Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

“DETEKSI KASUS PATOLOGI DAN KOMPLIKASI PERSALINAN KALA III


SERTA PENATALAKSANAANNYA”

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Kolaborasi
pada Kasus Patologi dan Komplikasi

Dosen Pengampu: Mundarti, S.Pd., S.SiT., M.Kes.

Disusun oleh: Kelompok 7

1. Vivi Nur Prasetyaningtyas (P1337424520005)


2. Sovia Nurul Fadilla (P1337424520026)
3. Dwi Yuni Astuti (P1337424520047)
PUNICA

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

DAN PENDIDIKAN PROFESI BIDAN MAGELANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kelompok kami dengan
judul “Deteksi Kasus Patologi dan Komplikasi Persalinan Kala III serta
Penatalaksanannya”. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan
Kebidanan Kolaborasi pada Kasus Patologi dan Komplikasi.
Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah ini,
baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Kami mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membimbing kami utamanya kepada Ibu Mundarti, S.Pd.,
S.SiT., M.Kes., selaku dosen pengampu mata kuliah Asuhan Kebidanan Kolaborasi
pada Kasus Patologi dan Komplikasi.
Kami menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
kami sangat menerima kritik dan saran.

Magelang, 20 Agustus 2023


Penyusun

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN

A. Konsep Persalinan Kala III....................................................................................


B. Screening atau Penapisan Awal Kasus-Kasus Patologis dan Komplikasi pada
Persalinan Kala
III................................................................................................3
C. Stabilisasi pada Kasus Patologis dan Komplikasi Kasus
Persalinan....................4
D. Kewenangan Bidan, Kolaborasi dan Rujukan dalam Penanganan Kasus
Patologi dan Komplikasi pada Kasus Persalinan
...............................................................5
E. Identifikasi Kasus Patologi dan Komplikasi Selama Persalinan Kala
III.............7
BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................................11
B. Saran .................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan merupakan salah satu kejadian bagi seorang ibu. Diperlukan segenap kemampuan baik
tenaga maupun pikiran guna melalui tahapan prosesnya. Banyak ibu hamil dapat melalui proses
persalinan dengan lancar dan selamat. Namun banyak pula, persalinan menyebabkan terjadinya
komplikasi yang disebabkan oleh berbagai hal. Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab
penting dari ¼ kematian ibu. Tingginya angka kematian ibu umumnya akibat ahli kebidanan atau
bidan terlambat mengenali, terlambat merujuk pasien ke perawatan yang lebih lengkap, terlambat sampai
di tempat rujukan dan terlambat ditangani. Penanganan rujukan obstetri merupakan mata rantai yang
penting, menjadi faktor penentu dari hasil akhir kehamilan dan persalinan. Kurang lebih 40% kasus di
RS merupakan kasus rujukan. Oleh karena itu bidan wajib mempelajari materi ini untuk dapat
mencegah dan menangani penyulit serta komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi pada persalinan
kala III dan kala IV

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana screening atau penapisan awal kasus-kasus patologis dan komplikasi
pada persalinan kala III?
2. Bagaimana stabilisasi pada kasus patologis dan komplikasi kasus persalinan?
3. Apa kewenangan bidan, kolaborasi dan rujukan dalam penanganan kasus patologi
dan komplikasi pada kasus persalinan?
4. Bagaimana identifikasi kasus patologi dan komplikasi selama persalinan kala III?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui screening atau penapisan awal kasus-kasus patologis dan
komplikasi pada persalinan kala III?
2. Untuk mengetahui stabilisasi pada kasus patologis dan komplikasi kasus
persalinan?
3. Untuk mengetahui kewenangan bidan, kolaborasi dan rujukan dalam penanganan
kasus patologi dan komplikasi pada kasus persalinan?
4. Untuk mengetahui identifikasi kasus patologi dan komplikasi selama persalinan
kala III?

4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Persalinan Kala III
a) Definisi Persalinan Kala III
Persalinan merupakan proses pengeluaran hasil kosepsi yang cukup
bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan
lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Marmi, 2016).
Menurut Prawihardjo (2016), kala III persalinan dimulai segera setelah
janin keluar, dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin.
Kala III persalinan dapat disebut juga sebagai stadium pemisahan dan ekspulsi
plasenta. Setelah kala dua persalinan, kontraksi uterus berhenti sekitar 5
sampai 10 menit. Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan plasentanya
pada lapisan Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim (Manuaba dalam
Marmi, 2016).
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit, maka harus diberi penanganan yang
lebih atau dirujuk (Sumarah dalam Marmi, 2016).
b) Fisiologi Kala III
Otot uterus (myometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume
rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan
berkurangnua ukuran tempat perlekatan plasenta. Tempat perlekatan menjadi
semakin mengecil, ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat,
menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan
turun ke bagian bawah uterus atau kedalam vagina. Setelah plasenta lahir,
dinding uterus akan berkontraksi dan menekan semua pembuluh darah
sehingga akan menghentikan perdarahan dari tempat melekatnya plasenta.
Sebelum uterus berkontraksi, dapat terjadi kehilangan darah 350-560 cc/menit
dari tempat perlekatan plasenta.
c) Tanda Pelepasan Plasenta pada Persalinan Kala III
1. Perubahan bentuk dan tinggi fundus uterus
Setelah bayi lahir dan sebelum myometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus sekitar di bawah pusat. Setelah
uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk
segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat.

5
2. Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda ahfeld).
3. Semburan darah mendadak dan singkat
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong
plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah
(retroplacental pooling) dalam ruang di antara dinding uterus dan
permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah
tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.

B. Screening/ Penapisan Awal Kasus Patologis dan Komplikasi pada Persalinan


Kala III
1) Pengkajian pada klien dengan kasus patologi dan komplikasi persalinan
a) Pengkajian pada klien dengan kasus patologi dan komplikasi persalinan
(1) Data Subjektif
a) Biodata ibu dan suami (Nama, usia, alamat, no hp, suku/bangsa,
agama, golongan darah)
b) Keluhan utama/alasan berkunjung
c) Status dan riwayat obstetric
d) Riwayat menstruasi
e) Riwayat kehamilan sekarang
f) Riwayat perkawinan
g) Riwayat kontrasepsi
h) Riwayat kesehatan
i) Riwayat alergi
j) Riwayat persalinan ini
k) Riwayat kesejahteraan janin
l) Riwayat nutrisi dan eliminasi
(2) Data Objektif
a) Pemeriksaan tanda vital ibu (Tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi)
b) Pemeriksaan berat badan
c) Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
d) Pemeriksaan Leopold
e) Pemeriksaan tinggi fundus uteri
f) Pemeriksaan denyut jantung janin

6
g) Pemeriksaan genetalia
h) Pemeriksaan dalam
i) Pemeriksaan
2) Analisis data pada klien kasus patologi dan komplikasi dalam persalinan
Bidan menganalisis data yang diperoleh pada pengkajian, menginterpretasikan
secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan yang
tepat. Kriteria perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan adalah diagnosa
sesuai dengan nomenklatur kebidanan, masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi
klien, serta dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri,
kolaborasi, dan rujukan.
Persalinan dengan masalah 1. Perdarahan pada saat persalinan
kesehatan/komplikasi 2. Pre eklampsia dan eklampsia
3. Persalinan dengan penyulit
4. Kelainan lamanya bersalin
5. Kelainan air ketuban
6. Syok obstetri
Persalinan dengan 1. Perdarahan pada saat persalinan
kegawatdaruratan 2. Pre eklampsia dan eklampsia
3. Persalinan dengan penyulit
4. Kelainan lamanya bersalin
5. Kelainan air ketuban
6. Syok obstetri

3) Perencanaan asuhan pada kasus patologi dan komplikasi persalinan


Bidan dalam melakukan asuhan kebidanan pada ibu bersalin memiliki 5 aspek
dasar, meliputi:
a. Membuat keputusan klinik
b. Asuhan sayang ibu dan sayang bayi
c. Pencegahan infeksi
d. Pencatatan rekam medis asuhan persalinan
e. Rujukan pada kasus komplikasi ibu dan bayi baru lahir.
Perencanaan pada kasus patalogi dan komplikasi persalinan adalah sebagai
berikut:

7
Kategori Gambaran
Persalinan dengan masalah 1. Melakukan pendidikan kesehatan
kesehatan/komplikasi dan konseling sesuai dengan
kebutuhan ibu
2. Melakukan upaya promosi
kesehatan
3. Melakukan evaluasi kemajuan
persalinan
4. Memberi konseling khusus untuk
mengatasi masalah/kebutuhan ibu
5. Melanjutkan pemantauan kondisi
ibu dan janin selama proses
persalinan
6. Merujuk ke fasilitas kesehatan
rujukan diatasnya
7. Memindaklanjuti hasil konsultasi/
kolaborasi/rujukan
Persalinan dengan kegawatdaruratan 1. Memberikan pertolongan awal
sesuai dengan masalah kesehatan
2. Merujuk ke RS
3. Mendampingi ibu
4. Memantau kondisi ibu dan janin
5. Menindaklanjuti hasil konsultasi/
kolaborasi/rujukan

4) Implementasi asuhan pada klien dengan pendekatan holistik


Implementasi yang dilakukan oleh bidan adalah berdasarkan perencanaan yang
disusun, yaitu:
Kategori Gambaran
Persalinan dengan masalah 1. Melakukan pendidikan kesehatan
kesehatan/komplikasi dan konseling sesuai dengan

8
kebutuhan ibu
2. Melakukan upaya promosi
kesehatan
3. Melakukan evaluasi pembukaan
jalan lahir
4. Memberi konseling khusus untuk
mengatasi masalah/kebutuhan ibu
5. Melanjutkan pemantauan kondisi
ibu dan janin selama proses
persalinan
6. Merujuk ke fasilitas kesehatan
rujukan diatasnya
7. Memindaklanjuti hasil konsultasi/
kolaborasi/rujukan
Persalinan dengan kegawatdaruratan 1. Memberikan pertolongan awal
sesuai dengan masalah kesehatan
2. Merujuk ke RS
3. Mendampingi ibu
4. Memantau kondisi ibu dan janin
5. Menindaklanjuti

5) Evaluasi asuhan kebidanan kolaborasi kasus patologi dan komplikasi persalinan


Gambaran evaluasi yang dilakukan pada asuhan kebidanan kolaborasi kasus
patologi dan komplikasi persalinan adalah:
Persalinan dengan masalah 1. Evaluasi keefektifan pendidikan
kesehatan/komplikasi kesehatan dan konseling sesuai dengan
kebutuhan ibu
2. Evaluasi keefektifan upaya promosi
kesehatan
3. Evaluasi kemajuan persalinan
4. Evaluasi keefektifan konseling khusus
untuk mengatasi masalah/kebutuhan
ibu

9
5. Evaluasi kondisi ibu dan janin selama
proses persalinan
6. Evaluasi rujukan ke fasilitas kesehatan
rujukan diatasnya
7. Evaluasi tindak lanjut hasil konsultasi/
kolaborasi/rujukan
Persalinan dengan 1. Evaluasi pertolongan awal sesuai
kegawatdaruratan dengan masalah kegawatdaruratan
persalinan

6) Pendokumentasian asuhan pada klien dengan pendekatan holistik


Di dalam metode SOAP, S adalah data subjektif, O adalah data objektif, A
adalah analysis, P adalah planning. Metode ini merupakan dokumentasi yang
sederhana akan tetapi mengandung semua unsur data dan langkah yang
dibutuhkan dalam asuhan kebidanan, jelas, logis.
a. Data Subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang klien.
Ekspresi klien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai
kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan
diagnosis.
b. Data Objektif merupakan pendokumentasian hasil observasi yang jujur, hasil
pemeriksaan fisik klien, hasil pemeriksaan laboratorium Catatan medik dan
informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data objektif
ini sebagai data penunjang. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis klien
dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis.
c. Analisis, langkah ini merupakan pendokumentasian hasil analisis dan
intrepretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif.
d. Penatalaksanaan adalah mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan
yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan
secara komprehensif; penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/ follow up
dan rujukan.

C. Stabilisasi pada Kasus Patologis dan Komplikasi Kasus Persalinan


Resiko Perdarahan Persalinan Kala III

10
Pada kala III persalinan, terjadi his pelepasan uri yang mengakibatkan tekanan fundus
meningkat sedangkan terjadi pengecilan uterus sehingga perlekatan plasenta di dinding uterus sangat
kecil lalu plasenta terlepas dari dinding uterus. Apabila pada kala III persalinan terjadi kontraksi uterus
yang tidak ade kuat atau gagal yang disebut atonia uteri maka akan menyebabkan terjadinya risiko
perdarahan. Dimana jika hal tersebut tidak ditanganin dengan cepat dan baik makan akan terjadi
perdarahan melebihi batas pasca persalinan yang disebut dengan perdarahan pasca
persalinan(Sukarni K & ZH, 2013).
Risiko perdarahan berarti berisiko mengalami kehilangan darah baik internal
(terjadi dalam tubuh) maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh) menurut (Tim
Pokja DPP PPNI, 2016). Dalam hal ini definisi perdarahan persalinan kala III adalah
perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir
(Ilmiah, 2015).
Pada periode pasca persalinan, sulit untuk menentukan terminologi
berdasarkan batasan kala persalinan yang terdiri dari 1 hingga 4. Definisi pasca
persalinan adalah perdarahan yang melebihi 500 ml. Oleh sebab itu maka batasan
operasional untuk periode pasca persalinan adalah setelah bayi lahir, dimana periode
tersebut termasuk dalam persalinan kala III (POGI et al., 2014).
Penyebab munculnya risiko perdarahan pada persalinan kala III ialah adanya
kondisi dimana memungkinkan terjadinya perdarahan pada persalinan kala III,
sehingga perlu diketahui penyebab dari perdarahan pada persalinan kala III. Menurut
Sukarni K & P (2013) penyebab perdarahan pada persalinan kala III antara lain:
1. Atonia Uteri
a. Pengertian
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15
detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir).
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan pasca
persalinan yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga
4 jam setelah persalinan (Nugroho, 2012).
b. Etiologi
1) Over distention uterus seperti : gemeli makrosmia, polihidro amnion, atau
paritas tinggi
2) Umur yang terlalu muda atau terlalu tua, multipara dengan kelahiran
pendek , partus lama / partus terlantar, malnutrisi

11
3) Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta
belum lepas dari dinding uterus (Sukarni & Purwaningsih, 2013).
c. Faktor Presdiposisi
1) Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :
a) Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
b) Kehamilan gemelli
c) Janin besar (makrosomia)
2) Kala 1 atau kala 2 memanjang
3) Persalinan cepat (partus presipitatus)
4) Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
5) Infeksi intrapartum
6) Multiparitas tinggi
7) Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada
preeklamsia atau eklamsia.
8) Umur yang terlalu tua atau terlalu muda (<20 tahun dan >35 tahun)
d. Tanda dan Gejala
1) Uterus tidak berkontraksi dan lunak
2) Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir. Perdarahan yang
sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi pada
kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan
tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
3) Konsistensi rahim lunak. Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas
atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang
lainnya
4) Fundus uteri naik
5) Terdapat tanda-tanda syok
a) Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b) Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmhg
c) Pucat
d) Keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e) Pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
f) Gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g) Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
e. Pencegahan

12
Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu
pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau
5U IM dan 5 U Intravenous atau 10-20 U perliter Intravenous drips 100-150
cc/jam.
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko
perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan
obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi
jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi
darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak menyebabkan
kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa
paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit. Prostaglandin
(Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan
postpartum.
f. Penatalaksanaan
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum
pasien. Pasien bisa masih dalam keadaaan sadar, sedikit anemis, atau sampai
syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan tergantung
pada keadaaan klinisnya.
No Langkah penatalaksanaan Alasan
1 Masase fundus uteri segera setelah Masase merangsang
lahirnya plasenta(maksimal 15 detik) kontraksi uterus. Saat
dimasase dapat dilakukan
penilaia kontraksi uterus
2 Bersihkan bekuan darah adan selaput Bekuan darah dan selaput
ketuban dari vaginadan lubang servik ketuban dalam vagina dan
saluran serviks akan dapat
menghalang kontraksi uterus
secara baik
3 Pastikan bahwa kantung kemih Kandung kemih yang penuh
kosong,jika penuh dapat dipalpasi, akan dapat menghalangi
lakukan kateterisasi menggunakan uterus berkontraksi secara
teknik aseptic baik
4 Lakukan Bimanual Internal (KBI) Kompresi bimanual internal

13
selama 5 menit memberikan tekanan
langsung pada pembuluh
darah dinding uterusdan
juga merangsang
miometrium untuk
berkontraksi
5 Anjurkan keluarga untuk mulai Keluarga dapat meneruskan
membantu kompresi bimanual eksternal kompresi bimanual eksternal
selama penolong melakukan
langkah-langkah selanjutnya
6 Keluarkan tangan perlahan-lahan Menghindari rasa nyeri
7 Berikan ergometrin 0,2 mg IM Ergometrin dan misopostrol
(kontraindikasi hipertensi) atau akan bekerja dalam 5-7
misopostrol 600-1000 mcg menit dan menyebabkan
kontraksi uterus
8 Pasang infus menggunakan jarum 16 Jarum besar memungkinkan
atau 18 dan berikan 500cc ringer laktat pemberian larutan IV secara
+ 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc cepat atau tranfusi darah. RL
pertama secepat mungkin akan membantu memulihkan
volume cairan yang hilang
selama perdarahan.oksitosin
IV akan cepat merangsang
kontraksi uterus
9 Ulangi kompresi bimanual internal KBI yang dilakukan
bersama dengan ergometrin
dan oksitosin atau
misopostrol akan membuat
uterus berkontraksi
10 Rujuk segera Jika uterus tidak
berkontaksiselama 1 sampai
2 menit, hal ini bukan atonia
sederhana. Ibu
membutuhkan perawatan

14
gawat darurat di fasilitas
yang mampu melaksanakan
bedah dan tranfusi darah
11 Dampingi ibu ke tempat rujukan. Kompresi uterus ini
Teruskan melakukan KBI memberikan tekanan
langung pada pembuluh
darah dinding uterus dan
merangsang uterus
berkontraksi
12 Lanjutkan infus RL +20 IU oksitosin RL dapat membantu
dalam 500 cc larutan dengan laju 500 memulihkan volume cairan
cc/ jam sehingga menghabiskan 1,5 I yang hilang akibat
infus. Kemudian berikan 125 cc/jam. perdarahan. Oksitosin dapat
Jika tidak tersedia cairan yang cukup, merangsang uterus untuk
berikan 500 cc yang kedua dengan berkontraksi.
kecepatan sedang dan berikan minum
untuk rehidrasi

g. Skema Atonia Uteri

15
2. Retensio Plasenta
a. Definisi
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau
lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian gangguan pelepasan
plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus (Nugroho, 2012).
b. Epidemiologi
16-17% dari kasus perdarahan postpartum
c. Jenis-Jenis Retensio Plasenta
1) Plasenta Adhesiva

16
Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2) Plasenta Akreta
Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.
3) Plasenta Inkreta
Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai / memasuki miometnum.
4) Plasenta Perkreta
Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5) Plaserita Inkarserata
Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri
disebabkan oleh kontriksi osteum uteri.
d. Patofisiologi
Plasenta belum terlepas dari dinding Rahim karena tumbuh melekat
lebih dalam, pada plasenta adhesive yang melekat pada desidua endometrium
lebih dalam, plasenta inkreta dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam dan
menembus desidua sampai ke myometrium, plasenta akreta yang menembus
lebih dalam ke dalam myometrium tetapi belum menembus serosa; serta
plasenta perkreta yang menembus sampai serosa atau peritoneum dinding
rahim.
Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Atau karena adanya lingkaran
konstriksi pada bagian bawah Rahim akibat kesalahan penanganan kala III,
yang akan menghalangi plasenta keluaar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan,
tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini
merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula
tidak keluar karena kandung kemih atau rectum penuh, karena itu keduanya
harus dikosongkan.
e. Faktor Presdiposisi
1) Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta
adhesive dan plasenta akreta serta plasenta inkreta dan plasenta perkreta.

17
2) Mengganggu kontraksi otot Rahim dan menimbulkan perdarahan
f. Tanda dan Gejala
Gejala Separasi/akreta Plasenta Plasenta
parsial inkarserata akreta
Konsistensi Kenyal Keras Cukup
uterus
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah Sepusat
pusat
Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Discoid
Perdarahan Sedang-banyak Sedang
Tali pusat Terjulur Sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Kontriksi Terbuka
Sepasi plasenta Lepas Sebagian Sudah lepas Melekat
seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali,
kecuali akibat
inversion oleh
tarikan kuat
pada tali pusat

g. Komplikasi terhadap Ibu dan Janin


1) Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan
hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat luka tidak
menutup.
2) Infeksi
Karena sebagian benda mati yang tertinggal didalam Rahim meningkatkan
pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan
plasenta
3) Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus
sedangkan kontraksi pada ostium baik hingga yang terjadi.
4) Terjadi polip plasenta sebagai masa poliferative yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis.

18
5) Syok haemoragik
h. Penatalaksanaan
1) Resusitasi
Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2) Drip oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat
atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.Plasenta coba
dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips
oksitosin untuk mempertahankan uterus.
3) Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih
400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
3. Trauma Perineum
Perineum adalah otot, kulit dan jaringan yang ada diatara kelamin dan anus.
Trauma perineum adalah luka pada perineum yang sering terjadi saat proses
persalinan. Hal ini karena desakan kepala atau bagian tubuh janin secara tiba-tiba,
sehingga kulit dan jaringan perineum robek (Sukarni & Purwaningsih, 2013).
Berdasarkan tingkat keparahannya menurut Sukarni K (2013), trauma perineum
dibagi menjadi 4 derajat, antara lain:
1) Trauma derajat I, ditandai dengan adanya luka pada lapisan kulit dan lapisan
mukosa saluran vagina.
2) Trauma derajat II, luka sudah mencapai otot. 3)
3) Trauma derajat III, meliputi daerah yang lebih luas.
4) Trauma derajat IV, telah mencapai otot-otot anus, sehingga perdarahannya
pun lebih banyak.
Etiologi
1) Faktor Maternal
a) Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong
b) Pasien tidak mampu berhenti mengejan

19
c) Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan.
d) Edema dan kerapuhan pada perineum
e) Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum
f) Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga
g) Menekan kepala bayi ke arah posterior.
h) Peluasan episiotomi
2) Faktor-faktor janin :
a) Bayi yang besar
b) Posisi kepala yang abnormal, misalnya presentasi muka dan occipitoposterior
c) Kelahiran bokong
d) Ekstrasksi forceps yang sukar
e) Dystocia bahu
f) Anomali congenital, seperti hydrocephalus.
c. Pencegahan Robekan Jalan Lahir
1) Hindari Tindakan Episiotomi
Jika penyedia layanan anda menggunakan episiotomy sebagai prosedur rutin, anda bisa
membicarakan keinginan anda untuk menghindari dan mengingatkan mereka dengan
lembut bahwa American Academy of Obstetri dan Ginekologi (ACOG) dan WHO pun tidak
mendukung penggunaan episiotomy secara rutin. Dukungan dari penyedia layanan anda
penting untuk membantu anda menghindari episiotomy.
2) Perineal massage
Ini membantu belajar untuk rileks selama persalinan dan memungkinkan jaringan menjadi
lebih fleksibel dan dapat mencegah robek sama sekali. Dr. Robert Bradley, seorang DSOG
dalam bukunya “Husband Coached Childbirth” menjelaskan bahwa perineum massage
adalah salah satu cara yang paling efektif untuk menghindari terjadinya robekan pada
perineum.
3) Kegel Exercise
Ini juga efektif untuk membantu otot dasar panggul lebih kencang dan elastic. Metode ini
awalnya dikembangkan oleh Dr Arnold Kegel pada tahun 1948 untuk mengatasi
inkontinensia pada wanita setelah melahirkan dengan memperkuat pubococcygeus atau
otot “PC”.
4) Pengaturan posisi yang benar saat mengejan
Mengejan dengan menggunakan posisi terlentang justru akan menekankan perineum dan
menyempit outlet panggul sebanyak 30%. Biasanya yang terjadi di lapangan adalah ibu
diarahkan (cenderung dipaksa) untuk tidur terlentang dengan kedua lutut di pegangi oleh
alat atau dipenga bidan, kemudian dengan serta merta bidan memandu untuk mengejan
tanpa melihat si ibu ingin atau belum ingin mengejan. Cara terbaik untuk mengejan adalah
mengikuti dorongan diri sendiri dan berada dalam posisi-posisi lain selain telentang. Ingat

20
kontraksi melakukan pekerjaan untuk mendorong bayi keluar. Ingatlah bahwa dapat
dimanfaatkan gaya gravitasi bumi saat bersalin, bergerak dan memanfaatkan beberapa
posisi berrsalin seperti tegak, jongkok, duduk, berlutut, semua mengurangi kemungkinan
sobek.
5) Perineal support
Untuk menghindari episiotomy selama lahir (kompres panas/dingin) Menggunakan
kompres panas pada perineum selama pembukaan bahkan saat kepala crowning dapat
membantu peregangan jaringan serta membantu anda tetap santai, sedangkan pada
kompres dingin dapat mengurangi pembengkakan dan memberikan efek mati rasa untuk
perineum.
6) Yoga Prenatal
Selama kehamilan lakukan yoga dan latihan dasar panggul secara teratur, ini akan sangat
bermanfaat untuk menghindari robekan pada perineum anda.
7) Push/ mengejan hanya ketika anda merasa ingin mengejan bukan ketika seseorang
memberitahu anda untuk ‘push’ atau “mengejan” dan mendorong perlahan, lembut
kepala keluar. Jangan menahan nafas saat mengejan.
8) Jangan terburu-buru
Dengarkan naluri anda sendiri dan biarkan rahim anda yang menuntun anda. Balaskas
mengingatkan kita bahwa, “jika anda tidak berburuburu selama proses persalinan maka,
perineum anda akan punya waktu untuk meregang dengan baik” (Balasakas, 1992).

4. Rupture Uteri
Perlukaan yang paling berat pada waktu persalianan ialah robekan uterus. Robekan ini dapat
terjadi pada waktu kehamilan atau pada waktu persalianan, namun yang paling sering terjadi
ialah robekan ketika persalinan. Mekanisme terjadinya robekan uterus bermacammacam. Ada
yang terjadi secara spontan, dan ada pula yang terjadi akibat ruda paksa. Lokasi robekan dapat
korpus uteri atau segmen bawah uterus. Robekan bisa terjadi pada tempat yang lemah pada
dinding uterus misalnya pada parut bekas operasi seksio sesarea atau bekas miomektomi.
Robekan bisa pula terjadi tanpa ada parut bekas operasi, apabila segmen bawah uterus sangat
tipis dan regang karena janin megalami kesulitan untuk melalui jalan lahir. Robekan uterus akibat
ruda paksa umumnya terjadi pada persalinana buatan, misalnya pada estrasi dengan cunam atau
pada versi dan ekstrasi. Dorongan Kristeller bila tidak dikerjakan sebagaimana mestinya dapat
menimbulkan robekan uterus. Secara anatomi robekan uterus dapat dibagi dalam dua jenis yaitu:
a) Robekan inkomplet, yakni robekan yang mengenai endometrium dan miometrium tetapi
perimetrium masih utuh. b) Robekan komplet, yakni robekan yang mengenai endometrium,
miometrium dan perimetrium sehingga terdapat hubungan langsung antara kavum uteri dan
rongga perut. Robekan uterus komplet yang terjadi ketika persalianan berlangsung
menyebabakan gejala yang khas yaitu nyeri perut mendadak, anemia, syok dan hilangnya

21
kontraksi. Pada keadaan ini detak jantung janin tidak terdengar lagi, serta bagian-bagian janin
dengan mudah dapat teraba dibawah dinding perut ibu
Menurut Prawirohrdjo pengertian ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuitas
dinding rahim akibat dilampauinya daya regang pada miometrium (Aspiani,
2017). Menurut Aspiani (2017) ada beberapa hal yang menyebabkan ruptur uteri
antara lain:
1) Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus.
2) Induksi dengan oksitosin yang dilakukan sembarangan atau persalinan yang
lama, presentasi abnormal (terjadi penipisan pada segmen bawah uterus).
3) Panggul sempit, letak lintang, hydrochepalus.
4) Tumor yang menghalangi jalan lahir, presentasi dahi atau muka.

D. Kewenangan Bidan, Kolaborasi dan Rujukan dalam Penanganan Kasus


Patologi dan Komplikasi pada Kasus Persalinan
1. Atonia Uteri
Teknik Kompresi Bimanual Internal (KBI)
a. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut
masukkan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke intraktus
dan ke dalam vagina itu.
b. Periksa vagina & serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada
kavum uteri mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.
c. Letakkan kepalan tangan pada fornik anterior tekan dinding anteror uteri
sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat
dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam
d. Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding
uterus dan juga merang sang miometrium untuk berkontraksi.
e. Evaluasi keberhasilan:
1) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan
melakukan KBI selama dua menit, kemudian perlahanlahan keluarkan
tangan dari dalam vagina. Pantau kondisi ibu secara melekat selama
kala empat.

22
2) Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa
perineum, vagina dari serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut.
Segera lakukan penjahitan jika ditemukan laserasi.
3) Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan
keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE)
kemudian teruskan dengan langkahlangkah penatalaksanaan atonia
uteri selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk mulai menyiapkan
rujukan. Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBI, jika
KBI tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan
lain.
f. Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan ergometrin kepada ibu
dengan hipertensi)
Alasan: Ergometrin yang diberikan, akan meningkatkan tekanan darah lebih
tinggi dari kondisi normal.
g. Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus
dan berikan 500 ml larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit
oksitosin.
Alasan: Jarum dengan diameter besar, memungkinkan pemberian cairan IV
secara cepat, dan dapat langsung digunakan jika ibu membutuhkan
transfusi darah. Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi
uterus. Ringer Laktat akan membantu mengganti volume cairan yang
hiking selama perdarahan.
h. Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulang KBI.
Alasan: KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin dapat
membantu membuat uterus-berkontraksi
i. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu sampai 2 menit, segera lakukan
rujukan Berarti ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan
perawatan gawat-darurat di fasilitas kesehatan yang dapat melakukan
tindakan pembedahan dan transfusi darah.
j. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI hingga ibu tiba
di tempat rujukan. Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tiba di
fasilitas rujukan:
k. Infus 500 ml yang pertama dan habiskan dalam waktu 10 menit.

23
l. Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga
jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 liter, dan kemudian berikan
125 ml/jam.
m. Jika cairan IV tidak cukup, infuskan botol kedua berisi 500 ml cairan
dengan tetesan lambat dan berikan cairan secara oral untuk asupan cairan
tambahan.

Teknik Kompresi Bimanual Eksternal (KBE)


a) Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas simfisis
pubis.
b) Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korpus uteri),
usahakan memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
c) Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan
kompresi pembuluh darah di dinding uterus dengan cara menekan uterus di
antara kedua tangan tersebut. (Pusdiknakes, Asuhan Persalinan Normal).
d) Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi:
(1) Lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika.
(2) Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa
setelah ligasi.
e) Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya
meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya
reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan
meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif
diberikan lewat infus dengan Larutan Ringer laktat 20 IU perliter, jika
sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM).
Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu
nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang
ditemukan. Metilergonovin maleat: merupakan golongan ergot alkaloid yang
dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat
diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis

24
maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika
diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg.
Obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan
hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak
boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Prostaglandin (Misoprostol): merupakan sintetik analog 15 metil
prostaglandin F2alfa. Misoprostol dapat diberikan secara intramiometrikal,
intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian
secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai
dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk
mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini
merupakan 19 uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek
samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala,
hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja
juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadangkadang
menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan
peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi
oksigen.
Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada ibu dengan kelainan
kardiovaskular, pulmonal, dan gangguan hepatik. Efek samping serius
penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri.
Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk
mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka
keberhasilan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar
disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan pemakaian
Uterotonika untuk menghindari perdarahan masif yang terjadi.

E. Identifikasi Kasus Patologi dan Komplikasi Selama Persalinan Kala III


1) Data Subjektif
a) Pasien mengatakan bahwa bayinya telah lahir melalui vagina
b) Pasien mengatakan bahwa ari – arinya belum lahir
c) Pasien mengatakan perut bagian bawahnya terasa mules
2) Data Objektif

25
a. Bayi lahir secara spontan per vagina pada tanggal … jam … jenis kelamin laki
– laki / perempuan, normal/ ada kelainan, menangis spontan kuat, kulit warna
kemerahan
b. Plasenta belum lahir
c. Tidak teraba janin kedua
d. Teraba kontraksi uterus
3) Assesment
Berdasarkan data dasar yang diperoleh melalui pengkajian diatas, bidan
menginterpretasikan bahwa pasien sekarang benar – benar sudah dalam persalinan
kala III
Diagnosis Nomenklatur: Seorang P1A0 dalam persalinan kala III
a. Menentukan diagnosis potensial
Bidan tetap harus waspada terhadap berbagai kemungkinan buruk pada kala
III, meskipun kasus yang ia tangan adalah persalinan normal. Persalinan
merupakan proses yang fisiologis namun dapat berubah menjadi patologis
sewaktu-waktu tanpa bisa diprediksi sebelumnya. Diagnosis potensial yang
mungkin muncul pada kala III :
(1) Gangguan kontraksi pada kala III
(2) Retensi sisa plasenta
b. Menentukan tindakan antisipasi/tindakan segera
Berdasarkan diagnosis potensial yang telah dirumuskan, bidan secepatnya
melakukan tindakan antisipasi agar diagnosis potensial tidak benar – benar
terjadi. Langkah antisispasi yang dapat dilakukan pada kala III :
(1) Stimulasi putting susu
(2) Pengeluaran plasenta secara lengkap
4) Planning
Pada kala III bidan merencanakan tindakan sesuai dengan tahapan persalinan
normal : Lakukan palpasi akan ada tidaknya janin kedua, berikan suntikan
oksitosin dosis 0,5 cc secara IM, libatkan keluarga dalam pemberian minum,
lakukan pemotongan tali pusat, lakukan PTT, lahirkan plasenta.
a. Pelaksanaan
(1) Melakukan palpasi uterus untuk memastikan ada tidaknya janin kedua.
(2) Memberikan suntikan oksitosin dosis 0,5 cc secara IM di otot sepertiga
luar paha dalam waktu kurang dari 1 menit setelah bayi lahir

26
(3) Melibatkan keluarga dalam pemberian minum kepada pasien.
(4) Melakukan penjepitan dan pemotongan tali pusat
(5) Melakukan PTT
(6) Melahirkan plasenta
b. Evaluasi
Evaluasi dari manajemen persalinan kala III :
(1) Plasenta lahir spontan lengkap pada tanggal … jam …
(2) Kontraksi uterus : baik / tidak
(3) TFU berapa jari dibawah pusat
(4) Perdarahan : sedikit / sedang / banyak
(5) Laserasi jalan lahir : ada / tidak
(6) Kondisi umum pasien
(7) Tanda vital pasien

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Marmi (2016) Intranatal Care Asuhan Kebidanan pada Persalinan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

28
Prawirohardjo, Sarwono. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Sarwono Prawirohardjo

29

Anda mungkin juga menyukai