Anda di halaman 1dari 23

Telaah Jurnal

Diagnosis of urine leakage after bladder repair: a prospective


comparative study of ultra-low-dose CT cystography and
conventional retrograde cystography

Oleh:
Iza Netiasa Haris, S.Ked
04054822022082

Pembimbing:
dr. SNA Ratna Sari Devi, Sp.Rad

BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Jurnal:
Diagnosis of urine leakage after bladder repair: a prospective comparative
study of ultra-low-dose CT cystography and conventional retrograde
cystography
Oleh:

Iza Netiasa Haris, S.Ked


04054822022082

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik di Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Periode 17 Desember s.d 23 Desember 2020.

Palembang, Desember 2020

dr. SNA Ratna Sari Devi, Sp.Rad

ii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasihlagi Maha


Penyayang, Kami panjatkan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
telaahkritis jurnal ini dengan baik.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. SNA Ratna Sari Devi,
Sp.Rad selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penyusunan telaah kritis jurnal ini, serta semua pihak yang telah membantu
hingga selesainya telaah kritis jurnal ini
Penulis menyadari masihbanyak kekurangan dalam penyusunan laporan
telaah kritis jurnal ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan
demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga telaah kritis jurnal ini dapat
memberi manfaat bagi yang membacanya.

Palembang, Desember 2020

Penulis

iii
PENELITIAN ASLI
Diagnosis of urine leakage after bladder repair: a prospective comparative study of
ultra-low-dose CT cystography and conventional retrograde cystography

Taekmin Kwon, Ji Hyung Yoon, Sejun Park, Sungchan Park, Kyun-Hyun Moon, Sang Hyeon Cheon

Abstrak
Tujuan: Kami melakukan studi kohort prospektif ini untuk membandingkan akurasi dan
karakteristik teknis CT sistografi dosis rendah dengan sistografi retrograde konvensional.

Metode dan material: Sebuah kohort dari 31 pasien dirujuk untuk sistografi setelah menerima
perbaikan kandung kemih. Untuk mendeteksi kebocoran urin, awalnya kami melakukan sistografi
konvensional setelah distensi retrograde kandung kemih dengan bahan kontras iodinasi encer,
diikuti dengan CT sistografi dosis rendah. Akurasi diagnostik dari kedua modalitas ini
dibandingkan, dan karakteristik teknis dari CT sistografi dosis rendah diperiksa.

Hasil: Sebanyak 31 pasien dirujuk dilibatkan dalam penelitian ini. Dari 31 pasien, 27 (87,1%)
menjalani perbaikan kandung kemih setelah prostatektomi radikal, 3 (9,7%) setelah kistektomi
radikal, dan 1 (3,2%) setelah divertikulektomi kandung kemih. Empat dari 31 pasien didiagnosis
dengan kebocoran urin dengan sistografi konvensional. Keempat pasien ini dipastikan mengalami
kebocoran urin dengan CT sistografi dosis sangat rendah. Lima pasien lainnya yang tidak
mengalami kebocoran urin menurut sistografi konvensional didiagnosis dengan kebocoran urin
dengan CT sistografi dosis rendah. Selain itu, melakukan CT sistografi dosis rendah
memungkinkan kami untuk mengidentifikasi lokasi yang tepat dan jumlah kebocoran urin pada
kesembilan pasien. Berdasarkan temuan ini, kami dapat membuat rencana perawatan yang tepat.

Kesimpulan: CT sistografi dosis sangat rendah adalah metode yang akurat untuk mengevaluasi
kebocoran urin setelah perbaikan kandung kemih, dan teknik ini dapat membantu menentukan
strategi pengobatan yang paling tepat untuk pasien dengan kebocoran urin setelah perbaikan
kandung kemih.

Kata kunci : Anastomotic leakage, Radiation dosage, Computed tomography, Fluoroscopy

Pendahuluan

Belakangan ini, kesadaran dan perhatian tentang paparan radiasi semakin


meningkat. Dosis efektif per kepala tahunan meningkat dari 0,89 mSv pada tahun
2006 menjadi 1,54 mSv pada tahun 2013, peningkatan yang nyata sebesar 73,9%
[1]. Perubahan ini disebabkan peningkatan penggunaan perangkat penghasil
radiasi. Di Republik Korea, jumlah perangkat penghasil radiasi telah meningkat
pesat dari 59.739 pada tahun 2008 menjadi 72.626 pada tahun 2012 [2]. Selain

15
computed tomography (CT), radiografi polos dan studi kedokteran nuklir
semuanya berkontribusi pada peningkatan paparan radiasi medis [3]. Diketahui
bahwa paparan radiasi merupakan faktor risiko keganasan. Keganasan terkait
radiasi termasuk leukemia dan multiple myeloma serta kanker payudara, paru-
paru, tiroid, usus besar, ovarium, dan kandung kemih [4]. Saat ini, Dewan
Nasional Perlindungan dan Pengukuran Radiasi (NCPR) telah merekomendasikan
batas pekerjaan tahunan sebesar 50 mSv [5]. CT dosis rendah dirancang untuk
mengurangi jumlah radiasi yang diterapkan, sehingga memenuhi permintaan
untuk pengurangan paparan radiasi. Dalam sebuah penelitian yang melibatkan CT
non-kontras konvensional, dosis paparan yang dilaporkan (ED) untuk perut dan
panggul adalah antara 10 dan 20 mSv [6]. Sebaliknya, dengan CT dosis rendah,
DE antara 1,40 dan 1,97 mSv [7].

Di masa lalu, pemeriksaan standar pasien trauma dengan kecurigaan


cedera kandung kemih termasuk pielografi intravena dan sistografi konvensional
[8]. Saat ini, pasien trauma yang stabil secara hemodinamik secara rutin diperiksa
menggunakan CT abdominopelvis yang ditingkatkan kontras. Teknik ini
mengungkap adanya cedera kandung kemih serta hubungan anatominya. Banyak
penelitian telah melaporkan keakuratan dan kegunaan CT sistografi dibandingkan
dengan sistografi konvensional [8-10]. Namun, kecuali untuk trauma, CT
sistografi belum banyak digunakan karena paparan radiasi dan biaya yang tinggi.
Oleh karena itu, jika CT dengan pengurangan dosis dapat ditunjukkan untuk
secara akurat mendiagnosis cedera kandung kemih, CT dosis rendah dan ultra-
rendah dapat diterapkan pada berbagai kasus.

Salah satu keunggulan CT dibandingkan dengan sistografi konvensional


adalah kemampuannya dalam mendeteksi hubungan anatomis. Perhatian utama
yang terkait dengan CT yang dikurangi dosis adalah noise yang lebih tinggi, yang
menghasilkan kualitas gambar yang lebih rendah yang dapat mengurangi
keakuratan teknik ini untuk mendeteksi hubungan anatomis dan memfasilitasi
diagnosis diferensial. Selain itu, sementara CT dosis rendah dan dosis ultra
rendah efektif untuk mendeteksi urolitiasis [7, 11], masih belum pasti apakah CT

16
sistografi dosis rendah dapat mendeteksi cedera kandung kemih atau kebocoran
urin. Oleh karena itu, kami melakukan studi kohort prospektif untuk
membandingkan akurasi dan karakteristik teknis CT sistografi dosis rendah
dengan sistografi retrograde konvensional.

Material dan Metode

Peserta Penelitian

Dari November 2015 hingga Oktober 2017, kami memeriksa secara


prospektif 31 pasien berturut-turut yang dirujuk untuk sistografi setelah perbaikan
kandung kemih. Semua 31 pasien telah menjalani perbaikan kandung kemih
terkait dengan salah satu prosedur bedah berikut: prostatektomi radikal (n = 27,
87,1%), sistektomi radikal dengan neobladder ortotopik (n = 3, 9,7%), dan
divertikulektomi kandung kemih (n = 1, 3,2) %). Rata-rata, kami melakukan
sistografi 5,2 hari setelah prostatektomi, 14 hari setelah kistektomi radikal, dan 6
hari setelah divertikulektomi kandung kemih. Untuk mendiagnosis kebocoran
urin, kami awalnya melakukan sistografi konvensional setelah distensi retrograde
kandung kemih dengan bahan kontras iodinasi encer, diikuti dengan CT sistografi
dosis rendah (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik pasien


No 31
Mean ±SD umur (median, range) (tahun) 66,9 ± 7,2 (69; 56-78)
Gender, n (%)
- Laki-laki 30 (67,4)
- Perempuan 1 (32,6)
Nama Operasi, n (%)
- Radical prostatectomy 27 (87,1)
- Radical cystectomy with orthotopic neobladder 3 (9,7)
- Bladder diverculectomy 1 (3,2)
Mean durasi dari operasi ke sistografi ±SD (hari)
- Radical prostatectomy 5,2 ±0,4
- Radical cystectomy with orthotopic neobladder 14,7 ±0,9
- Bladder diverculectomy 6,0
Teknik Pencitraan dan interpretasi

17
Sistografi konvensional dilakukan dengan cara berikut: Dengan posisi
pasien terlentang di atas meja pemeriksaan, kantung urin dilepaskan dari kateter
Foley dan kateter Foley disedot menggunakan spuit 50 mL sampai kandung
kemih benar-benar kosong. Pertama, dilakukan radiografi anteroposterior (AP)
pelvis. Kemudian, 300 mL botol iopromida 300 (300 mg I / mL, Bayer Schering
Pharma) dihubungkan ke kateter Foley. Kantung yang berisi media kontras
dinaikkan ke ketinggian 1,0 hingga 1,2 m di atas pasien. Media kontras menetes
ke kandung kemih oleh gravitasi, sementara teknisi radiologi melakukan prosedur
rutin. Radiografi AP pelvis tambahan diperoleh setelah infus awal sekitar 100 mL
bahan kontras dan setelah infus 150 mL bahan kontras lainnya atau terjadinya
salah satu titik akhir berikut: (1) 300 mL bahan kontras diinfuskan seluruhnya ke
dalam kandung kemih, (2) kebocoran saluran kemih terjadi akibat aktivitas
detrusor kandung kemih yang terus menerus dengan infus kurang dari 300 mL,
atau (3) pasien mengeluhkan nyeri pada abdomen dan panggul. Radiografi oblik
juga diperoleh, diikuti oleh radiografi AP setelah pengosongan kandung kemih.

CT sistografi dilakukan dengan cara berikut: Dengan posisi pasien


telentang di atas meja pemeriksaan, kateter Foley disedot menggunakan spuit 50
mL, seperti dijelaskan di atas. Sebotol iopromida 300 300 mL dihubungkan ke
kateter Foley. Bahan kontras diteteskan ke dalam kandung kemih, seperti yang
dijelaskan sebelumnya. Setelah kandung kemih mengembang, kateter Foley
dijepit. Semua CT scan dilakukan dengan menggunakan 256 pemindai CT multi-
detektor (Brilliance iCT, Philips Healthcare, Cleveland, OH, USA). Scan aksial 2-
mm yang berdekatan dari panggul diperoleh setelah pengisian kandung kemih dan
setelah drainase kandung kemih melalui kateter Foley. Pemindaian CT dosis
sangat rendah diperoleh pada 80 kVp dan 60 mA dengan kontrol eksposur
otomatis (DoseRight, Philips Healthcare). Citra CT dosis sangat rendah
direkonstruksi menggunakan iDose level 5, yang merupakan salah satu algoritma
rekonstruksi berulang (IR) [12, 13]. IDose mencakup level 1–7, dan level yang
lebih tinggi menunjukkan pengurangan noise yang lebih besar. Pilihan level iDose
yang diterapkan didasarkan pada studi sebelumnya [12]. Parameter CT adalah
sebagai berikut: pitch 0,915, collimation 0,625 mm, ukuran matriks 512 × 512

18
piksel, ketebalan penampang / interval rekonstruksi 2 mm, collimation 2 × 64 ×
0,6 mm, pitch 1,2, dan rotasi gantry waktu 0,5 detik. Volume dosis radiasi dicatat
untuk mencocokkan sistografi konvensional dan CT sistografi dosis rendah untuk
menetapkan tingkat pengurangan dosis yang diinginkan. Dosis radiasi yang efektif
dari masing-masing protokol dihitung dalam mSv. Pengurangan dosis radiasi
dibandingkan antara dua modalitas dan juga berkaitan dengan BMI pasien [14].

Temuan gambar diinterpretasikan oleh ahli radiologi di divisi genitourinari


departemen radiologi institusi kami. Peninjau ini, yang tidak mengetahui temuan
klinis, menganalisis gambar secara independen. Temuan sistografi konvensional
dan CT sistografi berikut dicatat: (1) ada atau tidaknya kebocoran, (2) lokasi
kebocoran, dan (3) jumlah kebocoran. Jumlah kebocoran yang dianalisis dengan
sistografi konvensional dinilai berdasarkan laporan sebelumnya sebagai berikut:
derajat I, kebocoran ekstraperitoneal dalam 6 cm dari anastomosis vesikouretral
(VUA); tingkat 2, kebocoran ekstraperitoneal yang melampaui 6 cm dari VUA;
dan tingkat 3, kebocoran intraperitoneal [15]. Jumlah kebocoran pada CT
sistografi didefinisikan sebagai area kebocoran yang diukur dalam pencitraan
aksial, dan daerah yang diminati (ROI) yang bertepatan dengan garis besar area
maksimum dicatat (Gambar 1).

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dan


membandingkan akurasi dan karakteristik teknis dari CT sistografi dosis rendah
dan sistografi konvensional. Lebih lanjut, kami menyelidiki dampak temuan CT
sistografi pada pengambilan keputusan klinis untuk pasien penelitian.

Pernyataan Etik

Penelitian ini telah disetujui oleh dewan review kelembagaan lembaga kami
(UUH IRB No. 2015-12-008). Persetujuan yang diinformasikan diperoleh dari
semua subjek saat mereka terdaftar.

Hasil

Rata-rata dosis area produk sistografi konvensional, nilai panjang dosis


produk CT sistografi, dan dosis radiasi efektif dirangkum dalam Tabel 2. Total

19
dosis radiasi efektif aktual yang diberikan untuk setiap pasien berkisar antara 0,48
hingga 1,50 mSv dalam sistografi konvensional dan dari 0,25 hingga 0,70 mSv di
CT sistografi. Dosis radiasi efektif rata-rata adalah 0,76 ± 0,19 mSv pada
sistografi konvensional dan 0,44 ± 0,12 mSv pada CT sistografi (p <0,001).
Perkiraan pengurangan dosis menggunakan CT dosis rendah dibandingkan dengan
dosis pada sistografi konvensional adalah 60,7%.

Tabel 2. Parameter dosis radiasi sistografi konvensional dan CT sistografi dosis ultra
rendah
Parameter dosis P*
Area dosis produk sistografi konvensional (mGy*cm2) 4276,07±1077,9 <0,001
5
Dosis radiasi efektif sistografi konvensional (mSv) 0,76±0,19
Panjang dosis produk CT sistografi dosis ultra rendah (mGy*cm) 29,88±7,81
Dosis radiasi efektif CT sistografi dosis ultra rendah (mSv) 0,44±0,12

Empat dari 31 pasien didiagnosis dengan kebocoran urin dengan sistografi


konvensional. Keempat pasien ini juga dipastikan mengalami kebocoran urin
dengan CT sistografi. Pada semua pasien yang didiagnosis kebocoran urin dengan
sistografi konvensional, kebocoran diamati pada aspek posterior dari VUA; selain
itu, semua memiliki kebocoran tingkat 1 (kebocoran dalam jarak 6 cm dari VUA).
Lima pasien lain yang tidak mengalami kebocoran urin menurut sistografi
konvensional dipastikan mengalami kebocoran urin hanya dengan CT sistografi.
Jumlah kebocoran pada pasien ini tidak besar (rata-rata 1,31 cm2; kisaran 0,58-
1,74 cm2) (Tabel 3).

Dengan melakukan CT sistografi, kami dapat melacak lokasi yang tepat


dan jumlah kebocoran urin. Pasien A tidak didiagnosis dengan kebocoran urin
dengan sistografi konvensional tetapi dipastikan memiliki kondisi ini dengan CT
sistografi (Gbr. 1a). Sistografi konvensional mendeteksi bahwa Pasien E
mengalami kebocoran urin derajat 1 hingga 3,5 cm dari aspek posterior VUA. CT
sistografi menunjukkan bahwa lokasi kebocoran berada pada posisi jam 4 VUA
dan jumlah kebocoran adalah 7,08 cm2 (Gbr. 1b). Pada Pasien I, kebocoran urin

20
dideteksi pada posisi jam 3 VUA dengan CT sistografi, sedangkan kebocoran
dideteksi pada aspek posterior VUA dengan sistografi konvensional (Gambar 1c).

Tabel 3. Keluaran Sembilan pasien dengan kebocoran urine


Nama operasi Nomor Bocor atau tidak Lokasi Kebocoran Jumlah Kebocoran Metode
Pasien tatalaksana
Sistografi CT Sistografi CT Sistografi CT
* (cm2)
Radical A No Ye - VUA - 0,85 Observasi
Prostatectomy s 12’
B No Ye - VUA - 0,91 Observasi
(n=6)
s 6’
C No Ye - VUA - 1,74 Observasi
s 6’
D No Ye - VUA - 0,58 Observasi
s 12’
E Yes Ye VUA VUA Grl (3,5 7,08 Penundaan
s posterior 4’ cm) pencopotan
foley
F Yes Ye VUA VUA Grl (1,5 1,94 Observasi
s posterior 4’ cm)
Radical G Yes Ye VUA VUA Grl (3,3 3,61 Observasi
cystectomy s posterior 6’ cm)
H No Ye - VUA - 2,48 Observasi
(n=3)
s 1’
I Yes Ye VUA VUA Grl (4,3 26,31 Penundaan
s posterior 3’ cm) pencopotan
foley
VUA vesicourethral anastomosis
* Williams TR et al.: Incidence and imaging appearance of urethrovesical anastomotic urinary
leaks following da Vinci robotic prostatectomy.Abdom Imaging 2008

21
22
Gambar 1. Sistografi konvensional dan CT sistografi dosis rendah. a Sistografi
konvensional tidak menunjukkan Pasien A mengalami kebocoran urin, tetapi CT sistografi
menunjukkan (panah hitam). b Pada Pasien E, sistografi konvensional menunjukkan kebocoran
urin derajat 1 hingga 3,5 cm dari aspek posterior VUA (panah putih). CT sistografi
mengidentifikasi lokasi kebocoran pada posisi jam 4 VUA, dan jumlah kebocoran diperkirakan
7,08 cm2 (panah hitam). c CT cystography menunjukkan Pasien I mengalami kebocoran urin pada
posisi jam 3 dari VUA (panah hitam), tetapi sistografi konvensional (panah putih) mendeteksi
kebocoran pada aspek posterior VUA
Meskipun tidak ada pembedahan atau prosedur lain yang dilakukan untuk
pasien dengan kebocoran urin, pasien E dan I, yang memiliki jumlah kebocoran
urin yang relatif besar, dirawat dengan retensi kateter Foley yang lebih lama.
Kesembilan pasien yang mengalami kebocoran urin, termasuk dua dengan retensi
kateter Foley yang lebih lama, tidak mengalami komplikasi lebih lanjut dan
dipulangkan.

Pembahasan

Sistografi konvensional telah diterima sebagai standar untuk penilaian


trauma kandung kemih [8]. Akan tetapi, kecuali untuk trauma, CT sistografi
belum banyak digunakan karena paparan radiasi dan biaya yang tinggi. Jadi, kami
mengevaluasi akurasi dan karakteristik teknis dari CT sistografi dosis rendah
dibandingkan dengan sistografi konvensional. Dengan melakukan CT sistografi
dosis rendah, kami dapat melacak lokasi yang tepat dan jumlah kebocoran urin
pada sembilan pasien dengan kebocoran urin. Sebaliknya, sistografi konvensional
memakan waktu, tidak dapat memberikan informasi tentang struktur sekitarnya,
dan terkadang dibatasi oleh struktur tulang [16]. Penelitian kami juga
menunjukkan bahwa sistografi konvensional mendeteksi kebocoran pada aspek

23
posterior VUA pada semua pasien yang didiagnosis dengan kebocoran urin;
namun, diperkirakan bahwa kontras terkumpul pada posisi bergantung oleh
gravitasi. Secara khusus, menurut CT sistografi dosis rendah, Pasien I mengalami
kebocoran urin pada posisi jam 3 VUA, sedangkan menurut sistografi
konvensional, terdapat kebocoran pada aspek posterior VUA.

Akhir-akhir ini, algoritma rekonstruksi berulang atau iterative


reconstruction (IR) telah mendapat perhatian sebagai metode baru yang baik
untuk mengurangi dosis radiasi selama pemeriksaan CT [17]. Berbeda dengan
algoritma proyeksi belakang tersaring konvensional atau filtered back projection
(FBP), IR mengurangi dosis radiasi secara substansial selama pemeriksaan CT
dengan menghilangkan suara gambar dan artefak yang timbul dari dosis radiasi
rendah yang diterapkan selama pemrosesan IR [18]. Dalam penelitian kami,
gambar CT dosis sangat rendah direkonstruksi menggunakan iDose, yang
merupakan salah satu algoritma rekonstruksi berulang. iDose adalah teknik
rekonstruksi generasi ke-4 yang memberikan peningkatan signifikan dalam
kualitas gambar dan pengurangan dosis radiasi. Teknik rekonstruksi berulang
generasi ke-4 ini dalam mencegah artefak kelaparan foton (goresan, bias) sebelum
pembuatan citra dan dalam mempertahankan tekstur citra untuk mengatasi
tampilan tiruan atau "plastik" pada citra yang telah sering dilaporkan saat
menggunakan teknik rekonstruksi berulang sebelumnya. Bukti dari evaluasi klinis
yang ketat menunjukkan potensi iDose untuk meningkatkan kualitas gambar dan /
atau tingkat dosis radiasi yang lebih rendah melebihi yang sebelumnya dapat
dicapai dengan akuisisi dosis rutin konvensional, rekonstruksi FBP [12, 13]. Studi
kami menunjukkan rata-rata 0,44 mSv menjadi dosis efektif untuk mendeteksi
kebocoran urin menggunakan CT sistografi dosis rendah. Penelitian kami
menunjukkan bahwa dosis efektif sistografi konvensional berkisar antara 0,48 dan
1,5 mSv, tetapi kinerja diagnostik dari teknik ini lebih rendah dibandingkan
dengan CT sistografi dosis rendah. Untuk protokol dosis sangat rendah, dosis
efektif yang diasumsikan adalah 0,44 mSv, yang sangat rendah dan sebanding
dengan dosis yang digunakan untuk radiografi polos tunggal ginjal, ureter, dan
kandung kemih [19]. Selain itu, setelah operasi, prosedur pencitraan termasuk CT

24
dilakukan selama tindak lanjut. Peningkatan dosis kumulatif dapat meningkatkan
risiko kanker pada pasien. Dengan demikian, protokol dosis rendah atau dosis
sangat rendah berpotensi berkontribusi terhadap pengurangan dosis radiasi
kumulatif seumur hidup serta risiko kanker [2, 20].

Kebocoran urin merupakan komplikasi jangka pendek yang menantang


yang dapat terjadi terlepas dari pendekatan bedah yang digunakan dan dapat
mengurangi kualitas hidup pasien [21]. Namun, kebocoran urin anastomotik
vesikouretral biasanya terbatas. Kebanyakan kebocoran urin kecil dan terlokalisasi
di lokasi pembedahan; kebocoran yang lebih besar dan parah yang membutuhkan
pengelolaan jarang terjadi [22]. Dalam penelitian kami, tidak ada prosedur
intervensi atau pembedahan yang dilakukan pada pasien dengan kebocoran urin.
Namun, meskipun sebagian besar kebocoran urin dapat sembuh sendiri,
komplikasi yang disebabkan kebocoran urin termasuk infeksi, kelainan metabolik
sebagai akibat dari reabsorpsi urin intraperitoneal, dan pembentukan urinoma [23,
24]. Juga, kebocoran urin pasca operasi dapat menghambat penyembuhan antara
leher kandung kemih dan uretra. Celah ini perlahan sembuh dengan granulasi dan
intensi sekunder yang ditandai dengan proliferasi myofibroblast dan kontraktur
luka agresif [25]. Akibatnya, cacat anastomosis menyebabkan kontraktur leher
kandung kemih atau inkontinensia urin [26]. Untuk mencegah komplikasi ini,
penting untuk memutuskan apakah kebocoran urin yang terus-menerus atau lebih
banyak dapat dikelola dengan metode konservatif. Meskipun belum ada laporan
sebelumnya yang memberikan kriteria pasti untuk kebocoran urin VUA persisten
atau masif, beberapa penelitian telah mendefinisikan kebocoran urin anastomotik
sebagai jumlah urin harian yang persisten (lebih dari 1500 mL) di saluran hisap
selama lebih dari 6 hari dan untuk itu prosedur intervensi invasif harus dilakukan
[27, 28]. Temuan kami menunjukkan bahwa penggunaan CT dosis sangat rendah
dapat membantu memandu pengobatan dan menghindari prosedur yang tidak
perlu selain mengurangi risiko yang terkait dengan paparan radiasi.

Studi kami memiliki beberapa keterbatasan. CT sistografi selalu dilakukan


setelah sistografi konvensional, dan temuan sistografi konvensional mungkin telah

25
mempengaruhi temuan CT. Selain itu, meskipun CT sistografi dosis rendah adalah
modalitas yang lebih akurat untuk menentukan kebocoran urin dibandingkan
dengan sistografi konvensional, kami tidak dapat mengesampingkan kemungkinan
bahwa ekstravasasi di luar uretra atau lumen kandung kemih yang terdeteksi oleh
CT sistografi dosis rendah bukanlah urin. kebocoran. Batasan penting lainnya
adalah hanya 31 pasien yang dilibatkan dalam penelitian kami, dan karakteristik
klinis pasien bervariasi secara signifikan. Meskipun demikian, sepengetahuan
kami, penelitian ini adalah yang pertama mengevaluasi keakuratan dan
karakteristik teknis CT sistografi dosis rendah sebagai modalitas optimal untuk
melacak lokasi yang tepat dan jumlah kebocoran urin serta membatasi dosis
radiasi. Hasil ini membentuk dasar untuk studi dan perawatan di masa depan.

Kesimpulan

CT sistografi dosis sangat rendah mendukung evaluasi kebocoran urin


yang akurat setelah perbaikan kandung kemih meskipun dosis radiasi kecil. CT
sistografi dosis sangat rendah dapat membantu menentukan rencana manajemen
yang paling tepat untuk pasien dengan kebocoran urin setelah perbaikan kandung
kemih. Namun, karena kohort penelitian kami kecil, penelitian lebih lanjut yang
melibatkan lebih banyak pasien yang diperlukan untuk menentukan validitas
klinis CT sistografi dosis rendah dalam pengaturan ini.

Penyesuaian dengan standar etik


Konflik kepentingan
Penulis menyatakan bahwa mereka tidak memiliki konflik kepentingan.
Persetujuan etik
Semua prosedur yang dilakukan dalam studi yang melibatkan partisipan manusia
sesuai dengan standar etika dari komite riset kelembagaan dan / atau nasional dan
dengan Deklarasi Helsinki tahun 1964 dan amandemen selanjutnya atau standar
etika yang sebanding.
Informed Consent

26
Informed consent diperoleh dari semua peserta individu yang termasuk dalam
penelitian ini.

27
PICO VIA

1. Population
Populasi pada penelitian ini adalah 31 pasien yang dirujuk untuk dilakukan
sistografi setelah dilakukan pembedahan perbaikan vesika urinaria untuk
melihat kebocoran urine.

2. Intervention
Intervensi pada penelitian ini adalah diagnosis kebocoran urine dengan
menggunanakan CT sistografi dosis rendah (ultra-low-dose CT cystography).

3. Comparison
Pembanding pada penelitian ini adalah diagnosis kebocoran urine dengan
sistografi konvensional.

4. Outcome
Empat dari 31 pasien didiagnosis dengan kebocoran urine dengan sistografi
konvensional. Keempat pasien ini dipastikan mengalami kebocoran urine
dengan CT sistografi dosis sangat rendah. Lima pasien lainnya yang tidak
mengalami kebocoran urine menurut sistografi konvensional didiagnosis
dengan kebocoran urin dengan CT sistografi dosis rendah. Selain itu,
melakukan CT sistografi dosis rendah memungkinkan peneliti untuk
mengidentifikasi lokasi yang tepat dan jumlah kebocoran urin pada
kesembilan pasien.

5. Validity
a. Apakah fokus penelitian sesuai dengan tujuan penelitian?
Ya, fokus penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk
membandingkan akurasi dan karakteristik dari CT sitografi dosis sangat
rendah dengan sistografi retrograde konvensional dalam mendeteksi adanya
kebocoran urine setelah pembedahan perbaikan vesika urinaria.

28
b. Apakah subjek penelitian diambil dengan cara yang tepat?
Ya, subjek penelitian telah diambil dengan cara yang tepat. Subjek pada
penelitian ini berasal dari 31 pasien yang dirujuk untuk sistografi setelah
perbaikan kandung kemih pada periode waktu November 2015 sampai
Oktober 2017. Seluruh pasien telah menjalani perbaikan kandung kemih
terkait dengan salah satu prosedur bedah berikut: prostatektomi radikal (n =
27, 87,1%), sistektomi radikal dengan neobladder ortotopik (n = 3, 9,7%), dan
divertikulektomi kandung kemih (n = 1, 3,2) %). Rata-rata dilakukan
sistografi 5,2 hari setelah prostatektomi, 14 hari setelah kistektomi radikal,
dan 6 hari setelah divertikulektomi kandung kemih.

c. Apakah data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan penelitian?


Ya, data yang dikumpulkan sesuai degan tujuan penelitian. Data yang
dikumpulkan berupa temuan gambaran kebocoran urine pada vesika urinaria,
lokasi kebocoran, dan jumlah kebocoran yang terdeteksi pada pemeriksaan
sistografi konvensional dan CT sistografi dosis sangat rendah (ultra-low-dose
CT cystography) pada setiap subjek penelitian. Temuan tersebut kemudian
dibandingkan untuk mengetahui akurasi dan karakteristik prosedur diagnostik.

d. Apakah penelitian memiliki jumlah subjek yang cukup untuk


meminimalisasi kebetulan?
Ya, subjek pada penelitian ini sudah cukup. Subjek penelitian ini adalah
seluruh 31 pasien yang dirujuk untuk untuk sistografi setelah perbaikan
kandung kemih pada periode waktu November 2015 sampai Oktober 2017.

e. Apakah analisis data dilakukan dengan cukup baik?


Ya, analisis data telah dilakukan dengan cukup baik. Data yang didapatkan
dianalisis secara deskriptif dan di jelaskan dalam bentuk tabel. Data yang
disajikan berupa gambaran kebocoran urine pada vesika urinaria, lokasi

29
kebocoran, dan jumlah kebocoran yang terdeteksi pada pemeriksaan sistografi
konvensional dan CT sistografi dosis sangat rendah.

6. Importance
Apakah penelitian ini penting?
Ya, penelitian ini penting karena dapat digunakan sebagai acuan dalam
mendiagnosa kebocoran urine pada pasien yang mengalami pembedahan
untuk perbaikan kandung kemih dengan prosedur diagnostik yang memiliki
akurasi lebih tinggi.

7. Applicability
a. Apa pasien anda sangat berbeda dengan penelitian ini sehingga hasilnya
mungkin tidak dapat diaplikasikan ke mereka?
Tidak, di Indonesia kasus kebocoran urine pada kandung kemih dapat
ditemukan sehingga hasil dari penelitian ini dapat di aplikasikan.

b. Apa lingkungan anda sangat berbeda dengan penelitian ini sehingga


hasilnya tidak dapat diaplikasikan disana?
Tidak, lingkungan mirip sehingga hasil penelitian mungkin dapat diaplikasian.
CT sistografi dosis sangat rendah sudah dapat digunakan di Indonesia.

KESIMPULAN
Jurnal ini valid, penting, sehingga dapat di terapkan sebagai referensi alat
diagnostik untuk mendiagnosis kebocoran urine pada pasien yang telah menjalani
pembedahan perbaikan kandung kemih.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Lee SY, Lim HS, Lee J, Kim HS (2015) Evaluation of diagnostic medical
exposure in Republic of Korea. Radiat Prot Dosim. https
://doi.org/10.1093/rpd/ncv349
2. KFDA (2015) Study on the appropriate management of the diagnostic
radiological devices. KFDA Research Report 2013
3. Mettler FA Jr, Thomadsen BR, Bhargavan M et al (2008) Medical radiation
exposure in the U.S. in 2006: preliminary results. Health Phys 95:502–507.
https://doi.org/10.1097/01.HP.00003 26333.42287.a2
4. Dincer Y, Sezgin Z (2014) Medical radiation exposure and human
carcinogenesis-genetic and epigenetic mechanisms. Biomed Environ Sci BES
27:718–728. https://doi.org/10.3967/bes2014.106
5. Shannoun F (2015) Medical exposure assessment: the global approach of the
United Nations Scientifc Committee on the effects of atomic radiation. Radiat
Prot Dosim. https://doi. org/10.1093/rpd/ncv027
6. Brenner DJ, Hall EJ (2007) Computed tomography–an increasing source of
radiation exposure. N Engl J Med 357:2277–2284. https
://doi.org/10.1056/NEJMra072149
7. Niemann T, Kollmann T, Bongartz G (2008) Diagnostic performance of low-
dose CT for the detection of urolithiasis: a meta-analysis. AJR Am J
Roentgenol 191:396–401. https://doi. org/10.2214/AJR.07.3414
8. Morgan DE, Nallamala LK, Kenney PJ, Mayo MS, Rue LW 3rd (2000) CT
cystography: radiographic and clinical predictors of bladder rupture. AJR Am
J Roentgenol 174:89–95. https://doi. org/10.2214/ajr.174.1.1740089
9. Montigny P, Pringot J, Billemont MF, Matthys P (2013) Traumatic urinary
bladder rupture: the usefulness of CT cystography. JBRBTR: Organe Soc R
Belge de Radiol 96:90
10. Peng MY, Parisky YR, Cornwell EE 3rd, Radin R, Bragin S (1999) CT
cystography versus conventional cystography in evaluation of bladder injury.

18
AJR Am J Roentgenol 173:1269–1272.
https://doi.org/10.2214/ajr.173.5.10541103
11. Hur J, Park SB, Lee JB et al (2015) CT for evaluation of urolithiasis: image
quality of ultralow-dose (Sub mSv) CT with knowledge-based iterative
reconstruction and diagnostic performance of low-dose CT with statistical
iterative reconstruction. Abdom Imaging. https://doi.org/10.1007/s00261-015-
0411-2
12. Park SB, Kim YS, Lee JB, Park HJ (2015) Knowledge-based iterative model
reconstruction (IMR) algorithm in ultralow-dose CT for evaluation of
urolithiasis: evaluation of radiation dose reduction, image quality, and
diagnostic performance. Abdom Imaging 40:3137–3146.
https://doi.org/10.1007/s00261-015-0504-y
13. Arapakis I, Efstathopoulos E, Tsitsia V et  al (2014) Using “iDose4” iterative
reconstruction algorithm in adults’ chest-abdomen-pelvis CT examinations:
efect on image quality in relation to patient radiation exposure. Br J Radiol
87:20130613. https:// doi.org/10.1259/bjr.20130613
14. Deak PD, Smal Y, Kalender WA (2010) Multisection CT protocols: sex- and
age-specifc conversion factors used to determine efective dose from dose-
length product. Radiology 257:158–166.
https://doi.org/10.1148/radiol.10100047
15. Williams TR, Longoria OJ, Asselmeier S, Menon M (2008) Incidence and
imaging appearance of urethrovesical anastomotic urinary leaks following da
Vinci robotic prostatectomy. Abdom Imaging 33:367–370.
https://doi.org/10.1007/s00261-007-9247-8
16. Chan DP, Abujudeh HH, Cushing GL Jr, Novelline RA (2006) CT
cystography with multiplanar reformation for suspected bladder rupture:
experience in 234 cases. AJR Am J Roentgenol 187:1296–1302.
https://doi.org/10.2214/AJR.05.0971
17. Kim Y, Kim YK, Lee BE et al (2015) Ultra-low-dose CT of the thorax using
iterative reconstruction: evaluation of image quality and radiation dose

19
reduction. AJR Am J Roentgenol 204:1197– 1202.
https://doi.org/10.2214/AJR.14.13629
18. Baumueller S, Winklehner A, Karlo C et al (2012) Low-dose CT of the lung:
potential value of iterative reconstructions. Eur Radiol 22:2597–2606.
https://doi.org/10.1007/s00330-012-2524-0
19. Mettler FA Jr, Huda W, Yoshizumi TT, Mahesh M (2008) Efective doses in
radiology and diagnostic nuclear medicine: a catalog. Radiology 248:254–263.
https://doi.org/10.1148/radiol.24810 71451
20. Neisius A, Wang AJ, Wang C et al (2013) Radiation exposure in urology: a
genitourinary catalogue for diagnostic imaging. J Urol 190:2117–2123.
https://doi.org/10.1016/j.juro.2013.06.013
21. Tyritzis SI, Katafgiotis I, Constantinides CA (2012) All you need to know
about urethrovesical anastomotic urinary leakage following radical
prostatectomy. J Urol 188:369–376. https://doi.
org/10.1016/j.juro.2012.03.126
22. Lim JH, You D, Jeong IG, Park HK, Ahn H, Kim CS (2013) Cystoscopic
injection of N-butyl-2-cyanoacrylate followed by fbrin glue for the treatment
of persistent or massive vesicourethral anastomotic urine leak after radical
prostatectomy. Int J Urol 20:980–985. https://doi.org/10.1111/iju.12094
23. Gnanapragasam VJ, Baker P, Naisby GP, Chadwick D (2005) Identifcation
and validation of risk factors for vesicourethral leaks following radical
retropubic prostatectomy. Int J Urol 12:948–952.
https://doi.org/10.1111/j.1442-2042.2005.01166.x
24. Ryu J, Kwon T, Kyung YS et al (2013) Retropubic versus robotassisted
laparoscopic prostatectomy for prostate cancer: a comparative study of
postoperative complications. Korean J Urol 54:756–761.
https://doi.org/10.4111/kju.2013.54.11.756
25. Webb DR, Sethi K, Gee K (2009) An analysis of the causes of bladder neck
contracture after open and robot-assisted laparoscopic radical prostatectomy.
BJU Int 103:957–963. https://doi. org/10.1111/j.1464-410X.2008.08278.x

20
26. Han KS, Choi HJ, Jung DC et al (2011) A prospective evaluation of
conventional cystography for detection of urine leakage at the vesicourethral
anastomosis site after radical prostatectomy based on computed tomography.
Clin Radiol 66:251–256. https://doi. org/10.1016/j.crad.2010.08.009
27. Yossepowitch O, Baniel J (2010) Persistent vesicourethral anastomotic leak
after radical prostatectomy: a novel endoscopic solution. J Urol 184:2452–
2455. https://doi.org/10.1016/j. juro.2010.08.014
28. Castillo OA, Alston C, Sanchez-Salas R (2009) Persistent vesicourethral
anastomotic leak after laparoscopic radical prostatectomy: laparoscopic
solution. Urology 73:124–126. https://doi. org/10.1016/j.urology.2008.08.469

21

Anda mungkin juga menyukai