FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Disusun Oleh:
Jusma Wijaya Kusuma Geswar C014172084
A.Ayu Selvia C014172085
Astri Dewi C014172096
Risma Reskananga G C014172097
Muhammad Fadly Hafid C014172117
RESIDEN PEMBIMBING
dr. Sufandi / dr Gerald
SUPERVISOR PEMBIMBING
Dr. dr. Muhammad Sakti, SpOT, (K)
i
HALAMAN PENGESAHAN
Supervisor Pembimbing
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL ............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 2
1. Definisi ........................................................................................ 2
2. Anatomi ...................................................................................... 3
3. Histoanatomi .............................................................................. 4
4. Etiologi ....................................................................................... 5
5. Klasifikasi .................................................................................. 6
6. Patofisiologi ............................................................................... 7
7. Manifestasi Klinis ...................................................................... 8
8. Diagnosis ..................................................................................... 9
9. Penatalaksanaan ......................................................................... 13
10. Prognosis ..................................................................................... 21
BAB III PENUTUP .............................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 23
iii
BAB II
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Kartilago hialin memiliki empat lapisan yaitu superfisial,
intermediet, profunda dan kalsifikasi. Osteochondral defect adalah
perubahan morfologis pada celah sendi dari kartilago hialin dan tulang
subkondral. Lesi pada kartilago dapat berupa parsial atau total (sampai
pada lapisan kalsifikasi).1
Osteochondral defect cenderung mengenai kartilago yang sehat,
biasanya diakibatkan oleh trauma, muncul setelah trauma dengan fraktur
sendi, ligamentum atau meniscus atau akibat cidera osteochondral itu
sendiri. Pada keadaan ini, osteochondral defect memiliki respon
penyembuhan intrinsik yang buruk dan defeknya dapat mengakibatkan
tumbuhnya jaringan fibrokartilago. 1,2
Dalam hal ini, cidera dapat mengakibatkan delaminasi dan potensi
sekuester tulang yang terkena. Lesi ini biasanya terjadi di lutut, permukaan
artikulasio pada elbow, ankle, hip dan shoulder.2
Penyebab pada osteochondral defect umumnya belum diketahui,
namun dicurigai dari lesi ini multifaktorial, termasuk trauma, iskemik,
tulang yang abnormal, genetik, atau beberapa kombinasi dari faktor-faktor
tersebut. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi lutut, dengan
kebanyakan lesi terletak pada condilus femoralis dan/atau pada artikulasio
patellofemoral. Biasanya osteochondral defect dapat diakibatkan oleh
trauma mikro berulang yang menyebabkan keausan kronik pada tulang
rawan, atau sebagai akibat dari trauma akut, biasanya terjadi pada
kekuatan rotasi patologis pada lutut.3
2
2. Anatomi
3
3. Histoanatomi
4
• Deep layer (lapisan basal): kolagen tipe II yang tegak lurus dengan
sendi dan tidemark; memiliki konsentrasi proteoglikan tertinggi.
Kondrositnya bulat tersusun dalam column. 8
• Tidemark: jauh didalam lapisan basal dan memisahkan true
kartilago hialin dari kartilago yang lebih dalam yang merupakan
sisadari kartlago, yang berperan dalam pembentukan tulang
endokondral selama pertumbuhan pada anak-anak. Tidemark hanya
ditemukan di sendi. Paling prominen pada masa dewasa dan pada
persendian yang tidak bertumbuh. 8
4. Etiologi
Kemungkinan penyebab osteochondral defect pada lutut masih
diperdebatkan, namun sebagian besar peneliti percaya bahwa
osteochondral defect pada lutut memiliki etiologi multifaktorial
diantaranya:
1. Trauma
Trauma adalah penyebab yang paling umum. Meskipun trauma
langsung pada lutut dapat menyebabkan fraktur transchondral, lokasi
klasik osteochondral defect pada lutut di bagian posterolateral
kondilus femoralis medial menunjukkan bahwa trauma tidak langsung
merupakan penyebab yang lebih mungkin. Pemberian beban berulang
aspek posterior tulang tibia pada aspek lateral kondilus femoralis
medial selama rotasi internal tibia juga telah dipercaya sebagai faktor
yang berkontribusi.9
Sumber lain menyebutkan bahwa Cedera benturan dapat
menyebabkan edema atau perdarahan pada tulang subartikular,
mengakibatkan kompresi kapiler atau trombosis dan iskemia lokal.
Fraktur osteochondral yang kecil, terlalu samar untuk muncul pada
pemeriksaan x-ray polos tetapi sering terlihat pada MRI. Jika retakan
gagal menyatu, fragmen yang terisolasi dapat kehilangan suplai
5
darahnya dan menjadi nekrotik. Cedera traksi juga dapat merusak
pasokan darah ke apofisis.10
2. Iskemia
Iskemia dipercaya sebagai penyebab potensial osteochondral defect
pada lutut. Enneking menyatakan bahwa suplai vaskular ke tulang
subkondral mirip dengan suplai vaskular ke mesenterium usus, dengan
anastomosis yang buruk pada arteriol di sekitarnya. Kecenderungan
iskemia ini secara alami akan menyebabkan tulang subchondral
membentuk sequestra, membuatnya sangat rentan untuk terjadi
traumatik, patah tulang, dan potensi pemisahan. Begitupula yang
disebutkan oleh Rogers dan Gladstone yang meneliti tentang
vaskularisasi bagian distal tulang paha dan menemukan banyak
anastomosis pada tulang kanselus intramedulla.9
3. Genetika
Beberapa penulis telah menyelidiki tautan genetik potensial untuk
osteochondral defect pada lutut. Namun Petrie tidak menemukan
etiologi genetik yang jelas untuk osteochondral defect pada lutut.9
4. Penuaan.
Proses penuaan berbanding lurus dengan berkurangnya kemampuan
tubuh untuk membentuk tulang rawan termasuk tulang rawan pada
lutut sehingga menyebabkan perubahan degeneratif dari waktu ke
waktu.11
6
• Klasifikasi osteochondral defect menurut International Cartilage
Repair Society:13
6. Patofisiologi
Penyebab cedera chondral lutut tidak didefinisikan dengan baik,
namun dapat dikatakan bahwa penyebab hilangnya integritas artikular
melalui cedera, keadaan patologis, dan penuaan yang dapat menyebabkan
perubahan degeneratif dari waktu ke waktu. Perubahan-perubahan ini
dimulai sebagai hilangnya volume tulang rawan (chondropenia) dan
fungsinya, diikuti oleh perkembangan defek kartilago artikular yang
menyebabkan peningkatan tekanan kontak sendi dan degradasi sendi lebih
lanjut dan bahkan dapat berkembang menjadi OA. Sebagai perumpamaan,
terjadinya cedera tulang rawan dapat secara klinis digambarkan dalam
kurva dosis-respons (Gambar 1). Saat atlet bertanding, kekuatan (dosis)
diberikan pada kartilago artikular. Jika tulang rawan normal, respons
tipikal terjadi. Namun, seiring dengan berkembangnya chondropenia dan
kartilago artikular, sifat ultrastruktural kartilago artikular tidak dapat lagi
memberikan respons yang memadai, menyebabkan gejala nyeri,
pembengkakan, dan hilangnya kinerja atletik.11
7
Gambar 1. Hilangnya integritas tulang rawan mewakili sebuah kontinum dengan
kondropenia dan osteoartritis (OA) pada ujung yang berlawanan dari spektrum.
Secara klinis, ketika integritas tulang rawan artikular gagal dan dengan setiap langkah
dalam kontinum, seorang atlet tidak dapat mencapai tingkat kinerja (respons) yang
sama dengan aktivitas yang dieksekusi (dosis). ACL = ligamentum cruciatum
anterior; M = meniskus.
7. Manifestasi Klinis
Osteochondral defect dikaitkan dengan gejala yang samar dan
tidak jelas, termasuk jumlah nyeri dan pembengkakan yang bervariasi. Hal
ini dapat diawali oleh trauma. Dapat pula ditemukan gejala-gejala seperti
ketidakstabilan sendi, rasa terkunci pada saat berjalan. Gejala yang
8
konstan dan parah biasanya dikaitkan dengan keadaan longgar pada
persendian di lutut. Pasien yang terkena akan merasa mengalami defisit
gerak dan terasa kendur dan nyeri pada sendi yang terkena.9
Contoh klasik dari gangguan ini adalah kondisi yang dikenal
sebagai osteochondritis dissecans. Ini biasanya terjadi pada orang dewasa
muda, biasanya pria, dan mempengaruhi tempat-tempat tertentu seperti
permukaan bagian dalam (medial) kondilus femoralis medial di lutut.
Pasien biasanya mengeluh nyeri intermiten; kadang ada pembengkakan
dan efusi kecil di persendian. Jika fragmen nekrotik menjadi benar-benar
terlepas, itu dapat menyebabkan kaku pada sendi.10
8. Diagnosis
• Anamnesis
Anamnesis yang akurat dan menyeluruh pada pasien dengan
osteochondral defect sangat penting. Anamnesis harus mencakup
secara detail mengenai episode trauma yang meliputi tipe, lokasi,
waktu dan durasi gejala. Pasien sering mengeluhkan gejala yang
nonspesifik seperti nyeri terlokalisasi terutama saat beraktivitas,
terjadi pembengkakan dan terbatasanya range of motion pada lutut.10
• Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis secara komprehensif pada lutut memberikan
penilaian fungsional pada kartilago articular. Hal yang penting untuk
dinilai adalah range of motion, adanya pembengkakan ataupun efusi
sendi dan penilaian pada joint line. Selain itu, dapat pula dilakukan
penilaian varus atau valgus malalignment dan defek pada ligamentum
cruciatum anterior dan posterior. Pemeriksaan juga harus mencakup
pemeriksaan gait untuk mengevaluasi adanya mekanisme adaptasi
untuk mengurangi beban berat tubuh.11
Dari pemeriksaan fisis nantinya akan ditemukan adanya
pembengkakan di sekitar lutut,edema, tenderness, kaku dan
terbatasnya range of motion. Untuk menilai adanya osteochondral
9
defect pada knee dapat dilakukan wilson test dengan cara lutut
difleksikan hingga 90˚ kemudian internal rotasi pada tibia lalu
ekstensi perlahan pada lutut. Tes wilson dikatakan positif apabila
pasien merasa nyeri pada saat lutut difleksikan 30˚, kemudian nyeri
berkurang ketika dilakukan eksternal rotasi pada tibia.11
• Pemeriksaan radiologi
a. Pemeriksaan foto konvensional
Pada pemeriksaan foto konvensional, dapat menunjukan adanya
bagian yang terkena pada permukaan kartilago artikular dan
tulang subkondral yang memberikan gambaran radiolusen.
Standar posisi pemeriksaan foto konvensional pada osteochondral
defek yang baik adalah posisi anteroposterior, fleksi
anteroposterior 45˚ lateral dan merchant.14
10
Contoh kasus : Osteochondral defect. This 26 year old man has right
knee pain. His radiographs show an osteochondral defect involving
the lateral aspect of his medial femoral condyle (the most common
location to see this condition).14
A B
(A) AP radiograph shows a well-circumscribed lucent defect (arrow). (B)
AP standing radiograph in a 17-year-old boy shows a well-circumscribed
fragment of bone (arrow) within a lucent defect of the lateral aspect of the
medial femoral condyle.14
11
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI menjadi pilihan penting untuk menilai adanya
kerusakan pada osteochondral. MRI memiliki spesifitas dan
sensivitas yang baik untuk melihat adanya fragmen osteochondral
yang terlepas atau tidak berdasarkan adanya cairan di bawah lesi.
MRI juga dapat memperlihatkan morfologi dari kartilago
sehingga dapat menilai integritas kartilago. Pemeriksaan MRI
juga dapat digunakan untuk menilai stabilitas dan tingkat
keparahan kerusakan osteochondral sehingga dapat membantu
merencanakan penatalaksanaan yang tepat.14
Pada gambaran MRI, terlihat penurunan intensitas sinyal di
daerah sekitar segmen osteochondral yang terkena.
12
A B
(a) Here the osteochondral fragment has remained in place but sometimes it
appears as a sep-arate body elsewhere in the joint.
(b) MRI provides confirmatory evidence and shows a much wider area of
involvement than is apparent in the plain X-ray.15
9. Penatalaksanaan
a. Konservatif
Perawatan konservatif pada remaja dengan lesi stabil sering berespon
dengan pengobatan non-bedah, seperti imobilisasi, non-weiht bearing
atau membatasi aktifitas. Menurut penelitian, osteokondral dapat
sembuh dalam waktu 10-18 bulan pada remaja, asal fisis masih
terbuka dan pasien patuh dalam pengobatan. Untuk lesi simtomatik
pada anak-anak atau pasien yang belum matang secara skeletal, mula-
mula harus diobati dengan konservasi 3 bulan. Jika tidak ada tubuh
yang longgar pada radiografi.9
b. Prosedur bedah
Indikasi Restorasi Kartilago Kontraindikasi Relatif Restorasi
Kartilago
• Nyeri anterior knee • Peningkatan BMI
yang khas • Edema sumsum tulang yang
• Terapi konservatif signifikan pada saat operasi
13
gagal • Bukti radiografi adanya
• Efusi sendi penyempitan celah sendi
• Lesi Outerbridge (Kellgren Lawrence Grade
grade III dan IV III dan IV)
✓ Prosedur Preoperatif 16
• Posisi supinasi pada meja operasi
• Pengganjal diletakkan dibawah pinggul sejajar dengan kaki
yang akan dioperasi
• Pasang turniket
✓ Pembedahan 16
• Arthroscopy harus dilakukan dengan menggunakan portal
inferolateral dan inferomedial parapatellar dengan pilihan portal,
karena lesi ini jarang dirawat kecuali dilakukan debridement
mikrofraktur, arthroscopy harus dilakukan pertama untuk
menentukan stadium yang tepat dan kemungkinan biopsy tulang
rawan.
• Tiga insisi dapat dipilih berdasarkan: prosedur tulang rawan
yang terisolasi, osteotomi terisolasi, atau kombinasi.
Gambar 2. Sayatan kulit lateral untuk pembedahan ke lesi kartilago (garis biru),
osteotomi terisolasi (garis ungu), atau keduanya (seluruh garis). Artrotomi yang
dalam dapat dirusak hingga ke otot vastus lateral untuk membantu eversi patella
14
• Insisi dimulai dari parallel tengah ke tibial crest dari sisi
proksimal patella ke 5-7 cm pada distal tuberositas tibial
• Pada referensi ini lebih memilih Artrhotomy lateral vs medial
-meningkatkan kemampuan untuk menemukan sendi
patellofemoral tanpa memasuki quadriceps.
-artrhotomy ditutup hanya proksimal ke sisi superior patella
untuk bertindak sebagai pelepasan lateral .
• Diseksi untuk kombinasi osteotomi dan penanganan kartilago
• Diseksi superficial
• Insisi kulit dibuat dengan tajam, dengan lipatan jaringan lunak
yang dikembangkan di atas fasia baik secara medial maupun
lateral, dengan tampakan adekuat pada lesi tibialis, batas medial
dan lateral patellartendon, serta bagian medial dan lateral
patella. Jika imbrikasi medial dan arthrotomy lateral harus
dilakukan.
• Fasia kemudian diinsisi di atas kompartemen anterior sepanjang
puncak lateral tibia denagn Bovie dan dilanjutkan secara
proksimal sepanjang aspek lateral dari tendon patella. Jika
osteotomi dilakukan bersamaan dengan prosedur tulang rawan,
ini dilakukan secara proksimal ke vastus lateralis untuk
memungkinkan eversi patella atau akses troclear.
15
• Gunakan Bovie untuk melepaskan medial jaringanke tendon
patella dan lanjutkan secara distal sampai konvergen diujung
fragmen osteotomi, meninggalkan engsel periosteal.
• Gunakan penjepit Kelly untuk memastikan bahwa tendon patella
bebas bergerak dan diseksi mendalam.
✓ Diseksi dalam 16
• Kompartemen anterior kemudian diangkat dari tibia secara
subperiosteal sehingga aspek posterior tibia dapat diraba
dengan jari oleh dokter pemedah. (pastikan bahwa retaktor
seperti Chandler dapat dipasang untuk melindungi
neurovascular (arteri tibialis anterior dan nervus peroneus)
• Rencanakan osteotomi untuk keluar di dekat ridge anterior ke
aspek posterior tibia.
✓ Osteotomi 16
• Jika dilakukan bersamaan dengan prosedur kartilago,
osteotomi harus dilakukan terlebih dahulu untuk membantu
dalam pelepasan patella.
• Tekniknya dapat bervariasi berdasarkan system yang
digunakan: disini, sitem T3 Arhrex (naples) akan dibahas.
• Pemotongan dapat 45o, 60 o , atau 90 o.
• Biasanya osteotomi diartikan dalam 1 cm
• Gunakan pin panduan yang ditempatkan melelui tuberositas
tibialis dan tegak lurus terhadap sumbu panjang ekstremitas,
panduan ini digunakan untuk menyiapkan lokasi osteotomi.
Bagian proksimal dari panduan harus dimulai pada aspek
medial tendon patella, dengan aspek distal medial ke apek
anterior tibial
• Jig harus difiksasi sementara, dan osteotomi dilakukan dengan
cermat dan hati-hati untuk mencegah kelurnya posterior tibia.
16
Gambar 4. Osteotomi TT dilakukan dengan pin pengarah awal yang
ditempatkan melalui TT. Lengan pelurus (dalam hal inidiatur ke 90 o)
kemudian dilampirkan untuk membantu dalam penempatan blok pemotong
17
✓ Prosedur restorasi kartilago:16
• Mikrofraktur
- Peralatan: Drill mikrofraktur, kuret
- Mikrofraktur dapat dilakukan melalui teknik open atau
artroskopi. Jika dilakukan artroskopi, harus diperhatikan
bahwa sudut drill untuk memungkinkan akses tegak lurus ke
subkondral
- Defek harus diawali dengan menghilangkan semua tulang
rawan yang sakit yang tersisa pada lapisan kartilago yang
terkalsifikasi, ini dapat dilakukan dengan kombinasi scalpel
dan kuret. Harus dilakukan pembatasan vertical disekitar tepi
defek kartilago hyaline sendi yang sehat.
- Kartilago yang terkalsifikasi kemudian harus diangkat,
dengan hati-hati diambil tidak menembus tulang subkondral.
- Dengan menggunakan drill mikrofraktur, tulang subkondral
ditembus, muai dari pinggiran defek, bergerak secara terpusat
dengan 2-3 mm antara perforasi. Penting bahwa tidak
menyebabkan fraktur pada tulang subkondral antara sisi
mikrofraktur
18
- Setelah selesai, aliran masuk dapat diturunkan untuk
memastikan bahwa terdapat perdarahan subkondral pada
bagian mikrofraktur.
• ACI (Generasi kedua)
- ACI membutuhkan 2 prosedur terpisah, dengan prosedur
awal yang melibatkan perlindungan 200 – 300 µg dari
ketebalan tulang rawan interkondilar untuk ekspansi (6 – 12
minggu)
- Dilakukan meskipun paparan terbuka, defek trochlear atau
patella harus disiapkan seperti pada protocol mikrofraktur
terkait dengan pembuatan dinding vertical dipinggiran dan
debridement dari lapisan tulang rawan yang dikalsifikasi.
- Dokter pembedah harus memastikan bahwa tidak ada
perdarahan pada tahap ini dengan menurunkan turniket. Jika
ada perdarahan, lem fibrin dapat ditekan ke dalam defek
untuk mengurangi perdarahan.
• DeNovo NT (Zimmer)
- Penggunaan DeNove NT, suatu sumber dari particular
kartilago sendi juvenile, dapat juga digunakan dalam
pengaturan Outerbridge Grade III/ IV dari troclea atau
patella.
- Defek disiapkan dengan cara yang mirip dengan ACI
sebelum patch ditempatkan.
- Pada tahap ini, jaringan DeNovo NT dicampur dengan lem
fibrin dan ditempatkan pada lokasi defek.
19
Gambar 6.Tampilan DeNovo terbuka pada Trochlea. Eksplan
diamankan dengan lem fibrin, yang diatur sebelum ditutup.
• Osteochondral Allograft
- Peralatan: Arthrex osteochondral allograft tray, open
orthopedic tray, irigasi
- Lakukan artrotomi parapatellarstandar
- Ukulah defek dengan menempatkan pemandu silinder di atas
defek
- Tandai pada posisi jam 12 dengan penanda pulpen penanda
- Pasang pin pemandu silinder dan tembus 2 cm
- Lepaskan silinder pengukur dan rim dengan ukuran yang
sesuai hingga 6-8 mm, mengurangi beban alogenik
- Dengan menggunakan penggaris kecil, ukur kedalaman
lubang pada posisi jam 3, 6, 9, dan 12 untuk memungkinkan
pembentukan allograft agar graft tidak tersembunyi
- Persiapkan donor graft menggunakan alat pengukur
- Setelah melepas plug, sesuaikan kedalaman steker agar sesuai
dengan pengukuran permukaan jam.
- Graft tersebut kemudian diirigasi engan lavage pulsatil untuk
membersihkan elemen sumsum tulang
- Masukkan plug donor dengan cara menekan
- Jangan membuat graft longgar.
20
10. Prognosis
Prognosis pada osteochondral defect tergantung pada beberapa
faktor. Prognosis yang buruk pada anak-anak ialah adanya perilesional
sklerotik pada lesi osteochondral defect pada lutut. Lesi dengan sclerosis
menunjukkan prognosis yang lebih buruk, dan perawatan dengan perforasi
penting untuk meningkatkan penyembuhan. Anak dengan usia dibawah 12
tahun menunjukkan sclerosis perilesional yang lebih sedikit dan lebih
banyak kecenderungan untuk sembuh secara spontan daripada mereka
yang berusia lebih dari 15 tahun.17,18
Pada pasien dengan tulang yang sudah matang, osteochondral
defect memiliki prognosis yang lebih buruk, dan intervensi bedah biasanya
diperlukan. Lesi yang stabil dapat menghasilkan hasil yang baik jika lesi
ditemukan lebih dini dan menghindari aktivitas yang dapat memperberat
beban lutut. Sedangkan, lesi yang tidak stabil dapat menyebabkan
ketidaksesuaian sendi terhadap berat tubuh dan intraarticular, yang
menyebabkan perubahan degenerative premature yang tidak dapat
diperbaiki. 18
21
BAB III
PENUTUP
22
DAFTAR PUSTAKA
23
13. Evan watts, Patrick . Articular Cartilage Defects Of Knee. 2018. [Accesed
23/4/2019 https://www.orthobullets.com/knee-and-sports/3133/articular-
cartilage-defects-of-knee]
14. Jason L,et al. Clinical Utility of Wilson Test for Osteochondral Lesions at
the Knee. 2015. 14(6).430
15. Andrew M. And Tal L.imaging of osteochondritis dissecans. Clin Sports
Med 33;2014.
16. Adam B Yanke, et.al.Management of Patellofemoral Chondral Injuries.
Chicago. Departement of Orthopedic Surgery, Rush University Medical
Center.2014.
17. Ahmad J, Jones K. Comparison of osteochondral autografts and allografts
for treatment of recurrent or large talar osteochondral lesions. Foot Ankle
Int. 2016 Jan;37(1):40-50.
18. Ramirez A, Abril JC, Chaparro M. Juvenile osteochondritis dissecans of
the knee: perifocal sclerotic rim as a prognostic factor of healing. J Pediatr
Orthop. 2010 Mar;30(2):180-5.
24