I. PENDAHULUAN
A. Identitas Pasien
1. Nama : Nn. G
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Umur : 20 tahun
4. Alamat : Gebug RT 1 RW 9, Kalisidi, Ungaran
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Karyawan Swasta
7. Pendidikan terakhir : SMA
8. Status : Belum menikah
9. Masuk Rumah Sakit : 25 Februari 2018 pukul 18.30 WIB
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama : sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Ungaran dengan keluhan sesak nafas.
Saat datang kondisi pasien tampak sesak nafas berat dan datang dengan
posisi membungkuk dan sulit diajak bicara. Alloanamnesis dari orangtua
pasien, pasien mengalami sesak nafas sejak tadi pagi. Pasien juga sempat
mengkonsumsi obat salbutamol yang dibeli di Apotek saat pagi hari, namun
belum ada perubahan. Setiap jam hingga malam hari, sesak nafas yang
dirasakan pasien semakin memberat dan tidak membaik dengan obat minum
salbutamol. Pasien juga sempat mengeluhkan nyeri dada namun tidak
menjalar. Pasien juga mengalami batuk dahak sejak 2 hari yang lalu, dahak
berwarna putih kental. Serta mengalami pilek dan demam yang naik turun
sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga sempat mengeluhkan pusing dan badan
terasa lemas.
Keluhan batuk berdarah, keringat dingin di malam hari, penurunan
berat badan, penurunan nafsu makan disangkal oleh keluarga pasien.
Keluhan mual, muntah, nyeri perut disangkal oleh keluarga pasien. BAB
dan BAK pasien dalam batas normal. Pasien memiliki riwayat penyakit
3
asma sejak kecil. Terakhir kambuh sekitar dua minggu yang lalu dan sempat
dilakukan nebulizer di IGD RSUD Ungaran. Pasien juga sering bersin
bersih saat pagi hari terutama saat udara dingin dan banyak debu.
3. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan karyawan swasta SPG disalah satu supermarket di
Kota Semarang. Pasien bekerja dalam bentuk shift. Ruangan kerja pasien
menggunakan AC. Waktu kerja pasien 8 hingga 10 jam dalam satu hari.
Pendidikan terakhir pasien adalah SMA. Pasien berasal dari ekonomi
cukup. Biaya kesehatan pasien ditanggung oleh jaminan kesehatan berupa
BPJS.
4. Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat salbutamol apabila pasien mengalami
sesak nafas. Obat salbutamol biasa dibeli di Apotek. Pasien juga sering
nebulizer di RS apabila obat yang diminum tidak ada perubahan terhadap
sesak nafas yang dialaminya. Riwayat pengobatan 6 bulan disangkal oleh
pasien.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Pasien memiliki riwayat asma dan kambuh terakhir dua minggu yang
lalu dan di nebulizer di RSUD Ungaran.
b. Pasien sering bersin-bersin saat pagi hari dan memiliki riwayat alergi
terhadap debu dan udara dingin.
c. Riwayat alergi makanan dan obat-obatan disangkal.
d. Riwayat penyakit tuberculosis, penyakit paru lainnya, hipertensi, ginjal,
diabetes mellitus, stroke dan jantung disangkal.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Terdapat keluarga yang memiliki riwayat penyakit asma seperti pasien,
yaitu bapak pasien.
b. Riwayat penyakit tuberculosis, pneumonia ataupun penyakit paru
lainnya didalam keluarga disangkal.
4
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
a. KU : tampak sesak nafas (pasien datang dengan kondisi
membungkuk dan sulit diajak berbicara)
b. Kesadaran : E3V5M6
c. Nadi : 140 x/menit, teratur, kuat
d. Suhu : 36,4oC
e. Respiratory rate : 40x/menit
f. Tekanan Darah : 160/100 mmHg
g. Saturasi Oksigen : 84%
h. Status gizi : cukup
2. Pemeriksaan Generalis
a. Kulit
1) Warna : kecoklatan
2) Turgor : < 2 detik
3) Sianosis : (+)
4) Ikterus : (-)
5) Edema : (-)
b. Kepala
1) Bentuk : mesocephal
2) Rambut : warna hitam, lurus, panjang
3) Mata : reflek cahaya (+/+) 3mm/3mm isokor, konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
4) Telinga : simetris, sekret (-/-), otorrhea (-/-)
5) Hidung : nafas cuping hidung (+/+), deviasi septum nasal (-),
discharge (+/+), rinorrhea (-/-), epistaksis (-/-)
6) Mulut : mulut merot (-), deviasi lidah (-), tonsil T2/T2, faring
hiperemis (+).
c. Leher
1) Pulsasi vena jugularis : tidak ada peningkatan JVP
2) Kuduk kaku : tidak ada
5
d. Thoraks
1) Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, otot bantu nafas
intrabdominal (+/+), retraksi (+)
2) Palpasi : vocal fremitus raba simetris (+/+)
3) Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
4) Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah kasar (+/+),
ronki basah halus (-/-), wheezing (+/+)
e. Jantung
1) Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
2) Palpasi : ictus cordis tidak teraba
3) Perkusi :
batas jantung kanan atas di SIC 2 LPSD
batas jantung kiri atas di SIC 2 LPSS
batas jantung kanan bawah di SIC 4 LPSS
batas jantung kiri bawah di SIC 5 LMCS
4) Auskultasi : BJ I > BJ II, bising jantung (-)
f. Abdomen
1) Inspeksi : cembung
2) Palpasi : teraba hangat, nyeri tekan (-) hepatomegali (-)
3) Perkusi : timpani
4) Auskultasi : bising usus (+) normal
g. Ekstremitas atas : akral hangat (+/+), CRT >2 detik (+/+)
h. Ekstremitas bawah: akral hangat (+/+), CRT >2 detik (+/+)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan EKG :
Sinus takikardi
2. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 25 Februari 2018
Parameter Uji Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 14,4 11,7 – 15,5 gr/dL
Leukosit 17,87 3,6 – 11 103 /uL
Trombosit 309 150 – 440 103 /uL
Hematokrit 44,82 35 – 47 %
Eritrosit 4,81 3.8 – 5,2 106 /uL
Granulosit 93,9 43,7 – 73,4 %
Limfosit 3,6 25 – 40 %
6
E. Diagnosis Kerja
Asma Serangan Berat
F. Tatalaksana
1. O2 10 liter per menit NRM
2. Nebu ventolin 1
3. Nebu flexotide 1
4. Masker nebulizer O2 dewasa
7
5. Infus RL 20 tpm
6. Pada pukul 19.50 kondisi pasien menurun :
S : sesak nafas, lemas, muntah dan mual, penurunan kesadaran
B : GCS = E1V2M6
A : status asmatikus
P : Konsul dr Yuni, SpPD via telepon :
a. O2 10 lpm NRM
b. Nebu ventolin dan flexotide diulang lagi dan deprogram setiap 4 jam
c. Infus D5% plus drip aminofilin 240 mg 20 tpm
d. Inj Metilprednisolon 1A (Ekstra) besok program Injeksi
Dexametasone 1A/12 jam
e. Inj Ceftriaxon 1 gram/12 jam skin test
f. Inj Ranitidin 1A/12 jam
g. Inj Ondansentron 1 A/12 jam
h. Epinefrin 0.3 cc subcutan
i. Cek GDS : 142 mg/dl
j. Rawat ruang intensif ICU
8
A. Definisi Asma
Asma merupakan suatu penyakit saluran pernapasan kronik dan bersifat
heterogenous. Penyakit ini dikatakan mempunyai kekerapan bervariasi yang
berhubungan dengan peningkatan kepekaan sehingga memicu episode mengi
berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness), dada tertekan, dispnea, dan
batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari (GINA, 2014; Widodo et al.,
2012).
Menurut Persatuan Dokter Paru Indonesia tahun 2011, asma adalah
penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi,
sehingga menimbulkan gejala yang berhubungan luas dengan inflamasi,
hiperresponsif jalan napas dan obstruksi jalan nafas reversible baik secara
spontan maupun dengan pengobatan.
B. Epidemiologi Asma
Sekitar 300 juta manusia di dunia menderita asma dan diperkirakan akan
terus meningkat hingga mencapai 400 juta pada tahun 2025. Prevalensi asma di
dunia sangat bervariasi dan penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
kekerapan asma semakin meningkat terutama di negara maju. Studi di
Australia, New Zealand dan Inggris menunjukkan bahwa pervalensi asma anak
meningkat dua kali lipat pada dua dekade terakhir. Di Amerika, National Health
Survey tahun 2001 hingga 2009 mendapat prevalensi asma meningkat dari
7,3% (20,3 juta orang) di tahun 2001 menjadi 8.2% (24,6 juta) di tahun 2009
(Rosamarlina et al., 2010; PDPI, 2011).
Di Indonesia prevalensi asma diperkirakan 2-5%, dan mengalami
peningkatan dari 4,2% menjadi 5,4% dalam jangka waktu 5 tahun. DKI Jakarta
memiliki prevalensi asma yang lebih besar yaitu 7,5% pada tahun 2007. Anak
dan bayi memiliki angka kejadian yang lebih tinggi yaitu sekitar 10-85%
dibandingkan pada orang dewasa yang berkisar 10-45%. Jenis kelamin, pada
pria merupakan faktor risiko asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi
asma pada anak laki-laki meningkat 1,5-2 kali lipat dibanding anak perempuan.
9
C. Etiologi Asma
Terdapat beberapa proses etiologi yang menyebabkan pasien mengalami
asma yaitu sebagai berikut (James et al., 2007; Widodo et al., 2012) :
1. Sensitisasi
Sensitasi yaitu individu dengan risiko genetik dan faktor resiko lingkungan
apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan
menimbulkan sensitisasi pada dirinya. Faktor resiko genetik dapat berupa
riwayat alergik atau atopi, hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras.
Sementara itu faktor resiko lingkungan dapat berupa alergen, sensitisasi
lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet,
status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Faktor pemicu tersebut adalah
alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu
(anjing, kucing, tikus), jamur, ragi dan pajanan asap rokok.
2. Inflamasi
Inflamasi, yaitu individu yang telah mengalami sensitisasi namun belum
tentu menjadi asma. Apabila telah terpajan dengan pemacu (enhancer) akan
terjadi proses inflamasi pada saluran pernapasan. Proses inflamasi yang
berlangsung lama atau berat secara klinis berhubungan dengan
hiperreaktivitas. Faktor pemacu tersebut adalah rinovirus, ozon dan
pemakaian β2 agonis.
3. Serangan asma, yaitu setelah mengalami inflamasi maka bila individu
terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma.
D. Faktor Predisposisi
Secara umum faktor pencetus serangan asma adalah sebagai berikut (Anderson
et al., 2009; Yuliasri, 2010) :
1. Alergen
Alergen merupakan zat-zat tertentu yang apabila dihisap atau dimakan
dapat menimbulkan serangan asma seperti debu rumah, tungau, spora
10
jamur, kecoa, serpihan kulit binatang seperti anjing ataupun kucing. Begitu
pula dengan serbuk sari dan spora jamur yang terdapat di luar rumah. Faktor
lainnya yang berpengaruh diantaranya alergen makanan seperti susu, telur,
udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan
penyedap, pengawet, dan pewarna makanan. Selain itu pula bahan iritan
seperti parfum, household spray, asap rokok, cat dan sulfur dapat menjadi
faktor pencetus asma.
2. Infeksi Saluran Pernapasan
Infeksi saluran napas terutama disebabkan oleh virus. Diperkirakan dua
pertiga pasien asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi
saluran pernapasan. Asma yang muncul pada saat dewasa dapat disebabkan
oleh berbagai faktor seperti adanya sinusitis, polip hidung, sensitivitas
terhadap obat aspirin, golongan Anti-Inflamasi Non Steroid (AINS), beta
blocker. Selain itu juga dapat terjadi karena mendapatkan pemicu seperti
debu dan bulu binatang di tempat kerja (occupational asthma) yang
mengakibatkan infeksi saluran pernapasan atas berulang.
3. Stres
Stres dapat mencetuskan serangan asma terutama pada orang dengan
kepribadian belum konsisten atau labil. Hal ini lebih sering terjadi pada
wanita dan anak-anak. Ekspresi emosi yang dimunculkan secara berlebihan
dapat menjadi faktor pencetus asma.
4. Aktivitas Fisik Berlebih
Serangan asma karena exercise (Exercise Induced Asthma/EIA) terjadi
segera setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat. Lari cepat dan
bersepeda merupakan dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan
serangan asma.
E. Klasifikasi Asma
Tidak mudah membedakan antara satu jenis asma dengan jenis asma
lainnya. Dahulu asma dibedakan menjadi asma alergi (ekstrinsik) yang muncul
pada waktu kanak-kanak dengan mekanisme serangan melalui reaksi alergi tipe
1 terhadap alergen dan asma non-alergik (intrinsik) apabila tidak ditemukan
11
F. Patofisiologi Asma
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi
berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel
epitel. Faktor lingkungan dan faktor lain berperan sebagai pencetus inflamasi
saluran napas pada pasien asma. Inflamasi saluran napas pada pasien asma
merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi yaitu terdapatnya obstruksi
saluran napas yang menyebabkan hambatan aliran udara yang dapat kembali
secara spontan atau setelah pengobatan. Obstruksi pada pasien asma dapat
disebabkan oleh kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkus yang
13
G. Diagnosis Asma
Diagnosis asma dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Berikut ini penjelasannya (PDPI, 2011;
GINA, 2014) :
1. Anamnesis :
a. Sesak nafas
b. Batuk kronik berulang
c. Nyeri dada
d. Gejala memburuk terutama saat malam dan dini hari
e. Respons terhadap bronkodilator
f. Bersifat episodik, seringkali reversible dengan atau tanpa pengobatan
g. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
h. Riwayat penyakit seperti riwayat atopik atau alergi, riwayat keluarga
atopik dan riwayat penyakit lain yang memberatkan.
2. Pemeriksaan Fisik
Penemuan tanda klinis pada pemeriksaan fisik pasien asma tergantung
dari episode gejala dan derajat obstruksi saluran napas. Berikut ini
pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada pasien asma :
a. Pemeriksaan Tanda Vital
Dapat didapatkan peningkatan laju respirasi.
b. Pemeriksaan Saturasi Oksigen
Dapat didapatkan penurunan saturasi oksigen pada tubuh.
c. Pemeriksaan Bibir
Dapat ditemukan tanda bibir sianosis.
d. Pemeriksaan Pulmo, meliputi :
1) Inspeksi : penggunaan otot napas tambahan di leher, perut dan dada.
Serta dapat ditemukan pula adanya tanda retraksi.
2) Palpasi : vocal fremitus hemithoraks dextra et sinistra simetris
3) Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
4) Auskultasi : didapatkan adanya ekspirasi memanjang dan mengi
(wheezing).
16
H. Tatalaksana
Tujuan dari tatalaksana asma adalah sebagai berikut (Yawn et al., 2005; PDPI,
2011) :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi asma
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru-paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara
7. Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi
genetiknya.
Pada prinsipnya tatalaksana asma diklasifikasikan menjadi tatalaksana
asma akut atau saat serangan dan tatalaksana asma jangka panjang. Berikut ini
adalah penjelasannya (Yawn et al., 2005; PDPI, 2011; GINA, 2014; Nugraha
et al., 2016) :
1. Tatalaksana Asma Akut (Serangan Asma)
Serangan asma akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus
diketahui pasien dan keluarganya. Pada saat serangan asma, tatalaksana
harus dilakukan dengan cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan.
Pada saat serangan asma obat yang digunakan berupa bronkodilator (β2
agonis kerja cepat dan ipratropium bromida) serta kortikosteroid sistemik.
18
Asthma Control Test (ACT) adalah suatu uji skrining berupa kuesioner
tentang penilaian klinis seorang pasien asma untuk mengetahui asmanya
terkontrol atau tidak. ACT memiliki kelebihan yaitu lebih valid, reliable, mudah
digunakan dan lebih komprehensif dibandingkan jenis kuesioner lain sehingga
dapat digunakan secara luas. ACT terdiri dari lima pertanyaan yang dikeluarkan
oleh American Lung Association digunakan pada pasien berusia diatas 12 tahun,
sekaligus digunakan untuk menetapkan terapi pemeliharaannya. ACT tidak
memakai kriteria faal paru untuk menilai kontrol asma. Parameter yang dinilai
dalam kuesioner ACT adalah gangguan aktivitas harian akibat asma, frekuensi
gejala asma, gejala malam, penggunaan obat pelega dan persepsi terhadap
kontrol asma (Yuliasri, 2010; GINA, 2014).
Pertanyaan pada ACT berjumlah lima buah dan tiap pertanyaan diskor
mulai dari 1 sampai dengan 5. Interpretasi hasil yaitu apabila jumlah nilai sama
atau lebih kecil dari 19 adalah asma tidak terkontrol, apabila nilai 20-24 adalah
asma terkontrol sebagian dan apabila nilai 25 adalah asma terkontrol penuh.
Tujuan ACT adalah menyeleksi asma yang tidak terkontrol, mengubah
pengobatan yang tidak efektif menjadi lebih tepat, melaksanakan pedoman
pengobatan secara lebih tepat dan memberikan pendidikan atau pengetahuan
tentang bahaya keadaan asma yang tidak terkontrol (Yuliasri, 2010; GINA,
2014).
J. Komplikasi Asma
Terdapat berbagai komplikasi asma yang mungkin timbul, diantaranya
(Yuliasri, 2010) :
1. Status asmatikus
Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian
menjadi berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau
suntikan aminofilin. Pada kasus ini penderita harus dirawat dengan terapi
intensif.
22
2. Atelektasis
Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) dengan tanda
klinis berupa pernafasan yang sangat dangkal.
3. Hipoksemia, yaitu kekurangan oksigen pada darah.
4. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang
menyebabkan kolaps paru-paru dan obstruksi saluran nafas. Obstruksi
disebabkan karena kantung udara di paru-paru menggelembung secara
berlebihan dan mengalami kerusakan luas.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, S. D., Charlton, B, Weiler, J. M., Nicols, S., Spector, S. L., Pearlman, D.
2009. Comparison Of Mannitol And Methacoline To Predict Exercice Induced
Broncoconstriction And A Clinical Diagnosis Of Asthma. Biomed Respirology
Journal. Volume 10(4) : 1-13.
Global Strategy for Asthma Management and Prevention. 2014. Pocket Guide For
Asthma Managements And Prevention (For Adults And Children Older Than 5
Years). Vancouver: National Institutes of Health. Page 1-114.
Yuliasri, N. 2010. Perbedaan Kontrol Asma Menurut Kriteria The National Asthma
Education And Prevention Program Dengan Asthma Control Questionnaire
Pada Penderita Asma. Skripsi. Fakultas Kedokteran UNS : Surakarta.