Anda di halaman 1dari 40

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN BEDAH KASUS BESAR

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2018

UNIVERSITAS HALU OLEO

RUPTUR LIGAMEN ACROMIOCLAVICULAR JOINT

PENYUSUN

Eka Rahmawati, S.Ked

K1A112004

PEMBIMBING

dr. Tri Tuti Hendrawati, Sp.OT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2018
BAB I

LAPORAN KASUS

A. PRIMARY SURVEY

Dilakukan pada hari Minggu, 02 Desember 2018 pukul 22.10 WITA di IGD RS

Bahteramas.

Air way : Jalan napas bebas, cervical spine control

Breathing : Pernapasan torakoabdominal, pergerakan

dinding dada simetris, dengan frekuensi

20x/menit

Circulation : Tekanan darah 120/70 mmHg

Nadi 88x/menit regular

Disability : Glasgow Coma Scale (E4M6V5), Isochoric

pupil, Ø 2.5 m/2.5 mm, Light reflex +/+

Environment : Suhu 36,6OC/Axillar

B. SECONDARY SURVEY

1. Identitas
Nama : Tn. Muh.Ikwan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 25 tahun

Alamat : Btn. Beringin


Pekerjaan : Supir

Tanggal Masuk : 02 Desember 2018

DPJP : dr Tri Tuti Hendrawati, Sp.OT

No. Rekam Medik : 54 34 84

2. Anamnesis (Autoanamnesis, Tanggal 2 Desember 2018 Pukul 22.10 (

Wita)

a. Keluhan utama

Nyeri pada bahu kanan

b. Anamnesis Terpimpin

Sejak 30 menit yang lalu akibat benda tajam

c. Mekanisme Trauma

Pasien sedang duduk-duduk di kamar kosan, tiba-tiba datang temannya

seorang laki-laki dengan membawa parang. Tanpa berkata-kata langsung

melakukan pembcokan kea rah pasien.

d. Riwayat Trauma

- Riwayat pingsan (-), mual (-), muntah (-)

- Riwayat Alkohol (-), penggunaan obat- obatan (-)

- Riwayat pengobatan sebelumnya () di klinik morose (bebat luka )\

e. Keluhan Tambahan

Pasien mengeluh nyeri pada punggung tangan kanan


3. Pemeriksaan Fisik

1. Status Generalista

Keadaan umum : Sakit sedang

Status Gizi : Gizi baik

Kesadaran : Composmentis

2. Tanda Vital

Tekanan darah: 120/70 mmHg

Nadi: 88 x/m, regular, kuat angkat

Pernapasan: 20x/m, regular, simetris

Suhu: 36,60 C/Axillar

VAS 7/10

3. Status Present

Kepala : Dalam batas normal

Mata : Dalam batas normal

Telinga : Dalam batas normal

Hidung : Dalam batas normal

Thorax : Dalam batas normal

Abdomen ; Dalam batas normal

Ekstremitas atas : STATUS LOKALIS

Alat Kelamin : Dalam batas normal

Ekstremitas Bawah : Dalam batas normal


4. Status Lokalis

Regio Shoulder Dekstra

Inspeksi : Deformitas (+), Wound (+) Vulnus Insisivum ukuran 10 x 4

cm, bone expose (+) tendon expose (+), hematoma (-), swelling

(-).

Palpasi : Nyeri tekan (+), Krepitasi (-)

ROM : Aktif dan pasif Acromioclavicular joint dan shoulder joint

terbatas karena nyeri

NVD : sensibilitas (+), teraba pulsasi A. radialis dan A. Brachilalis,

CRT ≤ 2 detik.

Regio Manus Dekstra

Inspeksi : Deformitas (+), Wound (+) Vulnus Insisivum ukuran 4 x 1

cm, bone expose (-) tendon expose (-), hematoma (-), swelling

(-).

Palpasi : Nyeri tekan (+), Krepitasi (-)

ROM : Aktif dan pasif wirst joint dextra terbatas karena nyeri

NVD : sensibilitas (+), teraba pulsasi A. radialis, CRT ≤ 2 detik.


5. Foto Klinis
6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium ( 02 Desember 2018)

Darah Rutin

Hemoglobin : 16,2 g/dl (N : 12-16 g/dl)

Hematokrit : 49,2 vol% (N : 37-48 vol%)

Leukosit : 21,60 mm3 (N : 4000-10000 x10³/uL)

Trombosit : 292 mm3 (N : 150000-400000 x10³/uL)

Bleeding Time : 2‘25“ < 3 menit

Clothing Time : 6’27” 6-12 menit

Pemeriksaan X-Ray

Rontgen Shoulder dextra


Foto Manus Dekstra

4. Resume

 Tn. Muh.Ikwan, 25 Tahun datang dengan keluhan nyeri pada region

shoulder dextra dan region manus dextra sejak 30 menit yang lalu akibat

benda tajam

 Pada status generalisata ditemukan kesadaran komposmentis, sakit sedang,

gizi baik. Tanda-tanda vital dalam batas normal. Status lokalis: region

shoulder dextra dan region manus dextra, pada region shoulder dextra

inspeksi ditemukan Deformitas (+), Wound (+) Vulnus Insisivum ukuran

10 x 4 cm, bone expose (+) tendon expose (+), Palpasi: ditemukan Nyeri

tekan (+), ROM : Aktif dan pasif Acromioclavicular joint dan shoulder

joint terbatas karena nyeri, NVD : sensibilitas (+), teraba pulsasi A.

radialis dan A. Brachilalis, CRT ≤ 2 detik. Pada Regio Manus Dextra

didapatkan Inspeksi: Deformitas (+), Wound (+) Vulnus Insisivum ukuran

4 x 1 cm, Palpasi: Nyeri tekan (+),ROM : Aktif dan pasif wirst joint dextra
terbatas karena nyeri NVD: sensibilitas (+), teraba pulsasi A. radialis, CRT

≤ 2 detik

 Pemeriksaan lab terdapat leukositosis ( leukosit : 21,60 )

5. Diagnosis

Ruptur Ligamen Acromioclavicular joint

6. Diagnosis Banding

Dislokasi Acromioclavicular Joint

Fraktur Clavicula

Fraktur processus coracoideus

7. Rencana Terapi

a) Non Farmakologi

1. Istrirahat

2. Imobilisasi

3. Elevasi

4. Edukasi

b) Farmakologi (Persiapan Operasi)

 IVFD

 Inj Antibiotik

 Inj Analgetik

 Inj H2RA

Konsul Bedah Orthopedi


8. Dokumentasi Operasi
9. Follow Up

Tanggal Keadaan Klinis Penatalaksanaan

03/12/2018 S : Nyeri pada bahu kanan  Non Farmakologi:

O : BP : 120/70 mmHg  Babat Tekan

HR : 84 x/m  Istirahat

RR : 20 x/m  Imobilisasi
T : 36.7 0C  Edukasi
A : PH1+ Ruptur
 Farmakologi:
Acromioclavicular Joint
 Ciprofloxasin 1 A/ 12 Jam /IV

 Ketorolac 30 Mg/ 8 Jam

 Ranitidin 1 amp/ 8 Jam

04/12/2018 S : Nyeri Bahu Kanan  Non Farmakologi:

O : BP : 120/80 mmHg  Istirahat

HR : 88 x/m  Imobilisasi

RR : 20x/m  Edukasi

T : 36.6 0C  Farmakologi:
A : PH2+ Ruptur
 Ciprofloxasin 1 A/ 12 Jam /IV
Acromioclavicular joint
 Ketorolac 30 Mg/ 8 Jam

Ranitidin 1 amp/ 8 Jam


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Dislokasi adalah cedera pada persendian yang mana kepala tulang lepas atau

bergeser dari mangkoknya. Factor yang meningkatkan resiko dislokasi adalah

ligament-ligamennya yang kendor akibat pernah mengalami cedera, kekuatan

otot yang menurun ataupun karena factor eksternal yang berupa tekanan energy

dari luar yang melebihi ketahanan alamiah jaringan dalam tubuh. Cedera pada

sendi dapat mengenai bagian permukaan tulang yang membuat persendian dan

tulang rawannya, ligament atau kapsul sendi rusak. Darah dapat mengumpul di

dalam simpai sendi yang disebut hemartrosis.1

Dislokasi acromioclavicular joint adalah dislokasi yang terjadi pada sendi

antara ujung distal clavicula dengan acromion. Dislokasi AC joint dapat terjadi

karena adanya rupture ligamen acromioclavicula dan ligament coracoclavicula.1,2

B. Anatomi

Permukaan persendian clavicula adalah konveks. Permukaan persendian

konkaf pada prosseus akromion menghadap medial dan terkadang secara

anteroposterior. Sendi ini berorientasi dengan cara ketika terdapat tekanan kuat

yang dapat menyebabkan clavicula mengendalikan akromion secara berlebihan.

Sendi akromioklavikular. terbentang antara bagian ujung lateral klavikula dan

akromion pada skapula dan pokok persoalan untuk beban yang terlalu tinggi

diteruskan oleh pembentuk otot dada ke ekstremitas atas. Ini juga merupakan sendi
sinovial, tetapi mempunyai susunan planar. Persendian diskus yang berbentuk baji,

yang fungsinya sangat tidak dipahami, ditemukan didalam persatuan sendi dari

aspek superior. Kedua sisi pada permukaan sendi dilapisi oleh fibrocartilage dan

sendi melengkung secara inferomedial, menyebabkan ujung lateral klavikula agak

menggeser akromion.

Sendi acromioclavicular termasuk irregular joint dimana permukaan sendi

pada acromion berbentuk konkaf dan pada ujung distal berbentuk konveks

permukaan sendinya hampir rata. Gerakan sendi acromioclavicular adalah

protraksi, retraksi dan rotasi saat gerakan rotasi scapula. 1,3,4

Ligamen besar pada sendi akromioklavikula yaitu ligamen akromioklavikula

superior dan inferior dan ligamen coracoklavikula. Ligamen trapezoid terbentang

agak horisontal pada bidang frontal. Ligamen conoid di berhubungan secara

vertikal, pada pertengahan ligamen trapezoid, dan memutar dibadannya.4,5

Gambar1. Ligamen Acromioclavicular Joint


Gambar 2. Ligamen Acromioclavicular Joint

C. Epidemiologi

Dislokasi acromioclavucular joint kebanyakan terjadi pada usia 15 – 40

tahun karena aktivitas olah raga dan kecelakaan lalu lintas. Cedera ini umumnya

lebih sering terjadi pada laki-laki muda dibanding perempuan dengan

perbandingan 5:1 hingga 10:1.4


Dislokasi acromioclavicular mewakili sekitar 40% dari cedera bahu pada

atlit. Cedera ini sering terjadi pada aktivitas olahraga seperti hoki, rugby, sepak

bola, gulat, dan lacrosse. Umumnya, laki-laki berpotensi 5 kali lebih sering

mengalami cedera ini dibandingkan perempuan dan tipe I serta tipe II 2 kali lebih

sering terjadi dibanding tipe lainnya.4,5

D. Etiologi

Dislokasi acromioclavicular terjadi karena adanya strain pada ligamen

acromioclavicular yang disebabkan baik karena trauma langsung, trauma tidak

langsung, trauma yang berulang, serta karena faktor patologi.

Penyebab paling umum terjadinya dislokasi acromioclaviular ketika bahu

membentur tanah, gaya dari scapula mendorong jatuh ke bawah sementara

clavicula yang melekat pada tulang rusuk tidak bisa bergerak cukup untuk

mengikuti gerakan scapula sehingga ligamen di sekitar acromiocalvicular joint

sobek dan terjadi dislokasi.4

Sebagian besar kasus dislokasi acromioclavicular terjadi karena trauma

langsung, yakni terjatuh tepat pada bahu dimana lengan dalam posisi ekstensi.

Acromioclavicular joint beresiko mengalami cedera karena posisinya dibawah

subkutan dan tidak banyak otot yang melindungi atau melekat padanya. Besarnya

gaya ketik terjatuh menetukan tingkat keparahan cedera dan struktur yang

terlibat. Biasanya gaya awal diserap oleh ligamen acromiovlavicularis. Jika gaya

cukup besar, ligamen coracoclavicular dan fascia deltotrapezial ikut

terpengaruh. Selain itu, trauma tidak langsung seperti jatuh pada posisi siku
tertekuk (elbow flexion) atau lengan terentang (shoulder abduction), juga dapat

mengakibatkan dislokasi acromioclavicular . Ketika seseorang jatuh dengan

bahu bagian anterior, maka akan ada gaya yang mendorong bahu tersebut ke arah

posterior sementara clavicula tetap berada di posisi anatominya, sehingga

menyebabkan ligamen acromioclavicular tertarik dan terjadi rupture.4

Selain itu, penanganan yang kurang atau bahkan tidak tepat dapat

menyebabkan dislokasi berulang pada acromioclavicular joint bahkan

meningkatnya tingkat keparahan dari dislokasi sebelumnya.

Faktor patologis juga dapat meyebabkan terjadinya dislokasi

acromioclavicular joint seperti adanya tumor, arthritis, atau kondisi DCO (Distal

Clavicula Osteolysis) yang biasanya pada orang muda yang mengangkat beban

berat.4

E. Klasifikasi

Cedera acromioclacicular joint paling sering diklasifikasikan menggunakan

sistem 6 tipe yang dijelaskan oleh Rockwood (1998), tiga yang merupakan

modifikasi sebelumnya sistem klasifikasi 3 tipe yang dijelaskan oleh Allman

(1967) dan dua dari Tossy (1963) yang memperhitungkan tidak hanya

acromioclavicular joint itu sendiri, tetapi juga ligamen coracoclavicular,

m.Deltoid dan m.Trapezius serta arah dislokasi dari clavicula sehubungan dengan

acromion. Pada dasarnya tipe IV, V, dan VI adalah varian dari tipe III.
Adapun penjelasan dari keenam tipe tersebut sebagai berikut:
a) Tipe I
Pada ligamen acromioclavicular terjadi stretch yang menyebabkan
ligamen tersebut mengalami ketegangan dan dapat juga menyebabkan ruptur
parsial.
b) Tipe II
Pada ligamen acromioclavicular terjadi ruptur total dan ligamen
coracoclavicular terjadi rupture parsial.
c) Tipe III
Pada ligamen acromioclavicular dan coracoclavicular terjadi ruptur total,
dan tulang clavicula terangkat ke atas.
d) Tipe IV
Pada ligamen acromioclavicular dan coracoclavicular terjadi ruptur total,
dan tulang clavicula terdorong ke arah posterior.
e) Tipe V
Pada ligamen acromioclavicular dan coracoclavicular terjadi ruptur total,
dan tulang clavicula mengalami ketidakstabilan.
f) Tipe VI
Pada ligamen acromioclavicular dan coracoclavicular terjadi ruptur total,
dan tulang clavicula masuk diantara kepala humerus dan tendon otot biceps
dan coracobrachialis
Selanjutnya Jeremy Jones dan Frank Gaillard mendeskripsikan 6 tipe

secara lebih detail sebagai berikut:


Type AC CC Joint m.Deltoid m.Trapezius Ket.
ligament ligament capsule
I Mild Intact Intact intact Intact Tidak ada pergeseran
sprain clavicula dengan
acromion
II ruptured sprain Ruptured Minimally Minimally Ada pergeseran dimana
detached detached clavicla tidak melebuhi
puncak acromion
III ruptured ruptured Ruptured detached detached Ada pergeseran clavicula
lebih tinggi dari puncak
acromin tapi jarak CC
joint kurang dari dua kali
yang normal.
IV ruptured ruptured Ruptured detached detached Clavicula ke posisi
posterior mencederai
m.Trapezius
V ruptured ruptured Ruptured detached detached Pergeseran clavicula ke
atas lebih tinggi dari
puncak acromin tapi
jarak CC joint lebih dari
dua kali yang normal.
VI ruptured ruptured Ruptured detached detached Clavicula ke posisi
inferior diantara
m.Coracobrachialis dan
tendon m.Biceps

TABLE I. Tipe dislokasi acromioclavicular joint


GAMBAR 3. Rockwood Classification of Acromioclavicular Injuries
Gambar 4. Tipe dislokasi acromioclavicular joint.

F. Mekanisme Trauma

Ruptur pada ligamen acromioclavicular yang disebabkan oleh trauma yang

dapat menyebabkan dislokasi acromioclavicular. Ketika seseorang jatuh dengan

bahu bagian anterior, maka akan ada gaya yang mendorong bahu tersebut ke arah

posterior sementara clavicula tetap berada di posisi anatominya, sehingga

menyebabkan ligament acromioclavicular tertarik dan terjadi rupture.


Biasanya pada cedera acromioclavicular joint, gaya awalnya pada ligamen

acromioclavicular (keseleo ringan), kemudian menekan ligamen

coracoclavicular (keseleo moderat) dan akhirnya jika gaya semakin menekan ke

bawah cedera berlangsung untuk merobek ligamen coracohumeral dan kemudian

fascia deltoidtrapezial. Pada titik ini ekstremitas atas telah kehilangan dukungan

suspensorium dan turun ke bawah (O Levy, 2013).

Mekanisme yang paling umum untuk dislokasi acromioclavicular adalah

benturan langsung pada bagian acromion dengan lengan adduksi.

G. TANDA DAN GEJALA

a. Anamnesis

 Pasien biasanya mengalami riwayat trauma pada bahu atau sendi

acromioclavicular. Pasien melakukan olahraga seperti sepak bola, ski

menuruni bukit.

 Pasien mencari pertolongan karena merasakan nyeri pada bagian anterior

bahu. Nyeri menjalar sampai ke dasar leher dan trapezius atau otor deltoid

atau sampai ke lengan dengan poia radikular.

 Pasien mengeluhkan nyeri yang terjadi pada saat gerakan menyilangkan

lengan melewati dada (seperti hendak mengambil sesuatu dari saku baju)

atau ketika gerakan lengan ke belakang( seperti memakai kaos).

 Nyeri juga terjadi saat fleksi bahu (meraih sesuatu melewati kepala) atau

ketika lengan diadduksikan melewati dada


b. Pemeriksaan Fisik

 Pemeriksaan yang tepat untuk cedera acromioklavular termasuk

pemeriksaan pada leher dan bahu untuk mengeliminasikan kemungkinan

radikulopati atau referred pain.

 Pada inspeksi, dapat dilihat daerah yang meninggi pada sendi

acromioklavikular. Ini disebabkan depresi dari scapula terhadap klavikula

atau karena edema pada sendi itu sendiri. Daerah ini biasanya terasa nyeri

saat ditekan. Pada LGS aktif, pasien mengeluhkan nyeri pada saat fleksi

bahu yang ekstrim.

 Nyeri semakin bertambah saat bahu semakin difleksikan, baik secara aktif

maupun pasif. Nyeri biasanya menghilang saat dilakukan MMT yang

isometric pada otot rotator cuff.

 Tes special yang dapat dilakukan antara lain: tes adduksi menyilang

tubuh, tes kompresi aktif, tes ekstensi tahanan acromioklavikular, tanda

paxinos.
c. Pemeriksaan Penunjang

1. X-Ray

Untuk meningkatkan visualisasi sendi acromioclavicular, perlu untuk

menggunakan satu-setengah dari Paparan x-ray yang digunakan dalam

radiografi standar bahu. Tampilan Zanca (di mana sinar x-ray diarahkan

dengan kemiringan 10 sampai 15 cephalic) adalah radiografi yang paling

akurat untuk digunakan dalam melihat sendi acromioclavicular12. Karena

variasi dalam anatomi sendi acromioclavicular, bilateral Tampilan Zanca

dianjurkan untuk melihat sambungan kedua acromioclavicular.

Normal Acromioclevicular Joint

Type 1
Type 2

Type 3

Type 5

Type 6
2. MRI

Penggunaan MRI untuk mengevaluasi lebih baik jaringan lunak yang

berdekatan karena bidang miring koronal MRI sejajar dengan ligamen CC

memungkinkan pengamatan yang memadai dari acromioclavicular ligamen

dan struktur aksesori, yang mungkin terutama berguna dalam

mengecualikan cedera kelas atas dan mengidentifikasi penyakit tambahan

jika dipertimbangkan operasi. Penulis lain menyatakan bahwa penggunaan

MRI untuk mengevaluasi ligamen coracoclavicular dapat membantu dalam

membedakan derajat III dari Tipe II dan dalam keputusan untuk dilakukan

tindakan operasi.

Gambar 5. resonansi magnetik (MRI) pasien dengan cedera sendi acromioclavicular tipe-III

setelah trauma langsung. MRI sagitalis oblongus (A) menunjukkan ruptur

ligamentum coracoclavicular (panah), yang dikonfirmasi pada koronal MRI (B.)


H. PENATALAKSANAAN

Terapi awal tergantung pada tingkat cedera dan aktivitas pasien serta tujuannya.

1. Cedera tipe I dan II ditangani tanpa operasi

Terapi awal untuk semua fase yang tidak memerlukan operasi (tipe

I,II,III) istrahat, kompres es dan sling brace imobilisasi selama 1-6 minggu

(rata-rata 2-3 minggu) dan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi 2-3 bulan.

Analgesik non narkotik juga dapat diberikan . Obat-obatan NSAID dapat

dipergunakan untuk nyeri dan inflamasi. Injeksi kedalam sendi dapat juga

dilakukan pada fase awal untuk control nyeri yang segera dan juga untuk

konfirmaasi diagnosis. Operasi merupakan indikasi untuk pasien cedera tipe II

yang menunjukan gejala dan pada pasien yang tidak merespon terapi

konservatif.

2. Terapi untuk tipe III Masih controversial

Cedera tipe III dapat ditangani secara operatif maupun non operatif.

Satu penelitian mengatakan terjadi kepuasan jangka panjang pada pasien yang

di operasi tetapi tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada LGS dan

kekuatannya. Mayoritas pasien yang tidak di operasi tidak mengalami

kesulitan jangka panjang. Terapi konservatif untuk tipe III adalah dengan

istrahat. Support, modalitas, obat-obatan untuk gejala, dan dapat kembali

keaktivitas secara bertahap dalam 6-12 minggu.

3. Cedera tipe IV, V, dan VI memerlukan pembedahan

a. Operasi
Beberapa prosedur bedah sudah dijelaskan akan tetapi belum ada

kesepakatan jenis operasi yang sangat dianjurkan untuk pasien dengan

dislokasi acromioclavicular joint. Teknik fiksasi awal digunakan K-wire

steimann pins dan wire cerclage. Penggunaan barang besi dapat

memperparah cedera intra-artikular dan dapat mempercepat onset arhtrosit

sendi. Karena ligamen CC diabaikan, kegagalan fiksasi sering terjadi pada

migrasi K-wire, juga kemungkinan. Selalu hanya fiksasi K-wire yang

cenderung gagal.

b. Pelat Kait

Pelat kait pada awalnya dirancang untuk fraktur klavikula ujung lateral.

Aplikasi ini telah diperluas ke dislokasi sendi AC. Ini telah dikaitkan dengan

banyak komplikasi termasuk Fraktur Acromial, pembengkokan pelat, dan

arthritis AC setinggi 41%, dan operasi kedua yang pasti untuk penghapusan

perangkat keras . Plat kait yang mengikis melalui akromion telah dicatat 32

hari setelah operasi.

c. Sekrup Bosworth

Stabilisasi sendi AC dengan sekrup antara klavikula dan coracoid.

Fiksasi antara Coracoid dan klavikula telah menjadi prospek yang menarik

dalam bentuk sekrup. Karena gerakan antara coracoid dan klavikula,

kelelahan implan terjadi seiring waktu. Studi biomekanik menunjukkan

bahwa penggunaan sekrup Coraco-Clavicular, mengurangi gerakan sendi,

dan secara signifikan meningkatkan tekanan kontak sendi, yang dapat


memiliki implikasi untuk degenerasi sendi awal ketika teknik ini digunakan.

Kegagalan bisa hadir sebagai osteolisis klavikula ujung lateral, kegagalan

perangkat keras, atau bahkan fraktur coracoid atau klavikula.

d. Prosedur Weaver- Dunn

Prosedur ini awalnya dijelaskan pada tahun 1972, memanfaatkan

ligamentum Coraco-Acromial (CA) untuk menggantikan ligamentum CC

yang robek; prosedur ini melibatkan pelepasan ligamen Coraco-Acromial

dari akromion, reseksi ujung distal klavikula, dan transfer ligamentum CA

ke ujung lateral klavikula, lebih dekat mereplikasi ligamen CC. Ada

beberapa modifikasi dari prosedur Weaver Dunn. Studi biomekanik

menunjukkan bahwa transfer nonanatomik ligamentum CA sendiri hanya

25% sekuat ligamen asli. Ligamen induk CC disisipkan di bagian paling

dasar dari coracoid - sedangkan ligamen CA melekat jauh ke arah distal dan

lateral.

e. Teknik Fiksasi

Melibatkan penggunaan berbagai jenis bahan, misalnya, jahitan tebal

atau pita bedah, allograft, atau autograft, yang ditempatkan di sekitar

pangkal coracoid dan melalui ujung distal klavikula dan tetap pada

tempatnya dengan berbagai cara fiksasi, seperti sebagai jangkar jahitan,

tombol jahitan, dan sekrup interferensi. Komplikasi dari teknik ini termasuk

jahitan cut-out, reaksi asing-tubuh aseptik, dan osteolisis klavikula, yang

dapat menyebabkan kegagalan. Premis melakukan fiksasi di dislokasi sendi


AC adalah mengharapkan ligamentum CC asli untuk sembuh begitu sendi

AC berkurang. Dengan demikian teknik fiksasi ini diadvokasi hanya untuk

dislokasi sendi akut tipe II AC. Argumen itu tampak cacat, karena sendi AC

terkilir dengan deformasi plastis ligamen CC diikuti oleh ruptur akhirnya.

f. Rekonstruksi Ligamen CC

Digambarkan sebagai rekonstruksi ligamen antara coracoid dan

klavikula. Melibatkan rekonstruksi anatomi ligamen CC ke dasar coracoid

dan sekitar 35 mm medial ke sendi AC pada klavikula. Pendekatan

modern telah merekonstruksi ligamentum anatomi CC dengan fiksasi di

dasar coracoid dan cangkok biologis melewati klavikula baik melalui

lubang bor tunggal atau 2, untuk meniru jalannya ligamen conoid dan

trapesium. Ada beberapa versi pendekatan anatomi, bervariasi dengan

ligamen biologis (Semitendinoses, Gracilis, EHL, dan bahkan Palmaris

longus), titik fiksasi (lubang klavikula tunggal atau 2 lubang).


g. Protokol setelah Operasi

Pasien dipulangkan pada hari kedua pasca operasi setelah balutan luka.

Pasien dianjurkan untuk melakukan latihan pendulum dan disarankan

untuk menggunakan sling hanya di tempat-tempat yang ramai. Pasien

belum bisa mengangkat lengan di atas 90 ° dan mengangkat benda berat

atau mengemudi. Pada minggu ketiga pasien pasca operasi didorong untuk

mulai melakukan latihan deltoid isometrik dan rentang gerakan dibantu

aktif hingga 90 ° fleksi dan penculikan. Setelah 6 minggu pasien bisa

beraktifitas seperti biasa. Kebanyakan pasien tidak memerlukan program

rehabilitasi formal. Namun, pasien dengan kelemahan rotator cuff atau

cedera pada bahu harus program rehabilitasi bahu selama 10 hari diikuti

oleh 4 minggu di rumah.

I. Komplikasi

Komplikasi yang sama dapat terjadi pada cedera acromioclavicular joint tipe

III-VI. Selain itu, adanya ketidakstabilan sendi ditambah penurunan kerja bahu dan

biomekanik yang abnormal, pasien juga mungkin mengeluh deformitas parah pada

acromioclavicular joint dan nyeri leher ketika traksi dan saraf pada pleksus

brachialis. Ada penurunan signifikan kekuatan abduksi horizontal pada kecepatan

cepat (24%). Namun, secara keseluruhan 87% cedera tipe III menunjukkan hasil

yang memuaskan dengan penanganan konservatif.

Meremehkan tingkat keparahan cedera acromioclavicular joint dapat

menyebabkan kececatan lebih kronis, terutama pada atlet dan pekerja berat yang
mengandalkan bahu mereka sehari-hari. Untuk beberapa kasus, reseksi arthriplasty

acromioclavicular mungkin dibutuhkan. Namun, 50% dari pasien dapat sembuh

baik setelah 6 tahun .

J. Prognosis

Tingkat kesembuhan pada kasus dislokasi acromioclavicular ini baik jika

ditangani dengan benar.

Pada kasus cedera acromioclavicular joint tipe I dan II mayoritas pasien akan

pulih dan sebagian besar gejala akut akan mereda setelah 7-10 hari, tetapi tinjauan

literatur mengungkapkan tingginya tingkat komplikasi (perlu operasi lebih lanjut,

nyeri, perubahan radiografi) setelah penanganan konservatif. Hal ini bertentngan

dengan persepsi umum yang menunjukkan bahwa cedera tipe I dan II memiliki

prognosis yang baik dan tidak berhubungan dengan ketidakstabilan sendi. Cedera

tipe I dan II dapat menyebabkan nyeri persisten dan perubahan radiografi. Gejala

utama seperti nyeri hebat dan ketidakstabilan yang membuat pasien mengurangi

kinerja atau berhenti olahraga, naik 9% untuk tipe I, dan mencapai 42% untuk tipe

II. Perubahan radiografi yang dicatat ditemukan 70% pada pasien cedera tipe I dan

75% pada tipe II. Selain itu, sebanyak 6% dari kasus cedera acromioclavicular

joint tipe I hingga tipe III ditemukan osteolysis distal claviucula. Adanya

kelemahan ditemukan pada 33%. Beberapa pasien juga memiliki kelemahan yang

signifikan pada gerakan abduksi horizontal. Cedera yang terjadi dapat

menyebabkan rupturnya ligamen, kerusakan pada kapsul, lesi meniscus dan


cartilage. Oleh karena itu, perubahan degeneratif akibat trauma berualang dapat

terjadi.
BAB III

DISKUSI KASUS

Tn. Muh.Ikwan, 25 Tahun datang dengan keluhan nyeri pada region shoulder

dextra dan region manus dextra sejak 30 menit yang lalu akibat benda tajam. Pasien

sedang duduk-duduk di kamar kosan, tiba-tiba datang temannya seorang laki-laki

dengan membawa parang. Tanpa berkata-kata langsung melakukan pembacokan

kearah pasien. Riwayat pingsan (-), mual (-), muntah (-), Riwayat Alkohol (-),

penggunaan obat- obatan (-), Riwayat pengobatan sebelumnya () di klinik morose

(bebat luka ), keluhan lain berupa nyeri pada punggung tangan kanan.

Dislokasi acromioclavicular joint adalah dislokasi yang terjadi pada sendi

antara ujung distal clavicula dengan acromion. Dislokasi AC joint dapat terjadi

karena adanya rupture ligamen acromioclavicula dan ligament coracoclavicula.

Dislokasi acromioclavucular joint kebanyakan terjadi pada usia 15 – 40 tahun karena

aktivitas olah raga dan kecelakaan lalu lintas. Cedera ini umumnya lebih sering

terjadi pada laki-laki muda dibanding perempuan dengan perbandingan 5:1 hingga

10:1.

Pasien biasanya mengalami riwayat trauma langung pada bahu atau sendi

acromioclavicular. Pasien melakukan olahraga seperti sepak bola, ski menuruni bukit.

Pasien mencari pertolongan karena merasakan nyeri pada bagian anterior bahu. Nyeri
menjalar sampai ke dasar leher dan trapezius atau otor deltoid atau sampai ke lengan

dengan poia radikular.

Pada pemeriksaan Fisis ditemukan kesadaran komposmentis, sakit sedang, gizi

baik. Tanda-tanda vital dalam batas normal. Status lokalis: pada region shoulder

dextra inspeksi ditemukan Deformitas (+), Wound (+) Vulnus Insisivum ukuran 10 x

4 cm, bone expose (+) tendon expose (+), Palpasi: ditemukan Nyeri tekan (+), ROM :

Aktif dan pasif Acromioclavicular joint dan shoulder joint terbatas karena nyeri,

NVD : sensibilitas (+), teraba pulsasi A. radialis dan A. Brachilalis, CRT ≤ 2 detik.

Pada Regio Manus Dextra didapatkan Inspeksi : Deformitas (+), Wound (+)

Vulnus Insisivum ukuran 4 x 1 cm, Palpasi: Nyeri tekan (+),ROM : Aktif dan pasif

wirst joint dextra terbatas karena nyeri NVD: sensibilitas (+), teraba pulsasi A.

radialis, CRT ≤ 2 detik.

Beberapa pasien mengeluhkan nyeri pada saat fleksi bahu yang ekstrim. Nyeri

semakin bertambah saat bahu semakin difleksikan, baik secara aktif maupun pasif.

Nyeri biasanya menghilang saat dilakukan MMT yang isometric pada otot rotator

cuff.

Pasien mendapatkan terapi IVFD RL 28 tpm, ketorolac 30mg/8 jam, Ranitidin

50 Mg/12 jam, ciprofloxsacin 1 gram /12 jam, adona drips 1 gr. Persiapan operasi

dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa analgetik dan antibiotik

spectrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien datang dengan kondisi tidak
stabil karena nyeri dan perdarahan aktif maka perlu diberikan analgetik dan babat

tekan luka. Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan cara diberikan dosis tinggi,

1-3 kali dosis biasanya. Antibiotik yang umum diberikan adalah golongan

cephalosporin generasi 2/ generasi . hal ini secara ilmiah telah dibuktikan

mengeurangi terjadinya komplikasi post operasi seperti infeksi luka dan pembentukan

abses intraabdominal.

Pada pasien juga dilakukan tindakan pembedahan berupa Prosedur Weaver-

Dunn atau modifikasi sendi. Terapi awal tergantung pada tingkat cedera dan aktivitas

pasien serta tujuannya. Cedera tipe I dan II ditangani tanpa operasi tetapi pasien di

anjurkan untuk istrahat, kompres es dan sling brace imobilisasi selama 1-6 minggu

(rata-rata 2-3 minggu) dan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi 2-3 bulan.

Analgesik non narkotik juga dapat diberikan . Obat-obatan NSAID dapat

dipergunakan untuk nyeri dan inflamasi. Operasi merupakan indikasi untuk pasien

cedera tipe II yang menunjukan gejala dan pada pasien yang tidak merespon terapi

konservatif.

Terapi untuk tipe III Masih controversial, Cedera tipe III dapat ditangani secara

operatif maupun non operatif. Terapi konservatif untuk tipe III adalah dengan

istrahat. Support, modalitas, obat-obatan untuk gejala, dan dapat kembali keaktivitas

secara bertahap dalam 6-12 minggu. Cedera tipe IV, V, dan VI memerlukan

pembedahan dengan beberapa teknik pembedahan yaitu Teknik fiksasi awal


digunakan K-wire steimann pins dan wire cerclage, pelat kait, modifikasi sendi,

rekontruksi dan sekrup boswor.


DAFTAR PUSTAKA

1. De joung, sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

2. Sirin Evrim, Aydin Nuri. 2018. Acromioclavicular joint injuries : Diagnosis,

classification and ligamentoplasty procedures. Effort Open Reviews Volume 3.

3. Babhulkar Ashish, Pawaskar Aditya. 2014. Acromioclavicular joint dislocations.

Department of shoulder and sports injuries, Deenanath Mangeshkar Hospital. India

4. Boffano Michele, Mortera Stefano, Wafa Hazem. 2017. The Surgical treatment of

acromioclavicular joint injuries. Effort open reviews

5. Nemec Ursula, Oberleitner Gerhard. 2011. MRI Versus Radiography of

acromioclavicular joint dislocation. Department of Radiology, medical university

Vienna. Austria..

6. Warth J Ryan, Martetschlager frank, R trevor. 2012. Acromioclavicularis joint

separations. Department for orthopedic sports medicine, university hospital rechts

der isar. Germany.

7. Gorbaty MD, Jacob D, Johan E. 2017. Classifications in brief : Rackwood

classification of acromioclavicular joint separations. Department of orthopedic

surgery, Carolinas healthcare system, USA.

8. Li Xinning, MD, Ma Richard, Bedi Asheesh. 2014. Management of

acromioclavicular joint injuries. The journal of bone and joint surgery.


9. Maier Dirk, Jaegar Martin, Reising Kilian. 2016. Injury patterns of the

acromioclavicular ligament complex in acute acromioclavicular joint dislocations.

Departement of orthopedics and trauma surgery, Universitas medical Center.

10. Silva DA Ricardo, pavei silveira Bruno. 2015. Acromioclavicular Joint

Dislocation: Repair Through Open Ligament Transfer and Nonabsorbable Suture

Fixation.

11. M Beim Gloria, 2013. Acromioclavicular joint injuries. Journal of Athletic

Training 2000;35(3):261-267.

Anda mungkin juga menyukai