Disusun oleh :
1. Murodatul Lailiyah (15.401.17.009)
2. Novita Rusdiana Dewi (15.401.17.011)
3. Retno Dian Iriani (15.401.17.016)
Ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada dosen kami yang telah meluangkan
waktu dan tenaganya serta mencurahkan ilmu untuk kami. Dan tidak lupa pula ucapan terima-
kasih kami kepada kedua orang tua juga semua pihak yang telah membantu dalam me-
nyelesaikan makalah ini.
Kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun makalah ini. Namun kami
sebagai manusia pasti memiliki banyak kelemahan dan kekurangan sehingga kami mengharap-
kan kritik dan saran agar makalah ini bisa lebih baik lagi dan bisa bermanfaat bagi semua orang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................................................1
1. Tujuan Umum..................................................................................................................1
2. Tujuan Khusus................................................................................................................1
BAB II
A. Retensio plasenta................................................................................................................5
B. Sisa plasenta......................................................................................................................14
BAB III
A. Kesimpulan........................................................................................................................23
B. Saran..................................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan setelah melahirkan atau postpartum hemoragic (PPH) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus
genetalia dan struktur sekitarnya. Atau keduanya. Diperkirakan 14 juta kasus perdarahan
dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedkit sekitar 128.000 wanita mwngalami
perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar terjadi sekitr 4 jam setelah melahirkan.
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi
yang spesifik. Retensio plasenta (plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta atau
gangguan pembekuan darah. Dalam 20 tahun terakhir plasenta kreta mengalahkan atonia
uteri sebagai penyabab tersering perdarahan post partum dan keparahannya
mengharuskan tindakan histrektomi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud retensio plasenta?
2. Apa yang dimaksud sisa plasenta?
3. Apa yang dimaksud kelainan pembekuan darah?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami apa yang dimaksud pedarahan postpartum
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami apa yang dimaksud retensio plasenta
b. Mahasiswa mampu memahami apa yang dimaksud sisa plasenta
c. Mahasiswa mampu memahami apa yang dimaksud kelainan pembekuan darah
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Retensio plasenta
1. Konsep dasar
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah
jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta
(habitual retensio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat
menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati. dapat terjadi
plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio
karsioma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Plasenta tertahan jika tidak dilahirkan dalam 30 menit setelah janin lahir.
Plasenta mungkin terlepas tetapi terperangkap oleh serviks, terlepas sebagian,
secara patologis melekat (plasenta akreta, inkreta, percreta).
Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan
hemorrhage yang tidak tampak, dan juga didasari pada lamanya waktu yang
berlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan. Beberapa
ahli klinik menangani setelah 5 menit. Kebanyakan bidan akan menunggu satu
setengah jam bagi plasenta untuk keluar sebelum menyebutnya tertahan.(Ai yeyeh
rukiyah, 2010 Hal 296)
2. Fisiologi plasenta
Klasifikasi plasenta memrupakan proses fisiologis yang teriadi dalam
kehamilan akibat deposisi kalsium pada plasenta. Klasdifikasi pada plasenta
terlihat mulai kehamilan 29 minggu dan semakin meningkat dengan
bertambahnya usia kehamilan, terutama setelah kehamilan 33 minggu.
Selama kehamilan Penumbuhan uterus lebih cepat dari pada pertumbuhan
plasenta. Sampai usia kehamilan 20 minggu plasenta menempati sekitar 1/4 luas
5
3
3. menanamkan diri lebih dalam ke dalam dinding rahim dari pada biasa
ialah sampai kebatas atas lapisan otot rahim. Plasenta akreta ada yang
kompleta, yaitu jika seluruh permukaannya melekat dengan erat pada
dinding rahim. Plasenta akreta yang parsialis, yaitu jika hanya beberapa
bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding rahim
dari biasa. Plasenta akreta yang kompleta, inkreta, dan percreta jarang
terjadi. Penyebab plasenta akreta adalah kelainan desidua, misalnya
desidua yang terlalu tipis.
4. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai atau melewati lapisan miometrium.
5. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding
uterus.
6. Plasenta inkar serata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.( Ai yeyeh rukiyah, 2010 Hal
299-300).
7. Penanganan retensio plasenta dengan separasi persial
a. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan
yang akan diambil.
b. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi
plasenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
c. Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per
menit. Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal
(sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang
timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri).
d. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual
plasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi
dan perdarahan.
e. Lakukan transfusi darah apabila diperlukan.
f. Beri antibiotika proiilaksis (ampisilin 2 g IV/ oral + metronidazol 1 g
supositoria atau oral).
g. Segera atasi bila ten’adi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok
neurogenik.( Ai yeyeh rukiyah, 2010 Hal 300)
Penanganan plasenta akreta :
7
Catatan
1) Bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada pada dataran yang sama
tinggi dengan dinding uterus maka hentikan upaya plasenta manual karena hal
itu menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam miometrium)
12
2) Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan bagian
lainnya melekat erat maka hentikan pula plasenta, manual karena hal tersebut
adalah plasenta akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya ibu diberi uterotonika
tambahan (misoprostol 600 mcg per rektal) sebelum dirujuk ke fasilitas
kesehatan rujukan.(Ai yeyeh rukiyah, 2010 Hal 305).
9. Upaya preventif retensio plasenta oleh bidan
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh bidan adalah dengan
promosi untuk meningkatkan penerimaan keluarga berencana, sehingga
memperkecil terjadi retensio plasenta meningkatkan penerimaan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih pada waktu melakukan pertolongan
persalinan kala III tidak diperkenankan untuk melakukan massase dengan tujuan
mempercepat proses persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat
mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan plasenta.(Ai yeyeh
rukiyah, 2010 Hal 305).
10. Penanganan retensio plasenta menurut tingkatan
Sebelum melalmkan penanganan sebaiknya mengetahui beberapa hal dari
tindakan retensio Plasenta yaitu retensio plasenta dengan pendarahan langsung
melakukan manual plasenta retensio plasenta tanpa perdarahan.
1. Di tempat bidan: setelah dapat memastikan keadaan umum pasien segera
memasang infus dan memberikan cairan merujuk penderita ke pusat
dengan fasilitas cukup untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik
memberikan transfusi proteksi dengan antibiotik mempersiapkan plasenta
manual dengan legeartis dalam pengaruh narkosa. Tingkat Polindes:
penanganan Retensio Plasenta dari tingkatan desa sebelumnya persiapan
donor darah yang tersedia dari warga setempat yang telah di pilih dan
dicocokkan dengan donor darah pasien. Diangnosis yang lakukan
stabilisasi dan kemudian lakukan plasenta manual untuk kasus adhesiva
simpleks berikan uterotonika antibiotika serta rujuk untuk kasus berat.
2. Tingkat Puskesmas: diagnosis lakukan stabilisasi kemudian lakukan
plasenta manual untuk kasus risiko rendah rujuk kasus berat dan berikan
uterotonika antibiotika.
13
yang berkepanjangan, dapat juga terjadi perdarahan banyak mendadak setelah berhenti
beberapa waktu, perasaan tidak nyaman di perut bagian bawah.
Selaput yang mengandung pembuluh darah ada yang tertinggal, perdarahan
segera. Gejala yang kadang kadang timbul uterus berkonraksi baik telapi tinggi fundus
tidak berkurang. Sisa plasenta yang masih teninggal di dalam uterus dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan. Bagian plasenta yang masih menempel pada dinding uterus
mengakibatkan uterus tidak adekuat sehingga pembuluh darah yang terbuka pada dinding
uterus tidak dapat berkontraksi atau terjepil dengan sempurna.
Sisa plasenta dalam nifas menyebabkan perdarahan dan infeksi. Perdarahan yang
banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa plasenta. Jika pada pemeriksaan
plasenta ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, maka harus dilakukan eksplorasi dari
cavum uteri. Potolongan potongan plasenta yang ketinggalan diketahui biasanya
menimbulkan perdarahan postpartum lambat.
1. Etiologi
Faktor penyebab utarus perdarahan baik secara primer maupun sekunder
adalah grandemultipara, jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun, persalinan
yang dilakukan dengan tindakan, pertolongan kala uri sebelum waktunya,
penolongan persalinan oleh dukun. persalinan dengan tindakan paksa, persalinan
dengan narkoba.
Penyehab rest plasenta:
a. Pengeluaran plasenta udak hati-hati
b. Salah pimpinan kala III: terlalu terburu-buru untuk mempercepat lahirnya
plasenta
c. Abnormalitas plasenta
d. Abnonnalnas plasenta meliputi bentuk plasenta dan penanaman plasenta
dalam uterus yang mempengaruhi mekanisme pelepasan plasenta.
e. Kelahiran bayi yang terlalu cepat
f. Kelahiran bayi yang terlalu cepat akan mengganggu pemisahan plasenta
secara fisiologis akibat gangguan dari retraksi sehingga dapat terjadi
gangguan retensi sisa plasenta
2. Tanda dan Gejala
a. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak
lengkap.
b. Terjadi perdarahan rembesan atau mengucur, saat kontraksi uterus keras,
darah berwarna merah muda, bila perdarahan hebat timbul syok. pada
pememriksaan inspekulo terdapat sisa plasenta.
15
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar atau
setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya katiledon
yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih
ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontaksi rahim
sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus
dilakukan eksplorasi kedalam rahim dengan cara manual atau digital atau
kurel dan pemberian uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah
perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai dengan keperluannya
(prawirohardjo. 2010: 527)
5. Komplikasi
a. Sumber infeksi dan perdarahan potensial Memudahkan terjadinya anemia
yang berkelanjutan
b. Terjadi plasenta polip
c. Degenerasi korio karsinoma
d. Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah.
6. Pencegahan sisa plasenta
Pencegahan terjadinya perdarahan post partum merupakan tindakan
utama, sehingga dapat menghemat tenaga, biaya dan mengurangi komplikasi
upaya preventif dapat dilakukan dengan :
a. Meningkatkan kesehantan ibu, sehingga tidak lerjadi anemia dalam
kehamilan.
b. Melakukan persiapan penolongan persalinan secara legeartis.
c. Meningkatkan usaha penerimaan KB
d. Melakukan pertolongan persalinan dirumah sakit bagi ibu yang mengalami
pendarahan post partum
beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat menyebabkan
perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain,
terutama trauma. Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat
persalinan. Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti
ITP atau sindroma HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas
platelet dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar merupakan penyakit
sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis.
Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang
berupa hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi. tetapi abnormalitas yang
didapat biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan
dengan solusio plasenta. sindroma HELLP, IUFD. emboli air ketuban dan sepsis.
Kadar fibrinogen meningkat pada saat hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran
normal seperti pada wanita yang tidak hamil harus mendapat perhatian. Selain itu.
koagulopati dilusional dapat terjadi setelah perdarahan post partum masif yang
mendapat resusiatsi cairan kristaioid dan transfusi PRC. DIC, yaitu gangguan
mekanisme pembekuan darah yang umumnya disebabkan oleh hipo atau
afibrinigenemia atau pembekuan intravascular merata (Disseminated Intravaskular
Coagulation)
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi
jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada
kasus ini terdapat peningkatan kadar Ddimer dan penurunan fibrinogen yang tajam,
serta pemanjangan waktu trombin (thrombin time).
3. Patofisiologi
Kelainan koagulasi generalisata ini dianggap sebagai akibat dari lepasnya
substansi substansi serupa tromboplastin yang berasal dari produk konsepsi ke dalam
sirkulasi darah ibu atau akibat aktivasi factor XII oleh endotoksin. Setelah itu
mulailah serangkaian reaksi berantai yang mengaktifkan mekanisme pembekuan
darah, pembentukan dan pengendapan fibrin dan, sebagai konsekuensinya, aktivasi
sistem fibrinolitik yang normalnya sebagai proteksi. Gangguan patofisiologi yang
kompleks ini menjadi suatu lingkaran setan yang muncul sebagai diathesis perdarahan
18
7. Pencegahan
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat
perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang
sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan,
semua kehamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, slah
satunya adalah perdarahan pascapersalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat
dilakukan sebagai berikut:
a. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap
penyakit kronis, anemia dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan
pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.
b. Mengenal faktor predisposisi PPP seperti multiparitas, anak besar, hamil kembar,
hidroamnion, bekas seksio. ada riwayat PPP sebelumnya dan kehamilan resiko
tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan.
c. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama
d. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
e. Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan
menghindari persalinan dukun
f. Mengesuai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan
mengadakan rujukan sebagaimana mestinya. (Sarwono, 2008)
8. Pengobatan
Pasien perlu dirawat bila secara klinis ada gangguan pembekuaan darah atau
dari serangkaian pemeriksaan laboratorium diperlihatkan adanya kemunduran fungsi
pemebekuan darah secara progresif.
Cara pengobatan yang akan dipilih tergantung kepada ancaman jiwa pasien
segera akibat perdarahan yang aktif pada saat diagnosis ditegakkan atau akibat
persalinan yang akan segera terjadi.
a. Bila dicurigai ada perdarahan aktif dari uterus dari persalinan operatif, harus
diberikan pengobatan sebagai terjadi :
1) Monitor tanda-tanda Vital secara kontinue termasuk pengukuran tekanan
vena sentral dan mempertahankan produksi urin
2) Berikan oksngen melalui masker
3) Mengatasi syok dengan segera adalah penting, bila memungkinkan dengan
darah lengkap segar.
20
perdarahan telah jelas atau bila hitung trombosit di bawah 20.000/mm 3. transfusi
trombosit diindakasikan bila hitung trombosit 10.000-50.000/mm3. jika direncanakan
suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau diperkirakan diperlukan suatu transfusi
yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan karena masa paruh trombosit hanya
3-4 hari. Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V,
VII, IX, X dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan
adanya kesesuaian donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan seI-sel
penerima. Bila ditemukan koagulopati, dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium,
plasma segar yang dibekukan harus dipakai secara empiris. Kriopresipitat, suatu
sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan fibrinogen, dipakai dalam penanganan
hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit von Willebrand. Kuantitas faktor-
faktor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya suatu pembekuan, serta bervariasi
menurut keadaan klinis.
DIC :
a. Uterotonika dosis adekuat
b. Tambahan fibrinogen Iangsung
c. Analisa factor bekuan darah
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah
kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual retensio
plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan,
infeksi karena sebagai benda mati.
2. Sisa Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membranya dalam cavum uteri
Sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat
menimbulkan perdarahan post pasrtum sekunder
3. Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi
karena adanya kelainan pada proses pembekuan darah sang ibu, sehingga darah tetap
mengalir.
B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan supaya mengetahui tanda dan gejala serta penanganan
setiap kegawatdaruratan apabila terjadi kepada pasien secara mendadak
23
DAFTAR PUSTAKA