Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. H
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kesatuan : KODAM JAYA
Pangkat : PELTU
NRP : 574973
Alamat : Jl. Bina Marga 06/003 Cipayung Barat
Tanggal Masuk RS : 3 Mei 2011
Tanggal Pemeriksaan : 3 Mei 2011
Nomor Catatan Medik : 29-03-30

I.2 ANAMNESA

a. Autoanamnesa : Tanggal 3 Mei 2011


b. Keluhan Utama : Perdarahan keluar dari vagina
c. Keluhan Tambahan : Menstruasi tidak teratur
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Obstetri dan Gynekologi RSPAD Gatot Soebroto
dengan keluhan perdarahan keluar dari vagina sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu.
Perdarahan dirasakan terus menerus, dengan jumlah yang banyak. Pasien mengalami
kejadian tersebut pertama kali pada tahun 2007 setelah melakukan kuretase. Setelah
itu pasien mengalami perdarahan terus menerus dan untuk mengatasinya pasien
melakukan suntik hormon satu bulan sekali. Setelah melakukan suntik hormon
selama kurang lebih 6 bulan, keluhan tersebut hilang. Dan pada pertengahan 2010,
pasien kembali mengalami hal serupa dan tidak melakukan suntik hormon. Setelah di
2

lakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan lainnya pasien didiagnosis


adenomiosis sehingga perlu dilakukan pembedahan histerektomi.

e. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Asma : Disangkal
2. Diabetes Mellitus : Disangkal
3. Alergi obat dan makanan : Disangkal
4. Hipertensi : Disangkal
5. Penyakit Jantung : Disangkal
6. Penyakit Paru : Disangkal

f. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat penyakit hipertensi, asma, penyakit paru-paru, diabetes,
penyakit ginjal, dan gangguan pembekuan darah pada keluarga pasien.

g. Riwayat Operasi dan Anastesia


Pasien pernah mengalami 4 kali operasi sebelumnya. Pertama kali di operasi pada
tahun 1988 operasi apendiktomi dengan anesthesia umum. Yang kedua pada tahun
1992 operasi keloid dengan anesthesia umum. Yang ketiga pada tahun 1995 operasi
penutupan keloid dengan anesthesia umum. Dan yang keempat,pasien menjalani
operasi kuretase dengan anesthesia umum pada tahun 2007.

h. Riwayat Kebiasaan Pasien


Merokok : Disangkal
Alkohol : Disangkal
Obat-obatan terlarang : Disangkal
i. Lain-lain
Gigi goyang : Disangkal
Gigi palsu : Disangkal
Konsumsi obat-obatan tertentu : Disangkal
3

I.3 PEMERIKSAAN FISIK ( 03 Mei 2011)


a. Keadaan umum : Tampak sakit ringan
b. Kesadaran : Kompos mentis
c. Berat badan : 65 kg
d. Tinggi badan : 160 cm
e. Tanda-tanda vital :
i. Tekanan darah : 130/80 mmHg
ii. Denyut nadi : 80x/menit
iii. Pernapasan : 16x/menit
iv. Suhu : 36oC
f. Status generalis
i. Kepala : Normocephal
ii. Mata : Simetris kanan dan kiri, konjungtiva tidak anemik, sklera
tidak ikterik, reflex cahaya langsung (+/+) normal, reflex
cahaya tidak langsung (+/+) normal
iii. Hidung : Tidak ada deviasi septum, tidak ada sekret
iv. Telinga : Kedua daun telinga normal, kedua liang telinga lapang
v. Mulut dan gigi : Oral hygiene baik, bibir tidak kering, mallampati 1
vi. Leher : KGB tidak teraba, trakea tidak deviasi
vii. Thoraks
Jantung : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
viii. Abdomen : Datar, supel, bising usus (+) normal, hepar-lien tidak
teraba, nyeri tekan dan nyeri ketok abdomen tidak ada
ix. Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema di keempat ekstremitas,
capillary refill time <2 detik
4

I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Tanggal 15 – 04 – 2011
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 9.4 12 – 16 g/dl
Hematokrit 30 37 – 47 %
Eritrosit 3.3 4.3 – g juta / ul
Leukosit 5900 4800 – 10800/ul
Trombosit 463000 150000 – 400000/ul
MCV 91 80 – 96 fl
MCH 29 27 – 32 pg
MCHC 32 32 – 36 g/dl

2. Tanggal 03 – 05 – 2011
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 9.7 12 – 16 g/dl
Hematokrit 31 37 – 47 %
Eritrosit 3.5 4.3 – g juta / ul
Leukosit 10600 4800 – 10800/ul
Trombosit 412000 150000 – 400000/ul
MCV 89 80 – 96 fl
MCH 28 27 – 32 pg
MCHC 31 32 – 36 g/dl
5

b. Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)


Kesan : Dalam batas normal
c. Pemeriksaan Foto Thoraks
Kesan : Kardiomegali
d. Pemeriksaan Fungsi Paru (Spirometri)
Kesan : Restriksi sedang. Toleransi operasi ringan – sedang.

I.5 DIAGNOSIS BEDAH


Adenomiosis
DD/ Mioma

I.6 DIAGNOSIS ANESTESI


Status fisik ASA kelas II dengan kardiomegali dan restriksi paru

I.7 TOLERANSI OPERASI


Ringan – sedang

I.8 RENCANA TINDAKAN


Histerektomi

I.9 RENCANA ANESTESI


Anestesi regional epidural
6

BAB II
PERSIAPAN
II.1 PERSIAPAN PASIEN
1. Informed consent: menginformasikan kepada pasien mengenai tindakan medis apa
yang akan dijalani oleh pasien, prosedur, kemungkinannya, dan resiko-resiko yang
diramalkan kemungkianan bisa terjadi .
2. Surat persetujuan operasi: merupakan bukti tertulis dari pasien atau keluarga pasien
yang menunjukkan persetujuan akan tindakan medis yang akan dilakukan
sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan keluarga pasien tidak akan
mengajukan tuntutan.
3. Pasien dipuasakan dimulai pukul 00.00 tanggal 04 Mei 2011, dengan tujuan agar pada
saat operasi lambung pasien kosong dan mencegah terjadinya aspirasi isi lambung ke
saluran pernafasan.
4. Kandung kemih dikosongkan.
5. Pembersihan fisik pasien seperti kuku dan pencukuran untuk daerah yang akan dioperasi
6. Memakai pakaian operasi sebelum masuk ruang operasi.
7. Pemeriksaan fisik pasien di ruang persiapan : TD = 110/70 mmHg, Nadi = 60 x/menit,
Suhu = 360C, RR = 18 x/menit

II.2 PERSIAPAN ALAT


i. Epidural set
 Jarum epidural No. 18
 Kateter epidural
 Catheter connector
 Epidural filter 0,2 µ
 Spuit 10 cc, Spuit 25 cc

ii. Mesin anestesi


 Oksimeter, Sfigmomanometer digital dan Monitor EKG
7

 Infus set dan cairan infuse


 Kanul nasal
 Cairan antiseptic
 Kateter urin
 Kassa dan Plester
 Krim Chloramphenicol
 Laringoskop, ETT No. 7 dan 7,5, guedel, dan suction (jika epidural gagal dan akan
dilakukan G.A.)

II.3 PERSIAPAN OBAT-OBAT ANESTESI


 Bupivacain 0,5% 100 mg
 Lidocain 2 gr
 Midazolam 5 mg
 M.O 2 mg (per epidural)
 Efedrin 5 mg
 Propofol, atrakurium (jika epidural gagal dan akan dilakukan G.A.)
8

BAB III
PELAKSANAAN ANESTESI

Pukul 08.30 WIB


- Pasien dari ruang tunggu masuk ke ruang operasi untuk selanjutnya
dipindahkan ke meja operasi
- Pasien dipasang IVFD dengan cairan pertama RL sejumlah 500 ml
- Ekg, manset tensimeter dan saturasi oksigen dipasang
- Monitoring tanda vital yaitu T.D : 114/74mmHg, N : 67x/menit, Saturasi
O2 : 100%
Pukul 09.00 WIB
- Pasien diposisikan duduk dengan memeluk bantal dan menonjolkan tulang
punggungnya.
- Penentuan posisi penyuntikan dengan meraba tulang punggung pada L3-
L4
- Dilakukan disinfeksi dengan betadine 10% kemudian dengan alkohol
70%
- Dilakukan anestesi lokal dengan Lidokain 2% sebanyak 2 cc. Pada
tempat yang akan ditusuk dengan jarum epidural.

- Jarum epidural nomer 18 ditusukan

- Untuk meyakinkan apakah jarum sudah masuk ruang epidural dilakukan


tekhnik “lost of resistance” , dengan menggunakan udarasebanyak 3ml.
udara disuntikan perlahan-lahan secara terputus putus sambil mendorong
jarum epidural sampai menembus ligamentum flavum, yang disusul
hilangnya resistensi.

- Kateter epidural dipasang melalui jarum epidural ke dalam rongga epidural

- Tempat penusukan ditutup dengan kasa dan plester dan kateter


difiksasi ke bahu kiri pasien

- Dilakukan test dose dengan menginjeksikan bupivakin 5 ml per epidural


dan kemudian pasien diobservasi beberapa menit untuk melihat apakah
bupivakain yang telah diinjeksikan langsung menyebabkan baal pada
kedua kaki, jika dalam beberapa menit tidak terjadi berarti kateter tidak
9

menusuk sampai ruang subarachnoid dan tepat berada pada ruang


epidural.

- TD : 108/68mmHg, N: 75x/menit

Pukul 09.05 WIB


- Dimasukkan bupivakain 50 mg per epidural
- Pasien diberikan oksigen dengan nasal kanul sebanyak 2 mL
- Dilakukan pemasangan kateter urin
Pukul 09.10 WIB
- Diberikan midazolam 2.5 mg
Pukul 09.15 WIB
- Operasi Dimulai
- TD : 105/65mmHg, N: 75x/menit
Pukul 09.20 WIB
-Diberikan efedrin 5 mg
Pukul 09.25 WIB
- Pasien diberikan fentanyl 50 mg dan midazolam 5 mg
- TD : 90/55mmHg, N: 70x/menit
Pukul 09.30 WIB
TD : 95/60mmHg, N: 70x/menit
Pukul 09.35 WIB
- Diberikan efedrin 5 mg
Pukul 09.45 WIB
- Diberikan propofol 60 mg
- TD : 105/65mmHg, N: 75x/menit
Pukul 10.00 WIB
- TD : 115/80mmHg, N: 80x/menit
Pukul 10.15 WIB
- TD : 115/75mmHg, N: 75x/menit
Pukul 10.30 WIB
- Diberikan atrakurium 10 mg
10

Pemberian pelemas otot atas indikasi permintaan operator, Karena pada


saat ingin memulai menjahit peritoneum Usus pasien keluar, sehingga
menyulitkan operator
- TD : 115/75mmHg, N: 75x/menit
- Diberikan oksigen dengan sungkup muka 4.5 L
Pasien bernafas spontan.
Pukul 10.35 WIB
- Diberikan Bupivacain 5 ml + morfin 1 ml per epidural
Pukul 10.45 WIB
- TD : 125/75mmHg, N: 85x/menit
Pukul 11.00 WIB
- Operasi selesai
- TD : 105/65mmHg, N:85x/menit
TERAPI CAIRAN
 Berat badan = 75 kg
 Lama puasa = 8 jam
 Kebutuhan cairan per jam : 115 cc
 Kebutuhan cairan pada jam pertama :1175cc
 Kebutuhan cairan pada jam kedua : 945 cc
 Cairan yang di berikan selama anestesi : 1500 ml
Cairan yang keluar selama operasi: 500 ml

RECOVERY ROOM
Pukul 11.10 WIB
Setelah pasien dibawa ke ruang pemulihan lalu dilakukan penilaian terhadap fungsi
vital ,TD : 102/70 N: 47
penilaian pulih sadar di ruang pulih sadar dengan menggunakan Aldrette score sebagai berikut :
1. Pernafasan : adekuat (2)
2. Warna Kulit : Merah (2)
3. Aktivitas pergerakan : Keempat ekstremitas dapat digerakkan(2)
11

4. Kesadaran : Mampu berorientasi dengan baik (2)


5. Tekanan Darah : Menyimpang 20 mmhg dari normal (2)
Nilai keseluruhan : 10
Pasien di pindahkan ke Ruangan

FOLLOW UP

Dari follow up pasca operasi pada tanggal 5 Mei 2011 di ruangan perawatan, didapatkan
pasien dalam keadaan sadar, bising usus (+). TD: 120/70 mmHg, Nadi 60x/menit, suhu 36.2oC.
Pasien masih mengeluhkan sedikit nyeri pada luka operasi. Infus RL masih dilanjutkan
dianjurkan mobilisasi bertahap dan diet bebas.
12

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien dengan diagnosis anestesi status fisik ASA kelas II (dengan
kardiomegali dan restriksi sedang). Dengan diagnosis bedah adenomiosis, direncanakan tindakan
histerektomi.
The American Society of anesthesiologist (ASA) digunakan untuk menilai kebugaran fisik
seseorang . klasifikasi fisik ini bukan alat perkiraan resiko anesthesia, karena dampak samping
anesthesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.1
Kelas I : pasien sehat organik , fisiologi, psikiatrik, biokimia
Kelas II : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang
Kelas III : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas
Kelas IV : pasien dengan penyakit sistemik berat tidak dapat melakukan aktivitas rutin dan
penyakitnya merupakan ancaman kehidupan setiap hari.
Kelas V : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya
tidak akan lebih dari 24 jam.
Pasien ini berdasarkan hasil foto thorax, konsul paru menunjukan adanya kardiomegali
dan restriksi paru dengan toleransi operasi ringan sedang , maka diagnosis anestesi untuk
pasien ini adalah ASA II.

Tindakan yang direncanakan pada pasien ini adalah histerektomi dengan rencana anestesi
regional epidural. Anestesi epidural ialah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang
epidural, yaitu ruang antara ligamentum flavum dan duramater. Adapun indikasi anestesi
epidural adalah: 1
1. Pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca bedah
2. Tatalaksana nyeri saat persalinan
3. Penurunan tekanan darah saan pembedahan supaya tidak mengalami perdarahan
4. Tambahan pada anestesi umum ringan karena penyakit tertentu pasien.
Indikasi anestesi regional epidural pada pasien ini adalah untuk penanggulangan nyeri
selama operasi dan paska bedah.4
13

Adapun kontra indikasi dari anestesi epidural adalah 4

Kontraindikasi Anestesi epidural


ABSOLUT RELATIF KONTROVERSIAL
Kurang pengalaman dan
Pasien menolak koagulopati
keahlian
Trombosit <100.000
Hipovolemia yang tidak Ada tato pada daerah
Pasien tidak kooperatif
terkoreksi penyuntikan jarum
Pemposisian pasien dapat
Abnormalitas anatomis berat
Peningkatan TIK mempengaruhi
pada tulang belakang
pernapasan
Infeksi pada tempat Pasien yang teranestesi
sepsis
penusukan jarum (cervical.toracal)
Alergi pada anestesi lokal Riwayat pembedahan
hipertensi
amida/ester punggung

Lokasi penyuntikan dilakukan pada L3-L4.


Dilakukan penyuntikan pada L3-L4, dikarenakan pada lokasi ini jarak antara
ligamentum flavum dengan duramater pada ketinggian ini yang terlebar.1

Pada pasien ini dilakukan anestetik lokal dengan lidokain 2% pada tempat yang akan di
tusuk dengan jarum epidural.
Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural umumnya digunakamn 1-2 % dengan
mula kerja 10 – 15 menit dan relaksasi otot baik.1,4,5

Jarum epidural nomor 18 ditusukan secara perlahan-lahan, dan setelah itu untuk
mengenal ruang epidural dilakukan “loss of resistance”.
Ada 2 teknik yang digunakan yaitu “lost of resistance” dan “hanging drop” . untuk
teknik loss of resistance menggunakan semprit kaca atau plastik rendah resistesi yang diisi oleh
udara atau NaCl sebanyak ± 3 ml. setelah diberikan anestesi lokal pada tempat penyuntikan ,
jarum epidural ditusukan sedalam 1-2 cm. kemudian udara atai NaCl disuntikan perlahan-lahan
14

secara terputus putus sambil mendorong jarum epidural sampai terasa menembus ligamentum
flavum yang disusul oleh hilangnya resistensi. 1
Setelah diyakini jarum masuk ke ruang epidural dilakukan uji dosis (test dose), bila
jarum diyakini masuk ruang epidural dimasukan anestetik lokal dan diobservasi beberapa
menit , jika tidak ada efek setelah beberapa menit , kemungkinan besar jarum atau kateter benar.
Jika terjadi blokade spinal menunjukan obat masuk ke ruang subaraknoid. Pada pasien ini
setelah beberapa menit penyuntikan tidak ada efek yang timbul. Maka kemungkinan besar jarum
atau kateter sudah masuk di ruang epidural. 1

Pasien diberikan Bupivakain 5ml.


Indikasi dari bupivakain yaitu untuk infiltrasi, blok saraf , anestesi epidural, anestesi
intratekal. Untuk anestesi epidural, bupivakain memiliki konsentrasi 0.25%, 0.375-0.5% dengan
onset 15-20 menit, dengan durasi waktu kerja 160-220 menit.4 Pada dewasa, pemblokan dengan
anestesi lokal tiap segmen dibutuhkan 1-2 ml. Sebagai contoh, bila kita ingin mencapai level
sensoris T4 dengan menginjeksi di daerah L4-L5, maka membutuhkan sekitar 12 – 24 ml. Pada
pasien ini diberikan bupivakain 5 ml untuk mencapai level sensoris T10.5

Setelah itu pasien diberikan oksigen dengan nasal kanul 2 ml dan dilakukan pemasangan
kateter urin .
Pemberian oksigen melalui nasal kanul dapat diatur dengan kecepatan aliran antara 1-6
L/menit. Diberikan untuk menambah oksigen dari udara kamar yang di inspirasi pasien. 2

Dilakukan pemasangan kateter urin ialah untuk mengetahui berapa cairan tubuh pasien berupa
urin yang keluar selama operasi untuk perhitungan kebutuhan cairan yang akan diberikan
dalam mengganti cairan tubuh yang keluar.1

Pasien diberikan midazolam 2,5mg.


Midazolam merupakan obat penghambat SSP golongan benzodiazepine. 3
Midazolam
diberikan untuk tujuan premedikasi. Pada pasien ini diberikan midazolam sesuai dengan tujuan
memberikan ketenangan pada pasien, agar pasien tidak gelisah dan midazolam mempunyai efek
amnesia, sehingga diharapkan pasien tidak mengingat keadaan tidak nyaman yang dia
rasakansebelumnya.
15

15 menit kemudian operasi dimulai, tekanan darah pasien turun kemudian diberikan
efedrin 5mg dan pasien merasa masih merasa sedikit sakit, tidak nyaman, pada bagian perutnya
ketika operator melakukan tindakan pada bagian perutnya.
Kerja dari anestesi epidural ialah antara 15-20 menit setelah obat masuk.4 Karena
operasi dimulai sebelum kerja obat maksimal menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien,
pasien merasa mual, ngilu, dan sedikit kesakitan.

Setelah itu pasien diberikan fentanyl 150mcg, dan propofol 60 mg.


Fentanil ialah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100x morfin.1 Fentanil
diberikan karena pasien merasa kesakitan. Propofol diberikan karena pasien merasa gelisah,
tidak tenang.

Pasien diberikan atrakurium 10 mg, Atrakurium merupakan muscle relaxant golongan


non-depolarisasi. 2 Pada pasien ini diberikan obat ini atas permintaan dari operatornya. Karena
pada saat operator ingin menjahit peritoneum mengalami kesulitan, usus pasien keluar sulit
untuk dimasukan. Pemberian obat ini diharapkan otot perut dan usus pasien menjadi relax .

Setelah itu pasien diberikan O2 dengan sungkup muka dengan reservoir O2, dialirkan O2
4,5L/menit.
Pemberian sungkup muka dalam upaya memberikan oksigen kepada pasien, dengan
kecepatan aliran dari 6L/menit-10L/menit . Persentase oksigen yang dihantarkan dengan
sungkup muka dapat mencapai 100%.2

Terapi cairan pada pasien ini adalah terapi cairan rumatan , kebutuhan cairan jam
I :1125cc, jam II: 945 cc.
Terapi cairan rumatan berarti pemenuhan jumlah air, elektrolit serta glukosa yang
dibutuhkan untuk pasien yang tidak bias memilih asupan mereka sendiri, misalnya pada pasien
yang akan menjalani operasi. Untuk memberikan pemberian terapi cairan pada pasien dihitung
berdasarkan kebutuhan cairan perjam yang dihitung berdasarkan berat badan pasien, lama
puasa, stress operasi.1
16

Cairan yang diberikan selama operasi berlangsung adalah Ringer Laktat (RL).
RL merupakan kristaloid, bersifat isotonik, yang artinya memiliki osmolaritas yang sama
dengan plasma. RL efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam
pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan
segera.1

BAB V
17

KESIMPULAN


Anestesi epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural yaitu

di antara ligamentum flavum dan duramater.



Indikasi dilakukannya anestesi epidural pada pasien ini adalah pembedahan dan

penanggulangan nyeri pasca bedah.



Untuk mengarahkan masuk ke ruang epidural digunakan teknik “lost of resistance”


Dilakukan test dose untuk melihat apakah lokasi penyuntikan sudah benar di ruang

epidural. Jika masuk ke ruang subarachnoid akan timbul efek. Mungkin bias terjadi

blokade spinal. Atau jika masuk ke vena epidural akan menyebabkan peningkatan laju

nadi sampai 20-30%.1



Mula kerja anestesi epidural lebih lambat dari anestesi spinal, membutuhkan waktu

sekitar 15-20 menit setelah menyuntikan obat.

DAFTAR PUSTAKA.
18

1. Petunjuk praktis Anestesiologi. edisi 4.Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta :2009

2. Bantuan Hidup Jantung Lanjut. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia

(PERKI):2008

3. Farmakologi dan Terapi . edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapetik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:2007

4. Hadzic,A. Epidural Blockade. Text book of regional anesthesia and acute pain

management. The McGraw-Hill Companies,2007. p 230-64

5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Spinal, Epidural & Caudal Blocks. Clinical

Anesthesiology, fourth edition. 2007. P309-14

Anda mungkin juga menyukai