Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA
DI RUANG CAMAR RS IDAMAN BANJARBARU

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stage Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

PEMBIMBING
Preseptor Akademik : Dessy Harianti, Ns.,M.Kep
Preseptor Klinik : Wienda Faulina, S.Kep.,Ns

DI SUSUN OLEH
Siti Arjumiwati, S.Kep
NPM. 2114901210162

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2022
LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA

I. Konsep Penyakit
A. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan
visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil
cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dan dapat mengancam jiwa penderita.Efusi
pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah berlebihan dalam rongga
pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena tuberkulosis, neo plasma atau
karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan infeksi virus maupun bakteri (Ariyanti, 2003).
B. Etiologi
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium)
dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,pneumonia, virus),
bronkiektasis,abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana
masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di indonesia 80% karena tuberculosis.
3. Penyebab lain dari efusi pleura adalah:
a. Gagal jantung
b. Kadar protein yang rendah
c. Sirosis
d. Pneumonia
e. Tuberculosis
f. Emboli paru
g. Tumor
h. Cidera di dada
i. Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin klorpromazin, nitrofurantoin,
bromokriptin, dantrolen, prokarbazin).
j. Pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.

2
C. Tanda gejala
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan
cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosis), banyak keringat, batuk.
3. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul
ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan
semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita
tidak menunjukkan gejala sama sekali.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
- Batuk
- Pernafasan yang cepat
- Demam
- Cegukan
D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga
pleura.Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura
parietalis sebesar 9 cm H2O. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena
adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini
diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%)
mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter per hari.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan
antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi,
perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung).
Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura.Transudat
misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan
hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat
disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler
sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi cairan ini juga mengandung banyak sel

3
darah putih. Sebaliknya transudate kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat
jenisnya rendah.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Rontgen Dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi
pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor.
3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit,
sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi,
dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. 
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab
dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
7. Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi
dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya
cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau
PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP
atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah
didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan jarum,
tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan
seperti:

4
a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase, pH, dan
glucose.
b. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan terjadi
infeksi bakteri
c. Pemeriksaan hitung sel
8. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan apakan cairan
tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh
faktor sistemik yang mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan
pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan
efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru,
pneumonia bakteri, infeksi virus, dan keganasan.
F. Komplikasi
1. Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
2. Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
3. Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari alveoli
masuk ke vena pulmonalis)
4. Laserasi pleura viseralis
G. Penatalaksanaan
1. Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang dilanjutkan dengan
pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi ditujukan pula untuk melakukan
aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan pada alat-alat
mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum
penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah cairan
pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita. Komplikasi yang dapat
timbul dengan tindakan aspirasi :
a. Trauma                                               
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai pembuluh darah,
saraf atau alat-alat lain disamping merobek pleura parietalis yang dapat menyebabkan
pneumothorak.
b. Mediastinal Displacement

5
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan pleura tersebut.
Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan bergesernya kembali struktur
mediastinal.  Tekanan negatif yang berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur
mediastinal kepada struktur semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan
perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan pada hemodinamik.
c. Gangguan keseimbangan  cairan, Ph, elektroit, anemia dan hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat menimbulkan tiga
pengaruh pokok :
1) Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang dapat menyebabkan
anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolit dalam tubuh.
2) Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum  pleura  yang negatif sebagai faktor
yang menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih banyak
3) Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.
2. Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan maka akan
terjadi kembali pembentukan cairan.
3. Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang kontraversi juga
mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan  pembentukan cairan karena malignancy  adalah
karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic misalnya
tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine 
atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak
menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula menimbulkan gangguan
fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang berulang kali, dikenal ula berbagai cara
lainnya yaitu :
4. Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan WSD atau
dengan suction dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah :
a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura.
b. Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.

6
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena pengambilan cairan
pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan oedema paru
yang ditandai dengan batuk dan sesak. Kerugian :
1) Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan pleura.
2) Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
3) Dapat terjadi pneumothoraks.
5. Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena kerusakan aliran
limphe dari fibrosis.Akan tetapi beberapa publikasi terdapat laporan berkurangnya cairan
setelah radiasi pada tumor mediastinum.
H. Pathway
Pneumotoraks (udara terdapat didalam rongga pleura)

Infeksi masuk ke menghambat drainase tekanan osmotik


rongga pleura limfatik plasma

peradangan permukaan tekanan kapiler paru transudasi cairan


pleura meningkat intravaskuler

permeabilitas vaskuler tekanan hidrostatik edema

transudasi Efusi pleura cavum pleura

Penumpukan cairan dalam rongga pleura

Ekspansi paru menurun peningkatan O2 & CO2

Frekuensi paru menurunnya suplai O2

Pola nafas tidak efektif Sesak nafas Ggn. Pertukaran gas

Nyeri dada Nafsu makan menurun

Ggn. Pemenuhan kebutuhan nutrisi

7
II. Rencana asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1. Pemeriksaan fisik : data focus
a. Status Kesehatan Umum 
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum,
ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap
petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan
pasien.
b. Sistem Respirasi
a) Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan
ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
b) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.
Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal
pada dada yang sakit.
c) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak
mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis
lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang
jelas di punggung.
d) Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin
ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru,
mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan.
c. Sistem Cardiovasculer
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada
linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya pembesaran jantung.
b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill
yaitu getaran ictuscordis.
c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal
ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.

8
d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah
bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta 
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
d. Sistem Pencernaan
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
b) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35kali
per menit.
c) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah 
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah
hepar teraba.
d) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan
suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
e. Sistem Neurologis
a) Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan
GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma
b) Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
c) Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, 
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
f. Sistem Muskuloskeletal
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
b) Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refiltime.
c) Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
g. Sistem Integumen
a) Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada
pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem
transport O2.
b) Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat
hidrasi seseorang.

9
B. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1.Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan
musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi
2.Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi
paru, kerusakan membran alveolar kapiler
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan 
penurunan keinginan makan sekunder akibat dyspnea

C. Perencanaan Keperawatan
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Pola Nafas tidak NOC : NIC :
efektif b.d penurunan Respiratory status : Ventilation Airway Management
ekspansi paru Respiratory status : Airway patency     -Buka jalan nafas, guanakan teknik
(akumulasi Vital sign Status chin lift atau jaw thrust bila perlu
udara/cairan)     -Posisikan pasien untuk
gangguan Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
musculoskeletal, -Mendemonstrasikan batuk efektif dan    -Identifikasi pasien perlunya
nyeri/ansietas, proses suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis pemasangan alat jalan nafas buatan
inflamasi dan dyspneu (mampu mengeluarkan    -Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sputum, mampu bernafas dengan mudah,    -Keluarkan sekret dengan batuk atau
tidak ada pursed lips) suction
-Menunjukkan jalan nafas yang paten    -Auskultasi suara nafas, catat adanya
(klien tidak merasa tercekik, irama nafas, suara tambahan
frekuensi pernafasan dalam rentang   - Berikan pelembab udara Kassa basah
normal, tidak ada suara nafas abnormal) NaCl Lembab
-Tanda Tanda vital dalam rentang normal   - Atur intake untuk cairan
(tekanan darah, nadi, pernafasan) mengoptimalkan keseimbangan.
  - Monitor respirasi dan status O2

*Terapi Oksigen
  -Bersihkan mulut, hidung dan secret
trakea
  - Pertahankan jalan nafas yang paten
  - Atur peralatan oksigenasi
  - Monitor aliran oksigen
  - Pertahankan posisi pasien
  - Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
 -  Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

*Vital sign Monitoring


  -Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
  -Catat adanya fluktuasi tekanan darah
  -Monitor kualitas dari nadi
  -Monitor frekuensi dan irama
pernapasan

10
  -Monitor suara paru
  -Monitor pola pernapasan abnormal
  -Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
  -Monitor sianosis perifer
  -Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
  -Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
2 Gangguan pertukaran NOC : NIC :
gas berhubungan Respiratory Status : Gas exchange Respiratory Monitoring
dengan penurunan Respiratory Status : ventilation     -Monitor rata – rata, kedalaman, irama
kemampuan ekspansi Vital Sign Status dan usaha respirasi
paru, kerusakan     -Catat pergerakan dada,amati
membran alveolar Kriteria Hasil : kesimetrisan, penggunaan otot
kapiler -Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi tambahan, retraksi otot supraclavicular
dan oksigenasi yang adekuat dan intercostal
-Memelihara kebersihan paru paru dan     -Monitor suara nafas, seperti dengkur
bebas dari tanda tanda distress pernafasan    -Monitor pola nafas : bradipena,
-Mendemonstrasikan batuk efektif dan takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis cheyne stokes, biot
dan dyspneu (mampu mengeluarkan    -Catat lokasi trakea
sputum, mampu bernafas dengan mudah,    -Monitor kelelahan otot diagfragma
tidak ada pursed lips) (gerakan paradoksis)
-Tanda tanda vital dalam rentang normal    -Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
   -Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi
pada jalan napas utama
   -auskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnya

3 Ketidakseimbangan NOC : NIC :


nutrisi kurang dari Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutrition Management
kebutuhan tubuh Kriteria Hasil : -Kaji adanya alergi makanan
berhubungan dengan  -Adanya peningkatan berat badan sesuai -Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
penurunan keinginan dengan tujuan menentukan jumlah kalori dan nutrisi
makan sekunder akibat -Berat badan ideal sesuai dengan tinggi yang dibutuhkan pasien.
dyspnea badan -Anjurkan pasien untuk meningkatkan
-Mampu mengidentifikasi kebutuhan intake Fe
nutrisi -Anjurkan pasien untuk meningkatkan
-Tidak ada tanda tanda malnutrisi protein dan vitamin C
-Tidak terjadi penurunan berat badan yang -Berikan substansi gula
berarti -Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
-Berikan makanan yang terpilih
( sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
-Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
-Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kaloriBerikan informasi tentang

11
kebutuhan nutrisi
-Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

III. Daftar Pustaka


Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8,
Penerbit RGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.
Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.

12
Banjarbaru , 12 Mei 2022

Preseptor Akademik Ners Muda

( Dessy Hadrianti, Ns., M.Kep ) ( Siti Arjumiwati, S.Kep)

13

Anda mungkin juga menyukai