Anda di halaman 1dari 26

REFLEKSI KASUS DESEMBER 2018

FRAKTUR DISLOKASI VERTEBRA CERVICAL 6-7 KLASIFIKASI


FRANKLE A

OLEH :

NAMA : AZIZAH AZHMI AULIA

NIM : N 111 17 021

PEMBIMBING KLINIK

dr. Muh. Ardi Munir M.Kes, Sp.OT, FICS, M.H

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2018

1
BAB I
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
1. Identitas
Nama : Tn. A
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Tanggal masuk : 20 November 2018
Ruangan : Teratai kelas 3
Alamat : Jl. Tombolotutu

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : kedua kaki tidak bisa digerakkan dan mati rasa
Anamnesis Terpimpin :
Pasien rujukan rumah sakit Suaka Insan Banjarmasin masuk rumah
sakit dengan keluhan lemas seluruh badan dan tidak bisa menggerakkan
kedua kaki sejak 3 bulan yang lalu, pasien mengatakan bahwa pada Tanggal 1
agustus 2018 pasien dijatuhi buah kelapa sawit dengan berat 30 kg saat
sedang panen, dimana buah menimpah kepala pasien dan lehernya, pada saat
itu pasien tidak sadarkan diri dan dibawa ke rumah sakit Suaka Insan di
Banjarmasin. Pasien masih dapat berkomunikasi dengan baik dan ingat
kejadian, pasien mengeluh tidak dapat menggerakkan kedua kaki, pasien
mengeluh kedua tungkainya pun mati rasa dari dada hingga telapak kaki
sehingga pasien lebih banyak berbaring ditempat tidur.. Keluhan tersebut
dirasakan bersamaan dengan kelumpuhan pada kedua kaki. pasien tidak ada
riwayat mual (-), muntah (-), demam (-), BAB dan BAK Biasa.

Riwayat penyakit sebelumnya:


Pasien riwayat Post operasi Laminectomy dan Posterior Stabilisasi di
rumah sakit Suaka Insan Banjarmasin 6 Agustus 2018.

2
Riwayat penyakit dalam keluarga :
Tidak ada riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-) atau alergi (-)
dalam keluarga, tidak ada anggota keluarga yang mengeluh hal serupa.

Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan


Pasien dulunya bekerja sebagai Petani Kelapa Sawit di Banjarmasin,
pasien tinggal di rumah yang cukup bersih dan pasien menggunkan BPJS.

III. STATUS GENERALISATA

Keadaan umum : Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 140/100 mmhg Pernafasan : 21x/menit

Nadi : 92x/menit Suhu : 36,4C

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Kepala : Normocephali

Konjungtiva : Anemis +/+, sklera ikterik -/-

Pupil : isokor +/+

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening -/-

Thoraks

Paru-paru

Inspeksi : pergerakan simetris bilateral, tidak ada jejas

Palpasi : vocal fremitus sama bilateral

Perkusi : sonor +/+

3
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler +/+, Rh-/-, wh-/-

Jantung :

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V midclavicula sinistra

Perkusi : redup

Auskultasi : bunyi jantung S1/S2 reguler

Abdomen

Inspeksi : bentuk kesan cembung

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Perkusi : timpani diseluruh kuadran abdomen

Palpasi : nyeri tekan epigastrium(+),ginjal teraba +/+, hepar dan


lien tidak teraba

Ekstremitas

Superior : akral hangat +/+, edema -/-

Inferior : akral hangat +/+, edema +/+

Pemeriksaan Lokalis

Look : Tampak ulkus dekubitus pada regio lumbal dengan ukuran 13 x13 cm
berlubang, tampak musculus berwarna merah dan tulang, pus (+), darah (-
),bau (+).

Feel : nyeri tekan pada area lesi dan pasien tidak merasakan nyeri mulai dari
kaki hingga bagian dada.

Move : Kelemahan pada ektremitas atas dan kelumpuhan pada ekstremitas


bawah

4
Pemeriksaan Neurologis :

a. Sistem Motorik
1. Kekuatan Otot :
Ekstremitas Dextra Sinistra
atas 4 4
bawah 0 0

2. Myotome
Spinal Level Myotome
C5 Shoulder abduction +
C6 Elbow extension +
Wrist extensors
C7 Elbow extensor -
And wrist flexion
C8 Finger flexion and -
thumb extension
T1 Finger abduction -

3. Refleks
a) Biceps : positif
b) Triceps : negatif
c) Patella : Negatif
d) Achilles : Negatif

b. Sistem Sensorik
Pemeriksaan sensorik mengalami gangguan setinggi T5, dimana pasien
tidak merasakan adanya setntuhan mulai dari telapak kaki sampai setinggi
payudara (dermatom T5) . Serta pada tangan bagian medial ekstremitas
atas kehilangan sensasi sensibilitas (anastesi) .

5
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium : tanggal 20/11/2018

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Darah rutin :

Leukosit 19,5 103/ul 4,5-13

Eritrosit 4,47 106/ul 3,8-5,2

Hemoglobin 11,6 g/dl 12,8-16,8

Hematokrit 35,9 % 35-47

Trombosit 340 103/ul 154-442

Clothing Time 9 menit 4-12

Bleeding Time 2 menit 1-4

Glucose Sewaktu 145 mg/dl 80-199

Ureum 26 mg/dl 18-55

Creatinin 0,97 mg/dl 0,70-1,30

Kimia klinik: Non reaktif

HbsAg

6
2. Foto lumbosacral 2/8/2018)
a. Pasien Tn.A

Kesan : Tampak para lumbal muscle spasme

b. Foto Lumbosacral Normal

7
3. CT-Scan Servico Thorakal (2/8/2018)

Kesan :Multiple Level Servical fractur pada C6-C7 bilateral Interfacetal


Dislocation kesan Cord Injury

Gambar vertebra servical normal

8
4. Foto Ulkus Dekubitus 21/11/2018

VI. RESUME

Pasien laki-laki umur 45 tahun rujukan rumah sakit Suaka Insan


Banjarmasin masuk rumah sakit dengan keluhan paraplegia (+) sejak 3 bulan
yang lalu, pasien mengatakan bahwa pada Tanggal 1 agustus 2018 pasien
dijatuhi buah kelapa sawit dengan berat 30 kg saat sedang panen, dan
menimpah kepala pasien dan lehernya. Pasien riwayat Post operasi
Laminectomy dan Posterior Stabilisasi di rumah sakit Suaka Insan
Banjarmasin 6 Agustus 2018. Keadaan umum sakit sedang, kesadaran
compos Mentis, tekanan darah : 140/100 mmhg, pernafasan : 21x/menit,
Nadi: 92x/menit,Suhu : 36,4C.

Pada pemeriksaan motorik pasien didapatkan kekuatan otot pasien


pada ekstremitas atas dextra 4, sinistra 4, ekstremitas bawah dextra o, sinistra
o. Pada pemeriksaan motorik didapatkan paraplegia pada ekstremitas bawah,
dan tidak mampu untuk mengektensikan siku dan fleksikan tangan. Pada
pemeriksaan refleks didapatkan refleks biceps normal dan refleks triceps (-),

9
refleks patella (-) dan refleks achilles (-). Pada pemeriksaan sensorik pasien
mengalami hipoastesi setinggi dermatome C6, Hasil Laboratorium (leukosit
19,5 , Eritrosit 4,47, hb 11,6 , Ct 9 dan BT 2. Pada pemeriksaan foto Ct Scan
Crrviko Thoracal kesan Multiple Level Servical fractur pada C5-C6 bilateral
Interfacetal Dislocation kesan Cord Injury.

Pada pemeriksaan regio lumbal didapatkan Tampak ulkus dekubitus


pada regio lumbal dengan ukuran 13 x13 cm berlubang, tampak musculus
berwarna merah dan tulang, pus (+), darah (-),bau (+).

VII. DIAGNOSIS AKHIR

Fraktur Disloc Vertebra Cervical C6-7 Klasifikasi Frankle A post


laminectomy + disability posterior + Paraplegia + Hiposastesi Setinggi
Dermatom C6. + Ulkus Dekubitus Grade III

VII. PENATALAKSANAAN

a. Medikamentosa
1. Ivfd RL 20 tpm
2. Ceftriaxon 1 gr/12 jam
3. Ranitidin 50mg/12jam
4. Neurodex 2 x 1
b. Non Operatif
1. Dilakukan pembersihan pada area luka
2. Ganti perban tiap 3 hari 1 kali.
c. Operatif
Operasi dekompresi laminektomi dan stabilisasi posterior pada
vertebra cervikal

10
11
d. Foto Kontrol 8/8/2018

Kesan : tampak terpasang internal fixasi pada cervical 5- thorakal 1


dengan posisi baik.

Follow up

Hari/
tangg Subjektif objektif Assesment penanganan
al
Pasien mengeluh TD: 140/80 Fraktur - Ivfd RL 20 tpm
nyeri pada bagian N: 84x/m Disloc - Ceftriaxon 1
belakang daerah luka R: 18x/m Vertebra gr/12 jam
, susah buang air S: 36,6°C Cervical C6- - Ranitidin
besar sejak 1 Status 7 Klasifikasi 50mg/12jam
minggu, BAK lokalis : Frankle A - Neurodex 2 x 1
lancar, lemas Tampak post - GV 3 hari 1 kali
seluruh tubuh ulkus laminectomy
dekubitus + disability
21/11 pada regio posterior +
/2018 lumbal Paraplegia +
dengan Hiposastesi
ukuran 13 Setinggi
x13 cm Dermatom
berlubang, C6 + Ulkus
tampak Dekubitus
musculus Grade III
berwarna
merah dan
tulang,
22/9/ Sakit kepala, TD: 130/80 Fraktur - Ivfd RL 20 tpm
2018 Mengeluh sesak N: 81x/m Disloc - Ceftriaxon 1

12
nafas, batuk ,susah R: 24x/m Vertebra gr/12 jam
BAB, BAK biasa. S: 37,2 °C Cervical C6- - Ranitidin
Status 7 Klasifikasi 50mg/12jam
lokalis : Frankle A - Neurodex 2 x 1
Tampak post
ulkus laminectomy
dekubitus + disability - GV 3 Hari 1
Kali
pada regio posterior +
lumbal Paraplegia +
dengan Hiposastesi
ukuran 13 Setinggi
x13 cm Dermatom
berlubang, C6 + Ulkus
tampak Dekubitus
musculus Grade III
berwarna
merah dan
tulang,
Batuk (+), susah TD: 120/70 Fraktur - Ivfd RL 20 tpm
BAB, BAK biasa N: 78x/m Disloc - Ceftriaxon 1
R: 20x/m Vertebra gr/12 jam
S: 36,6 °C Cervical C6- - Ranitidin
Status 7 Klasifikasi 50mg/12jam
lokalis : Frankle A - Neurodex 2 x 1
23/9/
Tampak post - GV 3 hari 1 kali
2018
ulkus laminectomy
dekubitus + disability
pada regio posterior +
lumbal Paraplegia +
dengan Hiposastesi
ukuran 13 Setinggi

13
x13 cm Dermatom
berlubang, C6 + Ulkus
tampak Dekubitus
musculus Grade III
berwarna
merah dan
tulang,

Batuk (+), BAB dan Fraktur - Ivfd RL 20 tpm


BAK biasa, badan TD: 120/70 Disloc - Ceftriaxon 1
lemas (+) N: 78x/m Vertebra gr/12 jam
R: 20x/m Cervical C6- - Ranitidin
S: 36,5 °C 7 Klasifikasi 50mg/12jam
Status Frankle A - Neurodex 2 x 1
lokalis : post - GV 3 hari 1 kali
Tampak laminectomy
ulkus + disability
dekubitus posterior +
24/9/
pada regio Paraplegia +
2018
lumbal Hiposastesi
dengan Setinggi
ukuran 13 Dermatom
x13 cm C6 + Ulkus
berlubang, Dekubitus
tampak Grade III
musculus
berwarna
merah dan
tulang,
25/9/ Batuk (+), BAB dan TD: 110/80 Fraktur - Ivfd RL 20 tpm

14
2018 BAK biasa, badan N: 80x/m Disloc - Ceftriaxon 1
lemas (+) R: 20x/m Vertebra gr/12 jam
S: 36,5 °C Cervical C6- - Ranitidin
Status 7 Klasifikasi 50mg/12jam
lokalis : Frankle A - Neurodex 2 x 1
Tampak post - GV 3 Hari 1
Kali
ulkus laminectomy
dekubitus + disability
pada regio posterior +
lumbal Paraplegia +
dengan Hiposastesi
ukuran 13 Setinggi
x13 cm Dermatom
berlubang, C6 + Ulkus
tampak Dekubitus
musculus Grade III.
berwarna
merah dan
tulang,

15
BAB II

PEMBAHASAN

Pasien laki-laki umur 45 tahun rujukan rumah sakit Suaka Insan


Banjarmasin masuk rumah sakit dengan keluhan paraplegia (+) sejak 3 bulan yang
lalu, pasien mengatakan bahwa pada Tanggal 1 agustus 2018 pasien dijatuhi buah
kelapa sawit dengan berat 30 kg saat sedang panen, dan menimpah kepala pasien
dan lehernya. Pasien riwayat Post operasi Laminectomy dan Posterior Stabilisasi
di rumah sakit Suaka Insan Banjarmasin 6 Agustus 2018. Keadaan umum sakit
sedang, kesadaran compos Mentis, tekanan darah : 140/100 mmhg, pernafasan :
21x/menit, Nadi: 92x/menit,Suhu : 36,4C.

Pada pemeriksaan motorik pasien didapatkan kekuatan otot pasien pada


ekstremitas atas dextra 4, sinistra 4, ekstremitas bawah dextra o, sinistra o. Pada
pemeriksaan motorik didapatkan paraplegia pada ekstremitas bawah, dan tidak
mampu untuk mengektensikan siku dan fleksikan tangan. Pada pemeriksaan
refleks didapatkan refleks biceps normal dan refleks triceps (-), refleks patella (-)
dan refleks achilles (-). Pada pemeriksaan sensorik pasien mengalami hipoastesi
setinggi dermatome C6, Hasil Laboratorium (leukosit 19,5 , Eritrosit 4,47, hb 11,6
, Ct 9 dan BT 2. Pada pemeriksaan foto Ct Scan Crrviko Thoracal kesan Multiple
Level Servical fractur pada C5-C6 bilateral Interfacetal Dislocation kesan Cord
Injury.

Pada pemeriksaan regio lumbal didapatkan Tampak ulkus dekubitus pada


regio lumbal dengan ukuran 13 x13 cm berlubang, tampak musculus berwarna
merah dan tulang, pus (+), darah (-),bau (+).

Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk


skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium,
costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut
syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh.

16
Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio
yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal

Di antara setiap vertebra terdapat diskus yang terdiri dari pelindung luar,
annulus fibrosus, dan gel didalamnya disebut nukleus pulposus. Diskus ini
berfungsi sebagai bantalan atau peredam dan memungkinkan pergerakan antara
korpus verterbra. Terdapat berkas serat yang kuat diantara tulang yang disebut
ligament longitudinal. Ligamen longitudinal anterior berjalan di depan korpus
vertebra dan ligamen longitudinal posterior berada di posterior korpus vertebra, di
depan medula spinalis1.

Jenis fraktur berdasarkan daerah cervical, sebagai berikut:

1. Fraktur Atlas C 1
Fraktur ini terjadi pada kecelakaan jatuh dari ketinggian dan posisi
kepala menopang badan dan daerah cervical mendapat tekanan hebat.
Condylus occipitalis pada basis crani dapat menghancurkan cincin tulang
atlas. Jika tidak ada cedera angulasi dan rotasi maka pergeseran tidak berat
dan medulla spinalis tidak ikut cedera. Pemeriksaan radiologi yang
dilakukan adalah posisi anteroposterior dengan mulut pasien dalam
keadaan terbuka.5

17
Terapi untuk fraktur tipe stabil seperti fraktur atlas ini adalah immobilisasi
cervical dengan collar plaster selama 3 bulan5.
2. Pergeseran C 1 C2 ( Sendi Atlantoaxial)
Atlas dan axis dihubungkan dengan ligamentum tranversalis dari atlas
yang menyilang dibelakang prosesus odontoid pada axis. Dislokasi sendi
atlantoaxial dapat mengakibatkan arthritis rheumatoid karena adanya
perlunakan kemudian akan ada penekanan ligamentum transversalis..
Umumnya ligamentum tranversalis masih utuh dan prosesus odontoid
pindah dengan atlas dan dapat menekan medulla spinalis. Terapi untuk
fraktur tidak bergeser yaitu imobilisasi vertebra cervical.Terapi untuk
fraktur geser atlantoaxial adalah reduksi dengan traksi continues.5
3. Fraktur Cervikal (C3-C7)
Tipe fraktur servikal pada segmen ini sangat sering terjadi. Kondisi ini
bersifat cedera stabil maupun tidak stabil yang memberikan manifestasi
klinis berupa defisit neurologis5.
4. Flexi Subluksasi Vertebral Cervical
Fraktur ini terjadi saat pergerakan kepala kearah depan yang tiba-
tiba sehingga terjadi deselerasi kepala karena tubrukan atau dorongan pada
kepala bagian belakang, terjadi vertebra yang miring ke depan diatas
vertebra yang ada dibawahnya, ligament posterior dapat rusak dan fraktur
ini disebut subluksasi, medulla spinalis mengalami kontusio dalam
waktu singkat5.
Tindakan yang diberikan untuk fraktur tipe ini adalah ekstensi cervical
dilanjutkan dengan imobilisasi leher terekstensi dengan collar selama 2
bulan5.
5. Fleksi dislokasi dan fraktur dislokasi cervical
Cedera ini lebih berat dibanding fleksi subluksasi. Mekanisme
terjadinya fraktur hampir sama dengan fleksi subluksasi, posterior ligamen
robek dan posterior pada satu atau kedua sisi kehilangan kestabilannya
dengan bangunan sekitar2

18
Berdasarkan kestabilannya fraktur vertebra terdapat dua tipe, yaitu:
1. Cedera stabil : jika bagian yang terkenatekanan hanya bagian medulla
spinalis anerior, komponen vertebra tidak bergeser dengan pergerakan
normal, ligamen posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis tidak
terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur adalah contoh cedera stabil.
2. Cedera tidak stabil: cedera yang dapat bergeser dengan gerakan normal
karena ligamen posteriornya rusak atau robek.3

Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan


radiografi, pemeriksaan radiografi minimal ada 4 posisi yaitu anteroposterior,
lateral, oblik kanan dan kiri.

Pada pasien ini didapatkan hasil CT Scan Cervico Thorakal Didapatkan


cedera pada vertebra yang bergeser dari posisinya sehingga ligamen posterior
rusak menyebabkan kerusakan pada medula spinalis.

Manifestasi klinis berdasarkan lokasi cidera


a. Antara C1 sampai C5
Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya pasien meninggal
b. Antara C5 dan C6
Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu dan fleksi siku yang lemah;
kehilangan refleks brachioradialis
c. Antara C6 dan C7
Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan bahu dan fleksi siku
masih bisa dilakukan; kehilangan refleks bisep
d. Antara C7 dan C8
Paralisis kaki dan tangan
e. C8 sampai T1
Horner's syndrome (ptosis, miotic pupils, facial anhidrosis), paralisis kaki
f. Antara T11 dan T12
Paralisis otot-otot kaki di atas dan bawah lutut
g. T12 sampai L1

19
Paralisis di bawah lutut
h. Cauda equina
Hiporeflex atau paresis extremitas bawah, biasanya nyeri dan usually
pain and hyperesthesia, kehilangan control bowel dan bladder
i. S3 sampai S5 atau conus medullaris pada L1
Kehilangan kontrol bowel dan bladder secara total4

Berdasarkan Klasifikasi derajat kerusakan medulla spinalis dibagi menjadi :

- Frankel A = Complete, fungsi motoris dan sensoris hilang sama sekali di


bawah level lesi.
- Frankel B = Incomplete, fungsi motoris hilang sama sekali, sensoris masih
tersisa di bawah level lesi.
- Frankel C = Incomplete, fungsi motris dan sensoris masih terpelihara
tetapi tidak fungsional.
- Frankel D = Incomplete, fungsi sensorik dan motorik masih terpelihara
dan fungsional.
- Frankel E = Normal, fungsi sensoris dan motorisnya normal tanpa deficit
neurologisnya6
Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan
stabilisasi untuk mencegah kerusakan yang lebih parah lagi, semuanya
tergantung dari tipe fraktur.
Penatalaksanaan pada pada kasus fraktur vertebra dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Braces dan Orthotics
Ada tiga hal yang dilakukan yakni:4
a. Mempertahankan kesejajaran vertebra (aligment)
b. Imobilisasi vertebra dalam masa penyembuhan
c. Mengatasi rasa nyeri yang dirasakan dengan membatasi pergerakan.

20
Fraktur yang sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi, sebagai
contoh: brace rigid collar untuk fraktur cervical, cervical-thoracic brace
untuk fraktur pada punggung bagian atas, thoracolumbal-sacral
orthosis untuk fraktur punggung bagian bawah, dalam waktu 8 sampai
12 minggu brace akan terputus, umumnya fraktur pada leher yang
sifatnya tidak stabil ataupun mengalami dislokasi memerlukan traksi,
halo ring dan vest brace untuk mengembalikan kesejajaran.4,23

2. Medikamentosa
Obat yang diberikan pada pasien cedera servikal adalah golongan
kortikosteroid. Steroid berfungsi memperbaiki cedera medula spinalis dan
diberikan pada 8 jam pertama setelah cedera. Methylprednisolon dapat
menurunkan respon inflamasi dengan menekan migrasi
polymorphonuclear (PMN) dan menghambat peningkatan permeabilitas
vaskular. Dosis yang diberikan 30 mg/kgbb intravena dalam 15 menit
pertama diikuti 45 menit berikutnya dengan dosis 5,4 mg/kgbb/jam selama
23 jam4.
3. Bedah
Bila terdapat tanda kompresi pada medula spinalis karena
deformitas tulang, fragmen tulang, atau hematom, diperlukan tindakan
dekompresi. Tujuan terapi awal adalah untuk dekompresi medula spinalis
dengan memperbaiki diameter sagital normal dari kolumna vertebralis.
Berkurangnya dislokasi baik parsial atau komplit juga akan mengurangi

21
nyeri. Dislokasi yang disertai instabilitas tulang belakang memerlukan
tindakan reposisi dan stabilisasi4.
Pembedahan darurat dilakukan bila terdapat gangguan neurologis
progresif akibat penekanan dan pada luka tembus. Pembedahan akan
mengurangi kemungkinan terjadinya penyulit tetapi tidak harus dilakukan
sebagai tindakan darurat. Pasien dengan kompresi sekunder dari herniasi
diskus akibat trauma harus segera didekompresi. Cedera medula spinalis
akibat osteofit, penebalan ligamen flavum, atau stenosis tidak memerlukan
operasi segera. Terdapat 3 indikasi utama untuk melakukan tindakan
operasi yaitu untuk dekompresi elemen saraf, koreksi deformitas, dan
stabilisasi segmen 5
Berdasarakan pada data- data tersebut diatas, maka pada pasien ini
didapatkan paraplegia dan hipoastesi pada kedua kaki termasuk dalam
level komplet (frankle A) , dengan diawali dengan adanya trauma medulla
spinalis. Trauma medulla spinalis pada kasus ini diakibatkan oleh adanya
kompresi pada tulang vertebrae cervikal 6 dan cervikal 7. Kompresi pada
kasus ini menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis yang jenisnya
adalah transeksi medulla spinalis, karena adanya gejala yang sesuai
dengan lesi jenis ini yaitu hilangnya kemampuan motorik dibawah tingkat
lesi, hilangnya sensasi sensorik dibawah tingkat lesi, dan hilangnya semua
refleks dibawah tingkat lesi. Pada kasus ini karena lesi berada pada
segmen vertebrae cervikal 6 dan cervikal 7, maka terjadi gangguan pada
fungsi neurologis dibawah tingkat lesinya yaitu paraplegia pada kedua
kaki dan pada lengan tidak mampu untuk mengekstensikan kedua siku,
serta hilangnya fungsi sensorik pada kedua kaki setinggi dada sampai
telapak kaki.
Pada pasien ini telah dilakukan tindakan dekompresi laminektomi
dan stabilisasi posterior pada tulang spinalis. Dekompresi laminektomi
adalah tindakan pembedahan dengan cara mengurangi penekanan pada
lamina agar gejala yang ditimbulkan karena stenosis spinal berkurang dan
tidak terjadi lagi. Ada lima tindakan dekompresi, yaitu: diskektomi

22
(membuang diskus), flavektpmi (membuang ligamentum flavum),
laminektomi (membuang sebagian atau seluruh lamina), foraminatomi
(membebaskan foramen syaraf), dan facetektomi (membuang sendi facet).

-
- Gambar 1.1 Dekompresi Laminectomy
-

-
- Gambar 1.2 Disabilitasi Posterior

23
Dekubitus adalah suatu keadaan kerusakan jaringan setempat yang disebabkan
oleh iskemia pada kulit (kutis dan sub-kutis) akibat tekanan dari luar yang
berlebihan. Umumnya terjadi pada penderita dengan penyakit kronik yang
berbaring lama. Ulkus dekubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer, pressure
ulcer, pressure sore, bed sore7

Klasifikasi Ulkus Dekubitas dapat dibagi menjadi

1. Stadium 1

Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada


kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri. Stadium
ini umumnya reversible dan dapat sembuh dalam 5 - 10 hari.

2. Stadium 2

Ulserasi mengenai epidermis, dermis dan meluas sampai ke


jaringanadiposa.Terlihat eritema dan indurasi. Stadium ini dapat
sembuh dalam 10 - 15hari.

3. Stadium 3

Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkutis, dan otot sudah


mulai terganggu dengan adanya edema, inflamasi, infeksi dan hilangnya
struktur fibril. Tepi ulkus tidak teratur dan terlihat hiper- atau
hipopigmentasi dengan fibrosis. Kadang-kadang terdapat anemia dan
infeksi sistemik. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.

4. Stadium 4

Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot, tulang serta


sendi. Dapat terjadi artritis septik atau osteomielitis dan sering disertai
anemia. Dapat sembuh dalam 3 - 6 bulan3

24
Pada pasien ini didapatkan Tampak ulkus dekubitus pada regio lumbal
dengan ukuran 13 x13 cm berlubang, tampak musculus berwarna merah dan
tulang, pus (+), darah (-),bau (+). Sehingga termasuk dalam grade III.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Noor, Zairin. 2012. Gangguan Muskuloskeletal. Salemba Medika . Jakarta


2. Fenstermaker RA. 2015. Acute Neurologic Management of the Patient with
Spinal Cord Injury. Urologic Clinic of NorthAmerica 20:413-421.
3. Alexander R, Proctor H. Advanced Trauma Life Support Course for
Physicians. 2014; 21-22.
4. Patel Pradip R. Lecture Notes Radiologi, Edisi kedua. Jakarta : Erlangga.
2007
5. Florian, et al. 2018. From ISNCSCI to outcomes: Exploring topics in injury
and dysfunction of the spinal cord. The Journal of Spinal Cord Medicine.
http://www.tandfonline.com/loi/yscm20. Viewed 16 desember 2018.
6. De Jong. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.
7. Morrison, MJ.(2015). Manajemen luka, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

26

Anda mungkin juga menyukai