Anda di halaman 1dari 42

Laporan Kasus

TUMOR MAMMAE SINISTRA

Oleh:
Rokhis Amalia
11101-061

Pembimbing:
dr. Nurshal Hasbi, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
RSUD DUMAI
2017

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 1


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyusun
laporan kasus dengan judul “Tumor Mammae Sinistra”. Dan tidak lupa pula
shalawat beserta salam penulis ucapkan untuk junjungan alam yakni nabi besar
Muhammad SAW, sebagai pembawa syariat islam untuk diimani, dipelajari serta
diamalkan setiap hari.

Penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada dr. Nurshal Hasbi,Sp.B


selaku pembimbing penulis dalam pembuatan laporan kasus ini. Semoga laporan
kasus ini dapat memberikan manfaat, umumnya bagi pembaca dan khususnya bagi
penulis.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari kesempurnaan


disebabkan terbatasnya pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh sebab itu
penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan
laporan kasus ini. Semoga karya sederhana ini bermanfaat bagi kita semua.amin

Dumai, 7 Maret 2017

penulis

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 5
2.1 Definisi Tumor Mammae ......................................................................... 5
2.2 Anatomi Mammae .................................................................................... 5
2.3 Epidemiologi Tumor Mammae ............................................................... 7
2.4 Etiologi Tumor Mammae ........................................................................ 8
2.5 Klasifikasi Tumor Mammae.................................................................... 12
2.6 Manifestasi Klinis Tumor Mammae ....................................................... 18
2.7 Pemeriksaan Fisik Tumor Mammae ...................................................... 19
2.8 Pemeriksaan Penunjang Tumor Mammae ............................................ 20
2.9 Penatalaksanaan Tumor Mammae ......................................................... 21
2.10 Prognosis Tumor Mammae ................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 29
BAB III ILUSTRASI KASUS ............................................................................ 30
BAB IV DISKUSI................................................................................................ 36

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 3


BAB I
PENDAHULUAN

Kanker payudara adalah pertumbuhan sel-sel pada jaringan payudara secara


abnormal, terus menerus, tidak terkontrol dan tidak terbatas. Kanker bisa mulai
tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat
pada payudara. Hingga saat ini, penyebab kanker payudara belum diketahui secara
pasti, tetapi ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan seorang wanita menjadi
lebih mungkin menderita kanker payudara, yaitu usia, pernah menderita kanker
payudara, riwayat keluarga yang menderita kanker payudara, faktor genetik dan
hormonal, pernah menderita penyakit payudara non-kanker dan lain-lain.1
Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia.
Berdasarkan data dari American Cancer Society pada tahun 2015, di US terdapat
292.130 kasus kanker payudara yang terjadi pada wanita dan 2.350 kasus pada
pria. American Cancer Society juga menyebutkan bahwa 40.290 wanita dan 440
pria meninggal karena penyakit tersebut. Di Indonesia pada tahun 2013, penyakit
kanker payudara merupakan penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi kedua
setelah kanker serviks, yaitu sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar 61.682 wanita
menderita kanker payudara. Prevalensi tertinggi kanker payudara terdapat di
Provinsi D.I.Yogyakarta, yaitu sebesar 2,4% atau diperkirakan sekitar 4.325
wanita menderita penyakit kanker payudara.2
Kanker pada stadium awal jarang menunjukkan gejala yang berarti, untuk itu
perlu dilakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) ataupun pemeriksaan
medis. Pemeriksaan yang dilakukan oleh tenaga medis antara lain dengan
mammografi, USG payudara dan termografi. Dalam skrining mammografi, studi
acak dan evaluasi berbasis populasi menunjukkan bahwa mengenali kanker
payudara dini melalui mammografi secara signifikan dapat meningkatkan tingkat
kelangsungan hidup. Mammografi dapat mendeteksi kanker beberapa tahun
sebelum munculnya gejala fisik, oleh karena itu mammografi adalah pemeriksaan
yang paling efektif dibanding dengan pemeriksaan yang lainnya.2

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 4


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI TUMOR MAMMAE


Tumor atau dalam istilah medis disebut sebagai neoplasma, secara harfiah
berarti pertumbuhan baru. Neoplasma merupakan massa abnormal jaringan yang
pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasi dengan pertumbuhan jaringan
normal serta terus demikian, walaupun rangsangan yang memicu perubahan
tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang asal neoplasma adalah hilangnya
responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal.2,3
Tumor dapat dibedakan menjadi tumor jinak dan tumor ganas atau lebih
sering dikenal dengan sebutan kanker. Suatu tumor dikatakan jinak apabila masih
berdiferensiasi baik (secara morfologis dan fungsional masih mirip dengan sel
asal), tumbuh perlahan, tidak menginfiltrasi jaringan sekitar serta tidak
bermetastasis ke organ lain. Dan hal yang berlawanan terdapat pada tumor ganas
atau kanker. Kanker cenderung lebih anaplastik, laju pertumbuhan lebih cepat
serta tumbuh dengan cara infiltrasi, invasi, destruksi, sampai metastasis ke
jaringan sekitar dan cukup potensial untuk menimbulkan kematian.2,4

2.2 ANATOMI MAMMAE


Mammae terdiri dari berbagai struktur yaitu parenkim epitelial, lemak,
pembuluh darah, saraf, saluran getah bening, otot dan fascia. Parenkim epitelial
dibentuk oleh kurang lebih 15-20 lobus yang masing-masing mempunyai saluran
tersendiri untuk mengalirkan produknya dan bermuara pada puting susu. Tiap
lobus dibentuk oleh lobulus-lobulus yang masing-masing terdiri dari 10-100 asini
grup. Lobulus-lobulus ini merupakan struktur dasar dari mammae.5
Jaringan ikat subcutis yang membungkus kelenjar mammae membentuk
septa diantara kelenjar dan berfungsi sebagai struktur penunjang dari kelenjar
mammae. Mammae dibungkus oleh fascia pectoralis superficialis dimana
permukaan anterior dan posterior dihubungkan oleh ligamentum Cooper yang
berfungsi sebagai penyangga (Schwartz’s, 2006).

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 5


Setengah bagian atas mammae, terutama quadran lateral atas mengandung lebih
banyak komponen kelenjar dibandingkan dengan bagian lainnya. Mammae
terletak diantara fascia superficialis dinding thorax anterior dan fascia profunda
(pectoralis), antara mammae dan dinding thorax terdapat bursa retromammaria
yang merupakan ruang antara fascia superficialis dengan fascia profunda
(pectoralis), dengan adanya bursa ini menjamin mobilitas mammae terhadap
dinding thorax.4
Pada pria, mammae tetap rudimenter dengan komponen kelenjar mammae
berkembang tidak sempurna, dimana acini berkembang tidak sempurna dengan
ductus yang pendek, serta terjadi defisiensi perkembangan papilla mammae, areola
dan parenkhimnya. Pada wanita, mammae berkembang menjadi susunan yang
kompleks. Pada wanita dewasa, mammae terletak di anterior dinding thorax
setinggi costa 2 atau 3 sampai dengan costa ke 6 atau ke 7, dan terbentang antara
linea parasternalis sampai dengan linea axillaris anterior atau media. Mammae
pada wanita dewasa berbentuk hemisphere yang khas dengan ukuran, kontur,
konsistensi dan densitas yang sangat bervariasi, dipengaruhi oleh faktor-faktor
hormonal, genetic dan diet.4
Diameter rata-rata mammae sekitar 10-12 cm dan tebalnya antara 5-7 cm.
Berat mammae bervariasi yaitu antara 150-225 gram pada mammae nonlaktasi,
namun dapat mecapai 500 gram pada mammae laktasi. Jaringan payudara terletak
diantara jaringan lemak subcutaneous dan fascia pectoralis mayor dan otot-otot
seratus anterior. cabang-cabang kelenjar bening dan pembuluh darah melewati
ruang retromammary diantara permukaan posterior jaringan payudara dan fascia
M.pectoralis mayor; oleh karena itu, tindakan mastectomy total yang benar adalah
dilakukan di bawah fascia M. pectoralis. Dari dermis sampai fascia yang terdalam
terdapat ligamentum Cooper yang memberi rangka untuk payudara. Oleh karena
itu, jika terdapat tumor pada payudara yang melibatkan ligamentum Cooper dapat
menyebabkan penyusutan (penarikan) pada kulit dan retraksi kulit.5
Payudara dewasa normalnya terletak di hemithoraks kanan dan kiri dengan
dasarnya terletak dari kira-kira iga kedua sampai iga keenam. Bagian medial
payudara mencapai pinggir sternum dan di lateral sejajar garis aksilaris anterior.
Payudara meluas ke atas melalui suatu ekor aksila berbentuk piramid. Payudara

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 6


terletak di atas lapisan fascia otot pektoralis mayor pada dua pertiga superomedial
dan otot seratus anterior pada sepertiga lateral bawah. Pada 15% kasus jaringan
payudara meluas ke bawah garis tepi iga dan 2% melewati pinggir anterior otot
latissimus dorsi.4

Gambar 1. Anatomi Mammae


Pengetahuan mengenai lokasi struktur saraf utama pada axilla sangatlah
penting guna mengenal komplikasi dari diseksi pada daerah axilla. Saraf N.
thoracalis berada di sepanjang dinding thorax pada sisi medial dari axilla. Nervus
ini mempersarafi M. serratus anterior dan fiksasi scapula pada dinding dada saat
melakukan ekstensi lengan. Cedera pada N. thoracalis ini dapat menyebabkan
deformitas pada scapula. N. thoracodorsal mempersarafi M. latissimusdorsi.
Cedera pada saraf ini dapat menyebabkan ketidakmampuan lengan untuk
melakukan abduksi dan rotasi eksterna. Di daerah ruang axilla terdapat Nervus
sensoris intercostobrachialis (N. Cutaneous brachialis), dimana cedera pada saraf
ini dapat mengakibatkan mati rasa atau dysesthesia di sepanjang permukaan
medial dan posterior lengan, juga mati rasa pada kulit axilla di sepanjang dinding
dada yang dipersarafinya. Pada diseksi axilla saraf ini sukar disingkirkan sehingga
sering terjadi mati rasa pasca bedah.5

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 7


2.3 EPIDEMOLOGI TUMOR MAMMAE
Jumlah penderita kanker payudara di Amerika Serikat dan beberapa negara
maju lainnya menduduki peringkat pertama. Kasus kanker payudara di Amerika
tercatat hampir 200.000 wanita yang terdiagnosis dan setiap tahunnya terdapat
lebih dari 40.000 meninggal akibat penyakit ini. Data dari (ACS) telah menghitung
bahwa di tahun 2013, terdapat 64.640 kasus kanker payudara. Sekitar 39.620
wanita meninggal dunia setiap tahunnya karena kanker payudara.3
Kejadian kanker payudara di Indonesia saat ini terus meningkat setiap
tahunnya. Berdasarkan data dari RS Kanker Dharmais tahun 2010-2013, jumlah
kasus kanker payudara terus meningkat dari 711 kasus dengan 93 kematian pada
tahun 2010, menjadi 769 kasus dengan 120 kematian pada tahun 2011, dan
meningkat menjadi 809 kasus dengan 130 kematian pada tahun 2012, dan
meningkat lagi 819 kasus dengan 217 pada tahun 2013.6
Insiden kanker di Indonesia masih belum diketahui secara pasti karena
belum ada registrasi kanker berbasis populasi yang dilaksanakan. Berdasarkan
estimasi Globocan, International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun
2012, kanker payudara adalah kanker dengan presentase kasus baru tertinggi
(43,3%) dan presentase kematian tertinggi (12,9%) pada perempuan di dunia.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi kanker payudara
di Indonesia mencapai 0,5 per 1000 perempuan. (Kemenkes RI, 2015).
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Rumah Sakit tahun 2010, kanker payudara
adalah jenis kanker tertinggi pada pasien rawat jalan maupun rawat inap mencapai
12.014 orang (28,7%).6

2.4 ETIOLOGI TUMOR MAMMAE


Dasar patogenesis dari tumor adalah suatu proses yang dinamakan
karsinogenesis. Karsinogenesis terkait dalam proses-proses yang meliputi
menghasilkan sendiri sinyal pertumbuhan, insensivitas terhadap sinyal
penghambat pertumbuhan, menghindari apoptosis, potensi replikasi tanpa batas,
angiogenesis berkelanjutan, kemampuan menginvasi.3,4

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 8


Suatu pertumbuhan yang tak terkontrol dari organ mammae dipengaruhi
oleh faktor genetik dan hormonal. Berbagai faktor yang dapat mencetuskan suatu
pertumbuhan yang berlebihan bahkan yang ganas dari organ mammae adalah:
a. Herediter
Ditemukan 13% tumor mammae terjadi secara herediter pada garis pertama
keturunan, hanya sekitar 1 % yang diakibatkan oleh multifaktor dan mutasi
germline. Sekitar 23 % kanker mammae terjadi secara familial (atau 3% dari
seluruh kanker mammae) hal ini diakibatkan dengan BRCA1 dan BRCA2
probabilitas terjadinya kanker yang berhubungan dengan mutasi gen ini
meningkat jika terjadi pada garis pertama keturunan. Secara herediter, penyebab
terjadinya mutasi multifaktorial dan pada umumnya antara faktor ini saling
mempengaruhi. Perubahan terjadi pada salah satu dari gen dan sekian banyak gen
yang dapat mencetuskan suatu transformasi maligna didukung oleh faktor lain.3,7
Pada kanker mammae ditemukan dua gen yang bertanggung jawab pada dua
pertiga kasus kanker mammae familial atau 5 % secara keseluruhan, yaitu gen
BRCA1 yang berlokasi pada kromosom 17 (17q21) dan gen BRCA2 yang
berlokasi pada kromosom 13q-12-13. Adanya mutasi dan delesi BRCA1 yang
bersifat herediter pada 85 % menyebabkan terjadinya peningkatan resiko untuk
terkena mammae 10 % secara nonherediter dan kanker ovarium. Mutasi dari
BRCA1 menunjukkan perubahan ke arah karsinoma tipe medular, cenderung
‘high grade’, mitotik sangat aktif, pola pertumbuhan dan mempunyai prognosis
yang buruk. Gen BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q melibatkan 70 %
untuk terjadinya kanker mammae secara herediter dan bukan merupakan mutasi
sekunder dari BRCA1. Seperti halnya BRCA1, BRCA2 juga dapat menyebabkan
terjadinya kanker ovarium dan pada pria dapat meningkat resiko terjadinya pada
kanker mammae.3
b. Mutasi Sporadik
Secara mayoritas keadaan mutasi sporadik berhubungan dengan paparan
hormon, jenis kelamin, usia menarche dan menopause, usia reproduktif, riwayat
menyusui dan estrogen eksogen. Keadaan kanker seperti yang dijumpai pada
wanita postmenopause dan overekspresi estrogen reseptor. Estrogen sendiri
mempunyai dua kemampuan untuk berkembang menjadi kanker mammae.

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 9


Metabolit estrogen pada penyebab mutasi atau menyebabkan perusakan DNA-
radikal bebas. Melalui aktivitas hormonal, estrogen dapat menyebabkan
proliferasi lesi premaligna menjadi suatu maligna. Sifat bergantung hormon ini
berkaitan dengan adanya estrogen, progesterone dan reseptor hormon steroid lain
ini di sel mammae. Pada neoplasma yang memiliki reseptor ini terapi hormon
(antiestrogen) dapat memperlambat pertumbuhannya dan menyebabkan regresi
tumor.4,9
c. Mutasi Germline
Faktor genetik ditunjukkan dengan kecendrungan familial yang kuat. Tidak
adanya pola pewarisan menunjukkan bahwa insiden familial dapat disebabkan
oleh kerja banyak gen atau oleh faktor lingkungan serupa yang bekerja pada
anggota keluarga yang sama. Pada penderita sindroma Li-Fraumeni terjadi mutasi
dari tumor suppressor gen p53. Keadaan ini dapat menyebabkan keganasan pada
otak dan kelenjer adrenal pada anak-anak dan kanker mammae pada orang
dewasa. Ditemukan sekitar 1 % mutasi p53 pada penderita kanker mammae yang
dideteksi pada usia sebelum 40 tahun.3
d. HER2/neu
HER2/neu (c-erbB-2) merupakan suatu onkogen yang meng-encode
glikoprotein transmembran melalui aktivitas tirosin kinase, yaitu p185.
Overekspresi HER2/neu dapat dideteksi melalui pemeriksaaan imunohistokimia,
FISH (‘Fluorencence In Situ Hybridization’) dan CISH (‘Chromogenic In Situ
Hybridization’). Suatu kromosom penanda (1q+) telah dilaporkan dan
peningkatan ekspresi onkogen HER2/neu telah dideteksi pada beberapa kasus.
Adanya onkogen HER2/neu yang mengalami amplikasi pada sel-sel mammae
berhubungan dengan prognosis yang buruk.3
e. Virus
Diduga menyebabkan kanker mammae. Faktor susu Bittner adalah suatu
virus yang menyebabkan kanker mammae pada tikus yang ditularkan melalui air
susu. Antigen yang serupa dengan yang terdapat pada virus tumor mammae tikus
telah ditemukan pada beberapa kasus kanker mammae pada manusia tetapi
maknanya tidak jelas.5

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 10


Faktor risiko terjadinya tumor mammae bermacam-macam, diantaranya
adalah:
a. Usia
Sekitar 60% kanker payudara terjadi pada usia diatas 60 tahun. Risiko
terbesar ditemukan pada wanita berusia diatas 75 tahun.
b. Pernah menderita kanker payudara
Harvey dan Brinton mengemukakan wanita dengan riwayat Ca mammae
primer mempunyai resiko 3 sampai 4 kali lebih besar untuk timbulnya Ca
mammae kontralateral. Resiko timbulnya Ca mammae primer kedua pada
mammae kontralateral meninggi pada wanita yang mempunyai riwayat penyakit
yang sama dalam keluarga. Wanita yang pernah menderita kanker in situ atau
kanker invasif memiliki risiko tertinggi untuk menderita kanker payudara. Setelah
payudara yang terkena diangkat, maka risiko terjadinya kanker pada payudara
yang sehat meningkat sebesar 0,5-1%/tahun.2
c. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara.
Wanita yang ibu, saudara perempuan atau anaknya menderita kanker,
memiliki risiko 3 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara.3
d. Hormonal
WHO menyatakan bahwa tidak terdapat peningkatan maupun penurunan
insidens Ca mammae yang berhubungan dengan penggunaan kotrasepsi injeksi
seperti depot-medroxyprogesterone acetate (DMPA). Berdasarkan beberapa
penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa penggunaan esterogen sebagai terapi
penganti hormon (Hormone Replacement Therapy = HRT) pada wanita
perimenopause dan post menopause sedikit meningkatkan resiko Ca mammae.
Resiko meningkat jika pada wanita yang menerima Estrogen Hormon
Replacement Therapy tersebut sebelumnya pernah menderita kelainan benigna
pada mammae-nya.3
e. Faktor diet
The Committee on Diet, Nutrition, and Cancer of The National Academy of
Sciences menyimpulkan adanya hubungan sebab akibat antara makanan berlemak
dan insiden dari Ca mammae. Makanan yang berlemak tinggi dapat meningkatkan
resiko Ca mammae dua kali lipat.3

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 11


f. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker
Risiko menderita kanker payudara agak lebih tinggi pada wanita yang
pernah menderita penyakit payudara non-kanker yang menyebabkan
bertambahnya jumlah saluran air susu dan terjadinya kelainan struktur jaringan
payudara (hiperplasia atipik).3
g. Menarche (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun
Semakin dini menarche, semakin besar risiko menderita kanker payudara.
Risiko menderita kanker payudara 2-4 kali lebih besar pada wanita yang
mengalami menarche sebelum usia 12 tahun.3
h. Menyusui dan Menopause
Dahulu dikatakan bahwa wanita yang menyusui untuk waktu lama (lebih
dari 6 bulan selama hidupnya) mempunyai resiko yang lebih rendah untuk
menderita Ca mammae dibandingkan wanita yang tidak menyusui. Namun saat ini
pendapat itu tidak lagi disetujui. Untuk wanita yang mengalami menopause pada
usia diatas 55 tahun, resiko timbulnya Ca mammae 2 kali lebih besar dibandingkan
dengan mereka yang mulai menopause sebelum usia 45 tahun. Induksi menopause
buatan dapat menurunkan resiko Ca mammae, misalnya pada wanita-wanita yang
mengalami oophorectomy (pengangkatan ovarium) pada usia kurang dari 35
tahun.3,10
i. Obesitas
Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan.
Beberapa penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara
kemungkinan karena tingginya kadar estrogen pada wanita yang obesitas.
Penelitian membuktikan bahwa resiko Ca mammae mempunyai hubungan
langsung dengan berat badan. Resiko untuk Ca mammae pada wanita obese 1,5
sampai 2 kali lebih tinggi daripada wanita tidak obesitas.3
j. Radiasi
Wanita yang tetap hidup setelah pemboman Hirosima dan Nagasaki dan
pernah menjalani pengobatan dengan radiasi dosis tinggi untuk akut postpartum
mastitis, dan yang pernah menjalani pemeriksaan fluoroscopy thorax untuk
pengobatan TBC paru, mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita Ca

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 12


mammae. Exposure multiple dengan dosis yang relative kecil beresiko sama
dengan exposure tunggal dosis besar.4,8
k. Paritas dan Fertilitas
Wanita yang infertil dan nullipara mempunyai kemungkinan 30-70 % lebih
tinggi untuk menderita Ca mammae dibandingkan dengan multipara. Wanita yang
pernah hamil dan melahirkan pada usia 18 tahun mempunyai resiko Ca mammae
sekitar 1/3 kali dibandingkan dengan wanita yang hamil untuk pertama kalinya
pada usia diatas 35 tahun. Hal ini berhubungan dengan adanya rangsangan secara
terus menerus oleh esterogen dan kurangnya konsentrasi progesterone dalam
darah, akan tetapi wanita yang hamil dan melahirkan untuk pertama kalinya pada
usia diatas 30 tahun mempunyai resiko menderita Ca mammae lebih tinggi
dibandingkan nullipara.3

Gambar 2. Kuadran mammae

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 13


2.5 KLASIFIKASI TUMOR MAMMAE
2.5.1 Tumor Jinak
a. Kista
Kista mammae biasanya ditemukan pada usia dekade kelima, dan
menurun setelah wanita melewati menopause. Etiologi pastinya belum jelas,
kemungkinan akibat perubahan hormonal. Kista payudara ini tampaknya
berasal dari destruksi dan dilatasi lobulus dan duktus terminalis payudara. Kista
dapat tunggal atau multiple, unilateral atau bilateral dan biasanya nyeri jika di
palpasi. Kista teraba sebagai massa yang berbatas tegas, mobile dan berisi
cairan. Massa kista dapat dipastikan dengan aspirasi dan USG. Kista biasanya
berisi cairan keruh dan debris. Cairan kista yang tampak hemoragik atau kista
yang rekuren harus diperiksa sitologinya. Perkembangan keganasan dari kista
payudara sangat jarang yaitu hanya 0,1%. Pembedahan membuang kista
dilakukan jika aspirasi kista mencurigakan atau kista rekuren walaupun sudah
diaspirasi.4,10
Jika gambaran kista dapat diduga melalui pemeriksaan klinis ataupun
gambaran sonografi, maka FNA merupakan tindakan diagnostik dan terapi.
Kista dapat diklasifikasikan sebagai simplex dan komplex berdasarkan
gamabran sonografinya. Kista simplex berupa struktur bulat, berbatas tegas,
berdinding halus yang hipoechoic, tanpa internal echo. Kista komplex memiliki
septasi sentral, batas yang tidak tegas, atau internal echo. Kista asimptomatik,
simpleks ditemukan secara insidentil saat evaluasi. Kista simplex yang besar,
nyeri dan gambaran radologis yang tidak jelas harus diaspirasi. Kista komplex
harus diaspirasi untuk mengkonfirmasi diagnosis. Area abnormal harus
diidentifikasi dengan jelas jika sewaktu-waktu biopsi eksisional diperlukan
setelah aspirasi kista. Indikasi untuk biopsi eksisi setelah aspirasi kista bila
ditemukan cairan kemerahan yang banyak, residual massa post ispirasi, atau
reakumulasi kista pada tempat yang sama setelah 2-3 kali aspirasi. Sehingga,
pemeriksaan lanjuttan harus dilakukan 4-6 minggu post aspirasi. Analisis
sitologi pada cairan jernih berwarna kemerahan tidak diperlukan; namun jika
penampakan cairan tidak biasa, hars dilakukan analisis sitologi.3

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 14


b. Fibroadenoma
Fibroadenoma merupakan tumor yang biasa terjadi pada populasi wanita.
Biasa terjadi pada wanita berumur 20-30 tahun. Teraba sebagai massa kenyal,
lobulasi, berbatas tegas, sangat mobile. Pada wanita postmenopausal,
fibroadenoma dapat berinvolusi, hyalinisasi atau mengkalsifikasi dan pada
mamografi kalsifikasinya tebal atau gambaran seperti popcorn. Fibrodenoma
biasanya tumbuh dengan diamater 1-2 cm dan stabil, walaupun dapat
berkembang lebih besar. Fibroadenoma kecil (1 cm atau kurang) dianggap
normal, walaupun fibroadenoma yang lebih besar (hingga 3 cm) dianggap
kelainan (disorder) dan giant fibroadenoma (lebih dari 3 cm) dianggap penyakit
(disease).4
Fibroadenoma teraba sebagai benjolan bulat atau berbenjol dengan simpai
licin, bebas digerakkan dan konsistensinya kenyal padat. Tumor ini tidak
melekat ke jaringan sekitarnya dan amat mudah digerakkan kesana kemari.
Biasanya fibroadenoma tidak nyeri, tetapi kadang terasa nyeri. Kadang
fibroadenoma mammae tumbuh multiple. Pada masa remaja, fibroadenoma
mammae dapat dijumpai dalam ukuran yang besar. Fibroadenoma mammae
dapat sangat cepat tumbuh, kadang tumbuh banyak dan berpotensi kambuh saat
esterogen meninggi. Fibrodenoma mammae harus di eksisi karena tumor jinak
ini akan terus membesar.4,9

c. Fibrokistik
Fibrokistik digambarkan sebagai variasi dari morfologi payudara yang
berespon terhadap perubahan fisiologis pada jaringan payudara. Biasanya gejala
timbul sebelum menopause. Gejala dapat menetap jika wanita diberikan terapi
hormon pada periode postmenopause.2
Kelainan fibrokistik dapat timbul pada berbagai usia, terjadi akibat
ketidak seimbangan hormonal, dan terkait dengan proses penuaan alami. Gejala
yang biasanya membuat pasien pergi ke dokter adalah bengkak, adanya
benjolan yang kadang nyeri disentuh, adanya pergeseran sebelum periode haid,
sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Gambaran fibrokistik antara lain
adenosis, epiteliosis, fibrosis stroma, kista multiple yang disertai fibrosis,

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 15


hingga metaplasia dan hiperplasia epitelial. Pada mammografi jaringan
payudara tampak memadat tanpa adanya kelainan lain.4

d. Sklerosing Adenosis
Sklerosing adenosis adalah proliferasi jinak baik jaringan stromal
(sclerosis) berhubungan dengan peningkatan ductules terminalis yang kecil
(adenosis). Biasanya merupakan komponen fibrocystic disease dan
bermanifestasi sebagai mikrokalsifikasi yang ditemukan saat screening
mammogram. Stereotactic core atau wire localization biopsy adalah diagnosis
pastinya. Terapi lebih jauh dilakukan bila lesi ini ditemukan sebagai etiologi
mikrokalsifikasi saat biopsy.4

e. Nekrosis Lemak
Nekrosis lemak adalah inflamasi jinak non supuratif yang sering terjadi
akibat trauma atau iatrogenik payudara. Karena bukan kelainan epithelial,
maka tidak mempunyai potensiasi menjadi ganas. Nekrosis lemak muncul
sebagai massa atau densitas mamografi dengan distorsi jaringan sekeliling
sekunder disebabkan oleh inflamasi kronis, sehingga menstimulasi Ca. Dapat
diikuti episode trauma, intervensi bedah atau pendulous breast. Biasanya
dibiopsi untuk membedakan dengan Ca.4

f. Papilloma Intraduktus
Solitary intraductal papilloma adalah lesi papillary breast. Biasanya
terjadi pada wanita usia 35-55 tahun, sebagai lesi tunggal, pada ductus
subareolar, dan bermanifestasi sebagai bloody nipple discharge. Papiloma
intraductal pada ductus perifer muncul sebagai massa yang teraba atau dalam
mamografi.4
Tabel 1. ANDI Classification Of Benign Breast Disorder
Normal  Disorder  Disease
Early Lobular Fibroadenoma. Giant fibroadenoma.
reproductive development. Gigantomastia.
years (15-25 Stromal Adolescent
tahun development. hypertrophy. Subareolar abscess.
Nipple eversion. Nipple eversion. Mammary duct

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 16


fistula.
Later Cyclical changes Cyclical Incapacitating
reproductive of menstruation. mastalgia. mastalgia.
years (25-40 Epithelial
tahun) hyperplasia of Nodularity.
pregnancy. Bloody nipple
discharge.
Involution age Lobular Macrocytes.
(35-55 tahun) involution. Sclerosing lesions.
Duct involution Duct ectasis. Periductal mastitis.
- Dilation Nipple retraction.
- Sclerosis Epithelial Epithelial
Epithelial hyperplasia hyperplasia with
turnover atypia.

2.5.2 Tumor Ganas


a. Patogenesis Tumor Ganas Payudara
Tumorigenesis kanker payudara merupakan proses multitahap, tiap
tahapnya berkaitan dengan satu mutasi tertentu atau lebih di gen reguator minor
atau mayor. Terdapat dua jenis sel utama pada payudara orang dewasa, sel
mioepitel dan sel sekretorik lumen.4
Secara klinis dan histopatologi, terjadi beragam tahap morfologis dalam
perjalanan menuju keganasan. Hiperplasia duktal, ditandai oleh proliferasi sel-
sel epitel poliklonal yang tersebar tidak rata yang pola kromatin dan bentuk
intinya saling bertumpang tindih dan lumen duktus yang tidak teratur, sering
menjadi tanda awal kecenderungan keganasan. Sel-sel diatas relatif memiliki
sedikit sitoplasma dan batas selnya tidak tegas dan secara sitologi jinak. Setelah
hiperplasia atipi, tahap berikutnya adalah timbulnya karsinoma in situ, baik
karsinoma duktal maupun lobular. Karsinoma in situ lobular biasanya
menyebar ke seluruh jaringan payudara (bahkan bilateral) dan biasanya teraba
dan tidak terlihat pada pencitraan. Setelah sel tumor menembus membran basal,
dan menginvasi stroma, tumor menjadi invasif, dapat menyebar secara
hematogen, dan limfogen sehingga menimbulkan metastasis.4
b. Histopatologi Tumor Ganas
 Carcinoma In Situ
 Lobular Carcinoma In Situ (LCIS)

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 17


Lobular Carcinoma In Situ (LCIS) berasal dari ductus lobular terminal
dan hanya berkembang pada payudara wanita. LCIS dikarakteristik dengan
distensi dan distorsi ductus lobular terminal oleh sel kanker, dimana
membesar namun dengan ratio nucleus dan sitoplasma yang normal.
Gambaran mikroskopis dan makroskopis Ca lobularis invasif sering tidak
dapat dibedakan dengan adenocarcinoma konvensional, variable prognosis
dan survival rate-nya juga hampir sama. Insidensi Ca lobularis belum pasti.
Diduga Ca lobularis in situ merupakan 3 % dari seluruh tumor mammae,
sedangkan jenis infiltratif-nya merupakan 10 % dari semua Ca mammae.4
 Ductal Carcinoma In Situ (DCIS)
Secara histologis, DCIS dikarakteristik sebagai proliferasi epitel,
menghasilkan pertumbuhan papilla dari ductus lumina. Pada awal
perkembangan, sel kanker tidak menunjukkan pleomorphism, mitosis, atau
atipia, yang memungkinkan sulitnya membedakan antara DCIS dengan
hiperplasia jinak mammae. Sel-sel mempunyai sifat mikroskopik keganasan,
tetapi tidak menginvasi membrane basalis epitel duktus. Jika dibiarkan
tanpa diterapi, selalu timbul adenokarsinoma invasive, walaupun waktu
untuk perkembangan neoplasma invasive itu bias diukur dalam tahun atau
dasawarsa.4
 Carcinoma Mammae Invasive
Secara umum kanker memiliki prognosis yang buruk. Foote dan Stewart
membagi klasifikasi carcinoma mammae invasive, yaitu:
 Paget’s disease of the nipple
 Invasive ductal carsinoma
 Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex,
NST)
 Medullary carsinoma 4%
 Mucinous (Colloid) carsinoma 2%
 Papillary carsinoma 2%
 Tubular carsinoma 2%
 Invasive Lobular Carsinoma 10%
 Rare cancers (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 18


Tabel 2. Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan TNM
system dari UICC/AJCC tahun 2002 adalah sebagai berikut :
T = ukuran tumor primer
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak terdapat tumor primer
Tis Karsinoma in situ
Tis(DCIS) : Ductal carcinoma in situ
Tis (LCIS) : Lobular carcinoma in situ
Tis (Paget) : Penyakit Paget pada puting tanpa adanya tumor
T1 Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2 cm atau kurang
T1mic Adanya mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang
T1a : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm
T1b : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm sampai 1 cm.
T1c : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm
T2 Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya lebih dari 2 cm sampai 5 cm
T3 Tumor dengan ukuran diameter terbesar lebih dari 5 cm.
T4 Ukuran tumor berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding dada atau
kulit
T4a : Ekstensi ke dinding dada (tidak termasuk otot pektoralis)
T4b : Edema ( termasuk peau d'orange ), ulserasi, nodul satelit
pada kulit yang terbatas pada 1 payudara
T4c : Mencakup kedua hal diatas
T4d : Mastitis karsinomatosa

N = Kelenjar getah bening regional


Nx Kgb regional tidak bisa dinilai ( telah diangkat sebelumnya )
N0 Tidak terdapat metastasis kgb.
N1 Metastasis ke kgb aksila ipsilateral yang mobil
N2 Metastasis ke kgb aksila ipsilateral terfiksir, berkonglomerasi, atau adanya
pembesaran kgb mamaria interna ipsilateral ( klinis* ) tanpa adanya
metastasis ke kgb aksila
N2a : Metastasis pada kgb aksila terfiksir atau berkonglomerasi atau
melekat ke struktur lain
N2b : Metastasis hanya pada kgb mamaria interna ipsilateral secara
klinis * dan tidak terdapat metastasis pada kgb aksila
N3 Metastasis pada kgb infraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa
metastasis kgb aksila atau klinis terdapat metastasis pada kgb mamaria
interna ipsilateral klinis dan metastasis pada kgb aksila ; atau metastasis
pada kgb supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada kgb
aksila / mamaria interna
N3a : Metastasis ke kgb infraklavikular ipsilateral.
N3b : Metastasis ke kgb mamaria interna dan kgb aksila
N3c : Metastasis ke kgb supraklavikula

M : metastasis jauh

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 19


Mx Metastasis jauh belum dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
Stadium Tis N0 M0
0
Stadium T1 N0 M0
1
T0 N1 M0
Stadium
T1 N1 M0
IIA
T2 N0 M0
Stadium T2 N1 M0
IIB T3 N0 M0
T0 N2 M0
T1 N2 M0
Stadium
T2 N2 M0
IIIA
T3 N1 M0
T3 N2 M0
T4 N0 M0
Stadium
T4 N1 M0
IIIB
T4 N2 M0
Stadium Tiap T N3 M0
IIIC
Stadium Tiap T Tiap N M1
IV

2.6 MANIFESTASI KLINIS TUMOR MAMMAE


a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya.
 Benjolan
 Kecepatan tumbuh
 Rasa sakit
 Nipple discharge
 Nipple retraksi dan sejak kapan
 Krusta pada areola
 Kelainan kulit: dimpling, peau d’orange, ulserasi, venektasi
 Perubahan warna kulit
 Benjolan ketiak
 Edema lengan

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 20


b. Keluhan ditempat lain berhubungan dengan metastasis, al :
 Nyeri tulang (vertebra, femur)
 Rasa penuh di ulu hati
 Batuk
 Sesak
 Sakit kepala hebat, dll

2.7 PEMERIKSAAN FISIK TUMOR MAMMAE


Untuk mendiagnosis adanya tumor payudara dibutuhkan anamnesis
mengenai benjolan pada payudara, riwayat reproduksi dan ginekologi. Pada
pemeriksaan fisik yang dapat dinilai yaitu:
2.7.1 Inspeksi Mammae
Ahli bedah akan melakukan inspeksi pada payudara wanita. Simetri, ukuran
dan bentuk payudara dinilai, adanya edema (peau d’orange), retraksi papilla
mammae, eritema, edema, eksem pada puting susu, ulserasi (satelit tumor di kulit),
Nodul pada axila. Pada inspeksi juga dapat dilihat dilatasi pembuluh-pembuluh
balik di bawah kulit akibat pembesaran tumor jinak atau ganas dibawah kulit.4

Gambar 3. Pemeriksaan Payudara Sendiri


2.7.2 Palpasi
Sebagai bagian dari pemeriksaan fisik, payudara dipalpasi secara hati-
hati. Pemeriksaan pasien dalam posisi berbaring merupakan posisi yang terbaik.
Ahli bedah akan melakukan palpasi secara lembut dari sisi ipsilateral, memeriksa

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 21


seluruh kuadran payudara dari sternum bagian lateral sampai m. Latissimus dorsi,
dan dari clavicula inferior sampai rectus bagian atas. Secara sistematis mencari
pembesaran KGB.4

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG TUMOR MAMMAE


2.8.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pada penyakit yang terlokalisasi tidak didapatkan kelainan hasil pemeriksaan
laboratorium. Kenaikan kadar alkali fosfatase serum dapat menujukkan adanya
metastasis pada hepar. Pada keganasan yang lanjut dapat terjadi hiperkalemia.
Pemeriksaan laboratorium lain meliputi:
 Kadar CEA (Carcino Embryonic Antigen)
 MCA (Mucinoid-like Carcino Antigen)
 CA 15-3 (Carbohydrat Antigen), Antigen dari globulus lemak susu
 BRCA1 pada kromosom 17q (tahun 1990 oleh Mary Claire King-
didukung ole The Breast Cancer Linkage Consortium) dari BRCA2 dari
kromosom 13 (tahun 1994 oleh Michael Stratton dan college-Sutton,
dipetakan secara lengkap tahun 1996)
 Gen AM (ataxia-telangiectasia) : ditemukan gen ini pada pasien bias
sebagai predisposisi timbulnya Ca mammae
2.8.2 Pemeriksaan Radiologi
 X-foto thorax dapat membantu mengetahui adanya keganasan dan
mendeteksi adanya metastase ke paru-paru
 Mammografi
Dapat membantu menegakkan diagnosis apakah lesi tersebut ganas atau
tidak. Dengan mammografi dapat melihat massa yang kecil sekalipun yang
secara palpasi tidak teraba, jadi sangat baik untuk diagnosis dini dan
screening. Adanya proses keganasan akan memberikan tanda-tanda primer
dan sekunder. Tanda primer berupa fibrosis reaktif, comet sign, adanya
perbedaan yang nyata ukuran klinik dan rontgenologis dan adanya
mikrokalsifikasi. Tanda sekunder berupa retraksi, penebalan kulit,
bertambahnya vascularisasi, perubahan posisi papilla dan areola, adanya
bridge of tumor, keadaan daerah tunika dan jaringan fibroglanduler tidak

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 22


teratur, infiltrasi jaringan lunak belakang mammae dan adanya metastasis
ke kelenjar.3

 USG (Ultrasonografi)
Dengan USG selain dapat membedakan tumor padat atau kistik, juga dapat
membantu untuk membedakan suatu tumor jinak atau ganas. Ca mammae
yang klasik pada USG akan tampak gambaran suatu lesi padat, batas
ireguler, tekstur tidak homogen. Posterior dari tumor ganas mammae
terdapat suatu Shadowing. Selain itu USG juga dapat membantu staging
tumor ganas mammae dengan mencari dan mendeteksi penyebaran lokal
(infiltrasi) atau metastasis ke tempat lain, antara lain ke KGB regional atau
ke organ lainnya (misalnya hepar).3
2.8.2 Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
FNAB dilanjutkan dengan FNAC (Fine Needle Aspiration Cytology)
merupakan teknik pmeriksaan sitologi dimana bahan pemeriksaan diperoleh
dari hasil punksi jarum terhadap lesi dengan maupun tanpa guiding USG.
FNAB sekarang lebih banyak digunakan dibandingkan dengan cutting needle
biopsy karena cara ini lebih tidak nyeri, kurang traumatic, tidak menimbulkan
hematoma dan lebih cepat menghasilkan diagnosis. Cara pemeriksaan ini
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, namun tidak dapat
memastikan tidak adanya keganasan. Hasil negatif pada pemeriksaan ini dapat
berarti bahwa jarum biopsi tidak mengenai daerah keganasan sehingga biopsy
eksisi tetap diperlukan untuk konfirmasi hasil negative tersebut.3

2.9 TATALAKSANA TUMOR MAMMAE


2.9.1 Terapi untuk Kelainan dan Penyakit Mammae Jinak
Kista: investigasi awal dari massa yang terpalpasi adalah biopsi jarum, yang
dapat mendiagnosis kista sejak awal. Sebuah 21-gauge needle dengan syringe 10
mL ditusukkan secara langsung ke massa, yang difiksasi dengan tangan yang tidak
dominant. Volume dari kista tipikal adalah 5-10 mL, tapi dapat mencapai 75 mL
atau lebih. Jika cairan yang teraspirasi tidak mengandung darah, makan dilakukan
aspirasi hingga kering, lalu jarum ditarik, lalu dilakukan pemeriksaan sitologi.
Setelah aspirasi, mammae dipalpasi lagi untuk menentukan adanya massa residual.

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 23


Jika ada, dilakukan USG untuk menyingkirkan adanya kista persisten, dan dapat
dilakukan reaspirasi. Bila masa solid, dilakukan pengambilang spesimen jaringan.
Bila pada aspirasi ditemukan darah, makan diambil 2 mL untuk dilakukan
pemeriksaan sitologi. Massa kemudian dilihat dengan USG dan adanya area solid
pada dinding kista dilakukan biopsi jarum. Adanya darah biasanya dapat terlihat
jelas, tetapi kista dengan cairan yang gelap perlu dilakukan occult blood test atau
pemeriksaan mikroskopis untuk memastikan. Dua aturan kardinal dari aspirasi
kista yang aman, yaitu (1) massa harus hilang secara komplit setelah aspirasi, (2)
cairan harusnya tidak mengandung darah. Jika salah satu dari ketentuan tersebut
tidak ditemukan, makan USG, biopsi jarum, dan mungkin biopsi eksisi
direkomendasikan.2
Fibroadenoma: pengangkatan seluruh fibroadenoma telah dianjurkan
terlepas dari usia pasien atau pertimbangan lainnya, fibroadenoma soliter pada
wanita muda biasanya diangkat untuk menghilangkan kecemasan pasien.
Walaupun begitu, kebanyakan fibroadenoma bersifat self-limitting dan banyak
yang tidak terdiagnosis, sehingga pendekatan konservatif lebih digunakan.
Pemeriksaan USG dan core-needle biopsy dapat memberikan diagnosis yang
akurat. Kemudian, pasien dijelaskan mengenai hasil biopsi, dan eksisi
fibroadenoma dapat dihindari.4
Sclerosing disorder: klinis dari sclerosing adenosis mirip dengan carcinoma.
Oleh karena itu kelainan ini dapat disalahartikan sebagai carcinoma pada
pemeriksaan fisik, mammography, dan pemeriksaan patologi makroskopis. Biopsi
eksisi dan pemeriksaan histology seringkali diperlukan untuk menyingkirikan
diagnosis carcinoma.2
Periductal mastitis: massa yang nyeri dibelakang areola mammae diaspirasi
dengan 21-gauge needle yang melekat ke syringe 10 mL. Adanya cairan yang
terambil dilakukan pemeriksaan sitologi dan untuk kultur digunaka medium
transport yang sesuai untuk deteksi bakteri anaerob. Pasien diberi antibiotik mulai
dari Metronidazol dan Dicloxacillin sambil menunggu hasil kultur. Kebanyakan
kasus berrespon dengan baik, tetapi bila ditemukan pus, maka tindakan operatif
harus dilakukan. Abses subareolar biasanya unilocular dan sering mengenai satu
sistem duktus. USG preoperative dapat membantu menentukan daerah

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 24


perluasannya. Ahli bedah dapat mengambil tindakan simple drainage (ada risiko
problem berulang lagi) atau pembedahan definitive. Pada wanita child-bearing
age, simple drainage lebih dipilih, tetapi bila ada infeksi anaerob, infeksi berulang
sering terjadi. Abses berulang dengan fistula merupakan masalah yang sulit dan
diterapi dengan fistulectomy atau major duct excision (tergantung keadaan). Bila
abses periareolar yang terlokalisasi berulang pada daerah yang sama dan terbentuk
fistula, tindakan yang lebih dipilih adalah fistulectomy. Di lain pihak, bila
subareolar sepsis difus, lebih dari 1 segmen atau lebih dari 1 fistula, makan total
duct excision lebih dipilih. Terapi antibiotik bermanfaat untuk infeksi berulang
setalh eksisi fistulasi, dan dikonsumsi 2-4 minggu direkomendasikan sebelum total
duct excision.4
Nipple inversion: lebih banyak wanita yang meminta koreksi dari congenital
nipple inversion daripada nipple inversion sekunder dari duct ectasia. Walaupun
biasanya hasilnya memuaskan, wanita yang melakukannya untuk alasan kosmetik
harus selalu diberitahukan mengenai komplikasi operasi yaitu perubahan sensasi
puting, nekrosis puting, dan fibrosis postoperative dengan retraksi puting. Oleh
karena nipple inversion disebabkan oleh pemendekan duktus subareolar,
pemisahan komplit dari duktus-duktus ini cukup untuk memberikan koreksi
permanen dari kelainan ini.2

2.9.2 Terapi untuk carcinoma mammae

Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif.
Pengobatan pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya
bersifat adjuvant. Untuk stadium I dan II pengobatannya adalah radikal
mastectomy atau modified radikal mastectomy dengan atau tanpa radiasi dan
sitostatika adjuvant.4

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 25


Gambar 4. Macam-macam operasi carcinoma mammae

Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi dan


sitostatika adjuvant. Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu
terutama untuk mengurangi penderitaan dan memperbaiki kualitas hidup. Untuk
stadium IIIb atau yang dinamakan locally advanced pengobatan utama adalah
radiasi dan dapat diikuti oleh modalitas lain yaitu hormonal terapi dan sitostatika.
Stadium IV pengobatan primer adalah yang bersifat sistemik yaitu hormonal dan
khemoterapi.4
A. Modified radical mastectomy
Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada
payudara yang kecil), kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi
radiasi merupakan indikasi dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical
Operation) Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang
biasa digunakan oleh para ahli bedah.4

 Prosedur Patey dan modifikasi dari Scanlon


M. pectoralis mayor tetap dipertahankan sedangkan M. pectoralis minor
dan kelenjar limfe level I, II dan III pada axilla diangkat. Scanlon
memodifikasi prosedur Patey dengan memisahkan tetapi tidak mengangkat
M. pectoralis minor, sehingga kelenjar limfe apical (level III) dapat
diangkat dan saraf pectoral lateral dari otot mayor dipertahankan.

 Prosedur yang dibuat oleh Auchincloss


Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau
memisahkan M. Pectoralis minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan
komplit dari kelenjar limfe paling atas, Auchincloss menerangkan bahwa

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 26


hanya 2 % dari pasien yang memperoleh manfaat dengan adanya
pengangkatan kelenjar limfe sampai level tertinggi. Ini yang membuat
prosedur Auchincloss menjadi prosedur yang paling populer untuk Ca
mammae di Amerika Serikat.

B. Total Mastectomy
Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang
mencakup operasi pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia
pectoralis. Total mastectomy tidak mencakup diseksi axilla dan sering
dikombinasi dengan terapi radiasi post operasi. Prosedur ini didasarkan pada teori
bahwa KGB merupakan sumber suatu barrier terhadap sel-sel Ca mammae dan
seharusnya tidak diangkat, juga ada alasan bahwa terapi radiasi akan dapat
menahan penyebaran sel-sel ganas sebagai akibat trauma operasi.4

C. Segmental Mastectomy
Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara:

 Eksisi terbatas hanya mengangkat seluruh tumornya saja. Cara ini tidak
dianjurkan untuk Ca mammae
 Eksisi seluruh tumor beserta jaringan mammae yang melekat pada tumor
untuk meyakinkan batas jaringan bebas tumor.
 Eksisi seluruh tumor beserta seluruh quadrant mammae yang mengandung
tumor dan kulit yang menutupinya (quadranectomy).
Sebagian besar ahli bedah membatasi segmental mastectomy pada pasien-
pasien degan tumor yang kecil (<4cm atau dalam beberapa kasus <2 cm).
Mastectomy segmental harus dilanjutkan dengan terapi radiasi karena tanpa
radiasi resiko kekambuhannya tinggi2

D. Hormonal terapi
Sekitar 30-40 % Ca mammae adalah hormon dependen. Hormonal terapi
adalah terapi utama pada stadium IV disamping khemoterapi. Untuk wanita
premenopause terapi hormonal berupa terapi ablasi yaitu bilateral
oophorectomy. Untuk post menopause terapinya berupa pemberian obat anti
esterogen, dan untuk 1-5 tahun menopause jenis terapi tergantung dari aktivitas

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 27


efek esterogen. Efek esterogen positif dilakukan terapi ablasi, efek esterogen
negative dilakukan pemberian obat-obatan anti esterogen.2

E. Chemoterapy
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan
pada Ca mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan
pada Ca mammae yang sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant.
Biasanya diberikan kombinasi CMF (Cyclophosphamide, Methotrexate,
Fluorouracil).2

Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan segera setelah


pembedahan dan dilanjutkan selama beberapa bulan atau tahun. Pengobatan
ini menunda kembalinya kanker dan memperpanjang angka harapan hidup
penderita. Pemberian beberapa jenis kemoterapi lebih efektif dibandingkan
dengan kemoterapi tunggal. Tetapi tanpa pembedahan maupun penyinaran,
obat-obat tersebut tidak dapat menyembuhkan kanker payudara.4

Efek samping dari kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka terbuka
di mulut yang menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut yang sifatnya
sementara. Pada saat ini muntah relatif jarang terjadi karena adanya obat
ondansetron. Tanpa ondansetron, penderita akan muntah sebanyak 1-6 kali
selama 1-3 hari setelah kemoterapi. Berat dan lamanya muntah bervariasi,
tergantung kepada jenis kemoterapi yang digunakan dan penderita. Selama
beberapa bulan, penderita juga menjadi lebih peka terhadap infeksi dan
perdarahan. Tetapi pada akhirnya efek samping tersebut akan menghilang.4

Tamoxifen adalah obat penghambat hormon yang bisa diberikan sebagai


terapi lanjutan setelah pembedahan. Tamoxifen secara kimia berhubungan
dengan estrogen dan memiliki beberapa efek yang sama dengan terapisulih
hormon (misalnya mengurangi risiko terjadinya osteoporosis dan penyakit
jantung serta meningkatkan risiko terjadinya kanker rahim). Tetapi tamoxifen
tidak mengurangi hot flashes ataupun merubah kekeringan vagina akibat
menopause.4

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 28


Obat penghambat hormon lebih sering diberikan kepada:

 Kanker yang didukung oleh estrogen


 Penderita yang tidak menunjukkan tanda-tanda kanker selama lebih dari
2 tahun setelah terdiagnosis
 Kanker yang tidak terlalu mengancam jiwa penderita.
 Obat tersebut sangat efektif jika diberikan kepada penderita yang
berusia 40 tahun dan masih mengalami menstruasi serta menghasilkan
estrogen dalam jumlah besar atau kepada penderita yang 5 tahun lalu
mengalami menopause. Tamoxifen memiliki sedikit efek samping
sehngga merupakan obat pilihan pertama. Selain itu, untuk
menghentikan pembentukan estrogen bisa dilakukan pembedahan untuk
mengangkat ovarium (indung telur) atau terapi penyinaran untuk
menghancurkan ovarium.
Jika kanker mulai menyebar kembali berbulan-bulan atau bertahun-tahun
setelah pemberian obat penghambat hormon, maka digunakan obat
penghambat hormon yang lain.2

Aminoglutetimid adalah obat penghambat hormon yang banyak digunakan


untuk mengatasi rasa nyeri akibat kanker di dalam tulang. Hydrocortisone
(suatu hormon steroid) biasanya diberikan pada saat yang bersamaan, karena
aminoglutetimid menekan pembentukan hydrocortisone alami oleh tubuh.2

F. Neoadjuvant chemoterapy
Kemoterapi yang diberikan sebelum tindakan bedah ataupun terapi radiasi.
Dengan adanya terapi ini, maka ahli bedah dapat melakukan terapi bedah
konservatif pada Ca mammae stadium lanjut. Tujuan dari terapi ini adalah
untuk menyusutkan tumor yang besar sehingga dapat dilakukan bedah
konservatif untuk mengangkat tumor Tindakan bedah konservatif adalah yang
dikenal dengan nama Breast Conserving Treatment yaitu tindakan bedah
dengan hanya mengangkat tumor yang diikuti diseksi axilla dan radiasi
kuratif.2

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 29


G. Sentinel lymph nodes biopsy
Sentinel lymph nodes adalah nodi limfe yang pertama kali dicapai oleh sel
kanker yang bermetastasis pada Ca mammae. Sentinel lymph nodes biopsy
adalah prosedur diagnosis terbaru yang digunakan untuk mengetahui apakah
sudah terdapat metastasis Ca mamme ke kelenjar limfe axilla. sel tumor, maka
selanjutnya tidak perlu lagi mengangkat kelenjar limfe lainnya yang terdapat
pada daerah axilla.2
H. Radiation therapy
Diberikan secara teratur selama beberapa minggu setelah dilakukan
lumpectomy atau partial mastectomy dengan tujuan untuk membunuh sel
tumor yang tersisa yang terdapat di dekat area tumor. Radiasi dilakukan
tergantung dari besar tumor, jumlah KGB axilla yang terkena. Kadang terapi
radiasi diberikan sebelum tindakan bedah untuk menyusutkan ukuran tumor
yang besar sehingga mudah untuk diangkat.2
Terapi radiasi sangat efektif mengurangi terjadinya rekurensi Ca mammae
pada kedua mammae dan dinding thorax. Tipe terapi radiasi yang paling
banyak digunakan untuk Ca mammae adalah terapi radiasi yang diberikan dari
sumber yang berada diluar tubuh yang dikenal dengan nama external-beam
radiation therapy. Terapi radiasi juga dapat diberikan dengan cara
menanamkan pil ke dalam area tumor (internal radiation therapy).2

2.10 PROGNOSIS TUMOR MAMMAE


Prognosis kanker payudara tergantung daRI Besarnya tumor primer,
Banyaknya/besarnya kelenjar axilla yang positf, Fiksasi ke dasar dari tumor
primer, tipe histologis tumor/invasi ke pembuluh darah, tingkatan tumor
anaplastik, umur/keadaan menstruasi, kehamilan. 5-year survival rate untuk
stadium I yaitu 94%, untuk stadium IIa yaitu 85%, untuk stadium IIb yaitu 70%,
sedangkan untuk stadium IIIa yaitu 52%, stadium IIIb yaitu 48% dan untuk
stadium IV yaitu 18%.1

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 30


Prognosis kanker payudara dapat ditentukan berdasarkan beberapa faktor
yaitu7:
a. Stadium klinik
Tabel 2. Prognosis kanker payudara berdasarkan stadium klinik
Stadium Klinik 5 tahun (%) 10 tahun (%)
0 > 90 90
I 80 65
II 60 45
IIIA 50 40
IIIB 35 20
IV 10 5
b. Keterlibatan histologik KGB aksila
Tabel 3. Prognosis kanker payudara berdasarkan keterlibatan histologik
KGB aksila
KGB aksila 5 tahun (%) 10 tahun (%)
Tidak ada 80 65
1-3 KGB 65 40
> 3 KGB 30 15
c. Ukuran tumor
Tabel 4. Prognosis kanker payudara berdasarkan ukuran tumor
Ukuran tumor (cm) 10 tahun (%)
<1 80
3-4 55
5-7,5 45
d. Histologi
Kanker yang poor differentiated, metaplasia dan grade tinggi mempunyai
prognosis yang lebih buruk dibandingkan kanker yang well differentiated.

e. Reseptor hormon
Pasien dengan kanker yang bersifat ER positif mempunyai waktu
survival yang lebih lama dibandingkan pasien dengan kanker yang bersifat ER
negatif.

 Screening dan Deteksi Awal Kanker Payudara


Kanker payudara tergolong dalam keganasan yang dapat didiagnosis
secara dini. American Cancer Society (ACS) merekomendasikan usaha untuk
melakukan diagnosis dini yaitu dengan2:

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 31


a. Periksa payudara sendiri (SADARI) atau breast-self examination
Penelitian menunjukkan 85% dari kasus kanker payudara diketahui atau
ditemukan lebih dulu oleh penderita. Oleh karena itu penting bagi wanita
untuk mengetahui cara memeriksa payudara yang benar agar bila ada suatu
kelainan dapat diketahui segera. SADARI sebaiknya mulai biasa dilakukan
pada usia sekitar 20 tahun, minimal sekali sebulan. SADARI dilakukan 3 hari
setelah haid berhenti atau 7 hingga 10 hari dari hari pertama menstruasi
terakhir. Untuk wanita yang sudah menopause, SADARI dilakukan pada
tanggal yang sama setiap bulan.
b. Pemeriksaan oleh tenaga kesehatan atau clinical breast examination
Pemeriksaan oleh dokter secara lege artis sebaiknya dilakukan setiap 3
tahun untuk wanita berusia 20-40 tahun dan setiap tahun untuk wanita berusia
lebih dari 40 tahun.
c. Mammografi
Wanita berusia 35-39 tahun sebaiknya melakukan satu kali baseline
mammography. Wanita berusia 40-49 tahn sebaiknya melakukan mammografi
setiap 2 tahun dan wanita berusia lebih dari 50 tahun sebaiknya melakukan
mammografi setiap tahun.

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 32


DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Situasi Penyakit Kanker di


Indonesia. Available From :
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
kanker.pdf

2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Panduan Penatalaksanaan


Kanker Payudara. Available From :
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKPayudara.pdf

3. American Cancer Society. 2014. Breast Cancer Facts and Figures. Available
From : https://www.cancer.org/content/dam/cancer-org/research/cancer-facts-
and-statistics/breast-cancer-facts-and-figures/breast-cancer-facts-and-figures-
2013-2014.pdf

4. Syamsuhidayat dan W. de Jong, 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, ed.3. Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta

5. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta

6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Informasi Pusat Data dan


Infomasi Penyakit di Indonesia. Available From :
www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-kanker.pdf

7. Manuaba, Tjakra W. Payudara. R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (editor).


Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua. EGC. 2004.

8. SB Suyatno, Emir T Pasaribu SB. Kanker Payudara. In Bedah onkologi


diagnostik dan terapi. 2010

9. E Wamer. Breast cancer screening. The New England Journal of Medicine.


2011

10. American cancer society. Breast cancer. American cancer society. 2012

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 33


BAB III
ILUSTRASI KASUS

Identitas pasien
Nama : Ny. TH
Usia : 46 tahun
Alamat : Jl. Cendana, Jaya Murti
Agama : Islam
Masuk RS : Kamis, 2 Maret 2017
Berat badan : 48 kg

Anamnesis
Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan sebesar telur puyuh sejak ± 3,5
bulan yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan benjolan di payudara kiri sejak ± 3,5 bulan
yang lalu. Benjolan berukuran ± sebesar telur puyuh, dapat digerakkan. Disekitar
benjolan tidak ada kemerahan, nyeri hilang timbul, permukaannya rata dan tidak
ada kelainan kulit. Benjolan dirasakan menetap walaupun pasien sedang haid,
dan tidak berkurang setelah haid. Pasien tidak sedang menyusui. Awalnya
benjolan dirasakan mendenyut hilang timbul. Pasien mengatakan sejak 3,5 bulan
ini benjolan semakin membesar. Keluhan keluar cairan dari puting susu
disangkal. Keluhan sering demam disangkal. keluhan ada benjolan dan nyeri di
ketiak dan leher disangkal. Keluhan nyeri tulang dada dan punggung disangkal.
Keluhan nyeri ulu hati disangkal. Keluhan nyeri kepala disangkal. Keluhan sesak
nafas dan batuk disangkal. Keluhan mual dan muntah disangkal. Pasien
mengatakan tidak pernah menimbang berat badan, namun rasanya tidak ada
penurunan berat badan secara drastis. Nafsu makan baik. Buang air kecil dalam
batas normal. Buang air besar tidak ada keluhan.

Pasien menggunakan alat kontrasepsi pil dan kadang suntik 3 bulan.


Pertama kali haid usia 14 tahun, haid teratur setiap bulan. Pasien mengatakan

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 34


sering melakukan pemeriksaan payudara sendiri, sekitar 2-4 kali dalam satu
bulan sejak terasa ada benjolan di payudaranya.

Riwayat penyakit dahulu


 Pasien mengatakan belum pernah mengalami benjolan pada payudara
sebelumnya
 Pasien mengatakan tidak pernah mengalami riwayat tumor sebelumnya
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat diabetes melitus (-)
Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat benjolan di payudara pada keluarga (-)
 Riwayat tumor pada keluarga (-)
 Riwayat operasi payudara pada keluarga (-)
 Riwayat penyakit DM dalam kluarga (-)
 Riwayat penyakit kanker dalam kluarga (-)

Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan ini baru pertama kali memeriksakan benjolan pada
payudaranya

Pemeriksaan umum
Kesadaran : compos mentis keadan umum: tampak sakit sedang
Tekanan darah: 100/60 mmHg
Nadi : 80x/ menit
Suhu : 37,1 oc
Pernafasan : 24x/ menit

Pemeriksaan fisik
Kepala : Normocephal, simetris
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)
THT : Dalam batas normal

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 35


Thoraks :
Paru
 Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan kiri
 Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan kiri
 Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba, kuat angkat (+)
 Perkusi
Batas-batas jantung
Kanan : diantara linea midsternalis dan sternalis dekstra
Kiri : linea midclavicula sinistra
Pinggang jantung : SIC 2 parasternalis sinistra
 Auskultasi : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
 Inspeksi : perut datar, scar (-), bekas luka (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), nyeri ulu hati (-)
 Perkusi : timpani seluruh lapangan abdomen
Ekstremitas :
 Superior : akral hangat, CRT <2”, edema (-)
 Inferior : akral hangat, CRT <2”, edema (-)

STATUS LOKALIS
Regio Thorakalis :
Inspeksi : payudara simetri kanan dan kiri, edema (-), eritema (-), erosi (-), ulserasi
(-), retraksi papilla mammae/inverted papil (-), peau d’orange (-)
benjolan tidak terlihat
Palpasi : teraba satu buah benjolan pada kuadran bawah mammae sinistra, ±
ukuran 2x3cm, konsistensi kenyal, permukaan rata, bentuk bulat, batas
tegas, tepi rata, imobile, discharge nipple (-), pembesaran KGB axila (-)

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 36


Dextra sinistra

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DARAH RUTIN
Hemoglobin : 12,6 g/dL
Hematokrit : 36 %
Leukosit : 6.000/ mm3
Trombosit : 180.000/ mm3
MCV : 84 fl
MCH : 30 pg
MCHC : 36 %
Waktu perdarahan : 4’ menit
Waktu pembekuan : 3’ menit
Glicosa darah ad rabdom 82 mg/dl
Ureum : 16 mg/dL
Creatinin : 1,2 mg/dl
Natrium :123 MMOL/L
Kalium : 5,5 MMOL/L
Chloride : 93 MMOL/L

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 37


Pemeriksaan USG :

Kesan : Tumor mammae sinistra

DIAGNOSIS KERJA
 Fibrokistik Mammae sinistra
DIAGNOSIS BANDING :
 Ca Mammae sinista stadium 2A
TATALAKSANA
 IVFD RL 24 tpm + tofedex drip 2 amp
 Asam tranexamat 1 gr/8 jam
 Inj. Ceftriaxon 1 gr ivskin test
 Persiapan operasi

PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 38


Follow Up

Hari / Keluhan Pem. Fisik Diagnosa Terapi


tanggal
Jumat, Nyeri bekas TD : 100/60 Post - IVFD RL
3/3/2017 op (+), mual HR : 80 x/i eksisi 24 tpm +
(-), muntah (- RR : 20 x/i tumor drip
), batuk (-), T : 36,5 oc mammae tofedek 2
nyeri kepala sinistra amp
(-), kentut (+), Status lokalis : H1 - Inj
BAK (+) Mammae sinistra ceftriaxon
normal, BAB Ins : tampak luka /12 jam
(+) normal terbalut verban elastic, - Inj. Asam
verban kencang, tranexamat
rembesan darah (-), / 8 jam
nanah (-), tanda radang - Inj.
(-) Ketorolac
Pal : nyeri tekan (+), 30 mg/8
panas (-), tanda radang jam
(-)
Sabtu, Nyeri bekas TD : 100/70 Post - IVFD RL
4/3/2017 op berkurang, HR : 88 x/i eksisi 24 tpm +
mual (-), RR : 20 x/i tumor drip
muntah (-), T : 35,9 oc mammae tofedek 2
batuk (-), sinistra amp
nyeri kepala Status lokalis : H2 - Inj
(-), kentut (+), Mammae sinistra ceftriaxon
BAK (+) Ins : tampak luka /12 jam
normal, BAB terbalut verban elastic, - Inj. Asam
(+) normal verban kencang, tranexamat
rembesan darah (-), / 8 jam
nanah (-), tanda radang - Inj.
(-) Ketorolac
Pal : nyeri tekan (+), 30 mg/ 8
panas (-), tanda radang jam
(-)
Senin, Nyeri bekas TD : 110/70 Post - Aff infus/
6/3/2017 op berkurang, HR : 76 x/i eksisi three way
mual (-), RR : 20 x/i tumor - Inj asam
muntah (-), T : 36,3 oc mammae tranexamat
batuk (-), sinistra / 8 jam
nyeri kepala Status lokalis : H4 - Inj.
(-), kentut (+), Mammae sinistra Ketorolac
BAK (+) Ins : tampak luka 30mg/8
normal, BAB terbalut verban elastic, jam
(+) normal verban kencang, - observasi
rembesan darah (-),
nanah (-), tanda radang

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 39


(-)
Pal : nyeri tekan (+),
panas (-), tanda radang
(-)

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 40


BAB IV
DISKUSI

Pasien perempuan usia 46 tahun masuk via poli bedah RSUD Dumai dengan
diagnosis tumor mammae sinistra. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan benjolan pada payudara sebelah
kiri dengan ukuran kurang lebih sebesar telur puyuh, dapat digerakkan sejak
kurang lebih 3,5 bulan yang lalu. Keluhan disertai nyeri yang hilang timbul. Pasien
tidak sedang menyusui dan tidak sedang haid. Pada saat haid dan setelah haid
keluhan benjolan menetap atau tidak bertambah besar. Riwayat keluar cairan dari
puting disangkal. Riwayat sering demam disangkal. Benjolan dirasakan semakin
membesar sejak 3,5 bulan ini. Penurunan berat badan (-).
Dari hasil anamnesis terlihat keluhan khas dari tumor payudara berupa
benjolan yang tidak dapat digerakkan, tidak dipengaruhi oleh menstruasi. Nyeri
dirasakan hilang timbul. Nipple discharge (-), inverted papil (-), tidak ada
perubahan warna kulit dan KGB sekitar tidak membesar. Tumor payudara
memiliki beberapa klasifikasi yaitu jinak dan ganas. Tumor jinak payudara
memiliki klasifikasi lagi salah satunya yaitu fibrokistik mammae yang biasanya
dijumpai pada premenopause atau bisa pada semua usia. Benjolan kadang nyeri
disentuh dan mengganggu aktivitas. Pada pemeriksaan USG biasanya tampak
gambaran mammae padat dan tidak ada kelainan lain.4
Dari pemeriksaan fisik tidak terlihat benjolan, eritem (-), teraba satu buah
benjolan pada kuadran bawah mammae sinistra, ukuran 2x3cm, konsistensi
kenyal, permukaan rata, bentuk bulat, batas tegas, tepi rata, imobile, discharge
nipple (-), pembesaran KGB axila (-). Pada pemeriksaan penunjang darah rutin
tidak terdapat kelainan. Pada hasil USG dinyatakan bahwa terdapat tumor
mammae sinista.
Setelah didiagnosis tumor mammae pasien dianjurkan untuk mengangkat
tumor pada payudaranya, dan setelah dilakukan informed consent pasien
menyetujui. Dan dilakukan pengangkatan tumor mammae sinistra pada tanggal 2
maret 2017.

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 41


Pada Follow up post eksisi tumor mammae tidak didapatkan tanda tanda
infeksi pada bekas operasi, dilakukan pemasangan verban elastic dan selalu
terpasang ketat. Tidak ditemukan tanda-tanda perdarahan pasca operasi. Untuk
prognosis pada kasus ini dubia ad bonam.

KKS ILMU BEDAH RSUD DUMAI Page 42

Anda mungkin juga menyukai