Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN KOLABORASI

JENIS-JENIS KASUS PATOLOGI KALA III PERSALINAN

Dosen Pengampu
Endah Wijayanti, M.Keb.

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Allisya Salma P07224322234
Yuspita Sari Mangesa P07224322255
Yunita Dwi Mujiastuti P07224322241

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN ALIH JENJANG KEBIDANAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan limpahan Rahmat, Karunia, Taufiq dah Hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Jenis-Jenis Kasus Patologi Kala III Persalinan
dengan baik. Dan juga kami berterima kasih kepada Ibu Endah Wijayanti,
M.Keb. selaku dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan Kolaborasi pada Kasus
Patologi dan Komplikasi yang telah memberikan arahan dan dukungan demi
kesempurnaan makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan pembaca. Oleh sebab itu, kami berharap adanya saran
dan kritik yang membangun demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa
yang akan datang. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya.
Kami mohon maaf apabila dalam penulisan maupun penyampaian materi
terdapat kekeliruan. Kami mengucapkan terimakasih.

Samarinda, 13 September 2023

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................…...ii
DAFTAR ISI...........................................................................................……….iii
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................2
C Tujuan................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3
A. Retensio Plasenta...............................................................................3
B. Inversio Uteri.....................................................................................7
BAB III PENUTUP............................................................................................13
A. Kesimpulan......................................................................................13
B. Saran................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan postpartum paling sering diartikan sebagai keadaan
kehilangan darah lebih dari 500 ml (Marmi 2011). Perdarahan postpartum
adalah perdarahan yang berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada
jalan lahir, dan jaringan sekitarnya (Prawirohardjo 2014). Berdasarkan waktu
terjadinya perdarahan postpartum dapat dibagi menjadi perdarahan primer
dan perdarahan sekunder. Perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi
dalam 24 jam pertama dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri, robekan
jalan lahir, sisa sebagian plasenta dan gangguan pembekuan darah.
Perdarahan sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam
persalinan. Penyebab utama perdarahan postpartum sekunder biasanya
disebabkan sisa plasenta (Satriyandari and Hariyati 2017)

Dari data rekam medik RSUD Syekh Yusuf Gowa pada tahun 2016,
didapatkan jumlah ibu nifas sebanyak 1578 orang dan yang mengalami
perdarahanpostpartum sebanyak 57 orang. Pada tahun 2017 jumlah ibu nifas
sebanyak 1638 orang dan yang mengalami perdarahan postpartum meningkat
yaitu sebanyak 63 orang. Kemudian pada tahun 2018 jumlah ibu nifas
sebanyak 1845 orang dan yang mengalami perdarahan postpartum yaitu
sebanyak 4 orang. Pada tahun 2018 perdarahan postpartum di RSUD Syekh
Yusuf mengalami penurunan. Angka inimenunjukkan adanya fluktuasi dari 3
tahun terakhir. Dari data rekam medik RSUD Syekh Yusuf Gowa,
didapatkan, 50 % pasien yang mengalami perdarahan postpartum berasal dari
pasien rujukan.

Faktor predisposisi perdarahan postpartum adalah umur, paritas, status


gizi, kelainan darah, kelahiran yang dibantu dengan alat (forcep, vacum),
distensi uterus yang berlebihan karena hidramnion, bayi besar dan gemeli,
induksi persalinan dan punya riwayat perdarahan postpartum. paska tindakan
operasi vagina dan kelelahan ibu (prolong labour dan neglected labour) juga
merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan postpartum (Fitria and
Puspitasari 2015).

Salah satu penyebab lainnya yaitu Inversio Uteri, Mochtar (2011),


mendefinisikan bahwa inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri
terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam cavum uteri. Penyebabnya
bisa terjadi secara spontan atau karena tindakan. Faktor yang memudahkan
terjadinya adalah uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya; tarikan tali
pusat yang berlebihan atau patulous kanalis servikalis. Yang spontan dapat
terjadi pada grande multipara, atonia uteri, kelemahan alat kandungan, dan
tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan/batuk). Yang karena tindakan
dapat disebabkan cara crade berlebihan, tarikan tali pusat, dan pada manual
plasenta yang dipaksakan, apalagi ada pelekatan plasenta pada dinding rahim.

Inversio uteri merupakan kejadian kegawatdaruratan yang tidak dapat


diprediksi. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, akan menurunkan
morbiditas dan mortalitas akibat inversio uteri. Prinsip penanganan inversio
uteri adalah reposisi uterus dan penanganan syok. Cara terakhir adalah
dengan prosedur pembedahan melalui pendekatan abdomen, yaitu dengan
tehnik Huntington dan Haultain.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, permasalahan pokok
makalah ini dapat dirumuskan dalam pernyataan “Apa saja jenis-jenis Kasus
Patologi dalam Kala III Persalinan?”

C. Tujuan
Untuk mengetahui Asuhan Kebidanan Kolaborasi dalam Kasus Patologi
pada Kala III Persalinan
BAB II
TINJAUAN KASUS
I. Retensio Plasenta
a) Pengertian
Perdarahan post partum karena retensio plasenta adalah kondisi
dimana plasenta tertahan dalam rahim dan belum keluar selama 30
menit setelah bersalin disebabkan uterus tidak berkontraksi dengan
baik. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui keadaan tipe
perdarahan mana yang terjadi dan faktor risikonya terkait. Resiko
meninggal akibat perdarahan post partum tidak hanya tergantung pada
jumlah kehilangan darah, tetapi juga status kesehatan wanita. Sosial
ekonomi,gaya hidup, malnutrisi sebagai hal yang tak terhindarkan dan
tidak dapat diubah serta kecepatan dan ketepatan penanganan
mempengaruhi keberhasilan penanganan dari pasien dengan
haemorarghia post partum. Oleh karena itu penting sekali melakukan
upaya untuk mencegah retensio plasenta pada persalinan melalui
deteksi dini komplikasi kehamilan, persalinan dan penatalaksanaan
manajemen aktif kala III dengan tepat dan benar. (Agustin Dwi,2021)
Keterlambatan uri untuk dilahirkan dalam waktu lebih dari 30
menit di namakan retensio plasenta (perlengkatan plasenta). Retensio
plasenta merupakan satu penyebab haemorarghia post partum.
Retensio plasenta terjadi dikarenakan plasenta memang belum lepas
dari dinding uterus dan sudah lepas sebagian sehingga tampak
perdarahan yang keluar dari vagina sebagai tanda plasenta harus segera
dilahirkan secara manual. Plasenta yang belum terlepas atau hanya
sebagian karena kontraksi yang tidak adekuat. Jika perlekatan plasenta
terlalu kuat dan penempelannya sampai dengan myometrium atau
dinding abdomen dinamakan plasenta akreta dan perkreta. Kondisi
seperti ini tidak dianjurkan untuk dilakukan manual plasenta (F.A.
Permatasari, S. Handayani, 2017).
Retensio plasenta dapat mengakibatkan perdarahan postpartum
(HPP) pada ibu bersalin. Perdarahan postpartum sendiri merupakan
perdarahan pervaginam 500 ml atau lebih sesudah bayi lahir
(Henny,Jurnal Kebidanan 2020)
b) Etiologi
Berdasarkan penyebabnya retensio plasenta dapat dibagi menjadi
secara fungsional dan patologi anatomi. Secara fungsional dapat dibagi
menjadi 2 yaitu disebabkan karena his yang kurang kuat atau plasenta
yang sukar terlepas dari tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya
(plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta
yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas
disebut plasenta adhesive. Secara patologi anatomi dapat dibagi
menjadi plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. Sebab-
sebab plasenta belum lahir bisa oleh karena plasenta belum lepas dari
dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika
lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya.
c) Faktor Risiko
Faktor risiko kejadian perlengketan plasenta terdiri dari faktor
maternal (usia, paritas, anemia, jarak kehamilan kurang dari 2 tahun,
pendidikan), sosial ekonomi, faktor uterus (rahim yang besar) dan
Riwayat komplikasi persalinan yang lalu. Hasil penelitian Riyanto
(2015) menunjukkan bahwa usia, paritas dan anemia berpengaruh
terhadap kejadian retensio plasenta. Usia kurang dari 20 tahun dan
lebih dari 35 tahun berisiko terjadi perlengkatan plasenta karena alat
reproduksi usia muda perkembangan belum sempurna dan usia tua
sudah mengalami penurunan pada desidua yang mengganggu
perlekatan plasenta pada rahim. Selain itu hamil pada usia tua
menyebabkan kontraksi uterus kurang adekuat dan endometrium
mengalami kemunduran dalam pemenuhan nutrisi untuk janin
sehingga plasenta memperluas pertumbuhan dan daerah implantasi dan
vili khorialis menembus sampai dengan myometrium. Ibu yang
melahirkan lebih dari 2 kali meningkatkan risiko perlengkatan plasenta
karena jaringan fibrosa menggantikan serat otot dalam rahim,
penurunan kontraktilitas, kompresi pembuluh darah lebih sulit dan
terjadilah perlengkatan pada daerah implantasi.

d) Tata Laksana Manual Plasenta


Retensio Plasenta merupakan salah satu keadaan emergensi yang
memerlukan tatalaksanaan segera, Pada retensio plasenta, sepanjang
plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan.
Bila terjadi banyak perdarahan atau bila pada persalinan-persalinan
yang lalu ada riwayat perdarahan postpartum, maka tak boleh
menunggu, sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan dengan tangan.
1) Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual dilakukan dalam
narkosis, karena relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya.
Sebaiknya juga dipasang infus garam fisiologik sebelum tindakan
dilakukan. Setelah memakai sarung tangan dan disinfeksi tangan
dan vulva, termasuk daerah sekitarnya, maka labia dibeberkan
dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan dimasukkan secara
obstetrik ke dalam vagina.
2) Tangan kiri sekarang menahan fundus untuk mencegah
kolpaporeksis. Tangan kanan dengan gerakan memutar-mutar
menuju ostium uteri dan terus ke lokasi plasenta; tangan dalam ini
menyusuri tali pusat agar tidak terjadi false route.
3) Supaya tali pusat mudah teraba, dapat diregangkan oleh asisten.
Setelah tangan dalam sampai ke plasenta maka tangan tersebut
pergi ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah
lepas untuk menentukan bidang pelepasan yang tepat. Kemudian
dengan sisi tangan sebelah kelingking plasenta dilepaskan pada
bidang antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding
rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim. Setelah
seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang dan dengan perlahan-
lahan ditarik ke luar.
4) Periksa cavum uterus untuk memastikan bahwa seluruh plasenta
telah dikeluarkan.
5) Lakukan masase untuk memastikan kontraksi tonik uterus.
6) Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap,
sementara kontraksi uterus belum baik segera dilakukan kompresi
bimanual uterus dan disuntikkan ergometrin 0,2 mg IM atau IV
sampai kontraksi uterus baik. Pada retensio plasenta, risiko atonia
uteri tinggi oleh karena itu harus segera dilakukan tindakan
pencegahan perdarahan postpartum. Apabila kontraksi uterus tetap
buruk setelah 15 detik, dilanjutkan dengan tindakan sesuai
prosedur tindakan pada atonia uteri.
7) Kesulitan yang mungkin dijumpai pada manual plasenta ialah
adanya lingkaran konstriksi, yang hanya dapat dilalui dengan
dilatasi oleh tangan dalam secara perlahanlahan dan dalam narkosis
yang dalam. Lokasi plasenta pada dinding depan rahim juga sedikit
lebih sukar dilepaskan daripada lokasi pada dinding belakang.
(Jurnal Medical Profession,2021)
e) Kuretase
Seringkali pelepasan sebagian plasenta dapat dilakukan dengan
manual plasenta dan kuretase digunakan untuk mengeluarkan sebanyak
mungkin jaringan yang tersisa. Kuretase mungkin diperlukan jika
perdarahan berlanjut atau pengeluaran manual tidak lengkap.
(Prawirohardjo S, 2014).
Prosedur Kuretase oleh Dokter Spesialis Obgyn
1. Baringkan pasien dalam posisi litotomi
2. Bersihkan vulva dan vagina dengan betadine
3. Kateterisasi
4. Memasang speculum sims, jepit portio dengan tenaculum gigi
satu pada arah jam 11
5. Lakukan sonda seke dalam cavum uteri (10cm), kesan uterus
anteflexi
6. Dilakukan pengeluaran sisa jaringan ke dalam cavum uteri
dengan abortus tang.
7. Lanjutkan kuretase dengan tang tumpul lalu tang tajam
8. Kontrol perdarahan, perdarahan (+) sedikit

Penatalaksanaan Post Kuretase kolaborasi dengan Obgyn

1. IVFDRL 28 tpm
2. Amoxicilin 500 mg 3x1
3. Asammefenamat 500 mg 3x1
4. Drips oxytocin 1 ampuldalam 500cc RL/D5 28 tpm
5. Cek HB 6 jam post transfusi,
6. Transfusi 1 bag PRC

II. Inversio Uteri


a) Pengertian
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian
atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Dapat keluar melalui
kanalis servikalis sehingga menonjol ke dalam vagina. Untuk
menegakkan diagnosis inversio uteri dilakukan palpasi abdomen dan
pemeriksaan dalam. Dijumpai pada kala III atau post partum dengan
gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi
bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan
dapat terjadi strangulasi dan nekrosis. Pemeriksaan dalam, Bila masih
inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung
ke dalam. Bila komplit, fundus uteri tidak dapat diraba, di atas simfisis
uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak. Kavum
uteri sudah tidak ada (terbalik). (Endo, fehrencach; 2015)
Inversio Uteri Berat
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Inversio_uteri
Inversio uteri merupakan komplikasi kala III persalinan yang
sangat ekstrem. Karena servik mendapatkan pasokan darah yang
sangat banyak maka inversio uteri yang total dapat menyebabkan
renjatan vasovagal dan memicu terjadinya perdarahan pasca persalinan
yang masif akibat atonia uteri yang menyertainya. Inversio Uteri dapat
terjadi pada kasus pertolongan persalinan kala III aktif. (Jurnal Dunia
Kesmas Volume 3. Nomor 4. 2014)
b) Penyebab

Penyebab utama inversio uteri belum sepenuhnya diketahui dengan


baik dan dianggap memiliki hubungan dengan kelainan
dari miometrium. Sebagian besar kondisi ini terjadi secara mendadak
dan lebih sering karena prosedur tindakan persalinan. Kondisi ini tidak
selalu dapat dicegah.

Inversio uteri dapat terbagi dua menurut penyebabnya, yaitu


inversio uteri nonobstetri dan inversio uteri purperalis. Inversio uteri
nonobstetri biasanya diakibatkan oleh perlengketan mioma uteri
submukosa yang terlahir, polip endometrium, dan sarkoma uteri. Pada
kondisi tersebut, fundus uteri tertarik ke arah bawah disertai dengan
kontraksi miometrium secara terus-menerus yang mencoba untuk
mengeluarkan mioma karena dianggap sebagai benda asing. Namun,
inversio uteri karena penyebab nonobstetri lebih jarang
terjadi. Sementara inversio uteri purperalis terjadi secara spontan dan
lebih sering karena tindakan persalinan. (Mehra,2013)

c) Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara jangan terlalu mendorong
rahim atau melakukan perasat crede berulangulang dan hati-hatilah
dalam menarik tali pusat serta melakukan pengeluaran plasenta dengan
tajam. (Jurnal Dunia Kesmas Volume 3. Nomor 4. 2014)
d) Tata Laksana

Reposisi Manual (https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Inversio_uteri)

Tatalaksana pertama adalah dengan mengatasi keadaan umum penderita


sehingga tidak terjadi syok, bahkan kematian. Diagnosis yang cepat dapat
meminimalisir risiko, karena semakin lama uterus terbalik maka semakin
sulit dalam pengembaliannya. Terapi terhadap perdarahan dan syok
sebaiknya diberikan segera penggantian cairan tubuh menggunakan jarum
infus ukuran besar dengan berkolaborasi dengan dokter SPOG.
Dipertimbangkan untuk memasang akses intravena tambahan, kesiapan
anestesia, persiapan kamar operasi, dan asisten bedah. Pengamatan tanda
vital penderita dilakukan sesering mungkin, serta dilakukan pemasangan
kateter untuk menilai urin penderita.

Selanjutnya dilakukan tindakan reposisi, pengembalian posisi fundus uteri.


Reposisi dapat dilakukan secara manual, maupun secara operatif. Ketika
reposisi manual tidak dapat dilakukan, reposisi secara operatif dapat
dilakukan. Ada beberapa teknik reposisi non bedah dan bedah seperti

1) Manuver Johnson Reposisi Manual (Non Bedah)

Reposisi dengan teknik Johnson dilakukan dengan memasukkan


seluruh tangan ke dalam jalan lahir, sehingga ibu jari dan jari-jari lain
berada pada cervical utero junction dan telapak tangan menampung
fundus uteri. Lalu uterus didorong masuk ke dalam rongga panggul dan
perut. Tangan operator tetap berada dalam rahim hingga timbul kontraksi
uterus yang keras.

Metode ini mengurangi jumlah lapisan uterus yang harus melalui


serviks pada saat yang sama. Setelah uterus direposisi, tangan operator
tetap berada di dalam cavum uteri hingga terjadi kontraksi dan hingga
diberikan oksitosin intravena.

Masalah utama penerapan manuver Johnson adalah karena kasus


inversio uteri akut sangat jarang, sulit bagi penolong persalinan untuk
mendapatkan kompetensi dalam melakukan prosedur ini. Oleh karena itu,
perlu diadakan pelatihan simulasi.

2) Prosedur Pembedahan Huntington oleh SPOG

Dilakukan setelah tindakan laparatomi yang dilanjutkan dengan


menarik fundus uteri secara bertahap dengan bantuan forsep Allis. Forsep
Allis dipasang 2 cm di bawah cincin serviks pada kedua sisinya,kemudian
ditarik ke atas secara bertahap sampai fundus uteri kembali pada posisinya
semula. Tarikan tersebut dapat dibantu dengan dorongan manual melalui
jalan lahir untuk mempermudah prosedur.

3) Prosedur Pembedahan Teknik Haulstain oleh SPOG

Dilakukan dengan membuat insisi longitudinal (sayatan melintang)


sepanjang dinding posterior uterus dan melalui cincin kontriksi. Jari
kemudian dimasukkan melalui insisi ke titik di bawah fundus uteri yang
terbalik dan diberikan tekanan pada fundus. Bila reposisi telah komplit,
luka insisi dijahit kembali.
e) Pemberian Uterotonik Paska Reposisi Inversio Uteri
Setelah reposisi uterus berhasil, harus diberikan uterotonik selama
minimal 24 jam setelah reposisi, agar tidak terjadi inversio uteri
berulang. (DeCherney AH,2017)
Uterotonik yang dapat dipergunakan dengan kolaborasi SPOG
antara lain :
1) Methyl ergonovine maleat (Methergine) 0,2 mg IM setiap 30
menit, dapat diulang 3 kali
2) Oksitosin 40-60 IU/L dalam cairan isotonik (seperti Ringer
Laktat) diberikan IV dalam tetes kontinyu.
3) Prostaglandin 15-methyl F2 alpha (Carboprost tromethamine,
Hemabate) 0,25mg IM, dapat diulang setiap 30 menit sebanyak
3 kali
4) Misoprostol 0,4mg per oral atau SL setiap 2 jam , atau 0,8-
1,0mg per rektal dosis tunggal. Jika dalam proses reposisi
dengan MgSO4 dapat diberikan kalsium parenteral untuk
menetralisir efek tokolitik MgSO4.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kasus patologi dalam
Kala III Persalinan yaitu Retensio Plasenta dan Inversio Uteri. Faktor risiko
kejadian perlengketan plasenta terdiri dari faktor maternal (usia, paritas,
anemia, jarak kehamilan kurang dari 2 tahun, pendidikan), sosial ekonomi,
faktor uterus (rahim yang besar) dan riwayat komplikasi persalinan yang lalu.
Serta penangan pada retensio plasenta yaitu dengan melakukan manual
plasenta atau dengan cara kuretase.

Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Penyebab utama inversio uteri
belum sepenuhnya diketahui dengan baik dan dianggap memiliki hubungan
dengan kelainan dari miometrium. Sebagian besar kondisi ini terjadi secara
mendadak dan lebih sering karena prosedur tindakan persalinan.
Pencegahannya dengan mengatasi keadaan umum penderita sehingga tidak
terjadi syok, bahkan kematian serta perlunya berkolaborasi dengan dokter
SPOG

B. Saran
Dari beberapa penjelasan diatas tentang penulisan “Jenis-Jenis Kasus
Patologi dalam Persalinan Kala III” pasti tidak lepas dari kesalahan penulisan
dan rangkain kalimat dan penyusunan makalah ini menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diharapkan oleh pembaca
dalam khususnya pembimbing mata kuliah Asuhan Kebidanan Kolaborasi
pada Kasus Patologi dan Komplikasi. Oleh karena itu penulis makalah ini
berharap kepada pembaca mahasiswa dan pembibing mata kuliah ini terdapat
kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam terselesainya makalah
selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA

Badriyah, Sulastri, Sutio R. Pengaruh faktor resiko terhadap perdarahan ibu


postpartum di RS Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan. Jurnal
Penelitian Kesehatan Suara Forikes. 2011; II(1):32-6.

Hofmeyr GJ, Abdel-Aleem H, Abdel-Aleem MA. Uterine massage for preventing


postpartum haemorrhage. Cochrane Database Syst Rev. 2008;(3).

Rezky Sartika1 , Muh Ardi Munir2,3PLACENTAL RETENTION


MANAGEMENT IN ATERM PREGNANCY Vol. 3 | No. 2 | Juni 2021 |
Jurnal Medical Profession (MedPro)

Endo. Primery pospartum haemorrahage [internet]. USA: fehrencach; 2015


[diakses tanggal 15 Mei 2016]. Tersedia dari: http://www.gfmer.ch/.

Apuzzio, Joseph J.; Vintzileos, Anthony M.; Berghella, Vincenzo; Alvarez-Perez,


Jesus R. (2017). Operative Obstetrics, 4E (dalam bahasa Inggris). CRC
Press. hlm. PT822. ISBN 9781498720588.

Mehra, R; Siwatch, S; Arora, S; Kundu, R (12 December 2013). "Non-puerperal


uterine inversion caused by malignant mixed mullerian sarcoma". BMJ
Case Reports. 2013: bcr2013200578. doi:10.1136/bcr-2013-
200578. PMC 3863018 . PMID 24334469.

DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Current Diagnosis and


Treatments in Obstetrics & Gynecology. 10th ed. USA: McGraw-Hill
Companies; 2017.

Andersen, H. Frank; Hopkins, Michael P. (2009). "Postpartum Hemorrhage". The


Global Library of Women's Medicine. doi:10.3843/GLOWM.10138.

Eniyati, Jurnal Dunia Kesmas Volume 3. Nomor 4. Oktober 2014 “ANALISIS


PENYEBAB-PENYEBAB PRIMER KEJADIAN PERDARAHAN
POST PARTUM PADA IBU BERSALIN DI KECAMATAN DENTE
TELADAS KABUPATEN TULANG BAWANG PROVINSI
LAMPUNG”

Anda mungkin juga menyukai