Anda di halaman 1dari 23

OSTEOARTHRITIS GENU

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah


Di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang

Disusun Oleh:
Jihan Fatmawati
H3A020106

Dosen Pembimbing:
dr. Umar Kharisma Islami, Sp. OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Jihan Fatmawati


NIM : H3A020106
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang
Kepaniteraan Klinik : Ilmu Bedah
Pembimbing : dr. Umar Kharisma Islami, Sp. OT

Telah diperiksa dan disahkan pada


30 Agustus 2021
Pembimbing

dr. Umar Kharisma Islami, Sp. OT

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................2
2.1 Anatomi Genu.......................................................................................2
2.2 Fisiologi Genu.......................................................................................5
2.3 Osteoarthritis Genu...............................................................................7
2.3.1 Definisi Osteoarthritis Genu.................................................................7
2.3.2 Etiologi dan Faktor Risiko....................................................................7
2.3.3 Epidemiologi.........................................................................................8
2.3.4 Klasifikasi OA.......................................................................................8
2.3.5 Patofisiologi..........................................................................................9
2.3.6 Manifestasi Klinis...............................................................................10
2.3.7 Diagnosis Banding..............................................................................12
2.3.8 Tatalaksana..........................................................................................13
2.3.9 Prognosis.............................................................................................17
BAB III..................................................................................................................18
KESIMPULAN......................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Osteoartritis (OA) merupakan bentuk artritis yang paling sering ditemukan


di masyarakat, bersifat kronis, berdampak besar dalam masalah kesehatan
masyarakat. Osteoartritis dapat terjadi dengan etiologi yang berbeda-beda, namun
mengakibatkan kelainan bilologis, morfologis, dan keluaran klinis yang sama.
Harus dipahami bahwa pada OA merupakan penyakit dengan progresifitas yang
lambat.1

Terdapat beberapa faktor risiko OA, yaitu: obesitas, kelemahan otot,


aktivitas fisik yang berlebihan atau kurang, trauma sebelumnya, penurunan fungsi
proprioseptif, faktor keturunan menderita OA, dan faktor mekanik. Faktor risiko
tersebut mempengaruhi progresifitas kerusakan rawan sendi dan pembentukan
tulang yang abnormal. Karakteristik OA ditandai dengan keluhan nyeri sendi dan
gangguan pergerakan yang terkait dengan derajat kerusakan pada tulang rawan.
Proses penyakitnya tidak hanya mengenai rawan sendi namun juga mengenai
seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul, dan jaringan
sinovial serta jaringan ikat periartikular. Pada stadium lanjut rawan sendi
mengalami kerusakan yang ditandai dengan adanya fibrilasi, fissure, dan ulserasi
yang dalam pada permukaan sendi.2

Diperkirakan 15% dari seluruh populasi terkena dampak penyakit ini. OA


dianggap sebagai suatu kondisi kegagalan organ (sendi sinovium) dibandingkan
suatu kondisi penyakit kartilago atau tulang. Saat ini OA merupakan salah satu
dari 10 penyakit penyebab disabilitas di negara berkembang. Insiden dan
prevalensi OA semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Menurut
WHO pada tahun 2025 populasi usia lanjut di Indonesia akan meningkat 414%
dibanding tahun 1990. Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara
radiologis mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur antara
40-60 tahun.2

1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Genu
Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang, sendi genu
merupakan bagian dari ekstremitas inferior yang menghubungkan tungkai
atas dengan tungkai bawah. Sendi genu adalah sendi paling besar dalam
tubuh, sangat komplek karena mempunyai otot fleksor dan ekstensor yang
kuat serta mempunyai ligamen yang kuat, fungsi dari sendi genu untuk
mengatur pergerakan dari kaki, tulang-tulang yang dipadukan dengan
berbagai cara misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon,
fascia, atau otot, terdapat tiga tipe sendi, yaitu :3

1. Sendi fibrosa (sinartrodial), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.


2. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial), merupakan sendi yang dapat sedikit
bergerak.
3. Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan
dengan bebas.

Persendian ini adalah lokasi yang paling sering mengalami patologi,


dengan osteoartritis genu.3

1. Tulang Pembentuk
Tulang yang membentuk sendi genu, yaitu :
a. Tulang femur
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang
kerangka pada bagian pangkal yang behubungan dengan acetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut caput femoris, di sebelah atas
dan bawah dari columna femoris terdapat trochanter mayor dan
throchanter minor, di bagian ujung membentuk persendian genu,
terdapat dua buah tonjolan yang di sebut condylus medialis dan
condylus lateralis, di antara kedua condylus ini terdapat lekukan
tempat letaknya tulang tempurung genu (patella) yang di sebut dengan
fossa condylus.3

3
b. Tulang tibia
Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal
melekat pada os fibula, pada bagian ujung membentuk persendian
dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut os
malleolus medialis.3
c. Tulang fibula
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian genu dengan os femur pada bagian ujungnya,
terdapat tonjolan yang di sebut os malleolus lateralis atau mata kaki
luar.4
d. Tulang patella
Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada
tulang femur, jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah
tetap dan yang berubah hanya jarak patella dengan femur, fungsi
patella di samping sebagai perekat otot-otot atau tendon adalah
sebagai pengungkit sendi genu, pada posisi fleksi genu 90° kedudukan
patella di antara kedua condylus femur dan saat ekstensi maka patella
terletak pada permukaan anterior femur.4
2. Ligamen tulang di ikat bersamaan bukan dengan tulang namun oleh
ligamen dan otot. Ligamen yang bertugas adalah ligamen collateral dan
ligamen cruciatum. Ligamen cruciatum terletak di dalam kapsul sendi dan
area itu disebut sebagai ligamen intracapsular, yang terletak diantara
condylus medial dan lateral.4
3. Otot penyusun dalam sendi genu dibedakan menjadi dua gerakan utama,
yaitu fleksi dan ekstensi. Untuk dapat melakukan gerakan tersebut di
butuhkan kelompok otot di sekitar sendi genu, berikut ini adalah
kelompok otot yang membantu pergerakan fleksi dan ekstensi genu:5
a. Fleksor Genu, kelompok otot fleksor genu adalah hamstring yang
terdiri dari biceps femoris, semitendinosus, dan semimembranosus,
selain itu juga di bantu otot-otot gracilis, sartorius, gastrocnemius,
popliteus, dan plantaris.

4
b. Ekstensor Genu, kelompok otot ekstensor genu adalah quadriceps
yang terdiri dari rectus femoris, vastus medialis, vastus intermedius,
dan vastus lateralis, ke empat otot quadriceps bersatu membentuk
tendon dan melekat pada tulang tibia (tuberositas tibialis) melalui
ligamen patella.
4. Bursa merupakan suatu kantung tertutup dari jaringan areolar, dindingnya
lembek saling terpisah oleh suatu lapisan cairan licin yang menyerupai
putih telur, sebagian suatu pelumas dan untuk mengurangi gesekan antara
tulang, otot, tendon serta memungkinkan gerakan lebih bebas.5
5. Persyarafan pada sendi genu berfungsi untuk mengatur pergerakan pada
sendi genu, sehingga sendi genu disarafi oleh:5
a. N. Femoralis.
b. N. Obturatorius.
c. N. Peroneus communis.
d. N. Tibialis.
6. Kapsul sendi merupakan pengikat kedua tulang yang bersendi agar tulang
tetap berada pada tempatnya pada waktu terjadi gerakan, tersusun atas
fibrosis dan membran synovial internal yang melapisi semua permukaan
internal cavitas artikularis yang tidak di lapisi kartilago artikularis, kapsul
sendi terdiri dari :5
a. Lapisan luar
Di sebut juga fibrous capsul, terdiri dari jaringan penghubung yang
kuat, tidak teratur, dan akan berlanjut menjadi lapisan fibrous dari
periosteum yang menutupi bagian tulang, dan sebagian lagi akan
menebal membentuk ligamentum.
b. Lapisan dalam
Di sebut juga synovial membran, bagian dalam membatasi cavum
sendi dan bagian luar merupakan bagian dari artikular kartilago,
membran ini menghasilkan cairan synovial yang terdiri dari serum
darah dan cairan sekresi dari sel synovial, cairan synovial ini
merupakan campuran yang kompleks dari polisakarida protein, lemak

5
dan sel-sel lainnya, polisakarida ini mengandung hyaluronic acid
yang merupakan penentu kualitas dari cairan synovial dan berfungsi
sebagai pelumas dari permukaan sendi sehingga sendi mudah
digerakkan.

Gambar 2.1 Anatomi Genu

2.2 Fisiologi Genu


Sendi lutut merupakan sendi yang sangat kompleks, yang dapat
bergerak dan memungkinkan seseorang berjalan, dan juga dapat menahan
beban tubuh dalam proporsi yang besar. Sendi lutut dikatakan sebagai sendi
engsel karena struktur dan lingkup gerak sendi yang menyerupai engsel.
Fungsi dasar sendi lutut adalah:4

1. Memberikan stabilitas untuk tumpuan berat badan.


2. Memungkinkan terjadinya mobilitas/gerakan pada tungkai.
3. Meneruskan/mentransmisi beban dari tubuh bagian atas dan paha ke
tungkai bawah.

Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi lutut adalah fleksi dan
ekstensi, dan pada beberapa posisi tertentu, rotasi eksternal dan internal juga

6
dapat dilakukan. Gerakan rotasi sendi lutut dapat terjadi saat sendi sedikit
fleksi. Gerakan ini terjadi terutama antara tibia dan meniskus, dan paling
bebas bergerak saat tungkai bawah fleksi pada sudut tertentu terhadap paha.
Posisi istirahat/netral sendi lutut adalah sedikit fleksi (10°). Pada posisi
ekstensi penuh, atau saat posisi berdiri, sendi lutut bersifat lebih rigid/kaku
karena kondilus medial tibia, yang lebih besar daripada kondilus lateral,
berada di depan kondilus femoral medial, sehingga mengunci sendi. Gerakan
fleksi dan ekstensi sendi lutut berbeda dengan tipikal sendi engsel lainnya,
karena pada sendi lutut:5

a. Aksis saat sendi bergerak tidak tetap, tetapi berpindah ke depan saat
gerakan ekstensi dan ke belakang saat gerakan fleksi.
b. Awal gerakan fleksi dan akhir gerakan ekstensi juga diikuti oleh gerakan
rotasi yang berkaitan dengan fiksasi tungkai pada posisi yang memberikan
stabilitas optimal.

Patella berfungsi sebagai protektor sendi dan mengurangi friksi antara


tulang dan otot penyusun sendi lutut. Selain itu, patella juga dapat
meningkatkan tumpuan mekanik otot quadriceps. Meniskus berfungsi sebagai
shock-absorber dan bantalan sendi lutut. Meniskus dapat menahan beban
sampai 40-70% dari beban yang diberikan pada sendi lutut. Meniskus juga
memberikan struktur tibial plateau yang lebih dalam/kokoh sebagai bagian
dari stabilitas sendi. Selain meniskus, terdapat cairan sendi sinovial yang juga
berfungsi sebagai shock-absorber dan mengurangi friksi. Bursa sendi juga
memiliki fungsi untuk mengurangi friksi saat sendi lutut bergerak.5

7
2.3 Osteoarthritis Genu
2.3.1 Definisi Osteoarthritis Genu
Osteoarthritis (OA) merupakan proses terjadinya inflamasi kronik
pada sendi sinovium, dan kerusakan mekanis pada kartilago sendi dan
tulang. Berlangsungya proses perlunakan dan disintegrasi tulang rawan
sendi secara progresif, disertai dengan pertumbuhan baru tulang dan tulang
rawan pada perbatasan sendi (osteofit).6

2.3.2 Etiologi dan Faktor Risiko


OA Genu merupakan penyakit sendi yang insidennya meningkat
seiring dengan usia. Namun, ada beberapa faktor risiko yang dapat
memicu terjadinya OA Genu atau mempercepat progresivitas kerusakan
tulang rawan sendi. Beberapa faktor risiko OA Genu meliputi :6

Faktor risiko sistemik:

1. Genetik: beberapa individu memiliki kelainan genetik dengan


kerusakan tulang rawan sendi yang lebih progresif dibandingkan
individu lainnya.6
2. Penuaan: dimana kartilago menua, memperlihatkan berkurangnya
selularitas, menurunnya konsentrasi proteoglycan, dan menghilangnya
elastisitas.6
3. Jenis kelamin: OA lebih sering ditemukan pada wanita hal tersebut
diperkirakan karena pada masa usia 50-80 tahun wanita mengalami
pengurangan hormone estrogen yang signifikan.7

Faktor risiko lokal:

1. Obesitas: Selama berjalan, setengah berat badan bertumpu pada sendi.


Peningkatan berat badan akan melipat gandakan beban sendi saat
berjalan terutama sendi lutut.7
2. Cedera/ operasi.6
3. Cedera stress repetisi.6

8
4. Gangguan mekanik akibat adanya kondisi yang melatar belakangi
(pasca trauma, displasia sendi, pekerjaan, densitas tulang, obesitas,
terkait pekerjaan dengan beban berat, obesitas, dll).6

2.3.3 Epidemiologi
Insidensi osteoarthritis meningkat seiring dengan usia dengan
adanya bukti pada gambaran fotopolos. Insidensi osteoartritis di Amerika
pada usia 55-64 tahun, 28% laki-laki dan perempuan terkena osteoarthritis
lutut.6 Pada usia antara 65-74, 39% laki-laki dan perempuan
menggambarkan osteoarthritis pada lutut. Pada usia diatas 75 tahun,
sekitar 100% laki-laki dan perempuan mempunyai gejala-gejala
osteoartritis. Kejadian osteoartritis di Norwegia pada tahun 2008, 80%
berusia lebih dari 55 tahun. Angka keseluruhan prevalensi osteoartritis di
Norwegia adalah 12,8% dan lebih tinggi pada perempuan (14,7%) di
banding laki-laki (10,5%). Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai
5% pada usia 61 tahun. Untuk osteoartritis lutut prevalensinya cukup
tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita.2

2.3.4 Klasifikasi OA
OA diklasifikasikan sebagai OA primer (idiopatik) dan OA
sekunder karena sebab lain. OA primer (idiopatik) merupakan OA yang
terjadi akibat proses degeneratif yang berlangsung seiring bertambahnya
usia. Proses perusakan tulang rawan sendi ini dapat dipercepat pada orang-
orang yang mempunyai faktor risiko genetik, ataupun pada orang-orang
yang aktivitasnya mempergunakan sendi-sendinya secara berlebihan.
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang mempercepat degenerasi
pada sendi-sendi weight-bearing, terutama pada sendi lutut. OA primer
dapat terlokalisir pada sendi-sendi tertentu, dan biasanya digolongkan
sesuai sendi yang terkena dampaknya, misalnya OA lutut, OA sendi
panggul, OA sendi tangan dan kaki. Jika OA primer melibatkan beberapa
sendi, maka dapat disebut sebagai OA generalisata primer. OA dapat
terjadi sekunder akibat adanya penyakit, deformitas, ataupun mekanisme

9
trauma yang mengubah microenvironment pada sendi dan mempercepat
kerusakan dari tulang rawan sendi.2,6

2.3.5 Patofisiologi
Komposisi matriks ekstraseluler pada tulang rawan sendi berperan
penting dalam menyokong fungsi sendi sebagai penahan beban mekanik.
Sendi dikelilingi oleh cairan synovial yang merupakan pelumas sendi, dan
kedua ujung tulang ditutupi oleh tulang rawan yang bahannya lebih lembut
daripada tulang dan secara teratur diperbaharui. Pada sendi yang
mengalami OA, mekanisme ini tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya.
Kapsul sendi yang berisi cairan sinoval menjadi tebal dan kaku sehingga
kemampuan pergerakan sendi menurun dan ruangan untuk cairan sinoval
menyempit sehingga lubrikasinya berkurang.8

Gambar 2.2 Mekanisme Osteoarthritis6

Faktor kausal (a) pada sendi normal gaya didistribusikan secara


merata. Gambar selanjutnya menunjukan 3 cara kartilago dapat rusak : (b)
deformitas meningkatkan stress pada area yang terlokalisasi dengan beban
terkonsentrasi pada satu titik; (c) kartilango yang sudah melemah akibat
penyakit tidak dapat menahan tahanan walaupun beban normal; (d) jika
tulang subarticular tidak normal, maka tidak dapat menopang kartilago
secara adekuat.6

10
2.3.6 Manifestasi Klinis
Diagnosis klinis dari OA Genu umumnya meliputi rasa nyeri dan
kekakuan pada sendi, disertai mobilitas sendi yang berkurang, tanpa
adanya presentasi sistemik seperti demam. Nyeri sendi adalah gejala yang
paling sering timbul. Rasa nyeri tersebut dapat terlokalisir, diffuse, atau
bahkan referred pain di tempat yang jauh.6 Nyeri sendi biasanya timbul
ketika bergerak dan berkurang ketika beristirahat. Seiring dengan waktu,
kekakuan sendi dapat menjadi progresif dan konstan. Nyeri dapat
bersumber dari inflamasi synovium, tekanan pada sumsum tulang, fraktur
subkondral, reaksi periosteal, dan tekanan saraf akibat osteofit, distensi,
dan instabilitas kapsul sendi, serta spasme atau regangan otot atau ligamen.
Selain nyeri, dapat timbul kekakuan, keterbatasan gerak, serta instabilitas
sendi.8

Pemeriksaan klinis serta pemeriksaan foto polos sendi sudah cukup


untuk menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai
krepitasi tulang pada pergerakkan, nyeri tekan, nyeri gerak,
ketidaksegarisan (mal-alignment) sendi, deformitas, pembengkakan sendi
setempat, serta keterbatasan gerak sendi.8

Pada foto polos sendi ditemukan penyempitan celah sendi,


sclerosis tulang sub kondral, osteofit, kista subartikuler, dan deformitas.
MRI dapat digunakan untuk menilai kelainan jaringan lunak pada tulang
rawan, meniscus, ligament serta peningkatan cairan sendi. Pemeriksaan
cairan sendi hanya dilakukan apabila ada kecurigaan terjadi infeksi. Secara
radiografis, OA didefinisikan menurut kriteria Kellgren-Lawrence. Sistem
ini membagi OA menjadi 5 level dari 0 hingga 4, berdasarkan ada tidaknya
osteofit, penyempitan celah sendi, kista, deformitas, dan sklerosis.8

11
Gambar 2.3 Radiologi pada penderita OA Genu6

Tabel 2.1 Kellgren-Lawrence Grading Scales untuk penilaian derajat OA6


Kelas Klasifikasi Deskripsi

0 Normal Tidak tampak OA

I Meragukan Penyempitan ruang sendi masih meragukan


dan kemungkinan lipping osteophytic

II Ringan Osteofit definitif – ruang antar sendi normal

II Sedang Multipel osteofit sedang Penyempitan ruang


antar sendi Beberapa sklerosis dan
kemungkinan deformitas kontur tulang.

IV Berat Osteofit besar Penyempitan ruang sendi


yang terlihat jelas Sklerosis berat Deformitas
kontur tulang

12
2.3.7 Diagnosis Banding
Tabel 2.2 Perbedaan Osteoarthritis dan Rheumatoid Arthritis
Osteoarthritis Rheumatoid Arthritis

Definisi Penyakit sendi kronik, Penyakit autoimun


pelunakan progresif menyebabkan inflamasi
kronik diikuti sendi seluruh tubuh
pertumbuhan kartilago menyebabkan fatigue
dan tulang pada margin dan nyeri. Sinovitis
sendi (osteofit) dan kronik dan formasi
fibrosis kapsular. pannus mengakibatkan
degenerasi permukaan
artikular dan destruksi
sendi pada akhirnya.

Kekakuan Pagi/setelah periode tidak Lebih panjang


bergerak; < 30 menit. (>60menit) pada pagi
hari.

Gejala Terlokalisir Ya, terbatas pada sendi Tidak.


yg terkena.

Nyeri Memburuk dengan Memburuk setelah tidak


aktivitas / setelah beraktivitas lama;
penggunaan lama biasanya membaik
(khususnya aktivitas dengan aktivitas.
beban berat).

Tanda Perabaan dapat hangat, Hangat, nyeri sendi


nyeri sendi, deformitas hebat dengan deformitas
tidak progresif. progresif (deviasi jari-
jari ulnar).

Instabilitas Kadang-kadang; Tidak sering.


menekuk/instabilitas
sendi berakibat
menurunnya ROM dan
jatuh.

Radiologi Kallgren Lawrance Penyempitan ruang


Grading Scale. sendi Osteopenia Erosi
tulang/ sendi.

Diagnosa banding lainnya yang perlu diingat yaitu pada kasus gout
yang merupakan penyakit deposisi kristal urat monosodium di
sendi/sinovium. Dari hasil laboratorium didapatkan peningkatan serum

13
asam urat, analisa synovial: kristal birefingrent negatif. Gout mempunyai
tanda tipikal yaitu artritis monoartikular (MTPJ pertama,unilateral); gejala
dapat self-limiting. Tatalaksana berupa pemberian indometasin (NSAID)
dan kolkisin.6

2.3.8 Tatalaksana
Sampai saat ini, belum ada obat-obatan yang dapat mengobati efek
dari OA. Tata laksana yang diberikan bertujuan simtomatik. Secara garis
besar, tata laksana OA bertujuan untuk:2

a. Menjaga kemampuan bergerak dan kekuatan otot.


b. Melindungi sendi dari overload beban.
c. Menghilangkan nyeri.
d. Modifikasi aktivitas sehari-hari.

Referensi pedoman tata laksana osteoarthritis yang sering


diaplikasikan dalam praktek sehari-hari diantaranya pedoman yang
diterbitkan oleh American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS).
Pedoman terbaru AAOS untuk tata laksana osteoarthritis, berdasarkan
prinsip Evidence Based Medicine (EBM) yang dikeluarkan pada tahun
2013, memberikan rekomendasi sebagai berikut:6

Tata Laksana Konservatif

1. Setiap pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik sangat disarankan


mengikuti: 6
a. Program manajemen dirilatihan fisik aerobik low-impact dan
kekuatan otot.
b. Edukasi neuromuscular.
c. Aktivitas fisik yang sesuai dengan pedoman.
2. Untuk pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik dan indeks massa
tubuh ≥25, disarankan untuk mengurangi berat badan.

14
3. Penggunaan modalitas tata laksana berikut untuk pasien dengan
osteoarthritis lutut simtomatik tidak disarankan:6
a. Akupuntur.
b. Agen fisik, termasuk modalitas elektro terapeutik.
c. Terapi manual.
4. Penggunaan valgus directing force brace (medial compartment
unloader) untuk pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik belum
direkomendasikan.6
5. Penggunaan sol sepatu yang lebih tebal di sisi lateral untuk pasien
dengan osteoarthritis lutut kompartemen medial simtomatik tidak
disarankan.6
6. Penggunaan glukosamin dan kondroitin untuk pasien dengan
osteoarthritis lutut simtomatik tidak direkomendasikan.6

Tata Laksana Farmakologi

1. Penggunaan Analgetik
a. Penggunaan obat anti inflamasi non-steroid (OAINS/NSAID; oral
atau topikal) atau tramadol untuk pasien dengan osteoarthritis
lutut simtomatik sangat direkomendasikan.7
b. Penggunaan asetaminofen, opioid, atau plester penghilang nyeri
pada pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik belum dapat
direkomendasikan.7

Terapi Intra-Artikuler

Sebagian besar ahli saat ini mempertimbangkan terapi


kortikosteroid intra-artikuler pada kasus osteoartritis dengan penggunaan
yang sesuai dan tepat. Terapi steroid intra-artikuler selalu dianggap
sebagai terapi tambahan dari program tatalaksana konvensional. Prinsip
dasar terapi intrasinovial pada OA adalah memasuki ruang sendi, aspirasi
cairan, dan memasukkan suspensi kortikosteroid yang menekan inflamasi
dan sangat efektif memberikan rasa nyaman pada pasien untuk jangka

15
waktu yang panjang. Pemberian terapi intra-artikuler, sebaiknya diikuti
dengan istirahat total selama 3 hari dan diikuti dengan penggunaan alat
bantu berjalan (tongkat, kruk, atau walker) selama 3 minggu untuk jalan
jarak jauh. Mengurangi nyeri dengan mempertahankan atau
mengembalikan fungsi gerak sendi merupakan tujuan utama terapi.
Indikasi pemberian kortikosteroid intrasinovial adalah:6,7

1. Untuk meringankan nyeri dan menekan inflamasi synovitis.


2. Untuk memberikan terapi tambahan pada satu atau dua sendi yang
tidak responsif terhadap terapi sistemik lain.
3. Untuk memfasilitasi program terapi fisik dan rehabilitatif atau prosedur
orthopaedi korektif.
4. Untuk mencegah laksitas kapsuler dan ligamen (efusi lutut masif).
5. Untuk memberikan efek sinovektomi medis.
6. Untuk mengobati pasien yang unresponsif atau intoleran terhadap
terapi sistemik oral.
7. Untuk mengobati efusi akut yang timbul karena deposisi kristal.

Tidak semua injeksi intra-artikuler memberikan hasil yang sama


pada setiap kasus. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon terhadap
injeksi intra-artikuler adalah ukuran sendi, volume cairan sinovial,
pemilihan preparasi kortikosteroid, dosis dan teknik, tingkat keparahan dan
perluasan sinovitis, dan aktivitas setelah injeksi.7

Tata Laksana Operatif

Destruksi sendi progresif, dengan nyeri, instabilitas, dan deformitas


(terutama pada sendi penahan beban tubuh) yang semakin parah, biasanya
membutuhkan tindakan operatif. Tindakan operatif yang efektif untuk
salah satu sendi belum tentu sesuai untuk sendi yang lain.8

Apabila tatalaksana OA non-operatif tidak mampu untuk mengatasi


nyeri dan fungsi lutut terganggu, intervensi operatif dapat

16
dipertimbangkan. Penentuan waktu dan jenis prosedur yang akan
dilakukan membutuhkan keterampilan dan kooperasi yang baik antara
pasien dan dokter. Pasien dengan OA simtomatik lanjut dengan keluhan
nyeri yang tidak dapat diatasi oleh terapi medis dan aktivitas sehari-
harinya terbatas secara progresif sebaiknya dipertimbangkan untuk terapi
operatif.8

Tindakan operatif yang dapat dilakukan termasuk artroskopi dan


rekonstruksi sendi. Pilihan rekonstruksi sendi adalah osteotomi,
replacement, dan artrodesis. Penggantian (replacement) sendi dapat berupa
unikopartemen atau total (total knee arthroplasty).6

Artroskopi biasanya diindikasikan sebagai prosedur pertama pada


pasien yang seringkali mengeluhkan nyeri akut atau subakut. Gejala
mekanis karena robekan kartilago artikuler yang tidak stabil, robekan
meniscus, atau adanya loose bodies merupakan indikasi umum untuk
dilakukan artroskopi dan debridement. Untuk mendapatkan prognosis yang
baik setelah artroskopi dan debridement, maka syarat pasien adalah tidak
boleh ada malalignment, instabilitas ligamen, dan artritis tahap
akhir/lanjut.6

Osteotomi diindikasikan untuk arthritis unikompartemen dengan


malalignment atau untuk malunion post-trauma di sekitar lutut dengan
nyeri artritis genu. Artroplasti genu unikompartemen diindikasikan untuk
pasien dengan kebutuhan fisik yang tidak terlalu tinggi dan arthritis pada
satu kompartemen. Artroplasti (total knee replacement) diindikasikan pada
pasien yang bukan merupakan kandidat artroplasti atau osteotomi, pada
pasien dengan keterlibatan arthritis yang lebih difus, dan untuk apabila
osteotomi atau unicompartmental knee replacement tidak berhasil.
Sedangkan artrodesis paling sering diindikasikan untuk pasien yang tidak
berhasil dengan artroplasti.8

17
2.3.9 Prognosis
Riwayat alami OA berupa degenerasi sendi yang progresif dan
berkurangnya lingkup gerak sendi yang semakin parah bersamaan dengan
pertambahan usia, penggunaan sendi dan keausannya. OA stadium
terminal dapat diatasi dengan tindakan artroplasti total sendi (atau
penggantian total sendi) dan tindakan ini paling sering dilakukan pada
sendi lutut.8

18
BAB III
KESIMPULAN

Osteoarthritis (OA) merupakan proses terjadinya inflamasi kronik pada


sendi sinovium, dan kerusakan mekanis pada kartilago sendi dan tulang. OA
merupakan penyakit sendi yang insidennya meningkat seiring dengan usia.
Namun, ada beberapa faktor risiko yang dapat memicu terjadinya OA atau
mempercepat progresivitas kerusakan tulang rawan sendi seperti obesitas,
kelemahan otot, aktivitas fisik yang berlebihan atau kurang, dan faktor mekanik.
Tata laksana yang diberikan bertujuan simtomatik. Secara garis besar, tata laksana
OA bertujuan untuk menjaga kemampuan bergerak dan kekuatan otot, melindungi
sendi dari overload beban, menghilangkan nyeri, dan modifikasi aktivitas sehari-
hari.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Indonesian Rheumatology Association. Diagnosis dan Penatalaksanaan


Osteoartritis. Rekomendasi IRA untuk Diagnosis dan Penatalaksanaan
Osteoartritis. Jakarta; 2014. 13p.
2. Pratiwi Anisa Ika. Diagnosis and Treatment Osteoarthritis. J Majority.2010;
10-17.
3. Netter, Frank H. Atlas Anatomi Manusia Bahasa Latin/ Indonesia.Edisi 6.
Indonesia: 2016.Elsevier.
4. Ellis, Harold. Clinical Anatomy. 11th Edition. Oxford: Blackwell
Publishing Ltd, 2006.
5. Gray, Henry. Anatomy of the Human Body. 20th Edition. New York:
Bartleby.com, 2000.
6. Zaki Achmad. Buku Saku Osteoartritis Genu. Celtics Press. Bandung; 2013.
70p.
7. DB Kenneth. Harrison Principle of Internal Medicine 16 th edition. Chapter
312 : Osteoartritis. Mc Graw Hills 2005. 2036-2045.
8. Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de jong. Edisi 3.
Jakarta: EGC.2010.1006-1008.

20

Anda mungkin juga menyukai