Anda di halaman 1dari 45

BAGIAN RADIOLOGI Laporan Kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN November 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

NEGLECTED FRACTURE LEFT FEMUR

OLEH :

Fitri Djayanti R024191018


Nurvianti Aulia Eka Safutri R024191026

Pembimbing Residen:
dr. Nurmalia

Dosen Pembimbing:
dr. Luthfy Attamimi, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I

LAPORAN KASUS

Tanggal Pemeriksaan : 8 November 2019

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Tanggal Lahir/Usia : 10 Juni 1999 / 20 Tahun
No. Rekam Medis : 131150
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : PNS
Alamat : Polewali mandar
B. Anamnesis
- Keluhan Utama : Nyeri paha kiri
- Riwayat Penyakit
Pasien datang ke IRJ dengan keluhan nyeri pada paha kiri. Nyeri
bersifat lokal terasa seperti tertusuk-tusuk dan terasa berat digerakkan.
Nyeri terutama dirasakan ketika berjalan dan membaik ketika istirahat
namun nyeri tidak benar-benar hilang tanpa pengobatan. Tidak ada riwayat
demam, tidak mual, tidak muntah. Riwayat DM dan hipertensi disangkal.
Riwayat trauma sejak 2 bulan, terjatuh saat mengendarai sepeda motor
dengan posisi paha kiri membentur body motor. Setelah terjatuh pasien
tetap sadar dan mulai merasakan nyeri disekitar area yang terbentur.
Riwayat berobat ditukang urut sebanyak 4 kali. Telah dilakukan prosedur
pemasangan open reduction internal fixation pada tanggal 6 november
2019.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oc
2. Penilaian Nyeri
Onset : Kronik
Lokasi Nyeri : Paha kiri
Gambaran Nyeri : Nyeri Tajam dan tidak menjalar
Durasi Nyeri : Terus-menerus
Frequensi : Terus-menerus
Skala Nyeri : 2-3 (Metode NRS)
3. Sistem Respirasi
Jalan Napas : Bebas (bersih)
Irama : Teratur
Tampakan Dada : Simetris
Kedalaman : Normal
Pola Nafas : Normal
Frequensi Nafas : 20 x/menit
Saturasi 02 : 98%
4. Penilaian Ekstremitas Atas
Tonus Otot : Normal
Kekuatas Otot : 4 (Metode MMT)
ROM : Limitasi
Oedem : Tidak ada
Kontur kulit : Normal
Temperatur kulit : Normal
5. Kesadaran
GCS
- Eye :4
- Motorik :6
- Verbal :5
Hasil : Compos Mentis GCS ≥ 13
6. ADL (Activity Daily Living)
- Indeks Barthel : 19 (Ketergantungan Ringan)
D. Radiologi

1. Foto Pelvis

Gambar 1. Hasil foto X-ray Pelvis

2. Foto os femur

Gambar 2. Hasil foto X-ray os Femur Sinistra AP/lateral


Hasil Pemeriksaan
- Terpasang plate and screw pada 1/3 proximal hingga 1/3 distal os femur
sinistra
dengan kedudukan baik terhadap tulang
- Terpasang drain dengan tip kesan pada aspek lateral jaringan lunak
setinggi 1/3 proximal os femur sinistra
- Tampak fraktur pada 1/3 proximal hingga 1/3 tengah os femur sinistra,
callus forming positif, korteks tulang belum intak
- Densitas tulang baik
- Celah sendi yang tervisualisasi kesan baik
- Jaringan lunak sekitar sulit dievalusi
Kesan: - Fraktur 1/3 proximal hingga 1/3 tengah os femur sinistra dengan
terpasang plate and screw
- Terpasang drain pada jaringan lunak

E. Laboratorium
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
WBC 8.00 ribu/µl 4.00 – 11.0

RBC 3.44 juta/µl 4.50 – 5.50

HGB 9.9 g/dL 13.0 – 16.0

HCT 28.9 % 40.0 – 50.0

MCV 84.0 fL 80.0 – 100.0

MCH 28.8 Pg 27.0 – 34.0

MCHC 34.3 g/dl 31.0 – 36.0

PLT 178 ribu/µl 150 – 450

RDW-SD 39.3 fL 37.0 – 54.0

RDW-CV 13.4 % 10.0 – 15.0

PDW 8.9 fL 10.0 – 18.0

MPV 9.0 fL 9.00 – 13.0

P-LCR 16.6 % 13.0 – 43.0

PCT 0.16 % 0.17 – 0.35

NEUT 71.4 % 50.0 – 70.0

LYMPH 16.8 % 20.0 – 40.0


MONO 10.3 % 2.00 – 8.00

EO 1.1 % 1.00 – 3.00

BASO 0.4 % 0.00 – 1.00


Kesan: Anemia
F. Diagnosis
“Neglected Fracture left femur “
G. Terapi dan Penanganan Fisioterapi
Prinsip penanganan fisioterapi pada kasus post operasi neglected left femur
dapat dilakukan pada fase:
1. Fase Immobilisasi Pasca Operasi
Pada fase ini fisioterapi berperan untuk mengurangi nyeri,
membantu menjaga sirkulasi darah, memelihara fungsi otot, memelihara
lingkup gerak sendi, dan memelihara gerak fungsi region tubuh lainnya.
Problem Modalitas Fisioterapi Dosis
F: setiap pasien terapi
I: pasien fokus

Kecemasan Komunikasi Terapeutik T: Interpersonal


Aproach
T: selama terapi
F: 2x seminggu
I: 20-30 mA

Mengurangi Nyeri Elektrotherapy (TENS) T: Contraplanar


T: 10 menit
F: 1x sehari/tiap hari
Mengurangi Oedem Exercise Therapy I: 8 hit/ 3 repetisi
dan Melancarkan T: Ankle Pumping
sirkulasi darah Exercise
T: 5 menit
F: 2x seminggu
I: 8 hitungan/3 repetisi
T: Static Contraction
T: 5-7 menit
F: 2x seminggu
I: 8 hitungan/3 repetisi

Limitasi ROM Exercise Therapy T: Passive ROM


Exercise (PROMEX),
Active Assisted ROM
Exercise (AAROMEX)

2. Fase Mobilisasi Pasca Fiksasi di lepas

Fase ini bertujuan untuk mengurangi kecemasan, mengurangi


oedem, mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan
lingkup gerak sendi, mengatasi spasme otot, dan mengembalikan fungsi
ADL pasien.
Problem Modalitas Fisioterapi Dosis
F: setiap pasien terapi
I: pasien fokus
T: Interpersonal
Kecemasan Komunikasi Terapeutik Aproach
T: selama terapi
F: 2x seminggu
I: 20-30 mA

Mengurangi Nyeri Electrotherapy (TENS) T: Contraplanar

T: 10 menit
F: 1x sehari/tiap hari
I: 8 hit/ 3 repetisi

Mengurangi Oedem dan T: Ankle Pumping


Exercise Therapy
Melancarkan sirkulasi Exercise

darah T: 5 menit
F: 2x seminggu
I: 8 hitungan/3 repetisi
T: Static Contraction
T: 5-7 menit
F: 2x seminggu
I: 8 hitungan/3 repetisi
T: PROMEX,
AROMEX
Limitasi ROM Exercise Therapy T: 7 menit
F: 2x seminggu
I: 8 hitungan/ 3 repetisi
T: Hold Relax
T: 7 menit
F: 2x seminggu
I: 10-30 A
Pre-Elimenery Excersie
T: Local Area
(IRR)
T: 10 menit

F: 2x seminggu
Spasme Otot
I: 15 hitungan/3 repetisi
Exercise Therapy
T: Streching exercise
T: 5 menit
F: 2x seminggu
I: 8 hitungan/3 repitisi

Muscle Weakness Exercise Therapy T: Strengthening Exc.


T: 5 menit
F: 2x seminggu
I: 8 hitungan/ 3 repitisi

Gangguan ADL Exercise Therapy T: Non Weight Bearing


Exercise
T: 5 menit
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang,tulang
rawan,baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum,
Fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Noor,2016). Close Fraktur ( Fraktur Tertutup ) Fraktur dimana bagian kulit
tidak mengalami pecah (Scammell, 2017). Neglected fracture dengan atau tanpa
dislokasi adalah suatu fraktur yang tidak ditangani atau ditangani dengan tidak
semestinya sehingga menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan,
atau kondisi yang lebih buruk dan bahkan kecacatan(Apley & Solomon, 2013).
Penanganan fraktur yang salah ini biasanya dilakukan oleh bone setter
(dukun patah) yang masih sering dijumpai di masyarakat Indonesia. Perilaku
mencari pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok untuk
melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian pengobatan di
masyarakat terutama di negara berkembang sangat bervariasi. Perilaku
kesehatan masyarakat menentukan pemilihan penggunaan fasilitas pelayanan
kesehatan dalam mendapatkan pengobatan. Hal ini dipengaruhi oleh
kepercayaan masyarakat terhadap kesehatan. Model kepercayaan kesehatan (the
health belief model) menjadi dasar dalam perilaku masyarakat. Menurut riset
kesehatan dasar pada tahun 2013 pemanfaatan pengobatan tradisional di
masyarakat sebesar 30,4 %. Sehingga pada saat datang ke rumah sakit sudah
mengalami komplikasi akibat penanganan pertamanya yang tidak baik atau
tidak sesuai prinsip yang benar. Pengobatan tradisional masih digunakan oleh
sebagian besar masyarakat bukan hanya karena kekurangan fasilitas pelayanan
kesehatan formal yang terjangkau, melainkan lebih disebabkan oleh faktor
kebudayaan terhadap pengobatan tradisional. Faktor pendidikan seseorang
sangat menentukan dalam pola pengambilan keputusan dan penerimaan
informasi. Pendidikan yang kurang menyebabkan daya intelektual terbatas
sehingga perilaku masih dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya (Mandias, 2012).
Faktor ekonomi mempunyai peranan besar dalam penerimaan atau penolakan
suatu pengobatan. Faktor ini diperkuat dengan persepsi masyarakat bahwa
pengobatan alternatif membutuhkan sedikit tenaga, biaya, dan waktu. Hal ini
menjadi alasan klasik pasien fraktur yang terlambat berobat ke Rumah Sakit
(Janis, 2014).
Anatomi Femur

Femur atau tulang paha merupakan tulang yang memanjang dari panggul
ke lutut dan merupakan tulang terpanjang dan terbesar di dalam tubuh, panjang
femur dapat mencapai seperempat panjang tubuh.Femur dapat dibagi menjadi
tiga bagian yaitu ujung proksimal, batang, dan ujung distal. Ujung proksimal
bersendi dengan asetabulum tulang panggul dan ujung distal bersendi dengan
patella dan tibia. Ujung proksimal terdiri dari caput femoris, fores capitis
femoris, collum femoris, trochanter mayor, fossa trochanterica, trochanter
minor, trochanter tertius, linea intertrochanter, dan crista intertrochanterica.
Batang atau corpus femur merupakan tulang panjang yang mengecil di bagian
tengahnya dan berbentuk silinder halus dan bundar di depannya. Linea aspera
terdapat pada bagian posterior corpus dan memiliki dua komponen yaitu labium
lateral dan labium medial. Labium lateral menerus pada rigi yang kasar dan lebar
disebut tuberositas glutea yang meluas ke bagian belakang trochanter mayor
pada bagian proksimal corpus, sedangkan labium medial menerus pada linea
spirale yang seterusnya ke linea intertrochanterica yang menghubungkan antara
trochanter mayor dan trochanter minor. Pada ujung distal terdapat bangunan-
bangunan seperti condylus medialis, condylus lateralis, epicondylus medialis,
epicondylus lateralis, facies patellaris, fossa intercondylaris, linea
intercondylaris, tuberculum adductorium, fossa dan sulcus popliteus, linea
intercondylaris, tuberculum adductorium, fossa dan sulcus popliteus. Condylus
memiliki permukaan sendi untuk tibia dan patella.
Gambar 1. Anatomi femur.3

Gambar 3. Os Femur(Netter, 2018)

Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum femur dan
proksimal dari batang femur. Area ini terletak di antara trochanter mayor dan
trochanter minor. Caput femoris dan collum femoris membentuk sudut (1150- 1400)
terhadap poros panjang corpus femoris, sudut ini bervariasi dengan umur dan jenis
kelamin. Corpus femoris berbentuk lengkung, yakni cembung ke arah anterior.
Ujung distal femur, berakhir menjadi dua condylus, epicondylus medialis dan
epicondylus lateralis yang melengkung bagaikan ulir.Caput femoris mendapatkan
aliran darah dari tiga sumber, yaitu pembuluh darah intramedular di leher femur,
cabang pembuluh darah servikal asendens dari anastomosis arteri sirkumfleks
media dan lateral yang melewati retinakulum sebelum memasuki caput femoris,
serta pembuluh darah dari ligamentum teres.
Femoral shaft berbentuk tube dan memanjang dari trochanter ke condylus
femoralis. Convex sepanjang permukaan anterior dan concave disepanjang sisi
posterior. Otot-otot yang mengelilingi shaft femoralis dibagi menjadi tiga
kompartemen: anterior (m. sartorius, m. pectineus, m. quadriceps, dan m. iliopsoas)
, Medial (m. gracilis dan m.adductors longus, brevis, dan magnus) dan posterior
(m.bisep femoris, m.semitendinosus, dan m. semimembranosus). M. quadriceps,
yang bertanggung jawab untuk ekstensi genu, termasuk vastus medialis, rektus
femoris, vastus intermedius, dan vastus lateralis. Otot-otot kompartemen posterior,
yang bertanggung jawab untuk fleksi genu, yang sering disebut sebagai
"hamstrings." Tarikan otot di semua tiga kompartemen di atas mengarah ke fraktur
femur hingga displacedment dan angulasi, meningkatkan kompleksitas manajemen
fraktur.

Gambar 4. Vaskularisasi Femur(Netter, 2018)

Pada saat terjadi fraktur, pembuluh darah intramedular dan pembuluh


darah retinakulum mengalami robekan bila terjadi pergeseran fragmen.
Fraktur transervikal adalah fraktur yang bersifat intrakapsuler yang
mempunyai kapasitas yang sangat rendah dalam penyembuhan karena
adanya kerusakan pembuluh darah, periosteum yang rapuh, serta hambatan
dari cairan sinovial.

Femur memiliki pasokan vaskular yang melimpah, menerima sebagian


besar darah arteri yang mengalir dari profunda arteri femoralis. Sebuah
nutrisi arteri biasanya memasuki sepanjang posterior linea aspera dan
proksimal pada os femur dan mensupply sirkulasi endosteal. Sirkulasi
endosteal memasok dalam dua-pertiga sampai tiga perempat dari korteks.
Sirkulasi periosteal memasuki posterior terutama di sepanjang aspera linea.
Ketika fraktur terjadi, pembuluh darah medula terganggu dan pembuluh
periosteal menjadi sumber arteri primer untuk daerah fraktur selama
penyembuhan awal. Alirah darah periosteal hampir selalu memadai; risiko
nonunion dari insufisiensi suplai darah sangat rendah. Menanggapi fraktur,
terjadi proliferasi pembuluh darah periosteal, sementara sirkulasi endosteal
tidak dapat dikembalikan sampai tiga minggu. Fraktur femur dapat
menyebabkan perdarahan yang luas, dengan kehilangan darah hingga tiga
liter dan kerugian rata-rata satu liter. Saraf sciatic dan saraf femoral dan
cabang-cabangnya dikelilingi oleh otot pelindung. Oleh karena itu, cedera
neurologis dari fraktur shaft femur terisolasi jarang.

Sendi panggul dan leher femur ini dibungkus oleh capsula yang di
medial melekat pada labrum acetabuli, di lateral, ke depan melekat pada
linea trochanterika femoris dan ke belakang pada setengah permukaan
posterior collum femur. Capsula ini terdiri dari ligamentum iliofemoral,
pubofemoral, dan ischiofemoral. Ligamentum iliofemoral adalah sebuah
ligamentum yang kuat dan berbentuk seperti huruf Y terbalik. Dasarnya
disebelah atas melekat ada spina iliaca anterior inferior, dibawah kedua
lengan Y melekat pada bagian atas dan bawah linea intertrochanterica.
Ligament ini berfungsi untuk mencegah ekstensi berlebihan selama berdiri.
Ligamentum pubofemoral berbentuk segitiga. Dasar ligamentum melekat
pada ramus superior ossis pubis, dan apex melekat di bawah pada bagian
bawah linea intertrochanterica. Ligament ini berfungsi untuk membatasi
gerak ekstensi dan abduksi. Ligamentum ischifemoral berbentuk spiral dan
melekat pada corpus ossis ischia dekat margo acetabuli dan di bagian bawah
melekat pada trochanter mayor. Ligament ini membatasi gerak ekstensi.
Gambar 5. Ligament Femur(Netter, 2018)

B. Definisi Fraktur
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang,tulang
rawan,baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum,
Fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Menurut (Noor,2016) Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas
tulang,tulang rawan,baik yang bersifat total maupun sebagian,biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. sedangkan menurut Noorisa (2016)
Fraktur adalah kerusakan neuromuskular akibat trauma pada jaringan atau
terputusnya jaringan tulang. Close Fraktur ( Fraktur Tertutup ) Fraktur dimana
bagian kulit tidak mengalami pecah (Scammell, 2017). Neglected fracture
dengan atau tanpa dislokasi adalah suatu fraktur dengan atau tanpa dislokasi
yang tidak ditangani atau ditangani dengan tidak semestinya sehingga
menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan, atau kondisi yang
lebih buruk dan bahkan kecacatan (Apley & Solomon, 2013).

C. Epidemiologi
Menurut Jurnal dari Universitas Unair Surabaya yang berjudul “The
Characteristicof Patients With Femoral Fracturein Departement of
Orthopedic and Traumatology RSUD DR.Soetomo Surabaya 2013-
2016”Fraktur tungkai bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi tertinggi
di antara patah tulang lainnya di Indonesia. Dari 972 data, 112 subjek dengan
fraktur femur dianalisis untuk studi. Variabel yang diamati profil pasien
meliputi: jenis kelamin, usia, penyebab fraktur, jenis luka, lokasi fraktur,
tempat kecelakaan, waktu terjadinya kecelakaan.Penelitian observasional
selama tiga tahun telah menyimpulkan beberapa temuan sebagai berikut.
Kasus yang paling umum dari fraktur,terjadi pada usia 15-24 dengan 40 kasus
(36%). Sebagian besar kasus didominasi oleh jenis kelamin pria (72%).
Kecelakaan lalu lintas (92%) merupakan penyebab utama patah tulang, yang
sebagian besar terjadi di jalan (92%) pada pukul 06:01 sampai pukul 12:00
A.M (28%). Luka tertutup (71%) umumnya ditemukan di fraktur femur. Jenis
yang paling umum dari fraktur femur memiliki luka tertutup (71%) dan terletak
di kolom tulang paha (46%). Kasus yang paling umum dari fraktur femur yang
terjadi pada laki-laki pada usia produktif akibat cedera kecelakaan lalu lintas.
Hasil penelitian wattie et all (2016) kasus fraktur diafisis femur di RSUP.
Prof. DR. R. D. Kandou Manado pada periode Januari 2013-Desember 2014.
Pada laki-laki bahwa insiden terjadi dari anak-anak serta meningkat pada
remaja sampai memuncak pada dewasa muda dan kembali menurun pada
dewasa tua dan usia lanjut. Angka kejadian pada perempuan meningkat pada
kategori usia dewasa tua. Jenis kelamin yang paling mendominasi kasus
fraktur diafisis femur adalah laki-laki dengan lokasi tertinggi pada 1/3 medial
diafisis femur. Jenis fraktur tersering ialah fraktur tertutup.

D. Klasifikasi
Fraktur femur bervariasi tergantung lokasi dan gambaran fraktur. Fraktur
femur bisa atau tanpa dislokasi tulang dan bisa berupa fraktur tertutup (tidak
menembus kulit atau tidak terbuka dengan lingkungan eksternal) dan fraktur
terbuka (Menembus kulit dan terbuka dengan lingkungan eksternal). Menurut
garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi fraktur komplit atau inkomplit
(termasuk fisura atau greenstick fracture), transversal, oblik, spiral, kompresi,
simple, kominutif, segmental, kupu-kupu, dan impaksi (termasuk impresi dan
inklavasi). Terdapat beberapa jenis fraktur femur berdasar lokasi anatomis
yaitu fraktur neck femur, fraktur trokanter femur, fraktur subtrokanter femur,
fraktur diafisis femur, fraktur suprakondilus femur dan fraktur kondilus femur.
Klasifikasi fraktur diafisis femur berdasarkan OTA :
a. Simple Fracture
Pada fraktur ini terdapat satu fraktur yang menyebabkan dua
potongan/fragmen dari fraktur tersebut setelah terjadinya reduksi.
Fraktur ini dapat berupa spiral, oblique, dan transverse.
b. Wedge Fracture
Fraktur kompleks dengan sepertiga fragmen, dimana setelah reduksi ada
beberapa kontak langsung diantara dua fragmen utama. Fraktur ini bisa
spiral, bending, dan multifragmentary.
c. Complex Fracture
Fraktur dengan satu atau lebih fragmen intermediate dimana tidak terjadi
kontak antara fragmen utama setelah reduksi. Fraktur kompleks ini bisa
spiral, segmental, atau iregular.
Berdasarkan klasifikasi Winquist-Hansen, fraktur diafisi femur terbagi atas :
1. Type I : Minimal or no comminution
2. Tipe II : Cortices of both fragments at least 50% intact
3. Tipe III : 50% to 100% cortical comminution
4. Tipe IV : Circumferential comminution with no cortical contact

Gambar 6. Winquist and Hansen classification of femoral shaft fractures ( Kenneth et al.,2015)
Berdasarkan pada beratnya kasus akibat dari penanganan patah tulang
sebelumnya, neglected fracture dapat diklasifikasikan menjadi 4 derajat:
1. Neglected derajat satu Bila pasien datang saat awal kejadian maupun
sekarang, penanganannya tidak memerlukan tindakan operasi dan hasilnya
sama baik.
2. Neglected derajat dua Keadaan dimana apabila pasien datang saat awal
kejadian, penanganannya tidak memerlukan tindakan operasi, sedangkan
saat ini kasusnya menjadi lebih sulit dan memerlukan tindakan operasi.
Setelah pengobatan, hasilnya tetap baik.
3. Neglected derajat tiga Keterlambatan menyebabkan kecacatan yang
menetap bahkan setelah dilakukan operasi. Jadi pasien datang saat awal
maupun sekarang tetap memerlukan tindakan operasi dan hasilnya kurang
baik.
4. Neglected derajat empat Keterlambatan di sini sudah mengancam nyawa
atau bahkan menyebabkan kematian pasien. Pada kasus ini penanganannya
memerlukan tindakan amputasi
Neglected fracture dibagi menjadi 4 derajat, yaitu :
a. Derajat I : fraktur yang telah terjadi antara 3 hari sampai dengan 3
minggu
b. Derajat II : fraktur yang telah terjadi antara 3 minggu sampai dengan 3
bulan
c. Derajat III : fraktur yang telah terjadi antara 3 bulan sampai dengan 1
tahun
d. Derajat IV : fraktur yang telah terjadi lebih dari 1 tahun.
E. Etiologi dan Faktor Resiko
Fraktur Midshaft femur pada orang dewasa muda yang paling sering
disebabkan oleh trauma berat, namun trauma ringan menjadi penyebab
tersering di antara orang dewasa yang lebih tua. Trauma berat yang biasa
terlibat dalam fraktur femur termasuk tabrakan kendaraan bermotor, pejalan
kaki yang tertabrak oleh kendaraan bermotor, kecelakaan sepeda motor, jatuh
dari ketinggian tiga meter atau lebih, dan luka tembak. Mekanisme energi yang
rendah termasuk tergelincir atau tersandung di permukaan tanah, jatuh dari
ketinggian kurang dari satu meter, dan yang berhubungan dengan cedera
olahraga.
Fraktur diaphyseal femur umumnya erat kaitannya dengan cedera berat.
Cedera ini dapat menyebabkan sekuele yang mengancam jiwa. Pasien berusia
muda yang mengalami mekanisme trauma yang berat, paling sering tabrakan
kendaraan bermotor. Pasien lanjut usia dapat mengalami patah tulang paha
osteoporosis. Etiologi umum lainnya adalah dari luka tembak yang terjadi
hingga ekstremitas bawah.
Seperti tulang panjang lainnya, fraktur femur merupakan akibat dari trauma
langsung atau tidak langsung atau kekerasaan akibat tarikan otot. Trauma
langsung yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang). Trauma tidak langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan lengan
dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan. Fraktur
Kekerasan akibat tarikan otot yaitu fraktur tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

F. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Fraktur biasanya di sebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur tersebut lengkap atau tidak
lengkap. Fraktur lengkap apabila seluruh tulang patah sedangkan fraktur tidak
lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Fraktur akan terjadi apabila
ada trauma yang kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Jika terjadi fraktur
maka periosteum akan terkelupas dari tulang dan robek dari sisi yang
berlawanan pada tempat terjadinya trauma. Ruptur pembuluh darah didalam
fraktur, maka akan timbul nyeri. Tulang pada permukaan fraktur yang tidak
mendapat persediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua millimeter
(Cahyono, et.al., 2015).
Tulang femur adalah tulang yang paling sering mengalami patah jika
dilihat dari posisi penderita saat duduk di sepeda motor. Selain itu lebih sulit
mempertahankan posisi pada tulang tungkai atas dibandingkan dengan tulang
pada tungkai bawah (Ayu, 2014). Sebagian besar fraktur disebabkan oleh
kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan,
penghancuran, penekukan, dan pemuntiran atau penarikan. Mekanisme
terjadinya fraktur terbagi menjadi dua, yaitu : Trauma langsung : Bila terkena
trauma langsung dapatmenyebabkan tekanan pada tulang yang terjadi pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan
lunak ikut mengalami kerusakan. Trauma tidak langsung : merupakan suatu
kondisi trauma yang dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.
Setelah fraktur terjadi, fragmen-fragmen biasanya bergeser. Sebagian oleh
kekuatan cedera itu, sebagian oleh gaya berat dan sebagian oleh tarikan otot
yang melekat padanya. Pergeseran biasanya disebut dengan istilah aposisi,
penjajaran (alignment), rotasi dan berubahnya panjang (Utami, Melati Nurul.
2016).
Terdapat beberapa faktor yang bisa menentukan lama penyembuhan
fraktur. Penyembuhan fraktur berkisaran antara tiga minggu sampai empat
bulan. Waktu penyembuhan pada anak secara kasar separuh waktu
penyembuhan daripada dewasa.
Tabel 1. Faktor-faktor penyembuhan fraktur (Noor, 2013)
Umur penderita Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih
cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan
karena aktivitas proses osteogenesis pada periosteum dan
endosteum, serta proses remodeling tulang. Pada bayi
proses penyembuhan sangat cepat dan aktif, namun
kemampuan ini makin berkurang apabila umur bertambah.

Lokalisasi dan Lokalisasi fraktur memegang peran penting. Fraktur


konfigurasi fraktur metafisis penyembuhannya lebih cepat daripada diafisis.
Di samping itu konfigurasi fraktur seperti fraktur
transversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan
dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.
Pergeseran awal Pada fraktur yang tidak bergeser di mana periosteum tidak
fraktur bergeser, maka penyembuhan dua kali lebih cepat
dibandingkan pada fraktur yang bergeser.
Vaskularisasi pada Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang
kedua fragmen baik, maka penyembuhan biasanya tanpa komplikasi.
Namun, apabila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya
buruk, maka akan menghambat atau bahkan tidak terjadi
tautan yang dikenal dengan non-union.
Reduksi serta Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk
mobilisasi vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya.
Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan
kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu dalam
penyembuhan fraktur.
Waktu imobilisasi Jika imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu
penyembuhan sebelum terjadi tautan (union), maka
kemungkinan terjadinya non-union sangat besar.
Ruangan di antara Jika ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteum
kedua fragmen maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya, maka akan
serta interposisi menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.
oleh jaringan lunak
FaKtor adanya Infeksi dan keganasan akan memperpanjang proses
infeksi dan inflamasi lokal yang akan menghambat proses
keganasan lokal penyembuhan dari fraktur.

Cairan sinovia Pada persendian, di mana terdapat cairan synovial,


merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.
Gerakan aktif dan Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan
pasif anggota meningkatkan vaskularisasi darah fraktur, tetapi gerakan
gerak yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang
baik juga akan mengganggu vaskularisasi.
Nutrisi Asupan nutrisi yang optimal dapat memberikan suplai
kebutuhan protein untuk proses perbaikan. Pertumbuhan
tulang menjadi lebih dinamis bila ditunjang dengan asupan
nutrisi yang optimal.

Vitamin D Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorpsi tulang.


Vitamin D dalam jumlah besar dapat menyebabkan
absorpsi tulang seperti yang terlihat pada kadar hormone
paratiroid yang tinggi. Vitamin D dalam jumlah yang
sedikit akan membantu kalsifikasi tulang (membantu kerja
hormone paratiroid), antara lain dengan meningkatakan
absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.
Proses penyembuhan fraktur beragam sesuai dengan jenis tulang yang
terkena dan jumlah gerakan di tempat fraktur. Pada tulang tubuler, dan bila tidak
ada fiksasi yang rigid, penyembuhan dimulai dengan lima tahap, yaitu :
1. Kerusakan jaringan dan pembentukan hematoma. Pembuluh darah robek dan
terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan
fraktur, yang tidak mendapat persediaan darah, akan mati sepanjang satu atau
dua milimeter.
2. Radang dan proliferasi seluler. Dalam waktu 8 jam setelah fraktur,terjadi reaksi
radang akut disertai proliferasi sel. Terbentuk benang-benang fibrin pada darah
dan membentuk jaringan untuk revaskularisasi, serta invasi fibroblast dan
osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endostel,
dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai
matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang
rawan (osteoid). Dari periosteum tampak pertumbuhan melingkar. Kalus
tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat
patah tulang. Namun, gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus.
Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
3. Pembentukan kalus. Sel yang berkembangbiak memiliki potensi krondrogenik
dan osteogenik.Bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan dalam beberapa keadaan, juga kartilago. Populasi sel
sekarang juga mencakup osteoklas yang mulai membersihkan tulang yang
mati. Massa sel yang tebal, dengan pulau-pulau tulang yang imatur dan
kartilago, membentuk kalus atau bebat pada permukaan periosteal dan
endosteal. Sementara tulang fibrosa yang imatur (atau anyaman tulang )
menjadi lebih padat, gerakan pada tempat fraktur semakin berkurang dan pada
empat minggu setelah cedera fraktur menyatu.
4. Konsolidasi. Bila aktivitas osteoklastik dan osteoblastik berlanjut, anyaman
tulang berubah menjadi tulang lamelar. Sistem itu sekarang cukup kaku untuk
memungkinkan osteoklas menembus melalui garis fraktur, dan osteoblas
mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini
adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang
cukup kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Remodeling. Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.
Selama beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun, pengelasan kasar ini
dibentuk ulang oleh proses resorpsi dan pembentukan tulang yang terus-
menerus (Apley & Solomon, 2013).
Proses penyembuhan tulang dapat dipantau dengan pemeriksaan sinar X.
Imobilisasi harus memadai sampai tanda-tanda adanya kalus tampak pada
gambaran sinar X.

Gambar 7. Fase Penyembuhan Tulang (Laporan Kasus Andi, 2013)

G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur left femur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan
warna . Disebutkan pula oleh (Appley dan Solomon, 2013) bahwa fraktur
memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:
- Kelemahan pada daerah fraktur
- Nyeri bila ditekan atau bergerak
- Deformitas (rotasi, diskrepansi, angulasi)
- Krepitasi
- Perdarahan (Internal atau Eksternal)
- Syok
H. Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat diklasifikasikan menjadi komplikasi lokal dan
komplikasi jauh. Komplikasi lokal, antara lain :
1. Komplikasi dini
Komplikasi dini yang mungkin terjadi adalah Infeksi. Infeksi luka
pasca trauma sekarang paling sering menyebabkan osteomyelitis kronis.
Keadaan ini tidak mencegah penyatuan fraktur, tetapi penyatuan akan
berjalan lambat dan kesempatan mengalami fraktur ulang meningkat.
Gambaran klinik, terdapat riwayat fraktur terbuka atau operasi pada
fraktur tertutup. Luka itu akan meradang dan mulai mengeluarkan cairan
seropurulen. Pemeriksaan contoh cairan ini dapat menghasilkan
stafilokokus atau kuman campuran.Sekalipun 15 pemeriksaan bakteriologi
negatif, kalau tanda-tanda klinik pasien mendukung, pasien harus tetap
diobservasi terus-menerus dan diberikan terapi antibiotik secara intravena.
2. Komplikasi lanjut
a. Nekrosis avaskular, daerah tertentu dikenal memiliki kecenderungan
untuk mengalami iskemia dan nekrosis tulang setelah cedera. Daerah
itu adalah :
1) Kaput femoris (setelah fraktur pada leher femur atau dislokasi pada
pinggul).
2) Bagian proksimal dari skafoid (akibat fraktur pada pinggangnya).
3) Lunatum ( setelah dislokasi )
4) Talus Body ( setelah fraktur pada lehernya) Tepatnya, ini adalah
komplikasi dini dari cedera tulang, karena iskemia terjadi selama
beberapa jam pertama setelah fraktur atau dislokasi. Tetapi, efek
klinik dan radiologi tidak terlihat sampai beberapa minggu atau
bahkan beberapa bulan kemudian.
b. Delayed Union. Timbulnya komplikasi berupa delayed union
disebabkan oleh :
1) Vaskularisasi tidak adekuat. Bila terjadi fraktur pada tulang yang
tak memiliki serabut otot, terdapat risiko penyatuan lambat. Tulang
yang mudah terserang antara lain adalah 16 tulang yang cenderung
terkena nekrosis avaskular, dan juga tibia bagian bawah (terutama
fraktur ganda).
2) Infeksi. Merupakan penyebab delayed union karena infeksi dapat
menganggu proses pembentukan kalus, sehingga menunda
penyatuan lebih lanjut.
3) Pembebatan yang tidak benar. Hal ini bisa dikarenakan
pemasangan gips yang tidak sesuai atau traksi yang terlalu banyak.
c. Non union, Bila keterlambatan penyatuan tidak diketahui, meskipun
fraktur telah diterapi dengan memadai, cenderung terjadi non-union.
Penyebab lain ialah adanya celah yang terlalu lebar dan interposisi
jaringan.
d. Malunion, Bila fragmen menyambung pada posisi yang tak
memuaskan (angulasi, rotasi atau pemendekan yang tak dapa
diterima) fraktur itu dikatakan mengalami malunion.Penyebabnya
adalah tidak terreduksi fraktur secara baik, kegagalan
mempertahankan reduksi ketika terjadi penyembuhan, atau kolaps
yang berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotik atau
komunikatif.
3. Komplikasi jauh, antara lain:
a. Komplikasi pada kulit antara lain, Lesi akibat penekanan, ulserasi
akibat dekubitus dan ulserasi akibat pemasangan gips.
b. Komplikasi pada pembuluh darah antara lain, Ulserasi akibat
pemasangan gips, lesi akibat traksi dan penekanan, iskemik Volkmann,
gangren.
c. Komplikasi pada saraf antara lain, Lesi akibat traksi dan penekanan.
d. Komplikasi pada sendi : Infeksi (arthritis septic) akibat operasi terbuka
pada trauma tertutup.
e. Komplikasi pada tulang antara lain : Infeksi akibat operasi terbuka pada
trauma tertutup (osteomielitis) (Utami, Melati Nurul, 2016).
I. Differential Diagnosis
Adapun differential diagnosis pada Fraktur Neglected Left Femur yaitu:
1. Fraktur Colum Femur.
2. Fraktur Subtrochanter Femur.
3. Fraktur Supracondyler Femur.
4. Fraktur Intercondylair.
5. Fraktur Condyler Femur
BAB III

DISKUSI KASUS

A. Resume Klinis
Pasien laki-laki berusia 20 tahun datang ke IRJ dengan keluhan nyeri pada
regio femoris sinistra (NRS 2). Nyeri bersifat lokal terasa seperti tertusuk-tusuk
dan terasa berat digerakkan. Nyeri terutama dirasakan ketika berjalan dan
membaik ketika istirahat namun nyeri tidak benar-benar hilang tanpa
pengobatan. Tidak ada riwayat demam, tidak mual, tidak muntah. Riwayat DM
dan hipertensi disangkal. Riwayat trauma sejak 2 bulan, terjatuh saat
mengendarai sepeda motor dengan posisi regio femoris membentur body motor.
Setelah terjatuh pasien tetap sadar dan mulai merasakan nyeri disekitar area
yang terbentur. Riwayat berobat ditukang urut sebanyak 4 kali. Telah dilakukan
prosedur pemasangan open reduction internal fixation pada tanggal 6 november
2019.
Pemeriksaan fisis didapatkan :
1. Keadaan umum sakit sedang/ compos mentis/ gizi baik.
2. Tekanan darah : 120/80 mmHg.
3. Nadi : 80x/menit.
4. Suhu : 36,5oC.
5. Pernafasan : 20x/menit.
6. Look : deformitas ada, kemerahan tidak ada, swelling tidak ada, tidak ada
7. Feel : tenderness tidak ada
8. Move : gerak aktif dan pasif dari hip joint and knee joint terbatas karena
nyeri
9. Neurovaskular distal: sensibilitas baik. Pulsasi arteri dorsalis pedis dan
tibilais posterior teraba. Capillary refill time < 2 detik. Leg length
discrepancy : ALL right : 91, left : 90. TLL right 86, left 85.
Pemeriksaan penunjang, Hasil lab tanggal 04 november 2019 didapatkan :
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
WBC 9.34 ribu/µl 4.00 – 11.0
RBC 5.40 juta/µl 4.50 – 5.50
HGB 14.3 g/dL 13.0 – 16.0
HCT 43.4 % 40.0 – 50.0
MCV 80.4 fL 80.0 – 100.0
MCH 26.5 Pg 27.0 – 34.0
MCHC 32.9 g/dl 31.0 – 36.0
PLT 283 ribu/µl 150 – 450
RDW-SD 37.2 fL 37.0 – 54.0
RDW-CV 12.9 % 10.0 – 15.0
PDW 9.1 fL 10.0 – 18.0
MPV 8.8 fL 9.00 – 13.0
P-LCR 15.7 % 13.0 – 43.0
PCT 0.25 % 0.17 – 0.35
NEUT 72.3 % 50.0 – 70.0
LYMPH 17.2 % 20.0 – 40.0
MONO 5.8 % 2.00 – 8.00
EO 4.2 % 1.00 – 3.00
BASO 0.5 % 0.00 – 1.00

Hasil lab tanggal 06 november 2019 didapatkan :


Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
WBC 9.34 ribu/µl 4.00 – 11.0
RBC 5.40 juta/µl 4.50 – 5.50
HGB 14.3 g/dL 13.0 – 16.0
HCT 43.4 % 40.0 – 50.0
MCV 80.4 fL 80.0 – 100.0
MCH 26.5 Pg 27.0 – 34.0
MCHC 32.9 g/dl 31.0 – 36.0
PLT 283 ribu/µl 150 – 450
RDW-SD 37.2 fL 37.0 – 54.0
RDW-CV 12.9 % 10.0 – 15.0
PDW 9.1 fL 10.0 – 18.0
MPV 8.8 fL 9.00 – 13.0
P-LCR 15.7 % 13.0 – 43.0
PCT 0.25 % 0.17 – 0.35
NEUT 72.3 % 50.0 – 70.0
LYMPH 17.2 % 20.0 – 40.0
MONO 5.8 % 2.00 – 8.00
EO 4.2 % 1.00 – 3.00
BASO 0.5 % 0.00 – 1.00
Hasil Radiologi pada tanggal 01 november 2019 (foto pelvis dan femur sinistra
AP/Lateral) didapatkan :
1. Outline femur sinistra tidak intak
2. Tampak fraktur kominutif pada 1/3 tengah os femur sinistra dengan fragmen
distal bergeser ke cranioposterior, kallus forming positif, korteks belum
intak.
3. Densitas tulang baik

4. Celah sendi tidak tervisualisasi

5. Jaringan lunak sekitar kesan baik

Kesan : fraktur kominutif 1/3 tengah os femur sinistra

Dari hasil radiologi pada tanggal 6 november 2019 (foto femur sinistra AP/Lateral)
didapatkan:

1. Terpasang plate and screw pada 1/3 proximal hingga 1/3 distal os femur
sinistra

2. dengan kedudukan baik terhadap tulang

3. Terpasang drain dengan tip kesan pada aspek lateral jaringan lunak setinggi
1/3 proximal os femur sinistra

4. Tampak fraktur pada 1/3 proximal hingga 1/3 tengah os femur sinistra,
callus forming positif, korteks tulang belum intak
5. Densitas tulang baik

6. Celah sendi yang tervisualisasi kesan baik

7. Jaringan lunak sekitar sulit dievalusi

Kesan: - Fraktur 1/3 proximal hingga 1/3 tengah os femur sinistra dengan
terpasang plate and screw
- Terpasang drain pada jaringan lunak
Riwayat pengobatan :
1. RI 20 tpm
2. Omeprazole 40 mg/12 jam/IV
3. Ketorolac 30 mg/8jam/ IV
4. Ceftriaxone 1 gr/8 jam/IV
5. Paracetamol 500 mg drips /IV
6. Rawat luka/3 hari

B. Radiologi
Pemeriksaan Radiologi

Penggunaan x-ray sangat penting untuk melihat keadaan tulang. Sehingga dapat
melihat jenis patahan.
a. Tujuan pemeriksaan radiologis:

1. Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi

2. Untuk konfirmasi adanya fraktur

3. Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta


pergerakannya
4. Untuk menentukan teknik pengobatan

5. Untuk menentukan fraktur itu baru atau tidak

6. Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler

7. Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang

8. Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

Pada penggunaan x-ray ini ada hal yang penting yang harus diperhatikan, yaitu
rules of two. Hal ini untuk mengurangi persentase kesalahan dalam menegakkan
diagnosis sekecil mungkin. Rules of two terdiri dari :

1. Dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada anteropo


sterior dan lateral
2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus di foto, di atas dan di b
awah sendi yang mengalami fraktur
3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke d
ua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis
4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada d
ua daerah tulang.
5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang sk
afoid, foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan
foto berikutnya 10-14 hari kemudian.
Pola ABCs dapat digunakan untuk menganalisis foto radiologis. Berikut adalah
pola ABCs:
A: Alignment :
 Struktur tulang : menilai ukuran dan jumlah tulang
 Kontur tulang : menilai permukaan dan kontinuitas garis tulang
 Kedudukan tulang antar tulang : normal tidak ada dislokasi, fraktur dan
subluksasi
B: Bone Density
 Densitas tulang : menilai densitas tulang
 Tekstur tulang: menilai struktur trabekula
 Perubahan densitas tulang : menilai ada tidaknya perubahan dalam
densitas tulang
C: Cartillage Space
 Menilai lebar celah sendi : menyempit atau melebar
 Tulang subchondral : menilai permukaannya
 Lempeng epifisis : menilai ukuran dan relativitasnya sesuai umur tulang.
S: Soft Tissue
 Otot : menilai ukuran dari gambaran jaringan lunak
 Kapsul sendi : normalnya tidak terlihat
 Periosteum : normalnya tidak terlihat, normal jika terlihat saat
penyembuhan fraktur
 Temuan lain pada jaringan lunak
Gambaran Radiologis Normal Os Femur

Gambar 8. Radiologi Os femur Proyeksi AP Gambar 9. Radiologi Os femur Proyeksi Lateral

Evaluasi X-ray os femur


1. Proyeksi Anteroposterior (AP) dan lateral view dari os femur, hip, dan
knee serta AP view dari pelvis harus diperoleh.

2. Radiografi harus dievaluasi secara kritis untuk menentukan pola


fraktur, kualitas tulang, adanya pengeroposan tulang yang terkait,
adanya udara di jaringan lunak, dan jumlah pemendekan fraktur.

3. Harus ada evaluasi pada daerah proksimal femur untuk mengetahui


fraktur caput femoralis yang terkait atau fraktur intertrochanteric.

4. Jika pemindaian tomografi komputer pada abdomen dan / atau pelvis


dilakukan untuk alasan lain, ini harus ditinjau karena dapat memberikan
bukti cedera pada asetabulum ipsilateral atau caput femoralis (Kenneth
et al., 2015)
C. Penatalaksanaan Fisioterapi
Prinsip penatalaksanaan fisioterapi pada neglected fraktur left femur difokuskan
dengan dua tujuan:
1. Tujuan Jangka pendek
a. Mengurangi Kecemasan
b. Mengatasi nyeri
c. Mengatasi elastisitas otot yang spasme
d. Meningkatkan kekuatan otot
e. Meningkatkan Lingkup gerak sendi

2. Tujuan Jangka panjang


Mengembalikan kemampuan aktivitas fungsional penderita yang mengalami
kelemahan.
No Modalitas Terpilih Tujuan
1. Komunikasi Terapeutik Membantu pasien memperjelas penyakit
yang dialami, juga mengurangi beban
pikiran dan perasaan untuk dasar
tindakan guna mengubah ke dalam situasi
yang lebih baik serta mengurangi
keraguan pasien sehingga membantu
dilakukannya tindakan efektif
2. TENS Menstimulasi serabut sarap tipe α yang
mendumping saraf tipe β yang dapat
mengurangi nyeri
3. Pumping Action Mengurangi penumpukan cairan/oedem
dan mencegah deep vein thrombosis
(DVT) dengan cara mempompa darah ke
jantung melalui kontraksi otot.
4. Static Contraction Meningkatkan vaskularisasi yaitu suatu
rangsangan yang menyebabkan dinding
kapiler yang terletak pada otot melebar
sehingga sirkulasi darah lancar dan
mendorong cairan oedem mengikuti
aliran ke proksimal.
5. Passive ROM Exercise Menurunkan nyeri akibat incisi serta
mencegah keterbatasan gerak dan
(PROMEX) menjaga elastisitas otot
6. Active Assisted ROM Membantu mempertahankan fungsi
sendi dan kekuatan otot Setelah terjadi
Exercise (AAROMEX)
fraktur, Mengembangkan Koordinasi dan
keterampilan untuk aktifitas fungsional.
7. Active ROM Exercise Merangsang rileksasi propioseptif karena
adanya peranan muscle spindle yang
(AROMEX) bekerja secara sadar dan optimal maka
terjadi mekanisme adaptasi dan
rileksasi akan melenturkan otot dan
menurunkan nyeri.
8. IRR Untuk menaikan temperature pada
jaringan sehingga menimbulkan
vasodilatasi pembuluh darah selain itu
pemanasan yang ringan pada otot akan
menimbulkan pengaruh sedatif terhadap
ujung-ujung saraf sensoris.
9. Streching Exercise Meningkatkan kebugaran fisik dengan
cara memperlancar transportasi zat-zat
yang diperlukan tubuh dan pembuangan
sisa-sisa zat yang tidak dipakai oleh tubuh;
mengoptimalkan gerakan dengan cara
mengulur otot-otot ligament, tendo, dan
persendian sehingga dapat bekerja dengan
optimal; meningkatkan relaksasi fisik
dengan cara penguluran otot-otot tubuh
yang tegang menjadi lebih rileks;
mengurangi risiko cedera sendi dan otot
karena gerak persendian dan otot menjadi
lebih luas dan lebih elastis sehingga
kemungkinan terjadinya cedera pada sendi
dan otot menjadi lebih kecil
10. Strengthening Mengatasi muscle weakness dan
Exercise meningkatkan kekuatan otot prime
mover, terutama otot-otot yang bekerja
pada femur
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, O. (2014). Karakteristik penderita neglected fractures yang di rawat d RSUP
H.Adam Malik Medan. The Journal of Medical School, University of
Sumatera Utara, 68-71.
Apley G, & Solomon L. 2013. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem
Apley.Jakarta : Widya Medika. hlm. 240-63.
Aras, Djohan. 2013. Buku Ajar Mata Kuliah: Proses dan Pengukuran Fisioterapi
(Makassar: Program Studi S1 Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin) hlm 27
Cahyono, R. D., Prasetyo, W. A., Ananta, L. K., Farisa, I. I., Agustina, I.,
Sulistyowati, A., et al. (2015, Maret 21). Academia Gold. Retrieved
Nopember 10, 2019, from Academia Gold Web Site:
https://www.academia.edu/24610351/Fraktur_femur?auto=download
Chaffee EE, Greisheimer EM. Basic Physiology and Anatomy (3rd ed).
Philadelphia: J. B. Lippincott Company.
Didik Purnomo, Kuswardani dan Ristya Mutiara Asyita. Exercise Therapy Effect
In Post Orif Dengan Plate And Screw Neglected Close Fracture Femur.
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 1, No. 2, Tahun 2017, ISSN
2548-8716.
Janis N. 2014. BPJS Kesehatan, Supply, Dan Demand Terhadap Layanan
Kesehatan.Systematic Reviews.
Kenneth A. Egol, Kenneth J. Koval & Joseph D. Zuckerman. 2015.Handbook of
fractures5th edition. Philadelphia: Walters Kluwer Health.
Kisner,Carolyn.,Lynn Allen Colby. (2017). Terapi Latihan Dasar dan Teknik. Ed
6. Vol 3. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.
Kisner,Carolyn.,Lynn Allen Colby. (2017). Terapi Latihan Dasar dan Teknik. Ed
6. Vol 1. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.
Mandias, R. 2012. Hubungan Tingkat Pendididkan Dengan Perilaku Masyarakat
Desa Dalam Memanfaatkan Fasilitas Kesehatan
Noor Z. 2013. Buku Ajar Gangguan Muskuloskletal. Jakarta : Salemba medika.
hlm. 24
Puspitasari, Alisa Miradia. 2016. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada
Klien dengan Fraktur Femur di Ruang Seruni RSUD dr. Soebandi Jember.
Vol.1.
Putra, Reinardo Dafon Perwira And Priambodo, Agus And Julianti , Hari Peni
(2017) Hubungan Jenis Total Hip Arthroplasty Terhadap Derajat
Fungsional Panggul Dan Kualitas Hidup Pada Pasien Fraktur Collum
Femoris. Undergraduate thesis, Faculty of Medicine Diponogoro university
Scamell, Brigite E., Tamas Nyary. (2017, October). Principels Of Bone and Joint
Injuries and Their Healing. Orthopaedics I: general principles. 36(1). 7-14.
Utami, Melati Nurul. 2016. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Neglected Fracture pada Pasien Rumah Sakit Umum Daerah A. Dadi
Tokjrodipo Bandar Lampung. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung. Lampung.
Toya Kaori, Sasano, K., Takasoh, T., & Nishimoto, T. (2015). Ankle Positions and
Exercise Intervals Effect on The Blood Flow Velocity in The Common
Femoral Vein During Ankle Pumping Exercise. J. Phys. Ther, 668-688.
Wattie, Monoarfa, Limpeleh: Profil fraktur diafisis femur periode Januari 2013 –
Desember 2014di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic
(eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-April 2016
LAMPIRAN
1. Indeks Barthel

No. Indikator Grade


1. Makan (Feeding) a. 0 = Tidak mampu
b. 1 = Butuh bantuan
memotong, mengoles
mentega dll
c. 2 = Mandiri
2. Mandi (Bathing) a. 0 = Tergantung orang lain
b. 1 = Mandiri
3. Perawatan diri (Grooming) a. 0 = Membutuhkan bantuan
orang lain
b. 1 = Mandiri dalam
perawatan muka, rambut,
gigi dan bercukur
4. Berpakaian (Dressing) a. 0 = Tergantung orang lain
b. 1 = Sebagian dibantu
(misal mengancing baju)
c. 2 = Mandiri
5. Buang air kecil (Bowel) a. 0 = Inkontinensia atau
pakai kateter dan tidak
terkontrol
b. 1 = Kadang inkontinensia
(maksimal, 1x24 jam)
c. 2 = Mandiri
6. Buang air besar (Bladder) a. 0 = Inkontinensia (tidak
teratur atau perlu pencahar)
b. 1 = Kadang inkontensia
(sekali seminggu)
c. 2 = Terkendali teratur
7. Penggunaan toilet a. 0 = Tergantung bantuan

orang lain
b. 1 = Membutuhkan bantuan,
tapi dapat melakukan
beberapa hal sndiri
c. 2 = Mandiri
8. Transfer a. 0 = Tidak mampu
b. 1 = Butuh bantuan untuk
bias duduk (2 orang)
c. 2 = Bantuan kecil (1 orang)
d. 3 = Mandiri
9. Mobilitas a. 0 = Immobile (tidak
mampu)
b. 1 = Menggunakan kursi
roda
c. 2 = Berjalan dengan
bantuan satu orang
d. 3 = Mandiri (meskipun
menggunakan alat bantu
seperti tongkat)
10. Naik turun tangga a. 0 = Tidak mampu
b. 1 = Membutuhkan bantuan
c. 2 = Mandiri
Interpretasi hasil:
20 :Mandiri
12-19 :Ketergantungan ringan
5-8 :Ketergantungan sedang
5-8 :Ketergantungan berat
0-4 :Ketergantungan total

2. HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety)


Alat ukur ini terdiri 14 kelompok gejala yang masing- masing
kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Keempatbelas
kelompok tersebut adalah sebagai berikut:
No. Kelompok Gejala
1. Perasaan cemas a. Cemas
b. Takut
c. Mudah tersinggung
d. Firasat buruk
2. Ketegangan a. Lesu
b. Tidur tidak tenang
c. Gemetar
d. Gelisah
e. Mudah terkejut
f. Mudah menangis
3. Ketakutan pada a. Gelap
b. Ditinggal sendiri
c. Orang asing
d. Binatang besar
e. Keramaian lalulintas
f. Kerumunan orang banyak
4. Gangguan tidur a. Sukar tidur
b. Terbangun malam hari
c. Tidak puas, bangun lesu
d. Sering mimpi buruk
e. Mimpi menakutkan
5. Gangguan kecerdasan a. Daya ingat
6. Perasaan depresi a. Kehilangan minat
b. Sedih
c. Bangun dini hari

d. Berkurangnya kesenangan
pada hobi
e. Perasaan berubah-ubah
sepanjang hari
7. Gejala somatic a. Nyeri otot kaki
b. Kedutan otot
c. Gigi gemertak
d. Suara tidak stabil
8. Gejala sensorik a. Tinitus
b. Penglihatan kabur
c. Muka merah dan pucat
d. Merasa lemas
e. Perasaan di tusuk-tusuk
9. Gejala kardiovaskuler a. Tachicardi
b. Berdebar-debar
c. Nyeri dada
d. Denyut nadi mengeras
e. Rasa lemas seperti mau
pingsan
f. Detak jantung hilang sekejap
10. Gejala pernapasan a. Rasa tertekan di dada
b. Perasaan tercekik
c. Merasa napas pendek atau
sesak
d. Sering menarik napas
panjang
11. Gejala Saluran pencernaan a. Sulit menelan
makanan b. Mual, muntah
c. Enek

d. Konstipasi
e. Perut melilit
f. Defekasi lembek
g. Gangguan pencernaan
h. Nyeri lambung sebelum dan
sesudah
i. Rasa panas di perut
j. Berat badan menurun
k. Perut terasa panas atau
kembung
12. Gejala urogenital a. Sering kencing
b. Tidak dapat menahan
kencing
13. Gejala vegetative/Otonom a. Mulut kering
b. Muka kering
c. Mudah berkeringat
d. Sering pusing atau sakit
kepala
e. Bulu roma berdiri
14. Perilaku sewaktu wawancara a. Gelisah
b. Tidak tenang
c. Jari gemetar
d. Mengerutkan dahi atau
kening
e. Muka tegang
f. Tonus otot meningkat
g. Napas pendek dan cepat
h. Muka merah
Masing- masing kelompok gejala diberi penilaian angka (skore) antara 0-4,
yang artinya adalah:
a. Nilai 0 = tidak ada gejala / keluhan
b. Nilai 1 = gejala ringan / satu dari gejala yang ada
c. Nilai 2 = gejala sedang / separuh dari gejala yang ada
d. Nilai 3 = gejala berat / lebih dari separuh dari gejala yang ada
e. Nilai 4 = gejala berat sekali / semua dari gejala yang ada
Masing- masing nilai angka (skore) dari 14 kelompok gejala tersebut
dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat
kecemasan seseorang, yaitu:
Total nilai (skore):
a. < 14 = tidak ada kecemasan
b. 14 – 20 = kecemasan ringan
c. 21 – 27 = kecemasan sedang
d. 28 – 41 = kecemasan berat
e. 42 – 56 = kecemasan berat sekali / panik
3. Modalitas Fisioterapi
1. TENS

2. IRR

3. Ankle
Pumping
Action
4. Static
Contraction

5 Pasif ROM
. Exercise
(PROMEX)

6 Active ROM
. Exercise
(AROMEX)

7 Active
. Assisted
ROM
Exercise
(AAROMEX
)
8 Stretching
. Exercise

9 Strengthening
. Exercise

Anda mungkin juga menyukai