan pilihan utama.
Prosedurnya adalah total abdominal histerektomi, bilateral
salfingoooforektomi,dan Appendiktomi(optional). Tindakan hanya
mengangkat tumornya saja (ooforektomi atau ooforokistektomi) masih dapat
dibenarkan jika stadiumnya masih muda, belum mempunyai anak, derajat
keganasan tumor rendah seperti pada fow potential malignancy (borderline).
Radioterapi hanya efektif untuk jenis tumor yang peka terhadap radisi,
disgerminoma dan tumor sel granulosa. Kemoterapi menggunakan obat
sitostatika seperti agens alkylating (cyclophosphamide, chlorambucyl) dan
antimetabolit (adriamycin). FoIlow up tumor ganas sampai 1 tahun setelah
penanganan setiap 2 bulan, kemudian 4 bulan selama 3 tahun setiap 6 bulan
sampai 5 tahun dan seterusnya setiap tahun sekali.
H. Diagnosis Banding
 Kehamilan
 Mioma uteri
 Tumor kolon sigmoid
 Ginjal ektopik
 Limpa bertangkai
 Ascites
I. Komplikasi
1. Perdarahan ke dalam kista yang terjadi sedikit-sedikit, sehingga
berangsurangsur menyebabkan pembesaran kista, dan hanya menimbulkan
gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika perdarahan terjadi
dalam jumlah yang banyak akan terjadi distensi yang cepat dari kista yang
menimbulkan nyeri perut yang mendadak.
2. Torsio Putaran tangkai dapat terjadi pada kista yang berukuran diameter 5
cm atau lebih. Putaran tangkai menyebabkan gangguan sirkulasi meskipun
gangguan ini jarang bersifat total.
3. Kista ovarium yang besar dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada
perut dan dapat menekan vesica urinaria sehingga terjadi ketidakmampuan
untuk mengosongkan kandung kemih secara sempurna.
4. Massa kista ovarium berkembang setelah masa menopouse sehingga besar
kemungkinan untuk berubah menjadi kanker (maligna). Faktor inilah yang
menyebabkan pemeriksaan pelvic menjadi penting.
J. Prognosis
Prognosis untuk kista jinak baik.Walaupun penanganan dan
pengobatan kanker ovarium telah dilakukan dengan prosedur yang benar
namun hasil pengobatannya sampai sekarang ini belum sangat
menggembirakan termasuk pengobatan yang dilakukan di pusat kanker
terkemuka di dunia sekalipun. Angka kelangsungan hidup 5 tahun (“5 Years
survival rate”) penderita kanker ovarium stadium lanjut hanya kira-kira 20-
30%, sedangkan sebagian besar penderita 6070% ditemukan dalam keadaan
stadium lanjut sehingga penyakit ini disebut jugadengan “silent
killer”.(Wiknjosastro, 2007).
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis Pre OP Kista ovarii didapatkan dari anamnesis dan hasil


pemeriksaan penunjang untuk mengetahui keadaan umum pasien dan memastikan
apakah operasi dapat dilakukan.
Status fisik pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA II (pasien dengan
kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang akibat kelainan bedah atau proses
patofisiologis, angka mortalitas 16%). Pada pasien ini dilakukan regional anestesi.
Pemilihan anestesi regional sebagai teknik anestesi pada pasien ini berdasarkan
pertimbangan bahwa pasien akan menjalani operasi kistektomi sehingga pasien
memerlukan blockade pada regio abdomen bawah untuk mempermudah operator
dalam melakukan operasi. Teknik ini umumnya sederhana, cukup efektif, dan
mudah digunakan.
Pada pasien ini diberikan obat premedikasi berupa inj. Granisetron, inj.
Ranitidine. Granisetron dan ranitidine diberikan untuk profilaksis dari PONV
(post operatif nausea vomiting). Granisetron digunakan sebagai anti emetik dan
untuk mengurangi sekresi kelenjar. Pemilihan granisetron dikarenakan obat ini
mempunyai efek menstimulasi asetilkolin pada otot polos saluran cerna,
meningkatkan tonus sfingter esofagus bagian bawah, mempercepat pengosongan
lambung dan menurunkan volume cairan lambung sehingga efek-efek ini akan
meminimalisir terjadinya pnemonia aspirasi. Granisetron juga mempunyai efek
analgesik pada kondisi-kondisi yang berhubungan dengan spasme otot polos
(seperti kolik bilier atau ureter, kram uterus, dll). Selain itu Granisetron juga
berefek memblok receptor Dopamine pada chemoreceptor triggerzone pada sistem
saraf pusat sehingga sangat berguna untuk pencegahan muntah pasca operasi.
Pemilihan ranitidin dikarenakan obat ini mempunyai fungsi sebagai anti reseptor
H2 sehingga dapat mengurangi produksi asam lambung yang nantinya dapat
mengurangi risiko pnemonia aspirasi.
Setelah itu, pasien diposisikan duduk agak membungkuk dengan kaki
lurus dan rapat untuk mengekspose area lumbal yang akan dilakukan anestesi.
Setelah memberi tanda pada L3-4 atau L4-5, kemudian tempat tusukan
ditentukan. Setelah itu, area tersebut disterilkan dengan betadin atau alkohol.
Anestetik local dengan Bupivacaine 20mg/4ml diberikan pada tempat tusukan.
Teknik anestesi regional pada pasien ini dengan menggunakan jarum 27 G
dan dibantu dengan introducer (penuntun jarum). Setelah introduser disuntikkan
sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian jarum spinal berikut
mandrinnya dimasukkan ke lubang jarum tersebut. Setelah resistensi menghilang,
mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor. Setelah terjadi barbotage, yaitu
keluarnya cairan serebrospinal tanpa disertai keluarnya darah, maka pasang
semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya utuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
Pada pasien ini diberikan obat anestesi bupivacaine dikarenakan toksisitas
bupivacaine lebih rendah dibandingkan lidocain. Walaupun onset kerja
bupivacaine lebih lama (10-15 menit) dibandingkan lidocain (5-10 menit) tetapi
durasi kerjanya lebih lama yaitu sekitar (1,5-8 jam) dibandingkan lidocain (1-2
jam). Meskipun demikian, perlu diwaspadai efek samping hipotensi akibat
pemakaian obat ini.
Selama operasi berlangsung, dilakukan monitoring perioperasi untuk
membantu ahli anestesi mendapatkan informasi fungsi organ vital selama
perioperasi, supaya dapat bekerja dengan aman. Monitoring secara elektronik
membantu ahli anestesi mengadakan observasi pasien lebih efisien secara terus
menerus. Selama operasi berlangsung juga tetap diberikan cairan intravena
FIMAHES atau apat diberikan cairan Tutofusin
Pasien dipindah ke ruang pemulihan dan dilakukan observasi sesuai skor
Bromage. Bila pasien tenang dan Bromage Score < 2, pasien dapat dipindahkan
ke bangsal. Pada kasus ini Bromage Score yang didapatkan adalah 0 (pasien dapat
menggerakkan penuh tungkainya sehingga layak untuk dipindahkan ke bangsal.
BAB IV
KESIMPULAN

Seorang perempuan usia 48 tahun dengan Kista Ovarium dan dilakukan


operasi Kistektomi pada tanggal 13 September 2018. Tindakan anestesi yang
dilakukan adalah anestesi regional dengan blok subarachnoid. Hal ini dipilih
karena keadaan pasien sesuai dengan indikasi anestesi regional.
Evaluasi pre operasi pada pasien dalam batas normal. Tidak ditemukan
kelainan lain yang menjadi kontraindikasi dilakukannya anestesi regional.
Berdasarkan klasifikasi status fisik pasien pra-anestesi menurut American
Society of Anesthesiologist, pasien digolongkan dalam ASA II. Di ruang
pemulihan (recovery room) vital sign pasien dalam batas normal dan nilai
Bromage Score yang didapat adalah 0 sehingga pasien dapat dipindahkan ke
bangsal.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Latief, SA, Suryadi, KA, Dachlan, R.2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi
ketiga. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.
Mansjoer A, Triyanti K, Wardhani WI. Et all (editor). 2007. Kapita Selekta

Kedokteran. Cetakan keenam : Media Aesculapius – FK UI.

Moeloek FA, Nuranna L, Wibowo N, Purbadi S. Standar Pelayanan Medik


Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Perkumpulan Obstetri dan
GinekologiIndonesia; 2006. p.130.
Sastrawinata, Sulaiman. dkk. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri
Patologi.Edisi 2. Jakarta: EGC hal :104.
Soenarjo dan Heru D. J., 2010. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran UNDIP / RSUP Dr. Kariadi Semarang:
Semarang.
Wiknjosastro H. Tumor Jinak Pada Alat Genital Dalam Buku Ilmu
KandunganEdisi 2., editor: Saifuddin A.B,dkk. Jakarta: Yayasan Bina
PustakaSarwono Prawirohardjo.2005: 345-346.
Wiknjosastro, Hanifa. dkk. 2007. Ilmu Kandungan. Edisi 2.Cetakan 5. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal : 346 – 362.

Anda mungkin juga menyukai