Anda di halaman 1dari 13

1

Sari Kepustakaan Acc Supervisor

Divisi Pulmonologi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam dr Alwinsyah Abidin SpPD-KP

EFUSI PLEURA

Iqbal Sungkar, Alwinsyah Abidin,E.N Keliat

Divisi Pulmonologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penimbunan cairan lebih dari 20
ml di dalam rongga pleura yaitu diantara pleura parietalis dan pleura viseralis. Berdasarkan
data WHO, sekitar 320 dari 100,000 penduduk di dunia menderita efusi pleura. Di Filipina,
kasus efusi pleura ditemukan sebesar 250,000 per tahunnya. Belum terdapat angka prevalensi
yang pasti di Indonesia.
Efusi pleura adalah suatu gejala yang timbul akibat proses patologis lain yang
menjadi penyebab dasarnya. Di negara berkembang, efusi pleura mayoritas disebabkan oleh
tuberkulosis dan parapneumonia. Di negara maju, efusi pleura mayoritas disebabkan oleh
proses keganasan.
Dalam keadaan normal, diperlukan sekitar 10-20 ml cairan pleura yang mengisi
rongga pleura yang dipertahankan oleh keseimbangan gradasi tekanan hidrostatik, tekanan
onkotik, dan tekanan intrapleura. Gangguan pada salah satu komponen saja sudah dapat
mengakibatkan tertimbunnya cairan berlebih dalam rongga pleura. Gangguan pada pembuluh
darah dan limfe di sekitar pleura maupun proses subpleura dapat menjadi suatu penyebab
dasar efusi pleura.
Telah dijelaskan di atas bahwa tuberkulosis adalah penyebab utama efusi pleura pada
negara berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Tuberkulosis adalah suatu infeksi yang
disebabkan oleh Mycobacterium complex. Di Indonesia sendiri, TB adalah pembunuh nomor
satu diantara semua penyakit menular dan penyebab kematian ke-3. Setiap tahun terdapat
539.000 kasus baru tuberkulosis dan 101.000 kematian akibat TB. Resiko penularan setiap
2

tahun(Annual Risk of Tuberculosis Infection= ARTI) di Indonesia cukup tinggi dan bervariasi
antara 1-3%.
Diagnosis efusi pleura dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan foto polos, USG, dan torakosintesis. Efusi pleura harus segera dideteksi agar
dapat segera ditatalaksana karena sesak nafas kronik dapat berlanjut ke atelektasis dan
akhirnya gagal nafas. Oleh karena itu, pemahaman tentang efusi pleura cukup penting untuk
diketahui mengingat daerah Indonesia memiliki insidensi tuberkulosis yang tinggi dan efusi
pleura merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien tuberkulosis.

Definisi Efusi Pleura


Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penimbunan cairan lebih dari 20 ml
di dalam rongga pleura yaitu diantara pleura parietalis dan pleura viseralis. Terdapat empat
tipe cairan yang dapat ditemukan pada efusi pleura yaitu, cairan serosa (hidrotoraks), darah
(hemotoraks), kilo (kilothoraks), dan nanah (piotoraks atau empiema).1

Epidemiologi Efusi Pleura


Berdasarkan data WHO, sekitar 320 dari 100,000 penduduk di dunia menderita efusi
pleura. Di Amerika Serikat, efusi pleura didapatkan pada sekitar 1,5 juta orang per tahunnya.
Di Filipina, kasus efusi pleura ditemukan sebesar 250,000 per tahunnya. Belum terdapat
angka prevalensi yang pasti di Indonesia. Tidak ada perbedaan prevalensi berdasarkan jenis
kelamin maupun ras.2
Efusi pleura dapat disebabkan oleh berbagai penyakit. Di negara berkembang, efusi
pleura mayoritas disebabkan oleh tuberkulosis dan parapneumonia. Data DOH Filipina
menunjukkan etiologi efusi pleura didominasi 32,5% oleh tuberkulosis, 19% oleh
parapneumonia, 15,5% oleh keganasan, 13% oleh gagal jantung, dan selebihnya oleh
penyakit lain seperti gagal ginjal dan sirosis hepatis. Di negara maju, setengah dari kasus
efusi pleura kebanyakan disebabkan oleh keganasan (kanker paru dan kanaker payudara) dan
selebihnya oleh gagal jantung kongestif serta pneumonia.2
Angka mortalitas efusi pleura ditentukan dengan memperhatikan penyebab efusi
pleura, luas efusi pleura, dan mempertimbangkan keadaan umum pasien. Penderita dengan
imunodefisiensi biasanya akan menderita efusi pleura yang berat dan prognosisnya akan
makin buruk.3
Etiologi dan Patofisiologi Efusi Pleura
Dalam keadaan normal, diperlukan sekitar 10-20 ml cairan pleura yang mengisi rongga
pleura untuk menjaga agar pleura parietal dan visceral selalu lembab dan tidak terjadi
gesekan saat paru mengembang. Cairan pleura dihasilkan oleh pleura parietalis oleh pengaruh
tekanan hidrostatik, onkotik, dan osmotik yang kemudian disekresi oleh sel mesotelial ke
3

rongga pleura. Cairan pleura akan segera diresorbsi oleh kapiler dan kelenjar limfe pada
pleura visceralis dan 10-20% cairan, yaitu sekitar 0,13 mL/kgBB tertinggal mengisi rongga
pleura. Pasase ciaran di sini dapat mencapai 1 L per harinya.4,5
Cavum pleura dipertahankan oleh tekanan hidrostatik pleura parientalis 9 cm H2O,
tekanan osmotik pleura viceralis 10 cm H2O, dan produksi cairan 0,1 ml/kgBB/hari. Aliran
cairan dalam rongga pleura diatur oleh hukum Starling Qf=Lp x A[(Pcap-Ppl)-σd(πcap-πpl)]. Hal
ini menunjukkan bahwa penyakit yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik,
penurunan tekanan osmotik, obstruksi kelenjar limfe, atau penurunan tekanan intrapleura
dapat menyebabkan penimbunan berlebih cairan dalam rongga pleura yang disebut dengan
efusi pleura.
Efusi pleura dapat terdiri dari cairan transudat, eksudat, darah, maupun pus. Dalam
beberapa kasus dapat terjadi kombinasi antara keempat cairan. Eksudat adalah cairan
ekstravaskular dengan protein berkonsentrasi tinggi yang terbentuk akibat proses peradangan
dan gangguan drainase limfatik. Inflamasi akan memicu protein dan mediator inflamasi turut
ikut dalam cairan pleura sehingga akan terjadi suatu eksudat. Selain itu, suatu proses
inflamasi dan mesotelioma dapat mendestruksi struktur adhesi dan mengubah bentuk sel
mesotelial pada pleura parietal dan visceral sehingga terjadi ketidakseimbangan dalam proses
produksi dan resorbsi cairan pleura. Di sisi lain, gangguan drainase limfatik misal, obstruksi
akibat keganasan akan menyebabkan protein tidak dapat ikut terreabsorbsi pada kelenjar
limfe di pleura visceral sehingga eksudat akan tertimbun di rongga pleura.
Transudat adalah cairan normal yang berada di rongga pleura berkisar 10-20 ml. Bila
terjadi gangguan pada tekanan hidrostatik, osmotik, maupun onkotik, dapat terjadi
penimbunan cairan transudat berlebih pada rongga pleura. Penyebab terbanyak adalah
peningkatan tekanan hidrostatik vena akibat peningkatan tekanan vena sistemik pada gagal
jantung kongestif. Filtrasi pada pleura parietalis akan meningkat bersamaan dengan
peningkatan tekanan kapiler pulmonal yang akan menurunkan kapasitas resobrsi pembuluh
darah di subpleura visceralis. Akibatnya, efusi pleura transudat bilateral sering terjadi.
Penyebab kedua tersering adalah hipoalbuminemia yang ditandai dengan penurunan tekanan
onkotik darah sehingga gradiensi cairan sulit untuk direabsorpsi oleh kapiler dan pembuluh
limfe di pleura visceralis. Pada kasus tumor intrabdominal dan dialisis peritoneal, cairan
asites masuk ke pleura melalui pori yang tedapat pada diafragma.
Efusi pleura eksudat ini dapat disebabakan oleh proses infeksi virus, bakteri, jamur,
proses obstruksi akibat keganasan, dan penyakit hipersensitivitas (misal, SLE). Penyebab
yang palung sering adalah tuberkulosis paru dan pneumonia. Pada tuberkulosis paru,
tuberkuloprotein dapat menjalar ke rongga pleura baik secara kontinuitatum, hematogen,
4

maupun limfatik. Pada efusi pleura bilateral akibat TB paru, patogenesis penyakit disebabkan
penyebaran secara hematogen maupun limfogen. Pada efusi pleura unilateral akibat TB paru,
patogenesis penyakit diakibatkan oleh pecahnya fokus Gohn atau kaseosa subpleural. Cairan
efusi pleura tuberkulosa berkisar 500-2000 cc dengan dominasi PMN kemudian limfosit, dan
hasil positif Mycobaterium pada kultur.
Efusi parapneumonia adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses
paru atau bronkiektasis. Ada tiga tingkatan/tahap yang berhubungan dengan efusi
parapneumonik yang mungkin saling tumpang tindih. Tahap eksudatif (tahap efusi tanpa
komplikasi), tahap fibropurulent (tahap mulai masuknya kuman/bakteri) dan tahap organisasi
(tahap ketiga menuju empyema). Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel
PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema).
Dalam kasus keganasan, efusi pleura biasanya bilateral karena terjadi invasi
langsung ke kelenjar limfe maupun obstruksi bronkus yang menyebabkan peningkatan
tekanan negatif intrapleura. Selain itu, sel-sel tumor yang tertumpuk juga dapat meningkatkan
permeabilitas pleura terhadap air dan protein. Obstruksi aliran pembuluh darah dan kelenjar
getah bening oleh sel tumor dapat menyebabkan rongga pleura gagal memindahkan cairan
pleura.
Darah di dalam rongga pleura atau hemotoraks terjadi karena cedera di dada,
pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga
pleura, kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian
mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura, atau gangguan pembekuan darah. Pus di
dalam rongga bersifat kronik. Penumpukan cairan limfe pada kavum pleura atau kilotoraks
dapat terjadi pada penakit atresia duktus torasikus, trauma pada leher dan dada, post-operasi
bagian leher, atau obstruksi akibat limfoma.

Diagnosis Efusi Pleura


Diagnosis efusi pleura dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan klinik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang diantaranya X-foto toraks, USG
Abdomen, CT Scan, serta torakocintesis.
Anamnesis
Pada anamnesis penderita efusi pleura, akan ditemukan gejala-gejala berupa sesak
nafas, batuk , dan pada tahap lanjut dapat terasa nyeri daa yang bersifat tajam dan dapat
menyebar ke lengan, terutama saat bernafas dalam (nyeri dada pleuritik). Sesak napas terjadi
pada waktu permulaan pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan
5

efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh. Sesak akan berkurang bila pasien
miring ke arah hemitoraks yang sakit. Batuk bersifat non produktif dan ringan namun
tergantung penyebab dari efusi pleura. Gejala-gejala lain yang tampak pada penderita akan
sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Pada inspeksi, toraks depan akan tampak asimetris yaitu
pemcembungan hemitoraks yang sakit. Interkostalis akan melebar, pergerakan pernafasan
menurun pada sisi sakit, dan mediastinum terdorong ke arah kontralateral. Pada palpasi akan
didapatkan stem fremitus pada sisi yang sakit melemah. Pada perkusi akan didapatkan sonor
memendek sampai beda pada sisi yang sakit. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang
pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz,
yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah
ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada auskultasi didapatkan suara nafas
vesikular yang melemah bahkan menghilang pada bagian yang mengalami efusi. Pada
permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

Pemeriksaan Radiologik
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Cairan
dalam pleura kadang-kadang menumpuk menggelilingi lobus paru (biasanya lobus bawah)
dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi parenkim lobus. Dapat juga
menggumpul di daerah para-mediastinal dan terlihat dalam foto sebagai figura interlobaris.
Bisa juga terdapat secara paralel dengan sisi jantung, sehingga terlihat sebagai kardiomegali.
Hal lain yang dapat juga terlihat dalam foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya
mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Tapi bila terdapat atelektasis pada sisi
yang berlawanan dengan cairan, mediastinum akan tetap pada tempatnya. Di samping itu
gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yaitu bila
terdapat jantung yang membesar, adanya masa tumor, adanya lesi tulang yang destruktif pada
keganasan, adanya densitas parenkim yang lebih terang pada pneumonia atau abses paru.
Kadang- kadang sulit untuk membedakan bayangan cairan bebas di pleura dengan adhesi
karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus, cairan
bebas akan mengikuti posisi gravitasi. Efusi pleura dengan cairan 100-300 ml akan
menumpulkan sudut kostrofrenikus, efusi pleura dengan cairan > 300 ml baru akan tampak
radioopak pada lapangan paru, efusi pleura dengan cairan < 100 ml baru akan tempak pada
6

foto lateral dekubitus, dan efusi pleura loculated biasanya kedua pleura akan tampak
menempel di beberapa tempat pada sisi samping dari paru.

Torakosintesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis untuk mengetahui
kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis cairan pleura. Cairan pleural
dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel
darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amilase, laktat dehidrogenase (LDH),
protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
Diagnosis banding Efusi Pleura
Efusi pleura transudatif dan eksudatif dibedakan dengan mengukur laktat dehydrogenase
(LDH) dan tingkat protein pada cairan pleura. Efusi pleura eksudatif ditegakkan apabila
ditemukan minimal 1 dari kriteria berikut, sedangkan efusi pleura transudatif tidak memenuhi
satu pun dari kriteria Lights sebagai berikut:12
1. Protein cairan pleura/serum protein > 0.5
2. LDH cairan pleura/serum LDH > 0.6
3. LDH cairan pleura 2/3 lebih banyak dari pada batas atas normal serum.
Kriteria tersebut salah mengindentifikasi sebanyak 25% efusi pleura transudat
sebagai eksudat. Jika satu atau lebih criteria ditemukan, tetapi pasien secara klinis
menunjukkan efusi pleura transudatif, harus diukur perbedaan tingkat protein serum dan
cairan pleura. Apabila perbedaan lebih dari 3.1 g/dL, kriteria efusi pleura eksudatif di atas
dapat diabaikan karena sebagian pasien tersebut mempunyai efusi pleura transudatif.
Tabel 2.2. Diagnosis Banding Efusi Pleura Transudat12

Penyebab utama efusi pleura adalah gagal jantung kiri. Efusi dapat terjadi karena
peningkatan jumlah cairan pada interstitial paru yang melebihi kapasitas sistem limfatik pada
pleura parietalis untuk membuangcairan. Efusi pleura merupakan tanda umum terjadinya
gagal jantung kongestif.13
Efusi pleura sekunder yang disebabkan oleh hidrotoraks hepatic terjadi pada sekitar
5% pasien sirosis dan asites. Terjadi karena perpindahan cairan peritoneal menuju lubang
kecil pada diafragma ke rongga pleura. Efusi yang terjadi biasanya pada sebelah kanan.12
7

Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar.


Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi
malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan
gejala. Pada kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala demam,
ringan ,dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain.
Emboli paru menyebabkan peningkatan cairan interstitial paru yang disebabkan
iskemia dan pelepasan sitokin sehingga terjadi efusi pleura. 14 Efusi yang disebabkan oleh
emboli paru biasanya ditandai dengan nyeri dada pleuritik, hemoptisis, atau dispnea. Skrining
terbaik untuk mengetahui emboli paru adalah dengan mengukur tingkat D-dimer pada darah
perifer.15
Infeksi bakteri (pneumonia bakteri (57%), abses paru, atau bronkiektasis) dapat
menyebabkan efusi parapneumonia yang ditandai dengan demam akut, nyeri dada, produksi
sputum, dan leukositosis)16 Apabila terjadi infeksi bakteri anaerob, dapat dijumpai gejala
subakut dengan penurunan berat badan, leukositosis yang timbul dengan cepat, anemia
ringan, dan kecenderungan aspirasi.12 Pneumonia berhubungan dengan efusi pleura eksudatif
lebih dari 57% kasus dan paling sering menyebabkan efusi pleura pada pasien muda.
Efusi pleura yang disebabkan oleh tuberculosis, biasanya ditandai dengan demam,
penurunan berat badan, dyspnea, dan/atau nyeri dada pleuritik. Efusi pleura yang disebabkan
oleh viral biasanya akan mengalami resolusi secara spontan tanpa gejala sisa jangka
panjang.12
Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-xantho-ctrorne.
Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan. adanya
kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya
empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena ameba

b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Perbedaan Transudat Eksudat
- Kadar protein dalam efusi (g/dl) < 3. > 3.
- Kadar protein dalam efusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
- Kadar LDH dalam efusi (I.U) < 200 > 200
- Kadar LDH dalam efusi
Kadar LDH dalam Serum < 0,6 > 0,6
8

- Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016


- Rivalta negatif positif

Di. samping pemeriksaan tersebut di atas. secara biokimia diperiksakan juga kadar pH dan
glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, artitis reumatoid dan neoplasma.
Kadar amylase ysng meningkat juga dapat ditemukan pada pankreatitis dan metastasis
adenokarsinoma.
c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik penyakit
pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
- Sel neutrofil : Menunjukkan adanya infeksi akut.
- Sel limfosit :Menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis
tuberkulosa atau limfoma malignum
- Sel mesotel :Bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark
paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.
- Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma
- Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid
- Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik
d. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung mikroorganisme,
apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi yang purulen dapat
mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan
dalam cairan pleura adalah : Pneumokok, E. coli, Kleibsiella, Pseudomonas, Entero-bacter.
Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat
menunjukkan yang positif sampai 20%. Ringkasan pemeriksaan laboratorium terhadap cairan
pleura dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Pemeriksaan Laboratorium Terhadap Cairan Pleura

Hitung sel total Hitung diferensial, hitung sel darah merah, sel
jaringan
Protein total Rasio protein cairan pleura terhadap seum > 0,5
menunjukkan suatu eksudat
Laktat dahidrogenase Bila terdapat organisme, menunjukkan empiema
Pewarnaan Gram dan
tahan asam
Biakan Biakan kuman aerob dan anerob, biakan jamur
dan mikobakteria harus ditanam pada lempeng
Glukosa Glukosa yang rendah (< 20 mg/dL) bila gula
darah normal menunjukkan infeksi atau penyakit
reumatoid
Amylase Meningkat pada pankreatitis, robekan esofagus
pH Efusi parapneumonik dengan pH > 7,2 dapat
9

diharapkan untuk sembuh tanpa drainase kecuali


bila berlokusi. Keadaan dengan pH < 7,0
menunjukkan infeksi yang memerlukan drainase
atau adanya robekan esophagus.
Sitologi Dapat mengidentifikasi neoplasma
Hematokrit Pada cairan efusi yang banyak darahnya, dapat
membantu membedakan hemotoraks dari
torasentesis traumatik
Komplemen Dapat rendah pada lupus eritematosus sistemik
Preparat sel LE Bila positif, mempunyai korelasi yang tinggi
dengan diagnosis lupus aritematosus sistemik

Penatalaksanaan Efusi Pleura


Torakosintesis terapeutik
Setiap efusi pleura dapat menyebabkan kesulitan bernafas, sehingga harus dilakukan
drainase terlepas dari penyebabnya dan penyakit penyertanya. Menghilangkan gejala adalah
tujuan utama dari terapi drainase.17 Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai
sarana untuk diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien
dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris
posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura
sebaiknya tidak melebihi 1000 atau 1500 cc pada setiap kali aspirasi. Komplikasi lain
torakosentesis adalah: penumotoraks (paling sering udara masuk melalui jarum), hemotoraks
(karena trauma pada pembuluh darah interkostalis) dan emboli udara yang agak jarang
terjadi.5
Pleurodesis
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi pleura
maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketnya pleura viseralis dan pleura
parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai), bleomisin,
korinebakterium parvum, Tio-tepa, 5-Flourourasil.17
Prosedur pleurodesis sebagai berikut:
Pipa selang dimasukkan pada ruang antar iga dan cairan efusi dialirkan ke luar
secara perlahan-lahan. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar masukkan 500mg tetrasiklin
(biasanya oksitetrasiklin) yang dilarutkan dalam 20cc garam fisiologis ke dalam rongga
pleura, selanjutnya diikuti 20cc garam fisiologis. Kunci selang selama 6 jam dan selama itu
pasien diubah-ubah posisinya, sehingga tetrasiklin dapat didistribusikan ke saluran rongga
pleura. Selang antar iga kemudian dibuka dan cairan dalam rongga pleura kembali dialirkan
keluar sampai tidak ada lagi yang tersisa. Selang kemudian dicabut. Komplikasi tindakan
pleurodesis ini sedikit sekali dan biasanya berupa nyeri pleuritik dan demam.5
Torakostomi
10

Torakostomi memungkinkan untuk dilakukan secara kontinu, untuk drainase cairan


atau udara yang bervolume besar dari rongga pleura. Indikasi untuk dilakukannya
thoracostomy yaitu spontan pneumothorax (khususnya yang gejalanya sangat berat dan
volumenya besar), hemothorax, trauma tembus, cyclothorax. Pada pasien yang asimptomatik
dan keluhannya secara klinis tidak stabil, tidak ada kontraindikasi absolut untuk dilakukannya
thoracostomy.17
Komplikasi Efusi Pleura
1. Infeksi
Efusi pleura juga dapat menyebabkan infeksi. Pengumpulan cairan dalam ruang
pleura dapat mengakibatkan infeksi (empiema primer), dan efusi pleura dapat menjadi
terinfeksi setelah tindakan torasentesis (empiema sekunder). Empiema primer dan
sekunder harus didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah reaksi fibrotik.
2. Atelektasis
Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh
penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam
jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan
suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis
yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan
jaringan fibrosis. Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi dengan
membatasi pengembangan paru.
4. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang
baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini
disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis
yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan
(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
5. Kolaps paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada
sebagian semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.

Prognosis Efusi Pleura


Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari kondisi
itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobatan lebih diniatkan lebih jauh
terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan dini. Efusi
pleura ganas mempunyai prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan hidup rata-rata
11

4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun.Efusi dari kanker yang lebih
responsive terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kanker payudara, lebih mungkin untuk
dihubungkan dengan berkepanjangan kelangsungan hidup, dibandingkan dengan mereka dari
kanker paru-paru atau mesothelioma. Efusi parapneumonia, ketika diakui dan diobati segera,
biasanya dapat disembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik
yang tidak terobati atau tidak tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis
konstriktif.17
Kesimpulan
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penimbunan cairan lebih dari 10-
20 ml di dalam rongga pleura yaitu diantara pleura parietalis dan pleura viseralis. Efusi pleura
merupakan gejala dari penyakit yang mendasarinya sehingga hendaknya dicari penyebab
dasar dari efusi pleura.
12

DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff, Hood dan H. Abdul Mukty. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press.
2. Jeffrey Rubins, MD. 2011. Pleural Effusion. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/299959-overview. [Accessed 12 Agustus 2012].

3. Hanley, Michael E., Carolyn H. Welsh. 2003. Current Diagnosis & Treatment
in Pulmonary Medicine. 1st edition. United States of America: McGraw-Hill Companies.

4. Price, Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

5. Halim, H. 2009. Penyakit-penyakit Pleura, Dalam: Sudoyo Aru W et al (eds). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Cetakan 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,; 2329-2336.

6. Ariyanti, T. 2003. Karakteristik dan Penyebab Efusi Pleura pada Penderita


yang Dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Karyadi Semarang pada
Bulan November Tahun 2002. Available from:
http://eprints.undip.ac.id/7116/1/1629.pdf . [Accessed 12 Agustus 2012].

7. Gleadle, J. 2007. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Efusi Pleura. Jakarta: Erlangga. 163

8. Porcel JM, Light RW. 2006. Diagnostic approach to pleural effusion in adults. Am Fam
Physician 73(7):1211-1220

9. Malueka, Rusdy Ghazali. 2008. Radiologi Diagnostik. Thoraks. Yogyakarta: Pustaka


Cendikia Press. 56 – 57.

10. Broaddus VC, Light RW. 1992. What is the origin of pleural transudates and exudates?
Chest 102:658-9

11. Prakash UB, Reiman HM. Comparison of needle biopsy with cytologic analysis for the
evaluation of pleural effusion: analysis of 414 cases. Mayo Clin Proc. 1985;60(3):158-
164
13

12. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al. 2008.
Pleural Effusion. Available from:
http://www.harrisonspractice.com/practice/ub/view/Harrisons
%20Practice/141277/1.1/pleural_effusion. [Accessed August 8 2012].

13. Vladutiu AO, Brason FW, Adler RH. Differential Diagnosis of Pleural Effusions:
Clinical Usefulness of Cell Marker Quantitation. Chest 79:3; 297-301.

14. Light RW. 2001. Pleural effusion due to pulmonary emboli. CurrOpinPulm Med 7(4):
198-201.

15. Light RW. 2002. Pleural Effusion. N Eng J Med 2002; 346: 1972-77.

16. Rahman NM, Chapman SJ, Davies RJO. 2004. Pleural effusion: a structured approach to
care. Br Med Bull 72 (1): 31-47.

17. Yataco JC, Dweik RA. 2005. Pleural effusions: Evaluation and management.

Anda mungkin juga menyukai