Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Efusi pleura (adanya cairan di ruang pleura) yang muncul lebih sedikit

pada anak – anak dibandingkan orang dewasa dapat disebabkan oleh beragam

infeksi dan penyakit bukan infeksi. Kebanyakan informasi yang ada tentang efusi

pleura berasal dari penelitian orang dewasa. Penyebab dari efusi pleura pada

anak–anak berbeda secara nyata dibandingkan orang dewasa tersebut. Pada orang

dewasa, kebanyakkan penyebab efusi pleura adalah gagal jantung

kongestif(transudat) dan bakteri pneumonia serta keganasan adalah penyebab

utama dan sering untuk eksudat. Efusi pluera pada anak- anak umumnya

kebanyakkan adalah infeksi (50 -70% efusi para pneumonik, gagal jantung

kongestif adalah penyebab yang lebih sedikit (5-15%) dan keganasan adalah kasus

yang jarang.1,2

Efusi parapneumonik didefinisikan sebagai cairan di rongga pleura

sehubungan dengan adnya pneumonia, abses paru, atau bronkiektasis. Bakteri non

TB pneumonia merupakan penyumbang terbesar sebagai penyebab utama efusi

pleura pada anak. Dibuktikan dengan agen spesifik penyebab tergantung dengan

usia pasien, penyakit yang mendasarinya, metode kultur laboratorium yang

standarm dan diberi terapi antibiotik.1

Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi

problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.3

Oleh itu, hal ini memerlukan penatalaksanaan yang baik dalam menanggulangi

efusi pleura ini, yaitu pengeluaran cairan dengan segera serta pengobatan terhadap

penyebabnya sehingga hasilnya akan memuaskan.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam

rongga pleura disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi dari

cairan pleura itu sendiri.5,6 . Proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya

terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang

mungkin merupakan transudat, eksudat, ataupun dapat berupa darah atau pus. 7,8

Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan ( 5 sampai 15 ml

) berfungsi sebagai pelumas yang memungkin permukaan pleural bergerak tanpa

adanya friksi.8

2.2 EPIDEMIOLOGI

Efusi pleura merupakan gejala dari penyakit yang mendasarinya, oleh

karena itu sulit untuk menentukan angka kejadiannya. Namun, insiden efusi

pleura di Amerika diperkirakan sekitar 1,5 juta kasus per tahunnya. Diperkirakan

prevalensi efusi pleura adalah didapatkan 320 kasus dari 100.000 penduduk di

negara industri.9 Sementara pada populasi umum secara internasional,

diperkirakan tiap 1 juta orang, 3000 orang terdiagnosa efusi pleura.4

Secara keseluruhan, insidensi efusi pleura sama antara pria dan wanita.

Namun terdapat perbedaan pada kasus-kasus tertentu dimana penyakit dasarnya

dipengaruhi oleh jenis kelamin. Misalnya, hampir dua pertiga kasus efusi pleura

maligna terjadi pada wanita. Sama halnya dengan efusi pleura yang berhubungan

dengan sistemic lupus erytematosus, dimana hal ini lebih sering dijumpai pada

2
wanita. Namun demikian, efusi pleura belakangan ini cenderung meningkat pada

anak-anak dengan penyebab tersering adalah pneumonia.9

2.3 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis

dan parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial,

jaringaan ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat

tipis. Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis,

sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan

mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan

dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi

sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus

paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis,

diantaranya : 10,11

1. Pleura Visceralis

Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.

Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah sel-sel mesothelial ini

terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit, di bawahnya terdapat lapisan

tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Lapisan terbawah terdapat

jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler

dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh limfe Menempel kuat pada

jaringan paru Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan pleura.

3
2. Pleura parietalis

Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan

elastis). Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a.

Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf

sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan

berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada.

Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya Fungsinya untuk

memproduksi cairan pleura.

Gambar 1. Anatomi Rongga Pleura

FISIOLOGI

Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura

parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah

pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek

yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran

satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan.

4
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam

pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura

viseralis. Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran serosa mesenkim

yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat cairan intersisial dapat terus

menerus melaluinya untuk masuk kedalam ruang pleura. Selisih perbedaan

absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih

perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura

viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal

hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura. 10,11

Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya

beberapa mililiter yaitu 1-5 ml. Dalam kepustakaan lain menyebutkan bahwa

jumlah cairan pleura sebanyak 12-15 ml(1) . Kapanpun jumlah ini menjadi lebih

dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan

dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari

rongga pleura kedalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan

permukaan lateral pleural parietalis (3) . Oleh karena itu, ruang pleura (ruang

antara pleura parietalis dan pleura visceralis) disebut ruang potensial, karena

ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang

jelas. 10,11

Gambar 2. Anatomi Rongga Pleura (Mikro)


5
2.4 ETIOLOGI

Secara umum, effusi pleura dapat terbentuk sebagai akibat dari suatu

proses inflamasi, keganasan atau trauma pada paru ataupun organ lain yang

berhubungan dengannya. Sesuai usia, kita sudah dapat memprediksi penyebab

kepada suatu effusi pleura, misalnya pada usia muda penyebab utama effusi

adalah penyakit tuberkulosis, manakala pada usia tua, suatu proses keganasan

mungkin merupakan penyebab utama.6

Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus

berupaya untuk menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab

terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap yang pertama adalah menentukan

apakah pasien menderita efusi pleura jenis transudat atau eksudat. Efusi pleura

transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan

penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.6

Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi

pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura

tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat

Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura. Jadi dipakai kriteria

Light(Light's criteria)13 yaitu effusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah

satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak 

memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :

1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5

2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6

3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang

normal di dalam serum.

6
Eksudat, disebabkan oleh5,6 :

1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia,

Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-

6000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise,

mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan

dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.

2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh

bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara

hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob

(Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas,

Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-

lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan

metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga

pleura.

3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus,

Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap

organisme fungi.

4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi

melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat

juga secara hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya

cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari  jaringan nekrosis

perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga

pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan

oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif.

7
Pada pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat

badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.

5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paruparu,

mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan

ukuran jantung yang tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga

karena :

 Tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran

kapiler.

 Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,

bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan aliran

balik sirkulasi.

 Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra

pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan

berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin

menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis

dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi

pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy)

6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri,

abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai

predominan sel-sel PMN dan pada beberapa penderita cairannya 10 berwarna

purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini

dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage kadang diperlukan pada

empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi

8
untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan efusi

parapneumonik:

 Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura

 Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura

 Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl

 Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada

nilai pH bakteri.

Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik 

yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.

7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid,

Skleroderma

8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi

parapneumonik.

Transudat, disebabkan oleh 5,6 :

1. Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab

lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.

Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan

tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura

parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan

menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah

bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura

dan paru-paru meningkat.

9
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga

menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan

adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan. Terapi

ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan

istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-

kadang torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak 

2. Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura

dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan

bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan

diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah

dengan memberikan infus albumin.

Darah:

Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb

pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah

hemothorak  yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini

mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil

oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya

darah tersebut berasal dari trauma dinding dada. Pada anak, efusi

parapneumonik akibat infeksi dari pneumonia adalah penyebab utama efusi

pleura. Ada tiga tingkatan/tahap yang berhubungan dengan efusi

parapneumonik yang mungkin saling tumpang tindih. Tahap eksudatif (tahap

10
efusi tanpa komplikasi), tahap fibropurulent (tahap mulai masuknya

kuman/bakteri) dan tahap organisasi (tahap ketiga menuju empyema).5,6

Pada tahap eksudatif, eksudat yang berfibrin (fibronous exudate)

terbentuk  pada permukaan pleura. Setelah itu, pada tahap fibropurulen pula,

akan terbentuknya septum (septae) yang menyebabkan penebalan pleura dan

lokalisir cairan pus dalam pleura. Pus ini akan masuk ke lapisan pleura dan

parenkim paru membentuk bronkoplueral fistula, atau piopneumothorak. Selain

itu ia juga bisa masuk ke rongga abdominal dan sangat jarang menembus

rongga dada. Pada tahap organisasi, terjadi proliferasi fibroblast. Pus yang

terlokalisir tadinya akan membentuk abses berdinding tebal dan akhirnya paru-

paru bisa kolaps akibat terbungkus oleh lapisan inelastik. 5,6

2.5 PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga

pleura melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera

direabsorpsi oleh saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi

dan reabsorpsi, tiap harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang

dengan berat badan 70 kg). Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat

sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang

(produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi

pleura.6

Diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parietal

dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura

viseral melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura

11
parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan

hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh

sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler

pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis

adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.6

Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:

1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan

cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.Keadaan ni dapat

terjadi pada gagal jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava

superior.

2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis,

baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis

3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak

cairan masuk ke dalam rongga pleura

4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan

transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura

5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleura parietalis. Saluran limfe bermuara

pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan

menghambat pengosongan cairan limfe. 6

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Adanya timbunan cairan dalam rongga pleura akan mengakibatkan

perasaan nyeri yang bertambah saat bernafas dalam dan batuk. Rasa nyeri ini

sering diungkapkan sebagai nyeri yang tumpul, yang terlokalisir pada

permukaan dada dan menjalar ke punggung. Namun setelah cairan menjadi

12
cukup banyak  rasa nyeri tersebut akan menghilang. Bila cairan banyak,

penderita akan sesak  napas.5

Pada anak masalah pernapasan adalah hal yang paling sering dikeluhkan.

Apabila dihubungkan dengan penyebabnya berupa pneumonia maka gejala

yang muncul adalah batuk, demam, sesak nafas, menggigil. Apabila

penyebabnya bukan pneumonia, maka gejala pada anak mungkin tidak

ditemukan sampai efusi yang timbul telah mencukupi untuk menimbulkan

gejala sesak nafas atau kesulitan bernafas.6,8

Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan

nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi,

banyak keringat, batuk, banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat yang

sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.9

Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,

karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak 

dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati

daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis

melengkung (garis Ellis Damoiseu).9

Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani

dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah

pekak  karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi

daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.9

13
2.7 PENEGAKAN DIAGNOSIS

2.7.1 Anamnesa dan Pemeriksaan Fizik

Penegakkan diagnosa effusi pleura dapat dilakukan bermula dengan

anamnesa, tanda-tanda klinis dan pemeriksaan fisik. Di antara tanda-tanda klinis

dan simptom yang didapatkan adalah seperti berikut 4

1. Nyeri dada

2. Dispnea

3. Takipnea

4. Ruang intercostal menonjol( bulging of intercostal space)

5. Fremitus taktil yang berkurang

6. Berkurangnya transmisi suara dan vokal pada paru

7. Friksi pleura pada stadium awal terutamanya pada dry pleurisy4

Setelah pemeriksaan fisik, untuk menunjang diagnosa , terdapat beberapa

pemeriksaan penunjang non-invasif yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan

foto thorak dan usg.

2.7.2 Penegakan Diagnosis

1. Foto Thorak

Diperlukan paling minimal sebanyak 100ml cairan dalam pleura sebelum effusi
15
pleura bisa terlihat pada pemeriksaan foto torak ini. Posisi yang paling baik

untuk pemeriksaan ini adalah posisi berdiri Posterior Anterior(PA), Lateral dan

sekiranya dicurigai effusi yang terjadi pada bagian kanan paru, pemeriksaan pada

posisi right  lateral decubitus.(RLD).15 Hasil yang mungkin terlihat adalah

penumpulan sudut costofrenikus anterior pada posisi PA, penumpulan sudut

14
costofrenikus posterior pada posisi lateral. 6 Selain itu mungkin juga terlihat

pergeseran mediastinum dan trakea kearah paru normal.

Gambar 3 Foto Rontgen Efusi Pleura

2. CT Scan Dada

CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan

dengan jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam menentukan

adanya efusi pleura. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses

paru atau tumor. Hanya saja pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena

biayanya masih mahal.

3.Torakosentesis

Langkah utama yang harus dilakukan pada kasus effusi pleura adalah

menentukan samada cairan di pleura itu adalah transudat ataupun eksudat. 6

Untuk itu dapat dilakukan torakosintesis.

15
Torakosentesis / pungsi pleura dilakukan untuk mengetahui kejernihan,

warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pada orang dewasa, torakosentesis

sebaiknya dilakukan pada setiap pasien dengan efusi pleura yang sedang-berat,

namun pada anak-anak tidak semuanya memerlukan torakosentesis sebagai

prosedur yang sama. Efusi parapneumonik yang dihubungkan dengan sudut

costoprenicus yang tumpul minimal tidak seharusnya mendapat prosedur

torakosentesis. 15

Torakosentesis atau penyaluran saluran dada ( chest tube drainage)

dianjurkan pada pasien anak-anak yang memiliki demam menetap, toksisitas,

organism tertentu (misalnya S.aereus atau  pneumococcus), nyeri pleura,

kesulitan dalam bernafas, pergeseran mediastinum, gangguan pernafasan yang

membahayakan. Chest  tube drainage tube drainage semestinya segera

dilakukan apabila dari hasil analisa cairan pleura menunjukkan pH kurang dari

7,2 kadar glukosa < 40mg/dl dan kadar LDH lebih dari 1000 U/mL. 15

Pungsi pleura dilakukan diantara linea aksilaris anterior dan posterior,

pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah

(hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa

mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).

Prosedur secara umum adalah seperti berikut:15

1. Pasien diminta duduk tegak dengan tidak dan tidak banyak  bergerak.

2. Kawasan sekitar dan tempat yang akan dipungsi dibersihkan dengan larutan

antiseptik.

3. Anestesi lokal diberikan untuk mengurangkan rasa sakit atau

EMLA/ANGEL.

16
4. Jarum spuit ukuran besar ataupun catheter dimasukkan ke dalam dinding

dada sehingga ke ruang pleura. Cairan pleura yang keluar diaspirasi dan

dikumpulkan untuk analisa

5. Sekiranya saat prosedur dilakukan, pasien tiba-tiba batuk atau nyeri dada,

prosedur hendaklah dihentikan serta merta.

6. Mungkin diperlukan dilakukan foto thorak untuk mengenalpasti

kemungkinan komplikasi yang terjadi.

Gambar 7(dari kanan ke kiri)- Prosedur torakosintesi

4. Biopsi

Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka

dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk

dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan

menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.15

Pada anak dilakukan apabila peradangan efusi pleura tidak  bisa

dijelaskan. Teknik ini memiliki peran yang terbatas pada anakanak namun

17
memiliki kepentingan yang besar dalam membedakan TB atau keganasan.

Yang menjadi komplikasi utama adalah pneumotoraks dan perdarahan.15

5. Bronkoskopi

Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber

cairan yang terkumpul.

ambar 8. Bronkoskopi

2.8 TATALAKSANA

Penatalaksanaan Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan

karena cairan pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada.

Beberapa macam pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi

pleura masif adalah sebagai berikut :

1. Obati penyakit yang mendasarinya

a. Hemotoraks

Jika darah memasuki rongga pleura hempotoraks biasanya dikeluarkan

melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat
18
untuk membantu memecahkan bekuan darah (misalnya streptokinase dan

streptodornase). Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat

dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan pembedahan

b. Kilotoraks

Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan

saluran getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat

antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran getah bening.

c. Empiema

Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah. Jika

nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa,

maka pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang

rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar.

Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari

pleura (dekortikasi).

d. Pleuritis TB.

Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin, INH,

Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis

dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru.

Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembalai, tapi

untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan

torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-

kdang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik (Prednison 1

mg/kgBB selama 2 minggu, kemudian dosis diturunkan).15

19
2. Torakosentesis

Bertujuan keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega);

jangan lebih 1-1,5 liter pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare

menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan waktu antara 20-30 menit.

Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari berikutnya. Torakosentesis

untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan, sedangkan untuk

tujuan terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis dilakukan atas beberapa

indikasi.

a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan

tertekan pada dada.

b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan

mendorong dan menekan jantung dan alat mediastinum lainnya, yang

dapat menyebabkan kematian secara tiba-tiba.

c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah melewati

masa 3 minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan sudah berubah

menjadi pyotoraks.

d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6

minggu, namun cairan masih tetap banyak. 15

3. Water Seal Drainage

WSD memungkinkan drainase dari udara, darah, pus, cairan serous dan cairan –

cairan abnormal lain yang berasal dari cavum pleura dengan hanya satu arah,

yakni dari cavum pleura menuju ke botol WSD yang akan menariknya.18

Ada beberapa macam WSD :

1. WSD dengan satu botol

20
• Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana

• Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol

penampung.

• Drainage berdasarkan adanya grafitasi.

• Umumnya digunakan pada pneumotoraks

Gambar 9. WSD satu botol

2. WSD dengan dua botol

• Botol pertama sebagai penampung / drainase

• Botol kedua sebagai water seal

• Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.

• Dapat dihubungkan sengan suction control

21
Gambar 10. WSD dua botol

3. WSD dengan 3 botol

• Botol pertama sebagai penampung / drainase

• Botol kedua sebagai water seal

• Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan

manometer.

Gambar 11. WSD tiga botol

4. Pleurodesis

Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga

akan mencegah penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini

dipertimbangkan untuk efusi pleura yang rekuren seperti pada efusi karena

keganasan Sebelum dilakukan pleurodesis cairan dikeluarkan terlebih

dahulu melalui selang dada dan paru dalam keadaan mengembang

Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang

dimasukkan ke dalam rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini tergantung

22
pada kemampuan untuk menimbulkan fibrosis dan obliterasi kapiler

pleura. Bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk keperluan

pleurodesis ini yaitu : Bleomisin, Adriamisin, Siklofosfamid, ustard,

Thiotepa, 5 Fluro urasil, perak nitrat, talk, Corynebacterium parvum dan

tetrasiklin Tetrasiklin merupakan salah satu obat yang juga digunakan

pada pleurodesis, harga murah dan mudah didapat dimana-mana. Setelah

tidak ada lagi cairan yang keluar masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg

yang sudah dilarutkan dalam 20-30 ml larutan garam fisiologis ke dalam

rongga pleura, selanjutnya diikuti segera dengan 10 ml larutan garam

fisiologis untuk pencucian selang dada dan 10 ml lidokain 2% untuk

mengurangi rasa sakit atau dengan memberikan golongan narkotik 1,5-1

jam sebelum dilakukan pleurodesis. Kemudian kateter diklem selama 6

jam, ada juga yang melakukan selama 30 menit dan selama itu posisi

penderita diubah-ubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh rongga

pleura. Bila dalam 24-48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada

dicabut.18

23
Gambar 12 Pleurodosis

Pada pasien anak, oleh karena kebanyakan penyebab effusi pleura

adalah disebabkan efusi parapneumonik, maka terapi ini akan didiskusikan

secara detail. Kebanyakan pasien anak-anak yang memiliki efusi

parapneumonik  memberikan respon yang baik dengan pemberian terapi

antibiotic sehingga tidak  memerlukan torakostomi. Pengobatan empyema

(efusi parapneumonik yang telah mengalami komplikasi) pada anak

dimulai dengan terapi konservatif. Pemberian awal terapi antibiotic

didasari pada infeksi penyebab yang mendasarinya dan

pengurasan/pengeluaran cairan

Age Predominant Pathogens Therapy


0 to 6 mon Gram negative rods Nafcillin, Gentamicin dan Ampicilin
  Staphylococcus aureus  
  Streptococcus  
7 to 12 mon Haemophillus influenzae Nafcillin dan Cefuroxime
  Pneumococcus  
  Streptoccous  
13 to 24 mon Haemophillus influenzae Cefuroxime dan Clindamycin
  Pneumococcus  
24
  Staphylococcus aureus  
2 to 5 yr Haemophillus influenzae Cefuroxime dan Clindamycin atau Imipenem
  Pneumococcus  
  Staphylococcus aureus  
  Streptococcus  
  Anaerobes  
6 to 12 yr Pneumococcus Cefuroxime dan Clindamycin atau Imipenem
  Staphylococcus aureus  
  Streptoccous  
  Anaerobes  
13 to 18 yr Pneumococcus Nafcillin dan Cefuroxime ditambah Clindamycin
  Staphylococcus aureus  
  Anaerobes  
yang terinfeksi dengan torakosentesis atau torakostomi tertutup.14,19

Tabel 1 Antibiotik pilihan sesuai dengan kuman penyebab

Antibiotik harusnya dipilih untuk mengatasi kebanyakan dari

kuman penyebab pneumonia pada kelompok usia anak-anak. Sampai

kondisi sebenarnya telah tegak didiagnosa, pemberian antibiotic spectrum

luas diperbolehkan/dibenarkan untuk mengurangi angka kematian yang

tinggi dan kesakitan yang berhubungan dengan empyema. Antibiotic

secara intravena harus diteruskan sampai kondisi anak bebas demam

setidaknya 7-10 hari, telah bebas dari penggunaan oksigen dan tidak lagi

terlihat sakit. Antibiotic secara oral kemudian diberikan selama 1-3

minggu.14,19

25
2.10 PROGNOSIS
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang

mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan

pengobantan lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada

pasien yang tidak memedapatkan pengobatan dini. Efusi ganas

menyampaikan prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan hidup

rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun. Efusi

dari kanker yang lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau

kanker payudara, lebih mungkin untuk dihubungkan dengan

berkepanjangan kelangsungan hidup, dibandingkan dengan mereka dari

kanker paru-paru atau mesothelioma.11

26
BAB III

KESIMPULAN

Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat

transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura

bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.

Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas

paru akan berkurang dan di samping itu juga menyebabkan pendorongan organ -

organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi

pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi

darah.

Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit

dasar yang dapat menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,

sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi

akan menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan penderita umumnya

asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan ,dan berat badan yang

menurun seperti pada efusi yang lain.

Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan

pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada agar dapat

menghindari pelbagai komplikasi dengan melakukan tatalaksana yang tepat dari

beberapa meotde yang dapat membantu pasien – pasien yang mengalami efusi

pleura.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Efrati O, Barak A. Pleural effusions in the pediatric population.

PaediatrRev 2002, 23 : 417 – 425

2. Huang Fl et al. Clinical experience of managing empyema thoracis in

children. J Microbiol Immunol Infect 2002 ; 35 : 115- 120

3. World Health Organization. Epidemiology and etiology of plural effusion,

2008

4. Lee Y. Textbook of pleural disease. USA: Hodder Arnold; 2003

5. Robert M, Richard E, Hal B, Bonita F. Nelson Textbook of Pediatrics.

18th ed. Philadelphia : Elsevier Saunders,2007

6. Dennis L, Eugene B,Anthony S, Stephen S, Dan L, Larry J, Dan L,

editors. Harrison's principles of medicine. 16th ed. Mc Graw Hill: 2005

11.

7. Efrati O, Barak A. Pleural effusions in the pediatric population. Pediatr   

Rev 2002;23:417-425.

8. Obando I et al. Pediatric parapneumonic empyema, Spain.  Emerging

infectious Disease 2008;14:1390-1396.

9. Rubins J. Pleural Effusion. Updated 5 September 2014. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/299959-overview#showall

10. Firdaus, Denny. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar

Lampung.\

11. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep

Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.

28
12. Light RW. Clinical practice. Pleural effusion. N Engl J Med. 2002 Jun

20;346(25):1971-7. [Medline]

13. Chandra K, Randall DC. Neonatal pleural effusion.  Arch Pathol Lab Med 

2006;130:e22-e23.

14. Na MJ, MD., Ph.D. Diagnostic Tools of Pleural Effusion. Journal of

Tuberculosis and Respiratory disease. May. 2014;76(5):199-210

15. Karkhanis VS and Joshi JM. Pleural Effusion : Diagnosis,Treatment and

Management. Juni. 2012;4:31-52

16. Demirhan R, Kosar A, Sancakli I, Kiral H, Orki A, Arman B. Management

of postpneumonic empyemas in children.  Acta Chir Belg 2008;108:208-

211.

17. Durai R, Hoque H, Davies TW. Managing a Chest Tube and Drainag

System. AORN J [Internet]. AORN, Inc.; 2010 Feb [cited 2014 Feb

7];91(2):275–8

18. Chih-Ta Y et al. Treatment of complicated parapneumonic pleural effusion

with intrapleural streptokinase in children. Chest  2004;125:566- 571.

29

Anda mungkin juga menyukai