OLEH :
Pembimbing Residen:
dr. Nurmalia
Dosen Pembimbing:
dr. Luthfy Attamimi, Sp.Rad
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Tanggal Lahir/Usia : 10 Juni 1999 / 20 Tahun
No. Rekam Medis : 131150
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : PNS
Alamat : Polewali mandar
B. Anamnesis
- Keluhan Utama : Nyeri paha kiri
- Riwayat Penyakit
Pasien datang ke IRJ dengan keluhan nyeri pada paha kiri. Nyeri
bersifat lokal terasa seperti tertusuk-tusuk dan terasa berat digerakkan.
Nyeri terutama dirasakan ketika berjalan dan membaik ketika istirahat
namun nyeri tidak benar-benar hilang tanpa pengobatan. Tidak ada riwayat
demam, tidak mual, tidak muntah. Riwayat DM dan hipertensi disangkal.
Riwayat trauma sejak 2 bulan, terjatuh saat mengendarai sepeda motor
dengan posisi paha kiri membentur body motor. Setelah terjatuh pasien
tetap sadar dan mulai merasakan nyeri disekitar area yang terbentur.
Riwayat berobat ditukang urut sebanyak 4 kali. Telah dilakukan prosedur
pemasangan open reduction internal fixation pada tanggal 6 november
2019.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oc
2. Penilaian Nyeri
Onset : Kronik
Lokasi Nyeri : Paha kiri
Gambaran Nyeri : Nyeri Tajam dan tidak menjalar
Durasi Nyeri : Terus-menerus
Frequensi : Terus-menerus
Skala Nyeri : 2-3 (Metode NRS)
3. Sistem Respirasi
Jalan Napas : Bebas (bersih)
Irama : Teratur
Tampakan Dada : Simetris
Kedalaman : Normal
Pola Nafas : Normal
Frequensi Nafas : 20 x/menit
Saturasi 02 : 98%
4. Penilaian Ekstremitas Atas
Tonus Otot : Normal
Kekuatas Otot : 4 (Metode MMT)
ROM : Limitasi
Oedem : Tidak ada
Kontur kulit : Normal
Temperatur kulit : Normal
5. Kesadaran
GCS
- Eye :4
- Motorik :6
- Verbal :5
Hasil : Compos Mentis GCS ≥ 13
6. ADL (Activity Daily Living)
- Indeks Barthel : 19 (Ketergantungan Ringan)
D. Radiologi
1. Foto Pelvis
2. Foto os femur
E. Laboratorium
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
WBC 8.00 ribu/µl 4.00 – 11.0
T: 10 menit
F: 1x sehari/tiap hari
I: 8 hit/ 3 repetisi
darah T: 5 menit
F: 2x seminggu
I: 8 hitungan/3 repetisi
T: Static Contraction
T: 5-7 menit
F: 2x seminggu
I: 8 hitungan/3 repetisi
T: PROMEX,
AROMEX
Limitasi ROM Exercise Therapy T: 7 menit
F: 2x seminggu
I: 8 hitungan/ 3 repetisi
T: Hold Relax
T: 7 menit
F: 2x seminggu
I: 10-30 A
Pre-Elimenery Excersie
T: Local Area
(IRR)
T: 10 menit
F: 2x seminggu
Spasme Otot
I: 15 hitungan/3 repetisi
Exercise Therapy
T: Streching exercise
T: 5 menit
F: 2x seminggu
I: 8 hitungan/3 repitisi
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang,tulang
rawan,baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum,
Fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Noor,2016). Close Fraktur ( Fraktur Tertutup ) Fraktur dimana bagian kulit
tidak mengalami pecah (Scammell, 2017). Neglected fracture dengan atau tanpa
dislokasi adalah suatu fraktur yang tidak ditangani atau ditangani dengan tidak
semestinya sehingga menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan,
atau kondisi yang lebih buruk dan bahkan kecacatan(Apley & Solomon, 2013).
Penanganan fraktur yang salah ini biasanya dilakukan oleh bone setter
(dukun patah) yang masih sering dijumpai di masyarakat Indonesia. Perilaku
mencari pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok untuk
melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian pengobatan di
masyarakat terutama di negara berkembang sangat bervariasi. Perilaku
kesehatan masyarakat menentukan pemilihan penggunaan fasilitas pelayanan
kesehatan dalam mendapatkan pengobatan. Hal ini dipengaruhi oleh
kepercayaan masyarakat terhadap kesehatan. Model kepercayaan kesehatan (the
health belief model) menjadi dasar dalam perilaku masyarakat. Menurut riset
kesehatan dasar pada tahun 2013 pemanfaatan pengobatan tradisional di
masyarakat sebesar 30,4 %. Sehingga pada saat datang ke rumah sakit sudah
mengalami komplikasi akibat penanganan pertamanya yang tidak baik atau
tidak sesuai prinsip yang benar. Pengobatan tradisional masih digunakan oleh
sebagian besar masyarakat bukan hanya karena kekurangan fasilitas pelayanan
kesehatan formal yang terjangkau, melainkan lebih disebabkan oleh faktor
kebudayaan terhadap pengobatan tradisional. Faktor pendidikan seseorang
sangat menentukan dalam pola pengambilan keputusan dan penerimaan
informasi. Pendidikan yang kurang menyebabkan daya intelektual terbatas
sehingga perilaku masih dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya (Mandias, 2012).
Faktor ekonomi mempunyai peranan besar dalam penerimaan atau penolakan
suatu pengobatan. Faktor ini diperkuat dengan persepsi masyarakat bahwa
pengobatan alternatif membutuhkan sedikit tenaga, biaya, dan waktu. Hal ini
menjadi alasan klasik pasien fraktur yang terlambat berobat ke Rumah Sakit
(Janis, 2014).
Anatomi Femur
Femur atau tulang paha merupakan tulang yang memanjang dari panggul
ke lutut dan merupakan tulang terpanjang dan terbesar di dalam tubuh, panjang
femur dapat mencapai seperempat panjang tubuh.Femur dapat dibagi menjadi
tiga bagian yaitu ujung proksimal, batang, dan ujung distal. Ujung proksimal
bersendi dengan asetabulum tulang panggul dan ujung distal bersendi dengan
patella dan tibia. Ujung proksimal terdiri dari caput femoris, fores capitis
femoris, collum femoris, trochanter mayor, fossa trochanterica, trochanter
minor, trochanter tertius, linea intertrochanter, dan crista intertrochanterica.
Batang atau corpus femur merupakan tulang panjang yang mengecil di bagian
tengahnya dan berbentuk silinder halus dan bundar di depannya. Linea aspera
terdapat pada bagian posterior corpus dan memiliki dua komponen yaitu labium
lateral dan labium medial. Labium lateral menerus pada rigi yang kasar dan lebar
disebut tuberositas glutea yang meluas ke bagian belakang trochanter mayor
pada bagian proksimal corpus, sedangkan labium medial menerus pada linea
spirale yang seterusnya ke linea intertrochanterica yang menghubungkan antara
trochanter mayor dan trochanter minor. Pada ujung distal terdapat bangunan-
bangunan seperti condylus medialis, condylus lateralis, epicondylus medialis,
epicondylus lateralis, facies patellaris, fossa intercondylaris, linea
intercondylaris, tuberculum adductorium, fossa dan sulcus popliteus, linea
intercondylaris, tuberculum adductorium, fossa dan sulcus popliteus. Condylus
memiliki permukaan sendi untuk tibia dan patella.
Gambar 1. Anatomi femur.3
Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum femur dan
proksimal dari batang femur. Area ini terletak di antara trochanter mayor dan
trochanter minor. Caput femoris dan collum femoris membentuk sudut (1150- 1400)
terhadap poros panjang corpus femoris, sudut ini bervariasi dengan umur dan jenis
kelamin. Corpus femoris berbentuk lengkung, yakni cembung ke arah anterior.
Ujung distal femur, berakhir menjadi dua condylus, epicondylus medialis dan
epicondylus lateralis yang melengkung bagaikan ulir.Caput femoris mendapatkan
aliran darah dari tiga sumber, yaitu pembuluh darah intramedular di leher femur,
cabang pembuluh darah servikal asendens dari anastomosis arteri sirkumfleks
media dan lateral yang melewati retinakulum sebelum memasuki caput femoris,
serta pembuluh darah dari ligamentum teres.
Femoral shaft berbentuk tube dan memanjang dari trochanter ke condylus
femoralis. Convex sepanjang permukaan anterior dan concave disepanjang sisi
posterior. Otot-otot yang mengelilingi shaft femoralis dibagi menjadi tiga
kompartemen: anterior (m. sartorius, m. pectineus, m. quadriceps, dan m. iliopsoas)
, Medial (m. gracilis dan m.adductors longus, brevis, dan magnus) dan posterior
(m.bisep femoris, m.semitendinosus, dan m. semimembranosus). M. quadriceps,
yang bertanggung jawab untuk ekstensi genu, termasuk vastus medialis, rektus
femoris, vastus intermedius, dan vastus lateralis. Otot-otot kompartemen posterior,
yang bertanggung jawab untuk fleksi genu, yang sering disebut sebagai
"hamstrings." Tarikan otot di semua tiga kompartemen di atas mengarah ke fraktur
femur hingga displacedment dan angulasi, meningkatkan kompleksitas manajemen
fraktur.
Sendi panggul dan leher femur ini dibungkus oleh capsula yang di
medial melekat pada labrum acetabuli, di lateral, ke depan melekat pada
linea trochanterika femoris dan ke belakang pada setengah permukaan
posterior collum femur. Capsula ini terdiri dari ligamentum iliofemoral,
pubofemoral, dan ischiofemoral. Ligamentum iliofemoral adalah sebuah
ligamentum yang kuat dan berbentuk seperti huruf Y terbalik. Dasarnya
disebelah atas melekat ada spina iliaca anterior inferior, dibawah kedua
lengan Y melekat pada bagian atas dan bawah linea intertrochanterica.
Ligament ini berfungsi untuk mencegah ekstensi berlebihan selama berdiri.
Ligamentum pubofemoral berbentuk segitiga. Dasar ligamentum melekat
pada ramus superior ossis pubis, dan apex melekat di bawah pada bagian
bawah linea intertrochanterica. Ligament ini berfungsi untuk membatasi
gerak ekstensi dan abduksi. Ligamentum ischifemoral berbentuk spiral dan
melekat pada corpus ossis ischia dekat margo acetabuli dan di bagian bawah
melekat pada trochanter mayor. Ligament ini membatasi gerak ekstensi.
Gambar 5. Ligament Femur(Netter, 2018)
B. Definisi Fraktur
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang,tulang
rawan,baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum,
Fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Menurut (Noor,2016) Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas
tulang,tulang rawan,baik yang bersifat total maupun sebagian,biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. sedangkan menurut Noorisa (2016)
Fraktur adalah kerusakan neuromuskular akibat trauma pada jaringan atau
terputusnya jaringan tulang. Close Fraktur ( Fraktur Tertutup ) Fraktur dimana
bagian kulit tidak mengalami pecah (Scammell, 2017). Neglected fracture
dengan atau tanpa dislokasi adalah suatu fraktur dengan atau tanpa dislokasi
yang tidak ditangani atau ditangani dengan tidak semestinya sehingga
menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan, atau kondisi yang
lebih buruk dan bahkan kecacatan (Apley & Solomon, 2013).
C. Epidemiologi
Menurut Jurnal dari Universitas Unair Surabaya yang berjudul “The
Characteristicof Patients With Femoral Fracturein Departement of
Orthopedic and Traumatology RSUD DR.Soetomo Surabaya 2013-
2016”Fraktur tungkai bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi tertinggi
di antara patah tulang lainnya di Indonesia. Dari 972 data, 112 subjek dengan
fraktur femur dianalisis untuk studi. Variabel yang diamati profil pasien
meliputi: jenis kelamin, usia, penyebab fraktur, jenis luka, lokasi fraktur,
tempat kecelakaan, waktu terjadinya kecelakaan.Penelitian observasional
selama tiga tahun telah menyimpulkan beberapa temuan sebagai berikut.
Kasus yang paling umum dari fraktur,terjadi pada usia 15-24 dengan 40 kasus
(36%). Sebagian besar kasus didominasi oleh jenis kelamin pria (72%).
Kecelakaan lalu lintas (92%) merupakan penyebab utama patah tulang, yang
sebagian besar terjadi di jalan (92%) pada pukul 06:01 sampai pukul 12:00
A.M (28%). Luka tertutup (71%) umumnya ditemukan di fraktur femur. Jenis
yang paling umum dari fraktur femur memiliki luka tertutup (71%) dan terletak
di kolom tulang paha (46%). Kasus yang paling umum dari fraktur femur yang
terjadi pada laki-laki pada usia produktif akibat cedera kecelakaan lalu lintas.
Hasil penelitian wattie et all (2016) kasus fraktur diafisis femur di RSUP.
Prof. DR. R. D. Kandou Manado pada periode Januari 2013-Desember 2014.
Pada laki-laki bahwa insiden terjadi dari anak-anak serta meningkat pada
remaja sampai memuncak pada dewasa muda dan kembali menurun pada
dewasa tua dan usia lanjut. Angka kejadian pada perempuan meningkat pada
kategori usia dewasa tua. Jenis kelamin yang paling mendominasi kasus
fraktur diafisis femur adalah laki-laki dengan lokasi tertinggi pada 1/3 medial
diafisis femur. Jenis fraktur tersering ialah fraktur tertutup.
D. Klasifikasi
Fraktur femur bervariasi tergantung lokasi dan gambaran fraktur. Fraktur
femur bisa atau tanpa dislokasi tulang dan bisa berupa fraktur tertutup (tidak
menembus kulit atau tidak terbuka dengan lingkungan eksternal) dan fraktur
terbuka (Menembus kulit dan terbuka dengan lingkungan eksternal). Menurut
garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi fraktur komplit atau inkomplit
(termasuk fisura atau greenstick fracture), transversal, oblik, spiral, kompresi,
simple, kominutif, segmental, kupu-kupu, dan impaksi (termasuk impresi dan
inklavasi). Terdapat beberapa jenis fraktur femur berdasar lokasi anatomis
yaitu fraktur neck femur, fraktur trokanter femur, fraktur subtrokanter femur,
fraktur diafisis femur, fraktur suprakondilus femur dan fraktur kondilus femur.
Klasifikasi fraktur diafisis femur berdasarkan OTA :
a. Simple Fracture
Pada fraktur ini terdapat satu fraktur yang menyebabkan dua
potongan/fragmen dari fraktur tersebut setelah terjadinya reduksi.
Fraktur ini dapat berupa spiral, oblique, dan transverse.
b. Wedge Fracture
Fraktur kompleks dengan sepertiga fragmen, dimana setelah reduksi ada
beberapa kontak langsung diantara dua fragmen utama. Fraktur ini bisa
spiral, bending, dan multifragmentary.
c. Complex Fracture
Fraktur dengan satu atau lebih fragmen intermediate dimana tidak terjadi
kontak antara fragmen utama setelah reduksi. Fraktur kompleks ini bisa
spiral, segmental, atau iregular.
Berdasarkan klasifikasi Winquist-Hansen, fraktur diafisi femur terbagi atas :
1. Type I : Minimal or no comminution
2. Tipe II : Cortices of both fragments at least 50% intact
3. Tipe III : 50% to 100% cortical comminution
4. Tipe IV : Circumferential comminution with no cortical contact
Gambar 6. Winquist and Hansen classification of femoral shaft fractures ( Kenneth et al.,2015)
Berdasarkan pada beratnya kasus akibat dari penanganan patah tulang
sebelumnya, neglected fracture dapat diklasifikasikan menjadi 4 derajat:
1. Neglected derajat satu Bila pasien datang saat awal kejadian maupun
sekarang, penanganannya tidak memerlukan tindakan operasi dan hasilnya
sama baik.
2. Neglected derajat dua Keadaan dimana apabila pasien datang saat awal
kejadian, penanganannya tidak memerlukan tindakan operasi, sedangkan
saat ini kasusnya menjadi lebih sulit dan memerlukan tindakan operasi.
Setelah pengobatan, hasilnya tetap baik.
3. Neglected derajat tiga Keterlambatan menyebabkan kecacatan yang
menetap bahkan setelah dilakukan operasi. Jadi pasien datang saat awal
maupun sekarang tetap memerlukan tindakan operasi dan hasilnya kurang
baik.
4. Neglected derajat empat Keterlambatan di sini sudah mengancam nyawa
atau bahkan menyebabkan kematian pasien. Pada kasus ini penanganannya
memerlukan tindakan amputasi
Neglected fracture dibagi menjadi 4 derajat, yaitu :
a. Derajat I : fraktur yang telah terjadi antara 3 hari sampai dengan 3
minggu
b. Derajat II : fraktur yang telah terjadi antara 3 minggu sampai dengan 3
bulan
c. Derajat III : fraktur yang telah terjadi antara 3 bulan sampai dengan 1
tahun
d. Derajat IV : fraktur yang telah terjadi lebih dari 1 tahun.
E. Etiologi dan Faktor Resiko
Fraktur Midshaft femur pada orang dewasa muda yang paling sering
disebabkan oleh trauma berat, namun trauma ringan menjadi penyebab
tersering di antara orang dewasa yang lebih tua. Trauma berat yang biasa
terlibat dalam fraktur femur termasuk tabrakan kendaraan bermotor, pejalan
kaki yang tertabrak oleh kendaraan bermotor, kecelakaan sepeda motor, jatuh
dari ketinggian tiga meter atau lebih, dan luka tembak. Mekanisme energi yang
rendah termasuk tergelincir atau tersandung di permukaan tanah, jatuh dari
ketinggian kurang dari satu meter, dan yang berhubungan dengan cedera
olahraga.
Fraktur diaphyseal femur umumnya erat kaitannya dengan cedera berat.
Cedera ini dapat menyebabkan sekuele yang mengancam jiwa. Pasien berusia
muda yang mengalami mekanisme trauma yang berat, paling sering tabrakan
kendaraan bermotor. Pasien lanjut usia dapat mengalami patah tulang paha
osteoporosis. Etiologi umum lainnya adalah dari luka tembak yang terjadi
hingga ekstremitas bawah.
Seperti tulang panjang lainnya, fraktur femur merupakan akibat dari trauma
langsung atau tidak langsung atau kekerasaan akibat tarikan otot. Trauma
langsung yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang). Trauma tidak langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan lengan
dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan. Fraktur
Kekerasan akibat tarikan otot yaitu fraktur tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
F. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Fraktur biasanya di sebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur tersebut lengkap atau tidak
lengkap. Fraktur lengkap apabila seluruh tulang patah sedangkan fraktur tidak
lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Fraktur akan terjadi apabila
ada trauma yang kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Jika terjadi fraktur
maka periosteum akan terkelupas dari tulang dan robek dari sisi yang
berlawanan pada tempat terjadinya trauma. Ruptur pembuluh darah didalam
fraktur, maka akan timbul nyeri. Tulang pada permukaan fraktur yang tidak
mendapat persediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua millimeter
(Cahyono, et.al., 2015).
Tulang femur adalah tulang yang paling sering mengalami patah jika
dilihat dari posisi penderita saat duduk di sepeda motor. Selain itu lebih sulit
mempertahankan posisi pada tulang tungkai atas dibandingkan dengan tulang
pada tungkai bawah (Ayu, 2014). Sebagian besar fraktur disebabkan oleh
kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan,
penghancuran, penekukan, dan pemuntiran atau penarikan. Mekanisme
terjadinya fraktur terbagi menjadi dua, yaitu : Trauma langsung : Bila terkena
trauma langsung dapatmenyebabkan tekanan pada tulang yang terjadi pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan
lunak ikut mengalami kerusakan. Trauma tidak langsung : merupakan suatu
kondisi trauma yang dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.
Setelah fraktur terjadi, fragmen-fragmen biasanya bergeser. Sebagian oleh
kekuatan cedera itu, sebagian oleh gaya berat dan sebagian oleh tarikan otot
yang melekat padanya. Pergeseran biasanya disebut dengan istilah aposisi,
penjajaran (alignment), rotasi dan berubahnya panjang (Utami, Melati Nurul.
2016).
Terdapat beberapa faktor yang bisa menentukan lama penyembuhan
fraktur. Penyembuhan fraktur berkisaran antara tiga minggu sampai empat
bulan. Waktu penyembuhan pada anak secara kasar separuh waktu
penyembuhan daripada dewasa.
Tabel 1. Faktor-faktor penyembuhan fraktur (Noor, 2013)
Umur penderita Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih
cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan
karena aktivitas proses osteogenesis pada periosteum dan
endosteum, serta proses remodeling tulang. Pada bayi
proses penyembuhan sangat cepat dan aktif, namun
kemampuan ini makin berkurang apabila umur bertambah.
G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur left femur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan
warna . Disebutkan pula oleh (Appley dan Solomon, 2013) bahwa fraktur
memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:
- Kelemahan pada daerah fraktur
- Nyeri bila ditekan atau bergerak
- Deformitas (rotasi, diskrepansi, angulasi)
- Krepitasi
- Perdarahan (Internal atau Eksternal)
- Syok
H. Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat diklasifikasikan menjadi komplikasi lokal dan
komplikasi jauh. Komplikasi lokal, antara lain :
1. Komplikasi dini
Komplikasi dini yang mungkin terjadi adalah Infeksi. Infeksi luka
pasca trauma sekarang paling sering menyebabkan osteomyelitis kronis.
Keadaan ini tidak mencegah penyatuan fraktur, tetapi penyatuan akan
berjalan lambat dan kesempatan mengalami fraktur ulang meningkat.
Gambaran klinik, terdapat riwayat fraktur terbuka atau operasi pada
fraktur tertutup. Luka itu akan meradang dan mulai mengeluarkan cairan
seropurulen. Pemeriksaan contoh cairan ini dapat menghasilkan
stafilokokus atau kuman campuran.Sekalipun 15 pemeriksaan bakteriologi
negatif, kalau tanda-tanda klinik pasien mendukung, pasien harus tetap
diobservasi terus-menerus dan diberikan terapi antibiotik secara intravena.
2. Komplikasi lanjut
a. Nekrosis avaskular, daerah tertentu dikenal memiliki kecenderungan
untuk mengalami iskemia dan nekrosis tulang setelah cedera. Daerah
itu adalah :
1) Kaput femoris (setelah fraktur pada leher femur atau dislokasi pada
pinggul).
2) Bagian proksimal dari skafoid (akibat fraktur pada pinggangnya).
3) Lunatum ( setelah dislokasi )
4) Talus Body ( setelah fraktur pada lehernya) Tepatnya, ini adalah
komplikasi dini dari cedera tulang, karena iskemia terjadi selama
beberapa jam pertama setelah fraktur atau dislokasi. Tetapi, efek
klinik dan radiologi tidak terlihat sampai beberapa minggu atau
bahkan beberapa bulan kemudian.
b. Delayed Union. Timbulnya komplikasi berupa delayed union
disebabkan oleh :
1) Vaskularisasi tidak adekuat. Bila terjadi fraktur pada tulang yang
tak memiliki serabut otot, terdapat risiko penyatuan lambat. Tulang
yang mudah terserang antara lain adalah 16 tulang yang cenderung
terkena nekrosis avaskular, dan juga tibia bagian bawah (terutama
fraktur ganda).
2) Infeksi. Merupakan penyebab delayed union karena infeksi dapat
menganggu proses pembentukan kalus, sehingga menunda
penyatuan lebih lanjut.
3) Pembebatan yang tidak benar. Hal ini bisa dikarenakan
pemasangan gips yang tidak sesuai atau traksi yang terlalu banyak.
c. Non union, Bila keterlambatan penyatuan tidak diketahui, meskipun
fraktur telah diterapi dengan memadai, cenderung terjadi non-union.
Penyebab lain ialah adanya celah yang terlalu lebar dan interposisi
jaringan.
d. Malunion, Bila fragmen menyambung pada posisi yang tak
memuaskan (angulasi, rotasi atau pemendekan yang tak dapa
diterima) fraktur itu dikatakan mengalami malunion.Penyebabnya
adalah tidak terreduksi fraktur secara baik, kegagalan
mempertahankan reduksi ketika terjadi penyembuhan, atau kolaps
yang berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotik atau
komunikatif.
3. Komplikasi jauh, antara lain:
a. Komplikasi pada kulit antara lain, Lesi akibat penekanan, ulserasi
akibat dekubitus dan ulserasi akibat pemasangan gips.
b. Komplikasi pada pembuluh darah antara lain, Ulserasi akibat
pemasangan gips, lesi akibat traksi dan penekanan, iskemik Volkmann,
gangren.
c. Komplikasi pada saraf antara lain, Lesi akibat traksi dan penekanan.
d. Komplikasi pada sendi : Infeksi (arthritis septic) akibat operasi terbuka
pada trauma tertutup.
e. Komplikasi pada tulang antara lain : Infeksi akibat operasi terbuka pada
trauma tertutup (osteomielitis) (Utami, Melati Nurul, 2016).
I. Differential Diagnosis
Adapun differential diagnosis pada Fraktur Neglected Left Femur yaitu:
1. Fraktur Colum Femur.
2. Fraktur Subtrochanter Femur.
3. Fraktur Supracondyler Femur.
4. Fraktur Intercondylair.
5. Fraktur Condyler Femur
BAB III
DISKUSI KASUS
A. Resume Klinis
Pasien laki-laki berusia 20 tahun datang ke IRJ dengan keluhan nyeri pada
regio femoris sinistra (NRS 2). Nyeri bersifat lokal terasa seperti tertusuk-tusuk
dan terasa berat digerakkan. Nyeri terutama dirasakan ketika berjalan dan
membaik ketika istirahat namun nyeri tidak benar-benar hilang tanpa
pengobatan. Tidak ada riwayat demam, tidak mual, tidak muntah. Riwayat DM
dan hipertensi disangkal. Riwayat trauma sejak 2 bulan, terjatuh saat
mengendarai sepeda motor dengan posisi regio femoris membentur body motor.
Setelah terjatuh pasien tetap sadar dan mulai merasakan nyeri disekitar area
yang terbentur. Riwayat berobat ditukang urut sebanyak 4 kali. Telah dilakukan
prosedur pemasangan open reduction internal fixation pada tanggal 6 november
2019.
Pemeriksaan fisis didapatkan :
1. Keadaan umum sakit sedang/ compos mentis/ gizi baik.
2. Tekanan darah : 120/80 mmHg.
3. Nadi : 80x/menit.
4. Suhu : 36,5oC.
5. Pernafasan : 20x/menit.
6. Look : deformitas ada, kemerahan tidak ada, swelling tidak ada, tidak ada
7. Feel : tenderness tidak ada
8. Move : gerak aktif dan pasif dari hip joint and knee joint terbatas karena
nyeri
9. Neurovaskular distal: sensibilitas baik. Pulsasi arteri dorsalis pedis dan
tibilais posterior teraba. Capillary refill time < 2 detik. Leg length
discrepancy : ALL right : 91, left : 90. TLL right 86, left 85.
Pemeriksaan penunjang, Hasil lab tanggal 04 november 2019 didapatkan :
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
WBC 9.34 ribu/µl 4.00 – 11.0
RBC 5.40 juta/µl 4.50 – 5.50
HGB 14.3 g/dL 13.0 – 16.0
HCT 43.4 % 40.0 – 50.0
MCV 80.4 fL 80.0 – 100.0
MCH 26.5 Pg 27.0 – 34.0
MCHC 32.9 g/dl 31.0 – 36.0
PLT 283 ribu/µl 150 – 450
RDW-SD 37.2 fL 37.0 – 54.0
RDW-CV 12.9 % 10.0 – 15.0
PDW 9.1 fL 10.0 – 18.0
MPV 8.8 fL 9.00 – 13.0
P-LCR 15.7 % 13.0 – 43.0
PCT 0.25 % 0.17 – 0.35
NEUT 72.3 % 50.0 – 70.0
LYMPH 17.2 % 20.0 – 40.0
MONO 5.8 % 2.00 – 8.00
EO 4.2 % 1.00 – 3.00
BASO 0.5 % 0.00 – 1.00
Dari hasil radiologi pada tanggal 6 november 2019 (foto femur sinistra AP/Lateral)
didapatkan:
1. Terpasang plate and screw pada 1/3 proximal hingga 1/3 distal os femur
sinistra
3. Terpasang drain dengan tip kesan pada aspek lateral jaringan lunak setinggi
1/3 proximal os femur sinistra
4. Tampak fraktur pada 1/3 proximal hingga 1/3 tengah os femur sinistra,
callus forming positif, korteks tulang belum intak
5. Densitas tulang baik
Kesan: - Fraktur 1/3 proximal hingga 1/3 tengah os femur sinistra dengan
terpasang plate and screw
- Terpasang drain pada jaringan lunak
Riwayat pengobatan :
1. RI 20 tpm
2. Omeprazole 40 mg/12 jam/IV
3. Ketorolac 30 mg/8jam/ IV
4. Ceftriaxone 1 gr/8 jam/IV
5. Paracetamol 500 mg drips /IV
6. Rawat luka/3 hari
B. Radiologi
Pemeriksaan Radiologi
Penggunaan x-ray sangat penting untuk melihat keadaan tulang. Sehingga dapat
melihat jenis patahan.
a. Tujuan pemeriksaan radiologis:
Pada penggunaan x-ray ini ada hal yang penting yang harus diperhatikan, yaitu
rules of two. Hal ini untuk mengurangi persentase kesalahan dalam menegakkan
diagnosis sekecil mungkin. Rules of two terdiri dari :
orang lain
b. 1 = Membutuhkan bantuan,
tapi dapat melakukan
beberapa hal sndiri
c. 2 = Mandiri
8. Transfer a. 0 = Tidak mampu
b. 1 = Butuh bantuan untuk
bias duduk (2 orang)
c. 2 = Bantuan kecil (1 orang)
d. 3 = Mandiri
9. Mobilitas a. 0 = Immobile (tidak
mampu)
b. 1 = Menggunakan kursi
roda
c. 2 = Berjalan dengan
bantuan satu orang
d. 3 = Mandiri (meskipun
menggunakan alat bantu
seperti tongkat)
10. Naik turun tangga a. 0 = Tidak mampu
b. 1 = Membutuhkan bantuan
c. 2 = Mandiri
Interpretasi hasil:
20 :Mandiri
12-19 :Ketergantungan ringan
5-8 :Ketergantungan sedang
5-8 :Ketergantungan berat
0-4 :Ketergantungan total
d. Berkurangnya kesenangan
pada hobi
e. Perasaan berubah-ubah
sepanjang hari
7. Gejala somatic a. Nyeri otot kaki
b. Kedutan otot
c. Gigi gemertak
d. Suara tidak stabil
8. Gejala sensorik a. Tinitus
b. Penglihatan kabur
c. Muka merah dan pucat
d. Merasa lemas
e. Perasaan di tusuk-tusuk
9. Gejala kardiovaskuler a. Tachicardi
b. Berdebar-debar
c. Nyeri dada
d. Denyut nadi mengeras
e. Rasa lemas seperti mau
pingsan
f. Detak jantung hilang sekejap
10. Gejala pernapasan a. Rasa tertekan di dada
b. Perasaan tercekik
c. Merasa napas pendek atau
sesak
d. Sering menarik napas
panjang
11. Gejala Saluran pencernaan a. Sulit menelan
makanan b. Mual, muntah
c. Enek
d. Konstipasi
e. Perut melilit
f. Defekasi lembek
g. Gangguan pencernaan
h. Nyeri lambung sebelum dan
sesudah
i. Rasa panas di perut
j. Berat badan menurun
k. Perut terasa panas atau
kembung
12. Gejala urogenital a. Sering kencing
b. Tidak dapat menahan
kencing
13. Gejala vegetative/Otonom a. Mulut kering
b. Muka kering
c. Mudah berkeringat
d. Sering pusing atau sakit
kepala
e. Bulu roma berdiri
14. Perilaku sewaktu wawancara a. Gelisah
b. Tidak tenang
c. Jari gemetar
d. Mengerutkan dahi atau
kening
e. Muka tegang
f. Tonus otot meningkat
g. Napas pendek dan cepat
h. Muka merah
Masing- masing kelompok gejala diberi penilaian angka (skore) antara 0-4,
yang artinya adalah:
a. Nilai 0 = tidak ada gejala / keluhan
b. Nilai 1 = gejala ringan / satu dari gejala yang ada
c. Nilai 2 = gejala sedang / separuh dari gejala yang ada
d. Nilai 3 = gejala berat / lebih dari separuh dari gejala yang ada
e. Nilai 4 = gejala berat sekali / semua dari gejala yang ada
Masing- masing nilai angka (skore) dari 14 kelompok gejala tersebut
dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat
kecemasan seseorang, yaitu:
Total nilai (skore):
a. < 14 = tidak ada kecemasan
b. 14 – 20 = kecemasan ringan
c. 21 – 27 = kecemasan sedang
d. 28 – 41 = kecemasan berat
e. 42 – 56 = kecemasan berat sekali / panik
3. Modalitas Fisioterapi
1. TENS
2. IRR
3. Ankle
Pumping
Action
4. Static
Contraction
5 Pasif ROM
. Exercise
(PROMEX)
6 Active ROM
. Exercise
(AROMEX)
7 Active
. Assisted
ROM
Exercise
(AAROMEX
)
8 Stretching
. Exercise
9 Strengthening
. Exercise