Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

HEMMOROID
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Haryono Sp. B

Diajukan Oleh :
Muhammad Fatwa Riskiyan
J510185033

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UMS
RSUD KARANGANYAR
2019
LAPORAN KASUS
HEMMOROID

Oleh :
Muhammad Fatwa Riskiyan
J510185033

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pada hari, 2019

Pembimbing
dr.Haryono, Sp. B ( )

Dipresentasikan di hadapan
dr. dr.Haryono, Sp. B ( )
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Tanggal lahir : 01-10-1973
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jumantono Karanganyar
Tanggal periksa : 3 September 2019
Nomor RM : 00474xxx
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Terdapat benjolan di anus
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Karangnayar dengan keluhan terdapat
benjolan pada anus sejak 4 hari SMRS. Benjolan awalnya bisa masuk
kembali namun sekarang benjolan tidak dapat dimasukkan kembali.
Pasien juga mngeluhkan buang air besar disertai darah yg sudah
dialami selama kurang lebih 1 tahun dan memberat pada seminggu ini.
Saat buang air besar biasanya di sertai dengan darah segar, menetes saat
feses keluar, darah tidak bercampur dengan feses. Keluhan ini disertai
dengan rasa nyeri dan panas pada daerah anus.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat BAB berdarah : diakui
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
5. Riwayat Alergi.
Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan atau obat-obatan.
6. Riwayat Sosio Ekonomi
Pasien bekerja sebagai petani, selama bekerja pasien sering
mengangkat benda berat dan duduk lama. Pasien sudah menikah
dengan seorang suami dan memiliki 2 orang anak. Pasien dirumah
tinggal bersama dengan suami. Status perekonomian pasien adalah
menengah. Hubungan antara pasien dengan keluarga adalah harmonis
dan tidak ada masalah.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
1. Keadaan umum : Cukup
2. Derajat kesadaran : Compos mentis
3. Vital sign : Suhu 36,7 o celcius
Nadi : 100 x/menit
RR : 20 x/menit
4. Kepala : Normochepal
5. Mata : Ca (-/-), si (-/-), pupil isokor, reflek pupil (+/+)
6. Telinga Hidung Leher : Aurikula (normal) PCH (-), Sekret (-) Deviasi
trakhea (-), pembesaran KGB (-)
Thorak : Paru
Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : pergerakan simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskltasi : Vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
Cor
Inspeksi : tak tampak iktus cordis
Palpasi : iktus cordis teraba
Auslkultasi : BJ I & II murni regular, murmur (-), gallpos(-)
Abdomen
Inspeksi : datar, supel
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : tympani pada semua lapang abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar & lien tidak teraba
Ekstremitas
- Ekstremitas atas : akral hangat (+/+), edema (-/-), deformitas (-/-)
- Ekstremitas bawah: akral hangat (+/+), edema (-/-), deformitas (-/-
).
Genital
Tidak dilakukan pemeriksaan

STATUS LOKALIS

• Inspeksi: Terlihat benjolan berukuran ± 2 cm . Berwarna merah.


• Palpasi: Teraba benjolan dari arah jam 12, Nyeri tekan (+), konsistensi lunak,
permukaan rata, benjolan tidak dapat dimasukkan kembali.
• RT: tidak dilakukan karena pasien kesakitan

D. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Lab Darah (2-09-2019)
No. Hasil Satuan Rujukan
Hemoglobin 14,0 g/dl 14,0 – 18,0
1.
Hematokrit 40,7 % 42,00 – 52,0
2.
Leukosit 9,0 103 / ul 5,0 – 10,0
3.
Trombosit 205 Mm3 150 – 300
4.
Eritrosit 4,18 juta/uL 4,50-5,50
5.
INDEX
MCV 97,4 fL 82-92
6.
MCH 33,5 Pg 27,0 – 31,0
11.
MCHC 34,4 % 32,0-37,0
12.
Hitung jenis
Eosinophil 1,2 % 0,5-5,00
13.
Netrofil 62,4 % 18,00-74,00
14.
Glukosa Darah Sewaktu 140 Mg/DL 70-150
15.
E. DIAGNOSIS
Hemmoroid grade IV
F. DIAGNOSIS BANDING
1. Prolaps Rektum
2. Hematom perianal
3. Abses
G. TATALAKSANA
Hemoroidectomi
H. PROGNOSIS
Dubia Ad Bonam
I. RESUME
Pasien mengeluhkan adanya benjolan di anus yang tidak bisa dimasukkan
lagi. Pasien sulit untuk BAB, BAB disertai darah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.
Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia lima puluhan, lima puluh persen
individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang
terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid
(Smeltzer, 2002).
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena
didaerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Di bawah atau diluar
linea dentate pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) disebut
hemoroid eksterna. Sedangkan diatas atau di dalam linea dentate, pelebaran
vena yang berada di bawah mukosa (submukosa) disebut hemoroid interna
(Sudoyo, 2006).
B. Etiologi
Faktor risiko terjadinya hemoroid antara lain faktor mengedan pada
buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak
memakai jamban duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca,
merokok), peningkatan tekanan intra abdomen, karena tumor (tumor usus,
tumor abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan janin pada abdomen dan
perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut
yang berlebihan, kurang minum air, kurang makan-makanan berserat (sayur
dan buah), kurang olahraga/imobilisasi. (Sudoyo,2006)
Faktor penyebab hemoroid dapat terjadi karena kebiasaan buang air
besar. tidak tentu dan setiap kali berak mengedan terlalu keras, terlalu lama
duduk sepanjang tahun, infeksi, kehamilan dapat merupakan faktor-faktor
penyebab hemoroid (Oswari, 2003). Faktor predisposisi terjadinya hemoroid
adalah herediter, anatomi, makanan, pekerjaan, psikis, dan senilitas. F aktor
presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan
tekanan intraabdominal), fisiologis dan radang.Umumnya faktor etiologi
tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan (Mansjoer, 2000).
C. Anatomi dan fisiologi
1. Anatomi
Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan
membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh).
Satu inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh
otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah
sekitar 15cm (5,9 inci).
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan
berdasarkan pada suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior
mendarahi belahan kanan (sekum, kolon asendens, dan duapertiga proksimal
kolon transversum) dan arteria mesenterika inferior mendarahi belahan kiri
(sepertiga distal kolon transversum, kolon asendens, kolon sigmoid dan
bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rectum berasal dari arteri
hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari arteria iliaka interna
dan aorta abdominalis.
2. Fisiologi
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena
mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis
superior (bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena
hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga
merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena
hemoroidalis superior, media, dan inverior, sehingga tekanan portal yang
meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan
mengakibatkan hemoroid.

Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi lamban dan


tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan,
menyumbat beberapa haustra; dan (2) peistaltik massa, merupakan kontraksi
yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa
feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua
sampai tiga kali sehari dan dirangang oleh reflek gastrokolik setelah makan,
terutama setelah makan yang pertama kali dimakan pada hari itu.
Propulasi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi
dinding rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh
sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem
saraf otonom, sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh sistem saraf
voluntary. Refleks defekasi terintegrasi pada medula spinalis segmen sakral
kedua dan keempat. Serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf
splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya kontraksi rektum dan
relaksasi sfingter interna.
Pada waktu rektum yang teregang berkontraksi, otot levator ani
berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang.
Otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik keatas
melebihi tinggi masa feses. Defekasi dipercepat dengan tekanan intraabdomen
yang meningkat akibat kontraksi voluntar otot dada dengan glotis yang
tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus-menerus (maneuver dan
peregangan valsalva). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot
sfinfter eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap menjadi
relaks, dan keinginan defekasi menghilang. Rektum dan anus merupakan
lokasi sebagian penyakit yang sering ditemukan pada manusia. Penyebab
umum konstipasi adalah kegagalan pengosongan rektum saat terjadi
peristaltik masa.
Bila defekasi tidak sempurna, rektum menjadi relaks dan keinginan
defekasi menghilang. Air tetap terus diabsorpsi dari massa feses, sehingga
feses menjadi keras, dan menyebabkan lebih sukarnya defekasi selanjutnya.
Bila massa feses yang keras ini terkumpul disatu tempat dan tidak dapat
dikeluarkan, maka disebut sebagai impaksi feses. Tekanan pada feses yang
berlebihan menyebabkan timbulnya kongesti vena hemoroidalis interna dan
eksterna, dan hal ini merupakan salah satu penyebab hemoroid (vena varikosa
rektum). (Price, 2005)
D. Faktor Resiko
1. Keturunan: dinding pembuluh darah yang tipis dan lemah.
2. Anatomi: vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemorrhoidalis kurang mendapat sokongan otot atau fasi sekitarnya.
3. Pekerjaan: orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus
mengangkat barang berat, mempunyai predisposisi untuk hemorrhoid.
4. Umur: pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, otot
sfingter menjadi tipis dan atonis.
5. Endokrin: misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas anus
(sekresi hormone relaksin).
6. Mekanis: semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan meninggi
dalam rongga perut, misalnya pada penderita hipertrofi prostate.
7. Fisiologis: bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada derita
dekompensasio kordis atau sirosis hepatic.
8. Radang adalah factor penting, yang menyebabkan vitalitas jaringan di
daerah berkurang
E. Patofisiologi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan
aliran balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi
yaitu konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan,
pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum. Penyakit hati kronis yang
disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, karena vena
hemoroidalis superior mengalirkan darah ke sistem portal. Selain itu system
portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah terjadi aliran balik. Hemoroid
dapat dibedakan atas hemoroid eksterna dan interna.
Hemoroid eksterna di bedakan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk
akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya
merupakan suatu hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid thrombosis
eksternal akut. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung-
ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Kadang-kadang perlu
membuang trombus dengan anestesi lokal, atau dapat diobati dengan
“kompres duduk” panas dan analgesik. Hemoroid eksterna kronis atau skin
tag biasanya merupakan sekuele dari hematom akut. Hemoroid ini berupa satu
atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit
pembuluh darah. (Price, 2005)
Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas : derajat 1,
bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus, hanya
dapat dilihat dengan anorektoskop. Derajat 2, pembesaran hemoroid yang
prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.
Derajat 3, pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus
dengan bantuan dorongan jari. Derajat 4, prolaps hemoroid yang permanen.
Rentan dan cenderung untuk mengalami thrombosis dan infark.
(Sudoyo,2006)
F. Diagnosis
1. Anamnesis Hemoroid
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya
darah segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan
mengeluhkan adanya gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid
internal pasien akan merasakan adanya masa pada anus dan hal ini
membuatnya tak nyaman. Pasien akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid
derajat IV yang telah mengalami thrombosis.
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya
trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid
internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga
terjadi ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi
tanpa gejala atau dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau
perdarahan akibat ulserasi dan trombosis ( Wexner, Person, dan Kaidar-
person, 2006).
2. Pemeriksaan Fisik Hemoroid
Diagnosis hemorrhoid dapat dilakukan pemeriksaan colok dubur
termasuk anorektoskopi (alat untuk melihat kelainan di daerah anus dan
rektum). Pada pemeriksaan anorektoskopi dapat ditentukan derajat hemoroid.
Lokasi hemoroid pada posisi tengkurap umumnya adalah pada jam 12, jam 3,
jam 6 dan jam 9. Permukaannya berwarna sama dengan mukosa sekitarnya,
bila bekas berdarah akan tampak bercak-bercak kemerahan. Perdarahan
rectum merupakan manifestasi utama hemorrhoid interna. Lipatan kulit luar
yang lunak sebagai akibat dari thrombosis hemorrhoid eksterna.
Diagnosis hemorrhoid dapat terlihat dari gejala klinis hemorrhoid,
yaitu; darah di anus, prolaps, perasaan tidak nyaman pada anus (pruritus
anus), pengeluaran lendir, anemia sekunder, tampak kelainan khas pada
inspeksi, gambaran khas pada anoskopi atau rektoskopi .
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Anoskopi
Untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol ke luar. Anoskop
dimasukan dan diputar untuk menilai keempat kuadran. Pada hemoroid
interna akan terlihat penonjolan struktur vaskular ke dalam lumen dan
penonjolan akan semakin terlihat nyata saat pasien mengedan.
2. Sigmoidoskopi
Untuk mengetahui ada atau tidak kelainan pada bagian proksimal rektum.
H. Diagnosa Banding Hemoroid
Menurut Kaidar-Person dkk (2007) selama evaluasi awal pasien,
kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala seperti perdarahan rektal, gatal
pada anus, rasa tak nyaman, massa serta nyeri dapat disingkirkan. Kanker
kolorektal dan anal, dan melanoma anorektal merupakan contoh penyebab
gejala tersebut. Dibawah ini adalah diagnosa banding untuk gejala-gejala
diatas:
a. Nyeri
1. Fisura anal
2. Herpes anal
3. Proktitis ulseratif
4. Proctalgia fugax
b. Massa
1. Karsinoma anal
2. Perianal warts
3. Skin tags
c. Nyeri dan massa
1. Hematom perianal
2. Abses
3. Pilonidal sinus
d. Nyeri dan perdarahan
1. Fisura anal
2. proktitis
e. Nyeri, massa, dan perdarahan
Hematom perianal ulseratif
f. Massa dan perdarahan
Karsinoma anal
g. Perdarahan
1. Polips kolorektal
2. Karsinoma kolorektal
3. Karsinoma anal
I. Tatalaksana
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan
hygiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama
defekasi. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam mungkin satu-
satunya tindakan yang diperlukan bila tindakan ini gagal, laksatif yang
berfungsi mengabsorpsi air saat melewati usus dapat membantu. Rendam
duduk dengan salep, dan supositoria yang mengandung anestesi, astringen
(witch hazel) dan tirah baring adalah tindakan yang memungkinkan
pembesaran berkurang.
Terdapat berbagai tipe tindakan nonoperatif untuk hemoroid.
Fotokoagulasi inframerah, diatermi bipolar, dan terapi laser adalah teknik
terbaru yang digunakan untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya.
Injeksi larutan sklerosan juga efektif untuk hemoroid berukuran kecil dan
berdarah. Prosedur ini membantu mencegah prolaps. Hemoroidektomi
kriosirurgi adalah metode untuk mengangkat hemoroid dengan cara
membekukan jaringan hemoroid selama waktu tertentu sampai timbul
nekrosis. Meskipun hal ini relatif kurang menimbulkan nyeri, prosedur ini
tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang
berbau sangat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuhnya.
Metode pengobatan hemoroid tidak efektif untuk vena trombosis luas, yang
harus diatasi dengan bedah lebih luas.
Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat
semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan,
sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemoroid diangkat dengan
klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur
operatif selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter untuk
memungkinkan keluarnya flatus dan darah; penempatan Gelfoan atau kasa
Oxygel dapat diberikan diatas luka kanal. (Smeltzer, 2002)
Penatalaksanaan hemoroid pada umumnya meliputi modifikasi gaya
hidup, perbaikan pola makan dan minum dan perbaikan cara defekasi. Diet
seperti minum 30–40 ml/kgBB/hari dan makanan tinggi serat 20-30 g/hari.
Perbaikan pola defekasi dapat dilakukan dengan berubah ke jongkok pada saat
defekasi. Penanganan lain seperti melakukan warm sits baths dengan
merendam area rektal pada air hangat selama 10-15 menit 2-3 kali sehari
(Ulima,2012).
DAFTAR PUSTAKA

Brown, John Stuart, 1995, “Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor”, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, hal.184-189.

Sjamsuhidajat, W. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005

Ulima B. Faktor Risiko Kejadian Hemoroid pada Usia 21-30 Tahun [Karya Tulis
Ilmiah]. Semarang:Universitas Diponegoro. 2012.

Nugroho S. Hubungan aktivitas fisik dan konstipasi dengan derajat hemoroid di URJ
bedah RSUD dr. Soegiri Lamongan. Surya. 2014. 2(18):41-50.

Mubarak H. Karakteristik Penderita Hemoroid Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin


di RSUP H.Adam Malik tahun 2008-2009 [Karya TulisIlmiah]. Medan: Universitas
Sumatera Utara.2010.

Djumhana. Patogenesis Diagnosis dan Pengelolaan Medik Hemorroid. Bagian Ilmu


Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin. Bandung: Fakultas
Kedokteran Unpad. 2010.

Marcellus SK. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke-4. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI. 2006.

Syamsuhidayat R, Jong WD. Buku Ajar Bedah,.Jakarta: EGC. pemeriksaan


penunjang:910 – 912.

Anda mungkin juga menyukai