Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOARTRITIS

DOSEN PENGAJAR:
Bernadeta Trihandini,M. Tr. Kep

Disusun Oleh Kelompok 5


Imanuel Frideriko Tias (113063C1121044)
Laras Sweti Susanti Bella (113063C1121045)
Maria Apriliana (113063C1121046)
Nasya Adistiana Ferodita B (113063C1121047)
Robeth Tandi Allo (113063C1121051)
Stefani (113063C1121052)
Steffany Natalia Gunawan (113063C1121053)
Veronika (113063C1121054)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANJARMASIN
2022/2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan limpahan rahmat-Nya maka kami boleh menyelesaikan tugas yang
diberikan dengan tepat waktu. Berikut ini kami mempersembahkan sebuah
makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Osteoartritis”.
Makalah ini berisikan informasi tentang “Asuhan Keperawatan
Osteoartritis”. Diharapkan makalah ini dapat memberi informasi kepada kita
semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini menjadi lebih
bermanfaat untuk para mahasiswa sekalian dan bagi teman S1 Keperawatan
khususnya.

Banjarmasin, 15 September 2023

KELOMPOK 5

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN..........................................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. ANATOMI FISIOLOGI................................................................................................
BAB II KONSEP PENYAKIT
A. DEFINISI.......................................................................................................................
B. ETIOLOGI.....................................................................................................................
C. KLASIFIKASI PENYAKIT..........................................................................................
D. MANIFESTASI KLINIS...............................................................................................
E. PATOFISIOLOGI.........................................................................................................
F. SKEMA PATOFISIOLOGI..........................................................................................
G. PENATALAKSANAAN PENYAKIT.........................................................................
H. COLLABORATIVE CARE MANAGEMENT................................................................
BAB III TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN.............................................................................................................
B. DIAGNOSA..................................................................................................................
C. INTERVENSI...............................................................................................................
D. IMPLEMENTASI.........................................................................................................
E. EVALUASI...................................................................................................................
BAB IV PENUTUP
KESIMPULAN.................................................................................................................
SARAN .............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
LAMPIRAN ...................................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal Sendi dan Tulang Rawan


Kartilago
Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa,
ligamen, tendon, fasia, atau otot. Secara umum, sendi terbagi atas tiga tipe.
1. Sendi fibrosa (sinartrodial), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.
2. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial), merupakan sendi yang dapat sedikit
bergerak.
3. Sendi sinovial (diarthrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan
secara bebas.

Sendi Fibrosa

Sendi fibrosa tidak memiliki lapisan tulang rawan. Tulang yang satu dengan
tulang yang lain dihubungkan oleh jaringan ikat fibrosa. Salah satu contohnya
adalah sutura pada tengkorak. Contoh lainnya adalah sindesmosis yang terdiri
atas membran interoseus atau suatu ligamen di antara tulang. Serat-serat ini
memungkinkan sedikit gerakan, tetapi bukan merupakan gerakan sejati.
Perlekatan tulang tibia dan fibula bagian distal adalah suatu contoh dari tipe
sendi fibrosa ini.

1
Sendi Kartilaginosa

Sendi kartilaginosa adalah sendi di mana ujung-ujung tulangnya dibungkus


oleh tulang rawan hialin, disokong oleh ligamen, dan hanya dapat sedikit
bergerak. Ada dua tipe sendi kartilaginosa.
1. Sinkondrosis adalah sendi-sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh
tulang rawah hialin. Sendi-sendi kostokondral adalah contoh dari
sinkondrosis.
2. Simfisis adalah sendi yang tulang-tulangnya memiliki suatu hubungan
fibrokartilago dan selapis tipis tulang rawan hialin yang menyelimuti
permukaan sendi. Simfisis pubis dan sendi-sendi pada tulang punggung
merupakan contoh-contohnya.

Sendi Sinovial

Sendi sinovial adalah sendi-sendi tubuh yang dapat digerakkan. Sendi-sendi


ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi tulang rawan hialin.
Bagian cair dari cairan sinovia diperkirakan berasal dari transudat plasma.
Cairan sinovia juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi.
Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban tubuh pada

2
sendi sinovia. Tulang rawan ini memegang peranan penting dalam membagi
beban tubuh. Rawan sendi tersusun dari sedikit sel dan sejumlah besar
substansi dasar. Substansi dasar ini terdiri atas dihasilkan oleh sel-sel tulang
rawan. Proteoglikan yang ditemukan pada tulang rawan sendi sangat hidrofilik
sehingga memungkinkan rawan tersebut mampu menahan kerusakan sewaktu
sendi menerima beban yang berat.
Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe,
atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa oleh
cairan sendi membasahi tulang rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen
dan pembentukan yang proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau ketika
usia bertambah. Beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk
kolagen tipe satu yang lebih fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian
kemampuan hidrofiliknya, Perubahan-perubahan ini berarti tulang rawan akan
kehilangan kemampuannya untuk menahan kerusakan bila diberi beban yang
berat.
Sendi dilumasi oleh cairan sinovia dan oleh perubahan-perubahan
hidrostatik yang terjadi pada cairan interstisial tulang rawan. Tekanan yang
terjadi pada tulang rawan akan mengakibatkan pergeseran cairan ke bagian
yang kurang mendapat tekanan. Sejalan dengan pergeseran sendi ke depan,
cairan yang bergerak ini juga bergeser ke depan mendahului beban. Cairan
kemudian akan bergerak ke belakang kembali ke bagian tulang rawan ketika
tekanan berkurang. Tulang rawan sendi dan tulang-tulang yang membentuk
sendi biasanya terpisah selama gerakan selaput cairan ini. Selama terdapat
cukup selaput atau cairan, tulang rawan tidak dapat aus meskipun dipakai
terlalu banyak.
Kapsul sendi terdiri atas suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan
dalam yang terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak
dan sinovium. Sinovium membentuk suatu yang melapisi seluruh sendi dan
membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium tidak meluas
melampaui permukaan sendi, tetapi terlipat sehingga memungkinkan gerakan
sendi secara penuh. Lapisan-lapisan bursa di seluruh persendian membentuk
sinovium. Periosteum tidak melewati kapsul sendi. Sinovium menghasilkan

3
cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovia
normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna. Jumlah yang
ditemukan pada tiap-tiap sendi relatif kecil (1-3 ml). Hitung sel darah putih
pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel/ml dan sebagian besar
merupakan sel mononuklear. Asam hialuronidase adalah senyawa yang
bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovia dan disintesis oleh sel-sel
pembungkus sinovia.

Suplai Darah Sendi


Aliran darah ke sendi banyak yang menuju ke sinovium. Pembuluh darah
mulai masuk melalui tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul. Jaringan
kapiler sangat tebal di bagian sinovium yang menempel langsung pada ruang
sendi. Hal ini memungkinkan bahan- bahan di dalam plasma berdifusi dengan
mudah ke dalam ruang sendi. Proses peradangan dapat sangat menonjol di
sinovium, karena di daerah tersebut banyak mendapat aliran darah, dan di
samping itu juga terdapat banyak sel mast dan sel lain, serta zat kimia yang
secara dinamis berinteraksi untuk merangsang dan memperkuat respons
peradangan.

Inervasi Saraf
Saraf-saraf otonom dan sensorik tersebar luas pada ligamen, kapsul sendi, dan
sinovium. Saraf-saraf ini berfungsi untuk memberikan sensitivitas pada
struktur-struktur ini terhadap posisi dan pergerakan. Ujung-ujung saraf pada
kapsul, ligamen, dan adventisia pembuluh darah sangat sensitif terhadap
peregangan dan perputaran.
Nyeri yang timbul dari kapsul sendi atau sinovium cenderung difus dan tidak
terlokalisasi. Sendi dipersarafi oleh saraf-saraf perifer yang menyeberangi
sendi. Hal ini berarti nyeri dari satu sendi mungkin dapat dirasakan pada sendi
lainnya, misalnya nyeri pada sendi panggul dapat dirasakan sebagai nyeri
lutut.

4
BAB II
KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Osteoarthrosis atau osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi
degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra,
panggul, lutut, dan pergelangan kaki paling sering terkena OA..(Soeroso,
2009). Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai
sendi-sendi penumpu berat badan dengan gambaran patologis yang berupa
memburuknya tulang rawan sendi, yang merupakan hasil akhir dari perubahan
biokimiawi, metabolisme fisiologis maupaun patologis yang terjadi pada
perendian (Dharmawirya, 2000).
Epidemiologi OA merupakan penyakit rematik sendi yang paling banyak
mengenai terutama pada orang-orang diatas 50 tahun. Di atas 85% orang
berusia 65 tahun menggambarkan OA pada gambaran x-ray, meskipun hanya
35%-50% hanya mengalami gejala. Umur di bawah 45 tahun prevalensi
terjadinya Osteoarthritis lebih banyak terjadi pada pria sedangkan pada umur
55 tahun lebih banyak terjadi pada wanita. Pada beberapa penelitian
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan terjadinya Osteoarthritis pada
obesitas, pada sendi penahan beban tubuh (Ariani, 2009).
Progresifitas dari OA biasanya berjalan perlahan-lahan, terjadi dalam
beberapa tahun atau bahkan dekade. Nyeri yang timbul biasanya menjadi
sumber morbiditas awal dan utama pada pasien dengan OA. Pasien dapat
secara progresif menjadi semakin tidak aktif beraktivitas, membawa kepada
morbiditas karena berkurangnya aktivitas fisik (termasuk penurunan berat
yang bermakna). Prevalensi OA berbeda-beda pada berbagai ras. OA lutut
lebih banyak terjadi pada wanita Afrika Amerika dibandingan dengan ras yang
lainnya. Terdapat kecenderungan bahwa kemungkinan terkena OA akan
meningkat seiring dengan pertambahan usia. Penyakit ini biasanya sebanding
jumlah kejadiannya pada pria dan wanita pada usia 45-55 tahun. Setelah usia
55 tahun, cenderung lebih banyak 3 terjadi pada wanita. Sendi distal
interfalangeal dan dan proksimal interfalangeal seringkali terserang sehingga
tampak gambaran Heberden dan Bouchard nodes, yang banyak ditemui pada
wanita (Lozada, 2009).
Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia 61 tahun.
Untuk osteoartritis lutut prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan
12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri waktu melakukan
aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat
nyeri yang berat dan terus menerus bisa mengganggu mobilitas. Diperkirakan
1 sampai 2 juta orang la njut usia di Indonesia menderita cacat karena OA.
(Soeroso. 2009)

5
B. Etiologi
Osteoarthritis terjadi karena adanya perubahan pada metabolisme tulang
rawan sendi khususnya sendi lutut. Peningkatan aktivitas enzim yang bersifat
merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi dan menurunnya sintesis
proteoglikan dan kolagen. Pada proses degenerasi kartilago articular akan
menghasilkan zat yang bisa menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang
merangsang makrofag untuk menghasilkan IL-1 sehingga meningkatkan
enzim proteolitik untuk degradasi matriks ekstraseluler (Sembiring, 2018).
Perubahan proteoglikan mengakibatkan tingginya resistensi tulang rawan
untuk menahan kekuatan tekanan dari sendi dan pengaruh yang lain yang
dapat membebani sendi. Menurunnya kekuatan tulang rawan akan disertai
perubahan yang tidak sesuai dengan kolagen dan kondrosit akan mengalami
kerusakan.
Selanjutnya akan terjadi perubahan komposisi molekuler dan matriks
rawan sendi yang diikuti oleh kelainan fungsi matriks rawan sendi. Jika dilihat
melalui mikroskop, terlihat permukaan tulang rawan mengalami fibrilasi dan
berlapis-lapis. Hilangnya tulang rawan akan menyebabkan penyempitan
rongga sendi (Sembiring, 2018).

C. Klasifikasi Penyakit
1. Berdasarkan lokasi
Osteoartritis adalah kondisi medis yang mempengaruhi sendi-sendi
tubuh, dan dapat terjadi di berbagai lokasi. Berikut adalah beberapa contoh
osteoartritis berdasarkan lokasi, yaitu :
a. Osteoartritis Lutut (Knee Osteoarthritis)
Ini adalah bentuk yang umum dari osteoartritis yang memengaruhi
lutut. Ini dapat menyebabkan nyeri, kemerahan, dan pembengkakan
pada sendi lutut.
b. Osteoartritis Pinggul (Hip Osteoarthritis)
Osteoartritis ini terjadi pada sendi pinggul dan dapat menyebabkan
nyeri panggul yang dalam, kaku, dan gangguan pergerakan.
c. Osteoartritis Tangan (Hand Osteoarthritis)
Terkadang disebut sebagai osteoartritis jari, kondisi ini memengaruhi
sendi-sendi tangan dan dapat menyebabkan nyeri, pembengkakan, dan
kehilangan fungsi jari.
d. Osteoartritis Tulang Belakang (Spinal Osteoarthritis)
Ini dapat mempengaruhi tulang belakang dan menyebabkan nyeri
punggung, kaku, dan gejala lainnya seperti radikulopati.

2. Berdasarkan etiologi

6
a. Osteoartritis primer
Ini adalah bentuk osteoartritis yang paling sering didiagnosis dan
dianggap sebagian besar terjadi karena “keausan” seiring berjalannya
waktu. Oleh karena itu, hal ini dikaitkan dengan penuaan; Faktanya,
usia adalah faktor risiko OA yang paling kuat dan semakin lama
seseorang menggunakan persendiannya, semakin besar kemungkinan
mereka menderita OA jenis ini. Secara teoritis, ini berarti bahwa OA
primer tidak dapat dihindari jika kita hidup sampai usia cukup lanjut.
Orang cenderung mengidap osteoartritis jenis ini mulai dari usia 55
atau 60 tahun. Penyakit ini mungkin terlokalisasi pada sendi tertentu;
oleh karena itu, OA primer biasanya dibagi lagi berdasarkan lokasi
terjadinya (misalnya tangan dan kaki, lutut, pinggul) meskipun dapat
juga melibatkan banyak sendi.

b. Osteoartritis sekunder
Bentuk osteoartritis ini disebabkan oleh kondisi yang menyebabkan
perubahan lingkungan mikro tulang rawan. Kondisi tersebut termasuk
trauma yang signifikan, kelainan sendi bawaan, cacat metabolik
(misalnya penyakit Wilson), infeksi, penyakit (misalnya neuropatik),
dan kelainan yang mengubah struktur normal dan fungsi tulang rawan
(misalnya Artritis Reumatoid, asam urat). Osteoartritis sekunder
cenderung muncul pada individu yang relatif muda berusia sekitar 45
atau 50 tahun.

Faktor risiko umum yang dapat menyebabkan osteoartritis


sekunder meliputi
1) Trauma
Patah tulang (umum terjadi saat berolahraga) meningkatkan
kemungkinan seseorang terkena OA pada sendi yang cedera.
Sayangnya, hal ini juga berarti bahwa orang tersebut lebih
mungkin menderita OA pada usia lebih muda dibandingkan
mereka yang menderita OA primer.
2) Obesitas
Dalam posisi satu kaki, 3-6 kali berat badan seseorang disalurkan
melalui lutut. Oleh karena itu, masuk akal bahwa peningkatan berat
badan akan menghasilkan kekuatan tambahan pada lutut saat
berjalan. Beban ini membebani persendian (terutama pada lutut
dan pinggul) dan menyebabkan persendian menjadi lebih cepat
rusak.

3) Gaya hidup yang tidak banyak bergerak


Hal ini tidak hanya mendorong penambahan berat badan tetapi
ketidakaktifan juga berkorelasi dengan melemahnya otot dan
tendon di sekitar persendian. Hal ini meningkatkan risiko
terjadinya OA karena otot tidak cukup kuat untuk menjaga sendi
tetap sejajar, stabil, dan tertopang. Oleh karena itu, sangat penting

7
untuk melakukan aktivitas berdampak rendah yang menekankan
peregangan, penguatan, postur, dan rentang gerak. Ini termasuk
aerobik, berenang dan yoga.

4) Keturunan
Studi epidemiologis mengenai riwayat keluarga baru-baru ini
menunjukkan bukti adanya pengaruh genetik terhadap OA
(khususnya di tangan, lutut, dan pinggul). Penelitian pada kembar
menunjukkan bahwa heritabilitas bervariasi tergantung pada sendi
yang terkena, namun secara keseluruhan, penelitian menunjukkan
heritabilitas OA sebesar 50% atau lebih. Penelitian juga
menunjukkan keterlibatan kromosom spesifik (misalnya 2q, 9q,
11q, dan 16p) dan gen seperti CRTM (protein matriks tulang
rawan), CRTL (protein penghubung tulang rawan), dan kolagen II,
IX, dan XI.

Penggunaan sendi yang berlebihan: Hal ini terjadi karena


penggunaan sendi yang berulang-ulang dalam suatu pekerjaan atau
selama aktivitas santai. Salah satu alasan terjadinya hal ini selama
bekerja adalah karena selama hari-hari yang panjang, otot-otot
secara bertahap akan menjadi lelah dan tidak lagi berfungsi sebagai
pelindung sendi yang efektif.

3. Berdasarkan tingkat keparahan OA


a. OA Ringan
Pada tingkat ini, gejalanya biasanya ringan, dan kerusakan pada sendi
mungkin masih terbatas. Nyeri dan kaku mungkin terjadi sesekali,
tetapi tidak signifikan.
b. OA Sedang
Pada tingkat sedang, gejalanya menjadi lebih terasa, dan ada tanda-
tanda kerusakan sendi yang lebih jelas pada gambaran radiologi. Ini
mungkin membatasi aktivitas sehari-hari.
c. OA Berat
OA berat ditandai dengan gejala yang parah, seperti nyeri kronis,
keterbatasan pergerakan yang signifikan, dan kerusakan sendi yang
lebih parah pada gambaran radiologi.
d. OA Kronis
Pada tingkat kronis, gejala dan kerusakan sendi telah berkembang
menjadi tingkat yang sangat mengganggu dan dapat mempengaruhi
kualitas hidup secara signifikan.

4. Berdasarkan tipe Osteoartritis (OA) dapat diklasifikasikan berdasarkan


tipe utama, yaitu OA nodular dan OA non-nodular
a. OA Nodular (Nodular Osteoarthritis)

8
Pada tipe OA nodular, seringkali terbentuk nodul atau tonjolan kecil
yang disebut osteofit di sekitar sendi yang terkena. Osteofit ini dapat
terasa keras atau teraba pada pemeriksaan fisik. Tipe ini biasanya
terkait dengan gejala nyeri dan kaku pada sendi yang terkena, dan
nodul osteofit dapat menjadi lebih besar seiring berjalannya waktu.

b. OA Non-Nodular (Non-Nodular Osteoarthritis)


Pada tipe OA non-nodular, tidak terdapat nodul osteofit yang
signifikan di sekitar sendi yang terkena. Gejala utama adalah nyeri dan
kaku pada sendi, tetapi tanpa pembentukan nodul yang mencolok.

5. Osteoartritis (OA) berdasarkan faktor risiko


a. Usia : Risiko OA meningkat seiring bertambahnya usia, dan OA sering
kali dianggap sebagai penyakit yang terkait dengan penuaan.
b. Faktor Genetik : Keturunan dapat memainkan peran dalam
meningkatkan risiko OA. Jika ada riwayat keluarga yang memiliki
OA, risiko Anda mungkin lebih tinggi.
c. Obesitas : Kegemukan atau obesitas adalah faktor risiko yang
signifikan untuk OA, terutama pada sendi-sendi yang mendukung
berat tubuh seperti lutut dan pinggul.
d. Aktivitas Fisik : Aktivitas fisik yang berlebihan atau cedera yang
terkait dengan aktivitas fisik tertentu dapat meningkatkan risiko OA.
e. Faktor Lingkungan : Paparan terhadap faktor lingkungan tertentu,
seperti bekerja di lingkungan yang berisiko atau memiliki paparan
terhadap getaran, juga dapat menjadi faktor risiko.

D. Manifestasi Klinis
Nyeri OA diakibatkan oleh 3 penyebab mayor: akibat gerakan dari faktor
mekanis, akibat inflamasi synovial. Pada OA tidak selalu ditemukan adanya
inflamasi. Hanya kira-kira 40% kasus yang disertai inflamasi yang disebabkan
oleh lepasnya Kristal kalsium-pirofosfat atau serpihan rawan sendi ke rongga
sendi. Pada kasus yang terjadi adalah nyeri akibat gerakan faktor mekanis.
Perubahan mekanikal disebabkan oleh perubahan anatomis yang lanjut akibat
beratnya penyakit. Nyeri mekanikal timbul setelah penderita melakukan
aktivitas dan tidak timbul pada pagi hari serta tidak disertai dengan kaku sendi
(joint stiffness).
Kaku pagi Nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri
atau tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam
waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.
Hambatan gerak sendi, biasanya bertambah berat perlahan sejalan dengan
pertambahan rasa nyeri. Hambatan gerakan dapat konsentris (seluruh arah
gerakan) atau eksentris (satu arah gerakan).

9
Krepitasi saat gerakan aktif karena adanya pergesekan kedua permukaan
tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau dimanipulasi secara pasif.
Krepitasi yang semakin jelas berhubungan dengan bertambah beratnya
penyakit.
Pembengkakan sendi akibat adanya osteofit marginal yang muncul pada
permukaan tulang rawan dan dapat mengubah permukaan sendi. Sendi yang
terkena secara perlahan-lahan dapat membesar. Tandatanda adanya
peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata,
dan warna kemerahan) dapat dijumpai pada OA karena sinovitis.

E. Patofisiologi

Osteoartritis selama ini dipandang sebagai akibat dari suatu proses


penuaan yang tidak dapat dihindari Namun, penelitian para pakar terbaru
menyatakan bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis
dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago
yang penyebabnya belum diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi diduga
merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul abnormal
dan produk degradasi kartilago di dalam cairan sinovial sendi yang
mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan kondrosit, dan nyeri. Jejas
mekanik dan kimiawi pada sinovial sendi yang terjadi multifaktorial antara
lain karena faktor umur, humoral, genetik, obesitas, stress mekanik atau
penggunaan sendi yang berlebihan, dan defek anatomik (Maya Yanuarti,
2014).
Kartilago sendi merupakan target utama perubahan degeneratif pada OA.
Kartilago sendi ini secara umum berfungsi untuk membuat gerakan sendi
bebas gesekan karena terendam dalam cairan sinovial dan sebagai "shock
absorber", penahan beban dari tulang. Pada OA, terjadi gangguan
homeostasis dari metabolisme kartilago sehingga terjadi kerusakan struktur
proteoglikan kartilago, erosi tulang rawan, dan penurunan cairan sendi (Maya
Yanuari, 2014). Tulang rawan (kartilago) sendi dibentuk oleh sel kondrosit
dan matriks ekstraseluler, yang terutama terdiri dari air (65%-80%),
proteoglikan, dan jaringan kolagen Kondrosit berfungsi mensintesis jaringan
lunak kolagen tipe II untuk penguat sendi dan proteoglikan untuk membuat
jaringan tersebut elastis, serta memelihara matriks tulang rawan sehingga
fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik Kartilago tidak
memiliki pembuluh darah sehingga proses perbaikan pada kartilago berbeda
dengan jaringan-jaringan lain. Di kartilago, tahap perbaikannya sangat
terbatas mengingat kurangnya vaskularisasi dan respon inflamasi sebelumnya
(Maya Yanuarti, 2014) Secara umum, kartilago akan mengalami replikasi dan
memproduksi matriks baru untuk memperbaiki diri akibat jejas mekanis
maupun kimiawi.
Namun dalam hal ini, kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas
dan memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks

10
ekstraseluler, termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI, dan X yang
berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek. Akibatnya. terjadi
perubahan pada diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah
biomekanik kartilago, sehingga kartilago sendi kehilangan sifat
kompresibilitasnya (Maya Yamuarti, 2014). Beberapa keadaan seperti
trauma/jejas mekanik akan menginduksi pelepasan enzim degradasi seperti
stromelysin dan Matrix Metalloproteinases (MMP). Stromelysin
mendegradasi proteoglikan sedangkan MMP mendegradasi proteoglikan dan
kolagen matriks ekstraseluler MMP diproduksi oleh kondrosit, kemudian
diaktifkan melalui kaskade yang melibatkan proteinase serin (aktivator
plasminogen), radikal bebas, dan beberapa MMP tipe membran Kaskade
enzimatik ini dikontrol oleh berbagai inhibitor, termasuk TIMP dan inhibitor
aktivator plasminogen.
Tissue inhibitor of metalloproteinases (TIMP) yang umumnya berfungsi
menghambat MMP tidak dapat bekerja optimal karena di dalam rongga sendi
ini cenderung bersifat asam oleh karena stromelysin (pH 5,5), sementara
TIMP baru dapat bekerja optimal pada pl1 75 (Maya Yanuarti, 2014).
Agrekanase akan memecah proteoglikan di dalam matriks rawan sendi yang
disebut agrckan. Ada dua tipe agrekanase yaitu agrekanase I (ADAMT-4) dan
agrekanase 2 (ADAMI-11). Enzim lain yang turut berperan merusak kolagen
tipe II dan proteoglikan adalah katepsin, yang bekerja pada pH rendah,
termasuk proteinase aspartat (katepsin D) dan proteinase sistein (katepsin B,
H. K. L. dan S) yang disimpan di dalam lisosom kondrosit Hialuronidase
tidak terdapat di dalam rawan sendi, tetapi glikosidase laini turut berperan
merusak proteoglikan (Maya Yanuarti, 2014).
Pada osteoartritis, mediator-mediator inflamasi ikut berperan dalam
progresifitas penyakit. Selain pelepasan enzim-enzim degradasi, faktor faktor
pro inflamasi juga terinduksi dan dilepaskan ke dalam rongga sendi, seperti
Nitric Oxide (NO), IL-10, dan TNF-a. Sitokin sitokin ini menginduksi
kondrosit untuk memproduksi protease, kemokin, dan eikosanoid seperti
prostaglandin dan leukotrien dengan cara menempel pada reseptor di
permukaan kondrosit dan menyebabkan transkripsi gen MMP sehingga
produksi enzim tersebut meningkat Akibatnya sintesis matriks terhambat dan
apoptosis sel meningkat (Maya Yanuari, 2014).
Sitokin yang terpenting adalah IL-1 IL-1 berperan menurunkan sintesis
kolagen tipe II dan IX dan meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III,
sehingga menghasilkan matriks rawan sendi yang berkualitas buruk Pada
akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan
terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik (Maya Yanuarti, 2014)
Etiopatogenesis osteoarthritis (OA) dibagi menjadi 3 stage (tahap). yaitu
stage 1, stage 2. dan stage 3. Pada stage I terjadi kerusakan proteolitik pada
matrix cartilago Stage 2 melibatkan fibrilasi dan erosi pada permukaan
kartilago dan pada stage 3 produk-produk yang dihasilkan oleh kerusakan

11
kartilago menyebabkan suatu respon inflamasi kronis Setelah melalui tahap-
tahap tersebut, maka akan terjadi progressifitas lebih jauh dimana kejadian
tersebut akan menyebabkan tubuh melakukan kompensasi dengan cara
terjadinya pertumbuhan tulang baru dengan tujuan menstabilkan persendian,
namun hal ini akan merubah struktur persendian. Beberapa kelainan juga
biasa dikategorikan sebagai subsets of primary osteoarthritis yang terdiri dari
primary generalized osteoarthritis erosive osteoarthritis, dan condromalacia
patellar Tingkat keparahan osteoarthritis dapat diklasifikasikan berdasarkan
gambaran radiologi yang didapat. Metode pengklasifikasian yang digunakan
secara universal saat ini adalah Sistem Kellgren- Lawrence yang terdiri dari
grade I. II. III. dan IV (Carlos J Lozada et al, 2015).

12
Skema Patofisiologi

Faktor Risiko :
- Usia
- Jenis kelamin
- Penyakit metabolic
- Pekerjaan
- Olahraga
- Kelainan pertumbuhan
- Trauma
- Obesitas
- Gaya hidup yang tidak
banyak bergerak
- Keturunan

Menyebabkan terjadinya gangguan


homeostatis metabolism kartilago
pada sendi lutut

Kerusakan struktur Perubahan membran Peningkatan


proteoglikan sinovial pada lutut vaskularisasi
kartilago sendi lutut

OSTEOARTHRITIS
SENDI LUTUT

13
Pelunakan dan Kontraktur dan Pembentukan osteofit
iregularitas sendi instabilitas sendi lutut pada sendi lutut
lutut

Hambatan mobilitas Peningkatan tekanan


Kekakuan sendi lutut
risiko tinggi artikular sendi lutut

Kompresi saraf sendi


Deformitas sendi lutut
lutut

Nyeri

Peningkatan beban
Tindakan pembedahan Osteotomi / artroplast
sendi lutut

Ansietas Risiko Tinggi Infeksi

14
F. Penatalaksanaan Penyakit
1. Medikamentosa
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk
osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang
diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas
dan mengurangi ketidak
mampuan. Obat-obat anti inflamasinon steroid (OAINS)
bekerja sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi
sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau
menghentikan proses patologis osteoartritis.
a. Analgesic yang dapat dipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari
atau profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun
perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal.
b. Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS
seperti fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis untuk
osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis penuh untuk arthritis rematoid.
Karena pemakaian biasanya untuk jangka panjang, efek samping
utama adalah ganggauan mukosa lambung dan gangguan faal ginjal.
c. Injeksi cortisone
Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid pada engsel yang mempu
mengurangi nyeri/ngilu.
d. Suplementasi-visco
Tindakan ini berupa injeksi turunan asam hyluronik yang akan
mengurangi nyeri pada pangkal tulang. Tindakan ini hanya dilakukan
jika osteoarhtritis pada lutut.

2. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh
yang kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi
yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan
kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada lutut berlebihan karena
kakai yang tertekuk (pronatio).

3. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus
menjadi program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan
seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.

4. Dukungan psikososial

15
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya
yang menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu
pihak pasien ingin
menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain
turut memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan
untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.

5. Persoalan Seksual
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada
tulang belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus
dimulai dari dokter karena biasanya pasien enggan mengutarakannya.

6. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang
meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan yang tepat.
Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi
rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi
dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai
sumber panas dapat dipakai seperti Hidrokolator, bantalan elektrik,
ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran panas.
Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan
memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis.
Latihan isometrik lebih baik dari pada isotonik karena mengurangi
tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang yang timbul pada
tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke sendi oleh
karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang peran
penting terhadap perlindungan rawan sendi dari beban, maka penguatan
otot-otot tersebut adalah penting.

7. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan
sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi.
Tindakan yang dilakukan
adalah osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian
debridement sendi untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi,
pebersihan osteofit.
a. Penggantian engsel (artroplasti)
Engsel yang rusak akan diangkat dan diganti dengan alat yang terbuat
dari plastik atau metal yang disebut prostesis.
b. Pembersihan sambungan (debridemen)
Dokter bedah tulang akan mengangkat serpihan tulang rawan yang
rusak dan mengganggu pergerakan yang menyebabkan nyeri saat

16
tulang bergerak. Penataan tulang. Opsi ini diambil untuk osteoatritis
pada anak dan remaja. Penataan dilakukan agar sambungan/engsel
tidak menerima beban saat bergerak

8. Terapi konservatif
Mencakup penggunaan kompres hangat, penurunan berat badan, upaya
untuk menhistirahatkan sendi serta menghindari penggunaan sendi yang
berlebihan pemakaian alat-alat ortotail. Untuk menyangga sendi yang
mengalami inflamasi (bidai penopang) dan latihan isometric serta
postural. Terapi okupasioanl dan fisioterapi dapat membantu pasien untuk
mengadopsi strategi penangan mandiri.

G. Collaborative Care Management


1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan serologi (untuk indikasi inflamasi) dan cairan synovial
dalam batas normal, pemeriksaan mikroskopi.
b. Foto Rontgent polos menunjukkan penurunan progesif massa.
c. Pemeriksaan zat besi dan kalsium.

2. Medikasi
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang
timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi
menifestasi-manifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi.
a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid (AINS), Inhibitor Siklooksigenase-2
(COX 2), dan Asetaminofen.
Untuk mengobatirasa nyeri yang timbul pada AO lutut, penggunaan
obat AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada
penggunaan asetaminofen. Namun karena resiko toksisitas obat AINS
lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat
pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain
untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan
cara mengombinasikannyadengan menggunakan inhibitor COX-2.
b. Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat-obatan
yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam
hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan
sebagainya.

3. Pembedahan
a. Artoskopi merupakan prosedur minimal operasi dan menyebabkan
infeksi yang rendah (dibawah 0,1%). Pasien dimasukkan ke dalam

17
kelompok 1 debridemen artroskopi, kelompok 2 lavage artoskopi,
kelompok 3 merupakan kelompok placebo hanya dengan incise kulit.
Setelah 24 bulan melakukan prosedur tersebut didapatkan hasil yang
signifikan pada kelompok 3 dari pada kelompok 1 dan 2.
Khondroplasti : menghilangkan fragmen kartilago. Prosedur ini
digunakan untuk mengurangi gejala osteofit pada kerusakkan
meniscus. Autologous chondrocyte transplantation (ACT)
transplantation (OCT). (Michael et al, 2010) Autologous osteochondral
b. Artroplasti
Pada kasus yang sudah parah, kalau nyeri sudah tak dapat ditahan,
boleh dilakukan artroplasti. Artroplasti tidak banyak memperbaiki
mobilitas, tetapi menyembuhkan nyeri.
c. Alternatif lain adalah arthrodesis.

4. Terapi konservatif
Terapi konservatif yang dilakukan meliputi edukasi kepada pasien,
pengaturan gaya hidup, apabila pasien termasuk obesitas harus
mengurangi berat badan, jika memungkinkan tetap berolah raga (pilihan
berolahraga yang lebih ringan seperti bersepeda, berenang, jogging).

5. Fisioterapi
Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching, akupuntur,
transverse friction (teknik pemijitan khusus untuk penderita AO), latihan
stimulasi otot, elektroterapi.

6. Diet
a. Vitamin C,
Antioksidan yang terkandung pada vitamin c dapat membantu
pertumbuhan tulang lunak.
b. Vitamin D.
Membantu menanggulangi rusaknya tulang lunak dan mengurangi
resiko jarak antar sendi menyempit.
c. Beta-karoten.
Antioksidan untuk membantu melawan radikal bebas.
Asam lemak omega-3.
d. Omega-3 mengurangi peradangan pada tubuh dengan menekan
produksi sitokinindan enzim yang merusak tulang lunak.
e. Bioflavanoid, jenis seperti quercetin dan anthocyanidins membentuk
antioksidan.

7. Aktivitas

18
Ada tiga macam/tipe/sifat aktivitas fisik yang dapat dilakukan untuk
mempertahankan kesehatan tubuh :
a. Ketahanan (endurance)
Untuk mendapatkan ketahanan maka aktivitas fisik harus dilakukan
selama 30 menit (4-7 hari perminggu).
b. Kelenturan (flexyibility)
Aktivitas fisik yang sifatnya kelenturan dapat membantu pergerakkan
lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan
sendi tetap berfungsi dengan baik.
c. Kekuatan (strength)
Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot
tubuh dalam menahan suatu beban yang diterima, tulang tetap kuat dan
mempertahankan bentuk tubuh serta membantu pencegahan terhadap
penyakit.

8. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan mencakup untuk pasien dan keluarga, yaitu:
a. Menjelaskan mengenai osteoarthritis
b. Menjelasan mengenai diet yang sesuai untuk penderita osteoarthritis
o Vitamin C
Antioksidan yang terkandung pada vitamin c dapat membantu
pertumbuhan tulang lunak.
o Vitamin D
Membantu menanggulangi rusaknya tulang lunak dan
mengurangi resiko jarak antar sendi menyempit.
o Beta-karoten
Antioksidan untuk membantu melawan radikal bebas.
o Asam lemak omega-3
Omega-3 mengurangi peradangan pada tubuh dengan menekan
produksi sitokinindan enzim yang merusak tulang lunak.
o Bioflavanoid, jenis seperti quercetin dan anthocyanidins
membentuk antioksidan.
c. Menjelaskan agar osteoarthritis yang diderita tidak semakin parah dan
agar persendiannya tetap terpakai.

19
BAB III
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian Fokus Pada Osteoarthritis


a. Pengkajian identitas klien
(Nama, umur, agama, Pendidikan, pekerjaan, dan Alamat)  terutama
faktor risiko yang menyebabkan terjadinya osteoarthritis, seperti umur dan
pekerjaan
b. Pemeriksaan fisik dengan fokus pemeriksaan pada B6 (Bone)
- Look (keluhan nyeri yang merupakan keluhan utama yang sering
mendoorng pasien untuk meminta tolong meskipun mungkin sebelumnya
sendi sudah kaku dan berubah bentuk)
- Feel ( tanda adanya peradangan pada sendi)
- Move (Hambatan gerak sendi biasanya semakin berat secara perlahan
sejalan dengan bertambahnya nyeri).
c. Riwayat Kesehatan Dahulu dan Sekarang
Infeksi seperti TORCH, kelainan immunologi dan penyakit DM dapat ikut
menyebabkan terjadinya OA.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam keluarganya ada atau tidak yang mempeunyai penyakit
menurun, penyakit menular.
e. Pemeriksaan umum (keadaan umum penderita, gizi, kelainan bentuk
badan, kesadaran, adanya anemia, cynose, loterus atau dypnoe, reflek
terutama lutut)
f. TTV

20
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
Keperawatan Kriteria Hasil
D. 0054 L. 05042 I. 05173 Observasi Observasi S=
Gangguan Mobilitas Fisik Dukungan 1. Untuk 1. Mengidentifikasi Klien mengeluh
Mobilitas Fisik b.d Mobilisasi mengetahui adanya nyeri sudah mulai bisa
Gangguan Setelah dilakukan apakah terdapat atau keluhan menggerakan
muskuloskeletal Tindakan selama Observasi nyeri atau fisik lainnya ekstremitas secara
d.d penurunan 2x24 jam, 1. Identifikasi keluhan fisik 2. Mengidentifikasi perlahan dan cemas
rentang gerak diharapkan tingkat adanya nyeri lainnya oleh klien toleransi fisik berkurang
(ROM) mobilitas fisik atau keluhan 2. Untuk melakukan
meningkat dengan fisik lainnya mengetahui pergerakan O=
Definisi : kriteria hasil : 2. Identifikasi sejauh mana klien 3. Memonitor Nyeri berada di
Keterbatasan dalam 1. Pergerakan toleransi fisik dapat melakukan tekanan jantung skala 2
gerakan fisik dari ekstremitas melakukan pergerakan dan tekanan
satu atau lebih meningkat pergerakan 3. Untuk darah sebelum A=
ekstremitas secara 2. Kekuatan otot 3. Monitor tekanan mengetahui dan memulai Masalah teratasi
mandiri meningkat jantung dan mengusahakan mobilisasi sebagian
3. Rentang gerak tekanan darah kondisi jantung 4. Memonitor
DS : (ROM) sebelum dan TD klien kondisi umum P=
1. Mengeluh sulit meningkat memulai dalam keadaan selama Intervensi tetap
menggerakkan 4. Nyeri menurun mobilisasi normal, juga melakukan dilanjutkan jika
ekstremitas 5. Kecemasan 4. Monitor kondisi kondisi umum mobilisasi tingkat mobilitas
2. Nyeri saat menurun umum selama klien aman fisik menurun
bergerak 6. Kaku sendi melakukan sebelum memulai Terapeutik
3. Merasa cemas menurun mobilisasi mobilisasi 1. Memfasilitasi
saat bergerak 7. Gerakaan tidak sehingga tidak aktivitas
terkoordinasi Terapeutik mempengaruhi mobilisasi
DO : menurun 1. Fasilitasi atau dengan alat bantu

21
1. Kekuatan otot 8. Gerakan terbatas aktivitas memperparah (mis. pagar
menurun menurun mobilisasi kondisi fisik klien tempat tidur)
2. Rentang gerak 9. Kelemahan fisik dengan alat 2. Memfasilitasi
(ROM) menurun menurun bantu (mis. pagar Terapeutik melakukan
3. Sendi kaku tempat tidur) 1. Untuk membantu pergerakan
4. Gerakan tidak 2. Fasilitasi klien dalam 3. Melibatkan
terkoordinasi melakukan melakukan keluarga untuk
5. Gerakan terbatas pergerakan latihan aktivitas membantu pasien
6. Fisik lemah 3. Libatkan mobilisasi dalam
keluarga untuk 2. Untuk membantu meningkatkan
membantu pasien klien dalam pergerakan
dalam mempercepat
meningkatkan proses pemulihan Edukasi
pergerakan dengan 1. Menjelaskan
melakukan terapi tujuan dan
Edukasi aktivitas prosedur
1. Jelaskan tujuan pergerakan mobilisasi
dan prosedur 3. Untuk juga 2. Menganjurkan
mobilisasi melibatkan melakukan
2. Anjurkan keluarga dalam mobilisasi dini
melakukan proses pemulihan 3. Anjurkan
mobilisasi dini kondisi klien mobilisasi
3. Anjurkan sederhana yang
mobilisasi Edukasi harus dilakukan
sederhana yang 1. Agar pasien (mis. duduk di
harus dilakukan mengetahui tempat tidur,
(mis. duduk di tujuan dan duduk di sisi
tempat tidur, prosedur tempat tidur,

22
duduk di sisi dilakukannya pindah dari
tempat tidur, mobilisasi tempat tidur ke
pindah dari 2. Untuk kursi)
tempat tidur ke mempercepat
kursi) proses pemulihan
klien melalui
aktivitas
mobilisasi dini
dan sederhana

23
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Osteoarthrosis atau osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif
yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan
pergelangan kaki paling sering terkena OA..(Soeroso, 2009). Osteoartritis
merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi-sendi penumpu
berat badan dengan gambaran patologis yang berupa memburuknya tulang rawan
sendi, yang merupakan hasil akhir dari perubahan biokimiawi, metabolisme
fisiologis maupaun patologis yang terjadi pada perendian (Dharmawirya, 2000).

SARAN
1. Bagi Pasien Dan Keluarga
Diharapkan untuk pasien dan terkhusus kepada keluarga melalui makalah ini
dapat sebagai bahan referensi untuk informasi tentang edukasi kesehatan
mengenai Osteoartritis.
2. Bagi Pihak Rumah Sakit
Makalah ini dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi rumah sakit,
khususnya dalam memenuhi kebutuhan dasar para penderita Osteoartritis.
3. Bagi Pihak Institusi STIKES Suaka Insan
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai sumber informasi dan
referensi bacaan dalam bidang ilmu keperawatan, khususnya bagi dosen dan
mahasiswa keperawatan.
4. Bagi Mahasiswa
Makalah ini dapat menjadi sumber informasi bagi mahasiswa keperawatan
sehingga dapat membantu dalam proses pembelajaran asuhan keperawatan
osteoartritis, sesuai dengan kode etik dan panduan perawatan osteoartritis.
Serta mahasiswa dapat melengkapi sumber bacaan atau informasi seperti
di perpustakaan, jurnal penelitian, dan lain-lain guna membantu
meningkatkan pengetahuan

24
DAFTAR PUSTAKA

Bailey, Hamilton. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat. 11 ed. Jogjakarta: Gajah
Mada University Press.
Bajpai. 1991.Osteologi Tubuh Manusia. Jakarta: Binarupa Aksara.
Carpenito, Lynda Jual. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.
Jakarta: EGC. Penyakit. Jakarta: EGC.
Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan. Jakarta.
Guyton. 1991. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC.
Himawan, S. 1990. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta: FKUI.
Hunter, D. J., & Bierma- Zeinstra, S. (2009).
Osteoarthritis. The Lance, 393(10182).
Junaidi, I. 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer Cetakan Kedua. Penerbit
PT Bhuana Ilmu Populer.
Kozier, Barbara. 2000. Fundamental of Nursing: Concepts, Process and Practice
Sixth Edition. California: Menlo Park.
Lippincott dkk. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta:
PT Indeks.
Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Muskuloskeletal
Moore K.L., Dalley A.F., Agur A.M.R. 2010. Clinically Oriented Anatomy 6th
Edition Lippincott William and Wilkins. Amerika. 246-53. Jakarta:
Erlangga
Priharjo, Robert. 1996. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Reeves, Charlene, et al. 1999. Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa Joko
Setiyono. Edisi I. Jakarta: Salemba Medika.
Sabiston. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare B. G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner &Suddarth (Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.
Smith, Yolanda. 2015. ”Osteoarthritis Types“.
Sudoyo, Aru, dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 5. Jakarta:
Internal Publishing.

25
Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis
pada Sekelompok Osteoporosis di RSIJ, 2005. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan, Vol. 2, No. 2, Juli 2006: 107-126.

26
LAMPIRAN

27
Pertanyaan saat presentasi
1. Apa perbedaan osteoartrhritis dan rheumatoid artrhritiss? (Pertanyaan oleh Sr.
Maria Imakulata Wea)
2. Pada osteoartrhritis ada terdapat operasi pergantian sendi secara total. Nah,
tindakan keperawatan apa saja yang dapat dilakukan pasca operasi tersebut?
(Pertanyaan oleh Ahmad Surya Panarang)

Jawaban :
1. Perbedaan osteoartrhritis dan rheumatoid artrhritis, yaitu :
Osteoarthritis Rheumatoid Arthritis
1. Penyakit penuaan (degeneratif) 1. Berkaitan erat dengan sistem
2. Cenderung berkembang lambat imun, di mana imunnya bersifat
3. Faktor resiko lainnya adalah autoimun
karena obesitas, trauma 2. Cenderung berkembang cepat dan
4. Kebanyakan terjadi pada sendi memburuk cepat
jari, lutut, pinggang, dan tulang 3. Faktor resiko lainnya adalah
belakang obesitas, usia lanjut, dan olahraga
5. Terjadi pada satu tempat saja berlebih
4. Bisa terkena di semua sendi di
tubuh
5. Simetris (kalau lutut kanan kena,
lutut kiri juga kena)

2. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pasca operasi tersebut, yaitu :


1) Monitor tanda-tanda vital, termasuk suhu dan tingkat kesadaran, setiap 4
jam atau lebih sering jika diindikasikan. Laporkan perubahan nyata atau
temuan yang tidak diantisipasi ke dokter.
Pengkajian rutin ini memberi informasi mengenai status kardiovaskular
pasien dan dapat memberi indikasi awal komplikasi seperti perdarahan
berlebihan, kekurangan volume cairan, dan infeksi.
2) Lakukan pemeriksaan neurovaskular (warna, suhu, nadi, dan capillary
refill, gerakan dan sensasi) pada ekstremitas yang terkena setiap jam

28
selama 12 hingga 24 jam pertama, kemudian setiap 2 hingga 4 jam.
Laporkan temuan abnormal ke dokter dengan segera.
Pembedahan dapat mengganggu suplai darah ke atau inervasi
ekstremitas yang terkena. Jika demikian, intervensi cepat penting untuk
mempertahankan fungsi ekstremitas.
3) Monitor perdarahan insisi dengan mengosongkan dan mencatat drainase
suction setiap 4 jam dan mengkaji balutan secara sering.
Kehilangan darah yang banyak dapat terjadi dengan penggantian sendi
total, terutama penggantian panggul total.
4) Kuatkan balutan jika diperlukan.
Balutan biasanya diganti 24 hingga 48 jam setelah pembedahan, tetapi
dapat ditekan jika terjadi perdarahan berlebih
5) Pertahankan infusi intravena dan pencatatan asupan dan haluaran yang
akurat selama periode awal pascaoperasi.
Pasien berisiko mengalami kekurangan volume cairan di awal periode
pascaoperasi karena kehilangan darah dan cairan selama pembedahan,
dan juga efek anestesi.
6) Pertahankan tirah baring dan posisi yang diprogramkan pada ekstremitas
yang terkena menggunakan sling, belat abduksi, rungkup, immobilizer,
atau alat lain yang diprogramkan.
Pemosisian yang tepat ekstremitas yang terkena penting pada periode
awal pascaoperasi sehingga prostesis sendi tidak menjadi terdislokasi
atau pindah tempat.
7) Bantu pasien mengganti posisi minimal setiap 2 jam ketika tirah baring.
Mengganti posisi membantu mencegah ulkus tekan dan komplikasi lain
imobilitas.
8) Ingatkan pasien untuk menggunakan spirometer insentif, untuk batuk,
dan untuk napas dalam mininal setiap 2 jam.
Tindakan ini penting untuk mencegah komplikasi pernapasan seperti
pneumonia.

29
9) Kaji tingkat kenyamanan pasien secara sering. Pertahankan PCA, infusi
epidural, atau analgesia lain yang diprogramkan untuk meningkatkan
kenyamanan.
Manajemen nyeri adekuat meningkatkan penyembuhan dan mobilitas.
10) Bantu pasien turun dari tempat tidur sesegera mungiin jika
diperbolehkan.

Leaflet

30
31

Anda mungkin juga menyukai