Oleh:
Gamal Ramadiputra
131621130004
Pembimbing :
BANDUNG
2016
Referat Sport I
Prevalensi osteochondritis dissecans adalah 15 sampai 30 dari 100.000 penduduk dan lebih
sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita dengan rasio 5:3. Terjadi peningkatan
insidensi pada akhir-akhir ini, diakibatkan oleh meningkatnya aktivitas fisik, terutama partisipasi
pada olah raga yang kompetitif sejak usia dini baik pria maupun wanita sehingga terjadi stres
repetitif. 1
I. Etiologi
Berbatas tegas, fragmen avaskular dari tulang dan kartilago terkadang terpisah dari condylus
femur dan menjadi loose body. Penyebab tersering adalah trauma, baik akibat dari satu kali
benturan ataupun mikrotrauma yang berulang. Kenyataannya lebih dari 80% lesi terjadi pada
bagian lateral dari condylus medial femur, tepat dimana patella bersentuhan ketika pada posisi
fleksi penuh. Namun dapat juga diakibatkan adanya faktor predisposisi, karena dapat mengenai
beberapa sendi, bahkan lesi terjadi secara bilateral pada 25 % kasus.1
II. Patologi
Patogenesis secara keseluruhan dari penyakit ini masih belum diketahui secara pasti. Cedera
benturan dapat menyebabkan bengkak dan perdarahan pada tulang subartikular, menyebabkan
penekanan pada pembuluh darah atau trombosis dan iskemia lokal. Lebih berbahaya lagi bila
terjadi fraktur osteochondral, tidak terlalu terlihat pada ronsen biasa, namun dapat terlihat pada
magnetic resonance imaging (MRI). Apabila patahan tidak dapat menyambung kembali,
fragmen patahan dapat kehilangan sumber perdarahan dan menjadi nekrosis.1
70% lesi ditemukan pada area klasik, yaitu pada posterolateral aspek dari condyle medial
femur, dengan lesi pada inferior central lateral condylar sebanyak 15% - 20% dan lesi pada
femoral trochlear kurang dari 1%. Jarang sekali lesi pada patella, bila ada biasanya terletak pada
inferior medial. 2
Permukaan bagian bawah sisi lateral dari medial condyle femur merupakan yang paling
sering mengalami lesi tersebut, jarang mengenai lateral condyle, apa lagi mengenai patella
sangatlah jarang. Area tulang subkondral menjadi avaskular dan di dalam area ini segmen ovoid
osteocartilaginous memiliki batas yang tegas dari tulang sekitarnya. Pada awalnya kartilago
intak dan fragmennya stabil, dalam jangka waktu beberapa bulan, fragmen tersebut terlepas
namun tetap pada posisinya, akhirnya fragmen pun terlepas dan menjadi loose body dalam sendi
dan dapat menyebabkan locking sendi. Celah sendi yang terbentuk akibat lepasnya fragmen
tersebut akan diisi dengan jaringan fibrocartilage, meninggalkan cekungan pada permukaan
sendi.1
III. Klasifikasi
Pasien biasanya laki-laki berusia 15 – 20 tahun, datang dengan keluhan nyeri atau bengkak
yang hilang timbul. Penyakit ini biasa terjadi pada permukaan bagian dalam dari medial condyle
femur, sudut anteromedial dari talus, bagian superomedial dari head femur, capitulum humeri
dan head dari metarasal dua. Bila terjadi pada lutut dapat disertai kelemahan pada lutut,
terkadang lutut seperti mengunci.1
Pada pemeriksaan klinis, nyeri tekan biasanya pada sisi medial dari lutut, jika terjadi lesi
klasik (sisi posterolateral dari medial femoral condyle). Pasien berjalan dengan atalgic gait,
dengan tungkai bawah eksternal rotasi (Willson sign). Efusi, berkurangnya luas gerak dan atrofi
dari otot quadriceps dapat terjadi, tergantung dari tingkat keparahan dan lamanya lesi tersebut.
Dapat juga keluhan hanya berupa ketidak nyamanan ketika pasien menopang badan dengan sisi
tungkai yang mengalami osteochondritis dissecans.2,4
Otot quadriceps mengecil dan mungkin juga disertai dengan efusi. Apabila terjadi serangan,
terdapat dua tanda yang khas:
V. Pencitraan
x-ray akan memperlihatkan batas jelas di sekitar lesi, biasanya pada daerah lateral dari
medial condyle femur. Daerah ini lebih bagus terlihat dengan cara spesial intercondylar view
(tunnel), namun lesi yang kecil dapat juga tak terlihat. Jika fragmen sudah terlepas, cekungan
dapat terlihat dan terdapat loose body pada sendi.1,5
Radionuclide scans akan menunjukan peningkatan aktivitas disekitar lesi dan MRI
memperlihatkan daerah rendah intensitas pada T1, tulang di sekitarnya terlihat abnormal,
mungkin disebabkan karena pembengkakan. Pada MRI intensitas akan berkurang pada area
sekitar lesi osteokondral. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah fragmennya stabil
atau tidak. MRI dapat juga digunakan untuk memprediksi apakah lesinya akan sembuh atau
tidak.1
Lesi permukaan sendi yang awalnya terlihat intak, namun menonjol, menandakan bahwa
kartilagonya lunak. Loose segment dapat terlihat.1
Nekrosis avaskular condyle femur, biasanya berkaitan dengan penggunaan corticosteroid dan
alcohol, dapat menyebabkan terlepasnya fragmen osteocartilaginous. Terjadi pada usia lanjut,
lesi pada ronsen terdapat pada kubah condyle femur, sehingga dapat dibedakan dengan
osteochondritis dissecans.1
VII. Penatalaksanaan
Pada fase awal penyakit, jika kartilago utuh dan lesi stabil, tidak memerlukan
penanganan, namun aktivitas harus dibatasi selama 6 – 12 bulan. Lesi kecil biasanya dapat
sembuh secara spontan. Pada tahap awal, terapi hanya dengan mengurangi beban dan membatasi
aktivitas. Jika fragmennya tidak stabil, dikelilingi oleh batas jernih dengan sklerosis pada tulang
di bawahnya, atau pada MRI menunjukan terlepasnya fragmen, penatalaksanaan tergantung
besarnya lesi. Fragmen sebaiknya diangkat per-arthroskopi, kemudian dasar lesi di bor, dasar lesi
akan tertutup jaringan fibrocartilage dan hanya akan meninggalkan defek yang kecil. Fragmen
yang berukuran besar (diameter lebih dari 1 cm) harus dikembalikan kembali ke tempat lesi
menggunakan pin ataupun sekrup Herbert. Perlu diketahui bahwa dengan mengebor jaringan
tulang sklerotik di bawah lesi dapat juga membantu penyembuhan tulang dari fragmen yang
nekrotik.1,5
Jika fragmen terlepas secara keseluruhan namun masih dalam satu fragmen dan terlihat
pas pada dasar lesinya, bersihkan dasar tempat fragmen tersebut, lakukan pengeboran sebelum
menempelkan kembali fragmen tersebut, kemudian tempelkan menggunakan sekrup Herbert.
Jika fragmennya terbelah-belah atau bentuknya tidak sesuai dengan dasar lesinya, sebaiknya
jangan digunakan, cukup dengan membor dasar lesi agar terisi dengan jaringan fibrocartilage.1
Beberapa tahun terakhir telah dilakukan percobaan dengan mengisi dasar lesi
menggunakan transplantasi kartilago, dengan mengambil lapisan osteochondral dari lutut yang
sehat, atau menanam kondrosit yang dikultur. Metoda ini masih dalam percobaan.1,3
Setelah dilakukan prosedur operasi, lutut harus di gips selama 6 minggu, kemudian gerakan
sendi harus di latih, namun menopang berat badan harus ditangguhkan sampai ronsen
menunjukan tanda-tanda adanya penyembuhan.1
VIII. Osteochondritis disseccan pada lutut
Osteochondritis dissecans sering menyebabkan nyeri pada lutut dan terjadi suatu
disfungsi, terutama pada usia remaja. Terapi pada osteochondritis dissecan secara garis besar
dibagi menjadi dua, yaitu dipertahankan atau dilakukan penggantian. Terapi non-operatif,
perubahan aktivitas, pengeboran dan fiksasi dari fragmen untuk mempertahankan kartilago
permukaan sendi. Terapi restorasi biologis, seperti stimulasi sel punca tulang, implantasi
autologous chondrocyte, osteochondral autograft dan fresh osteochondral allograft, di
indikasikan utuk mengganti kartilago yang rusak dengan hyaline atau jaringan hyaline-like, jika
kartilago tidak dapat dipertahankan.2
a. Terapi reparative
Tujuan dari terapi reparative adalah untuk mengembalikan integritas dari lapisan
subchondral dan menjaga permukaan kartilago sendi. Pengeboran dan fiksasi internal merupakan
indikasi pada pasien usia muda yang disertai gejala nyeri dan telah menjalani terapi non-operatif
selama minimal 6 bulan, namun tidak berhasil. 2
b. Drilling
Disrupsi dari aliran darah subchondral, baik trauma mikro yang berulang ataupun merupakan
faktor yang penting dari perkembangan osteochondritis dissecan. Penyembuhan dari fragmen
dapat dipicu dengan membuat vaskularisasi baru ke daerah lesi yang avital. Namun pengeboran
hanya dilakukan pada lesi yang ringan, dimana permukaan sendi masih intak atau hanya
mengalami separasi yang minimal (tingkat 1 atau 2) pada pasien usia muda yang lempeng
pertumbuhannya terbuka.2-5
Pengeboran antegrade melalui permukaan sendi dan kedalam femoral epiphysis dilakukan
menggunakan arthroscopy. Jika lesi tidak dapat diakses melalui standar portal anterolateral dan
anteromedial, dapat dibuat portal satelit untuk mendapatkan pengeboran orthogonal. Dapat
digunakan K-wire sebagai panduan arah dan kedalaman. Dengan adanya darah dan lemak pada
permukaan sendi menadakan pengeboran sudah mencapai tulang cancelous. Pengeboran lebih
sering dilakukan pada daerah yang bukan merupakan permukaan sendi. Contohnya pada lesi
osteochondritis dissecans klasik pada bagian posterolateral dari medial femoral condyle, dapat
dilakukan pengeboran melalui bagian anterior dari origo posterior cruciate ligament, sepanjang
batas dalam dari medial femoral condyle, menggunakan Kirschner wire percutaneous melalui
portal inferolateral.2
Pasien dewasa yang menderita osteochondritis dissecans dan diterapi dengan pengeboran
terjadi perburukan secara radiologis serta gejalanya pun sering masih menetap, dikarenakan lesi
lebih tidak stabil.2
c. Fiksasi Interna
Lesi osteochondritis disseccans dengan tingkat keparahan yang tinggi, telah terjadi flap
kartilago sendi dan loose bodies (derajat 3 dan 4), dapat menyebabkan lutut mengunci, pada
kondisi ini harus dilakukan terapi operatif. Loose bodies berukuran besar yang mengandung
cukup lapisan subchondral dapat dilakukan penempelan kembali dari lesi yang terlepas, sehingga
dapat union bila dilakukan fiksasi internal. Lesi tingkat ringan (tingkat 1 atau 2), dapat juga di
fiksasi jika terapi non-operatif tidak berhasil. Fiksasi dapat dilakukan menggunakan besi atau
alat yang diserap tubuh. Pada studi in vitro kompresi menyebabkan friksi dari fragmen dan dasar
lesi, dapat meningkatkan stabilitas. Bila memungkinkan, dasar dari lesi dan permukaan tulang
harus dilakukan debridement menggunakan kuret atau shaever, karena jaringan fibrosa harus
dihilangkan. Microfracture awls dapat digunakan untuk melakukan penetrasi pada dasar lesi
sehingga dapat meningkatkan aliran darah subchondral. Fragmen di reduksi dan di fiksasi
sementara menggunakan Kirschner wire, biasanya dilakukan pada dua titik sehingga dapat
terjadi kompresi dan menstabilkan rotasi. Post operatif, pasien menumpu berat badannya
menggunakan tumit dan menggunakan continuous passive motion selama 4 sampai 6 jam setiap
harinya.2
d. Terapi restorative
Terapi yang dimaksudkan untuk mengganti kartilago dengan hyaline atau jaringan hyaline-
like. Dokter bedah harus memikirkan langkah selanjutnya bila terapi ini gagal dan pasien
mengalami gejala klasik. Pada terapi ini harus selalu dipikirkan komorbiditas lainnya seperti
malaligment, kelemahan ligamen dan kondisi menisectomy.2
Indikasi dan populasi optimal untuk dilakukan transplantasi osteochondral dari bagian lutut
yang tidak menumpu beban, untuk mengembalikan permukaan sendi yang rusak. Single plug
autograft sering digunakan untuk lesi yang lebih kecil dari 2 cm. Beberapa orang telah
melakukan mosaicplasty dengan multipel plug untuk defek yang berukuran sekitar 4 cm2, dengan
hasil yang memuaskan. Menumpu berat badan harus dilatih selama 6 minggu setelah operasi.
Keuntungan dari teknik transplantasi osteochondral autograft adalah tidak adanya transmisi dari
penyakit serta biaya yang lebih murah jika dilakukan satu tahap. Kerugian dari teknik ini adalah
morbiditas dari tempat donor dan terbatasnya jumlah donor. Secara teknis, sangatlah sulit untuk
memposisikan plug sehingga permukaan sendi rata kembali.2
g. Allograft osteochondral
Lesi osteochondritis dissencans yang besar (lebih dari 2 cm2) dapat diterapi
menggunakan transplantasi allograft osteochondral, yang dikatakan membaik sebanyak 75 –
85% menurut literatur. Metode ini dapat memperbaiki defek yang luas dan dalam, dengan
terbentuknya lapisan kartilago hyaline. Namun kerugian dari metode ini adalah ketersediaan
donor yang terbatas, viabilitas sel yang dapat menurun, immunogenicity dan tertular penyakit.2
h. Implantasi autologous chondrocyte