Divisi Pulmonologi
EFUSI PLEURA
Pendahuluan
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penimbunan cairan lebih dari 20
ml di dalam rongga pleura yaitu diantara pleura parietalis dan pleura viseralis. Berdasarkan
data WHO, sekitar 320 dari 100,000 penduduk di dunia menderita efusi pleura. Di Filipina,
kasus efusi pleura ditemukan sebesar 250,000 per tahunnya. Belum terdapat angka prevalensi
yang pasti di Indonesia.
Efusi pleura adalah suatu gejala yang timbul akibat proses patologis lain yang
menjadi penyebab dasarnya. Di negara berkembang, efusi pleura mayoritas disebabkan oleh
tuberkulosis dan parapneumonia. Di negara maju, efusi pleura mayoritas disebabkan oleh
proses keganasan.
Dalam keadaan normal, diperlukan sekitar 10-20 ml cairan pleura yang mengisi
rongga pleura yang dipertahankan oleh keseimbangan gradasi tekanan hidrostatik, tekanan
onkotik, dan tekanan intrapleura. Gangguan pada salah satu komponen saja sudah dapat
mengakibatkan tertimbunnya cairan berlebih dalam rongga pleura. Gangguan pada pembuluh
darah dan limfe di sekitar pleura maupun proses subpleura dapat menjadi suatu penyebab
dasar efusi pleura.
Telah dijelaskan di atas bahwa tuberkulosis adalah penyebab utama efusi pleura pada
negara berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Tuberkulosis adalah suatu infeksi yang
disebabkan oleh Mycobacterium complex. Di Indonesia sendiri, TB adalah pembunuh nomor
satu diantara semua penyakit menular dan penyebab kematian ke-3. Setiap tahun terdapat
539.000 kasus baru tuberkulosis dan 101.000 kematian akibat TB. Resiko penularan setiap
2
tahun(Annual Risk of Tuberculosis Infection= ARTI) di Indonesia cukup tinggi dan bervariasi
antara 1-3%.
Diagnosis efusi pleura dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan foto polos, USG, dan torakosintesis. Efusi pleura harus segera dideteksi agar
dapat segera ditatalaksana karena sesak nafas kronik dapat berlanjut ke atelektasis dan
akhirnya gagal nafas. Oleh karena itu, pemahaman tentang efusi pleura cukup penting untuk
diketahui mengingat daerah Indonesia memiliki insidensi tuberkulosis yang tinggi dan efusi
pleura merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien tuberkulosis.
rongga pleura. Cairan pleura akan segera diresorbsi oleh kapiler dan kelenjar limfe pada
pleura visceralis dan 10-20% cairan, yaitu sekitar 0,13 mL/kgBB tertinggal mengisi rongga
pleura. Pasase ciaran di sini dapat mencapai 1 L per harinya.4,5
Cavum pleura dipertahankan oleh tekanan hidrostatik pleura parientalis 9 cm H2O,
tekanan osmotik pleura viceralis 10 cm H2O, dan produksi cairan 0,1 ml/kgBB/hari. Aliran
cairan dalam rongga pleura diatur oleh hukum Starling Qf=Lp x A[(Pcap-Ppl)-σd(πcap-πpl)]. Hal
ini menunjukkan bahwa penyakit yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik,
penurunan tekanan osmotik, obstruksi kelenjar limfe, atau penurunan tekanan intrapleura
dapat menyebabkan penimbunan berlebih cairan dalam rongga pleura yang disebut dengan
efusi pleura.
Efusi pleura dapat terdiri dari cairan transudat, eksudat, darah, maupun pus. Dalam
beberapa kasus dapat terjadi kombinasi antara keempat cairan. Eksudat adalah cairan
ekstravaskular dengan protein berkonsentrasi tinggi yang terbentuk akibat proses peradangan
dan gangguan drainase limfatik. Inflamasi akan memicu protein dan mediator inflamasi turut
ikut dalam cairan pleura sehingga akan terjadi suatu eksudat. Selain itu, suatu proses
inflamasi dan mesotelioma dapat mendestruksi struktur adhesi dan mengubah bentuk sel
mesotelial pada pleura parietal dan visceral sehingga terjadi ketidakseimbangan dalam proses
produksi dan resorbsi cairan pleura. Di sisi lain, gangguan drainase limfatik misal, obstruksi
akibat keganasan akan menyebabkan protein tidak dapat ikut terreabsorbsi pada kelenjar
limfe di pleura visceral sehingga eksudat akan tertimbun di rongga pleura.
Transudat adalah cairan normal yang berada di rongga pleura berkisar 10-20 ml. Bila
terjadi gangguan pada tekanan hidrostatik, osmotik, maupun onkotik, dapat terjadi
penimbunan cairan transudat berlebih pada rongga pleura. Penyebab terbanyak adalah
peningkatan tekanan hidrostatik vena akibat peningkatan tekanan vena sistemik pada gagal
jantung kongestif. Filtrasi pada pleura parietalis akan meningkat bersamaan dengan
peningkatan tekanan kapiler pulmonal yang akan menurunkan kapasitas resobrsi pembuluh
darah di subpleura visceralis. Akibatnya, efusi pleura transudat bilateral sering terjadi.
Penyebab kedua tersering adalah hipoalbuminemia yang ditandai dengan penurunan tekanan
onkotik darah sehingga gradiensi cairan sulit untuk direabsorpsi oleh kapiler dan pembuluh
limfe di pleura visceralis. Pada kasus tumor intrabdominal dan dialisis peritoneal, cairan
asites masuk ke pleura melalui pori yang tedapat pada diafragma.
Efusi pleura eksudat ini dapat disebabakan oleh proses infeksi virus, bakteri, jamur,
proses obstruksi akibat keganasan, dan penyakit hipersensitivitas (misal, SLE). Penyebab
yang palung sering adalah tuberkulosis paru dan pneumonia. Pada tuberkulosis paru,
tuberkuloprotein dapat menjalar ke rongga pleura baik secara kontinuitatum, hematogen,
4
maupun limfatik. Pada efusi pleura bilateral akibat TB paru, patogenesis penyakit disebabkan
penyebaran secara hematogen maupun limfogen. Pada efusi pleura unilateral akibat TB paru,
patogenesis penyakit diakibatkan oleh pecahnya fokus Gohn atau kaseosa subpleural. Cairan
efusi pleura tuberkulosa berkisar 500-2000 cc dengan dominasi PMN kemudian limfosit, dan
hasil positif Mycobaterium pada kultur.
Efusi parapneumonia adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses
paru atau bronkiektasis. Ada tiga tingkatan/tahap yang berhubungan dengan efusi
parapneumonik yang mungkin saling tumpang tindih. Tahap eksudatif (tahap efusi tanpa
komplikasi), tahap fibropurulent (tahap mulai masuknya kuman/bakteri) dan tahap organisasi
(tahap ketiga menuju empyema). Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel
PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema).
Dalam kasus keganasan, efusi pleura biasanya bilateral karena terjadi invasi
langsung ke kelenjar limfe maupun obstruksi bronkus yang menyebabkan peningkatan
tekanan negatif intrapleura. Selain itu, sel-sel tumor yang tertumpuk juga dapat meningkatkan
permeabilitas pleura terhadap air dan protein. Obstruksi aliran pembuluh darah dan kelenjar
getah bening oleh sel tumor dapat menyebabkan rongga pleura gagal memindahkan cairan
pleura.
Darah di dalam rongga pleura atau hemotoraks terjadi karena cedera di dada,
pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga
pleura, kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian
mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura, atau gangguan pembekuan darah. Pus di
dalam rongga bersifat kronik. Penumpukan cairan limfe pada kavum pleura atau kilotoraks
dapat terjadi pada penakit atresia duktus torasikus, trauma pada leher dan dada, post-operasi
bagian leher, atau obstruksi akibat limfoma.
efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh. Sesak akan berkurang bila pasien
miring ke arah hemitoraks yang sakit. Batuk bersifat non produktif dan ringan namun
tergantung penyebab dari efusi pleura. Gejala-gejala lain yang tampak pada penderita akan
sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Pada inspeksi, toraks depan akan tampak asimetris yaitu
pemcembungan hemitoraks yang sakit. Interkostalis akan melebar, pergerakan pernafasan
menurun pada sisi sakit, dan mediastinum terdorong ke arah kontralateral. Pada palpasi akan
didapatkan stem fremitus pada sisi yang sakit melemah. Pada perkusi akan didapatkan sonor
memendek sampai beda pada sisi yang sakit. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang
pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz,
yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah
ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada auskultasi didapatkan suara nafas
vesikular yang melemah bahkan menghilang pada bagian yang mengalami efusi. Pada
permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
Pemeriksaan Radiologik
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Cairan
dalam pleura kadang-kadang menumpuk menggelilingi lobus paru (biasanya lobus bawah)
dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi parenkim lobus. Dapat juga
menggumpul di daerah para-mediastinal dan terlihat dalam foto sebagai figura interlobaris.
Bisa juga terdapat secara paralel dengan sisi jantung, sehingga terlihat sebagai kardiomegali.
Hal lain yang dapat juga terlihat dalam foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya
mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Tapi bila terdapat atelektasis pada sisi
yang berlawanan dengan cairan, mediastinum akan tetap pada tempatnya. Di samping itu
gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yaitu bila
terdapat jantung yang membesar, adanya masa tumor, adanya lesi tulang yang destruktif pada
keganasan, adanya densitas parenkim yang lebih terang pada pneumonia atau abses paru.
Kadang- kadang sulit untuk membedakan bayangan cairan bebas di pleura dengan adhesi
karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus, cairan
bebas akan mengikuti posisi gravitasi. Efusi pleura dengan cairan 100-300 ml akan
menumpulkan sudut kostrofrenikus, efusi pleura dengan cairan > 300 ml baru akan tampak
radioopak pada lapangan paru, efusi pleura dengan cairan < 100 ml baru akan tempak pada
6
foto lateral dekubitus, dan efusi pleura loculated biasanya kedua pleura akan tampak
menempel di beberapa tempat pada sisi samping dari paru.
Torakosintesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis untuk mengetahui
kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis cairan pleura. Cairan pleural
dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel
darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amilase, laktat dehidrogenase (LDH),
protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
Diagnosis banding Efusi Pleura
Efusi pleura transudatif dan eksudatif dibedakan dengan mengukur laktat dehydrogenase
(LDH) dan tingkat protein pada cairan pleura. Efusi pleura eksudatif ditegakkan apabila
ditemukan minimal 1 dari kriteria berikut, sedangkan efusi pleura transudatif tidak memenuhi
satu pun dari kriteria Lights sebagai berikut:12
1. Protein cairan pleura/serum protein > 0.5
2. LDH cairan pleura/serum LDH > 0.6
3. LDH cairan pleura 2/3 lebih banyak dari pada batas atas normal serum.
Kriteria tersebut salah mengindentifikasi sebanyak 25% efusi pleura transudat
sebagai eksudat. Jika satu atau lebih criteria ditemukan, tetapi pasien secara klinis
menunjukkan efusi pleura transudatif, harus diukur perbedaan tingkat protein serum dan
cairan pleura. Apabila perbedaan lebih dari 3.1 g/dL, kriteria efusi pleura eksudatif di atas
dapat diabaikan karena sebagian pasien tersebut mempunyai efusi pleura transudatif.
Tabel 2.2. Diagnosis Banding Efusi Pleura Transudat12
Penyebab utama efusi pleura adalah gagal jantung kiri. Efusi dapat terjadi karena
peningkatan jumlah cairan pada interstitial paru yang melebihi kapasitas sistem limfatik pada
pleura parietalis untuk membuangcairan. Efusi pleura merupakan tanda umum terjadinya
gagal jantung kongestif.13
Efusi pleura sekunder yang disebabkan oleh hidrotoraks hepatic terjadi pada sekitar
5% pasien sirosis dan asites. Terjadi karena perpindahan cairan peritoneal menuju lubang
kecil pada diafragma ke rongga pleura. Efusi yang terjadi biasanya pada sebelah kanan.12
7
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Perbedaan Transudat Eksudat
- Kadar protein dalam efusi (g/dl) < 3. > 3.
- Kadar protein dalam efusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
- Kadar LDH dalam efusi (I.U) < 200 > 200
- Kadar LDH dalam efusi
Kadar LDH dalam Serum < 0,6 > 0,6
8
Di. samping pemeriksaan tersebut di atas. secara biokimia diperiksakan juga kadar pH dan
glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, artitis reumatoid dan neoplasma.
Kadar amylase ysng meningkat juga dapat ditemukan pada pankreatitis dan metastasis
adenokarsinoma.
c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik penyakit
pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
- Sel neutrofil : Menunjukkan adanya infeksi akut.
- Sel limfosit :Menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis
tuberkulosa atau limfoma malignum
- Sel mesotel :Bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark
paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.
- Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma
- Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid
- Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik
d. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung mikroorganisme,
apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi yang purulen dapat
mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan
dalam cairan pleura adalah : Pneumokok, E. coli, Kleibsiella, Pseudomonas, Entero-bacter.
Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat
menunjukkan yang positif sampai 20%. Ringkasan pemeriksaan laboratorium terhadap cairan
pleura dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Pemeriksaan Laboratorium Terhadap Cairan Pleura
Hitung sel total Hitung diferensial, hitung sel darah merah, sel
jaringan
Protein total Rasio protein cairan pleura terhadap seum > 0,5
menunjukkan suatu eksudat
Laktat dahidrogenase Bila terdapat organisme, menunjukkan empiema
Pewarnaan Gram dan
tahan asam
Biakan Biakan kuman aerob dan anerob, biakan jamur
dan mikobakteria harus ditanam pada lempeng
Glukosa Glukosa yang rendah (< 20 mg/dL) bila gula
darah normal menunjukkan infeksi atau penyakit
reumatoid
Amylase Meningkat pada pankreatitis, robekan esofagus
pH Efusi parapneumonik dengan pH > 7,2 dapat
9
4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun.Efusi dari kanker yang lebih
responsive terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kanker payudara, lebih mungkin untuk
dihubungkan dengan berkepanjangan kelangsungan hidup, dibandingkan dengan mereka dari
kanker paru-paru atau mesothelioma. Efusi parapneumonia, ketika diakui dan diobati segera,
biasanya dapat disembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik
yang tidak terobati atau tidak tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis
konstriktif.17
Kesimpulan
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penimbunan cairan lebih dari 10-
20 ml di dalam rongga pleura yaitu diantara pleura parietalis dan pleura viseralis. Efusi pleura
merupakan gejala dari penyakit yang mendasarinya sehingga hendaknya dicari penyebab
dasar dari efusi pleura.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Alsagaff, Hood dan H. Abdul Mukty. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press.
2. Jeffrey Rubins, MD. 2011. Pleural Effusion. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/299959-overview. [Accessed 12 Agustus 2012].
3. Hanley, Michael E., Carolyn H. Welsh. 2003. Current Diagnosis & Treatment
in Pulmonary Medicine. 1st edition. United States of America: McGraw-Hill Companies.
4. Price, Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Halim, H. 2009. Penyakit-penyakit Pleura, Dalam: Sudoyo Aru W et al (eds). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Cetakan 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,; 2329-2336.
7. Gleadle, J. 2007. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Efusi Pleura. Jakarta: Erlangga. 163
8. Porcel JM, Light RW. 2006. Diagnostic approach to pleural effusion in adults. Am Fam
Physician 73(7):1211-1220
10. Broaddus VC, Light RW. 1992. What is the origin of pleural transudates and exudates?
Chest 102:658-9
11. Prakash UB, Reiman HM. Comparison of needle biopsy with cytologic analysis for the
evaluation of pleural effusion: analysis of 414 cases. Mayo Clin Proc. 1985;60(3):158-
164
13
12. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al. 2008.
Pleural Effusion. Available from:
http://www.harrisonspractice.com/practice/ub/view/Harrisons
%20Practice/141277/1.1/pleural_effusion. [Accessed August 8 2012].
13. Vladutiu AO, Brason FW, Adler RH. Differential Diagnosis of Pleural Effusions:
Clinical Usefulness of Cell Marker Quantitation. Chest 79:3; 297-301.
14. Light RW. 2001. Pleural effusion due to pulmonary emboli. CurrOpinPulm Med 7(4):
198-201.
15. Light RW. 2002. Pleural Effusion. N Eng J Med 2002; 346: 1972-77.
16. Rahman NM, Chapman SJ, Davies RJO. 2004. Pleural effusion: a structured approach to
care. Br Med Bull 72 (1): 31-47.
17. Yataco JC, Dweik RA. 2005. Pleural effusions: Evaluation and management.