Anda di halaman 1dari 26

REFERAT MIOMA UTERI

Pembimbing :
dr. Unggul Yudatmo, Sp.OG

Disusun oleh:
King Panji Islami (030.12.143)
Savina Umar Bakadam (030.12.249)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 10 OKTOBER 17 DESEMBER 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa : King Panji Islami (030.12.143)


Savina Umar Bakadam (030.12.249)

Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi


FK Universitas Trisakti

Periode : 10 Oktober 2016 17 Desember 2016

Judul : Mioma Uteri

Pembimbing : dr. Unggul Yudatmo, Sp.OG

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :


Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Obstetri dan Ginekologi di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang.

Karawang, November 2016

dr. Unggul Yudatmo, Sp.OG

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
dengan nikmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan tugas referat dalam

2
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan di RSUD Karawang yang
berjudul Mioma Uteri.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
sangatlah sulit untuk menyelesaikan tugas referat ini. Penulis memperoleh banyak
dukungan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, izinkan
penulis untuk mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada dr. Unggul
Yudatmo, Sp.OG selaku konsulen pembimbing dalam kepaniteraan klinik ilmu
kebidanan dan kandungan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat


kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan
dalam bidang Ilmu Kedokteran khususnya ilmu kebidanan dan kandungan.

Karawang, 28 November 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... 2

3
KATA PENGANTAR.......................................................................................... 3

DAFTAR ISI....................................................................................................... 4

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 6


2.1. Anatomi dan Fisiologi Uterus ....................................................... 6
2.2. Definisi ......................................................................................... 8
2.3. Epidemiologi ................................................................................ 9
2.4. Etiologi .......................................................................................... 9
2.5. Klasifikasi .................................................................................... 10
2.6. Faktor Predisposisi ....................................................................... 13
2.7. Patofisiologi ................................................................................ 15
2.8. Manifestasi klinis ........................................................................ 17
2.9. Diagnosis ..................................................................................... 19
2.10. Tatalaksana ................................................................................. 21
2.11. Komplikasi ................................................................................. 23

BAB III KESIMPULAN..................................................................................... 25

BAB IV DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 26

BAB I
PENDAHULUAN

4
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak yang tumbuh dalam otot uterus dan
jaringan ikat sekitarnya. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau
uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan
dengan keganasan. Mioma bisa menyebabkan gejala yang luas termasuk perdarahan
menstruasi yang banyak dan penekanan pada pelvis.1,2,3
Jumlah kejadian mioma uteri di Indonesia menempati urutan kedua setelah
kanker serviks. Mioma uteri ditemukan oada 2,39% - 11,7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat, sering ditemukan pada wanita nulipara atau kurang subur
daripada wanita yang sering melahirkan.5,6 Wanita yang sering melahirkan akan lebih
sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita
yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma
uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali.
Perihal penyebab pasti terjadi tumor mioma belum diketahui. Mioma uteri
mulai tumbuh dibagian atas (fundus) rahim dan sangat jarang tumbuh dimulut rahim.
Bentuk tumor bisa tunggal atau multiple (banyak), umumnya tumbuh didalam otot
rahim yang dikenal dengan intramural mioma. Tumor mioma ini akan cepat
memberikan keluhan, bila mioma tumbuh kedalam mukosa rahim, keluhan yang
biasa dikeluhkan berupa perdarahan saat siklus dan diluar siklus haid. Sedangkan
pada tipe tumor yang tumbuh dikulit luar rahim yang dikenal dengan tipe subserosa
tidak memberikan keluhan perdarahan, akan tetapi seseorang baru mengeluh bila
tumor membesar yang dengan perabaan didaerah perut dijumpai benjolan keras,
benjolan tersebut kadang sulit digerakkan bila tumor sudah sangat besar.1,3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

5
2.1. Anatomi dan Fisiologi Uterus
Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau buah pir
yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7,0 7,5cm, lebar di tempat yang

paling lebar 5,25cm dan tebal 2,5cm. Uterus terdiri atas korpus uteri ( bagian atas)

dan serviks uterinya ( bagian bawah). Uterus atau rahim berfungsi sebagai tempat

implantasi ovum yang terfertilisasi dan sebagai tempat perkembangan janin selama
kehamilan sampai dilahirkan.
Uterus terdiri dari fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Fundus uteri
adalah bagian uterus proksimal dan merupakan tempat di mana kedua tuba Falloppii
masuk ke uterus. Korpus uteri adalah bagian yang terbesar dan rongga yang terdapat
di korpus uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim. Serviks uteri terdiri dari pars
vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio dan pars supravaginalis servisis uteri
adalah bagian serviks yang berada di atas vagina. Saluran yang terdapat pada serviks
disebut kanalis servikalis yang berbentuk seperti saluran lonjong dengan panjang
2,5cm. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri internum dan pintu di
vagina disebut ostium uteri eksternum .
Uterus mempunyai dinding yang terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1. Endometrium di korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri; terdiri atas epitel
kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh-pembuluh darah
yang berkelok-kelok. Tebal dan fungsi endometrium dipengaruhi oleh hormone
ovarium secara siklis, selama menstruasi endometrium mengalami perubahan
tertentu, sedang pada kehamilan endometrium berubah menjadi desidua.
Endometrium melapisi seluruh cavum uteri dan mempunyai arti penting dalam
siklus haid. Dalam masa haid, endometrium sebagian besar dilepaskan, untuk
kemudian tumbuh lagi dalam masa proliferasi yang selanjutnya diikuti dengan
masa sekretorik. Setelah mentruas iselesai, tebal endometrial menjadi 0,5mm.

6
Mendekati akhir endometrial (mendekati masa mentruasi dimulai) tebalnya
kira-kira 5mm (kurangdariinchi)
2. Myometrum lapisan halus berotot yang mempunyai 3 lapisan lapisan luar
berbentuk longitudinal, lapisan dalam berbentuk sirkular dan diantara kedua
lapisan itu terdapat lapisan otot oblique, berbentuk anyaman. Lapisan ini paling
penting dalam persalinan karena setelah plasenta lahir, otot lapisan ini
berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh darah yang terbuka
ditempat itu, sehingga perdarahan berhenti. Myometrium lebih tebal di daerah
fundus, tipis saat mendekati istimus dan paling tipis daerah serviks.
3. Lapisan serosa, yaitu perimetrium merupakan lapisan dinding uterus sebelah luar
dan mudah dilepaskan pada plika vesikouterina dan pada daerah perlekatan
ligamentum latum.
Dinding belakang uterus seluruhnya diliputi peritoneum viserale yang
membentuk didaerah suatu rongga yang disebut cavum douglasi. Uterus sebenarnya
terapung-apung dalam rongga pelvis, tetapi terfiksasi dengan baik oleh jaringan ikat
dan ligamentum yang menyokongnya.Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah
sebagai berikut.
Ligamentum cardinal (Mackenrodt) kiri dan kanan, mencegah supaya uterus tidak
turun. Didalamnya ditemukan banyak pembuluh darah antara lain venna dan arteria
uterina.
Ligamentum sakro-uterina kiri dan kanan yang menahan uterus supaya tidak banyak
bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang kiri dan kanan kearah os sacrum kiri
dan kanan.
Ligamentum rotundum kiri dan kanan, menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan
dari sudut fundus uteri kiri dan kanan kedaerah inguinal kiri dan kanan.
Ligamentum latums kiri dan kanan meliputi tuba berjalan dari uterus kearah lateral.
Ligamentum infudibulo-pelvikum kiri dan kanan, yang menahan tubafalopi. Berjalan
dari arah infundibulum ke dinding pelvis.

7
Uterus diperdarahi oleh arteri uterine sinistra dan dekstra yang terdiri dari
ramus ascedens dan ramus decendens, arterio varika sinitra dektra. Setiap arcuate
artery akan membentuk suatu lingkaran yang menperdarahi uterus dan
beranastomosis dengan arcuate artery yang lain. Sepanjang perdarahan, arteri-arteri
yang kecil akan penetrasi ke bagian miometrium sehingga ke endometrium dan
menghasilkan arteri spiral. Kontraksi otot Rahim bersifat otonom dan dikendalikan
oleh saraf simpatis dan parasimpatis melalui ganglion servikalis frankenhauser yang
terletak pada pertemuan ligamentum sacrouterinum.

2.2 Definisi
Mioma ialah suatu pertumbuhan jinak dari sel-sel otot polos, sedangkan untuk
otot-otot rahim disebut dengan mioma uteri. 2 Mioma uteri adalah tumor jinak otot
polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan fibroid dan kolagen.
Beberapa istilah untuk mioma uteri antara lain fibromioma, miofibroma,
leiomiofibroma, fibroleiomioma, fibroma dan fibroid.3,4
Mioma uteri merupakan tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi
padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau

8
multipel. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan
keganasan.
2.3 Epidemiologi
Jumlah kejadian mioma uteri di Indonesia menempati urutan kedua setelah
kanker serviks. Mioma uteri ditemukan pada 2,39% - 11,7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat, sering ditemukan pada wanita nulipara atau kurang subur
daripada wanita yang sering melahirkan.5,6 Mioma uteri belum pernah dilaporkan
terjadi sebelum menarche, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma
yang masih tumbuh, sebagian besar ditemukan pada wanita usia reproduksi sebanyak
20-25%. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 30% dari seluruh wanita.
Studi prevalensi yang dilakukan di delapan negara pada tahun 2009
melaporkan kejadian mioma uteri sebanyak 4,5% pada wanita Inggris, 4,6% Perancis,
5,5% Kanada, 6,9% Amerika Serikat, 7% Brazil, 8% Jerman, 9% Korea, dan 9,8% di
Italia. Prevalensi mioma uteri mengalami peningkatan hingga 14,1% pada kelompok
umur 40 tahun ke atas. Rata-rata mioma uteri didiagnosis pada rentang usia 33,5
hingga 36,1 tahun.7
2.4 Etiologi
Hal yang mendasari tentang penyebab dari mioma uteri belum diketahui
secara pasti, diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma
merupakan sebuah tumor monoclonal yang dihasilkan dari mutasi somatic dari
sebuah sel neoplastik tunggal yang berada di antara otot polos myometrium.
Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik
dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth
factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan
tumor. Beberapa hal yang terlibat sebagi penyebab mioma uteri ialah8:
1. Abnormalitas kromosom
Dari 40% kasus didapatkan berbagai macam jenis dari abnormalitas
kromosom, terutama terjadi pada kromosom 6 dan 7 yang mengalami

9
penyusunan kembali atau delesi. Mutasi somatik dalam sel miometrium
juga dapat menjadi penyebab proliferasi sel yang tidak terkendali.
2. Peran dari Polypeptide Growth Factors
Epidermal Growth Factor (EGF), insulin-like growth factor-1 (IGF-1),
transforming growth factor (TGF), menstimulasi pertumbuhan dari
mioma baik secara langsung maupun melalui estrogen.
Tidak didapat bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab
mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma
terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari
miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium.
Hormon progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda
namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti.
Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation
apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan
meningkatkan matriks ekstraseluler.
2.5 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi anatomis, mioma uteri terdapat di cervical dan corporal.
Mioma uteri yang terletak di cervical lebih jarang tetapi bila mencapai ukuran besar
dapat menekan kandung kencing dan menyebabkan gangguan miksi dan juga secara
teknik operasinya lebih sukar.

10
Mioma submukosa
Mioma ini menempati lapisan di bawah endometrium dan menonjol ke dalam
(kavum uteri). Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase,
dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai Currete bump. Pengaruhnya
pada vaskularisasi dan luas permukaan endometrium menyebabkan terjadinya
perdarahan ireguler. Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang
lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa
ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan
keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil
selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk
dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
Mioma jenis ini dapat bertangkai panjang sehingga dapat keluar melalui
ostium serviks. Tumor yang keluar dari rongga rahim ke vagina ini dikenal dengan
nama mioma geburt atau mioma yang di lahirkan, yang mudah mengalami infeksi,
ulserasi, dan infark. Hal ini dapat menyebabkan dismenore, namun ketika telah
dikeluarkan dari serviks dan menjadi nekrotik, akan memberikan gejala pelepasan
darah yang tidak regular dan dapat disalahartikan dengan kanker serviks. Pada
beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.
Yang harus diperhatikan dalam menangani mioma bertangkai adalah kemungkinan

11
terjadinya torsi dan nekrosis sehingga risiko infeksi sangatlah tinggi.

Mioma intramural
Mioma intramural atau intertisiel adalah mioma yang berkembang diantara
myometrium. Kalau besar atau multiple dapat menyebabkan pembesaran uterus dan
berbenjol-benjol. Mioma ini sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti
kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah.
Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan
menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan
keluhan miksi.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan, mioma intramural adalah tipe
mioma yang paling banyak terdapat pada tipe mioma uteri secara patologi anatomi.
Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada
potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging ikan.
Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor
mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi
menjadi lunak. Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara
histologik tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk
pusaran, meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium.
Mioma subserosa
Mioma subserosa adalah mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa uterus
dan dapat bertumbuh ke arah luar dan juga bertangkai. Mioma subserosa juga dapat
menjadi parasit omentum atau usus untuk vaskularisasi tambahan bagi
pertumbuhannya. Letaknya di bawah tunika serosa, kadang-kadang vena yang ada
dipermukaan pecah dan menyebabkan perdarahan intra abdominal. Dapat tumbuh
diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi Mioma Intra Ligamenter. Apabila
mioma dibelah maka akan tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan
jaringan ikat yang tersusun sebagai kumparan (whorle like pattern) dengan

12
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan sarang mioma ini.
Selain itu dapat tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligametrium atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga
disebut Wedering/Parasitik Fibroid. Mioma ini yang cukup besar akan mengisi
rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau
mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari
tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga
mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga
peritoneum.

2.6 Faktor Predisposisi


a. Umur
Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun yaitu
sekitar 20%-40%. Pada wanita usia 35 tahun ke atas, didapatkan risiko
terjadinya myoma uteri sebanyak 2,7 kali lipat.9,10
b. Genetik
Menurut studi, 40% kejadian myoma uteri berhubungan dengan faktor
sitogenetik yang anomali. Sebagai contoh, ditemukannya gen HMGA2
pada translokasi 12:14 yang menyebabkan 20% kelainan pada kromosom.
Gen ini ditemukan pada myoma uteri dan fenotip proliferatif pada jarinagn
janin, paru-paru, dan ginjal. Tapi tidak ditemukan pada myometrium
normal.11
c. Obesitas

13
Sebuah studi menemukan bahwa risiko mioma meningkat 21% dengan
setiap kenaikan 10 kg berat badan dan dengan meningkatnya indeks massa
tubuh (IMT), terutama di IMT diatas 30%. Hal ini mungkin berhubungan
dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim aromatase
di jaringan lemak.Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen tubuh,
dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan peningkatan
prevalensi dan pertumbuhan mioma uteri.9 Menurut studi sebelumnya
menyebutkan bahwa kokultur pada jaringan adiposa dan sel myoma uteri
dapat meningkatkan proliferasi sel myoma uteri.12
d. Paritas
Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk
terjadinya perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak
pernah hamil atau satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri
berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu
kali.9
e. Kehamilan
Angka kejadian mioma uteri bervariasi dari hasil penelitian yang pernah
dilakukan ditemukan sebesar 0,3%-7,2% selama kehamilan. Kehamilan
dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam
kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Kedua keadaan ini
ada kemungkinan dapat mempercepat pembesaran mioma uteri. Kehamilan
dapat juga mengurangi resiko mioma karena pada kehamilan hormon
progesteron lebih dominan.9
f. Ras dan Etnis
Ras Afrika-Amerika memiliki faktor risiko hingga 2-3 kali lipat menderita
myoma uteri. Hal ini ditandai dengan gejala yang dialami pada perempuan
ras Afrika-Amerika biasanya lebih berat dan onset yang lebih dini. Menurut
studi juga didapatkan perempuan Afrika-Amerika memiliki bobot uterus
yang lebih tinggi, jaringan fibroid yang lebih banyak, kemungkinan anemia
pra operatif yang lebih tinggi, dan nyeri panggul lebih berat.13
2.7 Patofisiologi

14
Patofisiologi terjadinya myoma uteri dapat dibagi menjadi dua, yaitu
inisiator dan promotor. Teori inisiator Menurut Rein (2000) bahwa hormon
estrogen dan progesteron memiliki peran dalam peningkatan laju mitosis yang
berkontribusi terhadap pembentukan mioma atau fibroid. Hal ini berkaitan
dengan teori sebelumnya oleh Richards dan Tiltman (1996) yang
menyebutkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas reseptor estrogen
myometrium pada jaringan fibroid uteri.14
Teori oleh Stewart dan Noak (1998) menyebutkan bahwa terbentuknya
mioma uteri dapat diakibatkan oleh pembesaran keloid (jaringan parut yang
membesar) dari riwat cedera sebelumnya. Cedera tersebut kemungkinan
diakibatkan oleh iskemia yang terjadi terkait pelepasan faktor-faktor
vasokonstriktor pada saat menstruasi, seperti peningkatan sekresi
prostaglandin dan vassopresin dari endometrium pada pasien-pasien
dismenorea. Setelah cedera vaskular, terjadi reaksi yang berlebih oleh faktor
pertumbuhan fibroblast dasar (bFGF) yang meningkatkan proliferasi sel-sel
otot di myometrium.14
Teori inisiator lain yang cukup populer adalah pengaruh genetik. Saat
ini yang paling sering diketahui adalah tentang translokasi antara kromosom
12 (q14-15) dan 14 (q23-24) yang ditemukan pada 20% kasus mioma uteri.
Regio q14-15 pada kromosom 12 disinyalir berperan terhadap terbentuknya
tumor solid mesenkim, seperti angiomyxioma, lipoma, polip endometrial, dan
adenoma kelenjar ludah. Gen yang terdapat pada kromosom 12 q14-15
tergolong dalam protein high-mobility group (HMGA2). Protein HMGA2
disinyalir memainkan peran sebagai faktor proliferasi dalam menumbuhkan
jaringan, terutama yang berasal dari mesenkim. Ekspresi protein ini telah
terdeteksi pada kromosom 12q14-15 kasus mioma uteri, tapi tidak ditemukan
pada miometrium yang normal. Disamping itu, kromosom 14 q23-24 berperan
dalam pembentukan jaringan fibroid dibandingkan pembentukan tumor. Gen
ER- (ESR2) terletak di daerah kromosom 14 dan disinyalir dapat

15
berhubungan dengan HMGA2 sebagai faktor pertumbuhan fibroid yang
responsif terhadap estrogen. Kelainan genetik lain yang dapat menyebabkan
mioma uteri adalah trisomy 21, del (7) (q22-q32), dan delesi, inversi,
translokasi dan insersi gen 6p21. 9,14
Disamping teori inisiator, terdapat juga teori promotor. Pada mioma
uteri, konsentrasi estradiol meningkat, dan mengandungi lebih banyak
reseptor estrogen dan progesteron. Tingkat ekspresi dari gen dan enzim
aromatase meningkat pada mioma. Sehingga jaringan-jaringan leiomioma
menjadi hipersensitifitas terhadap estrogen dan tidak dapat merangsang
regulator untuk membatasi respon dari estrogen. Pada miometrium dan
leiomioma, puncak aktivitas mitotik berlaku semasa fase luteal. Pemberian
progestational agents dengan dosis tinggi dapat meningkatkan aktivitas
mitotik. Ini menunjukkan terdapat stimulus dari progesteron terhadap
peningkatan aktivitas mitotik dalam leiomioma, tetapi dalam penelitian
terhadap binatang menunjukkan terdapat stimulus dan inhibisi dari
pertumbuhan miometrium.
Konsentrasi reseptor progesteron dijumpai meningkat pada leiomioma.
Walaupun masih kontroversi, konsentrasi reseptor progesteron pada fibroid
meningkat sepanjang siklus menstruasi. Penemuan ini cukup signifikan
karena siklus menstruasi yang normal akan menstimulasi peningkatan
daripada reseptor progesteron. Tidak terdapat sistem regulator di dalam
fibroid sehingga konsentrasi reseptor progesteron akan tetap meningkat.
Peningkatan progesteron akan meningkatkan indeks mitotik dalam fibroid.
Estrogen dan progesteron saling berinteraksi dengan growth factors
yang bervariasi di dalam leiomioma untuk mempengaruhi dan menstimulasi
pertumbuhan. Epidermal growth factor (EGF) dan reseptornya (EGF-R) dapat
dijumpai pada miometrium dan sel leiomioma. Menurut Maruo et al dalam
Bieber et al (2006), esterogen dapat meningkatkan produksi lokal dari EGF
dalam sel leiomioma, manakala progesteron secara sinergis meningkatkan

16
EGF-R. Faktor ini menyebabkan meningkatnya potensi mitogenik dari sel
leiomioma.
Disamping teori inisiator dan promotor tersebut, teori yang cukup
diketahui saat ini adalah yang diajukan Meyer dan De Snoo. Mereka
mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast. Percobaan Lipschultz yang
memberikan estrogen kepada kelinci ternyata menimbulkan tumor
fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen.
Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron
atau testoster. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi
hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma.
2.8 Manifestasi Klinis
Timbulnya manifestasi klinis mioma uteri tergatung pada beberapa faktor,
seperti:
a. Besarnya mioma uteri
b. Lokasi mioma uteri
c. Perubahan pada mioma uteri
Manifestasi klinis mioma uteri dapat timbul berbagai macam, seperti:
1. Perdarahan Abnormal
a. Hipermenore atau menorargia
b. Metrorargia
c. Menometrorargia
Yang sering menyebabkan perdarahan adalah jenis submukosa
sebagai akibat pecahnya pembuluh darah. Perdarahan oleh mioma dapat
menimbulkan amenia yang berat. Beberapa faktor yang menjadi penyebab
perdarahan antara lain :
a. Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia Endometrium
sampai Adeno Karsinoma Endometrim.
b. Permukaan Endometrium yang lebih luas dari biasa
c. Atrofi Endometrium diatas Mioma subbmukosum
d. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang
mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik

17
2. Nyeri
Timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai
nekrosis setempat dan peradangan.
a. Torsi bertungkai
b. Infeksi pada mioma
Pembesaran mioma biasanya tidak disertai gejala, namun dapat juga
bermanifestasi klinis, seperti:
a. Nyeri pada betis atau pinggang.
b. Nyeri pada pelvis.
c. Menstruasi lama dan banyak, atau keluar darah di antara periode
haid.
d. Gangguan buang air besar yang mengarah pada konstipasi.
e. Perut bawah terasa penuh.
f. Pembesaran perut yang bukan karena kehamilan
g. Nyeri saat berhubungan seksual.
h. Gangguan sering buang air kecil

Tanda penekanan karena adanya pembesaran mioma, hal ini tergantung dari
besar dan tempat mioma uteri :
a. Penekan kedepan akan menekan uretra sehingga menyebabkan retensio
urin. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri. Pada
ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis
b. Penekanan kebelakang akan menekan rektum sehingga menyebabkan
gangguan buang air besar (konstipasi).
c. Pada pembuluh darah dan limfe dipinggul dapat menyebabkan edema
tungkai dan nyeri panggul.
3. Infertilitas dan Abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstitialis submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena
distorsi rongga uterus.
4. Gejala-gejala Sekunder
a. Anemia
b. Lemah
c. Pusing-pusing

18
d. Sesak nafas
2.9 Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan berdasarkan keluhan utama dan manifestasi klinis yang
sesuai dengan mioma uteri. Disamping itu, faktor risiko penting untuk
ditanyakan karena dapat menjadi dasar pemikiran untuk menentukan etiologi
daripada mioma uteri terserbut.

b. Pemeriksaan Fisik
Palpasi abdomen
Kadang adanya mioma uteri dapat diduga dengan pemeriksaan luar, sebagai
tumor yang keras, bentuk tidak teratur, gerakan bebas, tidak menimbulkan
nyeri.
Pemeriksaan bimanual
Dengan pemeriksaan tersebut dapat ditemukan tumor padat uterus, yang
umumnya terletak di garis tengah ataupun agak ke samping, seringkali teraba
berbenjol-benjol dan keras. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai
yang berhubungan dengan uterus.

19
Gambar X. Pemeriksaan Bimanual
Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi (USG) merupakan modalitas yang sering
digunakan dalam penegakan dagnosis. Kombinasi transabdominal dan
transvaginal ultrasonografi memberikan gambaran yang baik dalam
penegakan diagnosis. Gambaran USG mioma adalah simetrikal,
berbatas tegas, hipoekoik dan degenerasi kistik menunjukkan anekoik.
Selain USG, gambaran mioma uteri bisa juga didapatkan dengan
Magnetic Resonance Imagine (MRI). Modalitas ini lebih baik daripada
USG tetapi lebih mahal. MRI mampu menentukan ukuran, lokasi dan
bilangan mioma uteri serta bisa mengevaluasi jarak penembusan
mioma submukosa di dalam dinding miometrium.
Histeroskopi dapat digunakan untuk evaluasi pembesaran
uterus secara langsung dari kavum endometrium dengan
menggambarkan peningkatan ukuran kavum dan mioma submukosal
dapat divisualisasi dan diangkat .
2.10 Tatalaksana
Penatalaksanaan pada kasus mioma uteri tergantung pada usia penderita,
paritas, status kehamilan, ukuran tumor, lokasi dan derajat keluhan.
a. Terapi Konservatif
Tidak semua mioma uteri memerlukan terapi pembedahan. Kurang lebih
55% dari kasus mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan apapun,
terutama bila ukuran mioma uteri masih kecil dan tidak menimbulkan keluhan.
Tetapi walaupun demikian pada penderita-penderita ini tetap memerlukan
pengawasan yang ketat sampai 3-6 bulan.
Bila seorang wanita dengan mioma mencapai menopause, biasanya tidak
mengalami keluhan, bahkan dapat mengecil, oleh karena itu sebaiknya mioma
uteri pada wanita premenopause tanpa gejala sebaiknya hanya dilakukan
diobservasi. Bila mioma uteri besarnya sebesar kehamilan 12-14 minggu apalagi

20
disertai pertumbuhan yang cepat sebaiknya di lakukan tindakan operatif, walaupun
tidak ada gejala atau keluhan, karena mioma yang besar kadang-kadang
memberikan kesulitan dalam operasi.
Pada masa post menopause, mioma uteri biasanya tidak memberikan
keluhan. Tetapi bila ada pembesaran mioma pada masa post menopause harus
dicurigai kemungkinan keganasan.
Dalam dekade terakhir ini ada usaha mengobati mioma uterus dengan
GnRH agonist (GnRHa). Hal ini didasarkan atas pemikiran leiomioma uterus
terdiri atas sel-sel otot yang diperkirakan dipengaruhi oleh estrogen. GnRHa yang
mengatur reseptor gonadotropin di hipofifis akan mengurangi sekresi gonadotropin
yang mempengaruhi leiomioma.
Pemberian GnRHa (buseriline acetate) selama 16 minggu pada mioma uteri
menghasilkan degenerasi hialin di miometrium hingga uterus dalam
keseluruhannya menjadi lebih kecil. Akan tetapi setelah pemberian GnRHa
dihentikan, leiomioma yang lisut itu tumbuh kembali di bawah pengaruh estrogen
oleh karena mioma itu masih mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi
yang tinggi. Perlu diingat bahwa penderita mioma uteri sering mengalami
menopause yang terlambat.
b. Terapi Operatif
Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosa pada
myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang miom
subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai.
Syarat untuk melakukan miomektomi adalah kuretase sebelumnya untuk
menyingkirkan kemungkinan keganasan.
Histerektomi

21
Perlu disadari bahwa 25-30% dari penderita tersebut akan masih
memerlukan histerektomi. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang
umumnya merupakan tindakan terpilih terutama pada mioma yang besar sebesar
uterus gravidarum 12-14 minggu. histerektomi dapat dilakukan perabdominan atau
pervaginam. Histerektomi pervaginam jarang dilakukan karena uterus harus lebih
kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya
prolapsus uteri akan mempermudah prosedur pembedahan.
Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan
timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan
apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus keseluruhannya.
Pada wanita yang amasih muda sebaiknya ditinggalkan satu atau kedua
ovarium, maksudnya untuk menjaga jangan terjadi menopause sebelum waktunya
dan menjaga gangguan coroner atau arteriosklerosis menurun.
2.11 Komplikasi
a. Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari
seluruh kasus mioma uteri serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah
diangkat. Komplikasi ini dicurigai jika ada keluhan nyeri atau ukuran tumor yang
semakin bertambah besar terutama jika dijumpai pada penderita yang sudah
menopause.
b. Anemia
Anemia timbul karena seringkali penderita mioma uteri mengalami
perdarahan pervaginam yang abnormal. Perdarahan abnormal pada kasus mioma uteri
akan mengakibatkan anemia defisiensi besi.
c. Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian timbul sindroma
abdomen akut, mual, muntah dan shock. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan

22
akut tidak terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan keadaan dimana terdapat
banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum.
d. Nekrosis dan Infeksi Jaringan Mioma
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan
karena gangguan sirkulasi padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan
hingga perdarahan berupa metrorrhagia atau menorrhagia disertai leukore dan
gangguan-gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.

e. Infertilitas
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstisialis tuba, sedangkan mioma uteri submukosum juga memudahkan terjadinya
abortus oleh karena distorsi rongga uterus

23
BAB III
KESIMPULAN

Mioma ialah suatu pertumbuhan jinak dari sel-sel otot polos, sedangkan untuk
otot-otot rahim disebut dengan mioma uteri. 2 Mioma uteri adalah tumor jinak otot
polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan fibroid dan kolagen. 3
Etiologi dari mioma uteri belum diketahui secara pasti, diduga merupakan penyakit
multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoclonal yang
dihasilkan dari mutasi somatic dari sebuah sel neoplastik tunggal yang berada di
antara otot polos myometrium. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi
mioma melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks
dari hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan
peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor.
Berdasarkan lokasi anatomis, mioma uteri terdapat di cervical dan corporal.
Mioma uteri corporal dibagi lagi menjadi 3 yaitu mioma subserosa, mioma intramural
dan mioma submucosa. Berdasarkan lokasi, besar dan perubahan pada mioma uteri
dapat menimbulkan berbagai macam manifestasi klinik, seperti perdarahan abnormal,
nyeri, infertilitas, abortus dan beberapa gejala sekunder berupa anemia, lemah, pusing

24
dansesak nafas. Penegakan diagnosis mioma uteri terdiri dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Terapi mioma uteri terdiri dari terapi konservatif dan terapi operatif. Penderita
dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi harus
diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 10-12
minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil
tindakan operasi.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Adriaansz G. Tumor Jinak Organ Genitalia . Dalam Anwar M, Baziad A,Prabowo RP.
Ilmu Kandungan . Edisi Ketiga. Cetakan Pertama. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirodihardjo. 2011.
2. Achadiat CM. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC. 2004;94
3. Hadibroto BR. Mioma Uteri. Departemen Obstetri dan ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. September 2005;254-5
4. Memarzadeh S, Broder MS, Wexler AS, Pernoll ML. Leiomyoma of the uterus. In:
Current obstetric & Gynecologic diagnostic & treatment, Decherney AH, Nathan L,
editors. Ninth edition. Lange Medical Books, New York, 2003.p: 693 701.
5. Pasinggi S, Wagey F, Rarung M. Prevalensi Mioma Uteri Berdasarkan Umur di
RSUP Prof.dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-clicic vol.3 No. 1. Januari-April 2015
6. Baziad A. Endokrinologi Ginekologi. Edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.2008:2015-23.
7. Zimmermann et al. Prevalence, symptoms, and management of uterine fibroids: an
international internet-based survey of 21,746 women. BioMed Central Women., June
2012:1-2.
8. Dutta, D.C. Text Book Of Gynecology including Contraception. Edisi ke-6. New
Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers. 2013; 272-285
9. Ciavattini, A, Di Giuseppe, J, Stortoni, P., Montik, N., Giannubilo, S. R., Litta,
P,Ciarmela, P. (2013). Uterine Fibroids: Pathogenesis and Interactions with
Endometrium and Endomyometrial Junction. Obstetrics and Gynecology
International, 2013, 173184. http://doi.org/10.1155/2013/173184
10. Luoto R. Re: Risk Factors For Uterine Leiomyoma: A Practice-Based Case-Control
Study. II. Atherogenic Risk Factors And Potential Sources Of Uterine Irritation.
American Journal Of Epidemiology. 2002;155(2):187.

25
11. G. J. Gattas, B. J. Quade, R. A. Nowak, and C. C. Morton, HMGIC expression in
human adult and fetal tissues and in uterine leiomyomata, Genes, Chromosomes and
Cancer, vol. 25, pp. 316322, 1999.
12. S. Nair and A. Al-Hendy, Adipocytes enhance the proliferation of human leiomyoma
cells via TNF- proinflammatory cytokine, Reproductive Sciences, vol. 18, no. 12,
pp. 11861192, 2011.
13. Stewart EA, Nicholson WK, Bradley L, Borah BJ. The Burden of Uterine Fibroids
for African-American Women: Results of a National Survey. Journal of Womens
Health. 2013;22(10):807-816. doi:10.1089/jwh.2013.4334.
14. Flake GP, Andersen J, Dixon D. Etiology and pathogenesis of uterine leiomyomas: a
review. Environmental Health Perspectives. 2003;111(8):1037-1054

26

Anda mungkin juga menyukai