DOSEN PEMBIMBING :
EVRINA SOLVIA SOLEH, SST, M.Keb
DISUSUN OLEH :
NAMA : HASRITA OCTALIANA
NIM : PO71242220003
KELAS : B
Puji syukur penulis kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas ini dapat
diselesaikan. Kedua kalinya Sholawat serta Salam semoga tercurahkan pada
junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita menuju
kezaman terang benderang saat ini.
Askeb ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Patofisilogi Kasus
Kebidanan yang membahas tentang “Asuhan Kebidanan Kehamilan Dengan
Abortus Imminens“. Semoga askeb ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca. Saya sadar bahwa askeb ini
masih banyak kekurangan dan jauh untuk disebut sempurna.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................... 2
C. Tujuan ……………..................................................................... 2
D. Manfaat Masalah ………………………………………………. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Abortus.…………………......................................... 4
B. Etiologi…………………………………….…………………….. 4
C. Pathogenesis ……………………………………………………. 5
D. Manifestasi Klinis………………………………………………. 5
E. Pemeriksaan Penunjang ………………………………………. 6
F. Klasifikasi ………………………………………………………. 6
G. Jenis-Jenis Abortus …………………………………………… 7
H. Abortus Imminens ……………………………………………… 7
I. Tanda Dan Gejala Abortus Imminens …………………………. 8
J. Diagnosa Abortus Imminens……………………………………. 8
K. Prognosa Abortus Imminens…………………………………… 8
L. Penanganan Pada Abortus Imminens ………………………… 9
M. Pathway/WOC Abortus Imminens…………………………… 10
BAB III TINJAUAN KASUS ……………………………………….. 11
BAB IV PEMBAHASAN KASUS……………………………………. 26
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................... 30
B. Saran............................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 32
LAMPIRAN JURNAL
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah Angka
Kematian Ibu (AKI). Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012, AKI di Indonesia sebesar 359 kematian / 100.000
kelahiran hidup. Sementara target yang ingin dicapai sesuai tujuan SDG’s pada
tahun 2030 AKI turun menjadi 70 kematian / 100.000 kelahiran hidup (SDKI,
2012). Angka kematian Ibu di Jawa Tengah 116,34/100.000 kelahiran hidup.
Tingginya Angka Kematian Ibu menunjukkan keadaan sosial ekonomi yang
rendah dan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan antenatal dan
obstetric yang rendah pula. Penyebab kematian maternal di Indonesia terkait
kehamilan dan persalinan yaitu perdarahan (27%), eklampsi (23%), infeksi
(11%), partus lama (5%), abortus (5%), dan lain-lain (11%) (DepkesRI, 2012).
Abortus ialah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel
telur dan sperma) pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram, sebelum janin dapat hidup diluar kandungan (Nugroho,
2011). Angka kejadian abortus spontan di Indonesia adalah 10-15% dari 6 juta
kehamilan setiap tahunnya atau 600.000-900.000 orang, sedangkan abortus
buatan sekitar 750.000-1,5 juta orang setiap tahunnya, 2500 orang diantaranya
berakhir dengan kematian (Mahdiyah, 2013).
Abortus imminens adalah suatu abortus yang dicurigai bila terdapat
pengeluaran vagina yang mengandung darah, atau perdarahan pervaginam
pada trimester pertama kehamilan. Abortus imminens dapat atau tanpa disertai
rasa mules ringan,sama dengan pada waktu menstruasi atau nyeri pinggang
bawah. Perdarahan pada abortus imminens seringkali hanya sedikit, namun hal
tersebut berlangsung beberapa hari/minggu (Mufdillah, 2009). Dalam kondisi
seperti diatas, kehamilan masih mungkin berlanjut atau dapat dipertahankan,
ditandai dengan perdarahan bercak terhenti, serviks tertutup, uterus sesuai
gestasi, nyeri melilin karena kontraksi tidak ada (Rukiyah, 2014).
1
Asuhan yang diberikan untuk ibu hamil dengan abortus imminens yaitu
istirahat baring merupakan unsur penting karena dapat menyebabkan
bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsangan mekanik
(Rukiyah, 2014).
Petugas kesehatan khususnya bidan, diharapkan lebih meningkatkan
keterampilan agar dapat mendeteksi sedini mungkin terjadinya abortus
imminens sehingga komplikasi dapat diatasi dengan baik (Hamidah, 2013).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan dalam
laporan pendahuluan ini yaitu “Bagaimana Asuhan Kebidanan Ibu Hamil
Pada Ny. A dengan Abortus Imminens di Ruang Bersalin?”
C. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami teori abortus
imminens dan mampu dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan Ibu Hamil
pada Ny. A dengan Abortus Imminens di Ruang Bersalin.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian data.
b. Mengidentifikasi diagnosa, masalah dan kebutuhan.
c. Mengidentifikasi masalah potensial.
d. Mengidentifikasi kebutuhan segera.
e. Merumuskan suatu rencana tindakan yang komprehensif.
f. Melakukan tindakan menurut rencana.
g. Mengevaluasi pelaksanaan asuhan kebidanan.
D. Manfaat Penulisan
Diharapkan dengan adanya Asuhan Kebidanan Ibu Hamil Pada Ny.A
dengan Abortus Imminens, mahasiswa lebih dapat menerapkan ilmu
2
pengetahuan yang telah diberikan saat melakukan pendidikan selama dalam
perkuliahan. Serta dapat melakukan keterampilan dasar praktik dilapangan.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (FKUI, 2014).
Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum
sanggup hidup sendiri diluar uterus, belum sanggup diartikan apabila fetus itu
beratnya terletak antara 400 – 1000 gram, atau usia kehamilan kurang dari 28
minggu. Abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke-16,
dimana proses plasentasi belum selesai. Abortus adalah berakhirnya kehamilan
sebelum anak dapat hidup di dunia luar (Fajariana, 2015).
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu)
pada kehamilan atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah
kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan (Amelia, 2019).
B. Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab (Mochtar, 2011), yaitu:
1. Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada
kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini
adalaha:
a. Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X.
b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.
c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau
alkohol.
2. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi
menahun.
3. Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan dan
toksoplasmosis.
4
4. Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus
pada trimester kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan
uterus.
C. Pathogenesis
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti nekrosis
jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap
benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan
benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 7 minggu, villi kotaris belum
menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan
seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih
dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak
perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14minggu, janin dikeluarkan lebih
dahulu dari pada plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti
kantong kosong amnion atau benda kecil yang tak jelas bentuknya (lighted
ovum) janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus,
maserasi atau fetus papiraseus (Mochtar, 2011).
D. Manifestasi Klinis
1. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik: Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau
cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
3. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil
konsepsi.
4. Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri
pinggang akibat kontraksi uterus.
5. Pemeriksaan ginekologi:
a. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam ada / tidak jaringan hasil
konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva.
5
b. Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau
jaringan berbau busuk dario ostium.
c. Colok vagina: porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau
tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil
dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada
perabaan adneksa, kavum Douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.
(Mochtar, 2011).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes kehamilan: positif bila janin masih hidup, bahkan 2 – 4 minggu setelah
abortus.
2. Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup.
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion. (Amelia,
2019).
F. Klasifikasi
Abortus dapat dibagi atas 2 bagian (Amelia, 2019):
1. Abortus spontan
Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis
ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
2. Abortus Provakotus (induced abortion)
Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun
alat-alat. Abortus ini lalu dibagi lagi menjadi:
a. Abortus medisinalis (abortus theraupetica)
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila
kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan
indikasi medis), biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim
dokter ahli.
6
b. Abortus kriminalis
Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
G. Jenis-Jenis Abortus
1. Abortus iminens, perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20
minggu, tanpa ada tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat.
2. Abortus insipiens, bila perdarahan diikuti dengan dilatasi serviks.
3. Abortus inkomplit, bila sudah sebagian jaringan janin dikeluarkan dari
uterus. Bila abortus inkomplit disertai infeksi genetalia disebut abortus
infeksiosa.
4. Abortus komplit, bila seluruh jaringan janin sudah keluar dari uterus.
5. Missed abortion, kematian janin sebelum 20 minggu.
6. Abortus habitualis (keguguran berulang) adalah keadaan dimana penderita
mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
7. Abortus infeksiosus dan abortus septik:
Abortus infeksiosus adalah keguguran yang disertai infeksi genital.
Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran
kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum, hal ini
sering ditemukan pada abortus inkompletus, atau abortus
buatan, erutama yang kriminalis tanpa memperhatikan syarat-syarat
asepsis dan antisepsis. Bahkan pada keadaan tertentu dapat terjadi perforasi
rahim. (Mochtar, 2011).
7
Abortus imminens adalah terjadinya pengeluaran darah dari vagina,
sedangkan jalan lahir masih menutup dan terjadi pada umur kehamilan kurang
dari 20 minggu.
8
melakukan pemeriksaan fisik, serum B-hcgdan progesteron serta
ultrasonografi (Varney, 2007).
9
M. PATHWAY/WOC ABOTUS IMMINENS
Perdarahan
- Bercak - Cemas
- Flek Cokelat - Stress
Serviks Tertutup
Abortus Imminens
- Observasi perdarahan
- Istirahat
- Bedrest total
- KIE
10
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS/BIODATA
Nama Klien : Ny. Ayu Nama Suami : Tn. Andi
Umur : 19 Tahun Umur : 24 Tahun
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMK
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jerambah Bolong Alamat : Jerambah Bolong
11
• Pernah dikuret : Tidak
• Keguguran terakhir : Tidak ada
• Jarak antara kehamilan : Tidak ada
• Pernah imunisasi TT : Belum
• Komplikasi pada waktu hamil : Tidak ada
• Persalinan yang lalu dibantu oleh: Belum pernah melahirkan
• Tempat persalinan : Tidak ada
• Komplikasi persalinan pada waktu yang lalu: Tidak ada
d. Riwayat Kehamila Ini
• HPHT : 28-01-2022
• TP : 04-11-2023
• Keluhan-keluahan pada :
TM 1 : mual, muntah, ibu mengatakan keluar flek – flek dari jalan
lahir sejak 4 jam yang lalu
TM2 :-
TM3 :-
• Imunisasi TT :-
• Kontrasepsi yang digunakan :-
• Pergerakan anak pertama kali :-
• Keluhan yang dirasakan :
o Rasa lelah : ada
o Mual dan muntah yang lama : tidak ada
o Nyeri perut : ada
o Panas, menggigil : tidak ada
o Sakit kepala berat/terus-menerus : tidak ada
o Penglihatan kabur : tidak ada
o Rasa nyeri/panas waktu BAK : tidak ada
o Rasa gatal pada vulva vagina dan sekitarnya : tidak ada
o Pengeluaran cairan pervaginam : ada
o Nyeri, kemerahan, tegang pada tungkai : tidak ada
12
o Oedema : tidak ada
• Diet Makan : sama seperti sebelum hamil
• Pola eliminasi : BAB : 1x/hari, BAK : 6x/hari
• Aktivitas sehari-hari :
Pola istirahatt dan tidur : 2 jam pada siang hari, 8 jam pada malam
hari
• Imunisasi TT :-
• Kontrasepsi yang pernah digunakan : -
e. Riwayat penyakit sistematik yang pernah diderita
• Jantung : tidak ada
• Ginjal : tidak ada
• Asma/TB Paru : tidak ada
• Hepatitis : tidak ada
• D.M : tidak ada
• Hipertensi : tidak ada
• Epilepsy : tidak ada
• HIV/AIDS : tidak ada
• Lain-lain : tidak ada
f. Riwayat penyakit keluarga
• Jantung : tidak ada
• Hipertensi : tidak ada
• D.M : tidak ada
• Asma : tidak ada
• Lain-lain : tidak ada
g. Riwayat sosial
• Perkawinan : kawin
• Status perkawinan : kawin sah
Kehamilan ini : Direncanakan dan diterima
Rencana pengasuhan anak : sendiri dan bersama orang tua
Perasaan tentang kehamilan ini : senang dan bahagia
13
C. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBJEKTIF)
1) Status emosional : baik
2) Tanda vital
• Tekanan darah : 120/80 mmHg
• Denyut nadi : 80x/menit
• Pernafasan : 22x/menit
• Suhu : 36,8 °c
• BB : 55 kg
• TB : 152 cm
• LILA : 24 cm
• BB sebelum hamil : 52 kg
3) Muka
• Oedema : tidak ada
• Conjungtiava : tidak anemik
• Sclera mata : tidak ikterik
4) Dada
• Simetris : ada
• Mamae : membesar
• Benjolan : belum ada
• Striae : tidak ada
• Areola : menghitam
• Putting susu : belum menonjol
5) Pinggang (periksa ketuk : costro-vertebrata-angel tenderness)
• Nyeri : tidak ada
6) Ekstremitas
• Oedema tangan dan jari : tidak ada
• Oedema tibia, kaki : tidak ada
• Betis merah / lembek / keras : tidak ada
• Varises tungkai : tidak ada
• Reflek patella
14
Kanan : ada
Kiri : ada
7) Abdomen
• Bekas luka : tidak ada
• Pembesaran perut : sesuai dengan usia kehamilan
• Bentuk perut : normal
• Oedema : tidak ada
• Linea : tidak ada
• Striae : tidak ada
Pemeriksaan kebidanan
• Palpasi : teraba ballotement
o TFU :-
o Letak :-
o Presentasi :-
o Punggung :-
o TBBJ :-
o Posisi janin :-
o Kontraksi :-
o Frekuensi :-
o Kekuatan :-
• Auskultasi
o DJJ :-
o Tempat :-
o Frekuensi :-
8) Genitalia
Inspeksi
• Vulva dan vagina
Varices : tidak ada
Luka : tidak ada
Kemerahan : tidak ada
Nyeri : tidak ada
15
PPV : Keluarnya flek – flek coklat dari vagina.
• Pemeriksaan Inspekulo : Portio lunak, OUE tertutup, tidak ada
cairan ketuban yang merembes, tidak ada jaringan yang keluar.
• Perineum
Bekas luka parut : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
9) Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
HB : 12,3 gr%
Leukosit : 9800/mm3
Trombosit : 255000/mm3
Golongan darah : O
b. Pemeriksaan penunjang lain
USG : Terlihat kantong kehamilan
Pp test : Positif
2. INTERPRETASI DATA
Tanggal : 23 Maret 2022 Pukul : 09.00 WIB
a. Diagnosa :
Ny. A G1P0A0 dengan usia kehamilan 8 minggu dengan abortus imminens
Data Dasar :
Data Subyektif
1) Ibu mengatakan ini kehamilan yang pertama.
2) Ibu mengatakan belum pernah keguguran.
3) Ibu mengatakan hamil 8 minggu
4) Ibu mengatakan + 4 jam mengeluarkan flek-flek coklat dari jalan lahir,
ibu cemas dan mengatakan perutnya tidak terasa mules.
Data Objektif
1) Kesadaran umum : Baik
2) Kesadaran : compos mentis
3) Tanda vital
16
TD : 120/80mmHg Denyut nadi : 80x/i
RR : 22x/I Suhu : 36,8 °c
Lila : 24cm TB : 152cm
BB : 55 kg BB sebelum : 52 kg
4) Leopold : teraba ballotement
5) PPV : Ada pengeluaran flek – flek coklat dari jalan lahir
dipembalut ibu
6) Pemeriksaan inspekulo : Portio lunak, OUE tertutup, tidak ada cairan
ketuban yang merembes, tidak ada jaringan yang keluar.
7) Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan USG, hasilnya terdapat
kantong kehamilan, PP test hasil positif.
b. Masaalah
Ibu merasaa cemas terhadap kehamilannya
c. Kebutuhan
Beri ibu dorongan moril dan informasi tentang keadaan yang dialaminya,
bahwa Abortus Imminens adalah suatu kejadian dalam kehamilan dimana
kehamilan dapat dipertahankan.
3. DIAGNOSA POTENSIAL
Potensial terjadinya Abortus Insipiens.
4. ANTISIPASI
Kolaborasi dengan dokter spesialis obsgyn untuk pemberian terapi:
1) Preabor 5 mg 2 x 1 tablet
2) Asam mefenamat 500 mg 3 x 1 tablet
3) Asam folat 400 mg 2 x 1 tablet
4) Hormon progesteron 1 cc
5) Infus RL 20 tpm
6) Injeksi Kalnek 500 mg/ 8 jam
17
5. PERENCANAAN
Tanggal : 23 Maret 2022 pukul 09.10 WIB
1) Beritahu ibu tentang hasil pemeriksaan.
2) Anjurkan ibu untuk bed rest total.
3) Anjurkan ibu untuk tidak berhubungan seks dahulu.
4) Anjurkan ibu untuk makan makanan yang bergizi.
5) Anjurkan ibu untuk personal hygiene.
6) Observasi PPV
7) Lakukan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian terapi:
a) Preabor 5 mg 2 x 1 tablet (x)
b) Asam folat 400 mg 2 x 1 tablet (x)
c) Asam mefenamat 500 mg 3 x 1 tablet (x)
d) Hormon progesteron 1 cc 2x injeksi
e) Injeksi kalnek 500 mg/8jam 3x injeksi
f) Pasang infus RL 20 tpm
6. PELAKSANAAN
Tanggal : 23 Maret 2022 Pukul : 09.30 WIB
1) Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa ibu mengalami Abortus
Imminens yaitu suatu kehamilan yang dapat dipertahankan.
2) Menganjurkan ibu untuk bed rest total, yaitu menganjurkan ibu untuk tidak
melakukan aktivitas apapun.
3) Menganjurkan ibu untuk tidak berhubungan seks dahulu.
4) Menganjurkan ibu untuk makan makanan yang bergizi seperti makan yang
mengandung vitamin, protein dan mineral, contoh nasi, sayur, lauk-pauk,
ikan, daging dan minum air putih yang banyak.
5) Menganjurkan ibu untuk menjaga personal hygiene seperti mengganti
pembalut 2 kali per hari, sibin 2 kali per hari dan BAK/ BAB-nya di pispot
yang dibantu oleh keluarga.
6) Mengobservasi PPV
7) Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian terapi:
18
a) Preabor 5 mg 2 x 1 tablet (x)
b) Asam folat 400 mg 2 x 1 tablet (x)
c) Asam mefenamat 500 mg 3 x 1 tablet (x)
d) Hormon progesteron 1 cc 2x injeksi
e) Injeksi kalnek 500 mg/8jam 3x injeksi
f) Pasanginfus RL 20 tpm
7. EVALUASI
Tanggal : 23 Maret 2022 pukul : 11.00 WIB
1) Hasil pemeriksaan sudah disampaikan dan ibu sudah paham tentang
Abortus Imminens.
2) Ibu bersedia untuk bed rest total tanpa melakukan aktivitas apapun.
3) Ibu bersedia untuk tidak berhubungan seks dahulu.
4) Ibu bersedia untuk makan makanan yang bergizi seperti yang mengandung
vitamin (buah dan sayuran), protein (ikan, tahu, tempe, telur, daging), dan
mineral (susu dan air putih).
5) Ibu bersedia untuk menjaga personal hygiene dan keluarga bersedia untuk
membantu ibu.
6) PPV sudah diobservsi berupa flek coklat
7) Sudah berkolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian terapi:
a) Preabor 5 mg 2 x 1 tablet (x)
b) Asam folat 400 mg 2 x 1 tablet (x)
c) Asam mefenamat 500 mg 3 x 1 tablet (x)
d) Hormon progesteron 1 cc 2x injeksi
e) Injeksi kalnek 500 mg/8jam 3x injeksi
f) Infus RL 20 tpm sudah terpasang pada tangan kiri ibu dan ibu sudah
minum obat.
19
DATA PERKEMBANGAN I
20
3. Menganjurkan ibu untuk makan makanan yang bergizi seperti makanan
yang mengandung vitamin (buah dan sayuran), protein (ikan, tahu, tempe,
telur, daging), dan mineral (susu dan air putih).
4. Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan daerah genital, dengan cara
mengganti pembalut 2 kali sehari, dan BAB/ BAK di pispot dengan bantuan
keluarga.
5. Melanjutkan terapi obat dari dokter SpOG
6. Menganjurkan keluarga untuk member motivasi pada ibu dengan
memberitahu bahwa kondisi kehamilannya baik – baik saja dan masih bisa
dipertahankan.
Evaluasi
Tanggal : 24 Maret 2022 pukul 09.00 WIB
1. Ibu sudah mengerti tentang hasil pemeriksaan bahwa kehamilan ibu masih
bisa dipertahankan.
2. Ibu bersedia untuk tetap istirahat total dan tidak melakukan aktivitas
apapun.
3. Ibu bersedia untuk makan makanan yang bergizi seperti makanan yang
mengandung vitamin (buah dan sayuran), protein (ikan, tahu, tempe, telur,
daging), dan mineral (susu dan air putih).
4. Ibu bersedia untuk menjaga kebersihan daerah genital, mandi 2 kali sehari,
mengganti pembalut 2 kali sehari dengan bantuan keluarga.
5. Terapi sudah dilanjutkan sesuai advis dokter SpOG
6. Keluarga bersedia untuk memberikan motivasi pada ibu.
21
DATA PERKEMBANGAN II
22
6. Melanjutkan terapi sesuai advis dokter SpOG
Evaluasi
Tanggal : 25 Maret 2022 pukul 11.00 WIB
1. Ibu sudah tahu tentang hasil pemeriksaan bahwa kehamilannya masih bisa
dipertahankan.
2. Ibu bersedia untuk tetap istirahat total dan tidak melakukan aktivitas yang
berat.
3. Ibu bersedia untuk makan makanan yang bergizi seperti makanan yang
mengandung vitamin (buah dan sayuran), protein (ikan, tahu, tempe, telur,
daging), dan mineral (susu dan air putih).
4. Ibu bersedia untuk menjaga kebersihan daerah genital dengan mandi 2 kali
sehari dan mengganti pembalut 2 kali sehari dengan bantuan keluarga.
5. Ibu bersedia untuk USG sebelum pulang.
6. Terapi sudah dilanjutkan sesuai advis dokter SpOG
23
DATA PERKEMBANGAN III
24
5. Beritahu ibu untuk tidak boleh melakukan hubungan seksual selama
kehamilan ini, karena bisa menyebabkan perdarahan.
6. Beritahu ibu untuk melanjutkan advis dokter, dengan terapi:
a. Tablet Fe 500 mg 1 x 1 = 10 tablet
b. Asam folat 400 mg 2 x 1= 12 tablet
7. Infus RL 20 tpm akan dilepas.
8. Ibu direncanakan pulang pukul 11.00 WIB sesuai advis dokter.
Evaluasi
Tanggal 26 Maret 2022 pukul 12.00 WIB
1. Ibu sudah tahu bahwa flek-flek kecoklatan yang keluar dari jalan lahir sudah
berhenti dan kehamilannya masih bisa dipertahankan.
2. Ibu bersedia untuk menjaga personal hygiene seperti mengganti pembalut 2
kali per hari, sibin 2 kali per hari dan BAK/ BAB-nya di pispot yang dibantu
oleh keluarga.
3. Ibu bersedia untuk tetap makan makanan yang bergizi seperti makanan yang
mengandung vitamin, protein dan mineral.
4. Ibu bersedia untuk tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat dahulu.
5. Ibu bersedia untuk tidak boleh melakukan hubungan seksual selama
kehamilan muda, karena bisa menyebabkan perdarahan.
6. Melaksanakan advis dokter, obat sudah diberikan ke ibu dan ibu bersedia
untuk meminumnya sesuai dosis yang dianjurkan.
7. Infus RL 20 tpm sudah dilepaspukul 10.30 WIB.
8. Ibu pulang pukul 11.00 WIB.
25
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
26
kecoklatan dari jalan lahir dan tidak mules. Kebutuhan yang diperlukan oleh
Ny.A adalah memperoleh dukungan moral. Menurut Maryunani (2009),
masalah pada abortus imminens adalah perasaan cemas karena ada rasa
mules/kontraksi dan mengalami perdarahan bercak.
Sulistyawati (2009), kebutuhan pasien pada kasus abortus imminens
adalah dorongan moral dan memberikan informasi tentang abortus
imminens. Pada kasus Ny.A masalah dan kebutuhan yang diperlukan sesuai
dengan teori menurut Maryuani (2009) dan Sulistyawati (2009).
Sehingga dalam langkah interpretasi data tidak terdapat kesenjangan
antara teori dan praktik.
3. Diagnosa Potensial
Masalah potensial adalah suatu pernyataan yang timbul berdasarkan
masalah yang sudah identifikasi. Langkah ini dibutuhkan antisipasi dan bila
memungkinkan dilakukan pencegahan. Pada kasus ibu hamil dengan
Abortus Imminens ini, maka diagnosa potensialnya adalah bila perdarahan
terus menerus yaitu potensial akan terjadi abortus insipens (Varney, 2007).
Pada kasus Ny.A diagnosa potensial tidak terjadi karena mendapatkan
perawatan secara intensif.
Sehingga pada langkah ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
praktik.
4. Antisipasi
Antisipasi mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan, di dalam teori antisipasi yaitu mengidentifikasikan situasi yang
gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan dan
keselamatan jiwa. Menurut Manuaba (2008), antisipasi pada Abortus
imminens yaitu : Bed rest total, pemeriksaan TTV, pemeriksaan USG,
berikan terapi yaitu fenobarbital dan sulfas ferosus, Diet tinggi protein dan
tambahan vitamin C dan Personal hygiene.
Pada kasus Ny.A dengan Abortus Imminens antisipasi yang diberikan
yaitu tirah baring, penambahan hormon progesteron 1 cc, pemeriksaan USG
dan PP test dan melakukan kolaborasi dengan dokter obsgyn.
27
Sehingga pada langkah ini terdapat kesenjangan antara teori dan
praktik, hal ini dikarenakan pada kasus Ny.A dengan Abortus imminens
tidak dilakukan pemberian fenobarbital karena ibu sudah merasa tenang
dengan adanya dukungan dari keluarga dan tidak diberikan Vitamin C
karena usia kehamilannya masih cukup muda sehingga menghindari resiko
keguguran karena pemberian dosis terlalu tinggi.
5. Perencanaan
Manuaba (2008) dan Nugroho (2011) perencanaan asuhan kebidanan
pada pasien abortus imminens yaitu : istirahat baring, pemeriksaan USG,
jangan melakukan aktifitas fisik berlebihan atau hubungan
seksual,observasi perdarahan, beri terapi obat : Penenang penobarbital 3×30
ml gram, valium (apabila pasien gelisah), anti pendarahan : Adona,
Transamin, vitamin B komplek. hormonal : Progesteron 10 mg sehari untuk
terapi subsitusi dan untuk mengurangi kerentanan otot-otot rahim
(misalnya: Gestanon, Dhupaston), anti kontraksi rahim : Duvadilan,
Papaverin.
Sedangkan pada kasus Ny.A hamil dengan Abortus Imminens
perencanaan yang diberikan yaitu bed rest total, tidak berhubungan seks
dahulu, menganjurkan ibu untuk makan makanan yang bergizi, personal
hygiene dan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian terapi, yaitu
Preabor 50 mg 3 x 1, Asam mefenamat 500 mg 3 x 1, Asam folat 400 mg 2
x 1 dan infus RL 20 tpm.
Dalam langkah perencanaan terdapat kesenjangan antara teori dengan
praktik tidak dilakukan pemberian fenobarbital karena ibu sudah merasa
tenang dengan adanya dukungan dari keluarga.
6. Pelaksanaan
Manuaba (2008) dan Nugroho (2011), penatalaksanaan asuhan
kebidanan yanmg dilakukan untuk abortus imminens sesuai dengan
perencanaan yang diberikan.
Pada kasus Ny. A dengan Abortus Imminens pelaksanaannya sudah
sesuai dengan yang direncanakan.
28
Sehingga dalam kasus ini terdapat kesenjangan antara teori dengan
praktik tidak dilakukan pemberian fenobarbital karena ibu sudah merasa
tenang dengan adanya dukungan dari keluarga.
7. Evaluasi
Abortus imminens merupakan suatu kejadian kegawatdaruratanobstetri
terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan 20 minggu dengan berat
badan janin 500 gram tanpa disertai dengan adanya pembukaan serviks dan
atau tanpa disertai rasa mules-mules dan hasil konsepsi masih di dalam
uterus. Evaluasi merupakan langkah terakhir untuk menilai keefektifan dari
rencana asuhan yang diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan apakah
benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan dalam masalah dan
diagnosa (Varney, 2007).
Evaluasi dari kasus ini setelah dilakukan asuhan selama 4 hari dengan
perawatan oleh dokter obsgyn diperoleh hasil keadaan umum ibu baik,
kesadaran composmentis, ibu sudah tidak merasakan cemas lagi,
pengeluaran flek-flek kecoklatan sudah berhenti, tidak terjadi potensial
abortus insipiens, serta abortus tidak berlanjut dan kehamilan ibu masih bisa
dipertahankan. Secara umum penanganan kasus abortus imminens ini tidak
jauh berbeda dengan teori-teori yang telah dikemukakan di atas, sehingga
pasien dapat tertangani dengan baik.
29
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan yang penulis dapatkan dalam studi kasus dan pembahasan
pada asuhan kebidanan pada Ny.A dengan Abortus Imminens, maka penulis
mampu mengambil kesimpulan yaitu:
1. Asuhan kebidanan pada Ny.A dengan Abortus Imminens dapat diterapkan
melalui pendekatan manajemen kebidanan menurut tujuh langkah Varney
dengan baik.
2. Pada kasus Ny.A terdapat kesenjangan antara teori dengan praktik, yaitu
dalam langkah perencanaan dan pelaksanaan terdapat kesenjangan antara
teori dengan praktik tidak dilakukan pemberian fenobarbital karena ibu
sudah merasa tenang dengan adanya dukungan dari keluarga.
3. Pemecahan masalah yaitu dengan melakukan asuhan kebidanan secara
tepat pada Ny.A dengan Abortus Imminens, sehingga walaupun terdapat
kesenjangan antara teori dengan praktik, permasalahannya dapat
tertangani.
B. Saran
Dari kesimpulan di atas, maka perkenankanlah penulis memberikan saran
sebagai berikut:
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan sebaiknya memberikan konseling kepada pasien tentang
Abortus Imminens agar mengerti dan paham tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya abortus, tanda dan gejala Abortus Imminens
sehingga pasien dapat mengantisipasi terjadinya Abortus Imminens.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dengan mengetahui permasalahan yang timbul pada ibu hamil dengan
Abortus Imminens dan cara pelaksanaannya diharapkan institusi
pendidikan dapat menerapkan ilmu-ilmu yang ada dengan program tetap.
3. Bagi Pasien
30
Pasien diharapkan lebih hati-hati untuk kehamilan berikutnya dengan
cukup istirahat dan mengurangi aktivitas yang berlebihan pada kehamilan
muda karena merupakan salah satu predisposisi terjadinya Abortus
Imminens selain itu juga ibu disarankan untuk mengkonsumsimakan
makanan yang bergizi dan melakukan ANC secara rutin.
4. Bagi Penulis
Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi
penulis tentang kasus Abortus Imminens dan diharapkan dapat
melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan teori dan prosedur, karena
teori dan prosedur yang mendasari setiap praktik dapat menghindari
kesalahan.
31
32
33
Jurnal Berita Kesehatan : Jurnal Kesehatan, Vol. XI No. 2 (Desember, 2019) : x-xx ISSN : 2356 - 1068
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus
imminens di RSUD Labuang Baji Kota Makassar. Penelitian ini adalah penelitian survey analitik
dengan metode cross sectional (potong lintang) dengan jumlah populasi ibu hamil yang mengalami
abortus sebanyak 74 orang dengan menggunakan tekhnik penarikan sampel total sampling sehingga
jumlah sampel sebanyak 74 orang. Hasil penelitian bivariat didapatkan terdapat hubungan umur ibu
dengan abortus imminens (ρ < 0,000), tidak terdapat hubungan paritas ibu dengan abortus imminens (ρ
= 0,463) dan terdapat hubungan antara riwayat abortus dengan kejadian abortus imminens (ρ < 0,000).
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara umur dan riwayat abortus dengan
kejadian abortus imminens, dimana umur dan riwayat abortus mempunyai pengaruh yang dominan
terhadap kejadian abortus imminens. Peningkatan minat mengetahui informasi tentang kesehatan pada
kehamilan, penyuluhan tentang tanda bahaya kehamilan merupakan cara utama agar mencegah
terjadinya abortus.
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the factors associated with the incidence of abortion
imminens in Labuang Baji hospitals. This research is analytic survey with cross sectional method
(cross-sectional) with a population of pregnant women who undergo abortion as many as 74 people by
using a sampling technique total sampling so that the sample 74 people. The results of the study are
bivariate relationship with abortion imminens maternal age (ρ <0.000), there was no correlation with
abortion imminens maternal parity (ρ = 0.463) and there is a relationship between the incidence of
abortion history of abortion imminens (ρ <0.000). The conclusion of this study is that there is a
relationship between age and the incidence of abortion history of abortion imminens,where the age and
history of abortion have a dominant influence on the incidence of abortion imminens. Increased interest
in knowing about health information on pregnancy,counseling about the danger signs of pregnancy is
the main way to prevent the occurrence of abortion.
1
Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara
Email: ilah.fadhilah17@gmail.com
2
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara
Email: ayusans@yahoo.com
3
Dosen Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Abortus imminens adalah abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai dengan
perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan. Rata-rata
terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus antara 15-20 % dari semua
kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Komplikasi abortus imminens
berupa perdarahan atau infeksi yang dapat menyebabkan kematian. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
Hubungan Penyakit Ibu Dengan Kejadian Abortus Imminens di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Padangsidimpuan. Jenis penelitian ini bersifat studi analitik observasional dengan desain penelitian case control.
Pengumpulan data dilakukan dengan melihat status rekam medik pasien yang mengalami abortus imminens. Sampel
kasus dan kontrol dalam penelitian ini berjumlah 100 dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan.
Metode analisis data yang digunakan meliputi analisis univariat dan analisis bivariat dengan chi-square.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh penyakit ibu (p = 0,0001) OR = 26,0 (95% CI 8,79 –
76,8) dengan kejadian abortus imminens. Disimpulkan bahwa ibu hamil yang memiliki penyakit mempunyai risiko
26 kali akan menderita abortus imminens dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki penyakit.
ABSTRACT
Imminent abortion is an initial abortion and is a threat to abortion, characterized by vaginal bleeding, uterine
ostium is still closed and the conception is still good in the womb. An average of 114 cases occur abortion per hour.
Most studies state the incidence of abortion between 15-20% of all pregnancies. If examined further the actual
incidence of abortion can be close to 50%. Complications of imminent abortion in the form of bleeding or infection
that can cause death. The purpose of this study was to analyze the Relationship between Mother's Disease and the
Imminent Abortion in the Regional General Hospital of Padangsidimpuan. This type of research is observational
analytic study with case control research design. Data collection was carried out by looking at the medical record
status of patients experiencing abortion imminens. Case and control samples in this study were 100 with inclusion
and exclusion criteria that have been set. Data analysis methods used include univariate analysis and bivariate
analysis with chi-square. Based on the results of the study showed there is an influence of maternal disease (p =
0.0001) OR = 26.0 (95% CI 8.79 - 76.8) with the incidence of imminent abortion. It was concluded that pregnant
women who have the disease have a risk of 26 times will suffer from abortion imminens compared with pregnant
women who do not have the disease.
https://doi.org/10.24912/jmstkik.v3i1.1793 29
PENYAKIT IBU TERHADAP KEJADIAN ABORTUS IMMINENS Layla Fadhilah Rangkuti, et al
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KOTA PADANGSIDIMPUAN
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO), lima penyebab kematian ibu terbesar yaitu
perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, infeksi, partus lama/macet, dan abortus. Kematian ibu
di Indonesia masih di dominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi
dalam kehamilan, dan infeksi (Kurniawan, 2016). Abortus Imminens adalah terjadinya
perdarahan bercak yang menunjukan ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dalam
kondisi seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan, ditandai dengan
perdarahan bercak hingga sedang, serviks tertutup (karena pada saat pemeriksaan dalam belum
ada pembukaan), uterus sesuai usia gestasi, kram perut bawah, nyeri memilin karena kontraksi
tidak ada atau sedikit sekali, tidak ditemukan kelainan pada serviks (Rukiyah, 2010).
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus
antara 15-20 % dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa
mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak
diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini
dikarenakan kegagalan gamet, misalnya sperma dan disfungsi oosit (Prawirohardjo, 2014). Di
Amerika Serikat, angka kejadian abortus secara nasional berkisar antara 10–20%. Menurut
Depkes RI di Indonesia abortus menempati urutan kedua penyebab AKI yaitu sebanyak 26%, di
Indonesia terdapat 43 kasus abortus per 100 ribu kelahiran hidup. Kejadian abortus di Indonesia
paling tinggi di Asia Tenggara, yaitu sebesar dua juta dari 4,2 juta kasus (Rahmani, 2014).
Berdasarkan SDKI 2012 Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.
AKI Indonesia yang mencapai 305 per 100.000 pada tahun 2015, Penyebab langsung kematian
ibu tahun 2013 adalah pendarahan 30,3%, hipertensi 27,1%, infeksi 7,3%, partus lama 0%,
abortus 0%, lain-lain 40,8%, (Kemenkes RI, 2015). Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun
terjadi 2 juta kasus. Ini artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup.
Hampir 50% dari kehamilan berakhir dengan keguguran, jika kehamilan berlanjut janin yang
dilahirkan oleh ibu akan berakibat buruk seperti kelahiran prematur, ketuban pecah dini,
preeklamsia, solusio plasenta dan Intrauterine Growth Restriction (IUGR) dapat terjadi. Hal ini
juga diketahui bahwa usia ibu, penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, hipotiroidisme,
pengobatan infertilitas, trombofilia, berat badan ibu dan struktur rahim yang abnormal
meningkatkan risiko abortus imminens.
Penyakit-penyakit ibu seperti penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi karena
pneumonia, tifoid, pielitis, rubella, demam malta, dan sebagainya; Kematian fetus dapat
disebabkan karena toksin dari ibu atau invasi kuman atau virus pada fetus; Keracunan Pb,
nikotin, gas racun, alkohol, dan lain-lain, ibu yang asfeksia seperti pada dekompensasi kordis,
penyakit paru berat, anemi gravis; Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme,
hipotiroid, kekurangan vitamin A, C, atau E, dan diabetes melitus juga merupakan faktor
penyebab terjadinya abortus imminens (Yakistiran dkk, 2016).
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Padangsidimpuan merupakan salah satu fasilitas
kesehatan terbesar di Kota Padangsidimpuan. Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Padangsidimpuan juga merupakan rumah sakit rujukan dari segala daerah yang berada disekitar
Pemerintahan Kota Padangsidimpuan. Kejadian abortus pada tahun 2015-2016 terdapat 192
kasus yang terdiri dari kasus abortus imminens, inkomplitus, komplitus, missed abortion dan
insipiens. Dari 192 kasus abortus diatas abortus imminens sebanyak 50 kasus.
30 https://doi.org/10.24912/jmstkik.v3i1.1793
Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran, dan Ilmu Kesehatan ISSN 2579-6402 (Versi Cetak)
Vol. 3, No. 1, April 2019: hlm 27-34 ISSN-L 2579-6410 (Versi Elektronik)
Rumusan Masalah
Abortus imminens merupakan komplikasi kehamilan tersering dan menyebabkan beban
emosional serius. Apabila Abortus Imminens tidak diberi penanganan yang tepat dan sesuai
dengan prosedur maka akan terjadi komplikasi yang menyebabkan meningkatnya angka
morbiditas ibu. Dan apabila komplikasi tersebut tidak juga diberi penangan yang tepat maka bisa
saja terjadi kematian pada ibu yang akan meningkatkan angka mortalitas ibu. Terlalu sedikit
informasi yang di dapat oleh ibu baik di praktek umum maupun di fasilitas kesehatan lainnya
mengenai alasan mengapa abortus terjadi serta akibatnya pada kehamilan yang akan datang.
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis tertarik untuk menganalisis pengaruh
penyakit ibu terhadap kejadian abortus imminens di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Padangsidimpuan periode tahun 2015-2016.
2. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional dengan desain penelitian
case control. Pada studi case control, penelitian dimulai dengan identifikasi pasien dengan efek
atau penyakit tertentu (yang disebut sebagai kasus) dan kelompok tanpa efek (disebut kontrol).
Kemudian secara retrospektif ditelusuri faktor risiko yang dapat menerangkan mengapa kasus
terkena efek, sedangkan kontrol tidak. Penelitian ini akan menilai hubungan faktor dengan
kejadian abortus menggunakan cara penentuan kelompok kasus dan kelompok kontrol, kemudian
mengukur besarnya risiko (frekuensi paparan) pada kedua kelompok tersebut.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan dengan
menggunakan data rekam medik kasus abortus imminens. Populasi adalah seluruh ibu hamil
yang di diagnosa oleh dokter mengalami abortus imminens periode Januari-Desember 2015 dan
Januari-Desember 2016.Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah penyakit ibu.
Metode analisis data yang digunakan meliputi analisis univariat untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik variabel penelitian dan analisis bivariat dengan chi-square yaitu
dengan melihat dari hasil uji statistik ini akan dapat disimpulkan adanya pengaruh variabel
tersebut bermakna atau tidak bermakna. Waktu penelitian ini dimulai dari bulan Maret s/d Juli
2017.
https://doi.org/10.24912/jmstkik.v3i1.1793 31
PENYAKIT IBU TERHADAP KEJADIAN ABORTUS IMMINENS Layla Fadhilah Rangkuti, et al
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KOTA PADANGSIDIMPUAN
Tabel 1. Karakteristik Ibu Hamil Dengan Abortus Imminens di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Padangsidimpuan
Usia Kehamilan
1. < 20 minggu 30 60,0 14 22,0
2. > 20 minggu 20 40,0 36 72,0
Paritas
1. < 1 dan ≥4 37 74,0 17 34,0
2. 1-3 13 26,0 33 66,0
Riwayat Abortus
1. Ada 37 74,0 8 16,0
- 1 Kali
- 2 Kali
- ≥3 Kali
Penyakit Ibu
1. Ada 39 78,0 6 12,0
- Hipertensi
- Diabetes Mellitus
- Anemia
- Dll (Tifus, Demam
berdarah, Asma,
Hepatitis, Hiperemesis
Gravidarum)
Berdasarkan Tabel 1 pada kelompok kasus diketahui paling banyak <20 tahun dan >35 tahun
yaitu 38 orang (76%), usia kehamilan kurang dari 20 minggu sebanyak 30 orang (60%), Paritas
<1 dan ≥4 yaitu sebanyak 37 orang (74%). Ibu dengan adanya riwayat abortus sebanyak 37
orang (74%) dengan riwayat abortus 1 kali sebanyak 17 orang, riwayat abortus 2 kali sebanyak
11 orang, dan riwayat abortus ≥3 sebanyak 9 orang. Ibu dengan adanya riwayat penyakit
sebanyak 39 orang (78%) dengan penyakit anemia sebanyak 7 orang, penyakit diabetes mellitus
sebanyak 9 orang, penyakit hipertensi sebanyak 11 orang, dan penyakit lainnya seperti tifus,
demam berdarah, hepatitis, asma, hiperemesis gravidarum sebanyak 12 orang.
32 https://doi.org/10.24912/jmstkik.v3i1.1793
Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran, dan Ilmu Kesehatan ISSN 2579-6402 (Versi Cetak)
Vol. 3, No. 1, April 2019: hlm 27-34 ISSN-L 2579-6410 (Versi Elektronik)
Tabel 2. Pengaruh Penyakit Ibu Terhadap Kejadian Abortus Imminens di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Padangsidimpuan
Kejadian Abortus
OR χ2/ P
Immines
Penyakit Ibu (95%CI) value
Positif Negatif
n % n %
Ada 39 78,0 6 12,0 26,0 41,374/
Tidak ada 11 22,0 44 88,0 (8,79 – 76,8) 0,0001
Total 50 100,0 50 100,0
Hasil analisis statistik dengan uji chi-square diperoleh nilai p< 0,05 nilai χ2 hitung = 41,374
dengan nilai p (value) = 0,0001 pada α = 0,05. Karena nilai p (value) 0,0001 < 0,05 yang berarti
menunjukan ada pengaruh penyakit ibu terhadap kejadian abortus imminens. Nilai Odds Ratio
diketahui sebesar 26,0, ini berarti bahwa ibu pada kelompok kasus berisiko mengalami kejadian
abortus imminens sebesar 26 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu pada kelompok kontrol.
Ibu yang mempunyai penyakit maka fisiknya tidak akan siap dalam menghadapi kehamilan.
Penyakit yang diserita ibu hamil akan memperburuk risiko janin yang dikandungnya, sebab
kondisi janin akan bergantung pada kondisi kesehatan ibu. Selain itu ibu yang mengalami
kelainan plasenta, misalnya endarteritis terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan oksigenasi
plasenta terganggu, sehingga mengganggu pertumbuhan dan kematian janin. Penyakit ibu dapat
secara langsung memengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan melalui plasenta. Penyakit
infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria, dan sifilis. Anemia ibu melalui gangguan
nutrisi dan peredaran O2 menuju sirkulasi retroplasenta. Dan penyakit menahun seperti
hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit diabetes mellitus.
Penyakit-penyakit ibu yaitu penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi karena
pneumonia, tifoid, pielitis, rubella, demam malta, dan sebagainya; Kematian fetus dapat
disebabkan karena toksin dari ibu atau invasi kuman atau virus pada fetus; Keracunan Pb,
nikotin, gas racun, alkohol, dan lain-lain, ibu yang asfeksia seperti pada dekompensasi kordis,
penyakit paru berat, anemi gravis; Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme,
hipotiroid, kekurangan vitamin A, C, atau E, dan diabetes melitus juga merupakan faktor
penyebab terjadinya abortus imminens.
Menurut Wiknjosastro (2010), bahwa wanita yang hamil pada umur muda (<20 tahun) dari segi
biologis perkembangan alat-alat reproduksinya belum sepenuhnya optimal.dari segi psikis belum
matang dalam menghadapi tuntutan beban moril, dan emosional, dan dari segi medis sering
mendapat gangguan, sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun, elastic dari otot-otot panggul dan
sekitarnya serta alat-alat reproduksinya mengalami kemunduran, juga wanita pada usia ini besar
kemungkinan mengalami komplikasi antenatal diantaranya abortus. Pada usia kehamilan kurang
dari 8 minggu villi koriales belum menembus desidua secara mendalam sehingga pada umumnya
perdarahan tidak terlalu banyak. Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus
desidua lebih dalam, sehingga umumnya dapat menyebabkan banyak perdarahan. Abortus
imminens juga terjadi dapat pada usia kehamilan risiko rendah karena pada dasarnya setiap ibu
hamil mempunyai risiko untuk terjadi abortus imminens, bila tidak ditangani dan dicegah dengan
asuhan kebidanan yang lebih baik.
https://doi.org/10.24912/jmstkik.v3i1.1793 33
PENYAKIT IBU TERHADAP KEJADIAN ABORTUS IMMINENS Layla Fadhilah Rangkuti, et al
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KOTA PADANGSIDIMPUAN
Risiko abortus imminens semakin tinggi dengan bertambahnya paritas dan semakin
bertambahnya usia ibu dengan asumsi bahwa semakin tinggi paritas maka semakin tinggi angka
kejadian abortus dan semakin rendah paritas maka angka kejadian abortus akan semakin rendah.
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.
Ibu dengan riwayat sudah pernah mengalami abortus dua kali berturut-turut maka kehamilan
berikutnya hanya 63% berjalan normal, tetapi kehamilan keempat berjalan normal hanya sekitar
16% (Mochtar, 2011). Menurut pendapat Danvers (2010), semakin tinggi riwayat abortus,
semakin besar pula risiko terjadinya abortus. Penelitian Maconochie dkk (2011) juga
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat abortus dengan kejadian
abortus. Prawirohardjo (2014) mengemukakan bahwa wanita yang telah mengalami keguguran 2
kali bahkan sampai 3 kali berturut-turut, mempunyai kemungkinan untuk kembali keguguran
menjadi lebih besar. Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada
seorang wanita ialah 73% dan 83,6%. Sedangkan, Warton dan Fraser dan Llewellyn Jones
memberi prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% (Wiknjosastro, 2010). Kejadian
abortus diduga mempunyai efek terhadap kehamilan berikutnya, baik pada timbulnya penyulit
kehamilan maupun pada hasil kehamilan itu sendiri. Wanita dengan riwayat abortus mempunyai
risiko lebih tinggi untuk persalinan prematur, abortus berulang dan bayi dengan berat badan lahir
rendah (Cunningham, 2014).
Hampir 50% dari kehamilan berakhir dengan keguguran, jika kehamilan berlanjut janin yang
dilahirkan oleh ibu akan berakibat buruk seperti kelahiran prematur, ketuban pecah dini,
preeklamsia, solusio plasenta dan Intrauterine Growth Restriction (IUGR) dapat terjadi. Hal ini
juga diketahui bahwa usia ibu, penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, hipotiroidisme,
pengobatan infertilitas, trombofilia, berat badan ibu dan struktur rahim yang abnormal
meningkatkan risiko abortus imminens. Ibu yang menderita penyakit seperti pneumonia, tifus
abdominalis, pielonefritis, malaria, dan lain-lain, maupun kronik seperti, anemia berat,
keracunan, laparotomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun seperti brusellosis,
mononukleosis infeksiosa, toksoplasmosis, kemunginan akan mengalami abortus. Ibu yang
mempunyai penyakit kemungkinan akan mengalami beberapa risiko yang menyebabkan abortus,
kelahiran prematur, bayi dengan berat badan lahir yang rendah, pendarahan antepartum, ketuban
pecah dini hingga keguguran atau kematian janin.Karena itu, jika setelah abortus imminens ini
kehamilan masih dilanjutkan, pemeriksaan rutin, istirahat yang cukup serta makanan bernutrisi
tinggi menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi (Triana, 2015).
Seorang perempuan hamil harus menjaga asupan gizinya dengan makan makanan yang bergizi
tinggi dengan diet seimbang dan selalu menjaga berat badan ibu sehingga terkontrol dan tidak
mengalami tekananan darah tinggi. Seorang perempuan hamil juga sebaiknya tetap melakukan
olahraga ringan yang sangat bermanfaat bagi ibu dan bayi seperti berenang dan berjalan kaki.
Perbanyaklah pengetahuan mengenai kehamilan dan risiko kehamilan tinggi sehingga dapat
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan (Lubis, 2017).
34 https://doi.org/10.24912/jmstkik.v3i1.1793
Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran, dan Ilmu Kesehatan ISSN 2579-6402 (Versi Cetak)
Vol. 3, No. 1, April 2019: hlm 27-34 ISSN-L 2579-6410 (Versi Elektronik)
Adapun saran-saran kepada ibu hamil dengan atau tanpa risiko tinggi sebaiknya memelihara
kesehatan agar tidak sakit, melakukan kontrol kehamilan secara teratur baik itu kepada bidan
maupun kepada dokter kandungan dan pemeriksaan secara teratur setiap bulan dapat mencegah
hal-hal yang membahayakan bagi ibu dan bayi.
Bagi petugas kesehatan khususnya bidan diharapkan agar lebih meningkatkan ilmu dan
keterampilan agar dapat mendeteksi sedini mungkin terjadinya abortus imminens sehingga
komplikasi dapat diatasi dengan baik dan dapat memberikan penyuluhan atau konseling kepada
ibu hamil mengenai abortus imminens.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Ir Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D
selaku Ketua Program Studi S2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Sri
Rahayu Sanusi, S.K.M, M.Kes, Ph.D dan Prof. dr. Delfi Lutan, Sp.OG (K) selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis hingga penelitian ini selesai dan
kepada Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan yang telah memberikan
dukungan terhadap penelitian ini.
REFERENSI
Arikunto, Suharsimi. 2016. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta
Cunningham, F. Gary. 2014. Williams Obstetrics 24th Edition. United States: McGraw-Hill
Education.
Hamidah. 2013. Faktor Dominan yang Berhubungan Dengan Kejadian Abortus Imminens.
Jurnal Ilmu & Teknologi Ilmu Kesehatan, Jilid 1, Nomor 1, September 2013 : 29-33.
Ilhaini, Nur. 2013. Abortus Imminens: Upaya Pencegahan, Pemeriksaan, dan Penatalaksanaan.
Majalah Cermin Dunia Kedokteran CDK-206/ vol. 40 no. 7 : 492-496
Kurniawan, Arif. 2016. Early Detection Of High Risk Pregnancy. Jurnal KEMAS, 12 (2) : 96-
103.
Lubis, Zulhaida. 2017. Karakteristik, Asupan Gizi dan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil. Jurnal
Media Kesehatan Masyarakat Indonesia FKM UNHAS, 13 (3): 224-229
Lemeshow, Stanley., Hosmer, D.W., Klar, J., Lwanga, S.K. 1997. Besar Sampel Dalam
Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Manuaba, Ida Bagus Gde., Manuaba Ida Bagus Gde Fajar., Manuaba Ida Ayu Chandranita.
2013. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan KB Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta:
ECG
Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta: EGC
Notoatmodjo, Soekidjo. 2016. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Rahmani, Silmi Lisani. 2014. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Abortus Di RS Prikasih Jakarta
Selatan Pada tahun 2013. Skripsi Publikasi. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kedokteran.
Studnicki, James., J. MacKinnon, Sharon., W. Fisher, John. 2016. Induced Abortion, Mortality,
and the Conduct of Science. Scientific Research Publishing, Open Journal of Preventive
Medicine, 2016, 6, 170-177. Diakses 23 Maret 2017;
http://dx.doi.org/10.4236/ojpm.2016.66016
https://doi.org/10.24912/jmstkik.v3i1.1793 35
PENYAKIT IBU TERHADAP KEJADIAN ABORTUS IMMINENS Layla Fadhilah Rangkuti, et al
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KOTA PADANGSIDIMPUAN
Survey Demografi Dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012. 2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Wadud, Mursyida. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Abortus Imminens
Di Instalasi Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun
2011. Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan Kebidanan. Diakses 13 Februari 2017;
www.poltekkespalembang.ac.id
Rukiyah, Yeyeh Ai., Yulianti, Lia. 2010. Asuhan Kebidanan 4 (Patologi Kebidanan). Jakarta :
Trans Info Medika
Yakıştıran, Betül., Yüce ,Tuncay., Söylemez, Feride. 2016. First Trimester Bleeding and
Pregnancy Outcomes: Case-Control Study. International Journal of Women’s Health
and Reproduction Sciences IJWHR Vol. 4, No. 1, January 2016, 4–7. Diakses 22 Maret
2017; http://www.ijwhr.net
36 https://doi.org/10.24912/jmstkik.v3i1.1793
34
MPPK (September, 2018) Vol. 1. No. 2
Factors Related to the Imminens Abort Event at Bhayangkara Hospital, Palu City
Abstrak
Salah satu penyebab kematian ibu yang terjadi pada kehamilan muda yang disebabkan oleh abortus dilaporkan berkontribusi
30-50%. Insiden abortus spontan diperkirakan 10% dari seluruh kehamilan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor yang
berhubungan dengan kejadian abortus imminens di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Palu. Jenis penelitian yang digunakan
adalah obsevasional dengan pendekatan cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan juli tahun 2017 yang
berlokasi di Rumah Sakit Bhayangkara Palu. Populasi sebanyak 113 kasus dan jumlah sampel sebanyak 54 orang. Penelitian
ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medik RS Bhayangkara Palu tahun 2017. Hasil penelitian ini adalah
ada hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan kejadian abortus imminens dengan nilai ρ (0.019) < 0.05. Ada hubungan
yang bermakna antara paritas ibu dengan kejadian abortus imminens, dimana di peroleh nilai ρ (0.026) < 0.05 dan ada
hubungan yang bermakna antara Jarak kehamilan dengan kejadian abortus imminens, dimana di peroleh nilai ρ (0.04) < 0.05.
Diharapkan bagi tenaga kesehatan untuk selalu melakukan penyuluhan terkait keluarga berencana (KB) agar wanita dapat
mengontrol usia nikah, mengatur paritas dan jarak kehamilan agar mengurangi kejadian abortus imminens.
Kata Kunci: Abortus imminens, Paritas, Umur, Jarak Kehamilan
Abstract
One of the causes of maternal death that occurs in early pregnancy caused by abortion is reported to contribute 30-50%. The
incidence of spontaneous abortion is estimated at 10% of all pregnancies. The purpose of this study was to determine the
factors associated with the incidence of abortion imminens at Bhayangkara Hospital, Palu City. The type of research used is
observational with a cross sectional study approach. This research was conducted in July 2017 located at Bhayangkara
Hospital Palu. The population is 113 cases and the number of samples is 54 people. This study uses secondary data obtained
from the medical records of Bhayangkara Hospital Palu in 2017. The results of this study are that there is a significant
relationship between maternal age and the incidence of imminent abortion with a value of (0.019) < 0.05. There is a significant
relationship between maternal parity and the incidence of abortion imminens, where the value of (0.026) < 0.05 and there is a
significant relationship between the distance of pregnancy and the incidence of abortion imminens, where the value of (0.04) <
0.05. It is hoped that health workers will always provide counseling related to family planning (KB) so that women can control
the age of marriage, regulate parity and pregnancy spacing in order to reduce the incidence of abortion imminens.
Keywords: Abortion imminens, Parity, Age, Pregnancy Distance
Published By: Akademi Kebidanan Graha Ananda Copyright © 2018 MPPK. All rights reserved
35
MPPK (September, 2018) Vol. 1. No. 2
PENDAHULUAN
Berdasarkan penelitian World Health Organitation (WHO) diseluruh dunia terdapat kematian ibu
sebesar 500.000 jiwa per tahun. Kematian maternal tersebut terjadi terutama di Negara berkembang
sebesar 99% termasuk Indonesia (Manuaba IBG, 1998 : 3). Berdasarkan survey Demografi dan
Kesehatan Indonesi (SDKI) 2010/2011, angka kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka
307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena
berbagai sebab. Demikian pula angka kematian bayi (AKB), khususnya angka kematian bayi baru lahir
(neonatal) masih berada pada kisaran 20 per 1.000 kelahiran hidup. Menyadari kondisi tersebut,
Depertemen Kesehatan pada tahun 2011 telah menyusun Rencana Strategi (Renstra) jangka panjang
upaya penurunan angka keatian Ibu dan kematian bayi baru lahir. Dalam Renstra ini difokuskan pada
kegiatan yang dibangun atas dasar system kesehatan yang mantap untuk menjamin pelaksanaan intervensi
dengan biaya yang efektif berdasarkan bukti ilmiah yang dikenal dengan sebutan “ Making pregnancy
Safer (MPS)”.1
Salah satu penyebab kematian ibu yang terjadi pada kehamilan muda yang disebabkan oleh abortus
dilaporkan berkontribusi 30-50%. Insiden abortus spontan diperkirakan 10% dari seluruh kehamilan.
Namun angka ini mempunyai dua kelemahan yaitu kegagalan untuk menghitung abortus dini yang tidak
terdeteksi 80% dari abortus yang terjadi pada bulan kedua sampai ketiga kehamilan (Fire List, 2013).
Aborsi terjadi disemua Negara diseluruh dunia, diperkirakan bahwa 100.000-200.000 wanita meninggal
setiap tahun akibat komplikasi aborsi.2
Fakta berbicara bahwa aborsi telah dilakukan oleh 2,3 juta perempuan. Estimasi nasional 2001
menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus aborsi di Indonesia. Ini artinya terdapat 43 kasus aborsi per
100 kelahiran hidup (Anshor MU, dkk.2002). Abortus bukan memang bukan keadaan yang diharapkan.
Namun perlu diwaspadai karena presentase kemungkinan terjadinya kondisi ini cukup tnggi. Sekitar 15-
40% angka kejadian, diketahui dari Ibu yang sudah dinyatakan positif hamil dan 60-75% abortus terjadi
sebelum usia kehamilan 12 minggu. 3, 4
METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan juli 2017 yang berlokasi di RS Bhayangkara Palu, Sulawesi
Tengah. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang mengalami abortus di Rumah Sakit
Bhayangkara Palu Tahun 2017. Sampel sebanyak 113 orang yang diambil dengan teknik purposive
sampling. Data dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat menggunakan uji statistic Chi- Square
untuk melihat hubungan dari berbagai variabel dengan nilai signifikasi α= 0.05.
HASIL
Berdasarkan tabel analisis univariat diatas menunjukkan bahwa dari 113 orang populasi, yang
bukan abortus imminens paling tinggi yaitu sebanyak 54 orang (52.2%).
Published By: Akademi Kebidanan Graha Ananda Copyright © 2018 MPPK. All rights reserved
36
MPPK (September, 2018) Vol. 1. No. 2
Berdasarkan tabel analisis univariat diatas menunjukkan bahwa umur ibu paling tinggi yaitu umur
20-35 tahun yaitu sebanyak 87 orang (77.0%).
Tabel 3. Distribusi Paritas di RS Bhayangkara Palu Tahun 2017
Paritas n %
2 dan 3 62 54.8
≤1 dan >3 51 45.2
Total 113 100
Sumber: Data Sekunder (2017)
Berdasarkan tabel analisis univariat diatas menunjukkan bahwa paritas yang tertinggi yaitu paritas 2
dan 3 sebanyak 62 orang (54.8%), sedangkan paritas yang paling rendah yaitu paritas ≤1 dan >3 sebanyak
51 orang (45.2%).
Table 4. Distribusi Jarak Kehamilan di RS Bhayangkara Kota Palu Tahun 2017
Jarak Kehamilan n %
≥ 2 tahun 103 91.2
< 2 tahun 10 8.8
Total 113 100
Sumber: Data Sekunder (2017)
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa jarak kehamilan yang paling tinggi yaitu ≥ 2 tahun yaitu
sebanyak 103 orang (91.2%).
Berdasarkan analisis hubungan umur ibu terhadap kejadian abortus imminens menunjukkan bahwa
dari 113 orang responden yang umur Ibu yang risiko tinggi dan bukan kejadian abortus imminens
sebanyak 8 responden (32.0%), dibandingkan dengan responden yang umur ibu yang kejadian abortus
imminens se banyak 17 responden (68.0%). Sedangkan dari 88 responden yang umur ibu risiko rendah
dan bukan kejadian abortus imminens sebanyak 51 responden (58.0%), dibandingkan responden yang
umur ibu yang kejadian abortus imminens sebanyak 37 responden (42.0%).
Table 5. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Umur Ibu terhadap Kejadian Abortus Imminens di RS
Bhayangkara Palu Tahun 2017
Kejadian Abortus Imminens
Umur Bukan 𝝆
Abortus Imminens Total
Ibu Abortus Imminens Value
n % n % n %
Risiko Tinggi 17 68.0 8 32.0 25 100
Risiko Rendah 37 42.0 51 58.0 88 100 0.019
Total 54 47.8 59 52.2 113 100
Sumber: Data Sekunder (2017)
Hasil analisis statistik Chi-Square Teste dengan menggunkan Fishher’s Exact Test di peroleh nilai
𝜌 (0.019) < 0.05 sehingga Ha diterima, artinya ada hubungan antara umur ibu dengan abortus imminens.
Berdasarkan analisis hubungan paritas ibu terhadap kejadian abortus imminens menunjukkan
bahwa dari 113 orang responden yang Paritas Ibu yang risiko tinggi dan bukan kejadian abortus
imminens sebanyak 21 responden (41.2%), dibandingkan dengan responden yang Paritas ibu yang
kejadian abortus imminens sebanyak 30 responden (58.8%). Sedangkan dari 62 responden yang Paritas
Published By: Akademi Kebidanan Graha Ananda Copyright © 2018 MPPK. All rights reserved
37
MPPK (September, 2018) Vol. 1. No. 2
ibu risiko rendah dan bukan kejadian abortus imminens sebanyak 38 responden (61.3%), dibandingkan
responden yang Paritas ibu yang kejadian abortus imminens sebanyak 24 responden (38.7%).
Table 6. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Paritas Ibu terhadap Kejadian Abortus Imminens di RS
Bhayangkara Palu Tahun 2017
Kejadian Abortus Imminens
Paritas Bukan 𝝆
Abortus Imminens Total
Ibu Abortus Imminens Value
n % n % n %
Risiko Tinggi 30 58.8 21 41.2 51 100
Risiko Rendah 24 38.7 38 61.3 62 100 0.026
Total 54 47.8 59 52.2 113 100
Sumber: Data Sekunder (2017)
Hasil analisis statistik Chi-Square Teste dengan menggunkan Fishher’s Exact Test di peroleh nilai
𝜌 (0.026) < 0.05 sehingga Ha diterima, artinya ada hubungan antara paritas ibu dengan abortus imminens.
Berdasarkan analisis hubungan jarak kehamilan terhadap kejadian abortus imminens menunjukkan
bahwa dari 113 orang responden yang jarak kehamilan yang risiko tinggi dan bukan kejadian abortus
imminens sebanyak 56 responden (57.7%), dibandingkan dengan responden yang jarak kehamilan yang
kejadian abortus imminens sebanyak 41 responden (42.3%). Sedangkan dari 16 responden yang jarak
kehamilan risiko rendah dan bukan kejadian abortus imminens sebanyak 3 responden (18.8%),
dibandingkan responden yang jarak kehamilan yang kejadian abortus imminens sebanyak 13 responden
(81.2%).
Table 7. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Jarak Kehamilan terhadap Kejadian Abortus Imminens di RS
Bhayangkara Palu Tahun 2017
Kejadian Abortus Imminens
Bukan 𝝆
Jarak Kehamilan Abortus Imminens Total
Abortus Imminens Value
n % n % n %
Risiko Tinggi 41 42.3 56 57.7 97 100
Risiko Rendah 13 81.2 3 18.8 16 100 0.04
Total 54 47.8 59 52.2 113 100
Sumber: Data Sekunder (2017)
Hasil analisis statistik Chi-Square Teste dengan menggunkan Fishher’s Exact Test di peroleh nilai
𝜌 (0.04) < 0.05 sehingga Ha diterima, artinya ada hubungan antara jarak kehamilan dengan Abortus
Imminens.
PEMBAHASAN
Umur merupakan karakteristik yang dimiliki oleh setiap individu. Karakteristik ini dapat menjadi
variabel pengaruh terhadap suatu kejadian penyakit. Aspek umur juga turut mempengaruhi kemampuan
seseorang baik dalam beraktivitas maupun dalam menghadapi berbagai tantangan berupa penyakit. 5
Umur ibu mempunyai pengaruh yang erat terhadap perkembangan alat reproduksi wanita dimana
umur reproduksi sehat bagi seorang wwanita untuk hamil dan melahirkan adalah 20-35 tahun. Ibu hamil
yang berumur <20 tahun atau >35 tahun lebih beresiko mengalami komplikasi kehamilan maupun
persalinan dibandingkan ibu hamil pada umur 20-35 tahun. Hal ini disebabkan karena aktivitas seksual
wanita menurun dan menjelang masa menopause sehingga tingkat kesuburan menurun. Umur saat
kehamilan yang terlalu muda ataupun terlau tua mempunyai resiko mengalami komplikasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan waktu reproduksi sehat 20-35 tahun. 6, 7, 8
Published By: Akademi Kebidanan Graha Ananda Copyright © 2018 MPPK. All rights reserved
38
MPPK (September, 2018) Vol. 1. No. 2
Resiko abortus pada wanita yang berumur 35 tahun keatas lebih disebabkan oleh adanya
kemunduran fungsi faaal tubuh berupa elastisitas otot-otot panggul dan sekitar organ-organ reproduksi
lainnya. Kelainan-kelainan yang bersifat degenerative dan kekseimbangan hormonalnya juga mulai
tergannggu sehingga resiko yang mungkin terjadi bila ibu hamil diantaranya mudah terjadi abortus, bayi
lahir prematur, dan kelainan letak janin dan pada akhirnya akan memeberikan resiko pada ibu hamil. 9, 10
Temuan penelitian yang dilakukan di RS Bhayangkara Palu di peroleh hasil bahwa dari 113 orang
ibu hamil yang memilki umur yang risiko tinggi mengalami abortus imminens sebanyak 17 responden
(68.0%), sedangkan dari 88 orang ibu hamil yang memilki umur resiko rendah yang mengalami abortus
imminens sebanyak 37 responden (42.0%). Hasil analisis statistik Chi-Square Teste dengan menggunkan
Fishher’s Exact Test di peroleh nilai 𝜌 (0.019) < 0.05 sehingga Ha diterima, artinya ada hubungan antara
umur ibu dengan Abortus Imminens. Hal ini berarti bahwa untuk mencegah terjadinya abortus imminens
umur ibu sebaiknya pada masa reproduksi sehat karena tidak terlalu berisiko untuk mengalami
komplikasi kehamilan maupun persalinan dibndingkan dengan ibu hamil dan melahirkan pada usia < 20
tahun dan > 35 tahun. 11, 12
Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Draper (2005) bahwa faktor
umur ibu mempunyai pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan, ibu yang berumur dibawah 20 tahun
atau diatas 35 tahun sangat beresiko abortus. Kehamilan ibu dengan usia dibawah 20 tahu berpengaruh
kepada kematang fisik dan mental dalam menghadapi masa kehamilan. Semakin tinggi umur ibu hamil
maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya abortus. 13, 14
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suhami di RSUD Undata
Palu Tahun 2016 yang mengatakan bahwa umur ibu merupakan faktor resiko abortus, maka perlu adanya
tindakan kondusif untuk mengurangi terjadinya abortus. Upaya yang sangat penting dilakukan adalah
promotif dan preventif yang dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat untuk menolong dirinya
sendiri dalam menjaga kesehatan.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus
imminens di RS Bhayangkara Palu Tahun 2017 dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara umur ibu, paritas, dan jarak kehamilan dengan kejadian abortus imminens, dimana peroleh nilai ρ
< 0.05 sehingga Ha diterima.Untuk semua calon ibu sebaiknya menghindari kehamilan pada umur < 20
tahun dan > 35 tahun.
SARAN
Direkomendasikan saran Diharapkan bagi tenaga kesehatan untuk selalu melakukan penyuluhan
terkait keluarga berencana (KB) agar wanita dapat mengontrol usia nikah, mengatur paritas dan jarak
kehamilan agar mengurangi kejadian abortus imminens.
DAFTAR PUSTAKA
1. Admin Dinkes, 2006, Resiko keguguran, (online), http://www.Dinkes DIY.com. Diaskes 2 Juni
2017.
2. Chalik, 1998, Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi, Jakarta : Widya Medika.
3. Cunningham G, dkk, 2008. Obstetri Williams, Volume 1, Jakarta : ECG.
4. Cunningham G, dkk, 2008, Obstetri Williams, Volume 2, Jakarta : ECG.
5. Depkes RI, 1999, Indonesi Sehat 2010.
6. Fairer Helen, 1999, Perawatan Maternitas, Edisi 2, Getakan 1, Jakarta : ECG.
7. Hamilton PM, 2000, Dasar-Dasar Perawatan Maternitas, Jakarta : ECG.
8. Manuaba IBG, 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan, Cetakan I, Jakarta : ECG.
9. Mochtar Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri Edisi 2, Jakarta : ECG
Published By: Akademi Kebidanan Graha Ananda Copyright © 2018 MPPK. All rights reserved
39
MPPK (September, 2018) Vol. 1. No. 2
10. Prasetyo, S, 1998. Analisis Interval Kelahiran Ideal dan Sebenarnya Di Kodya Malang, Puslitbang
Yankes Surabaya Berita Kedokteran.
11. Sastrawinata Sulaiman, Obstetri Patologi Edisi 2, Jakarta : ECG
12. Utiek, 2006, Kenali Tanda-Tanda Keguguran,(online), diakses tanggal 28 Juli 2013.
13. Wiknjosastro Hanifa, 2002, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
14. Wheeler Linda, 2004, Buku Saku Perawatan Prenatal dan Pasca Partum, Jakarta : ECG.
Published By: Akademi Kebidanan Graha Ananda Copyright © 2018 MPPK. All rights reserved
TINJAUAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS UTAMA ABORTUS IMMINENS
PADA DOKUMEN REKAM MEDIS PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH
SAKIT ISLAM KLATEN
ABSTRACT
The accuracy of the code are affected by the determination of the patient’s diagnosis. If the diagnosis is inaccurate
encodes it will affect the number of cases in the report preparation morbidity, mortality as well as the calculation
of the various figures of Statistics Hospital. Based on the preliminary survey of 10 documents medical records of
inpatients with a diagnosis of threatened abortion, there are four documents (40%) were inaccurate. The purpose
of this study to determine the accuracy of diagnosis codes on the documents threatened abortion medical records
of patients hospitalized in the Klaten Islamic Hospital.This type of research is descriptive, with a retrospective
approach. The research instrument using unstructured interviews and sample observation method used is Sys-
tematic Sampling at 83 medical records document the diagnosis of threatened abortion.The results showed that the
primary diagnosis code on the document threatened abortion medical records of patients hospitalized in the Klaten
Islamic Hospital accurate as many as 30 documents (73%), while that is not accurate as many as 11 docu- ments
(27%). Preferably officier coder more careful in coding and writing diagnosis code, the selection of a block coder
must specify the type of diagnosis statment before encoding in order to get the code right, and the clerk must
thoroughly input the code of medical records to the computer because if something goes wrong input will affect the
reporting of the index disease.
Keywords: Accuracy Code, threatened abortion, Document Medical Record, Hospitalization.
ABSTRAK
Keakuratan kode dipengaruhi oleh penentuan diagnosis pasien. Apabila dalam mengode diagnosis tidak akurat
maka akan berpengaruh pada jumlah kasus dalam pembuatan laporan morbiditas, mortalitas serta penghitungan
berbagai angka Statistik Rumah Sakit. Berdasarkan survey pendahuluan dari 10 dokumen rekam medis pasien
rawat inap dengan diagnosis Abortus Imminens, terdapat 4 dokumen (40%) yang tidak akurat. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui keakuratan kode diagnosis Abortus Imminens pada dokumen rekam medis pasien rawat inap
di Rumah Sakit Islam Klaten. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan pendekatan retrospektif.
Instrumen penelitian dengan menggunakan metode wawancara tidak terstruktur dan metode observasi Sampel
yang digunakan yaitu Sistematis Sampling pada 83 dokumen rekam medis diagnosis Abortus Imminens. Hasil
penelitian menunjukan bahwa kode diagnosis utama Abortus Imminens pada dokumen rekam medis pasien rawat
inap di Rumah Sakit Islam Klaten yang akurat sebanyak 30 dokumen (73%), sedangkan yang tidak akurat seban-
yak 11 dokumen (27%).Sebaiknya petugas coder lebih teliti dalam mengkode dan menuliskan kode diagnosis,
pemilihan blok coder harus menentukan tipe pernyataan diagnosis dahulu sebelum mengkode agar mendapatkan
kode yang tepat, dan petugas harus lebih teliti menginput kode dari rekam medis ke komputer karena jika terjadi
salah input akan mempengaruhi pelaporan indeks penyakit.
Kata Kunci: Keakuratan Kode, Abortus Imminens, Dokumen Rekam Medis, Rawat Inap
Tujuan penelitian untuk mengetahui keakuratan kode c. Mengetikan lead term pada kolom search. Keti-
diagnosis Abortus Imminens pada dokumen rekam kan lead termabortion, kemudian akan muncul hasil
medis pasien rawat inap di Rumah Sakit Islam Klat- pencarian yang terkait dengan abortion.
en.
d. Memilih istilah tambahan di bawah lead term
METODE PENELITIAN yang ditentukan,sesuai dengan dignosis utama.
Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian
e. Setelah dipilih akan muncul tampilan volume 1 Kode RS : O20.0
ICD – 10 versi 2008 Online, bab XV yang meru- juk Kode ICD : O20.0
pada blok O20 dengan kode O20.0 Threat- ened Keakuratan Kode : Akurat
Abortion.
Gambar 1. Presentase Ketidak Akuratan Kode
f. Menentukan kode. Diagnosis Abortus Imminens
Terdapat 3 kode diagnosis yang salah pelaporan, atau f. Pastikan Kode benar – benar tepat, kode untuk
masuk dalam daftar kode penyakit Abortus Imminens Abortus Imminens yaitu O20.0 Threatened-
(O20.0). Selain salah masuk daftar pel- aporan Abortion.
penyakit, kode diagnosis tersebut juga tidak tepat.
Kesalahanpelaporandikarenakanpetugasda- g. Tentukan kodenya yaitu O20.0
lammenginput kodepadakomputertidaksamaden-
gankode yang ditulispadaringkasanmasukkeluar. Adapun tata cara dalam mengkode tindakan medis
Berikut contoh diagnosis yang masuk dalam pel- di Rumah Sakit Islam Klaten, yaitu berdasarkan
aporan kode penyakit Abortus Imminens (O20.0). SPO/No.1/RM/23 tanggal 22 Oktober 2014 ten-
tang Sistem Pengkodean Diagnosis dan Prosedur/
Nomor Rekam Medis : 27 Tindakan yaitu:
Diagnosis masuk/awal : Abortus
Imminens a. Dokter menuliskan diagnosa utama, Diagnosa
Diagnosis Utama : Suspect lain serta Prosedur atau tindakan sesuai hasil
Blighted Ovum pemeriksaan dan tindakan yang telah diberikan
Kode RM 1 : O02.0 pada seorang pasien dalam formulir Rekam Me-
Kode Indeks Penyakit : O20.0 dis Pasien yang telah ditentukan.
Kode seharusnya Indeks Penyakit : O02.0
b. Dokter menuliskan diagnosis dan prosedur atau
Keakuratan Kode : Tidak Akurat
tindakan sesuai bahasa kedokteran dengan tu- lisan
yang jelas dan terbaca.
PEMBAHASAN
c. Dokter menggunakan singkatan diagnosis dan
1. Tata cara pengkodean diagnosis Abortus Immi- Prosedur atau tindakan yang telah dibakukan.
nens
Menurut Sudra (2013) dengan dimodifikasi oleh- d. Pengkodean diagnosa, Prosedur atau tindakan
kasus AbortusImminens,tata cara pengodean diag- pasien Rawat Jalan.
nosis Abortus Imminens yang benar yaitu sebagai
berikut: 1) Petugas rawat jalan menginput diagnosa,
prosedur atau tindakan yang telah ditulis oleh
a. Menentukan jenis pernyataan yaitu Abortus dokter ke dalam komputer.
Imminens, diklasifikasikan pada bab XV ten- tang
Pregnancy, childbirth and the puerperi- um. 2) Petugas rawat jalan menanyakan kepada dok-
ter yang bersangkutan jika ada keragu – raguan atau
b. Menentukan Lead term yaitu Abortion, Lihat ketidak jelasan diagnosis Pasien yang ter- tulis di
pada Volume 3 Alphabetical Index ICD – 10. Rekam Medis Pasien Rawat Jalan.
3) Petugas koding rekam medis melakukan Peng- volume 1 ICD–10. Hal ini menyebabkan tatacara
kodean diagnosis, Prosedur atau tindakan yang di Input tidak sesuai dengan standar pengodean yang ada-
oleh petugas rawat jalan secara Kom- puterisasi pada ICD–10 dalam teori Sudra (2013).
dengan sistem LAN.
2. Keakuratan kode Diagnosis Abortus Imminens
e. Pengkodean penyakit atau diagnosa, Prosedur pasien rawat inap
atau tindakan pasien Rawat Inap. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bah- wa
kode diagnosis Abortus Imminens di Rumah Sakit
1) Petugas koding rekam medis melakukan peng- Islam Klaten, dari 41 dokumen rekam medis rawat
kodean diagnosis, prosedur atau tindakan se- cara inap, akurasinya sebanyak 30 (73%) kode diagnosis
tertulis dalam rekam medis pasien rawat inap dan dan terdapat diagnosis Abortus Immin- ens yang
secara komputerisasi. tidak akurat sebanyak 11 (27%) kode di- agnosis.
Dengan aturan kodefikasi ICD – 10 dan berdasarkan
2) Petugas koding rekam medis menanyakan ke- pada
3 Tipe error yang ditemukan. Semua dikode dengan
dokter yang bersangkutan atau dokter se- profesi yang
melihat formulir ringkasan masuk dan keluar (RM1),
lain jika ada keragu – raguan atau ketidak jelasan
Resume medis (RM2), Catatan perkembangan
diagnosis pasien yang tertulis di rekam medis pasien.
terintegrasi (RM. 6.2) dan Infor- masi Penunjang
f. Pengkodean diagnosis, prosedur atau tindakan pada formulir hasil pemeriksaan penunjang (RM.17).
untuk kepentingan BPJS.
Berikut contoh Pengkodean diagnosis Abortus Im-
1) Petugas Koding BPJS melakukan pengkodean minens yang akurat di Rumah Sakit Islam Klaten :
diagnosis, prosedur atau tindakan secara ter- tulis dan
No Rekam Medis :8
komputerisasi dalam formulir klaim BPJS.
Diagnosis masuk/awal : Abortus Imminens
2) Petugas Koding BPJS menanyakan Kepada Diagnosis Utama : Abortus Imminens
dokter yang bersangkutan atau dokter seprofe- si yang Anamnesis :
lain jika ada keragu – raguan atau keti- dak jelasan atas S : keluar darah dari jalan lahir 1 jam yang lalu.
diagnosis pasien yang tertulis di formulir BPJS atau Merah segar. Mules (+).
dengan melihat diagno- sis pada rekam medis pasien. O : TD: 120/70 mmHg. Nadi : 92 x/menit. Perna-
fasan : 22 x/menit. Suhu : 36,7ºC. KU: Baik, CM.
Tata cara pengodean di RumahSakit Islam Klaten- PPV (+). Mules (+). VT tidak dilakukan.
sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur- A : G2P1A0 hamil 11 minggu dengan Abortus Im-
No.1/RM/23 tanggal 22 Oktober 2014 tentang Sistem minens
Pengkodean Diagnosis dan Prosedur/Tin- dakan, Pemeriksaan Penunjang :
dijelaskan bahwa Petugas koding rekam medis Hasil USG : Tampak gambaran fetus dengan DJJ
melakukan pengkodean diagnosis, prosedur atau (+) serta BPD terukur sekitar 14,5 mml. Placenta
tindakan secara tertulis dalam rekam medis pasien tampak homogen dan berada di postero – superior.
rawat inap dan secara komputerisasi. Hal ini Tak tampak gambaran placenta previa.
mengindikasikan bahwa coder diperkenankan Kesan : janin (+), DJJ (+) tak tampak gam-
menentukan kode diagnosis atau tindakan dengan baran placenta previa.
bantuan komputer/aplikasi ICD–10 elektronik. Akan
Tindakan : Konservatif
tetapi, di dalam SPO tersebut tidak menjelas- kan
Kode RS : O20.0
secara detail bagaimana alur yang sesuai den- gan teori
Kode ICD : O20.0
Sudra (2013) tentang tata cara pengkode- an diagnosis,
Keakuratan : Akurat
sehingga coder tidak melihat secara langsung
Kode
keterangan/notes yang ada pada tabulasi
Ketidak akuratan diagnosis utama Abortus Immin-
ens terbagi menjadi tiga tipe error sebgai berikut: diagnosis utama Abortus imminens yang tidak
akurat dikarenakan kesalahan pemilihan blok.
a. Tidak Dikode Kesalahan pemilihan blok tersebut terjadi karena
Berdasarkan hasil penelitian terdapat 3 kode diagnosis petugas coder tidak teliti dalam menentukan tipe
utama Abortus Imminens yang tidak dikode oleh pernyataan/diagnosis yang akan dikode. Pengo-
petugas coder dikarenakan kes- alahan pada sistem dean morbiditas akan sangat bergantung pada
alur dokumen rekam medis pasien rawat inap. Hal ini diagnosis yang ditetapkan oleh dokter yang mer-
tidak sesuai dengan SPO No.Dok SPO1/RM/20 awat pasien atau yang bertanggung jawab mene-
tanggal 24 Agus- tus 2013 tentang Alur Dokumen tapkan kondisi utama pasien, dalam hal ini yang
Rekam Medis Rawat Inap, dimana dokumen rekam menjadi dasar coder adalah diagnosis utama pa-
medis yang dilakukan kelengkapan oleh dokter atau sien (Abdelhak, 2001). Hal ini sejalan dengan
perawat yang bersangkutan seharusnya kembali lagi Kasim dan Erkadius (2014) dalam menentukan
ke bagian assembling, untuk selanjutnya diserahkan kode diagnosis, coder harus menentukan tipe
bagian koding. Hal ini tidak dilakukan sehing- ga pernyataan yang akan dikode, yakni diagnosis
dokumen kembali lagi pada bagian rekam medis utama pasien. Berikut contoh kesalahan blok
namun langsung kebagian pelaporan, se- hingga pada diagnosis utama Abortus Imminens:
petugas pelaporan terkadang mengkode dengan
mengentry langsung pada Sistem Infor- masi Rumah Nomor Rekam Medis : 21
Sakit, kode diagnosis tidak ditulis ulang pada lembar Diagnosis masuk/awal : Abortus Imminens
Ringkasan Masuk dan Keluar (RM1). Diagnosis Utama : Abortus Inkompletus
Anamnesis :
Berikut contoh kode diagnosis utama Abortus S = Flek – flek sejak hari selasa, mules (-), PPV
Imminens yang tidak dikode: (+) flek coklat.
Nomor Rekam Medis : 6 O = KU: baik, CM. TD: 120/70 mmHg. Suhu:
Diagnosis masuk/awal : Abortus Imminens 36ºC. Nadi: 80 x/menit. Pernafasan: 20 x/menit.
Diagnosis Utama : Abortus Imminens Hb: 11,9. PPV sedikit, coklat, bila BAK keluar
Anamnesis : darah merah setetes. Rencana Curet.
S : Keluar darah, flek-flek dan stolsel 3 hari
yang lalu. HPMT 04 – 11 – 2013. A = G1P0A0 hamil 8 minggu dengan Abortus
O : Hasil USG : tampak GS dengan Ukuran 4 Inkompletus.
minggu. TD: 110/70 mmHg. Nadi: 80 x/ menit. Nafas: Hasil Pemeriksaan Patologi – Anatomi
20 x/menit. Suhu: 36ºC. Pemeriksaan Histologi
A : G1P0A0 Hamil 9 minggu 3 hari dengan Keterangan : Klinik Abortus Inkompletus.
Abortus Imminens. Makroskopis : diterima jaringan pecah belah kira
Pemeriksaan penunjang: – kira 15 cc, kecoklatan, sebagian cetak.
Hasil USG : Tampak VU sedikit terisi, uterus
tampak seperti adanya gambaran GS 10.1 mm, setara Mikroskopis : sediaan menunjukan bekuan da-
dengan ke- hamilan 4 minggu. rah, sedikit endometrium, villichoriales dan ja-
Tindakan : Konservatif ringan desidua. Infiltrat radang kronis merata.
Kode RS :- Tidak ditemukan tanda ganas.
Kode ICD – 10 : O20.0
Kesimpulan: Kerokan : sisa plasenta (menyo-
Keakuratan Kode : Tidak Akurat
kong diagnosis Abortus Inkompletus).
b. Kesalahan Blok Tindakan :-
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 5 kode Kode RS : O20.0
Kode ICD – 10 : O03.4
Keakuratan Kode : Tidak Akurat
DAFTAR PUSTAKA
Bowman D. Elizabeth. 2001. Coding, Classification, and Reimbursement Systems. 2nd Ed. Ab- delhak Mervat
(Ed.). Health Information Management of a Strategic Resource. W.B. Saunders Company. Philadelphia.
Febi Dyah, AS. 2015. Keakuratan Kode Diagno- sis Kasus Obstetri pada Lembar Masuk dan Keluar (RM
1a) Pasien Rawat Inap dengan Problem Sloving Cycle SWOT di RSUD dr. Sayidiman Magetan.[Karya Tu- lis
Ilmiah]. Surakarta : STIKes Mitra Hu- sada Karanganyar.
Hatta, Gemala R (ed.). 2014. Pedoman Manajeme In- formasi Kesehatan Di sarana Pelayanan Kesehatan.
Revisi Ketiga. Jakarta : Uni- versitas Indonesia.
Kasim dan Erkadius. 2014. Sistem Klasifikasi Utama Morbiditas dan Mortalitas yang Digunakan di Indonesia.
Dalam Gemala R Hatta (ed.). Pedoman Manajeme Informasi Kesehatan Di sarana Pelayanan Kesehatan.
Jakarta : Universitas Indonesia.
Mansjoer A dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran klinik : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Peraturan Mentri Kesehatan. 2008. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia nomor 269/
MENKES/PER/III/2008. Jakarta : Depar- temen Kesehatan.
Purningsih. 2015. Tinjauan Keakuratan Kode Diag- nosis Commotio cerebri pada Dokumen Rekam Medis
Pasien Rawat Inap Ber-
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kual- itatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
World Health Organization. 2010. International Sta- tistical classification of disease and related health problem
tenth revision. Vol.1,2,3. Geneva
TINJAUAN PUSTAKA
tuti alawiyah
Abort us imminens
ayu prat iwi
Case Ppiii
Put ri Kurniawat i
ABSTRAK
Abortus imminens ialah peristiwa ibu terancam kehilangan bayinya pada setengah awal kehamilan, merupakan komplikasi tersering pada
kehamilan dan merupakan beban emosional yang serius, meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat badan lahir
rendah, kematian perinatal, perdarahan antepartum, dan ketuban pecah dini, namun tidak ditemukan kenaikan risiko bayi lahir cacat. Penata-
laksanaan abortus imminens pada umumnya adalah secara empiris. Tirah baring rutin direkomendasikan, satu dari tiga kasus abortus imminens
mendapatkan resep obat meskipun dua dari tiga dokter umum yang merekomendasikan hal tersebut tidak yakin dengan hasil yang akan
dicapai. Tinjauan pustaka ini membahas bukti-bukti upaya pencegahan, pemeriksaan, dan penatalaksanaan abortus imminens, terutama pada
trimester pertama kehamilan.
ABSTRACT
Imminent abortion is when a woman might be losing her baby during the first half of pregnancy; is the commonest complication in pregnancy
and is a serious emotional burden for women. It has increased risk of miscarriage, preterm delivery, low birthweight, perinatal death, antepartum
haemorrhage and premature rupture of the membrane, however the risk of a malformed surviving infant does not appear to be increased.
Management of imminent abortion is mostly empirical. Bed rest is routinely recommended, about a third of women with imminent abortion
are prescribed drugs although two thirds of general practitioners recommending this do not sure on its efficacy. This review present available
evidence on prevention, evaluation and management of imminent abortion, focusing mainly on the first trimester of pregnancy. Nur Ilhaini
Sucipto. Abortus Imminens: Pevention, Investigation and Management.
3. Penyakit ibu, baik yang akut seperti terlihat, keguguran dapat terjadi pada 11,5% trimester pertama, lebih rendah dibandingkan
pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, pasien.9 Kantong gestasi kosong dengan wanita hamil dengan gejala abortus imminens
malaria, dan lain-lain, maupun kronik seperti, diameter 15mm pada usia tujuh minggu dan yang kehamilannya berlanjut atau dengan
anemia berat, keracunan, laparotomi, 21mm pada usia gestasi delapan minggu wanita hamil tanpa gejala abortus imminens.
peritonitis umum, dan penyakit menahun memiliki angka keguguran 90,8%.1 Apabila Sebuah penelitian prospektif menunjukkan
seperti brusellosis, mononukleosis infeksiosa, terdapat yolk sac, angka keguguran 8,5%; bahwa nilai batas β hCG bebas 20 ng/ml
toksoplasmosis. dengan embrio 5mm, angka keguguran dapat digunakan untuk membedakan antara
4. Kelainan traktus genitalis, misalnya adalah 7,2%; dengan embrio 6-10mm angka normal (kontrol dan abortus imminens namun
retroversio uteri, mioma uteri, atau kelainan keguguran 3,2%; dan apabila embrio 10mm, kehamilan berlanjut) dan abnormal (abortus
bawaan uterus. Terutama retroversio uteri angka keguguran hanya 0,5%.9 imminens yang mengalami keguguran
gravidi inkarserata atau mioma submukosa dan kehamilan tuba), dengan sensitifitas
yang memegang peranan penting. Sebab Angka keguguran setelah kehamilan 14 angka prediksi positif 88,3% dan 82,6%.
lain keguguran dalam trimester dua ialah minggu kurang lebih 2,0%. Pemeriksaan Rasio bioaktif serum imunoreaktif hCG, pada
serviks inkompeten yang dapat disebabkan ukuran kantong gestasi transvaginal berguna wanita yang mengalami abortus imminens
oleh kelemahan bawaan pada serviks, dilatasi untuk menentukan viabilitas kehamilan namun kehamilannya berlanjut, lebih tinggi
serviks berlebihan, konisasi, amputasi, atau intrauteri. Diameter kantong rata-rata lebih dibandingkan pada wanita yang akhirnya
robekan serviks yang luas yang tidak dijahit. dari 13mm tanpa yolk sac atau diameter mengalami keguguran. Namun penelitian
rata-rata lebih dari 17mm tanpa mudigah hanya melibatkan 24 wanita dengan abortus
TANDA DAN GEJALA3-5,8 diprediksikan nonviabilitas pada semua kasus imminens dan tidak memberikan data tentang
Adanya perdarahan pada awal kehamilan dengan spesifisitas dan nilai prediksi positif aktivitas jantung janin.1
melalui ostium uteri eksternum, disertai nyeri 100%. Adanya hematoma subkorionik tidak
perut ringan atau tidak sama sekali. berhubungan dengan prognosis buruk.1,9 Pemeriksaan kadar progesteron
Kadar hormon progesteron relatif stabil pada
Adanya gejala nyeri perut dan punggung Bradikardia janin dan perbedaan antara usia trimester pertama, sehingga pemeriksaan
belakang yang semakin hari bertambah buruk kehamilan berdasarkan HPHT dengan hasil tunggal dapat digunakan untuk menentukan
dengan atau tanpa kelemahan dan uterus pemeriksaan USG menunjukkan prognosis apakah kehamilan viabel; kadar kurang dari
membesar sesuai usia kehamilan. buruk. Data prospektif menyebutkan, bahwa 5 ng/mL menunjukkan prognosis kegagalan
jika terdapat satu diantara tiga faktor risiko kehamilan dengan sensitivitas 60%, sedangkan
DIAGNOSIS3-5,8,9 (bradikardia janin, perbedaan antara kantung nilai 20 ng/mL menunjukkan kehamilan yang
• Tanda dan gejala abortus imminens kehamilan dengan panjang crown to rump, dan viabel dengan sensitivitas 100%.1,8
• Pemeriksaan dalam: serviks tertutup, perbedaan antara usia kehamilan berdasarkan
perdarahan dapat terlihat dari ostium, tidak HPHT dan pemeriksaan USG lebih dari satu PENCEGAHAN
ada kelainan pada serviks, tidak terdapat nyeri minggu) meningkatkan presentase kejadian 1. Vitamin10, diduga mengonsumsi vitamin
goyang serviks atau adneksa keguguran dari 6% menjadi 84%. Penelitian sebelum atau selama awal kehamilan dapat
• Tes kehamilan positif, dan prospektif pada umumnya menunjukkan mengurangi risiko keguguran, namun dari
• Pemeriksaan USG tampak janin masih hidup. presentase kejadian keguguran 3,4-5,5% jika 28 percobaan yang dilakukan ternyata hal
perdarahan terjadi setelah jantung janin mulai tersebut tidak terbukti.
PEMERIKSAAN PENUNJANG beraktivitas, dan identifikasi aktivitas jantung 2. Antenatal care (ANC), disebut juga prenatal
Ultrasonografi (USG) Transvaginal dan janin dengan USG di pelayanan kesehatan care, merupakan intervensi lengkap pada
Observasi Denyut Jantung Janin primer memberikan presentase berlanjutnya wanita hamil yang bertujuan untuk mencegah
Pemeriksaan USG transvaginal penting untuk kehamilan hingga lebih dari 20 minggu atau mengidentifikasi dan mengobati kondisi
menentukan apakah janin viabel atau non sebesar 97%.1 yang mengancam kesehatan fetus/bayi baru
viabel1,5 dan membedakan antara kehamilan lahir dan/atau ibu, dan membantu wanita
intrauteri, ekstrauteri, mola, atau missed BIOKIMIA SERUM IBU dalam menghadapi kehamilan dan kelahiran
abortion.1 Jika perdarahan berlanjut, ulangi Kadar human chorionic gonadotropin sebagai pengalaman yang menyenangkan.
pemeriksaan USG dalam tujuh hari kemudian (hCG) kuantitatif serial Penelitian observasional menunjukkan bahwa
untuk mengetahui viabilitas janin. Jika hasil Evaluasi harus mencakup pemeriksaan hCG ANC mencegah masalah kesehatan pada ibu
pemeriksaan meragukan, pemeriksaan dapat serial kecuali pasien mengalami kehamilan dan bayi. Pada suatu penelitian menunjukkan,
diulang 1-2 minggu kemudian.5 intauterin yang terdokumentasi dengan USG, kurangnya kunjungan rutin ibu hamil
untuk mengeliminasi kemungkinan kehamil- dengan risiko rendah tidak meningkatkan
USG dapat digunakan untuk mengetahui an ektopik.9 Kadar hCG kuantitatif serial diulang risiko komplikasi kehamilan namun hanya
prognosis.1 Pada umur kehamilan tujuh setelah 48 jam digunakan untuk mendiagnosis menurunkan kepuasan pasien. Perdarahan
minggu, fetal pole dan aktifitas jantung janin kehamilan ektopik, mola, abortus imminens, pada kehamilan disebabkan oleh banyak
dapat terlihat.9 Aktivitas jantung seharusnya dan missed abortion.2,6,8 Kadar hCG serum faktor yang dapat didentifikasi dari riwayat
tampak dengan USG saat panjang fetal pole wanita hamil yang mengalami keguguran kehamilan terdahulu melalui konseling dan
minimal lima milimeter.1 Bila kantong gestasi diawali dengan gejala abortus imminens pada anamnesis.5 Pada penelitian Herbst, dkk
(2003), ibu hamil yang tidak melakukan ANC melakukan tirah baring. Sebaliknya, sebuah diberikan pada penatalaksanaan abortus
memiliki risiko dua kali lipat untuk mengalami studi kohort observasional terbaru dari 230 imminens sebagai upaya mempertahankan
risiko kelahiran prematur.2. wanita dengan abortus imminens yang kehamilan.3
direkomendasikan tirah baring menunjukkan
PENATALAKSANAAN AKTIF bahwa 9,9% mengalami keguguran dan 23,3% Salah satu preparat progestogen adalah
Efektivitas penatalaksanaan aktif masih baik-baik saja (p=0,03). Lamanya perdarahan dydrogesterone, Penelitian dilakukan pada 154
dipertanyakan, karena umumnya penyebab vagina, ukuran hematoma dan usia kehamilan wanita yang mengalami perdarahan vaginal
abortus imminens adalah kromosom abnormal saat diagnosis tidak mempengaruhi tingkat saat usia kehamilan kurang dari 13 minggu.
pada janin.1 Meskipun banyak penelitian terjadinya keguguran. Meskipun tidak ada bukti Persentase keberhasilan mempertahankan
menyatakan tidak ada terapi yang efektif pasti bahwa istirahat dapat mempengaruhi kehamilan lebih tinggi (95,9%) pada kelompok
untuk abortus imminens,2 penatalaksanaan jalannya kehamilan, membatasi aktivitas yang mendapatkan dosis awal dydrogesterone
aktif pada umumnya terdiri atas: selama beberapa hari dapat membantu wanita 40 mg dilanjutkan 10 mg dua kali sehari selama
merasa lebih aman, sehingga memberikan satu minggu dibandingkan kelompok yang
Tirah Baring pengaruh emosional.1,2,11 Dosisnya 24-48 jam mendapatkan terapi konservatif 86,3%.14
Tirah baring merupakan unsur penting dalam diikuti dengan tidak melakukan aktivitas berat,
pengobatan abortus imminens karena cara ini namun tidak perlu membatasi aktivitas ringan Meskipun tidak ada bukti kuat tentang
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke sehari-hari.4,5,8 manfaatnya namun progestogen disebutkan
uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.4 dapat menurunkan kontraksi uterus lebih
Pada suatu penelitian, 1228 dari 1279 (96%) Abstinensia8,12 cepat daripada tirah baring,1 terlepas
dokter umum meresepkan istirahat pada Abstinensia sering kali dianjurkan dalam dari kemungkinan bahwa pemakaiannya
perdarahan hebat yang terjadi pada awal penanganan abortus imminens, karena pada pada abortus imminens mungkin dapat
kehamilan, meskipun hanya delapan dari saat berhubungan seksual, oksitoksin disekresi menyebabkan missed abortion,4 progestogen
mereka yang merasa hal tersebut perlu, dan oleh puting atau akibat stimulasi klitoris, pada penatalaksanaan abortus imminens
hanya satu dari tiga orang yang yakin hal selain itu prostaglandin E dalam semen dapat tidak terbukti memicu timbulnya hipertensi
tersebut bekerja baik.1 mempercepat pematangan serviks dan kehamilan atau perdarahan antepartum yang
meningkatkan kolonisasi mikroorganisme di merupakan efek berbahaya bagi ibu. Selain itu,
Sebuah penelitian randomised controlled trial vagina.12 penggunaan progestogen juga tidak terbukti
(RCT) tentang efek tirah baring pada abortus menimbulkan kelainan kongenital. Sebaiknya
imminens menyebutkan bahwa 61 wanita Progestogen dilakukan penelitian dengan jumlah lebih
hamil yang mengalami perdarahan pada usia Progestogen merupakan substansi yang besar untuk memperkuat kesimpulan.3
kehamilan kurang dari delapan minggu yang memiliki aktivitas progestasional atau
viabel, secara acak diberi perlakuan berbeda memiliki efek progesteron,13 diresepkan pada hCG (human chorionic gonadotropin)
yaitu injeksi hCG, plasebo atau tirah baring. 13-40% wanita dengan abortus imminens.1 hCG diproduksi plasenta dan diketahui
Persentase terjadinya keguguran dari ketiga Progesteron merupakan produk utama korpus bermanfaat dalam mempertahankan ke-
perlakuan tersebut masing-masing 30%, 48%, luteum dan berperan penting pada persiapan hamilan. Karena itu, hCG digunakan pada
and 75%. Perbedaan signifikan tampak antara uterus untuk implantasi, mempertahankan abortus imminens untuk mempertahankan
kelompok injeksi hCG dan tirah baring namun serta memelihara kehamilan.1,3 Sekresi kehamilan. Namun, hasil tiga penelitian
perbedaan antara kelompok injeksi hCG progesteron yang tidak adekuat pada yang melibatkan 312 partisipan menyatakan
dan plasebo atau antara kelompok plasebo awal kehamilan diduga sebagai salah satu tidak ada cukup bukti tentang efektivitas
dan tirah baring tidak signifikan. Meskipun penyebab keguguran sehingga suplementasi penggunaan hCG pada abortus imminens
pada penelitian tersebut hCG menunjukkan progesteron sebagai terapi abortus imminens untuk mempertahankan kehamilan. Meski-
hasil lebih baik dibandingkan tirah baring, diduga dapat mencegah keguguran, karena pun tidak terdapat laporan efek samping
namun ada kemungkinan terjadi sindrom fungsinya yang diharapkan dapat menyokong penggunaan hCG pada ibu dan bayi, diperlukan
hiperstimulasi ovarium, dan mengingat defisiensi korpus luteum gravidarum dan penelitian lanjutan yang lebih berkualitas
terjadinya abortus imminens dipengaruhi membuat uterus relaksasi. Sebagian besar ahli tentang pengaruh hCG pada keguguran.7
banyak faktor, tidak relevan dengan fungsi tidak setuju3,4,8 namun mereka yang setuju
luteal, menjadikan hal tersebut sebagai menyatakan bahwa harus ditentukan dahulu Antibiotik hanya jika ada tanda
pertimbangan untuk tidak melanjutkan adanya kekurangan hormon progesteron. infeksi8,15
penelitian tentang penggunaan hCG.1 Berdasarkan pemikiran bahwa sebagian besar Penelitian retrospektif pada 23 wanita
keguguran didahului oleh kematian hasil dengan abortus imminens pada usia awal
Dalam sebuah penelitian retrospektif pada konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan trimester kehamilan, mendapatkan 15 orang
226 wanita yang dirawat di RS dengan keluhan oleh banyak faktor, maka pemberian (65%) memiliki flora abnormal vagina. Tujuh
akibat kehamilannya dan abortus imminens, hormon progesteron memang tidak banyak dari 16 orang mendapatkan amoksisilin
16% dari 146 wanita yang melakukan tirah manfaatnya.4 Meskipun bukti terbatas,1,4 ditambah klindamisin dan tiga dari tujuh
baring mengalami keguguran, dibandingkan percobaan pada 421 wanita abortus imminens wanita tersebut mengalami perbaikan, tidak
dengan seperlima wanita yang tidak menunjukkan bahwa progestogen efektif mengalami nyeri abdomen dan perdarahan
Tabel Faktor-faktor yang memengaruhi prognosis abortus imminens semakin tua usia ibu pada saat hamil dan
Faktor yang Prognosis Baik Prognosis Buruk tingginya riwayat keguguran sebelumnya
berpengaruh memperburuk prognosis. Pemeriksaan kadar
Riwayat Usia ibu saat hamil <34 tahun Usia ibu saat hamil >34 tahun
Riwayat keguguran sebelumnya serum β-hCG, progesteron, namun tes ini
USG Aktivitas jantung normal Fetal bradikardi mungkin tidak berguna dalam penanganan
Usia kehamilan berdasarkan HPHT dengan panjang
crown to rump berbeda
primer. Belum ada cukup bukti yang
Ukuran kantong gestasi yang kosong >15-17 mm menjelaskan tentang upaya pencegahan
Biokimia serum maternal Kadarnya normal Kadar β hCG rendah
Kadar β hCG bebas 20 ng/mL
abortus imminens baik melalui pemberian
Peningkatan β hCG <66% dalam 48 jam asupan vitamin dan ANC rutin.
Rasio bioaktif/imunoreaksi hCG <0,5
Progesteron <45 nmol/lLpada trimester pertama
Hasil tinjauan penatalaksanaan abortus
imminens antara lain:
vaginal tanpa kambuh. Disimpulkan bahwa kematian perinatal.2,3 Namun, tidak ditemukan 1. Tirah baring. Hampir 96% dokter umum
antibiotik dapat digunakan sebagai terapi dan kenaikan risiko bayi lahir cacat.2 Macam dan meresepkan, meskipun tidak ada bukti pasti
tidak manimbulkan anomali bayi.15 lamanya perdarahan menentukan prognosis tentang efektivitasnya, namun membantu
kehamilan. Prognosis menjadi kurang baik bila wanita merasa lebih aman, sehingga
Relaksan otot uterus perdarahan berlangsung lama, nyeri perut memberikan pengaruh emosional.
Buphenine hydrochloride merupakan yang disertai pendataran serta pembukaan 2. Abstinensia, diduga koitus dapat
vasodilator yang juga digunakan sebagai serviks.4 (Tabel) menstimulasi sekresi oksitoksin dan
relaksan otot uterus, pada penelitian dapat mempercepat pematangan serviks
RCT menunjukkan hasil yang lebih baik SIMPULAN oleh prostaglandin E dalam semen dan
dibandingkan penggunaan plasebo, namun Abortus imminens sering terjadi dan meningkatkan kolonisasi mikroorganisme di
metode penelitian ini tidak jelas, dan tidak ada merupakan beban emosional yang serius, vagina.
penelitian lain yang mendukung pemberian meningkatkan risiko keguguran, kelahiran 3. Meskipun tidak ada bukti manfaat
tokolisis pada awal terjadinya abortus prematur, bayi dengan berat badan lahir yang kuat, progestogen disebutkan dapat
imminens.1 Cochrane Library menyebutkan rendah, kematian perinatal, perdarahan menurunkan kontraksi uterus lebih cepat
tidak ada cukup bukti yang menunjukkan antepartum, dan ketuban pecah dini, namun daripada tirah baring,selain itu penggunaannya
efektivitas penggunaan relaksan otot uterus tidak ditemukan kenaikan risiko bayi lahir tidak memicu timbulnya hipertensi kehamilan
dalam mencegah abortus imminens.16 cacat. Pemeriksaan USG transvaginal penting atau perdarahan antepartum yang merupakan
dilakukan untuk meningkatkan ketepatan efek yang dapat membahayakan ibu. Selain
Profilaksis Rh (rhesus) diagnosis dan penatalaksanaan, menentukan itu, penggunaan progestogen dan hCG tidak
Konsensus menyarankan pemberian apakah janin viabel atau non viabel, kehamilan menimbulkan kelainan kongenital.
imunoglobulin anti-D pada kasus perdarahan intrauteri, ekstrauteri, mola, atau missed 4. Antibiotik diberikan hanya jika ada tanda-
setelah 12 minggu kehamilan atau kasus abortion serta menggambarkan prognosis tanda infeksi.
dengan perdarahan gejala berat mendekati ibu hamil yang mengalami gejala abortus 5. Relaksan otot uterus - tidak ada cukup bukti
12 minggu.1 imminens. Gambaran aktivitas jantung janin efektivitas dan keamanan penggunaannya.
umumnya dikaitkan dengan 85-97% tingkat 6. Profilaksis Rh - konsensus menyarankan
PROGNOSIS keberhasilan kehamilan, sedangkan kantung pemberian imunoglobulin anti-D pada kasus-
Abortus imminens merupakan salah satu kehamilan besar yang kosong atau perbedaan kasus dengan perdarahan setelah 12 minggu
faktor risiko keguguran, kelahiran prematur, antara perhitungan HPHT dan USG lebih dari kehamilan atau kasus dengan perdarahan
BBLR, perdarahan antepartum, KPD dan seminggu menunjukkan prognosis buruk, gejala berat mendekati 12 minggu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sotiriadis A, Papatheodorou S, Makrydimas G. Threatened Miscarriage: Evaluation and management. BMJ. 2004;329(7458):152-5.
2. Williams obstetrics. In: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY, editors. 23rd ed. Ohio: McGraw-Hill; 2010.
3. Wahabi HA, Fayed AA, Esmaeil SA, Al Zeidan RA. Progestogen for treating threatened miscarriage. Cochrane Database of Systematic Reviews [Internet]. 2011 [cited 2012 Dec 10];
12:CD005943. Available from: http://www.thecochranelibrary.com/DOI:10.1002/14651858.CD005943.pub4.
4. Ilmu kebidanan. In: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editors. 3rd ed. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007.
5. Norwitz ER, Arulkumaran S, Symonds IM, Fowlie A, editors. Oxford American handbook of obstetrics and gynecology. 1st ed. New York: Oxford University Press; 2007.
6. Case Files. In: Toy EC, III BB, Ross PJ, Jennings JC, editors. Obstetics & Gynecology. 3rd ed. Ohio: McGraw-Hill; 2010.
7. Devaseelan P, Fogarty PP, Regan L. Human chorionic gonadotrophin for threatened miscarriage. Cochrane Database of Systematic Reviews [Internet]. 2010 [cited 2012 Dec 10]; 5:CD007422.
Available from: http://www.thecochranelibrary.com/DOI:10.1002/14651858.CD007422.pub2.
8. Current medical diagnosis & treatment. In: McPhee SJ, Papadakis MA, editors. 2010. USA: McGraw-Hill; 2010.
9. Ultrasonografi. In: Gondo HK, Suwardewa TGA, editors. Buku ajar obstetri ginekologi. Jakarta: EGC; 2012.
10. Rumbold A, Middleton P, Pan N, Crowther CA. Vitamin supplementation for preventing miscarriage. Cochrane Database of Systematic Reviews 2011 [cited 2012 Dec 10], Issue 1. Art.
No:CD004073.DOI:10.1002/14651858.CD004073.pub3. Available from:http://www.thecochranelibrary.com/
11. Ben-Haroush A, Yogev Y, Mashiach R, Meizner I. Pregnancy Outcome of Threatened Abortion with Subchorionic Hematoma:Possible Benefit of Bed-Rest?.Isr Med Assoc J. [serial on the
Internet]. 2003 [cited 2012 Dec 24];5(6):422-4. Available from:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12841015.
12. Kontoyannis M, Katsetos C, Panagopoulos P. Sexual intercourse during pregnancy. Health Science Journal. 2012;6(1):82-8.
13. Kamus Kedokteran Dorland. In: Harjono RM, Hartono A, Japaries W, Kuswadji S, Maulany RF, Setio M, Sugani S, Suyono J, Tambajong J, Winata I, editors. Jakarta: EGC; 2002.
14. Omar MH, Mashita MK, Lim PS, Jamil MA. Dydrogesterone in threatened abortion: Pregnancy outcome. J Steroid Biochem Mol Biol. 2005;97(5):421-5.
15. Ou MC, Pang CC, Chen FM, Su CH, Ou D. Antibiotic treatment for threatened abortion during the early first trimester in women with previous spontaneous abortion. Acta Obstet Gynecol
Scand. 2001;80(8):753-6.
16. Lede RL, Dulley L. Uterine muscle relaxant drugs for threatened miscarriage. Cochrane Database of Systematic Reviews [Internet]. 2007 [cited 2012 Dec 29]; 1: CD002857. Available from:
http://www.thecochranelibrary.com/DOI:10.1002/14651858.CD002857.pub2.
Selamat menunaikan
Ibadah Puasa di
Bulan Ramadan 1434 H
Online Turkish Journal of Health Sciences 2021;6(1):129-134 Online Türk Sağlık Bilimleri Dergisi 2021;6(1):129-134
ÖZ ABSTRACT
Amaç: Birinci trimesterde abortus imminens tanısı alan Objective: The aim of this study is to evaluate the perina-
gebelerin prognozlarını takip ederek perinatal sonuçlarının tal outcomes of pregnant women diagnosed with abortus
değerlendirilmesidir. imminens in the first trimester.
Materyal ve Metot: Çalışmaya Ocak 2019 ile Temmuz Materials and Methods: The study group consisted of
2019 arası zaman diliminde hastanemiz kadın hastalıkları 100 patients diagnosed with abortion imminens and the
ve doğum kliniğine başvuran abortus imminens tanısı alan control group of 100 patients who applied to our hospital's
100 hasta çalışma grubunu, diğer 100 kişilik grup kontrol gynecology and obstetrics clinic between January 2019
grubunu oluşturdu. Çalışmaya katılan gebelerin yaş, pari- and July 2019. Fetal and maternal perinatal outcomes
te, gravida sayıları, demografik özellikleri, prognozları were recorded by monitoring the age, parity, number of
takip edilerek oluşan fetal ve maternal perinatal sonuçları gravida, demographic characteristics and prognosis of
kayıt altına alındı. Grupların kıyaslanması normal dağılan pregnant women. The comparison of the groups was done
numerik verilerde Student t testi, normal dağılmayan by Student t test in normal distributed data, Mann Whitney
numerik verilerde Mann Whitney testi, kategorik verilerde test in normal non-distributed numerical data, and chi-
ki-kare testi ile yapıldı. square test in categorical data. P <0.05 was considered
Bulgular: Gebeler doğum parametreleri açısından ince- statistically significant.
lendiğinde doğum şekli ve maternal doğum komplikas- Results: When the pregnant women were examined in
yonları açısından gruplar arasında fark olmadığı görüldü terms of birth parameters, there was no difference between
(p=1,000 ve p=0,276). Prematür membran rüptürü groups in terms of delivery type and maternal birth
(PROM) görülme sıklığı abortus imminens tanısı alan complications (p=1,000 and p=0.276). However, the inci-
grupta daha fazladır ve gruplar arasındaki fark istatistiksel dence of premature rupture of membranes (PROM) were
olarak anlamlıdır (p<0,001). Düşük ve kürtaj öyküsü, higher in the group diagnosed with abortion and the dif-
alkol kullanımı, ek hastalık varlığı, sosyal güvence varlığı ference between the groups was statistically significant
açısından da gruplar arasında fark gözlenmedi (p>0,05). (p<0.001). There was no difference between the groups in
Sonuç: Abortus imminens vakaları kötü obstetrik sonuç- terms of abortion and abortion history, alcohol use,
larla ilişkilidir. Abortus imminens vakalarının presence of comorbidity, and social security (p>0.05).
prognozunda prematür membram rüptürü görülme sıklığı Conclusion: Abortus imminens cases are associated with
artmıştır. poor obstetric outcomes. The incidence of premature rup-
Anahtar Kelimeler: Abortus imminens, perinatal sonuç- ture of membranes have increased in the prognosis of
lar, prematür membran rüptürü abortus imminens cases.
Keywords: Abortus imminens, perinatal outcomes, pre-
mature rupture of membranes
Atıf / Cited: Öz İŞ. Birinci Trimesterde Abortus İmminens Tanısı Konulan Gebelerin Perinatal Sonuçlarının Değerlendirilmesi. Online
Türk Sağlık Bilimleri Dergisi 2021;6(1):129-134. doi: 10.26453/otjhs.653484
Araştırma Makalesi (Research Article) İsa Şükrü Öz
130
Araştırma Makalesi (Research Article) İsa Şükrü Öz
verilerde ki-kare testi ile yapıldı. P<0,05 istatistiksel bizim çalışmamızı destekleyen yayınlar literatürde
olarak anlamlı olarak kabul edildi. mevcuttur.8 Obed ve ark.9 abortus imminens tanısı
alan gebelerin gebeliklerinin devamında plasenta
BULGULAR previa görülme olasılığının arttığını belirtmişlerdir.
Çalışmaya toplam 200 vaka alındı. 100 hasta abortus Fakat Davari-Tanha ve ark.10 bu görüşü destekleme-
imminens grubunu, 100 hasta ise kontrol grubunu miş abortus imminens ile plasenta previa arasında
oluşturmaktaydı. Ortalama yaş 28,7±3,8, ortanca bir bağlantı olmadığını ifade etmişlerdir. Bizim ça-
doğum haftası 39 (34-41) hafta idi. 153 (%76,5) lışmamızda da çalışma grubu ile kontrol grubu ara-
hasta normal doğum yaparken, 47 (%23,5) hasta sında plasenta previa gelişimi ile ilgili anlamlı bir
sezaryen ile doğum yaptı. Gruplar birbiriyle kıyas- fark bulunamadı. Johns ve ark.11 abortus imminens
landığında yaş, gravida, parite ve doğum haftaları tanısı alan gebelerde plasenta dekolmanı görülme
açısından fark tespit edilmedi (p>0,05) (Tablo 1). olasılığının arttığını belirtmişlerdir. Fakat
Hastalar doğum parametreleri açısından incelendi- Wijesiriwardana ve ark.1 abortus imminens tanısı
ğinde doğum şekli ve maternal doğum komplikas- alan gebelerde dekolman plasenta görülme sıklığının
yonları açısından gruplar arasında fark olmadığı artmadığını belirtmişlerdir. Bizim çalışmamızda da
görüldü (p=1,000 ve p=0,276). PPROM’lu hastalar çalışma ve kontrol grubu arasında dekolman plasen-
incelendiğinde 18 (%72) hastanın çalışma grubunda, ta açısından anlamlı fark bulunamadı. Yapılan çalış-
7 (%28) hastanın kontrol grubunda olduğu görül- malar göstermiştir ki abortus imminens tanısı alan
müştür. PROM görülme sıklığı abortus imminensli gebelerin prognozunda erken doğum görülme oranı
grupta daha fazladır ve gruplar arasındaki fark ista- artar.11,12 Bizim çalışmamızda iki grup arasında böy-
tistiksel olarak anlamlıdır (p<0,001). Düşük, kürtaj le bir oran artışı izlenmemiştir. Ayrıca preterm
öyküsü, alkol kullanımı, ek hastalık varlığı, sosyal prematür membran rüptürünün (PPROM) abortus
güvence ve erken doğum görülme açısından da imminens tanısı alan gebelerde daha sık görüldüğü-
gruplar arasında fark gözlenmedi (p>0,05). Gruplar- nü belirten çalışmalar mevcuttur.8,11 Fakat bu çalış-
da alerji öyküsü olan hastaya rastlanmadı (Tablo 2). malarda PPROM görülme sıklığının altta yatabile-
Sigara içen hastalar incelendiğinde 34 (%79,1) has- cek başka bir risk faktörüne bağlı olabileceğinin de
tanın abortus imminens grubunda, 9 (%20,9) hasta- altı çizilmiştir. Bizim çalışmamızda ise çalışma
nın ise kontrol grubunda olduğu görüldü. Aradaki grubunda PROM görülme sıklığı artmıştır. Abortus
farkın istatistiksel olarak anlamlı olduğu tespit edildi imminens tanılı gebelerin bebeklerinin doğduktan
(p<0,001) (Tablo 2). sonra düşük apgar skorlu olup olmadıkları ve yeni
Ortaokul ve lise mezunu olanlarda abortus imminens doğan yoğun bakıma ihtiyaç duyup duymadıkları ile
vakalarının daha sık olduğu görüldü. İlkokul ve ön ilgili yapılan çalışmalara bakıldığında abortus
lisans mezunu olanlarda ise abortus imminens vaka- imminens tanısı almış gebelerin bebeklerinin düşük
larının daha az olduğu tespit edildi (p=0,021) (Tablo apgar skoru ile doğduklarını ve yeni doğan yoğun
2). bakıma ihtiyaç duyduklarının belirten çalışmalar
vardır.13,14 Fakat bizim çalışmamızda düşük apgar
TARTIŞMA VE SONUÇ skoru ve yeni doğan yoğun bakım ihtiyacı açısından
Fetal kalp atımının ultrasonografik olarak görülme- iki grup arasında fark izlenmemiştir. Konuya abortus
sinin ardından gebelik kaybının görülme ihtimali % imminens tanısı alan gebelerde intra uterin gelişim
3,7’dir.1 Abortus imminens vakalarında fetal kalp geriliği gelişimi açısından bakıldığında abortus
atımı görüldükten sonra gebelik kaybı görülme ihti- imminens tanısı alan gebelerde IGUR görülme sıklı-
mali ise yaklaşık %20’dir.5 Wilcox ve ark.6 ilk ğı artar diyen yayın olduğu gibi,12 IUGR görülme
trimesterde yaşanan gebelik kayıplarının büyük bir sıklığı artmaz diyen yayın da vardır.14 Burada başka
çoğunluğunun kromozom anomalilerinden kaynak- önemli bir nokta ise IUGR görülme sıklığı artar di-
landığını ortaya koymuşlardır. Basama ve ark.7 ge- yen yayında IUGR yanında konjenital anomali gö-
belerin yaşlarının ilerlemesi ile erken gebelik hafta- rülme sıklığının da arttığının da belirtilmiş olması-
larında vajinal kanamaların daha sık görüleceğini dır. Bizim çalışmamızda IUGR gelişimi açısından
ifade etmişlerdir. Ayrıca abortus imminens görülme iki grup arasında fark bulunamamıştır. Prognoz açı-
sıklığının gebenin yaşının artmasıyla artacağını orta- sından çalışmalara bakıldığında abortus imminens
ya koymuşlardır. Bizim çalışmamızda ise abortus tanısı alan gebelerde perinatal mortatilitenin arttığını
imminens görülme sıklığının yaşla bir ilgisinin ol- belirten yayınlar mevcuttur;10,12 fakat tam tersini
madığı sonucuna varılmıştır (Tablo1). Bu konuda savunan yayınlarda mevcuttur.13 Doğum sırasında
131
Araştırma Makalesi (Research Article) İsa Şükrü Öz
132
Araştırma Makalesi (Research Article) İsa Şükrü Öz
İmminens Kontrol
(n=100) (n=100) p
Yaş 28,3±3,9 29,1±3,7 0,145
Veriler ortalama±standart sapma ve ortanca (minimum-maksimum) olarak verilmiştir. P<0,05 istatistiksel olarak anlamlı fark mevcut.
133
Araştırma Makalesi (Research Article) İsa Şükrü Öz
Grup
Kontrol ( n=100) İmminens
(n=100)
n % n % p
Doğum şekli Normal Doğum 76 49,7 77 50,3 1,000
Sezaryen 24 51,1 23 48,9
Doğum Komplikasyonu Yok 72 50,3 71 49,7 0,276
Düşük apgar 9 69,2 4 30,8
PROM 7 28 15 72 <0,001
IUGR 2 66,7 1 33,3
Mekonyum varlığı 2 100,0 0 0,0
Dekolman plesenta 0 0,0 1 100,0
Oligohidroamnios 2 50,0 2 50,0
Polihidroamnios 2 50,0 2 50,0
Preeklampsi 2 66,7 1 33,3
6 37,5 10 62,5 0,435
Düşük Öyküsü Var
Yok 94 51,1 90 48,9 0,101
Kürtaj Öyküsü Var 2 20,0 8 80,0
Yok 98 51,6 92 48,4
Sigara Var 9 20,9 34 79,1 <0,001
Yok 91 58,0 66 42,0
Alkol Var 1 50,0 1 50,0 1,000
Yok 99 50,0 99 50,0
Allerji
Var 0 0,0 0 0,0 -
Yok 100 50,0 10 50,0
0
Ek hastalık Var 8 50,0 8 50,0 1,000
Yok 92 50,0 92 50,0
Eğitim düzeyi İlkokul 8 61,5 5 38,5 0,021
Ortaokul 4 33,3 8 66,7
Lise 30 39,0 47 61,0
Ön lisans 41 65,1 22 34,9
Lisans 17 48,6 18 51,4
Sosyal güvencesi Sgk 88 50,3 87 49,7 1,000
Yeşil kart 12 48,0 13 52,0
n: Sayı; %:Yüzde; P<0,05 istatistiksel olarak anlamlı fark mevcut.
134
-
ORĐJĐNAL ARAŞTIRMA
Dr. A. Filiz AVŞAR,a ÖZET Amaç: Gebeliğinin ilk 20 haftasında abortus (ab.) imminens ile başvuran kadınlarda pre-
term eylem ve gebelik komplikasyonları riskini araştırmak. Gereç ve Yöntemler: Bu prospektif
Dr. B.Sıtkı ĐSENLĐK,a çalışmaya, ab. imminens tanısı alan 60 gebe kadın çalışma grubu olarak ve gestasyonel haftala-
Dr. Kemal SELÇUK,b rı benzer 60 asemptomatik gebe kadın da kontrol grubu olarak dahil edildi. İki grup arasında ge-
Dr. H. Levent KESKĐN,a belik komplikasyonları (preterm doğum, preterm membran ruptürü (PMR), gebeliğin
Dr. Mustafa UZUN,a indüklediği HT/ preeklampsi, intaruterin gelişme geriliği (IUGG), düşük doğum ağırlığı, oligo-
, polihidramnios, fetal distress) oranları karşılaştırıldı. Bulgular: Kontrol grubu ile karşılaştırıl-
Dr. Serpil AYDOĞMUŞa dığında, ab. imminensli gebelerde preterm doğum (%13.3) ve PMR (%6.7) riski daha fazla
olmasına rağmen bu oranlar istatistiki anlamlı farklılık değildi (sırasıyla OR (%95 GA): 2.15
a
Kadın Hastalıkları ve Doğum Kliniği, (0.61-7.58), p= 0.224; OR (%95 GA) 4.21 (0.46-38.86), p= 0.364). Ayrıca diğer gebelik kompli-
b
Aile Hekimliği Kliniği, kasyonları için yapılan karşılaştırmalarda da iki grup arasında istatistiki anlamlı farklılık bulun-
Atatürk Eğitim ve Araştırma Hastanesi mamıştır. Sonuç: Ab. imminens meydana gelen olgularda, ab. imminens gebelik
ANKARA komplikasyonları yönünden anlamlı bir risk oluşturmaz ve gebeliğin kötü prognozunu öngör-
mede bir faktör olarak değerlendirilemez.
Geliş Tarihi/Received: 09.12.2007
Kabul Tarihi/Accepted: 22.02.2008 Anahtar Kelimeler: Abortus imminens, preterm doğum, gebelik komplikasyonları
Yazışma Adresi/Correspondence:
Dr. H. Levent KESKĐN ABSTRACT Objective: To investigate, the risk of preterm delivery and adverse pregnancy out-
Atatürk Eğitim ve Araştırma Hastanesi, come in women presenting with threatened abortion in first 20 weeks of gestation. Material
Kadın Hastalıkları ve Doğum Kliniği, and Methods: Sixty pregnant women with diagnosis threatened abortion were enrolled as study
ANKARA group, and gestational age matched. 60 asympthomatic pregnant as control group in this pros-
hlkeskin@hotmail.com pective study. Between these two groups pregnancy complications (preterm labor, preterm rup-
ture of membranes (PROM), pregnancy induced HT/ preeclampsia, intrauterine growth
retardation (IUGR), low-birth weight, oligo-, polyhydramnios, fetal distress) were compared.
Results: Although the risk of preterm delivery (%13.3) and PROM (%6.7) were more likely in
the study group, these rates were not statistically significant compared with control groups (OR
(%95 CI): 2.15 (0.61-7.58), p= 0.224; OR (%95 CI) 4.21 (0.46-38.86), p= 0.364; respectively).
Overall, there was no difference in other obstetric complications between the two groups. Con-
clusion: Pregnant women with threatened abortion are not at increased risk for adverse preg-
nancy outcomes and threatened abortion can not be taken as a factor to predict the preterm
labor or PROM.
2000) doğum olmakta, dolayısı ile yıllık 225 000 membran ruptürü) (PMR) yönünden karşılaştırıldı.
ile 300 000 gebelikte erken dönem vajinal kana- Ayrıca gruplar gebeliğin indüklediği hipertansiyon/
ma beklenmektedir. Tüm gebeliklerin ise %7- preeklampsi, intrauterin gelişme geriliği (IUGG),
11’inde erken doğum eylemi görülür.2 Preterm düşük doğum ağırlığı (<2500 g), oligohidramnios
doğum tüm takip ve tedaviye rağmen, hala aynı (AI <60 mm), polihidramnios (AI >200 mm) ve fe-
oranda kalmıştır. Preterm doğumların erken tes- tal distress yönünden karşılaştırıldı. Doğum hafta-
piti ve tedbirlerin alınması önemli bir obstetrik ları, doğum şekli, yenidoğan ağırlıkları ve doğum
amaçtır. komplikasyonları kaydedildi.
Bu çalışmada amaç, ab. imminens görülen ol- İstatistik analizler SPSS 11,5 istatistik yazılım
guların ilerleyen gebelik haftalarında erken doğum programı kullanılarak yapıldı. İki gruptaki para-
eylemi gelişimi ve diğer maternal-fetal morbidite- metrik değişkenlerdeki ortalamalar arasında farkın
ler ile arasındaki ilişkiyi incelemektir. anlamlılığı T-testiyle değerlendirildi. Nominal de-
ğişkenler yönünden gruplar arası farklılıkların an-
GEREÇ VE YÖNTEMLER lamlılığı Ki-kare testi ile incelendi. Gruplar
Bu çalışmada, Haziran 2005-Haziran 2007 tarihle- arasında risk hesapları yapılıp Odds Ratio (ihtimal-
ri arasında Ankara Atatürk Eğitim Araştırma Has- ler oranları) hesaplandı. P <0.05 istatistik olarak an-
tanesi Kadın Hastalıkları ve Doğum Kliniği’ne lamlı kabul edildi.
başvuran 1945 gebe arasından gebeliğinin ilk 20
haftasında vajinal kanama şikayeti ile başvurup de- BULGULAR
ğerlendirme sonucunda servikal açıklığı olmayıp Ortalama maternal yaş çalışma grubunda 26.5 ±5.3
ab. imminens tanısı alan ve gebelikleri abortus sını- yıl, kontrol grubunda ise 26.7 ±4.6 yıl olup, her iki
rını geçip en az 20. haftadan sonraya kadar devam grup birbirine benzerdi (p=0.95), Her iki grup gra-
eden 60 gebe kadın çalışma grubu olarak alındı. vida ve parite yönünden birbirine benzer iken (sı-
Kontrol grubu olarak da aynı gebelik haftası içinde rasıyla, p= 0.18 ve p= 0.647) abortus öyküsü çalışma
vajinal kanaması olmayan 60 gebe kadın çalışmaya grubunda daha yüksek olarak bulundu (p=0.020)
dahil edildi ve bu çalışmanın yapılabilmesi için Ye- (Tablo 1).
rel Etik Kurul onayı alındı. Gebelik yaşları, son adet
Gebelik komplikasyonları yönünden karşılaş-
tarihinden emin olunması durumunda bu tarihten
tırıldıklarında preterm doğum oranı çalışma gru-
hesaplanarak, emin olunmadığı durumda ise 1. tri-
bunda %13.3 (n=8) oranında görülürken kontrol
mesterde ultrasonografi ile yapılan CRL ölçümü ile
grubunda %6.7 (n=4) olarak saptandı. Odds ratio
belirlenen gestasyonel yaş dikkate alınarak hesap-
%95 güven aralığında 2.15 (0.61-7.58) olmasına
landı.
rağmen bu fark istatistiki açıdan anlamlı değildi
Çalışma ve kontrol grubunda olan gebelikle- (p=0.224).
rin hiçbirinde çoğul gebelik, saptanmış uterin ano-
Preterm membran ruptürü meydana gelme
mali, konjenital fetal anomali, uterin kaviteyi
oranı çalışma grubunda %4.2 (n=5) iken kontrol
etkileyen myom, bilinen trombofili, diyabet öykü-
grubunda %1.7 (n=1) olarak saptandı ve odds ratio
sü ve kronik hipertansiyon yoktu. Çalışma grubun-
%95 güven aralığında 4.21 (0.46-38.86) olmasına
da intrauterin hematom saptanan gebeler (n= 8
rağmen bu oran da istatistiki yönden anlamlı fark-
(%13.3), hematom hacmi 10-80 ml) USG ile takip
lılık göstermiyordu (p= 0.364).
edilmiş ve takip, hematom kayboluncaya kadar de-
vam etmiştir. Gebeliğin indüklediği hipertansiyon (HT) ve
Tüm olgular prospektif olarak tüm gebelikleri preeklampsi oranları çalışma grubunda %10 (n= 6)
boyunca takip edildiler. Her iki grup gebelik komp- iken kontrol grubunda %6.7 (n=4) idi ve istatistiki
likasyonu olarak başlıca preterm doğum (37. gebe- olarak anlamlı farklılık taşımıyordu (p= 0.509).
lik haftasından önce doğum), preterm membran Düşük doğum ağırlığı ile olan doğumların
ruptürü (37. gebelik haftasından önce amnion oranları karşılaştırıldığında bu oranlar çalışma gru-
* p<0.05
bunda %10.0 (n=6), kontrol grubunda ise %8.3 Her iki grupta da sezaryen ile doğum oranı
(n=5) idi ve istatistiki olarak anlamlı farklılık gös- %30 bulunmuş (p=1), doğumda gestasyonel yaşları
termiyordu (OR (%95 GA)=1.22 (0.35-4.24), ve doğum ağırlıkları her iki grupta da benzer olarak
(p=0.752). saptanmıştır (sırasıyla, p= 0.516, p=0.31). Olguların
Çalışma grubunda bir olguda gebeliğin 35. haf- doğum özellikleri Tablo 3’de verilmiştir.
tasında intrauterin eksitus nedeniyle ölü doğum
gerçekleşti. TARTIŞMA
Her iki grupta ortaya çıkan gebelik komplikas- Tüm dünyada erken doğumların, yenidoğan bakım
yonları karşılaştırmaları Tablo 2’de gösterilmiştir. masraflarını arttırdığı bilinmektedir3-7. Erken do-
KAYNAKLAR
1. Farrell T, Owen P. The significance of extra- 6. Petrou S, Sach T, Davidson L. The long-term 11. Mulik V, Bethel J, Bhal K. A retrospective pop-
chorionic membrane separation in threatened costs of preterm birth and low birth weight: re- ulation-based study of primigravid women on
miscarriage. Br J Obstet Gynaecol 1996; 103: sults of a systematic review. Child Care Health the potential effect of threatened miscarriage
926-8. Dev 2001; 27:97-115. on obstetric outcome J Obstet Gynaecol 2004;
2. Copper RL, Goldenberg RL, Creasy RK, 24:249-53.
7. Gilbert WM, Nesbitt TS, Danielsen B. The cost
DuBard MB, Davis RO, Entman SS, et al. A of prematurity: quantification by gestational 12. Weiss JL, Malone FD, Vidaver J, Ball RH, Ny-
multicenter study of preterm birth weight and age and birth weight. Obstet Gynecol 2003; berg DA, Comstock CH, et al. Threatened
gestational age-specific neonatal mortality. 102:488–92. abortion: a risk factor for poor pregnancy out-
Am J Obstet Gynecol 1993; 168:78–84. come, a population-based screening study.
8. Wijesiriwardana A, Bhattacharya S, Shetty A, Am J Obstet Gynecol 2004;190:745-50.
3. Kramer MS, Demissie K, Yang H, Platt RW,
Smith N, Bhattacharya S. Obstetric outcome in
Sauve R, Liston R. The contribution of mild 13. Mantoni M, Pedersen JF. Intrauterine
women with threatened miscarriage in the first
and moderate preterm birth to infant mortality. haematoma: An ultrasonic study of threatened
trimester. Obstet Gynecol 2006; 107:557-62.
Fetal and Infant Health Study Group of the abortion. Br J Obstet Gynaecol 1981; 88:47–
Canadian Perinatal Surveillance System. 9. Qanungo S, Mukherjea M. Ontogenic profile 51.
JAMA 2000; 284:843–9. of some antioxidants and lipid peroxidation in 14. Batzofin JH, Fielding WL, Friedman EA. Effect
4. Gladstone IM, Katz VL. The morbidity of the 34- human placental and fetal tissues. Mol Cell of vaginal bleeding in early pregnancy on out-
to 35-week gestation: should we reexamine the Biochem 2000; 215:11-9. come. Obstet Gynecol 1984; 63:515-8.
paradigm? Am J Perinatol 2004; 21:9–13. 10. Jauniaux E, Cindrova-Davies T, Johns J, 15. Williams MA, Hickok DE, Zingheim RW, Mit-
5. Thompson JR, Carter RL, Edwards AR, Roth Dunster C, Hempstock J, Kelly FJ, et al. Dis- tendorf R, Kimelman J, Mahony BS. Low birth
J, Ariet M, Ross NL, et al. A population-based tribution and transfer pathways of antioxidant weight and preterm delivery in relation to
study of the effects of birth weight on early de- molecules inside the first trimester human ges- early–gestation vaginal bleeding and elevated
velopmental delay or disability in children. Am tational sac. J Clin Endocrinol Metab 2004; maternal serum alpha – fetoprotein. Obstet
J Perinatol 2003; 20:321–32. 89:1452-8. Gynecol 1992; 80:745-9.
MATERNAL-FETAL MEDICINE
Received: 12 May 2011 / Accepted: 2 August 2011 / Published online: 17 August 2011
Ó Springer-Verlag 2011
Abstract Introduction
Purpose To investigate the association between kisspep-
tin 10 (Kp-10) levels and early pregnancy bleeding and Trophoblast invasion strongly resembles tumor metastasis
perinatal outcome. in that trophoblasts drive the same molecular mechanisms
Methods A total of 20 pregnant women with the com- for their migration and invasion as tumor cells [1, 2].
plaint of vaginal bleeding during 7–18 gestational weeks Degredation of extracellular matrix (ECM) by matrix-
and 20 healthy gestational week matched pregnant women metalloproteinases (MMPs) is the most important part of
were included in the study. Maternal plasma Kp-10 levels this process [2]. Tight regulation of this physiologic
were measured with the enzyme immunoassay method. invasion process in temporal and spatial manner differ-
Adverse pregnancy outcomes like intrauterine growth entiates it from tumor metastasis. Temporal control
restriction, preterm delivery, preeclampsia and low birth allows a peak of trophoblast penetration into the maternal
weight were evaluated in both groups. uterus at around week 12 of gestation that declines rap-
Results Maternal plasma Kp-10 levels (p = 0.01) and idly thereafter. Spatial control restricts the depth of tro-
birth weight (p = 0.06) were found to be lower in women phoblast invasion to the decidua and the proximal third of
with bleeding. Intrauterine growth restriction, preterm the myometrium [3]. Dysregulation of this perfectly
delivery and intrauterine exitus were noted more commonly controlled process of trophoblast invasion results in a
in women with bleeding (10 vs. 0%, 25 vs. 15% and 20 vs. wide spectrum of pregnancy complications [4, 5]. TGF-b,
0%, p = 0.08). Preeclampsia were developed in 5% of both TNF-a, and gonadotropin releasing hormone inhibit tro-
groups. Kp-10 levels showed positive correlation with phoblast invasion [6–8] and recently, kisspeptins have
gestational week (p = 0.02) and ALT levels (p = 0.02). also been identified as additional regulators of trophoblast
Conlusion Kp-10 levels were found lower in women with invasion [9].
early pregnancy bleeding. Kisspeptins (Kp-54, Kp-14, Kp-13 and Kp-10) comprise
a family of peptides derived from the primary translation
Keywords Early pregnancy bleeding Kisspeptin-10 product of the KiSS-1 gene. They are the endogenous
Pregnancy outcome Trophoblast invasion ligands of KiSS-1 receptor (KiSS-1R) and Kp-10 has the
highest affinity for KiSS-1R [10]. Kisspeptins are pre-
dominantly secreted from syncytiotrophoblasts and their
expression level is the highest in the first trimester [11].
Only Kp-10 stimulates intracellular Ca2? release in tro-
S. Kavvasoglu Z. S. Ozkan (&) B. Kumbak M. Sımsek
Department of Obstetric and Gynecology, Firat Universitesi phoblasts of the early placenta [9] and regulates invasion of
Hastanesi Kadin Dogum Anabilim Dali, 23119 Elazig, Turkey the trophoblast into the decidua by inhibiting MMP
e-mail: zehrasema@yahoo.com expression [12–14]. Abortus imminens is one of the fre-
quently seen complications of early gestation. We hypot-
N. Ilhan
Department of Biochemistry, Firat University School esized that abortus imminens could be the result of
of Medicine, Elazig, Turkey ineffective placentation and we intended to investigate the
123
650 Arch Gynecol Obstet (2012) 285:649–653
possible association between serum Kp-10 levels and early Student’s t-test and Mann–Whitney U-test according to the
pregnancy bleeding. distribution of data. The significance of differences in the
categorical variables of the two groups was assessed using
Chi-squared test or Fisher’s exact test, wherever applica-
Materials and methods ble. The relation between Kp-10 levels and the age, ges-
tational week, crown rump length (CRL), gravida, number
Study population of abortions, hemoglobin level, hematocrit, white blood
cell count (WBC), platelet count, AST, ALT and LDH
A group of 40 women with singleton pregnancies who levels were evaluated by the Pearson correlation test.
received perinatal care from Firat University Hospital, Stepwise regression analysis was employed on Kp-10 using
Department of Obstetric and Gynecology during November BMI, age, gestational week,and ALT to identify significant
2009–June 2010 were included in the present study. covariates with Kp-10. P values of \0.05 were considered
Twenty of them were hospitalized with the diagnosis of as statistically significant.
abortus imminens (study group) and the remaining 20
healthy pregnant women were included as the control
group. The gestational ages of all the pregnant women Results
were between 7 and 18 weeks. A detailed medical history
of subjects was obtained through administration of health Demographic and the clinical characteristics of the study
questionnaires. Body mass index (BMI) of women was and the control groups are demonstrated in Table 1. There
estimated. The women who had retroplacental hematoma, was no significant difference between the groups regarding
multiple pregnancy, history of trauma, history of pre- the demographic and clinical characteristics except gesta-
eclampsia in previous pregnancy, excessive daily smoking tional week. The mean CRL of the study and the control
and alcohol drinking, fetal anomaly, maternal or fetal groups were 13 ± 3 and 13 ± 2 mm, respectively. Birth
infection, systemic lupus erythematosus, diabetes mellitus, weight was lower in the study group than that of the control
hypertension, chronic renal failure, hematologic diseases, group (2,100 ± 1,371 vs. 2,860 ± 1,034 g, p = 0.06). Kp-
uterine anomaly, cervical polyp, gynecologic malignancy, 10 levels were found to be significantly lower in the study
gestational trophoblastic disease,and ectopic pregnancy group compared to those in the control group (391 vs.
were excluded from the study. Written informed consent 5,783 pg/mL; p \ 0.01). Pregnancy outcomes of the
was obtained from all the women. women included in the study were shown in Table 2. In the
study group, 2 cases (10%) of intrauterine growth restric-
Blood sampling tion, 1 (5%) preeclampsia, 5 (25%) preterm deliveries, and
4 (20%) missed abortion cases were noted. In the control
Maternal blood samples were drawn in the morning using a group, 3 (15%) preterm delivery, 1 (5%) preeclampsia, and
polypropylene syringe and a butterfly needle and then 7 ml 1(5%) oligohydramnios were detected. Antenatal compli-
blood was transferred to tubes containing ethylenediami- cations were more common in early bleeding group
netetra-acetic acid (10 mg/mL blood). After shaking the (p = 0.08).
tubes one or two times, we tranferred the blood samples Pearson correlation analysis was performed to detect the
into the tubes containing aprotinin (0.6 TIU/mL) for possible relation between Kp-10 levels and age, gestational
inhibiting proteinase activity. The samples were centri- week, CRL, birth weight, gravida, number of abortions,
fuged at 2,500 rpm at 4°C for 15 min. and stored at -70°C hemoglobin and hematocrit levels, white blood cell count
until analysis. The extracted plasma was assayed by an (WBC), platelet count, AST, ALT and LDH levels
enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) using a (Table 3). Only gestational week and ALT levels showed
commercially available kit (Phoenix Pharmaceuticals, positive correlation with Kp-10 levels (p = 0.02), but
Karlsruhe, Germany) according to the manufacturer’s positive correlation value with birth weight was not sig-
instructions. nificant (p = 0.09). BMI (p = 0.02) and ALT levels
(p = 0.02) were the covariants approached statistical sig-
Statistical analysis nificance in the regression model fitting of Kp-10.
123
Arch Gynecol Obstet (2012) 285:649–653 651
imminens compared to healthy pregnant women. The circulating kisspeptin levels were not different between the
biological and clinical value of this difference remains to preterm and term deliveries [17]. Lower kisspeptin levels
be determined. Early pregnancy bleeding was found to be in pregnancies with preeclampsia and intra-uterine growth
associated with more preterm deliveries and low birth- restriction in which reduced invasive capacity would be
weight infants [15] and in the present study, we also expected, was consistent with the hypothesis that low
reported preterm delivery and low birthweight to be more expression of kisspeptin within the placenta signaled low
common in abortus imminens group. A recent study on a invasive capacity [16, 18]. However, Nijher et al. [19]
limited number of subjects has reported that circulating found no significant correlation between plasma kisspeptin
levels of kisspeptin measured early in pregnancy levels and blood pressure in healthy pregnant women or in
(8–14 weeks) were lower in women who later had small preeclamptics, and no significant difference in plasma
gestational age neonates [16]. Similarly, we also detected kisspeptin concentrations between women with hyperten-
lower birthweight in neonates of women with lower Kp-10 sive diseases of pregnancy and normotensive pregnant
levels and early pregnancy bleeding. Interestingly, kiss- controls. On the contrary, Armstrong et al. [18] found
peptin mRNA levels were found to be higher in the pla- lower kisspeptin levels in early gestation (16–20 weeks) in
centa collected from preterm deliveries, although maternal women who subsequently developed preeclampsia and
123
652 Arch Gynecol Obstet (2012) 285:649–653
Table 3 Correlation analysis of factors in relation with kp-10 levels for the help provided during our study. This study has been supported
by Firat University Scientific Research Foundation.
Factors R P value
Conflict of interest All of the doctors have no conflict of interest.
Age 0.203 0.209
Gravida 0.227 0.159
Abortion 0.186 0.251
References
Gestational week 0.361 0.022
Crown rump length 0.065 0.692 1. Murray MJ, Lessey BA (1999) Embryo implantation and tumor
Birth weight 0.273 0.089 metastasis: common pathways of invasion and angiogenesis.
Hemoglobin -0.139 0.394 Semin Reprod Endocrinol 17:275–290
2. Soundararajan R, Rao AJ (2004) Trophoblast ‘pseudo-tumori-
Hematocrit -0.109 0.505
genesis’: significance and contributory factors. Reprod Biol
WBC -0.244 0.129 Endocrinol 2:15
Platelet 0.154 0.343 3. Pijnenborg R, Dixon G, Robertson WB, Brosens I (1980)
AST 0.225 0.163 Trophoblastic invasion of human decidua from 8 to 18 weeks of
pregnancy. Placenta 1:3–19
ALT 0.378 0.016 4. Shih IM, Kurman RJ (1997) New concepts in trophoblastic
LDH 0.188 0.246 growth and differentiation with practical application for the
diagnosis of gestational trophoblastic disease. Verh Dtsch Ges
WBC white blood cell, AST aspartate aminotransferase, ALT alanine Pathol 81:266–272
aminotransferase, LDH lactate dehydrogenase 5. Norwitz ER, Schust DJ, Fisher SJ (2001) Implantation and the
survival of early pregnancy. N Engl J Med 345:1400–1408
intrauterine growth restriction compared to controls and 6. Irving JA, Lala PK (1995) Functional role of cell surface inte-
grins on human trophoblast cell migration: regulation by TGF-
suggested that lower kisspeptin levels in maternal serum in
beta, IGF-II, and IGFBP-1. Exp Cell Res 217:419–427
the second trimester were associated with placental dys- 7. Bauer S, Pollheimer J, Hartmann J, Husslein P, Aplin JD, Knofler
function. However, another study reported higher KISS1 M (2004) Tumor necrosis factor-alpha inhibits trophoblast
mRNA and protein expression in trophoblasts from women migration through elevation of plasminogen activator inhibitor-1
in first trimester villous explant cultures. J Clin Endocrinol Metab
with preeclampsia compared with controls and a negative
89:812–822
correlation between KISS1 mRNA expression levels and 8. Rama S, Petrusz P, Rao AJ (2004) Hormonal regulation of human
birthweight [20]. In our study, we did not observe an trophoblast differentiation: a possible role for 17beta-estradiol
increased preeclampsia incidence in women with lower and GnRH. Mol Cell Endocrinol 218:79–94
9. Bilban M, Ghaffari-Tabrizi N, Hintermann E, Bauer S, Molzer S,
Kp-10 levels and only two intrauterine growth restriction
Zoratti C et al (2004) Kisspeptin-10, a KiSS-1/metastin-derived
cases were observed in this group. Conflicting results exist decapeptide, is a physiological invasion inhibitor of primary
in the literature about kisspeptin and preeclampsia devel- human trophoblasts. J Cell Sci 117:1319–1328
opment. Further studies with larger patient numbers will 10. Hiden U, Bilban M, Knöfler M, Desoye G (2007) Kisspeptins and
the placenta: Regulation of trophoblast invasion. Rev Endocr
probably give clearer results about preeclampsia develop-
Metab Disord 8:31–39
ment in pregnant women with lower Kp-10 levels detected 11. Horikoshi Y, Matsumoto H, Takatsu Y, Ohtaki T, Kitada C,
in early pregnancy. However, lower Kp-10 levels in early Usuki S et al (2003) Dramatic elevation of plasma metastin
pregnancy were found to be associated with low birth- concentrations in human pregnancy: metastin as a novel placenta-
derived hormone in humans. J Clin Endocrinol Metab 88:
weight or small gestational age newborns which might
914–919
suggest poor placentation. Our results demonstrated pos- 12. Yan C, Wang H, Boyd DD (2001) KiSS-1 represses 92-kDa type
sible relation between low plasma kisspeptin concentra- IV collagenase expression by downregulating NF-kappa B
tions and low birthweight. Kisspeptin and its relation to binding to the promoter as a consequence of Ikappa Balpha-
induced block of p65/p50 nuclear translocation. J Biol Chem
placentation is still a new topic for investigation and
276:1164–1172
kisspeptin may be useful in combination with other 13. Yoshioka K, Ohno Y, Horiguchi Y, Ozu C, Namiki K, Tachibana
markers to identify at-risk pregnancies. A better under- M (2008) Effects of a KiSS-1 peptide, a metastasis suppressor
standing of its mechanism of action may give us a chance gene, on the invasive ability of renal cell carcinoma cells through
a modulation of a matrix metalloproteinase 2 expression. Life Sci
to improve therapeutic strategies to intervene in threatened
83:332–338
early abortion, preterm delivery, preeclampsia and intra- 14. Mott JD, Werb Z (2004) Regulation of matrix biology by matrix
uterine growth restriction. Of course, determining the pla- metalloproteinases. Curr Opin Cell Biol 16:558–564
cental levels and mRNA expression pattern of Kp-10 will 15. Batzofin JH, Fielding WL, Friedman EA (1984) Effect of vaginal
bleeding in early pregnancy on outcome. Obstet Gynecol 63:
develop our understanding on placentation process in
515–518
adverse pregnancy outcomes. 16. Smets EM, Deurloo KL, Go AT, van Vugt JM, Blankenstein MA,
Oudejans CB (2008) Decreased plasma levels of metastin in early
Acknowledgments We thank to doctors and nurses of Firat Uni- pregnancy are associated with small for gestational age neonates.
versity School of Medicine, Department of Obstetric and Gynecology Prenat Diagn 28:299–303
123
Arch Gynecol Obstet (2012) 285:649–653 653
17. Torricelli M, Galleri L, Voltolini C, Biliotti G, Florio P, De Bonis 19. Nijher GM, Chaudhri OB, Ramachandran R, Murphy KG, Zac-Var-
M et al (2008) Changes in placental Kiss-1 mRNA expression ghese SE, Fowler A et al (2010) The effects of kisspeptin-54 on blood
and maternal/cord kisspeptin levels at preterm delivery. Reprod pressure in humans and plasma kisspeptin concentrations in hyper-
Sci 15:779–784 tensive diseases of pregnancy. Br J Clin Pharmacol 70:674–681
18. Armstrong RA, Reynolds RM, Leask R, Shearing CH, Calder 20. Qiao C, Wang CH, Shang T, Lin QD (2005) Clinical significance
AA, Riley SC (2009) Decreased serum levels of kisspeptin in of KiSS-1 and matrix metalloproteinase-9 expression in tropho-
early pregnancy are associated with intra-uterine growth restric- blasts of women with preeclampsia and their relation to perinatal
tion and pre-eclampsia. Prenat Diagn 29:982–985 outcome of neonates. Zhonghua Fu Chan Ke Za Zhi 40:585–590
123
KEMAS 14 (1) (2018) 56-61
1Public Health Master Program, Public Health Faculty, Universitas Sumatera Utara
2Obstetry and Ginecology Departement, Faculty of Medicine, Universitas Sumatera Utara
3
Department of Population and Biostatistics, Public Health Faculty, Universitas Sumatera Utara
birth, low birth weight (LBW), perinatal death, The result of research by Hamidah in
antepartum bleeding and premature rupture of Cipto Mangunkusumo General Hospital in
membrane (PROM) but no risk of disabled baby. 2013 stated that age, parity, gestational age
Diagnose of imminent abortion determined by and abortion history related to the imminent
the occurrence of bleeding at early pregnancy abortion. Education variable are not related to
through the external uterine opening (OUE), the imminent abortion. Multivariate analysis
with little or no abdominal pain, closed cervix stated that parity > 3 risk 6.9 greater than parity
and the fetus alive (Ilhaini, 2013). 1-3. Ages < 20 and > 35 are 4 times greater than
Cases abortion, an average of 114 times age 20-35 years, abortion history is 4.2 greater
in 1 hour. Most studies suggest abortion than women without abortion history. Parity is
occurrence between 15-20% of all pregnancies. a dominant risk factor for the incidence of the
If studied furthermore, the incidence of abortion imminent abortion (Hamidah, 2013).
may be close to 50%. This is due to the high of A study by Mursyida stated that there
the chemical pregnancy loss number which not was significant relationship between parity
known at 2-4 weeks after the conception. Most and the incidence of imminent abortion from
of these pregnancy failure are due to gametes the statistical test obtained p-value=0.002
failure, such as sperm and oocyte dysfunction in midwifery hospitalization service at
(Prawirohardjo, 2014). Muhammadiyah Hospital Palembang (Wadud,
WHO estimates that 4.2 million 2012). According to the Yakistiran et al, which
abortions are conducted annually in Southeast studied 493 patients with imminent abortion
Asia, the detail is 1.3 million in Vietnam and who treated in Department of Obstetrics and
Singapore, 750.000 - 1.5 million in Indonesia, Gynecology, Faculty of Medicine Ankara
155.000 - 750.000 in Philippines and 300.000 - University Turkey between 2007 and 2015,
900.000 in Thailand (Hamidah, 2013). there was an adverse effect of maternal age and
In the United States, the incidence of abortion history with imminent abortion and
abortion nationally range 10-20%. According the risk of premature baby, abortion, low birth
to the Ministry of Health Indonesia, Indonesia weight and premature rupture of membrane
abortion is a second cause of maternal death at imminent abortion group (Yakistiran et al.,
(26%). In Indonesia, there are 43 cases of 2016).
abortion per 100 thousand live birth. The According to the previous research
incidence of abortion in Indonesia is the highest variable, there are several factor related to the
in Southeast Asia, that is as much 2 million out incidence of imminent abortion, one of them
of 4.2 million cases (Rahmani, 2014). is parity. However, the authors interested to
In Indonesia, maternal death according add the variable of maternal illness because in
to the Indonesia Demographic Health (SDKI) the previous study there has been no research
2012 increase to the 359 death per 100.000 live about the relationship of maternal disease with
birth. The incidence of abortion in Indonesia the occurrence of imminent abortion.
2 million cases in a year. That is means there Almost 50% of pregnancies end in
are 43 cases of abortion per 100 live birth miscarriage, if a pregnancy continues the
(Hamidah, 2013). fetus delivered will have adverse effect such
According to the BKKBN from the as premature birth, premature rupture of
report of Australian Consortium For Country membrane, preeclampsia, placenta; abruption,
Indonesian Studies (2013) shows the result intrauterine growth restriction (IUGR) may
of research in 10 major cities and 6 district in occur. It is well known that maternal age,
Indonesia occurred 43 of abortion per 100 live systemic disease such as diabetes mellitus,
birth. That abortion was committed by women hypothyroidism, infertility treatment,
in urban areas by 78% and women in rural area thrombophilia, maternal weight and abnormal
40%. Women who have abortions in large city uterine structure will increase the risk of
in Indonesia commonly are teenager age 15-19 imminent abortion (Yakistiran et al., 2016).
years. Generally, that abortion is done due to The risk of abortion will increase
unwanted pregnancy (Wadud, 2012). as parity and age increase. At multiparity
57
Layla Fadhilah Rangkuti, Delfi Lutan, Sri Rahayu Sanusi / Parity and Maternal Illness and the Incidence of Imminent Abortion
pregnancy, the endometrial environment system in the United Stated but there is almost
around the implantation site is less perfect 200 countries which are abortion procedure
and is not ready to accept the conception so are legalized and estimated almost 45-50
that provision of nutrient and oxygenation million cases reported every year in the entire
will be less perfect and caused the growth of world, but there is no country reports abortion
conception is disrupted. This is in accordance complication as death. The higher rates of
with the Meclicine’s opinion that women with abortion may increase maternal morbidity and
high parity (more than 3 times) are more likely even maternal mortality (Studnicki et al., 2016).
to have complication at the pregnancy and will Imminent abortion is the most pregnant
have an effect to the delivery (Wadud, 2012). complication and cause serious emotional
Maternal disease such as infectious burden, which can increase the risk of abortion,
disease that cause high fever due to pneumonia, premature birth, low birth weight (LBW),
typhoid, pyelitis, rubella, malta fever etc; perinatal death, antepartum hemorrhage, and
fetal death can be caused by maternal toxin premature rupture of membrane (PROM). If
or germ and virus invasion of the fetus; Pb imminent abortion is not given appropriate
poisoning, nicotine, toxic gas, alcohol, etc.; the treatment and appropriate procedure, there will
maternal asphyxia such as decompensation of be complication that cause increase maternal
the cord, severe lung disease, anemia gravis, morbidity rate. And if that complication is not
malnutrition, avitaminosis and metabolic handled properly then it could cause maternal
syndrome, hypothyroidism, vitamin A, C or E death that will increase the maternal mortality
deficiency and diabetes mellitus are also factors rate. Information obtained by mother in
that cause imminent abortion (Yakistiran et al., general practice or other health service is too
2016). low, this is the reason why abortion occurs and
At the healthy reproductive period, it is its consequences will occurs in the future of
known that safe age for pregnancy, labor and pregnancy (Ilhaini, 2013).
birth is 20-34 years. The frequency of abortion is Regional General Hospital (RSUD)
clinically increased by 12% in women younger Padangsidimpuan City is one of the largest
than 20 and 26% in women over 40 years. The health facility in Padangsidimpuan City.
risk of abortion increase with parity. Parity Padangsidimpuan City General Hospital is also
more than 3 is a high risk of abortion (Rukiyah, a referral hospital from all areas of Goverment
2010). Padangsidimpuan. Incidence of abortion in
Abortion can be experienced by all 2015-2016 are 192 cases consisting of imminent,
pregnant women, risk factor include age and incomplete, complete, missed, and incipient
history of recurrent abortion. Age may affect abortion. Out of 192 cases, 50 of them were
recurrent abortion occurrence because at the imminent abortion. Based on that background,
age of less than 20 years, the reproductive the authors are interested to analyze the
organ is still immature to pregnant so that can relationship of parity and maternal disease with
adverse maternal health and fetal growth and the incidence of imminent abortion in Regional
development, whereas abortion occurring at General Hospital of Padangsidimpuan City at
the age more than 35 years is due to decrease the period of 2015-2016.
in reproductive function, chromosomal Method
abnormalities and chronic disease (Rahmani, We used observational analytic study
2014). with case control design. Analytical survey was
As it is known that the main cause of a survey or research that tried to explore how
maternal death is bleeding, infection and and why the health phenomenon occurs. We
infection but actually abortion is also the cause then performed dynamic correlation analysis
of maternal death, but it is only appears in the between phenomena or among risk factors and
form of bleeding and sepsis. Although it is effect factors. The meaning of effect factors
generally acknowledged that maternal death is a consequences of a risk factors, while the
caused by complication of abortion do not often risk factors is a phenomenon that resulted in an
appear in the death report in the vital statistical effect (influence).
58
KEMAS 14 (1) (2018) 56-61
Table 1. The Distribution of Relationship between Parity and Imminent Abortions in Regional
Public Hospital Padangsidimpuan City
OR
Abortion Imminent χ2/ P value
(95%CI)
Parity Positive Negative
n % n %
5.52
< 1 dan ≥4 37 74.0 17 26.0 16.103/ 0.0001
(2.33 – 13.07)
1–3 13 26.0 33 74.0
Maternal
disease
Exist 39 78.0 6 12.0 26.0
41.374/ 0.0001
None 11 22.0 44 88.0 (8.79 – 76.8)
Total 50 100.0 50 100.0
Source : Primary Data
59
Layla Fadhilah Rangkuti, Delfi Lutan, Sri Rahayu Sanusi / Parity and Maternal Illness and the Incidence of Imminent Abortion
and shock. In addition, abortion give rise (p= 0,0001) in which the women in group cases
to psychological changes including conflict have 26 times higher risk to develop imminent
in decision-making, being ambivalent and abortion compared to control group (odds
hesitant in making decisions, feeling pressured ratio: 26).
or coerced, feeling powerless to decide or feel There were 39 (78%) pregnant women
entitled to vote. who had certain disease experienced imminent
This research was consistent with abortion. Disease occupied by the mother could
Hamidah’s study in Cipto Mangunkusumo exacerbate the fetus condition, for example, the
General Hospital Jakarta which revealed that placental oxygenation would be disturbed in a
the proportion of imminent abortion in women mother who had endarteritis in her chorionic
with parity state <1 and ≥3 was 13%. The villi and the fetus growth would be disturbed
research also stated that there was relationship even being stillborn. This condition could be
between parity and imminent abortion happened since early pregnancy due to chronic
(p=0.049). In addition, multivariate analysis hypertension.
of women who had parity ≥3 showed that they Several diseases could directly inhibit
had risk 6.9 times higher than women who had fetus growth through placenta, including
parity 1-3. infection disease: pneumonia, abdominal
Moreover, this study was consistent with typhoid, malaria, and syphilis; anemia; and
two similar study, i.e. Wadud’s study in inpatient chronic disease such as: hypertension, chronic
midwifery installation of Muhammadiyah kidney disease, liver disease, and type II
Palembang and Hj. Husna’s study in diabetic.
Lamadukkelleng Sengkang Regional Public Stillborn fetus might due to toxin or
Hospital, Wajo Regency which also elucidated direct invasion of bacteria or viruses in various
that there was significant relationship between diseases which caused high fever such as
parity and imminent abortion (p value= 0.0002 pneumonia, typhoid, pyelitis, rubella, malta
and p value=0.000 consecutively). The Odd fever, etc. Moreover, there were several factors
Ratio (OR) was 2.917, which means women in influencing imminent abortion which were
high risk parity group 2.917 times had chance poisoned by some materials (lead, nicotine,
to experience abortion than in low risk parity poison gas, alcohol, etc.), chronic asphyxia
group. condition (cardiac decompensate, chronic
According to Wiknjosastro, parity refer obstructive pulmonary disease, and anemia
to the number of children given birth from a gravis), malnutrition, avitaminosis, metabolic
mother regardless of whether the child was born disorder, hypothyroid, deficiency vitamin A, C,
alive or was stillborn. It was known that 2-3 or E, and type II diabetic.
parity was the most secure parity who had least Multivariate analysis revealed Odd
maternal death risk. Parity 1 and ≥3 had higher Ratio of parity group was 27.936 which means
maternal death risk. The risk in parity 1 could mother suffered from certain disease had
be reduced by better obstetric care, whereas the chance to experience imminent abortion 27.9
risk in higher parity could be prevented with times higher than mother who had do disease.
family planning. The fact is almost of pregnancy Almost 50% of pregnancy was ended by
in high parity was unplanned pregnancy. abortion, or if the pregnancy was continued,
In this research, imminent abortion also it would result on preterm labor, premature
experienced by mother in low parity risk since rupture of membranes, preeclampsia,
it can be occurred in every pregnancy without placental solution, and Intrauterine Growth
proper obstetric care. If the risk in primigravida Restriction (IUGR). It is known that mother’s
was reduced, that the pregnancy can be reached age, systemic disease specifically type II
aterm stage. High risk multiparity (≥4) was diabetic, hypothyroidism, infertility treatment,
caused by decreased in reproductive function thrombophilia, mother’s weight, and abnormal
and could be prevented with family planning. uterine structure can increase the risk for
This study analyzed that there was an developing imminent abortion.
association between parity and maternal disease Mother suffered from certain disease
60
KEMAS 14 (1) (2018) 56-61
had several risks to get abortion, preterm labor, Ilhaini, N., 2013. Abortus Imminens: Upaya
low birth weight, antepartum hemorrhage, Pencegahan, Pemeriksaan, dan
premature rupture of membrane, and stillborn. Penatalaksanaan. Majalah Cermin Dunia
Routine obstetric examination, sufficient rest, Kedokteran, 40 (7).
Kurniawan, A., 2016. Early Detection of High Risk
and high nutrient food were needed to take care
Pregnancy. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
of the pregnancy (Triana, 2015).
12(2), pp.96-103.
High risk pregnant women should look Lubis, Z., 2017. Karakteristik, Asupan Gizi dan
after their own health not to get sick, perform Kejadian Anemia pada Ibu Hamil. Jurnal
routine obstetric examination, and routine Media Kesehatan Masyarakat Indonesia,
health check-up every month to anticipate baby FKM UNHAS, 13 (3), pp.224-229.
and the mother from any harmful event. Prawirohardjo, S., 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta:
Pregnant women should maintain their Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
intake by eating nutritious food and balance Rahmani, S.L., 2014. Faktor-Faktor Risiko Kejadian
diet to prevent hypertension. Moreover, light Abortus Di RS Prikasih Jakarta Selatan Pada
exercise including walking and swimming, and tahun 2013. Jurnal Ilmu & Teknologi Ilmu
Kesehatan, 2(1), pp.13-21.
enriched knowledge about high risk pregnancy
Rukiyah, Yeyeh, A., Yulianti, L., 2010. Asuhan
could be very helpful to avoid unwanted events
Kebidanan 4 (Patologi Kebidanan). Jakarta:
(Lubis, 2017). Trans Info Medika.
Conclusions Studnicki, J., MacKinnon, S.J., Fisher, J.W., 2016.
The study find that there is a relationship Induced Abortion, Mortality, and the
between parity as well as maternal disease and Conduct of Science. Scientific Research
imminent abortion in regional general hospital Publishing. Open Journal of Preventive
in Padangsidimpuan. Medicine, 6, pp.170-177.
Various recommendations for high risk Triana, A., 2015. Faktor Determinan Toksoplasmosis
pregnant women to avoid harmful event of Pada Ibu Hamil. Jurnal Kesehatan
both, the baby and the mother are look after Masyarakat, 11 (1), pp. 25-31.
Wadud, M., 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
their own health and perform routine obstetric
Dengan Kejadian Abortus Imminens Di
examination. The midwife and obstetrician are
Instalasi Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit
expected to increase their own knowledge and Muhammadiyah Palembang Tahun 2011.
skill as well as provide counselling in order to Jurnal Ilmu & Teknologi Ilmu Kesehatan,
detect imminent abortion earlier. 2(1), pp.21-25.
References Yakıştıran, B., Yüce, T., Söylemez, F., 2016.
Hamidah, 2013. Faktor Dominan yang Berhubungan First Trimester Bleeding and Pregnancy
Dengan Kejadian Abortus Imminens. Jurnal Outcomes: Case-Control Study. International
Ilmu & Teknologi Ilmu Kesehatan, 1(2), Journal of Women’s Health and Reproduction
pp.29-33. Sciences, IJWHR, 4(1), pp. 4–7
61
Abortus Imminens Prognozunu Belirlemede
Ultrason, Serum p-HCG ve Progesteron'un Yeri
THE SIGNIFICANCE OF SERUM p-HCG PROGESTERON AND
ULTRASONOGRAPHY IN ABORTUS IMMINENCE
Kadir GÜZİN, Gülterı GÜRAN, Nuray SÖZERİ, Mükremin C E Y L A N , Canan GÖKÇEN, Necdet SÜER
ÖZET SUMMARY
Amaç: Abortus imminens ön tanısı alan olgularda prognozu Objective: We used serum b-HCG, progesterone, mnsab-
belirlemede serum b-HCG, progesteron ve ultraso- dominal ultrasonography to predict the prognozis of
nografik incelemenin önemini araştırmak. abortus imminence.
Çalışmanın Yapıldığı Yer: SSK Göztepe Hastanesi Kadın Institution: The fourth department of gynecology and obs
Hastalıkları ve Doğum Kliniği tetrics in the Social Security hospital of Göztepe İstan
Materyal ve Metod: Çalışmaya abortus imminens ön tanısı bul
alan 62 olgu alındı. Yaşları 18-40, gestasyonel yaşı 5-20 Materail and Methods: 62 patients with the diagnosis of
hafta arasında değişmekteydi. Tüm Olgularda 15 günlük threatened abortion were included in the study group.
peryodlatia en az iki kez serum b-HCG, progesteron The ages of the patients were between 18 and 40 years,
düzeylerine bakıldı. Ultrasonografik inceleme yapıldı. where as the gestational age changed from 5 to 20
Bulgular: Olguların 41'inde gebelik devam etti (Grup I). weeks. In all patients serum b-HCG and progesterone
21'inde ise gebelik spontan abortusla sonuçlandı (Grup levels were determined and ultrasonographic evaluation
II). b-HCG ve progesteron değerleri grup I de normal, was made at least twice with an interval of 15 days in
grup II de düşük bulundu (p<0.0001). Ultrasonografik between.
incelemede subkorionik kanama ile prognoz arasında
Findings: In 41 patients, pregnancy progressed (Group I),
anlamlı ilişki bulunmadı (p>0.05). Gestasyonel sak dü
where as 21 patients aborted (Group II). Both proges
zensizliği ile prognoz arasında anlamlı ilişki bulundu
terone b-HCG values were normal in group I, and low in
(p<0.05).
group II and the difference between them is statistically
Sonuç: Abortus imminenste gebelik prognozunu belirlemede significant (p<0.0001). Although irregular contour of ge
serum progesteron ve b-HCG değerleri tek başlarına stational sac is a good parameter for prognosis
önemli olmakla birlikte beraber kullanılmaları doğru tanı (p<0.001), there isn't significant relationship between
oranını arttırmaktadır. subcorionic hematom and prognosis (p>0.05).
Results: For the prediction of the prognosis of abortus im
minence, progesterone and b-HCG are valuable tests
alone, but if they are used together, the specifity and the
overall accuracy increase.
Anahtar Kelimeler: Abortus imminens, Ultrasonogram, b-HCG, Key Words: Abortus imminence, Ultrasonography, b_HCG,
Progesteron Progesterone
T Klin Jinekol Obst 1995, 5: 81 -84 T Klin J Gynecol Obst 1995, 5: 81 -84
20. haftaya kadar olan gebeliklerde en sık görülen önemlidir. Böylece hem gecikilmeden erken tedaviye
komplikasyon vaginal kanamadır ve bunların yaklaşık ya başlanılması hem de gereksiz gebelik kayıplarının önlen
rısı spontan abortusla sonuçlanmaktadır (1). Prognozu mesi mümkündür. Bugüne kadar p-HCG, progesteron,
önceden doğru, hızlı ve güvenilir olarak tahmin etmek 17-alfa-OH-progesteron, östron, estriol, estradial, human
plasental laktojen, alfa fötoprotein, pregnaney associated
plazma protein (PAPP-A), plasental protein 5-14, relak-
Geliş Tarihi: 09.03.1994 sin, CA-125 gibi markerler çeşitli araştırmacılar tarafından
kullanılmıştır (1). Biz bu çalışmamızda maternal serum b-
Yazışma Adresi: Kadir GÜZİN
SSK Göztepe Hastanesi, IV. Kadın h C G , progesteron ile birlikte ultrasonografik değer
Hastalıkları ve Doğum Kliniği lendirmenin abortus imminens prognozunu tayin etmede
Göztepe - İSTANBUL ki önemini prospektif olarak araştırdık.
TKiinJinokolObst199S, 5
GÜZİN ve Ark.
ABORTUS İMMİNENS PROGNOZUNU BELİRLEMEDE ULTRASON, SERUM Ş-HCG VE PROGESTERON'UN YERİ 33
T a b l o 4. Gestasyonel s a c düzensizliği İle abortus görü yoğunlaşmaktadır. Hertz ve arkadaşları 1984'de abortus
len olgular arasındaki ilişki. imminens olgularında progesteronun pozitif prediktif
Table 4. The relation between the gestational sac irre değerini %100 negatif prediktif değerini %88 bulmuşlar
gularity and the abortion cases dır (2). Salem ve ark. yaptıkları çalışmada progesteron,
p - H C G , sp1, PP5'in prognostik değerlerini birbirine ya
Düzenli Düzensiz kın bulmuşlardır ve abortus olanlarda serum değerlerini
Gest. sac Gest. sac TOPLAM düşük olarak saptamışlardır (1). Witt ve ark. en iyi bio-
Gebeliği Devam kimyasal parametrenin progesteron, ikinci sırada ise ß-
Edenler (Grup 1) 39 2 41 H C G olduğunu bildirmişlerdir (3). Bu çalışmada ise pro
Abortusla Sonuç gesteron için sınır değer 9.4 ng/mlt alındığında toplam
lananlar (Grup II) 6 15 21 62 olgunun 21'i (%34) abortusla sonuçlandı. 21 olgu
nun 1 9 ' u n d a (%90) s e r u m progesteron değeri 9.4
TOPLAM 45 17 82 ng/mlt'nin altında iken. gebeliği devam eden 41 olgu
nun sadece 1 iride (%2) serum progesteron değeri 9.4
Gestasyonel sac düzensizliğinin abortus imminens tanısındaki:
ng/mlt'nin altında idi (p<0.000l). Bu çalışmada proges
Sensitivitesi -15/21 x100«%71
teron için sensitivite %90, spesifite %97, pozitif predik
Spesifitesi - 39/41 x 100 - %95
tif değeri %95, negatif prediktif değeri %95 olarak bul
Pozitif Prediktif Değeri - 1 5 / 1 7 x 1 0 0 - %88
duk. p - H C G en erken 4. haftada ölçülebilmektedir. Er
Negatif Prediktif Değeri - 39/45 x 100 - %86
ken gebeliklerde p - H C G iki gün içinde %66, 3 gün
Doğru tam oranı - 54/62 x 1 0 0 - % 8 7
içinde %100 artmalıdır. Haftada iki k e z bakılan ß-
Ultrasonograf ik olarak gestasyonel sac konturlarında dü
HCG'nin daha anlamlı olduğu biHirilmiştir (4). Serum ß-
zensizlik görülme oranlan grup I de %11.7 (2/17) ve grup II
de %88.3 (15/17) ile farklıdır. Bu farklılık istatistiki olarak an H C G ve tek progesteron değeri patolojik gebelikleri
lamlıdır (p>0.05). ayırmada önemlidir.
KAYNAKLAR
1. Salem HT, Ghoneimah SA, Shoohan MM. Prognostik value 11. Weigel M, Friese K, Schmitt W. Inthraphuvasak J. Melchert
of Biochemical Tests in the assessment of fetal outcome in F. Prognostic significance of intrauterine hematomas in the
the Threatened Abortion. Br J Obstet and Gynecol 1984; 1 st and 2 nd trimester for the course of pregnancy and
91:382-5. labor. Geburtshilfe Frauen Heilkd 1991; 51:876-81.
2. Hertz JB. Diagnostic procedures in threatened abortion. 12. Stern J J , Coulam C B . Mechanism of recurrent spontaneous
abortion: Ultrasonographic findings. Am J Obstet Gynecol
Obstet Gynecol 1984; 64:2
1992; 166:1844-52.
3. Witt BR, Wotf G C , Weinright C J . Relaxin Ca 125 proges-
13. Semambo DK, Boyd J S , Taylor DJ, Ayliffe TR, Omran SN.
teron, estradiol, schwangerschoxt protein and HCG as pre
Ultrasonographic study of early embriyonic loss induced by
dictors of outcome in threatened and nonthreatened preg actinomyces. Vet Ree 1992; 131:7-12.
nancies. Fertil Steril 1990; 53:1029-36.
14. Van Leewen I, Bracnh DW, Scott JR. First trimester ultraso
4. Lover AM, Yovich JL. The value of serum levels of oestra- nographic findings in human with a history of recurrent preg
diol, progesterone and b-HCG in the prediction of early nancy loss. Am J Obstet Gynecol 1993; 168:111-4.
pregnancy loss. Hum Reprod 1992; 7:711-7.
15. Rulin MC, Bornstein S G , Campbell JD. The reliability of
5. Hahlin M, Oblom S J P , Blom B. Combined use of proges- ultrasonography in the management of spontaneous abor
teron and HCG Determination for differential diagnozis of tion clinically though to be complete a prospective study.
very early pregnancy. Fertil Steril 1991; 55:492-5. Am J Obstet Gynecol 1993; 168:12-5.
6. Nygren KG, Johansson EDB, Wide L. Evaluation of the pro 16. Speroff L, Glass RH, Kase NG. The Endocrinology of preg
gnosis of threatened abortion from the peripheral plasma nancy; Clinical Gynecology and Infertility. Chapter 10, 4.
levels of progesteron, estradiol, HCG. Am J Obstet Gynecol Edition 1989; Williams and Wilkins.
1973;116:916-22. 17. Dickey RP, Olar TT, Curole DN, Taylor SN, Matulich EM. Rela
7. Kadar N, De Vare G, Romero R. Discriminatory HCG Zone: tionship of first trimester subchorionic bleeding detected by
color doppler ultrasound to subchorionic fluid clinical bleeding
Its use in sonographic evaluation for ectopic pregnancy.
and pregnancy outcome. Obstet Gynecol 1992; 80:415-20.
Obstet GYnecol 1981; 58:156.
18. Jun SA, Ahn MO, Lee YD, Cha KY. Predictable ultraso
8. Rempen A. Vaginal sonography in the 1 st trimester. Z Ge-
nographic findings of early abortion. J Korean Med Sei
burtshilfe perinatol 1991; 195:114-22. 1992; 7:34-9.
9. Fleischer A, Romero R, Mavning FR. The Principles and 19. Holzgreve W, Westendorp J, Tercanli S, Schneider HP. Ul
Practise of US in Obstetric and Gynecology. Chapter 10. 4. trasound studies in early pregnancy. Ultraschall Med 1991;
Edition 1991. 12:99-110.
10. Jarjour L, Kletzky OA. Reliability of transvaginal ultrasound 20. Stabile I, Campbell S, Grudzinshas J G . Ultrasound and cir
in detecting first trimester pregnancy abnormalities. Fertil culating placental protein measurements in complications of
Steril 1991; 56:202-207. early pregnancy. Br J Obstet Gynecol 1989; 96:1182-91.