Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL


“Perdarahan Post Partum”
Dosen pembimbing
Reni Sulistyowati, S.ST., M.Kes
Sri Aningsih, S.Pd., SST., M.Kes

Disusun oleh :
1. Murodatul Lailiyah (15.401.17.009)
2. Novita Rusdiana Dewi (15.401.17.011)
3. Retno Dian Iriani (15.401.17.016)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
KRIKILAN – GLENMORE – BANYUWANGI
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT pemelihara alam semesta. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarganya, sahabat,
para tabi serta semua pengikut jejaknya dari masa kemasa. Makalah ini disusun dengan tujuan
untuk memenuhi tugas dengan judul “Perdarahan Post Partum”

Ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada dosen kami yang telah meluangkan
waktu dan tenaganya serta mencurahkan ilmu untuk kami. Dan tidak lupa pula ucapan terima-
kasih kami kepada kedua orang tua juga semua pihak yang telah membantu dalam me-
nyelesaikan makalah ini.

Kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun makalah ini. Namun kami
sebagai manusia pasti memiliki banyak kelemahan dan kekurangan sehingga kami mengharap-
kan kritik dan saran agar makalah ini bisa lebih baik lagi dan bisa bermanfaat bagi semua orang.

Krikilan, 31 Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii

BAB I

A. Latar Belakang....................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................................................1

C. Tujuan..................................................................................................................................1

1. Tujuan Umum..................................................................................................................1

2. Tujuan Khusus................................................................................................................1

BAB II

A. Retensio plasenta................................................................................................................5

B. Sisa plasenta......................................................................................................................14

C. Gangguan Pembekuan Darah.........................................................................................18

BAB III

A. Kesimpulan........................................................................................................................23

B. Saran..................................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdarahan setelah melahirkan atau postpartum hemoragic (PPH) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus
genetalia dan struktur sekitarnya. Atau keduanya. Diperkirakan 14 juta kasus perdarahan
dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedkit sekitar 128.000 wanita mwngalami
perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar terjadi sekitr 4 jam setelah melahirkan.
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi
yang spesifik. Retensio plasenta (plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta atau
gangguan pembekuan darah. Dalam 20 tahun terakhir plasenta kreta mengalahkan atonia
uteri sebagai penyabab tersering perdarahan post partum dan keparahannya
mengharuskan tindakan histrektomi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud retensio plasenta?
2. Apa yang dimaksud sisa plasenta?
3. Apa yang dimaksud kelainan pembekuan darah?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami apa yang dimaksud pedarahan postpartum
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami apa yang dimaksud retensio plasenta
b. Mahasiswa mampu memahami apa yang dimaksud sisa plasenta
c. Mahasiswa mampu memahami apa yang dimaksud kelainan pembekuan darah

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Retensio plasenta
1. Konsep dasar
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah
jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta
(habitual retensio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat
menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati. dapat terjadi
plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio
karsioma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Plasenta tertahan jika tidak dilahirkan dalam 30 menit setelah janin lahir.
Plasenta mungkin terlepas tetapi terperangkap oleh serviks, terlepas sebagian,
secara patologis melekat (plasenta akreta, inkreta, percreta).
Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan
hemorrhage yang tidak tampak, dan juga didasari pada lamanya waktu yang
berlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan. Beberapa
ahli klinik menangani setelah 5 menit. Kebanyakan bidan akan menunggu satu
setengah jam bagi plasenta untuk keluar sebelum menyebutnya tertahan.(Ai yeyeh
rukiyah, 2010 Hal 296)
2. Fisiologi plasenta
Klasifikasi plasenta memrupakan proses fisiologis yang teriadi dalam
kehamilan akibat deposisi kalsium pada plasenta. Klasdifikasi pada plasenta
terlihat mulai kehamilan 29 minggu dan semakin meningkat dengan
bertambahnya usia kehamilan, terutama setelah kehamilan 33 minggu.
Selama kehamilan Penumbuhan uterus lebih cepat dari pada pertumbuhan
plasenta. Sampai usia kehamilan 20 minggu plasenta menempati sekitar 1/4 luas

5
3

permukaan myometrium dan ketebalanya tidak lebih dari 2-3 cm,


menjelang kehamilan aterm plasenta menempati sekitar 1/8 luas permukaan
myometrium, dan ketebalannya dapat mencapai 4-5 cm. Ketebalan plasenta yang
normal jarang melebihi 4 cm, plasenta yang menebal (plasentomegali) dapat
dijumpai pada ibu yang menderita diabetes mellitus, ibu anemia (Hb < 8 gr%),
hidrop fetalis, tumor plasenta, kelainan kromosom, insfeksi (sifilis,CMV), dan
perdarahan plasenta. Plasenta yang menipis dapat dijumpai pada pre eklampsia,
pertumbuhan janin terhambat (PJT), infark plasenta, dan kelainan kromosom.
Belum ada batasan yang jelas mengenai ketebalan minimal plasenta yang masih
dianggap normal. Beberapa penulis memakai batasan tebal minimal plasenta
normal antara 1,5- 2,5 cm. (Ai yeyeh rukiyah, 2010 Hal 297)
3. Fisiologi pelepasan plasenta
Pemisahan plasenta ditimbulkan dari kontraksi dan retraksi myometrium
shingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta. Area
plasenta menjadi lebih kecil, sehingga plasenta mulai memisahkan diri dari
dinding uterus dan tidak dapat berkontraksi atau berintraksi pada area pemisahan
bekuan darah retroplasenta terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah
pemisahan kontraksi uterus berikutnya akan melepaskan keseluruhan plasenta dari
uterus dan mendorongnya keluar vagina disertai dengan Pengeluaran selaput
ketuban dam bekuan darah retroplasenta. (Ai yeyeh rukiyah, 2010 Hal 297)
4. Pengebab retensio plasenta
Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab
terpenting), dan Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut tuba),
bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis), dan ukurannya (plasenta
yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab diatas disebut
plasenta adhesive.(Ai yeyeh rukiyah, 2010 Hal 297-298).
4

Tabel 1. Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta

Gejala Separasi atau akreta Plasenta inkarserata Plasenta akreta


parsial
Konsistensi uterus Kenyal Keras Cukup
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat
Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid
Pendarahan Sedang banyak Sedang Sedikit atau tidak
ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali

5. Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta)


Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan
dengan sisa plasenta.
Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan
pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta
dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali
lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang
ke rumah dan subinvolusi uterus :
1. Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan
pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa
plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar
5

2. pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan pendarahan


setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus.
3. Berikan antibiotika (Sesuai InstrukSi dokter) karena Perdarahan juga
mempakan gejala metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin
dosis awal 1 g IV dilanjutkan 3 x 1 g oral dikombinasi dengan
metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral.
4. Lakukan eksplorasi digital (Bidan boleh melakukan) (bila serviks
terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks
hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta
dengan dilatasi dan kuretase (dilakukan oleh dokter obgyn).
5. Bila kadar Hb < 8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar Hb > 8 g/dL,
berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari (sesuai petunjuk
dokter kandungan).( Ai yeyeh rukiyah, 2010 Hal 298-299).
6. Tanda dan gejala
Gejala yang selalu ada plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan
segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul tali pusat putus
akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta), gejala yang selalu ada plasenta atau
sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan
segera. Gejala yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tinggi
fundus tidak berkurang.
Penilaian retensio plasenta harus dilakukan dengan benar karena ini untuk
menentukan sikap pada saat bidan akan mengambil keputusan untuk melakukan
manual plasenta, karena retensio bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
Plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis.
2. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai sebagian lapisan miometrium, perlekatan plasenta sebagian
atau total pada dinding uterus, Pada plasenta akreta vili Chorialis
6

3. menanamkan diri lebih dalam ke dalam dinding rahim dari pada biasa
ialah sampai kebatas atas lapisan otot rahim. Plasenta akreta ada yang
kompleta, yaitu jika seluruh permukaannya melekat dengan erat pada
dinding rahim. Plasenta akreta yang parsialis, yaitu jika hanya beberapa
bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding rahim
dari biasa. Plasenta akreta yang kompleta, inkreta, dan percreta jarang
terjadi. Penyebab plasenta akreta adalah kelainan desidua, misalnya
desidua yang terlalu tipis.
4. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai atau melewati lapisan miometrium.
5. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding
uterus.
6. Plasenta inkar serata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.( Ai yeyeh rukiyah, 2010 Hal
299-300).
7. Penanganan retensio plasenta dengan separasi persial
a. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan
yang akan diambil.
b. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi
plasenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
c. Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per
menit. Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal
(sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang
timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri).
d. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual
plasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi
dan perdarahan.
e. Lakukan transfusi darah apabila diperlukan.
f. Beri antibiotika proiilaksis (ampisilin 2 g IV/ oral + metronidazol 1 g
supositoria atau oral).
g. Segera atasi bila ten’adi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok
neurogenik.( Ai yeyeh rukiyah, 2010 Hal 300)
Penanganan plasenta akreta :
7

a. Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya


fundus atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemenksaan dalam sulit
ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam.
b. Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah
menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit
rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan operatif. (Ai yeyeh
rukiyah, 2010 Hal 301).
8. Penatalaksanaan retensio plasenta
Dalam melakukan penatalaksanaan pada retensio plasenta sebaiknya bidan
hams mengambil beberapa sikap dalam menghadapi kejadian Retensio plasenta
yaitu:
1) Sikap Umum Bidan: melakukan pengkajian data secara subyektif dan
obyektif antara lain keadaan umum penderita, apakah ibu anemis,
bagaimana jumlah perdarahannya, keadaan umum penderita, keadaan
fundus uteri, mengetahui keadaan plasenta, apakah plasenta inkaserata,
melakukan tes plasenta lepas dengan metode kustner, metode klein,
metode starsman, metode manuaba, memasang infus dan memberikan
cairan pengganti.
2) Sikap khusus bidan: pada kejadian retensio plasenta atau plasenta tidak
keluar dalam waktu 3O menit bidan dapat melakukan tindakan manual
plasenta yaitu tindakan untuk mengeluarkan atau melepas plasenta secara
manual (menggunakan tangan) dari tempat implatansinya dan kemudian
melahirkannya keluar dari kavum uteri.

Prosedur Plasenta Manual dengan cara:

Langkah Cara melakukan Gambar


1. Persiapan: pasang set dan
cairan infus, jelaskan pada
ibu prosedur dan tujuan
tindakan, lanjutkan anastesia
verbal atau analgesia per
rektal, siapkan dan Jalankan
8

prosedur pencegahan infeksi


2. tindakan penetrasi ke Dalam
Kavum Uteri: pastikan
kandung kemih dalam
keadaan kosong jepit tali.
Pusat dengan klem pada
jarak 5-10 cm dari vulva,
tegangkan dengan Satu
tangan sejajar lantai
3. Secara obstetrik masukan
tangan lainnya (pungung
tangan menghadap ke
bawah) ke dalam vagina
dengan menelusuri sisi
bawah tali pusat setalah
mencapai bukaan serviks.
kemudian Minta seorang
asisten atau penolong lain
untuk memegangkan klem
tali pusat kemudian
pindahkan tangan luar untuk
menahan fundus uteri

Sambil menahan fundus


uteri, masukkan tangan
dalam hingga ke kavum
uteri sehingga mencapai
tempat implantasi plasenta
bentangkan tangan obstetric
menjadi datar seperti
memberi dalam (ibu jari
9

merapat ke jari telunjuk dan


jari-jari lain merapat).
Tentukan implantasi
plasenta. Temukan tepi
plasenta paling bawah bila
plasenta berimplantasi di
korpus belakang. tau pusat
tetap disebelah alas dan
sisipkan ujung jari-jari
tangan diantara plasenta dan
dinding uterus dimana
punggung tangan
menghadap ke bawah
(posterior ibu)
4. Bila di korpus depan maka
pindahkan tangan ke sebelah
atas tali pusat dan sisipkan
ujung jari-jari tangan
diantara plasenta dan
dinding uterus dimana
punggung tangan
menghadap ke atas (anterior
ibu) Setelah ujung-ujung jari
masuk diantara plasenta dan
dinding uterus maka perluas
pelepasan plasenta dengan
jalan menggeser tangan ke
tangan dan kiri sambil
digeserkan ke atas (cranial
ibu) hingga semua
perlekatan plasenta terlepas
10

dari dinding uterus


5. Sementara satu tangan
masih di dalam kavum uteri,
lakukan eksplorasi untuk
menilai tidak ada plasenta
yang tertinggal

6. Pindahkan tangan luar dari


fundus ke supra symphisis
(tahan segmen bawah
uterus) kemudian
instruksikan asisten atau
penolong untuk menarik tali
pusat sambil tangan dalam
membawa plasenta keluar
(hindari adanya percikan
darah)
7. Lakukan penekanan (dengan
tangan yang menahan
suprasymphisis) uterus
kearah dorso kranial setelah
plasenta dilahirkan dan
tempatkan plasenta di dalam
wadah yang telah disediakan
8. Lakukan tindakan
pencegahan infeksi dengan
cara dekontaminasi sarung
tangan (sebelum dilepaskan)
dan peralatan lain yang
digunakan lepaskan dan
rendam sarung tangan dan
11

peralatan lainnya di dalam


larutan klorin 0,5% selama
10 menit cuci tangan dengan
sabun dan air bersih
mengalir, keringkan tangan
dengan handuk bersih dan
kering.

9. Lakukan pemantauan pasca


Tindakan periksa kembali
tanda vital ibu catat kondisi
ibu dan buat laporan
tindakan tuliskan rencana
pengobatan, tindakan yang
masih diperlukan dan
asuhan lanjutan beritahukan
pada ibu dan keluarganya
bahwa tindakan telah selesai
tetapi ibu masih
memerlukan pemantauan
dan asuhan lanjutan
pemantauan ibu hingga 2
jam pasca tindakan sebelum
pindah ke ruang rawat
gabung

Catatan
1) Bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada pada dataran yang sama
tinggi dengan dinding uterus maka hentikan upaya plasenta manual karena hal
itu menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam miometrium)
12

2) Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan bagian
lainnya melekat erat maka hentikan pula plasenta, manual karena hal tersebut
adalah plasenta akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya ibu diberi uterotonika
tambahan (misoprostol 600 mcg per rektal) sebelum dirujuk ke fasilitas
kesehatan rujukan.(Ai yeyeh rukiyah, 2010 Hal 305).
9. Upaya preventif retensio plasenta oleh bidan
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh bidan adalah dengan
promosi untuk meningkatkan penerimaan keluarga berencana, sehingga
memperkecil terjadi retensio plasenta meningkatkan penerimaan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih pada waktu melakukan pertolongan
persalinan kala III tidak diperkenankan untuk melakukan massase dengan tujuan
mempercepat proses persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat
mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan plasenta.(Ai yeyeh
rukiyah, 2010 Hal 305).
10. Penanganan retensio plasenta menurut tingkatan
Sebelum melalmkan penanganan sebaiknya mengetahui beberapa hal dari
tindakan retensio Plasenta yaitu retensio plasenta dengan pendarahan langsung
melakukan manual plasenta retensio plasenta tanpa perdarahan.
1. Di tempat bidan: setelah dapat memastikan keadaan umum pasien segera
memasang infus dan memberikan cairan merujuk penderita ke pusat
dengan fasilitas cukup untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik
memberikan transfusi proteksi dengan antibiotik mempersiapkan plasenta
manual dengan legeartis dalam pengaruh narkosa. Tingkat Polindes:
penanganan Retensio Plasenta dari tingkatan desa sebelumnya persiapan
donor darah yang tersedia dari warga setempat yang telah di pilih dan
dicocokkan dengan donor darah pasien. Diangnosis yang lakukan
stabilisasi dan kemudian lakukan plasenta manual untuk kasus adhesiva
simpleks berikan uterotonika antibiotika serta rujuk untuk kasus berat.
2. Tingkat Puskesmas: diagnosis lakukan stabilisasi kemudian lakukan
plasenta manual untuk kasus risiko rendah rujuk kasus berat dan berikan
uterotonika antibiotika.
13

3. Tingkat Rumah Sakit: diagnosis stabilisasi plasenta manual histerektomi


transfusi uterotonika antibiotika kedaruratan komplikasi.(Ai yeyeh
rukiyah, 2010 Hal 306)
11. Penanganan secara umum
a. Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mangedan, jika
anda dapat merasakan plasenta dalam vagina, kaluarkan plasenta tersebut.
b. Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan lakukan
kateterisasi kandung kemih.
c. Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit IM. jika belum
dilakukan pada penanganan aktif kala III.
d. Jangan berikan ergometrin karena dapat menyebabkan kontraksi uterus
yang tonik, yang bisa memperlambat pengeluaran plasenta.
e. Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan
uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali.
f. Jika traksi pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk melakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
g. Jika pendarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah
sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau
adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan
adanya koagulopati.
h. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina yang berbau)
berikan antibiotik untuk metritis.
i. Sewaktu suatu bagian dairi plasenta satu atau lebih lobus tertinggal, akan
menyebabkan uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif.
j. Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi manual
uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang digunakan
untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar.
k. Keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar.
l. Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah. ( Ai yeyeh
rukiyah, 2010 Hal 308)
B. Sisa plasenta
Sisa Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membranya dalam cavum
uteri Sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat
menimbulkan perdarahan post pasrtum sekunder.
Sisa plasenta yang masih teninggal disebut “sisa plasenta” atau plasenta rest.
Gejala klinis sisa plasenta adalah terdapat subinvolusi uteri, terjadi perdarahan sedikit
14

yang berkepanjangan, dapat juga terjadi perdarahan banyak mendadak setelah berhenti
beberapa waktu, perasaan tidak nyaman di perut bagian bawah.
Selaput yang mengandung pembuluh darah ada yang tertinggal, perdarahan
segera. Gejala yang kadang kadang timbul uterus berkonraksi baik telapi tinggi fundus
tidak berkurang. Sisa plasenta yang masih teninggal di dalam uterus dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan. Bagian plasenta yang masih menempel pada dinding uterus
mengakibatkan uterus tidak adekuat sehingga pembuluh darah yang terbuka pada dinding
uterus tidak dapat berkontraksi atau terjepil dengan sempurna.
Sisa plasenta dalam nifas menyebabkan perdarahan dan infeksi. Perdarahan yang
banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa plasenta. Jika pada pemeriksaan
plasenta ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, maka harus dilakukan eksplorasi dari
cavum uteri. Potolongan potongan plasenta yang ketinggalan diketahui biasanya
menimbulkan perdarahan postpartum lambat.
1. Etiologi
Faktor penyebab utarus perdarahan baik secara primer maupun sekunder
adalah grandemultipara, jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun, persalinan
yang dilakukan dengan tindakan, pertolongan kala uri sebelum waktunya,
penolongan persalinan oleh dukun. persalinan dengan tindakan paksa, persalinan
dengan narkoba.
Penyehab rest plasenta:
a. Pengeluaran plasenta udak hati-hati
b. Salah pimpinan kala III: terlalu terburu-buru untuk mempercepat lahirnya
plasenta
c. Abnormalitas plasenta
d. Abnonnalnas plasenta meliputi bentuk plasenta dan penanaman plasenta
dalam uterus yang mempengaruhi mekanisme pelepasan plasenta.
e. Kelahiran bayi yang terlalu cepat
f. Kelahiran bayi yang terlalu cepat akan mengganggu pemisahan plasenta
secara fisiologis akibat gangguan dari retraksi sehingga dapat terjadi
gangguan retensi sisa plasenta
2. Tanda dan Gejala
a. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak
lengkap.
b. Terjadi perdarahan rembesan atau mengucur, saat kontraksi uterus keras,
darah berwarna merah muda, bila perdarahan hebat timbul syok. pada
pememriksaan inspekulo terdapat sisa plasenta.
15

c. Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang


d. Sewaklu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan
tidak ada pendarahan dengan sisa plasenta. Tertinggalnya sebagian
plasenta( rest plasenta)
e. Keadaan umum lemah
f. Peningkatan denyut nadi
g. Tekanan darah menurun
h. Pernafasan cepat
i. Gangguan kesadaran (Syok)
j. Pasien yang pusing dan gelisa
k. Tampak sisa plasenta yang belum keluar
3. Diagnosa
a. Penemuan secam dini. hanya dimungkinkan dengan penemuan melakukan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan Pada kasus sisa plasenta dengan
perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali
lagi ke lempat persalin dengan keluhan perdarahan selelah 6-10 hari
pulang ke rumah dan sub involusi uterus. (Saifuddin, 2009: 181)
b. Perdarahan berlangsung terus menerus atau berulang.
c. Pada palpasi di dapatkan fundus uteri masih teraba lebih besar
d. Pada pemeriksaan dalam didapat uterus yang membesar, lunak. dan dari
ostium uteri keluar darah.
4. Penanganan
a. Penemuan secara dini hanya dimungkinkan dengan melakukan
pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan.
b. Berikan antiblotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis.
Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan
dengan 3x1 g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1 g suposiloria
dilanjutkan dengan 3x500 mg oral.
c. Dengan dipayungi antibiotika tersebut. Ikutkan ekplorasi digital (bila
servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah alau jaringan. Bila servik
hanya dapat dilalui alat kuretase, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan
AVM atau dilatasi dan kurelase.
d. Bila kadar Hb < 8 gr℅ beri tranfusi darah. bila kadar Hb > 8 gr% berikan
sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari (Saifuddin, 2009 181).
16

Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar atau
setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya katiledon
yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih
ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontaksi rahim
sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus
dilakukan eksplorasi kedalam rahim dengan cara manual atau digital atau
kurel dan pemberian uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah
perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai dengan keperluannya
(prawirohardjo. 2010: 527)
5. Komplikasi
a. Sumber infeksi dan perdarahan potensial Memudahkan terjadinya anemia
yang berkelanjutan
b. Terjadi plasenta polip
c. Degenerasi korio karsinoma
d. Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah.
6. Pencegahan sisa plasenta
Pencegahan terjadinya perdarahan post partum merupakan tindakan
utama, sehingga dapat menghemat tenaga, biaya dan mengurangi komplikasi
upaya preventif dapat dilakukan dengan :
a. Meningkatkan kesehantan ibu, sehingga tidak lerjadi anemia dalam
kehamilan.
b. Melakukan persiapan penolongan persalinan secara legeartis.
c. Meningkatkan usaha penerimaan KB
d. Melakukan pertolongan persalinan dirumah sakit bagi ibu yang mengalami
pendarahan post partum

C. Gangguan Pembekuan Darah


1. Pengertian
Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang
terjadi karena adanya kelainan pada proses pembekuan darah sang ibu, sehingga
darah tetap mengalir.
2. Etiologi
Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet
biasanya tidak menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada
kontraksi uterus untuk mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan
plasenta dan penjendalan darah memiliki peran penting beberapa jam hingga
17

beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat menyebabkan
perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain,
terutama trauma. Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat
persalinan. Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti
ITP atau sindroma HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas
platelet dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar merupakan penyakit
sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis.
Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang
berupa hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi. tetapi abnormalitas yang
didapat biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan
dengan solusio plasenta. sindroma HELLP, IUFD. emboli air ketuban dan sepsis.
Kadar fibrinogen meningkat pada saat hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran
normal seperti pada wanita yang tidak hamil harus mendapat perhatian. Selain itu.
koagulopati dilusional dapat terjadi setelah perdarahan post partum masif yang
mendapat resusiatsi cairan kristaioid dan transfusi PRC. DIC, yaitu gangguan
mekanisme pembekuan darah yang umumnya disebabkan oleh hipo atau
afibrinigenemia atau pembekuan intravascular merata (Disseminated Intravaskular
Coagulation)
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi
jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada
kasus ini terdapat peningkatan kadar Ddimer dan penurunan fibrinogen yang tajam,
serta pemanjangan waktu trombin (thrombin time).
3. Patofisiologi
Kelainan koagulasi generalisata ini dianggap sebagai akibat dari lepasnya
substansi substansi serupa tromboplastin yang berasal dari produk konsepsi ke dalam
sirkulasi darah ibu atau akibat aktivasi factor XII oleh endotoksin. Setelah itu
mulailah serangkaian reaksi berantai yang mengaktifkan mekanisme pembekuan
darah, pembentukan dan pengendapan fibrin dan, sebagai konsekuensinya, aktivasi
sistem fibrinolitik yang normalnya sebagai proteksi. Gangguan patofisiologi yang
kompleks ini menjadi suatu lingkaran setan yang muncul sebagai diathesis perdarahan
18

klinis dengan berubah-ubahnya hasil rangkaian tes pembekuan darah sehingga


membingungkan.
4. Tanda dan gejala
Perdarahan berlangsung terus merembes dari tempat tusukan
5. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi obstetric yang diketahui berhubungan dengan DIC
(Koagulasi Intravaskuler Diseminata) : Sepesi oleh kuman gram negative. terutama
yang mneyertai engan abortus septic, Syok berat Pemberian cairan hipertonik ke
dalam uterus
6. Diagnosis Umum
Didapatkan pada semua parturient dengan HPP Primer : Data Subyektif :
Keluar darah bergumpal dari alat kemaluan Inspeksi : Adanya pengeluaran darah >
400 cc, parturient tampak pucat. pada keadaan serius tampak tanda-tanda syok Pada
kehilangan darah Iebih dari 25%.dijumpai TTV
Tensi : turun
Nadi : lemah dan cepat
RR : meningkat
Suhu : turun
Khusus
DIC
Perdarahan dari tempat lain, misal vagina, hidung, gusi, kulit, < Darah yang
keluar sama sekali tidak ada gumpalan, walau sudah terkena udara
Klausal PPP karenan gangguan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain
dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada
persalinan sebelumnya. Akan ada tedensi mudah terjadi perdarahn setiap dilakukan
penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan,
suntikan, perdarahan digusi, rongga hidung dan lain-Iain.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostatis
yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekua memanjang.
trombositopenia, terjadi hipofibriogenemia dan terdete adanya FDP ( fibrin
degradation product) serta perpanjangan tes protombin dan PTT ( PARTIAL
THROMBOPLASTIN TIME) (Sarwono, 2008)
19

7. Pencegahan
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat
perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang
sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan,
semua kehamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, slah
satunya adalah perdarahan pascapersalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat
dilakukan sebagai berikut:
a. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap
penyakit kronis, anemia dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan
pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.
b. Mengenal faktor predisposisi PPP seperti multiparitas, anak besar, hamil kembar,
hidroamnion, bekas seksio. ada riwayat PPP sebelumnya dan kehamilan resiko
tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan.
c. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama
d. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
e. Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan
menghindari persalinan dukun
f. Mengesuai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan
mengadakan rujukan sebagaimana mestinya. (Sarwono, 2008)
8. Pengobatan
Pasien perlu dirawat bila secara klinis ada gangguan pembekuaan darah atau
dari serangkaian pemeriksaan laboratorium diperlihatkan adanya kemunduran fungsi
pemebekuan darah secara progresif.
Cara pengobatan yang akan dipilih tergantung kepada ancaman jiwa pasien
segera akibat perdarahan yang aktif pada saat diagnosis ditegakkan atau akibat
persalinan yang akan segera terjadi.
a. Bila dicurigai ada perdarahan aktif dari uterus dari persalinan operatif, harus
diberikan pengobatan sebagai terjadi :
1) Monitor tanda-tanda Vital secara kontinue termasuk pengukuran tekanan
vena sentral dan mempertahankan produksi urin
2) Berikan oksngen melalui masker
3) Mengatasi syok dengan segera adalah penting, bila memungkinkan dengan
darah lengkap segar.
20

4) Pemberian faktor-faktor pembekuan : pengobatan dengan plasma beku


segar lebih disukai daripada dengan preparat depot fibrinogen (pooled
fibrinogen) komersial karena dapat memperkecil resiko penularan
hepatitis, penggantian volume tambahan, serta tersediannya aneka macam
faktor-faktor pembekuaan. Setiap liter plasma beku segar dapat diharapkan
mengandung 2-3 g fibrinogen. Karena kira-kira diperlukan 2-6 g
fibrinogen, bila hal tidak dapat disediakan dengan perparat tersebut (baik
karena tidak tersedia atau karena masalah-masalah hipervolema) dapat
dipakai fibrinogen depot komersial.
b. Bila tidak ada perdarahan uterus dan persalinannya dapat ditunda (yaitu, sindrom
janin mati yang tertinggal dalam uterus tetapi jelas tidak ada soluiso plasenta),
tindakan sebagai berikut dilakukan : Heparinisasi : 100 lU/kg setiap 4 jam, atau
600 IU/kg/24 jam dengan infuse kontinu. Pemberian heparin dihentikan setelah
terjadi perbaikan faktor-faktor pembekuan ke dalam batas normal, dan hanya
dalam keadaan inilah persalinan boleh dilaksanakan. Terapi fibrinogen jarang
dilakukan jika sekiranya diindikasikan pada pasien obstetric selalu karena DIC
dan akan berhenti sendiri setelah pengobatan primer. Kita harus selalu ingat
bahwa keberadaan fibrinolisis merupakan suatu respons protektif terhadap
koagulasi intravaskuler.
9. Penatalaksanaan
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya
perdarahan post partum. perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya
perdarahan post partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada
kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan septikemia. Ambil langkah spesifik untuk
menangani penyebab yang mendasari dan kelainan hemostatik.
Penanganan DIC identik dengan pasien yang mengalami koagulopati
dilusional. Restorasi dan penanganan volume sirkulasi dan penggantian produk darah
bersifat sangat esensial. Perlu saran dari ahli hematologi pada kasus transfusi masif
dan koagulopati. Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan
pada pasien dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit
dengan cepat. Satu unit trombosit biasanya menaikkan hitung trombosit sebesar
5.000-10.000/mm3. Dosis biasa sebesar kemasan 10 unit diberikan bila gejaIa-gejala
21

perdarahan telah jelas atau bila hitung trombosit di bawah 20.000/mm 3. transfusi
trombosit diindakasikan bila hitung trombosit 10.000-50.000/mm3. jika direncanakan
suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau diperkirakan diperlukan suatu transfusi
yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan karena masa paruh trombosit hanya
3-4 hari. Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V,
VII, IX, X dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan
adanya kesesuaian donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan seI-sel
penerima. Bila ditemukan koagulopati, dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium,
plasma segar yang dibekukan harus dipakai secara empiris. Kriopresipitat, suatu
sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan fibrinogen, dipakai dalam penanganan
hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit von Willebrand. Kuantitas faktor-
faktor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya suatu pembekuan, serta bervariasi
menurut keadaan klinis.
DIC :
a. Uterotonika dosis adekuat
b. Tambahan fibrinogen Iangsung
c. Analisa factor bekuan darah
22

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah
kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual retensio
plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan,
infeksi karena sebagai benda mati.
2. Sisa Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membranya dalam cavum uteri
Sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat
menimbulkan perdarahan post pasrtum sekunder
3. Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi
karena adanya kelainan pada proses pembekuan darah sang ibu, sehingga darah tetap
mengalir.

B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan supaya mengetahui tanda dan gejala serta penanganan
setiap kegawatdaruratan apabila terjadi kepada pasien secara mendadak
23

DAFTAR PUSTAKA

Prawiroharjo S.,(2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo
Ai yeyeh rukiyah, L. y. (2010). Asuhan Kebidanan(Patologi Kebidanan). Jakarta: CV. Trans
Info Media.

Anda mungkin juga menyukai