BAB I
PENDAHULUAN
I.2 ANAMNESA
2. Tanggal 03 – 05 – 2011
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 9.7 12 – 16 g/dl
Hematokrit 31 37 – 47 %
Eritrosit 3.5 4.3 – g juta / ul
Leukosit 10600 4800 – 10800/ul
Trombosit 412000 150000 – 400000/ul
MCV 89 80 – 96 fl
MCH 28 27 – 32 pg
MCHC 31 32 – 36 g/dl
5
BAB II
PERSIAPAN
II.1 PERSIAPAN PASIEN
1. Informed consent: menginformasikan kepada pasien mengenai tindakan medis apa
yang akan dijalani oleh pasien, prosedur, kemungkinannya, dan resiko-resiko yang
diramalkan kemungkianan bisa terjadi .
2. Surat persetujuan operasi: merupakan bukti tertulis dari pasien atau keluarga pasien
yang menunjukkan persetujuan akan tindakan medis yang akan dilakukan
sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan keluarga pasien tidak akan
mengajukan tuntutan.
3. Pasien dipuasakan dimulai pukul 00.00 tanggal 04 Mei 2011, dengan tujuan agar pada
saat operasi lambung pasien kosong dan mencegah terjadinya aspirasi isi lambung ke
saluran pernafasan.
4. Kandung kemih dikosongkan.
5. Pembersihan fisik pasien seperti kuku dan pencukuran untuk daerah yang akan dioperasi
6. Memakai pakaian operasi sebelum masuk ruang operasi.
7. Pemeriksaan fisik pasien di ruang persiapan : TD = 110/70 mmHg, Nadi = 60 x/menit,
Suhu = 360C, RR = 18 x/menit
BAB III
PELAKSANAAN ANESTESI
- TD : 108/68mmHg, N: 75x/menit
RECOVERY ROOM
Pukul 11.10 WIB
Setelah pasien dibawa ke ruang pemulihan lalu dilakukan penilaian terhadap fungsi
vital ,TD : 102/70 N: 47
penilaian pulih sadar di ruang pulih sadar dengan menggunakan Aldrette score sebagai berikut :
1. Pernafasan : adekuat (2)
2. Warna Kulit : Merah (2)
3. Aktivitas pergerakan : Keempat ekstremitas dapat digerakkan(2)
11
FOLLOW UP
Dari follow up pasca operasi pada tanggal 5 Mei 2011 di ruangan perawatan, didapatkan
pasien dalam keadaan sadar, bising usus (+). TD: 120/70 mmHg, Nadi 60x/menit, suhu 36.2oC.
Pasien masih mengeluhkan sedikit nyeri pada luka operasi. Infus RL masih dilanjutkan
dianjurkan mobilisasi bertahap dan diet bebas.
12
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien dengan diagnosis anestesi status fisik ASA kelas II (dengan
kardiomegali dan restriksi sedang). Dengan diagnosis bedah adenomiosis, direncanakan tindakan
histerektomi.
The American Society of anesthesiologist (ASA) digunakan untuk menilai kebugaran fisik
seseorang . klasifikasi fisik ini bukan alat perkiraan resiko anesthesia, karena dampak samping
anesthesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.1
Kelas I : pasien sehat organik , fisiologi, psikiatrik, biokimia
Kelas II : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang
Kelas III : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas
Kelas IV : pasien dengan penyakit sistemik berat tidak dapat melakukan aktivitas rutin dan
penyakitnya merupakan ancaman kehidupan setiap hari.
Kelas V : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya
tidak akan lebih dari 24 jam.
Pasien ini berdasarkan hasil foto thorax, konsul paru menunjukan adanya kardiomegali
dan restriksi paru dengan toleransi operasi ringan sedang , maka diagnosis anestesi untuk
pasien ini adalah ASA II.
Tindakan yang direncanakan pada pasien ini adalah histerektomi dengan rencana anestesi
regional epidural. Anestesi epidural ialah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang
epidural, yaitu ruang antara ligamentum flavum dan duramater. Adapun indikasi anestesi
epidural adalah: 1
1. Pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca bedah
2. Tatalaksana nyeri saat persalinan
3. Penurunan tekanan darah saan pembedahan supaya tidak mengalami perdarahan
4. Tambahan pada anestesi umum ringan karena penyakit tertentu pasien.
Indikasi anestesi regional epidural pada pasien ini adalah untuk penanggulangan nyeri
selama operasi dan paska bedah.4
13
Pada pasien ini dilakukan anestetik lokal dengan lidokain 2% pada tempat yang akan di
tusuk dengan jarum epidural.
Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural umumnya digunakamn 1-2 % dengan
mula kerja 10 – 15 menit dan relaksasi otot baik.1,4,5
Jarum epidural nomor 18 ditusukan secara perlahan-lahan, dan setelah itu untuk
mengenal ruang epidural dilakukan “loss of resistance”.
Ada 2 teknik yang digunakan yaitu “lost of resistance” dan “hanging drop” . untuk
teknik loss of resistance menggunakan semprit kaca atau plastik rendah resistesi yang diisi oleh
udara atau NaCl sebanyak ± 3 ml. setelah diberikan anestesi lokal pada tempat penyuntikan ,
jarum epidural ditusukan sedalam 1-2 cm. kemudian udara atai NaCl disuntikan perlahan-lahan
14
secara terputus putus sambil mendorong jarum epidural sampai terasa menembus ligamentum
flavum yang disusul oleh hilangnya resistensi. 1
Setelah diyakini jarum masuk ke ruang epidural dilakukan uji dosis (test dose), bila
jarum diyakini masuk ruang epidural dimasukan anestetik lokal dan diobservasi beberapa
menit , jika tidak ada efek setelah beberapa menit , kemungkinan besar jarum atau kateter benar.
Jika terjadi blokade spinal menunjukan obat masuk ke ruang subaraknoid. Pada pasien ini
setelah beberapa menit penyuntikan tidak ada efek yang timbul. Maka kemungkinan besar jarum
atau kateter sudah masuk di ruang epidural. 1
Setelah itu pasien diberikan oksigen dengan nasal kanul 2 ml dan dilakukan pemasangan
kateter urin .
Pemberian oksigen melalui nasal kanul dapat diatur dengan kecepatan aliran antara 1-6
L/menit. Diberikan untuk menambah oksigen dari udara kamar yang di inspirasi pasien. 2
Dilakukan pemasangan kateter urin ialah untuk mengetahui berapa cairan tubuh pasien berupa
urin yang keluar selama operasi untuk perhitungan kebutuhan cairan yang akan diberikan
dalam mengganti cairan tubuh yang keluar.1
15 menit kemudian operasi dimulai, tekanan darah pasien turun kemudian diberikan
efedrin 5mg dan pasien merasa masih merasa sedikit sakit, tidak nyaman, pada bagian perutnya
ketika operator melakukan tindakan pada bagian perutnya.
Kerja dari anestesi epidural ialah antara 15-20 menit setelah obat masuk.4 Karena
operasi dimulai sebelum kerja obat maksimal menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien,
pasien merasa mual, ngilu, dan sedikit kesakitan.
Setelah itu pasien diberikan O2 dengan sungkup muka dengan reservoir O2, dialirkan O2
4,5L/menit.
Pemberian sungkup muka dalam upaya memberikan oksigen kepada pasien, dengan
kecepatan aliran dari 6L/menit-10L/menit . Persentase oksigen yang dihantarkan dengan
sungkup muka dapat mencapai 100%.2
Terapi cairan pada pasien ini adalah terapi cairan rumatan , kebutuhan cairan jam
I :1125cc, jam II: 945 cc.
Terapi cairan rumatan berarti pemenuhan jumlah air, elektrolit serta glukosa yang
dibutuhkan untuk pasien yang tidak bias memilih asupan mereka sendiri, misalnya pada pasien
yang akan menjalani operasi. Untuk memberikan pemberian terapi cairan pada pasien dihitung
berdasarkan kebutuhan cairan perjam yang dihitung berdasarkan berat badan pasien, lama
puasa, stress operasi.1
16
Cairan yang diberikan selama operasi berlangsung adalah Ringer Laktat (RL).
RL merupakan kristaloid, bersifat isotonik, yang artinya memiliki osmolaritas yang sama
dengan plasma. RL efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam
pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan
segera.1
BAB V
17
KESIMPULAN
Anestesi epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural yaitu
Dilakukan test dose untuk melihat apakah lokasi penyuntikan sudah benar di ruang
epidural. Jika masuk ke ruang subarachnoid akan timbul efek. Mungkin bias terjadi
blokade spinal. Atau jika masuk ke vena epidural akan menyebabkan peningkatan laju
DAFTAR PUSTAKA.
18
1. Petunjuk praktis Anestesiologi. edisi 4.Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
(PERKI):2008
4. Hadzic,A. Epidural Blockade. Text book of regional anesthesia and acute pain
5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Spinal, Epidural & Caudal Blocks. Clinical