Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS

PNEUMONIA, PENYAKIT PARU OBSTRUKSI


KRONIK, DESTROYED LUNG

Diajukan Oleh:
Bayu Hendro Wibowo (J510 165 073)

Pembimbing :
dr. Ratna Lusiawati, Sp.P, M.Kes
dr. Nia Marina Premesti, Sp.P, M.Kes

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
LAPORAN KASUS
PNEUMONIA, PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK,
DESTROYED LUNG

Diajukan Oleh :

Bayu Hendro Wibowo (J510 165 073)

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari ……, … Agustus 2016

Dipersentasikan dihadapan :
dr. Ratna Lusiawati, Sp.P, M.Kes (………………………)

dr. Nia Marina Premesti, Sp.P, M.Kes (………………………)

Disahkan Sek. PPD FK UMS :


dr. Dona Dewi Nirlawati (………………………)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingkat kesakitan akibat infeksi saluran pernafasan menjadi
penyebab angka kematian yang tinggi didunia. Sekitar 80% dari seluruh
kasus baru berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di
masyarakat atau di rumah sakit. Pneumonia merupakan bentuk infeksi
saluran napas bawah akut diparenkim paru di jumpai sekitar 15-20 % 1.
Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme- bakteri, virus, jamur, parasit, namun
pneumonia juga dapat disebabkan oleh bahan kimia ataupun karena
paparan fisik seperti suhu dan radiasi2.
Insidensi pneumonia di Indonesia WHO pada tahun 2007 adalah
65,9% (WHO, 2013). Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, pneumonia
komuniti menempati peringkat keempat dari sepuluh penyakit terbanyak
yang dirawat pertahun. Angka kematina pneumonia komuniti yang dirawat
inap berkisar antara 20-35% 2. Pneumonia dapat terjadi secara primer atau
merupakan tahap lanjutan dari infeksi saluran pernafasan lainnya.
Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa
hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera ditangani, maka pada awal
pengobatan pneumonia diverikan antibiotic secara empiris1.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti
dan memahami tentang kasus pneumonia dan juga diagnosis banding dari
kasus ini seperti PPOK dan Destroyed lung sinistra. Tulisan ini juga untuk
memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik di
bagian Ilmu Kedokteran Paru RSUD Sukoharjo.
C. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapakan dapat memberikan manfaat kepada
penulis dan pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis agar
dapat lebih mengetahui dan memahami mengenai kasus pneumoni dan
juga diagnosis banding dari kasus ini seperti PPOK dan Destroyed lung
sinistra.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : Priyanti
Usia : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Grogol Sukoharjo
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Janda
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal Masuk RS : 11 Agustus 2016
Tanggal Keluar RS : 16 Agustus 2016

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
Umum Daerah Sukoharjo dengan keluhan sesak nafas.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
Umum Daerah Sukoharjo dengan keluhan sesak nafas, batuk berdahak
dan pusing yang dirasakan mendadak setelah periksa dari poli paru.
Pasien mengatakan sesak bertambah berat ketika melakukan aktivitas
dan membaik ketika beristirahat.Pasien merasakan pusing namun tidak
mual dan muntah. Pasien tidak memiliki riwayat alergi sebelumnya.
Pasien mengaku sedang mengkonsumsi obat Azitromisin 1x1,
Ranitidin 2x1, Spironolakton 1x1, Amitriptilin 0-0-1/4, Ofloxacin 2x1
dan obat kapsul racikan dua jenis diminum 3x1.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Penyakit Serupa : Diakui
b. Riwayat Hipertensi : Disangkal
c. Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal
d. Riwayat TBC : Diakui
e. Riwayat Pengobatan Dengan OAT : Diakui
f. Riwayat Asma : Diakui
g. Riwayat Batuk Lama : Diakui
h. Riwayat Alergi : Disangkal

4. Riwayat Pribadi
a. Riwayat Merokok : Disangkal
b. Riwayat Minum-minuman Alkohol : Disangkal
c. Riwayat Penggunaan Narkoba : Disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat Penyakit Serupa : Diakui
b. Riwayat Hipertensi : Disangkal
c. Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal
d. Riwayat TBC : Diakui
e. Riwayat Pengobatan Dengan OAT : Diakui
f. Riwayat Asma : Disangkal
g. Riwayat Batuk Lama : Diakui
h. Riwayat Alergi : Disangkal
i. Riwayat Menderita Kanker : Disangkal

C. Pemeriksaan Fisik
1. Vital Sign
a. Tekanan Darah :110/70 mmHg
b. Nadi : 88 x/menit
c. Respirasi : 28 x/menit
d. Suhu : 35,8°C
e. SpO2 : 96 %
2. Pemeriksaan Kepala
a. Konjungtiva Anemis : (-/-)
b. Sklera Ikterik : (-/-)
c. Nafas Cuping Hidung : (+)
d. Pursed Lips Breathing : (+)

3. Pemeriksaan Leher
a. Retraksi Suprasternal : (+)
b. Deviasi Trachea : (+)
c. Pembesaran Kelenjar Limfe : (-)
d. Pembesaran Kelenjar Thyroid :(-)

4. Pemeriksaan Thorax
a. Paru
1. Inspeksi
Dada simetris, ditemukan adanya gerakan dada yang tertinggal
bagian sebelah kiri, masa (-), retraksi intercostae (+), ptekie (-),
sikatrik (-), hiperpigmentasi (-), sela antar iga melebar (+).

2. Palpasi
a) Gerakan dada tertingal
Depan Belakang
- + - +

b) Fremitus
Depan Belakang
+ +

3. Perkusi
Depan Belakang
Sonor Redup Sonor Redup
4. Auskultasi

Wheezing Ronkhi
+ - + -

b. Jantung
1. Inspeksi
Iktus Kordis

2. Palpasi
Batas jantung dalam batas normal

3. Perkusi
Suara perkusi redup

4. Auskultasi
Bunyi jantung I dan II regular, tidak ditemukan adanya bising
jantug.

5. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk distensi (-), umbilikus masuk merata, sikatrik kulit (-), kulit
pucat (-), ptekie (-), massa (-), hipopigmentasi (-), hiperpigmentasi
(-), bengkak (-).

b. Palpasi
Turgor dalam batas normal, tonus dalam batas normal, nyeri tekan
(-) diseluruh kuadran abdomen.

c. Perkusi
Timpani (+) diseluruh lapang abdomen, redup beralih (-), nyeri
ketok (-/-).
d. Auskultasi
Peristaltic (+), metallic sound (-), bising aorta (-).

e. Hepar
Palpasi tidak teraba dan pekak pada perkusi.

f. Limpa
Palpasi tidak teraba.

g. Ginjal
Palpasi tidak teraba dan pekak pada perkusi.

6. Ekstremitas
a. Akral : Hangat Pada Ke Empat Extremitas
b. Clubbing Finger : (-)
c. Pitting Oedema : (-)

7. Pemeriksaan Urogenital
a. BAK : dalam batas normal
b. BAB : dalam batas normal

D. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kimia Klinik
Kamis, 11 Agustus 2016
No Nama Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
1 GDS 88 mg/dL 70 – 120
2 Ureum 17.2 mg/dL 0 – 31
3 Kreatinin 0.54 mg/dL 0.50 – 0.90
4 SGOT 27.26 U/L 0 – 35
5 SGPT 16.6 U/L 0 – 35
a. Darah Lengkap dengan Diff Count
Kamis, 11 Agustus 2016
No Nama Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
1 Lekosit H 14.8x 103/ul 3.6 – 11.0
2 Eritrosit H5.58 x 106/ul 3.80 - 5.20
3 Hemoglobin 15.0 g/dl 11.7 – 15.5
4 Hematokrit H47.1 % 35 – 47
5 Index Eritrosit
MCV 84.4 fL 80 – 100
MCH 26.9 pg 26 – 34
MCHC H 31.8 g/dL RNF
3
6 Trombosit 432 x 10 /ul 150 - 450
7 RDW-CV 13.3 % 11.5 – 14.5
8 PDW 9.7 fL
9 MPV 9.4 fL
10 P-LCR 19.5 %
11 PCT 0.41 %
12 DIFF COUNT
NRBC 0.0 % 0–1
Neutrofil H 91.6 % 53 – 75
Limfosit L 6.6 % 25 – 40
Monosit L1.30 % 2–8
Eosinofil L 0.10 % 2.00 – 4.00
Basofil 0.40 % 0-1
IG 0.40 %
13 Golongan Darah B

b. Sero Imunologi
Kamis, 11 Agustus 2016
No Nama Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
1 HBs Ag Non Reaktif Non Reaktif
2. Foto Rontgen Thorax PA (Inspirasi Cukup)
Jumat, 12 Agustus 2016

Gambar 1. Foto Rontgen Thorax PA

Hasil Pembacaan :
Cor : Tidak membesar
Pulmo : Tampak perselubungan semi opaq inhomogen batas tidak tegas di
apex, perihiler dan pericardial pulmo bilateral, terutama sisnistra air
bronchogram (+) Fibrotic (+).Tampak trachea dan mediastinum tertarik ke
sinistra. Diafragma dextra et sinistra baik.Sinus dextra lancip, sinistra
tumpul.Sistema tulang intact.
Kesan : Besar cor normal. Gambaran KP duplex lama aktif, terutama
sinistra dengan efusi pleura sinistra. Pneumonia. Atelectasis (destroyed
lung).
3. Elektrokardiograf (EKG)
Sabtu, 13 Agustus 2016

Gambar 2.Elektrokardiograf (EKG) dengan hasil Sinus Takikardi 115x/menit,


RAA dan RVH

E. Assesment (Diagnosis Kerja atau Diagnosis Banding)


1. Diagnosis
Pneumonia

2. Diagnosis Banding
 PPOK eksaserbasi akut
 Atelektasis (Destroyed lung sinistra)
F. Penatalaksanaan
1. Terapi IGD
 NRM bila saturasi <93 % => KU
 RL + 1 aminopilin 20 tpm
 Injeksi Ceftazidin 3x1
 Injeksi Metilprednisolon 3x62,5 mg
 Injeksi Omeprazol 2x1 ampul
 Nebulizer Ventolin + Pulmicort /8jam
 Codein 3 x 10 mg
 Ambroxol 3x1
 Injeksi Furosemid 1-0-0
 Ulsalfat syrup 3x1 cs
 Paracetamol flash /8jam
 Amitriptilin 0-0-1/4
 Salbutamol 3x2 mg

2. Usulan Pemeriksaan
 Pemeriksaan darah lengkap
 Elektrolit
 Foto thorax

3. Rencana Monitoring
 Tanda-tanda vital
 Keluhan
 Kepatuhan minu obat
 Darah lengkap
G. Folowup
1. Jumat, 12 Agustus 2016
Subjektif : Pasien mengeluhakan sesak (+), batuk (+), pusing (+),
mual (-), muntah (-), BAK (+), BAB (-), pengobatan OAT
(+) selesai.

Objektif :TD : 100/60 mmHg, Respirasi : 28 kali/ menit, Nadi : 105


kali/ menit, Suhu : 36,30C, Saturasi oksigen : 99%, K/L :
SI -/-, CA -/-, PKGB -/-, Thorax = Bunyi Jantung I-II :
regular, Paru : Ronkhi +/+, Wheezing +/+, Abdomen :
supel, peristaltic (+), Ekstremitas hangat dan tidak terlihat
adanya oedema.

Assesment: Diagnosis kerja : Pneumonia, Diagnosis banding : PPOK


eksaserbasi akut dan Atelektasis (Destroyed lung sinistra).

Planing :
 RA : D5 + 1 ampul aminopilin 16 tpm
 Cefpirome injeksi 2x1
 Metilprednisolon injeksi 3x62,5 mg
 Omeprazole injeksi 2x1
 Ventolin + pulmicord nebu /8jam
 Codein 3x10 mg
 Flumucil kp 3x1
 Usalfat suspense 3xCI
 Furosemide injeksi 1-0-0 => stop
 Salbutamol 3x1 mg
 Amitriptilin 0-0-1/4
2. Sabtu, 13 Agustus 2016
Subjektif : Pasien mengeluhakan sesak (+), batuk (+), pusing (-),
mual (-), muntah (-), BAK (+), BAB (+).

Objektif : TD : 90/60 mmHg, Respirasi : 28 kali/ menit, Nadi : 114


kali/ menit, Suhu : 36,50C, Saturasi oksigen : 96%, K/L :
SI -/-, CA -/-, PKGB -/-, Thorax = Bunyi Jantung I-II :
regular, Paru : Ronkhi +/+, Wheezing +/+, Abdomen :
supel, peristaltic (+), Ekstremitas hangat dan tidak terlihat
adanya oedema.

Assesment: Diagnosis kerja : Pneumonia, Diagnosis banding : PPOK


eksaserbasi akut dan Atelektasis (Destroyed lung sinistra).

Planing :
 RA : D5 + 1 ampul aminopilin 16 tpm
 Cefpirome injeksi 2x1
 Metilprednisolon injeksi 3x62,5 mg
 Omeprazole injeksi 2x1
 Ventolin + pulmicord nebu /8jam
 Codein 3x10 mg
 Flumucil kp 3x1
 Usalfat suspense 3xCI
 Salbutamol 3x1 mg
 Amitriptilin 0-0-1/4
 Levofloksasin 1x500 mg drip
3. Senin, 15 Agustus 2016
Subjektif : Pasien mengeluhakan sesak (+), batuk (+), pusing (-),
mual (-), muntah (-), BAK (+), BAB (-).

Objektif : TD : 90/60 mmHg, Respirasi : 24 kali/ menit, Nadi : 80


kali/ menit, Suhu : 360C, Saturasi oksigen : 98%, K/L : SI
-/-, CA -/-, PKGB -/-, Thorax = Bunyi Jantung I-II :
regular, Paru : Ronkhi +/+, Wheezing -/-, Abdomen :
supel, peristaltic (+), Ekstremitas hangat dan tidak terlihat
adanya oedema.

Assesment: Diagnosis kerja : Pneumonia, Diagnosis banding : PPOK


eksaserbasi akut dan Atelektasis (Destroyed lung sinistra).

Planing :
 RA : D5 + 1 ampul aminopilin 16 tpm
 Cefpirome injeksi 2x1
 Metilprednisolon injeksi 3x62,5 mg
 Omeprazole injeksi 2x1
 Ventolin + pulmicord nebu /8jam
 Codein 3x10 mg
 Flumucil kp 3x1
 Usalfat suspense 3xCI
 Salbutamol 3x1 mg
 Amitriptilin 0-0-1/4
 Levofloksasin 1x500 mg drip
 Digoksin 1x ½ tab
4. Selasa, 16 Agustus 2016
Subjektif : Pasien mengeluhakan sesak berkurang, batuk (), pusing
(-), mual (-), muntah (-), BAK (+), BAB (+).

Objektif : TD : 110/80 mmHg, Respirasi : 22 kali/ menit, Nadi :


108 kali/ menit, Suhu : 36,50C, Saturasi oksigen : 95%,
K/L : SI -/-, CA -/-, PKGB -/-, Thorax = Bunyi Jantung I-
II : regular, Paru : Ronkhi -/-, Wheezing -/-, Abdomen :
supel, peristaltic (+), Ekstremitas hangat dan tidak terlihat
adanya oedema.

Assesment: Diagnosis kerja : Pneumonia, Diagnosis banding : PPOK


eksaserbasi akut dan Atelektasis (Destroyed lung sinistra).

Planing :
 RA : D5 + 1 ampul aminopilin 16 tpm
 Cefpirome injeksi 2x1
 Metilprednisolon injeksi 3x62,5 mg
 Omeprazole injeksi 2x1
 Ventolin + pulmicord nebu /8jam
 Codein 3x10 mg
 Flumucil kp 3x1
 Usalfat suspense 3x CI
 Salbutamol 3x1 mg
 Amitriptilin 0-0-1/4
 Levofloksasin 1x500 mg drip
 Digoksin 1x ½ tab
 Curcuma tablet
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pneumonia
1. Definisi
Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru,
bronkiolus respiratorius dan alveoli, menimbulkan konsolidasi jaringan
paru sehingga dapat mengganggu pertukaran oksigen dan
karbondioksida di paru-paru5. Pada perkembangannya, berdasarkan
tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu
pneumonia komunitas (community-acquired pneumonia/CAP), apabila
infeksinya terjadi di masyarakat, pneumonia didapat di Rumah Sakit
atau pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia/HAP) bila
infeksinya didapat di rumahsakit, Health Care Associated Pneumonia
(HCAP), dan pneumonia akibat pemakaian ventilator (Ventilator
Associated Pneumonia / VAP)6.Pneumonia komunitas (community-
acquired pneumonia) adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi
diluar rumah sakit, sedangkan pneumonia nosokomial adalah
pneumonia yang terjadi >48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah
sakit, baik di ruang rawat umum ataupun di ICU tetapi tidak sedang
menggunakan ventilator. Pneumonia berhubungan dengan penggunaan
ventilator (ventilator-acquired pneumonia/VAP) adalah pneumonia
yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal.
Pneumonia yang didapat di pusat perawatan kesehatan (healthcare-
associated pneumonia) adalah pasien yang dirawat oleh perawatan
akut di rumah sakit selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari
proses infeksi, tinggal dirumah perawatan (nursing home atau long-
term care facility), mendapatkan antibiotik intravena, kemoterapi, atau
perawatan luka dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun datang ke
klinik rumah sakit atau klinik hemodialisa5.
2. Etiologi
a. Bakteri
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa:
1) Streptococcus pneumonia : merupakan bakteri
anaerobfacultatif.Bakteri patogen ini di temukan pneumonia
komunitas rawat inap di luar ICU sebanyak 20-60%,
sedangkan pada pneumonia komunitas rawat inap di ICU
sebanyak 33%.9
2) Staphylococcus aureus : bakteri anaerob fakultatif. Pada
pasienyang diberikan obat secara intravena (intravena drug
abusers) memungkan infeksi kuman ini menyebar secara
hematogen dari kontaminasi injeksi awal menuju ke paru-
paru.7 Kuman ini memiliki daya taman paling kuat, apabila
suatu organ telah terinfeksi kuman ini akan timbul tanda khas,
yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan
abses.8Methicillin-resistant S.Aureus (MRSA) memiliki
dampak yang besar dalam pemilihanantibiotik dimana kuman
ini resisten terhadap beberapa antibiotik.7
3) Enterococcus (E. faecalis, E faecium) :
organismestreptococcus grup D yang merupakan flora normal
usus.7

Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering


menyerang pada pasien defisiensi imun (immunocompromised)
atau pasien yang di rawat di rumah sakit, di rawat di rumah sakit
dalam waktu yang lama dan dilakukan pemasangan endotracheal
tube.7 Contoh akteri gram negatif dibawah adalah9 :
Pseudomonas aeruginosa : bakteri anaerob, bentuk batang
danmemiliki bau yang sangat khas.7
1) Klebsiella pneumonia : bakteri anaerob fakultatif,
bentukbatang tidak berkapsul. Pada pasien alkoholisme
kronik, diabetes atau PPOK (Penyakit Paru Obstruktif
Kronik) dapat meningkatkan resiko terserang kuman ini.7
2) Haemophilus influenza : bakteri bentuk batang anaerob
denganberkapsul atau tidak berkapsul. Jenis kuman ini yang
memiliki virulensi tinggu yaitu encapsulated type B (HiB).9
b. Atypical organisme
Bakteri yang termasuk atipikal adalah Mycoplasma sp.,
chlamedia sp., Legionella sp.9

b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui
droplet9, biasanya menyerang pada pasien dengan
imunodefisiensi.7 Diduga virus penyebabnya adalah
cytomegalivirus9, herpes simplex virus, varicella zooster virus.9

c. Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh
jamur oportunistik, dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat
menghirup udara. Organisme yang menyerang adalah Candida sp. ,
Aspergillus sp, Cryptococcus neoformans.11

3. Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak terjadinya5
a. Community-Acquired Pneumonia
Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit
infeksius ini sering di sebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus
pneumonia (Penicillinsensitive and resistant strains), Haemophilus
influenza (ampicillin sensitive and resistant strains) and Moraxella
catarrhalis (all strains penicillin resistant). Ketiga bakteri tersebut
dijumpai hampir 85% kasusCAP. CAP biasanya menular karena
masuk melalui inhalasi atau aspirasi organisme patogen ke segmen
paru atau lobus paru-paru. Pada pemeriksaan fisik sputum yang
purulen merupakan karakteristik penyebab dari tipikal bakteri,
jarang terjadi mengenai lobus atau segmen paru. Tetapi apabila
terjadi konsolidasi akan terjadi peningkatan taktil fremitus, nafas
bronkial. Komplikasi berupa efusi pleura yang dapat terjadi akibat
infeksi H. Influenza, emphyema terjadi akibat infeksi Klebsiella,
Streptococcus grup A, S. Pneumonia . Angka kesakitan dan
kematian infeksi CAPtertinggi pada lanjut usia dan pasien dengan
imunokompromis. Resiko kematian akan meningkat pada CAP
apabila ditemukan faktor komorbid berupa peningkatan respiratory
rate, hipotensi, demam, multilobarinvolvement, anemia dan
hipoksia.

b. Hospital-Acquired Pneumonia
Berdasarkan America Thoracic Society (ATS), pneumonia
nosokomial ( lebih dikenal sebagai Hospital-acquired pneumonia
atau Health care-associatedpneumonia ) didefinisikan sebagai
pneumonia yang muncul setelah lebih dari48 jam di rawat di rumah
sakit tanpa pemberian intubasi endotrakeal . Terjadinya pneumonia
nosokomial akibat tidak seimbangnya pertahanan inang dan
kemampuan kolonisasi bakteri sehingga menginvasi traktus
respiratorius bagian bawah. Bakteria yang berperan dalam
pneumonia nosokomial adalah P.Aeruginosa , Klebsiella sp, S.
Aureus, S.pneumonia. Penyakit ini secarasignifikan akan
mempengaruhi biaya rawat di rumah sakit dan lama rawat di rumah
sakit. ATS membagi pneumonia nosokomial menjadi early onset
(biasanya muncul selama 4 hari perawatan di rumah sakit) dan late
onset (biasanya muncul setelah lebih dari 5 hari perawatan di
rumah sakit). Pada early onset pneumonia nosokomial memili
prognosis baik dibandingkan late onset pneumonia nosokomial; hal
ini dipengaruhi pada multidrug-resistant organism sehingga
mempengaruhi peningkatan mortalitas. Pada banyak kasus,
diagnosis pneumonia nosokomial dapat diketahui secara klinis,
serta dibantu dengan kultur bakteri; termasuk kultur semikuantitatif
dari sample bronchoalveolar lavange (BAL).14
c. Ventilator-Acquired pneumonia
Pneumonia berhubungan dengan ventilator merupakan
pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah
intubasi trakea. Ventilator adalah alat yang dimasukan melalui
mulut atau hidung, atau melalu lubang di depan leher. Infeksi dapat
muncul jika bakteri masuk melalui lubang intubasi dan masuk ke
paru-paru.13

4. Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja,
dari bayi sampai usia lanjut. Pencandu, alcohol, pasca operasi , orang-
orang dengan gangguan penyakit pernafasan, sedangkan pasien yang
terinfeksi virus atau kekebalan tubuhnya menurun yang paling
beresiko. Dalam keadaan sehat tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme diparu. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka
mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan menimbulkan
penyakit1.
Resiko terjadinya infeksi pada paru sangat tergantung pada
kemampuan mikroorganisme untuk mencapai dan merusak permukaan
epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme untuk
mencapai permukaan saluran napas 1:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi pada permukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut yang terbanyak adalah kolonisasi.
Secara inhalasi terjadu padainfeksi virus, infeksi mikroorganisme
atipikal, infeksi mikro bacteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan
ukuran 0,5-2,0 mm melalui udara dapat mecapai bronkus terminal atau
alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi
mikroorganisme pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian
terjadi aspirasi ke saluran pernapsan bagian bawah dan terjadi
inokulasi, maka hal ini merupakan awal dari infeksi dari sebagian
besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil secret orofaring terjadu
pada orang nirmal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan
kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). sekresi
orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi yaitu 108-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil secret (0,001-1,1 ml) daapt
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Pada pneumonia biasanya mikroorganisme masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapatdi saluran napas
bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi
pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang
sama1.

5. Patologi
Basil yang masuk bersama secret brinkus ke dalam alveoli
menyebabkan reaksi radang verupa edema dari saluran alveoli disusul
dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis dari eritrosit sehingga
terjadi permulaab fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel
PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dengan bantuan leukosit
yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri
tersebut kemudian difagositir pada waktu terjadi peperangan antara
host dan bakteri maka akan terdapat 4 zona pada daerah parasitic
tersebut yaitu 1:
1. Zona luar : alveoli yang terisis dengan kuman dan xairan edema
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari dari sel-sel PMN dan
beberapa eksudasi sel darah merah
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah dimana fagositosis yang aktif
dengan jumlah sel PMN yang banyak
4. Zona resolusi : daerah dimana terjadi resolusi dengan banyak
bakteri yang mati, lekosit dan alveolar makrofag.

Daerah perifer dimana terdapat edema dan perdarahan disebut


“Red hepatization” sedang daerah konsolidasi yang luas disebut Gray
hepatizatio1.

6. Manifestasi Klinis
Gejala khas adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik
non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir,
purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak.13
Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi
yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.14 Pemeriksaan fisik
didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat
pernafas14, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi
redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan
pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.13

7. Penatalaksanaan
a. Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif
1) Istirahat di tempat tidur
2) Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
3) Bila panas tinggi perlu di kompres atau minum obat penurun
panas
4) Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
Pemberian antibiotic kurang dari 8 jam

b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa


Pengobatan suportif / simtomatik
1) Pemberian terapi oksigen
2) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit
3) Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotic kurang dari 8 jam

c. Pendrita rawat inap di ruang rawat intensif


Pengobatan suportif / simptomatik
1) Pemberian terapi oksigen
2) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektroit
3) Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pemberian antibiotic harus diberikan kurang dari 8 jam

Pemberian Antibiotik Secara Empiris Pada CAP 6,14


a. Pasien berobat jalan
Pasien yang sebelumnya sehat dan tidak menggunakan antibiotika
pada 3 bulan terakhir
1) Macrolide [klaritromisin (500 mg PO bid) atau azitromisisn
(500 mg PO sekali, kemudian 250 mg od)] atau
2) Doksisiklin (100mg PO bid)

b. Pasien dirawat, non ICU


Fluorokuinolon respirasi moksifloksasin (400 mg PO atau IV od),
gemifloksasin (320mg PO od), levofloksasin (750 mg PO atau IV
od)

c. Pasien dirawat , ICU


1) β–laktam (sefotaksim 1-2 g IV q8h), seftriakson (2 g IV od) plus
2) Azitromisin atau fluoroquinolon

Pemberian Antibiotik Secara Empiris Pada Pneumonia Tanpa Faktor


Resiko Multi-drug Resistant (MDR)6,14
 Seftriakson (2g IV q24h) atau
 Moksifloksasin (400mg IV q24h), ciprofloksasin (400mg IV
q8h), atau levofloksasin (750 mg IV q24h) atau
 Ampisilin/sulbaktam (3 g IV q6h) atau Ertapenem (1 g IV q24h)

Pemberian Antibiotik Secara Empiris Pada Pneumonia dengan Faktor


Resiko Multi-drug Resistant (MDR):6,14
a. β-laktam : seftazidim (2 g IV q8h) atau sefepim (2 g IV q8-12h)
atau Pipersilin (4,5 g IV q6h), imipenem (500 mg IV q6h)
b. Obat kedua yang aktif terhadap patogen gram negatif
Gentamisin ( 7 mg/kg IV q24h) atau amikasin (20 mg/kg IV
q24h) atau siprofloksasin (400 mg IV q8h) atau levofloksasin
(750 mg IV q24h)
c. Obat aktif terhadap bakteri patogen gram positif :
Linezolid (600mg IV q12h) atau Vankomisin (15 mg/kg, sampai
1 g IV, q12h)

5. Komplikasi
a. Pneumonia ekstrapulmoner, pneumonia pneumokokus dengan
bakteriemi.
b. Pneumonia ekstrapulmoner non infeksius gagal ginjal, gagal
jantung, emboli paru dan infark miokard akut.
c. ARDS ( Acute Respiratory Distress Syndrom)
d. Komplikasi lanjut berupa pneumonia nosokomial
e. Sepsis
f. Gagal pernafasan, syok, gagal multiorgan
g. Penjalaran infeksi (abses otak, endokarditis)
h. Abses paru
i. Efusi pleura

6. Prognosisi
Prognosis pada umumnya baik, tergantung dari faktor pasien,
bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat.
Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis
penyakit pada pasien yang dirawat. Angka kematian pasien pneumonia
komunitas kurang dari 5% pada pasien rawat jalan dan 20% pada pasien
rawat inap.
Tabel. Angka Kematian Berdasarkan Derajat Beratnya Penyakit15,16
CURB-65 PSI
Skor
Tidak Skor Skor Skor
Total skor 0-1 2 >2 71-
diprediksi <70 91-130 >130
90
Tingkat Grup Grup Kelas Kelas Kelas Kelas
Grup I Kelas I
keparahan II III II III IV V
Kelas
Rendah Sedang Berat Rendah Sedang Berat
risiko
Angka 1,5% 9,2% 22% 0,1% 0,6% 2,8% 8,2% 29,2%`
kematian

7. Pencegahan
a. Edukasi
Edukasi untuk individu dan keluarga mengenai pencegahan infeksi
berulang, pola hidup sehat termasuk tidak merokok dan saitasi
lingkugan.
b. Pencegahan
Vaksinasi influenza dan pneumokokal, terutama bagi golongan
risiko tinggi (orang usia lanjut atau penderita penyakit kronis)17.

B. Destroye Lung(Atelektasis)
1. Definisi Destroye Lung
Destroyed lung adalah kerusakan pada paru yang disebabkan
oleh gejala sisa dari Tuberkulosis pulmonal berupa sindrom obstruksi
pasca tuberculosis yang terjadi selama bertahun-tahun.

2. Gambaran Destroye Lung


 Atelektais merupakan kolapsnya alveoli atau berkurangnya udara
didalam ruang intrapulmonal atau kolapsnya semua atau sebagian
paru.
 Ektasis
 Multikaviti
 Fibrosis parenkim paru

3. Definisi (Atelektasis)
Atelektasis pertama kali di jelaskan oleh Laennec pada tahun
1819. Atelektasis berasal dari kata ateles yang berarti “tidak
sempurna” dan ektasis yang berarti “ekspansi”. Secara keseluruhan
atelektasis mempunyai arti ekspansi yang tidak sempurna. Atelektasis
di definisikan sebagai kolapsnya alveoli dan berkurangnya udara di
dalam ruang intrapulmonal atau kolapsnya semua atau sebagian paru.
Keadaan ini sering menjadi komplikasi paru pasca operasi dengan
bukti pemeriksaan radiografi mencapai 70% pada pasien yang sedang
menjalani thorakotomy dan celiotomy.18
4. Etiopatogenesis
Terdapat tiga mekanisme yang dapat menyebabkan atelektasis,
diantaranya adalah: Obstruksi saluran pernapasan, kompresi jaringan
parenkim paru pada bagian ekstratoraks, intratoraks, maupun proses
pada dinding dada , penyerapan udara dalam alveoli, dan gangguan
fungsi dan defisiensi surfaktan. Ketiga penyebab ini dapat
menjelaskan dasar fisiologis penyebab atelektasis.18

Atelektasis Resorpsi
Terjadi akibat adanya udara di dalam alveolus. Apabila aliran
masuk udara ke dalam alveolus dihambat, udara yang sedang berada
di dalam alveolus akhirnya berdifusi keluar dan alveolus akan kolaps.
Penyumbatan aliran udara biasanya akibat penimbunan mukus
dan obstruksi aliran udara bronkus yang mengaliri suatu kelompok
alveolus tertentu. Setiap keadaan yang menyebabkan akumulasi
mukus, seperti : fibrosis kistik, pneumonia, atau bronkitis kronik yang
meningkatkan resiko atelektasis resorpsi. Obstruksi saluran napas
menghambat masuknya udara ke dalam alveolus yang terletak distal
terhadap sumbatan. Udara yang sudah terdapat dalam alveolus
tersebut diabsorpsi sedikit demi sedikit ke dalam aliran darah dan
alveolus menjadi kolaps.

Atelektasis Kompresi
Terjadi bila rongga pleura sebagian atau seluruhnya terisi
dengan eksudat, darah, tumor, atau udara. Kondisi ini ditemukan pada
pneumotoraks, efusi pleura, atau tumor dalam toraks. Keadaan ini
terjadi ketika sumber dari luar alveolus menimpakan gaya yang cukup
besar pada alveolus sehingga alveolus menjadi kolaps.
Atelektasis kompresi terjadi jika dinding dada tertusuk atau
terbuka, karena tekanan atmosfir lebih besar daripada tekanan yang
menahan paru mengembang (tekanan pleura), dan dengan pajanan
tekanan atmosfir paru akan kolaps. Atelektasis kompresi juga dapat
terjadi jika terdapat tekanan yang bekerja pada paru atau alveoli akibat
pertumbuhan tumor, distensi abdomen yang mendorong diafragma ke
atas, atau edema dan penimbunan ruang interstisial yang mengelilingi
alveolus. Tekanan ini yang mendorong udara ke luar dan meng-
akibatkan kolaps.18

Atelektasis Kontraksi
Terjadi akibat perubahan perubahan fibrotik jaringan parenkim
paru lokal atau menyeluruh, atau pada pleura yang menghambat
ekspansi paru secara sempura. Atelektasis kontraksi bersifat
irreversible.

Mikroatelektasis
Mikroatelektasis (atelektasis adhesive) adalah erkurangnya
ekspansi paru-paru yang disebabkan oleh rangkaian peristiwa
kompleks yang paling penting yaitu hilangnya surfaktan. Surfaktan
memilki phospholipid dipalmitoyl phosphatidylcholine yang
mencegah kolaps paru dengan mengurangi tegangan permukaan
alveolus. Berkurangnya produksi atau inaktivasi surfaktan, keadaan ini
biasanya ditemukan pada NRDS (Neonatal Respiratory Distress
Syndrome), ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome), dan proses
fibrosis kronik.18

5. Manifestasi Klinis
a. Tanda dan gejala atelektasis:
b. Dyspnea berat
c. Sianosis
d. Nyeri dada
e. Takikardi
f. Dapat mengeluh napas pendek
g. Kelemahan
h. Pemeriksaan auskultasi menunjukkan penurunan bunyi napas.19,20
6. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis: Menanyakan penyakit- penyakit yang merupakan
faktor resikoatelektasis.
b. Pemeriksaan Fisik.
nspeksi: tampak cekungan / bagian yang tertinggal pada daerah
yang sakit
Palpasi: penurunan fremitus, trakea dan jantung mengalami shift
ke daerah yang sakit
Perkusi: suara lebih redup
Auskultasi: menghilangnya bunyi nafas19,20,21
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik 20
Radiologi Konvensial
Pemeriksaan rontgen thoraks memberikan petunjuk untuk
mendiagnosis atelektasis.
Computed Tomography Scan (CT-SCAN)22
d. Pemeriksaan laboratorium
Analisa Gas darah:
Po2 : 35 mmHg
Pco2 : 49 mmHg
Leukosit banyak di dalam sputum
Pemeriksaan Sputum : BTA ( + )

5. Diagnosis Banding
a. Efusi Pleura
Pada foto thorax yang mengalami efusi pleura dan
atelectasis mempunyai perbedaan dan persamaan yaitu : pada
gambaran radiologis efusi pleura massif dapat terjadi shift
kearah berlawanan dari yang sakit sedangkan pada atelectasis
tertarik ke bagian yang sakit.
b. Tumor Paru
Perbedaan mendasar antara atelectasis dan tumor pada
gambaran radiologis tumor paru menyebabkan penekanan dan
shifting kearah pembesaran tumor.
c. TB lama aktif
Gambaran radiologi TB lama : Tampak bercak berawan
pada lapangan paru dextra atas yang disertai cavitas, bintik-
bintik kalsifikasi, garis fibrosis yang menyebabkan retraksi
hilus ke atas. Cor : bentuk dan ukuran dalam batas normal
Kedua sinus dan diafragma baikTulang-tulang intak.23

6. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan
kembali mengembangkan jaringan paru yang terkena.Tindakan yang
biasa dilakukan :
 Intubasi dengan menggunakan ventilator
 Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru
yang terkena diharapkan kembali bisa mengembang (drainase
postural)
 Menmbersihkan jalan nafas
 Pengobatan terhadap faktor pencetusnya, baik itu antibiotic atau
obat lainnya
 Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau
berulang, menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka
biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu
diangkat.
Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-
paru yang mengempis akan kembali mengembang,
Penatalaksaan Atelektasis meliputi langkah atau tindakan sebagai
berikut:
 Medis :Pemeriksaan bronkoskopi, pemberian oksigenasi,
pemberian terapi simtomatis (anti sesak, bronkodilator,
antibiotik dan kortikosteroid), Fisioterafi, Pemeriksaan
bakteriologis
 Keperawatan :Teknik batuk efektif, Pegaturan posisi secara
teratur, Melakukan postural drainase dan perkusi dada,
Melakukan pengawasan pemberian medikasi secara teratur.19

7. Komplikasi
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura
di mana masukan udara ke dalam rongga pleura.19

b. Efusi pleura
Atelektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan
penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis
dan juga atelektasis dapat menyebabkan pirau (jalan pengalihan)
intrapulmonal (perfusi ventilasi) dan bila meluas, dapat
menyebabkan hipoksemia.19

c. Pneumonia
Biasa diakibatkan oleh berkurangnya oksigen dan
kemampuan paru untuk mengembang sehingga secret mudah
tertinggal dalam alveolus dan mempermudah menempelnya
kuman dan mengakibatkan terjadinya peradangan pada paru.19

d. Hypoxemia dan gagal nafas


Bila keadaan atelectasis dimana paru tidak mengembang
dalam waktu yang cukup lama dan tidak terjadi perfusi ke
jaringan sekitar yang cukup maka dapat terjadi hypoxemia hingga
gagal nafas.23

e. Sepsis
Hal ini dapat terjadi bila penyebab atelectasis itu sendiri
adalah suatu proses infeksi, dan bila keadaan terus berlanjut tanpa
diobati maka mudah terjadi sepsis karena banyak pembuluh darah
paru.23

f. Bronkiektasis
Ketika paru–paru kehilangan udara, bentuknya akan
menjadi kaku dan mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi
berlanjut dapat mengakibatkan fibrosis dan bronkiektasis.23

8. Prognosis
a. Prognosis tergantung kepada penyebab, umur, komplikasi yang
terjadi, dan managemen terhadap penyakit.
b. Pada orang dewasa, bila atelektasis terjadi pada sebagian kecil
lapangan paru biasanya akan mengancam jiwa. Sebagai
kompensasi bagian paru yang masih dapat berfungsi dengan baik
akan menyediakan oksigen yang cukup untuk seluruh tubuh.
c. Atelektasis yang besar akan berbahaya, terutama pada bayi, anak
kecil atau pada mereka yang mempunyain penyakit paru.
d. Biasanya terjadi perbaikan secara bertahap bila obstruksi telah
dihilangkan.19

9. Pencegahan
a. Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk
bernafas dalam, batuk teratur dan kembali melakukan aktivitas
secepat mungkin.
b. Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini
bisa diturunkan dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu
sebelum pembedahan.
c. Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang
menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin
akan lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk
membantu pernafasannya.19,20
C. Penyakit Paru Obstruksi kronik (PPOK)
1. Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau
reversibel parsial.24,25

2. Etiologi dan Faktor Resiko


a. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal
yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
b. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
c. Hipereaktiviti bronkus
d. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
e. Defisiensi antitripsin alfa-1, umumnya jarang terdapat di
Indonesia.24,25

3. Pathogenesis/Patofisiologi
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan
terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu :
inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos
penyebab utama obstruksi jalan napas.24,25

Gambar. Konsep Patogenesis PPOK24,25


Gambar. Perbedaan Patogenesis Asma dan PPOK24,25

4. Klasifikasi
Tabel. Klasifikasi Pada PPOK24,25
DERAJAT KARAKTERISTIK
Gejala kronik (batuk, dahak) terpajan
0 : beresiko
factor resiko, spirometri normal
VEP1KVP <70%
1 : PPOK ringan VEP ≥ 80%
Prediksi dengan atau dengan gejala
VEP1KVP <70%
2 : PPOK sedang VEP 50% - 80%
Prediksi dengan atau dengan gejala
VEP1KVP <70%
3 : PPOK berat VEP 30% - 50%
Prediksi dengan atau dengan gejala
VEP1KVP <70%
VEP <30%
4 : PPOK sangat berat
Prediksi atau gagal nafas atau gagal
jantung kanan
5. Manifestasi Klinis
Gejala klinik dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah
batuk, produksi sputum, sesak nafas, dan aktivitas terbatas. Selain itu
juga ditemukan :
 Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
 Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)
 Penggunaan otot bantu napas
 Hipertropi otot bantu napas
 Pelebaran sela iga
 Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai
 Penampilan pink puffer atau blue bloater.24,25

6. Diagnosis
a. Anamnesis
 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
 Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat
badan lahir rendah (BBLR), infeksi
 saluran napas berulang,lingkungan asap rokok dan polusi udara
 Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
 Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan Fisis
1) Inspeksi
 Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
 Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal
sebanding)
 Penggunaan otot bantu napas
 Hipertropi otot bantu napas
 Pelebaran sela iga
 Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai
 Penampilan pink puffer atau blue bloater

2) Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.

3) Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.

4) Auskultasi
 Suara napas vesikuler normal, atau melemah
 Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa
atau pada ekspirasi paksa
 Ekspirasi memanjang
 Bunyi jantung terdengar jauh

5) Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing

6) Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk
sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru,
sianosis sentral dan perifer

7) Pursed - lips breathing


Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu
dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang
terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi
CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Faal Paru
a) Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
 Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan
atau VEP1/KVP ( % ).Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1
pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
 VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai
untuk menilai beratnya PPOK danmemantau perjalanan
penyakit.Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak
mungkin dilakukan, APE meter walaupun
 kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih
dari 20%

b) Uji bronkodilator
 Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak
ada gunakan APE meter.Setelah pemberian
bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-20 menit
kemudian
 dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1
atau APE < 20% nilai awal dan< 200 ml
 Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2) Darah Rutin
Hb, Ht, leukosit

3) Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan
penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :
 Hiperinflasi
 Hiperlusen
 Ruang retrosternal melebar
 Diafragma mendatar.24,25
7. Diagnosis Banding
 Asma
 SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
 Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada
penderita pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.
 Pneumotoraks
 Gagal jantung kronik
 Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal :
bronkiektasis, destroyed lung.24,25

8. Penatalaksanaan
Tabel. Rekomendasi Pengobatan PPOK24,25
REKOMENDASI
DERAJAT KARAKTERISTIK
PENGOBATAN
Gejala kronik (batuk, dahak)
0 : beresiko terpajan factor resiko, -
spirometri normal
 Bronkodilator kerja
singkat (SABA, anti
VEP1KVP <70%
kolinergik kerja singkat)
1 : PPOK VEP ≥ 80%
bila perlu
ringan Prediksi dengan atau dengan
 Pemberian
gejala
antikolenergic kerja lama
untuk pemeliharaan

 Pengobatan regular
dengan bronkodilator
VEP1KVP <70%
(antikolinergic kerja lama
2 : PPOK VEP 50% - 80%
sebagai terapi
sedang Prediksi dengan atau dengan
pemeliharaan, LABA,
gejala
simptomatik)
 Rehabilitasi
 Pengobatan regular
dengan 1 atau lebih
bronkodilator
VEP1KVP <70%
(antikolinergic kerja lama
3 : PPOK VEP 30% - 50%
sebagai terapi
berat Prediksi dengan atau dengan
pemeliharaan, LABA,
gejala
simptomatik,
kortikosteroid inhalasi)
 Rehabilitasi
 Pengobatan regular
dengan 1 atau lebih
bronkodilator
(antikolinergic kerja
lama sebagai terapi
VEP1KVP <70%
pemeliharaan, LABA,
4 : PPOK VEP <30%
simptomatik,
sangat berat Prediksi atau gagal nafas atau
kortikosteroid inhalasi)
gagal jantung kanan
 Rehabilitasi
 Terapi oksigen jangka
panjang bila gagal nafas
 Pertimbangkan terapi
pembedahan
BAB IV
PEMBAHASAN
Telah dilaporkan pasien dengan keluhan sesak nafas, batuk berdahak dan
pusing yang dirasakan mendadak setelah periksa dari poli paru. Pasien
mengatakan sesak bertambah berat ketika melakukan aktivitas dan membaik
ketika beristirahat. Pasien merasakan pusing namun tidak mual dan muntah.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi sebelumnya. Pasien mengaku sedang
mengkonsumsi obat Azitrimisin 1x1, Ranitidin 2x1, Spironolakton 1x1,
Amitriptilin 0-0-1/4, Ofloxacin 2x1 dan obat kapsul racikan dua jenis diminum
3x1.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum lemah, compos mentis, vital sign :
Tekanan darah : 110/70, Nadi : 88x/menit, Respirasi rate : 28x/menit, Suhu :
35.8°C, SpO2 : 96%. Tidak ditemukan edema palpebral kanan maupun kiri pasien,
ditemukan adanya konjungtiva anemis, tidak ditemukan adanya sklera ikterik,
napas cuping hidung (+), purced lips breathing (+). Pada pemeriksaan leher pasien
terdapat retraksi suprasternal, tidak terdapat deviasi trachea, tidak terdapat
pembesaran kelenjar limfe dan thyroid. Thorax: Cor : suara jantung I dan II
regular, tidak terdapat adanya bising jantung; Paru-paru : Inspeksi: Dada simetris,
tidak ada benjolan, ditemukan adanya gerakan dada kiri yang tertinggal,
ditemukan adanya retraksi intercostae, Palpasi: terdapat adanya gerakan dada kiri
yang tertinggal, fremitus menurun pada lapang paru kiri, sela iga melebar,
Perkusi: terdengar suara sonor sampai redup, Auskultasi: Suara dasar vesicular
(+/+), Ronkhi (+/-), Wheezing (+/-). Abdomen: Peristaltik usus normal, perkusi :
timpani, Tidak ada nyeri tekan pada seluruh regio abdomen, Ekstremitas : Akral
hangat pada ke empat extremitas, tidak ditemukan adanya Clubbing finger, tidak
ditemukan adanya pitting oedema.
Pemeriksaan laboratorium terdapat beberapa peningkatan seperti, lekosit
214.8 x 103/ul, eritrosit 5.58 x 106/ul, hematocrit 47.1 %, netrofil 91.6 %. Selain
itu juga terlihat penurunan pada pemeriksaan limfosit 6.6 %, monosit 1.30 % dan
eosinophil 0.10 %. Foto thorax didapatkan hasil pada Pulmo : Tampak
perselubungan semi opaq inhomogen batas tidak tegas di apex, perihiler dan
pericardial pulmo bilateral, terutama sisnistra air bronchogram (+) Fibrotic (+).
Tampak trachea dan mediastinum tertarik ke sinistra. Diafragma dextra et sinistra
baik. Sinus dextra lancip, sinistra tumpul. Sistema tulang intact. Cor : Tidak
membesar. Kesan : Gambaran KP duplex lama aktif, terutama sinistra dengan
efusi pleura sinistra. Pneumonia. Atelectasis (destroyed lung). Pemerikasaan
Elektrokardiograf (EKG) dengan hasil Sinus Takikardi 115x/menit, RAA dan
RVH. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, yaitu melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (pemeriksaan darah lengkap, foto
thoraks, dan EKG) didapatkan diagnosis kerjanya adalah pneumonia yang disertai
dengan PPOK eksaserbasi akut serta atelektasis.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah diberikan oksigenasi agar oksigen
dalam tubuh terpenuhi dan tidak terjadi sianosis, Ringer Assering untuk
memenuhi kebutuhan cairan agar keseimbangan elektrolit tetap terjaga,Dekstros
5%untuk memenuhi kebutuhan gula darah,Aminophilin 1 amp /16jam
merupakan bronkodilator golongan metilsantin digunakan untuk merelaksasikan
otot polos dan menekan stimulus yang terdapat pada jalan napas, Injeksi
metilprednisolon ½ flas/ 8 jam bronkodilator sistemik untuk anti inflamasi,
Ventolin neb / 6 jammerupakan bronkodilator golongan agonis beta 2 yang
mempunyai kerja singkat sehingga dapat memberikan efek terapi yang cepat,
Pulmicort neb / 6 jam merupakan golongan steroid inhalasi yang berfungsi
sebagai anti inflamasi, levofloxacininj 1flas / 24 jam merupakan antibiotik dengan
spectrum luas namun memiliki efek samping minimal dan khusus untuk kuman
pseudomonas, Omeprazoleinj 1flas / 12jam untuk menekan sekresi lambung,
Cefpirone injeksi / 12 jam Cefpirome adalah cephalosporin generasi keempat,
yang memiliki nama dagang lain seperti Cefrom, Keiten, Broact, dan Cefir.
Cefpirome dianggap sangat aktif terhadap bakteri Gram-negatif, termasuk
Pseudomonas aeruginosa, dan bakteri Gram-positif, Codein 3x10 mgmerupakan
obat dengan fungsi untuk mengobati nyeri ringan atau cukup parah, Flumucil
3x1infeksi saluran nafas dengan sekresi mukus berlebih termasuk bronkitis,
emfisema dan bronkiektasis, profilaksis dan terapi komplikasi bronkopulmonal
dengan mukostasis, bronkial catarrh. Juga anti radikal bebas dan antioksidan,
Usalfat suspense 3x CIulsafate adalah obat saluran pencernaan yang digunakan
secara oral terutama untuk mengobati ulkus duodenum aktif. Ulsafate adalah obat
yang mengandung sucralfate, suatu senyawa kompleks aluminium hidroksida dan
sukrosa sulfat yang berfungsi sebagai antasida minimal. Salbutamol 3x1
mgmerupakan obat yang dapat melebarkan saluran udara pada paru-paru. Jenis
obat ini disebut bronkodilator dan bekerja dengan melemaskan otot-otot di sekitar
saluran pernapasan yang menyempit sehingga udara dapat mengalir lebih lancar
ke dalam paru-paru, Amitriptilin 0-0-1/4adalah obat yang digunakan untuk
mengobati depresi. Obat yang masuk ke dalam kelompok antidepresan trisiklik ini
berfungsi meningkatkan kadar zat kimia tertentu di dalam otak, sehingga gejala
depresi berangsur menurun, Digoksin 1x ½ tab adalah salah satu obat yang
digunakan dalam penanganan masalah ritme jantung dan gagal jantung kongestif.
Digoxin mengendalikan detak jantung dan meningkatkan kekuatan serta efisiensi
jantung sehingga sirkulasi darah menjadi lebih baik, Curcuma tabletmembantu
memelihara kesehatan hati dan membantu memperbaiki nafsu makan.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dilaporkan kasus Ny.P dengan
diagnosis Pneumonia DD PPOK danAtelektasis dengan gejala klinis sesak nafas,
batuk berdahak dan pusing yang dirasakan mendadak setelah periksa dari poli
paru. Pasien mengatakan sesak bertambah berat ketika melakukan aktivitas dan
membaik ketika beristirahat. Pasien merasakan pusing namun tidak mual dan
muntah. Pasien tidak memiliki riwayat alergi sebelumnya, napas cuping hidung
(+), purced lips breathing (+), pada auskultasi thorax terdapat suara tambahan
Ronkhi dan wheezing pada paru sebelah kanan, pemeriksaan laboratorium
terdapat peningkatan pada lekositosis, eritrosit, hematocrit, netrofil. Selain itu juga
terdapat penuruna pada limfosit, monosit dan eosinophil. Pada pemeriksaan
radiologi hasil foto thorax memperlihatkan kesan gambaran KP duplex lama aktif,
terutama sinistra dengan efusi pleura sinistra. Pneumonia. Atelectasis (destroyed
lung). Pemerikasaan Elektrokardiograf (EKG) dengan hasil Sinus Takikardi
115x/menit, RAA dan RVH. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan,
yaitu melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
(pemeriksaan darah lengkap, foto thoraks, dan EKG) didapatkan diagnosis
kerjanya adalah pneumonia yang disertai dengan PPOK eksaserbasi akut serta
atelektasis.Penatalaksanaan pada pasien sudah sesuai dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W, Bambang , Idrus A, Marcellus,Sti S,ed. 2010. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD
RSCM
2. Djojodobroto D. 2010. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta : EGC.
3. Soedarsono.2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2010. Surabaya : departemen
Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR- RSUD Dr. Soetomo.
4. Said Mardjanis.2010.Respirologi Anak. Edisi I, Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
5. Dahlan Zul. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2010
6. Kamangar N, MD et al. Bacterial Pneumonia.2013 [updated 2013 Nov 18 ;
cited 2014 jan 31]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/300157-overview#showalla0102
7. Warsa C Usman. Buku Ajar Mikrobiologi. Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa
Aksara. 1993
8. Mandanas A Romeo, MD et al. Fungal Pneumonia Overview of Fungal
Pneumonia. 2013 [updated 2013 Nov 20; cited 2013 Des 31]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/300341-overview
9. Alwi. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing.2010
10. Fauci, Braunwald, Kasper et al., Harrison : Manual Kedokteran. Jilid 2.
Tanggerang : 2012.
11. Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.2000
12. Cunha A Burke, MD et al., Community Acquired Pneumonia. 2013 [updated
2014 Jan 13; cited 2014 Jan 31]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/234240-overview#a1
13. Cunha A Burke, MD et al. Nosocomial Pneumonia . 2013 [updated 2014 Jan
13; cited 2014 Jan 31]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/234753-overview#a1
14. Darmanto R, Respiratologi. Jakarta : EGC. 2009
15. British Thoracis Society Guideline for The Management of Community
Acquired Pneumonia in Adult. Guideline Groups. Guideline for The
Management of Community Acquired Pneumonia in Adult: up date 2009.
Thorax 2009;64 (Suppl III):iii1-iii55.
16. Barlett J.G., Dowell,S.F., Mondell, L.A., File, T.M., Mushor, D.M., Fine,
M.J. Practice Guidelines for Management Community-acquired Pneumonia in
Adults. Clin infect Dis 2000; 31: 347-382.
17. Ikatan Dokter Indonesia.2014. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi Revisi Tahun 2014. Jakarta.
18. Irianti, I. T. 2013. Atelektasis Paru. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin. Referat .
19. Triayu irianti, Indah. 2011. Atelectasis. Makasar.
20. Fatkuriyah, Lailil. 2010. Atelektasis.
21. Horrison, 1995. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3. Yogyakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC 1995 : 1287
22. Rasad, Sjahriar. 2000. Radiologi Diagnostik, FK UI, Cetakan 6, Jakarta, hal
108.
23. Rasad, S. 2010. “Efusi Pleura, Atelektasis dan tumor Paru”, dalam radiologi
diagnostic edisi kedua, Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hal 108-16
24. PDPI. 2003. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan PPOK di Indonesia.
Jakarta.
25. PDPI. 2011. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan PPOK di Indonesia.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai