Anda di halaman 1dari 39

REFERAT

KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


ETHICAL

DISUSUN OLEH:

Dokter Muda Kelompok D RSUD Nganjuk

Emmanuella Grace Natalia 21710033

PEMBIMBING:

dr. H. Agus Moch. Algozi, Sp. F (K), SH, DFM.

KEPANITRAAN KLINIK SMF ILMU KEDOKTERAN


FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas ini sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti ujian di bidang Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal dalam
menyelesaikan Pendidikan dokter muda di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya.
Selain itu penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.


2. dr. H. Agus Moch. Algozi, Sp.F (K) DFM, S.H selaku Kepala Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Dan Medikolegal di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya.
3. dr. Meivy Isnoviana S.H, M.H selaku pembimbing di Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik Dan Medikolegal di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya.
4. dr. Bambang Rudy Utantio, Sp. JP selaku pembimbing di Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik Dan Medikolegal di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya.
5. Kedua orang tua kami yang telah memberikan dukungan moril, materil, maupun
spiritual.

Saya menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik dan sasaran
yang sangat membangun saya hargai guna penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, 21 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover .........................................................................................................................
Kata Pengantar .......................................................................................................... ii
Daftar Isi .................................................................................................................... iii
Lembar Pengesahan .................................................................................................. v
BAB I FORENSIK KLINIK ..................................................................................... 1
1.1 Pemeriksaan Selaput Dara .......................................................................... 1
1.2 Pemeriksaan Anus ....................................................................................... 2
1.3 Pemeriksaan Derajat Luka .......................................................................... 3
1.4 Klasifikasi Luka .......................................................................................... 5
BAB II TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL ........................................................ 6
2.1 Buccal Swab................................................................................................. 6
2.2 Pengambilan Darah ..................................................................................... 7
2.3 Vaginal Swab .............................................................................................. 7
2.4 Pengambilan Urin........................................................................................ 8
2.5 Pengambilan Muntahan dan Isi Lambung .................................................. 10
2.6 Pemeriksaan Jaringan dan Sampel Tulang .................................................. 10
2.7 Pengambilan Sampel Gigi ........................................................................... 11
2.8 Pengumpulan dan Pengemasan Barang Bukti ............................................ 11
BAB III PEMERIKSAAN TOKSOLOGI ................................................................ 12
3.1 Pemeriksaan TKP ........................................................................................ 12
3.2 Pemeriksaan Jenazah ................................................................................... 12
3.3 Pemeriksaan Toksologi ............................................................................... 13
BAB IV LABORATORIUM FORENSIK ................................................................ 16
4.1 Pemeriksaan Cairan Mani ........................................................................... 16
4.2 Pemeriksaan Bercak Darah ......................................................................... 17
4.3 Histopatologi Forensik ................................................................................ 18
4.4 Fotografi Forensik ....................................................................................... 19
4.5 Tes Getah Paru ............................................................................................ 19
4.6 Pengambilan Gas CO2 dari Sumur ............................................................. 19

iii
4.7 Alkali Dilution Test .................................................................................... 20
4.8 Tes Apung Paru ........................................................................................... 21
4.9 Emboli Udara Vena ..................................................................................... 22
4.10 Emboli Udara Arteri .................................................................................... 22
4.11 Emboli Lemak ............................................................................................. 22
4.12 Pneumothorax ............................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 24
Lampiran 1. Surat Kematian ..................................................................................... 25
Lampiran 2. Visum et Repertum Korban Hidup ....................................................... 27
Lampiran 3. Visum et Repertum Korban Mati ......................................................... 30

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Kelompok D Dokter Muda RSUD Nganjuk


Fakultas : Kedokteran
Universitas : Wijaya Kusuma Surabaya
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang Pendidikan : SMF Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Periode Kepaniteraan Klinik : 20 Februari 2023 s/d 1 Maret 2023
Judul : Tugas Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Ethical
Pembimbing : dr. H. Agus Moch. Algozi, Sp. F (K), SH, DFM.

SMF Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk

Disetujui

dr. H. Agus Moch. Algozi, Sp. F (K), SH, DFM.

v
BAB I

FORENSIK KLINIK

1.1 Pemeriksaan Selaput Dara


Selaput dara adalah selaput vestigial yang secara embriologi memisahkan 2/3
bagian atas vagina dengan 1/3 bagian bawahnya selama pertumbuhan janin
perempuan. Pada saat kelahiran, selaput dara membuka dan bergeser ke bagian luar
alat kelamin pada kebanyakan bayi perempuan. Jaringan selaput dara biasanya
mengecil pada saat kelahiran sampai tersisa beberapa milimeter saja, dan
konfigurasinya bervariasi secara bentuk, ukuran dan kelenturan pada masa kanak-
kanak, dan berubah sepanjang kehidupan dewasa. Selaput dara berbeda ukuran dan
bentuknya dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter tergantung usia,
tahapan perkembangan seksual Tanner, dan status hormon.
Pada masa pubertas, estrogenisasi dari jaringan selaput dara membuat
jaringan menjadi elastis. Pada umumnya, bentuk selaput dara adalah annular atau
berbentuk cincin, dengan membran yang cukup elastis dengan ketebalan sekitar 1
mm dengan jaringan inti ikat dan epitel skuamosa berlapis di permukaan. Pada
bagian anterior dan posterior adalah bagian yang paling menonjol dengan memiliki
lubang di tengah yang kemudian sebagai saluran keluar untuk aliran darah
menstruasi. Penampilan selaput dara pada orang dewasa umumnya tipis dan
kemudian menebal di daerah tepi.
Selaput dara dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan bentuk dan tepi lubangnya,
yaitu:
1. Bentuk teratur dan tepi teratur utuh
Hymen dengan tipe ini dibagi menjadi tiga, yang pertama merupakan
hymen annularis dengan lubang ditengah di segmen anterior. Selanjutnya
hymen semilunaris dengan lubang berada di segmen posterior dan berbentuk
menyerupai bulan sabit. Yang terakhir adalah hymen labiiformis dengan lubang
berbentuk celah yang berjalan dari anterior ke posterior dengan bibir selaput di
kedua sisinya.
2. Bentuk teratur dan tepi tidak teratur
Pada tipe ini bentuk lubang hymen bisa annular, semilunar atau
labiiformis dengan tepi yang bercelah atau defek kongenital yang dangkalatau
jika terdapat banyak celah maka tergantung sifat celahnya.

1
3. Bentuk teratur dan tepi teratur atau tidak teratur
Hymen yang termasuk kedalam jenis ini adalah hymen yang atypical
karena tidak adanya lubang atau lubangnya lebih dari satu dan tidak merupakan

satu kesatuan.

1.2 Pemeriksaan Anus


Pemeriksaan anus dikerjakan untuk mengetahui tanda-tanda kekerasan
seksual yang terjadi pada korban sodomi yang pemeriksaannya dilakukan dengan
cara berikut ini:
1 Posisikan pasien dalam posisi tidur miring, posisi ini untuk pasien laki- laki
maupun perempuan
2 Gunakan handscoon
3 Inspeksi pada jaringan perianal dan lakukan palpasi pada kulit disekitarnya
4 Renggangkan pantat dan lakukan inspeksi pada area anal untuk mengetahui
karakteristik kulit dan lesi serta perhatikan apakah terdapat tanda-tanda
kekerasan pada bagian ini
5 Untuk melakukan pemeriksaan pada bagian dalam anus, oleskan lubrikan pada
jari telunjuk yang telah menggunakan sarung tangan kemudian secara perlahan
masukkan kedalam lubang anus dan perhatikan apakah terdapat nyeri tekan
6 Saat mengeluarkan tangan perhatikan apakah terdapat darah atau feses yang
menempel pada sarung tangan

2
1.3 Pemeriksaan Derajat Luka
Luka merupakan gangguan dan kontinuitas jaringan yang disebabkan oleh
suatu energi mekanik eksterna. Terminologi cedera digunakan sebagai sinonim dari
kata luka, bahkan dapat memberikan maksud yang lebih luas dan tidak hanya
membahas kerusakan yang diakibatkan oleh energi fisik tetapi juga kerusakan lain
yang disebabkan oleh panas, dingin, bahan kimiawi, listrik, dan radiasi.
Dalam mendeskripsikan luka terbuka harus mencakup jumlah, lokasi,
bentuk, ukuran, dan sifat luka. Sedangkan untuk luka tertutup tidak perlu
dicantumkan dalam pendeskripsian luka. Bentuk penulisan deskripsi luka, jumlah,
lokasi, bentuk, ukuran tidak harus selalu urut tetapi penulisannya harus selalu ditulis
pada akhir kalimat.
a. Luka Lecet (Abrasi)
Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya
pada lapisan kulit epidermis. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan
epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah
dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang
dapat digunakan yaitu tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis
bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang
menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya

b. Luka Memar (Kontusio)


Kontusio terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat
menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya.
Kontusio adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam

3
jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya
pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul.
Luka memar dapat diklasifikasikan sebagai luka superficial, luka memar
dalam (deep), luka memar berbekas (patterened/imprint).
1 Luka memar superfisial
Luka memar superfisial terjadi secara segera dan disebabkan oleh
akumulasi darah secara subkutan
2 Luka memar dalam
Luka memar dalam menandakan adanya akumulasi pendarahan lebih
dalam dari lapisan kulit subkutan. Biasanya jenis luka ini memerlukan
1 sampai 2 hari untuk dapat terlihat di permukaan kulit.
3 Luka memar berbekas
Luka memar berbekas disebabkan oleh penekanan pada tubuh biasanya
objek yang menekan tubuh meninggalkan bekas pada permukaan kulit

c. Luka Robek (Laserasi)


Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi
tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan
menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi
irregular dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh
bagian yang lebih rata dari benda tersebut.

4
d. Luka tusuk (Incisi)
Luka tusuk terjadi akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam
atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau miring pada
permukaan tubuh.

e. Luka bacok
Luka bacok terjadi akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam
atau agak tumpul yang dilakukan dengan suatu ayunan disertai tenaga yang
cukup besar.

f. Luka iris
Luka yang disebabkan karena alat yang digunakan tepinya tajam dan
timbulnya luka oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan yang realif
ringan yang digeserkan sepanjang permukaan kulit.

1.4 Klasifikasi Luka


a. Luka yang tidak menimbulkan halangan untuk sementara dalam melakukan
pekerjaan sehari-hari atau luka ringan.
b. Luka yang menimbulkan halangan untuk sementara dalam melakukan
pekerjaan sehari-hari atau luka sedang.
c. Luka berat ada 7:
I. Luka yang tidak ada harapan sembuh atau menimbulkan bahaya
maut (misalnya: luka tusuk pada perut).
II. Luka yang menyababkan tidak mampu melakukan pekerjaan sehari-
hari selama seumur hidup (misalnya: pemain piano yang kehilangan
jarinya, dokter bedah tulang yang kehilangan fungsi tangannya).
III. Luka yang menyababkan kehilangan salah satu panca indra.
IV. Cacat berat misalkan kaki dan tangan putus karena amputasi.
V. Mengalami kelumpuhan.
VI. Wanita hamil yang mengalami keguguran.
VII. Tergantungnya daya pikir lebih dari 4 minggu

5
BAB II

TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

2.1 Buccal Swab


Buccal swab dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pastikan mulut dalam keadaan kosong, lebih baik sebelum melakukan sikat gigi
pada pagi hari dan sebelum makan apapun.
2. Mencuci tangan kemudian mengenakan sarung tangan dan masker
3. Pilih kapas steril, busa, atau swab stick yang sesuai
4. Dengan hati-hati hapuslah swab stick pada bagian pipi dalam dekat gigi bawah
dan atas, kemudian secara lembut gosoklah dengan memutar swab sepanjang
bagian dalam pipi selama 5-10 detik, pastikan bahwa seluruh swab-tip telah
melakukan kontak dengan pipi.
5. Setelah menghapus swab, berhati-hati untuk tidak menyentuh ujung swab
dengan gigi, bibir, atau permukaan lain.
6. Hindari tip swab bersentuhan dengan sarung tangan atau menyentuh permukaan
apapun.
7. Tempatkan swab langsung ke tabung transportasi kering atau amplop koleksi
8. Label tabung atau amplop dengan informasi identitas
9. Bubuhkan tanggal pengambilan sampel untuk verifikasi
10. Simpan swab pada amplop yang disediakan untuk segera dikirim ke
laboratorium atau transfer ke freezer sampai semua siap untuk pengujian.

6
2.2 Pengambilan Darah
Darah yang diperoleh dari pembuluh darah perifer merupakan spesimen
darah pilihan untuk analisis toksikologi, karena konsentrasi senyawa dalam darah
dari jantung mungkin dapat berubah setelah kematian oleh karena redistribusi darah
dari paru-paru atau hati. Darah yang dikumpulkan kemudian harus disimpan dalam
tabung berpenutup abu-abu yang mengandung NaF (sodium florida).
Darah merupakan sampel paling baik untuk tes toksikologi postmortem, dan
umumnya 20 ml, atau 2 tabung vacutainer cukup untuk dilakukan tes.
Jika pada jenazah dilakukan otopsi, pengambilan darah perifer dan sentral
harus dilakukan ketika rongga tubuh terbuka. Darah perifer merupakan spesimen
pilihan dan dapat diambil dari vena femoralis, vena iliaka, yang mudah di akses saat
pemeriksaan internal, atau dari vena subsklavia di dalam dada. Ukuran sampel dari
15-20 ml seharusnya cukup adekuat untuk pemeriksaan toksikologi. Pengambilan
darah dengan volume yang lebih besar (> 20 mL) dapat menyebabkan pergerakan
darah antar pembuluh darah dan terjadi percampuran darah dalam pembuluh darah
yang berbeda. Risiko ini lebih besar terjadi pada vena subsklavia dibandingkan vena
femoralis dan vena iliaka.
Jika tidak dilakukan otopsi, blind stick sampling tidak boleh dilakukan.
Prosedur pemotongan pembuluh darah dapat dilakukan. Bahkan tanpa otopsi, vena
femoralis dapat dengan mudah terekspos dan pengambilan sampel darah perifer
dapat dilakukan. Demikian juga jantung dapat dapat diekspos dan ventrikel kiri
dapat dengan mudah diidentifikasi sehingga pengambilan darah sentral dapat
dilakukan.
Darah perifer secara umum diterima sebagai spesimen yang paling akurat
untuk pemeriksaan toksikologi, karena kurang rentan terhadap perubahan
postmortem.

2.3 Vaginal Swab


Vaginal swab atau pemeriksaan apus vagina artinya mengambil sediaan
seperti lendir yang terdapat pada daerah vagina untuk diperiksa sel-sel yang
terkandung di dalamnya dengan menggunakan bantuan bawah mikroskop. Vagina
swab ialah Pemeriksaan cairan dari vagina dengan usapan, hasil usapan lalu
ditambahkan cairan fisiologis dan garam lalu ditunggu selama 4-5 menit.
Prosedur Kerja vaginal swab adalah sebagai berikut:
1 Berkomunikasilah dengan baik dengan pasien terlebih dahulu, setelah

7
suasana mulai kondusif, mulailah langkah-langkah pengambilan sampel
2 Suruh pasien berbaring pada kursi yang telah disiapkan khusus untuk
pengambilan sample swab vagina dengan menekuk lutut hingga dekat
paha
3 Bersihkan labia mayora dengan garam fisiologis
4 Masukkan spekulum ke lubang vagina, buka spekulum hingga terlihat
serviks
5 Oleskan lidi kapas pada bagian tersebut sebanyak dua kali pengambilan
6 Kembalikan posisi spekulum pada posisi semula
7 Keluarkan perlahan
8 Rendam pada baskom yang berisi desinkfektan
9 Taruh lidi kapas tadi pada tabung reaksi
10 Tutup rapat dengan kapas berlemak yang terbungkus kertas perkamen
11 Bawa ke laboratorium untuk diperiksa dengan gram dan kultur.

2.4 Pengambilan Urin


Pengambilan spesimen urine dilakukan oleh penderita sendiri (kecuali dalam
keadaan yang tidak memungkinkan). Sebelum pengambilan spesimen, penderita
harus diberi penjelasan tentang tata cara pengambilan yang benar. Spesimen urine
yang ideal adalah urine pancaran tengah (midstream), di mana aliran pertama urine
dibuang dan aliran urine selanjutnya ditampung dalam wadah yang telah disediakan.
Pengumpulan urine selesai sebelum aliran urine habis.
Aliran pertama urine berfungsi untuk menyiram sel-sel dan mikroba dari luar
uretra agar tidak mencemari spesimen urine. Sebelum dan sesudah pengumpulan
urine, pasien harus mencuci tangan dengan sabun sampai bersih dan
mengeringkannya dengan handuk, kain yang bersih atau tissue. Pasien juga perlu
membersihkan daerah genital sebelum berkemih. Wanita yang sedang haid harus
memasukkan tampon yang bersih sebelum menampung spesimen.
Pasien yang tidak bisa berkemih sendiri perlu dibantu orang lain (misalnya
keluarga atau perawat). Orang-orang tersebut harus diberitahu dulu mengenai cara
pengumpulan sampel urin, mereka harus mencuci tangannya sebelum dan sesudah
pengumpulan sampel, menampung urine midstream dengan baik. Untuk pasien

8
anak- anak mungkin perlu dipengaruhi/dimotivasi untuk mengeluarkan urine. Pada
pasien bayi dipasang kantung penampung urine pada genitalia.

A. Cara pengumpulan urine 24 jam adalah:


1. Pada hari pengumpulan, pasien harus membuang urine pagi pertama. Catat
tanggal dan waktunya. Semua urine yang dikeluarkan pada periode
selanjutnya ditampung.
2. Jika pasien ingin buang air besar, kandung kemih harus dikosongkan
terlebih dahulu untuk menghindari kehilangan air seni dan kontaminasi
feses pada sampel urin wanita.
3. Keesokan paginya tepat 24 jam setelah waktu yang tercatat pada wadah,
pengumpulan urine dihentikan.
4. Spesimen urine sebaiknya didinginkan selama periode pengumpulan.

B. Cara pengambilan sampel urine clean-catch pada pasien wanita:


1. Pasien harus mencuci tangannya dengan memakai sabun lalu
mengeringkannya dengan handuk, kain yang bersih atau tissue.
2. Tanggalkan pakaian dalam, lebarkan labia dengan satu tangan
3. Bersihkan labia dan vulva menggunakan kasa steril dengan arah dari depan
ke belakang
4. Bilas dengan air bersih dan keringkan dengan kasa steril yang lain.
5. Selama proses ini berlangsung, labia harus tetap terbuka dan jari tangan
jangan menyentuh daerah yang telah dibersihkan.
6. Keluarkan urine, aliran urine yang pertama dibuang. Aliran urine
selanjutnya ditampung dalam wadah steril yang telah disediakan.
Pengumpulan urine selesai sebelum aliran urine habis. Diusahakan agar
urine tidak membasahi bagian luar wadah.
7. Wadah ditutup rapat dan segera dikirim ke laboratorium.

C. Cara pengambilan urine clean-catch pada pasien pria :


1. Pasien harus mencuci tangannya dengan memakai sabun lalu
mengeringkannya dengan handuk, kain yang bersih atau tissue.
2. Jika tidak disunat, tarik preputium ke belakang. Keluarkan urine, aliran

9
urine yang pertama dibuang. Aliran urine selanjutnya ditampung dalam
wadah steril yang telah disediakan. Pengumpulan urine selesai sebelum
aliran urine habis. Diusahakan agar urine tidak membasahi bagian luar
wadah.
3. Wadah ditutup rapat dan segera dikirim ke laboratorium.

2.5 Pengambilan Muntahan dan Isi Lambung


1. Pengambilan sampel lambung dan isinya dilakukan dengan cara:
a. Lambung diikat pada 2 tempat:
- Yang berbatasan dengan kerongkongan
- Yang berbatasan dengan usus halus
b. Cara ini dimaksudkan untuk menghindari hancurnya butir-butir pil atau
tablet yang tertelan korban untuk memudahkan dilakukannya pemeriksaan
c. Sedangkan cara lain yang bisa dilakukan adalah melakukan pemeriksaan
kelainan pada lambung oleh dokter sehingga dapat diperkirakan jenis racun
apa yang ditelan oleh korban
2. Pemeriksaan usus dan isinya
Pemeriksaan usus sangat bergun terutama jika kematian korban terjadi
beberapa jam setelah ia kemasukan racun. Dari pemeriksaan dapat diperkirakan
saat kematian korban dan dapat ditemukannya tablet yang tidak dapat
dihancurkan oleh lambung (enteric coated tablet). Cara yang dapat dilakukan
adalah mengikat usus dengan jarak 60 cm yaitu pada perbatasan lambung-usus
halus, usus halus, usus halus-usus besar, dan usus besar poros usus. Ikatan ini
bertujuan untuk mencegah tercampurnya isi usus bagian oral dengan isi usus
bagian anal.

2.6 Pemeriksaan Jaringan dan Sampel Tulang


1 Jaringan, organ dan tulang segar
a. Ambil tiap bagian dengan menggunakan pinset
b. Tempatkan setiap bagian dalam wadah yang berbeda dan beri label
c. Simpan dalam tempat pendingin dan kirim
2 Jaringan, organ dam tulang tidak segar
Tempatkan setiap bagian pada wadah yang berbeda dan berikan label

10
Wadah:
a. 2 buah toples yang masing-masing berukuran 2 liter untuk hati dan usus
b. 3 buah toples yang masing-masing berukuran 1 liter untuk lambung beserta
isinya, otak dan ginjal.
c. 4 buah toples yang masing-masing berukuran 25 ml untuk darah yang
terdiri dari 2 buah, urine, dan empedu.

2.7 Pengambilan Sampel Gigi


Pengambilan sampel gigi dilakukan dengan cara:
1. Cabut gigi yang masih utuh
2. Masukkan kedalam kantong plastic dan berikan label.

2.8 Pengumpulan dan Pengemasan Barang Bukti


Barang bukti adalah bukti fisik yang secara umum disebutkan sebagai
sejumlah material baik dalam jumlah banyak atau sedikit yang dibuktikan melalui
pemeriksaan yang ilmiah dan analisis berkaitan tindak pidana telah terjadi.
Tujuan pemeriksaan barang bukti:
a. Menegakkan diagnosis sebab kematian
b. Mengkonfirmasi temuan makroskopis
c. Memberi gambaran histomorfologi perjalanan penyakit
d. Gambaran intravitalitas
e. Menentukan umur secara histomorphologi (infark lama/baru, umur
luka, dan lain-lain)

Tujuan pemeriksaan barang bukti secara khusus untuk mengetahui:


1) Kematian mendadak
2) Aborsi
3) Hanging-chocking-throttling (asphyxia)
4) Tenggelam
5) Trauma thermik
6) Trauma listrik
7) Luka tembak
8) Keracunan

11
12
BAB III

PEMERIKSAAN TOKSOLOGI

Pemeriksaan toksikologi merupakan pemeriksaan tambahan yang dilakukan


khususnya dalam melakukan analisis racun baik secara kualitatif maupun kuantitatif
untuk membantu penegak hukum dan kemudian menerjemahkan hasil analisis ke dalam
suatu laporan (surat, surat keterangan ahli, atau saksi ahli), sebagai bukti dalam tindakan
kriminal (forensik) di pengadilan. Pemeriksaan peristiwa keracunan dibagi menjadi tiga,
yaitu:

3.1 Pemeriksaan TKP


Pemeriksaan TKP bertujuan untuk:
a. Menentukan korban masih hidup atau sudah meninggal
b. Mengumpulkan barang bukti yang kemudian dilakukan pemeriksaan
toksikologi, dalam mengumpulkan barang bukti ada beberapa hal yang harus
selalu diperhatikan diantaranya:
1) Dokter tetap berkoordinasi dengan penyidik, terutama bila ada tim labfor
2) Dokter membantu mencari barang bukti misal racun, anak peluru, dll.
3) Segala yang ditemukan di serahkan kepada penyidik
4) Dokter yang meminjam barang bukti tersebut
5) Setelah selesai melakukan pemeriksaan, TKP ditutup selama 3 x 24 jam
6) Korban di bawa ke rumah sakit dengan disertai permohonan Visum er
Repertum

3.2 Pemeriksaan Jenazah


a. Pemeriksaan Luar
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan luar pada kasus
keracunan diantaranya:
1) Pakaian: pada pakaian dapat ditemukan bercak-bercak yang disebabkan
oleh tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak
warna coklat karena asam sulfat atau kuning karena asam nitrat
2) Lebam mayat: warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna
karena warna lebam mayat pada dasarnya adalah manifestasi warna darah
yang tampak pada kulit. Pada korban yang keracunan CO lebam mayat

13
berwarna Cherry Red, korban keracunan sianida lebam mayat berwarna
merah terang dan pada korban keracunan nitrit lebam mayat berwarna
coklat kebiruan.
3) Warna kulit: pada korban yang mengalami hiperpigmentasi dan keratosis
pada telapak tangan dan kaki yang diakibatkan keracunan arsen kronik.
Kulit berwarna kelabu kebiru-biruan akibat keracunan perak (Ag). Pada
keracunan tembaga (Cu) dan fosfor kulit akan berwarna kuning akibat
hemolisis juga pada keracunan insektisida hidrokarbon dan arsen karena
terjadi gangguan fungsi hati.adalah manifestasi warna darah yang tampak
pada kulit. Pada korban yang keracunan CO lebam mayat berwarna Cherry
Red, korban keracunan sianida lebam mayat berwarna merah terang dan
pada korban keracunan nitrit lebam mayat berwarna coklat kebiruan.
4) Bau: dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa yang
dikiranya ditelan oleh korban misaln ya : minyak tanah, karbol, alkohol
b. Pemeriksaan Dalam
1) Racun yang bersifat korosif, pada pemeriksaan lambung dapat ditemukan
lambung yang hiperemi, mengalami perlunakan, ulserasi dan perforasi.
2) Pada urin bisa ditemukan warna kehijauan pada kasus keracunan salisilat

3.3 Pemeriksaan Toksikologi


a. Pengambilan dan pengumpulan bahan
Pada saat pengambilan dan pengumpulan bahan perlu di jaga syarat yang
dikolegal dan Chain of Evidance.
1) Bahan-bahan yang diambil:
a) Stat. I : Lambung dan usus beserta isinya
b) Stat. II : Hati lebih kurang 500 gram, otak lebih kurang 500 gram,
dan paru lebih kurang 250 gram.
c) Stat. III : Ginjal (diambil sebagian kanan dan kiri),
kandung kemih.
2) Bahan-bahan lain yang dapat diambil:
a) Darah sebanyak 50 – 100 ml
b) Urin sebanyak 100 ml
3) Bahan-bahan yang dapat diambil pada korban hidup:
a) Sisa makanan atau minuman

14
b) Obat-obatan, bahan penyebab keracunan
c) Bahan muntahan atau hasil kubahan lambung
d) Urin, darah, dan feces
4) Bahan-bahan yang dapat diambil pada kasus tertentu:
a) Korban keracunan alkohol.
Diambil darah dari vena femoralis dan urin
b) Korban yang tidak ditemukan darah.
Diambil jaringan otot dan sumsum tulang
c) Korban keracunan arsen kronis.
Diambil rambut, kuku, dan tulang.

5) Bahan yang telah diambil kemudian diletakkan di dalam wadah yang telah
ditentukan, syarat wadah tersebut:
a) Berbahan plastik atau gelas
b) Bermulut lebar
c) Dapat ditutup rapat
d) Bersih dari zat kimia
e) Jumlah wadah minimal 3 masing-masing wadah berisi:
• Wadah I: organ trac. Gastrointestinal
• Wadah II: organ hati, empedu, otak, ginjal, dll
• Wadah III: organ trac. Urogenitalis
6) Bahan-bahan tersebut kemudian diberikan pengawet berupa alkohol 96%
selain itu bisa juga diberikan es batu, dry ice, Na flurida dan merkuri nitrat.
Setelah bahan terendam dalam pengawet tutup dengan paraffin kemudian
ikat dan beri label dan setelah itu di segel dengan cek dinas.
Dalam proses pengiriman perlu diperhatikan :
a) Sertakan contoh bahan pengawet lebih kurang 100 ml dalam botol
bersih, dilabel dan di segel
b) Dikirim segera setelah bahan di ambil
c) Diantar via kurir ataupun via paket
b. Syarat-syarat surat pengambilan dan pengumpulan bahan :
1) Surat permohonan pemeriksaan toksikologi
2) Surat tentang laporan peristiwa atau kejadian (secara singkat)

15
3) Surat tentang laporan otopsi
4) Berita acara pembungkusan dan penyegelan (cap segel dinas)
c. Isi label pengambilan dan pengumpulan bahan:
1) Identitas korban
2) Jenis dan jumlah bahan pemeriksaan
3) Bahan pengawet yang dipakai
4) Tempat dan saat pengambilan bahan, pembungkus dan penyegelan
5) Tanda tangan dan nama terang penyegel dan dokter yang
melakukan otopsi
6) Cap stempel dinas dan segel dinas
d. Pengambilan dan pengumpulan bahan pada penggalian jenazah :
1) Bila mungkin bahan tersebut seperti diatas
2) Contoh tanah : bagian atas atau bawah, kiri atau kanan jenazah
3) Pembanding : contoh tanah radius 5 meter dengan kedalaman
yang sama dengan jenazah
4) Masing-masing dimasukkan dalam wadah tersendiri

16
BAB IV
LABORATORIUM FORENSIK
4.1 Pemeriksaan Cairan Mani
1) Sperma cair
- Hisap dengan semprit bersih (steril) atau pipet disposable
- Pindahkan dalam tabung steril
- Diberi label, simpan di pendingin
- Dapat pula sperma cair diserap dengan kapas bersih, keringkan di udara
- Beri label, dipak dan dikirim ke laboratorium
2) Bercak sperma pada benda yang dapat dipindah. Misal: celana, pakaian, sprei,
bantal, guling, dll.
- Bila bercak masih basah, keringkan di udara
- Bila perlu benda yang berbercak dipotong
- Masukan dalam kantong kertas
- Beri label, dipak dan dikirim ke laboratorium
3) Bercak sperma pada benda besar yang dapat dipotong. Misal: Karpet, tempat
tidur, kasur, atau perkakas lain
- Potong daerah bebercak dengan pisau atau gunting bersih
- Masukan tiap potongan dalam kantong kertas
- Hindari kontaminasi
- Beri label, dipak dan dikirim ke laboratorium
4) Bercak sperma pada benda yang tidak dapat dipindah dan permukaan tidak
menyerap. Misal: lantai, logam, kayu, dll
- Bercak dikerok dengan alat yang bersih
- Letakan kerokan pada kertas bersih dan lipatlah
- Masukan dalam kantong kertas
- Beri label, dipak kemudian kirim ke laboratorium
5) Barang bukti sperma pada tubuh korban kejahatan seksual
- Korban biasanya diperiksa di rumah sakit
- Barang bukti dapat ditemukan di mulut, vagina dan anus korban
- Tiap item ditempatkan pada wadah tersendiri, beri label
- Dipak dan kirim ke laboratorium

17
4.2 Pemeriksaan Bercak Darah
1) Sampel darah cair
a. Darah dari seseorang
• Diambil dengan semprit oleh petugas yang berpengalaman
• Siapkan 2 tabung dengan EDTA. Dapat dipakai antikoagulan lain,
tetapi perlu diingat bahwa heparin dapat mempengaruhi aktifitas enzim
retriksi tertentu.
• Isi tiap tabung dengan ± 5 ml darah.
• Tiap tabung ditutup dan diberi label.
• Simpan di pendingin
b. Darah cair di TKP
• Hisap dengan semprit bersih (steril) atau pipet disposibel
• Pindahkan dalam tabung steril
• Darah beku dapat diambil dengan spatel yang bersih
• Dapat dipakai kain katun bersih untuk menyerap darah.
• Sampel darah cair diberi antikoagulan
• Diberi label, simpan di pendingin
• Dipak dan dikirim ke laboratorium
c. Darah cair dalam air atau salju, es.
• Segera mungkin diambil untuk menghindari pengenceran lanjut
• Dalam jumlah cukup di masukan dalam tempat bersih (botol)
• Hindari kontaminasi
• Simpan di pendingin, bila mungkin di bekukan.
• Beri label
2) Bercak darah basah
a. Di pakaian
• Pakaian dengan noda darah diletakan dalam permukaan bersih,
keringkan di udara.
• Jangan letakan pada tempat tertutup, kedap udara atau tas plastik.
Akan menyebabkan bahan pemeriksaan menjadi basah dan timbul
bakteri yang dapat merusak barang bukti.
• Setelah kering masukan dalam kantong kertas (amplop)
• Beri label dan segera kirim ke laboratorium pemeriksaan DNA

18
b. Benda dengan bercak darah basah
• Benda kecil biarkan kering di udara, kumpulkan.
• Pada benda besar yang tidak dapat dipindahkan, maka hisap
bercak tersebut dengan kain katun bersih kemudian keringkan di
udara.
• Masukan dalam kantong kertas.
• Beri label dan segeraa kirim ke laboratorium
3) Bercak darah kering
a) Pada benda yang dapat dipindahkan, misal : senjata, kain, sprei
• Kumpulkan benda tersebut
• Tiap item masukan dalam kantong kertas
• Beri label dan segera kirim ke laboratorium
b) Pada benda yang padat dengan permukaan tidak menyerap dan tidak
dapat dipindahkan, misal: lantai
• Bercak dikerok dengan alat bersih
• Masukan dalam kantong kertas
• Beri label, dipak kemudian kirim ke laboratorium
c) Bercak darah kering pada benda besar yang tidak dapat dipindahkan
atau dipotong serta tidak dapat dikerok.
• Bercak dapat dilarutkan dengan kapas bersih yang telah dibasahi
dengan cairan salin steril atau air steril yang digosokan pada area
bercak.
• Kapas dikeringkan di udara
• Setelah kering masukan dalam kantong kertas
• Beri label, dipak dan dikirim ke laboratorium

4.3 Histopatologi Forensik


Cara Pengambilan Sampel untuk Pemeriksaan Histopatologi
1. Jaringan yang akan diambil dipotong terutama pada daerah yang dicurigai
dengan ukuran lebih 3 x 2 x 0,5 cm. Tebal jaringan sebaiknya tidak lebih dari
0,5 cm agar bahan pengawet dapat masuk kedalam jaringan sehingga tidak
mengalami pembusukan.
2. Apabila mengirim jaringan yang utuh, seperti jantung dan uterus sebaiknya
jaringan tersebut dibelah dan diiris agak tipis, sehingga pengawet dapat meresap

19
ke dalam jaringan dengan merata. Agar mudah dipotong menggunakan
mikrotom untuk mendapatkan irisan jaringan yang sangat tipis (sesuai yang
diharapkan).

4.4 Fotografi Forensik


Fotografi forensik (Forensic imaging/crime scene photography) adalah suatu
proses seni yang menghasilkan bentuk reproduksi dari tempat kejadian perkara atau
tempat kejadian kecelakaan secara akurat untuk kepentingan penyelidikan hingga
pengadilan. Fotografi forensik juga termasuk ke dalam bagian dari upaya
pengumpulan barang bukti seperti tubuh manusia, tempat - tempat dan setiap benda
yang terkait suatu kejahatan dalam bentuk foto yang dapat digunakan oleh penyidik
saat melakukan penyelidikan atau penyidikan. Syarat fotografi forensik adalah
sebagai berikut :
1. Menggunakan metode empat sudut
2. Semua barang bukti harus di foto close-up, pertama dengan tanpa skala
kemudian dengan skala, mengisi seluruh frame foto
3. Foto dari sudut pandang mata untuk mewakili tampilan normal
4. Memotret semua bukti di tempat sebelum direposisi atau dibersihkan

4.5 Tes Getah Paru


Tes getah paru dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Paru-paru diletakkan diatas meja kemudian permukaan paru-paru dibersihkan
satu kali dengan pisau posisi tegak lurus
2. Kemudian di iris sampai alveoli yang paling dekat dengan pleura (sub pleura)
dan di tutup
3. Objek glass ditempelkan pada alveoli dan ditutup dengan gelas penutup
4. Dilihat dibawah mikroskop akan didapatkan lumpur, pasir, telur cacing,
diatome, alga, dll.

1. Tes getah paru (+): korban sempat atau pernah bernafas dalam air
2. Tes getah paru (-): korban meninggal terlebih dahulu baru masuk kedalam air
atau tidak sempat bernafas dalam air, airnya jernih sama dengan air minum,
spasme laring, vagal reflex.

4.6 Pengambilan Gas CO2 dari Sumur


Cara mengambil gas CO2 dari dalam sumur :

20
a. Ambil beberapa botol bersih dengan kapasitas 1 liter yang telah kosong,
contohnya botol bir kemudian ikat leher dan bagian alas botol masing-masing
dengan tali yang cukup panjang
b. Isi botol dengan air sampai penuh kemudian turunkan ke dalam sumur yang
mengandung gas CO2 dengan posisi tegak (alas botol di bawah dan leher botol
berada di atas), jaga air di dalam botol agar tidak sampai tumpah
c. Setelah sampai di kedalaman pada tempat yang sesuai dengan korban ditemukan
meninggal, botol tersebut dibalik agar semua air di dalam botol
tumpah. Hal ini dilakukan dengan cara menarik tali yang mengikat alas botol
dan mengulur tali yang mengikat leher botol
d. Dengan keluarnya seluruh air dari dalam botol dan botol dalam kondisi kosong
maka botol akan vaccum sehingga gas CO2 akan masuk ke dalam botol
e. Setelah botol terisi oleh gas CO2 maka botol diangkat ke atas dengan cara botol
dibalik kembali seperti posisi semula agar gas CO2 dapat terbawa terus sampai
botol sampai di atas
f. Setelah sampai diatas botol segera ditutup rapat kemudian diberikan label dan
disegel untuk dilakukan pemeriksaan Tes CO2 ada dua yaitu:
1. Kualitatif: dilakukan dengan pemberian larutan Ca(OH)2 yang jernih dan
baru dibuat atau larutan Ba(OH)2 pada botol yang berisi udara saat
dilakukan pengambilan dari tempat sampel. Apabila terdapat endapan putih
kapur dari CaCO3 atau BaCO3 berarti gas CO2 positif.
2. Kuantitatif:
- Grafimetri melakukan penimbangan terhadap endapan yang terjadi
- Volumetri dilakukan dengan menitrasi kelebihan larutan basa CaOH2
atau BaOH2 dengan konsentrasi tertentu
- Chromatografi gas (kualitatif dan kuantitatif)
a. Keracunan gas CO2: darah berwarna hitam
b. Keracunan gas CO dan HCN (kluwek, pete, gaplek) : cherry red

4.7 Alkali Dilution Test


Tujuan: mengetahui kadar CO dalam darah secara semikuantitatif. Cara
pemeriksaan:
1. Ambil 2 tabung reaksi.

21
2. Masukkan 1-2 tetes darah korban ke dalam tabung pertama dan 1-2 tetes darah
normal ke dalam tabung kedua (sebagai kontrol negatif).
3. Tambahkan 10 ml air ke dalam masing-masing tabung hingga warna merah
dapat diamati dengan jelas. Darah pada tabung yang mengandung CO akan
tampak merah jernih sedang darah kontrol berwarna merah keruh.
4. Tambahkan 5 tetes larutan NaOH 10-20% pada masing-masing tabung
kemudian dikocok.
Hasil:
1. Darah kontrol akan segera berubah warnanya menjadi merah hijau kecoklatan
karena terbentuk hematin alkali.
2. Sedangkan darah yang mengandung COHb tidak berubah segera (tergantung
konsentrasi COHb) karena lebih resisten terhadap alkali.
3. COHb dengan kadar saturasi 20% akan memberi warna merah muda selama
beberapa detik kemudian menjadi coklat kehijauan setelah 1 menit.
4. Sebagai kontrol jangan digunakan darah fetus karena darah fetus juga bersifat
resisten terhadap alkali.

4.8 Tes Apung Paru

22
4.9 Emboli Udara Vena
Emboli udara vena biasanya terjadi karena vena teriris biasanya yang teriris vena
jugularis di leher sehingga udara masuk ke dalam pembuluh darah vena kemudian
menuju ke jantung kanan menuju percabangan arteri pulmonale kemudian menuju ke
paru-paru dan menyebabkan sesak.
Korban meninggal karena kapiler paru buntu oleh udara sehingga terjadi asfiksia,
dimana jumlah udara yang dapat menyebabkan kematian antara 100-150 cc.
Otopsi yang dilakukan adalah
1. Membuka kulit dinding thorax kemudian memotong sternum pada processus
Xypoideus setinggi ICS II dibawah costa II agar vena brachialis cab vena
clavicula tidak ikut terpotong
2. Ambil dan gunting pericard dengan posisi Y terbalik kemudian isi dengan air
sampai menggenang
3. Lakukan tusukan pada atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis
4. Ditemukan adanya gelembung udara
5. Penyebab emboli udara vena:
a. Luka pada pembuluh balik leher, terutama vena jugularis
b. Abortus provocatus criminalis dengan cara penyemprotan

4.10Emboli Udara Arteri


1. Otopsi yang dilakukan sama dengan emboli udara vena yang membedakan
hanya tusukan dilakukan pada atrium kiri, ventrikel kiri dan aorta
2. Terjadi bila ada luka tembus paru-paru yang menyebabkan emboli pada vena
pulmonalis menuju ke atrium kiri dan ventrikel kiri kemudian ke aorta
3. Korban meninggal karena udara membuntu di otak, ginjal, dan jantung sampai
terjadi asfiksia
4. Penyebab yang sering terjadi adalah :
a. Luka tusuk atau tembus di paru-paru
b. Artifisial pneumothorax
c. Pneumonectomy

4.11Emboli Lemak
Contoh kasus yang dapat menyebabkan sesorang terkena emboli lemak adalah :
apabila terdapat seseorang yang dipukuli terus menerus dan orang tersebut menjadi
sesak kemudian mati serta kasus sesorang yang hendak dioperasi karena patah tulang

23
paha yang berakhir meninggal akibat sesak.
Dari kasus diatas penyebab terjadinya kematian adalah karena adanya emboli lemak
setelah dilakukan pemeriksaan pada paru-paru, ec. Fraktur tulang panjang.
1 Lemak terpecah dan terlepas karena terkena pukulan pada kulit seluruh
punggung dan karena patahnya tulang panjang sehingga cairan lemak masuk
ke dalam pembulu darah vena yang robek dan masuk ke dalam vena cava
superior kemudian masuk ke atrium kanan dan masuk ke ventirkel kanan
setelah itu masuk ke arteri pulmonale dan membuntu di paru-paru (alveoli)
2 Korban meninggal karena kapiler buntu dan terjadi asfiksia.
3 Dilakukan tes emboli lemak dengan organ yang diambil adalah paru-paru.
Jaringan paru-paru diambil dan dikeraskan dengan uap zat asam arang cair
(frozzensetion) dan kemudian dengan mikrotom dipotong 20 mikron dan di cat
dengan warna Sudan III kemudian dikirim ke laboratorium
4 Pengiriman ke laboratorium PA atau pengawetan dilakukan dengan cara paru-
paru diberi gas CO kemudian difiksasi menggunakan dry ice agar tidak
membusuk. Jangan mengirim menggunakan alcohol atau formalin karena
lemak akan larut.

4.12Pneumothorax
Pneumothorax merupakan adanya udara dalam rongga thorax. Otopsi yang
dilakukan:
a. Membuka kulit dinding thorax dengan potongan huruf ‘I’ atau dengan
potongan huruf ‘Y’
b. Setelah costa terlihat, tarik potongan costa kemudian tarik potongan
kulit hingga membentuk kantong
c. Isikan air sampai tergenang
d. Lakukan tusukan pada paru-paru yang berada diantara ICS2
e. Ditemukan hasil positif bila hasil test tersebut ditemukan gelembung
udara
f. Pada gas pembusukan ditemukan sedikit gelembung udara

24
DAFTAR PUSTAKA

Forensik dalam proses penyidikan, Bab 7, hal 133 -143. Jakarta: Sagung Seto

Idries, A. M. 2008. Sistematik Pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik Khusus pada


korban perlukaan. Penerapan Ilmu Kedokteran

Satyo, A. C. 2006. Aspek medikolegal luka pada forensic klinik. Majalah Kedokteran
Nusantara, vol. 39, no. 4, pp. 430 -433

Shkrum, M. J. dan Ramsay, D. A. 2007. Blunt Trauma. Forensic Pathology of


Trauma, Chapter 8, pp. 405 -518

Vincent J. D. dan Dominick, D. 2001. Blunt Trauma Wounds. Forensic Pathology


Second Edition, Chapter 4, pp 1 -26

25
Lampiran 1. Surat Kematian

26
27
Lampiran 2. Visum et Repertum Korban Hidup

28
29
30
Lampiran 3. Visum et Repertum

31
32

Anda mungkin juga menyukai