Anda di halaman 1dari 67

REFERAT

FRAKTUR TULANG PANJANG

Disusun oleh :

Ratu Bionika 1102018044

Dokter Pembimbing :

dr. Dewi Ariyani, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK
RADIOLOGI RSUD KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE – 30 APRIL 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….....1
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3
2.1. Anatomi Tulang Panjang...............................................................................................3
2.2. Definisi dan Etiologi...................................................................................................14
2.3. Epidemiologi..............................................................................................................16
2.4. Patofisiologi................................................................................................................17
2.5. Klasifikasi...................................................................................................................19
2.6. Manifestasi klinis........................................................................................................33
2.7. Diagnosis.....................................................................................................................34
2.8. Tatalaksana..................................................................................................................36
2.9. Komplikasi..................................................................................................................40
3. Fraktur Tulang Panjang..............................................................................................41
3.1. Fraktur Humerus........................................................................................................41
3.2. Fraktur Radius dan Ulna.............................................................................................44
3.3. Fraktur Femur.............................................................................................................57
3.4. Fraktur Tibia dan Fibula.............................................................................................63
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................67

1
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat


pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-
2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena
kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO,
juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar
korbannya adalah remaja atau dewasa muda. 1

Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau tulang rawan


bisa komplet atau inkomplet atau diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh gaya yang
melebihi elastisitas tulang. Kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder
terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis.
Penegakan diagnosis fraktur dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, yang ditunjang
dengan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan pencitraan diperlukan untuk membantu
menegakkan diagnosis fraktur dan mengevaluasi komplikasi yang terjadi dalam rangka
menunjang pengambilan keputusan terapi pada pasien. 1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Tulang Panjang

Tulang panjang merupakan tulang yang terdiri dari poros/batang dan dua ujung,
serta strukturnya lebih panjang dibanding lebarnya. Tulang panjang memiliki lapisan
luar yang tebal terdiri dari bagian kompakta dan bagian dalam yaitu kavitas medulla
yang terdiri dari sumsum tulang. Ujung dari tulang panjang terdiri dari bagian
spongiosa dan line epifisis. Linea epifisis merupakan area yang terdiri dari jaringan
hialin yang berguna untuk pemanjangan tulang pada masa kanak-kanak. Pada anak-
anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah
pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa,
sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan
memanjang tulang akan berhenti. Tulang panjang terdiri dari Humerus, Radius, Ulna,
Femur, Tibia dan Fibula. 2

Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan
bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih lebar
dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis, sedangkan
diafisis merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi
primer.Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang
mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses
pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai
arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan
berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah. 2

3
Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk tulang panjang
dan terletak pada brachium. Humerus berartikulasi dengan scapula di proksimal dan
dengan radius ulna di distal. Humerus dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proksimal
humeri, shaft humeri dan distal humeri

1. Proksimal Humeri

Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan dilapisi oleh
tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang berartikulasi dengan
kavitas glenoidalis yang merupakan bagian scapula. Arah caput humeri serong
mediosuperior dan sedikit posterior. Caput humeri dipisahkan dengan struktur di
bawahnya oleh collum anatomicum Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut
tuberculum majus dan tuberculum minor. Tuberculum majus mengarah ke lateral dan
melanjutkan diri ke distal sebagai crista tuberculi majoris. Tuberculum minor
mengarah ke anterior dan melanjutkan diri sebagai crista tuberculi minoris. Di antara
kedua tuberculum serta crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis yang dilapisi
tulang rawan dan dilalui tendon caput longum m. bicipitis.

2. Shaft humeri

Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga. Permukaan shaft


humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies anterior lateralis dan
facies posterior. Pertemuan facies anterior medialis dengan facies posterior
membentuk margo medialis. Margo medialis ke arah distal makin menonjol dan
tajam sebagai crista supracondilaris medialis. Pertemuan facies anterior lateralis
dengan facies posterior membentuk margo lateralis. Margo lateralis ini juga ke arah
distal makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris lateralis. 3
Dipertengahan sedikit proksimal facies anterior lateralis didapatkan tuberositas
deltoidea. Di posterior dari tuberositas deltoidea dan di facies posterior humeri

4
didapatkan sulcus nervi radialis (sulcus spiralis) yang berjalan superomedial ke
inferolateral. Foramen nutricium didapatkan dekat margo medialis dan merupakan
lubang masuk ke canalis nutricium yang mengarah ke distal.

3. Distal humeri

Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaft humeri. Margo
medialis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis berakhir
sebagai epicondilus medialis. Demikian pula margo lateralis yang melanjutkan diri
sebagai crista supracondilaris lateralis berakhir sebagai epicondilus lateralis.
Epicondilus medialis lebih menonjol dibandingkan epicondilus lateralis serta di
permukaan posterior epicondilus medialis didapatkan sulcus nervi ulnaris. Diantara
kedua epicondilus didapatkan struktur yang dilapisi tulang rawan untuk artikulasi
dengan tulang-tulang antebrachii. Struktur ini mempunyai sumbu yang sedikit serong
terhadap sumbu panjang shaft humeri. Struktur ini disebut trochlea humeri di medial
dan capitulum humeri di lateral. Trochlea humeri dilapisi oleh tulang rawan yang
melingkar dari permukaan anterior sampai permukaan posterior dan berartikulasi
dengan ulna. Di proksimal trochlea baik di permukaan anterior maupun di permukaan
posterior didapatkan lekukan sehingga tulang menjadi sangat tipis. Dipermukaan
anterior disebut fossa coronoidea dan di permukaan posterior disebut fossa olecrani.
Capitulum humeri lebih kecil dibandingkan trochlea humeri, dilapisi tulang rawan
setengah bulatan dan tidak mencapai permukaan posterior. Capitulum humeri
berartikulasi dengan radius. Di permukaan anterior capitulum humeri didapatkan
fossa radialis.

5
6
Tulang ulna adalah tulang stabilisator pada lengan bawah, terletak medial dan
merupakan tulang yang lebih panjang dari dua tulang lengan bawah. Ulna adalah
tulang medial antebrachium. Ujung proksimal ulna besar dan disebut olecranon,
struktur ini membentuk tonjolan siku. Corpus ulna mengecil dari atas ke bawah
.
Radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek dari dari
dua tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya meliputi caput pendek, collum, dan

7
tuberositas yang menghadap ke medial. Corpus radii, berbeda dengan ulna, secara
bertahap membesar saat ke distal. Ujung distal radius berbentuk sisi empat ketika
dipotong 9 melintang. Processus styloideus radii lebih besar daripada processus
styloideus ulnae dan memanjang jauh ke distal. Hubungan tersebut memiliki
kepentingan klinis ketika ulna dan/atau radius mengalami fraktur

8
Femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat di tubuh dan amat
penting untuk pergerakan normal. Tulang ini terdiri atas tiga bagian, yaitu femoral
shaft atau diafisis, metafisis proximal, dan metafisis distal. Femoral shaft adalah
bagian tubular dengan slight anterior bow, yang terletak antara trochanter minor
hingga condylus femoralis. Ujung atas femur memiliki caput, collum, dan trochanter
major dan minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan
berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada

9
pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan
ligamen dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang
ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea. Bagian collum, yang menghubungkan
kepala pada batang femur, berjalan kebawah, belakang, lateral dan membentuk sudut
lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang
batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang.
Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan
crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat
tuberculum quadratum.

Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia


licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat
rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian
medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju
tuberculum adductorum pada condylus medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah
dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di
bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan
dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk
daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea. Ujung
bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior
dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan
oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio
genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum
adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis

10
Tibia merupakan tulang panjang pada betis. Panjangnya meliputi bagian
proksimal dan distal, berartikulasi membentuk knee dan ankle joint. Tibia merupakan
tulang terbesar kedua pada tubuh manusia setelah femur. Hal ini disebabkan untuk
menyokong fungsinya sebagai weight bearer. Pada bagian proksimal, Tibia terlihat
melebar ditambah bagian kondilus medial dan lateral untuk memaksimalkan fungsi

11
utamanya. Kedua kondilus membentuk suatu permukaan yang datar, sering disebut
sebagai Tibial Plateau. Struktur ini berartikulasi dengan kondilus femur yang
membentuk artikulasi mayor dalam knee joint. Regio yang terletak diantara kedua
kondilus disebut sebagai Eminensia Interkondilar. Region ini terdiri dari dua
tuberkulus dan area yang kasar. Area tersebut merupakan lokasi utama insersi dari
ligament dan meniskus knee joint. Tuberkulus interkondilar berhubungan ke femur
melalui fossa interkondilar femur. Poros dari Tibia memiliki tiga batas dan tiga
permukaan; anterior, posterior dan lateral. Pada batas anterior ditandai dengan
Tuberositas Tibia, bagian ini menonjol dan rawan terhadap cidera. Permukaan
posteror dibatasi oleh Linea Solealis, yaitu sebagai origo M. Soleus. Batas lateral
merupakan insersi membrane interossea yang menghubungkan tibia dan fibula.
Bagian distal dari tibia memiliki struktur yang sama dengan bagian proksimal, yaitu
melebar. Terdapat proyeksi tulang yang merupakan lanjutan dari bagian medial,
disebut sebagai malleolus medial. Malleolus medial berartikulasi dengan Os. Tarsalis
11 untuk membentuk bagian ankle joint

Pada bagian lateral terdapat takik tempat perhubungan fibula dengan tibia
yang disebut sebagai fibular notch. Fibula, bersamaan dengan Tibia membentuk
tulang kaki. Fibula terletak lateral dari Tibia dan lebih kurus. Fibula tidak memiliki
artikulasi dengan femur. Fungsinya adalah sebagai tempat melekatnya otot-otot dan
bukan sebagai weight bearer. Pada bagian proksimal, fibula memiliki kaput yang
membesar untuk berartikulasi dengan kondilus lateralis tibia. Poros fibula memiliki
tiga permukaan; anterior, lateral dan posterior. Pada bagian distal, permukaan lateral
berlanjut dan dinamakan Malleolus Lateral. Malleolus Lateral lebih menonjol
dibandingkan malleolus medial dan dapat di palpasi pada sisi lateral kaki

12
13
2.2. Definisi dan Etiologi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada
lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa
trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan
tulang klavikula atau radius distal patah. Akibat trauma pada tulang bergantung pada
jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul
yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang
yang disebut patah 3 tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi
dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi3

Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu


retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot
dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak
mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur
yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna
sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur
lengkap. 4

Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat dibedakan


menjadi:

a. Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

14
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan
fraktur klavikula
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak 5

b. Fraktur patologik

Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan


:
1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul salah satu proses yang progresif
3) Rakhitis
4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

Menurut (Wahid, 2013) fraktur dapat di sebabkan beberapa hal antara lain
yaitu:

1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patahan melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang yang jauh dari tempat
terjadinya kecelakaan. Biasanya bagian patah adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

15
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sengat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, serta
penarikan.6

2.3. Epidemiologi

Pada tahun 2011, World Health Organization (WHO) mencatat lebih dari
5,6 juta orang meninggal karena kecelakaan lalu lintas dan 1,3 juta orang menderita
fraktur. Insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi salah satunya
adalah insiden fraktur ekstremitas bawah dengan angka prevalensi sebesar 40% dari
insiden kecelakaan yang terjadi. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan tahun 2018, di Indonesia tercatat angka
kejadian fraktur sebanyak 5,5%. Sementara itu, untuk prevalensi cedera menurut
bagian tubuh, cedera pada bagian ekstremitas bawah memiliki prevalensi tertinggi
yaitu 67,9% sedangkan di D.I Yogyakarta sebesar 64,5% 7

2.4. Patofisiologi

Fraktur biasanya disebabkan karena cedera/trauma/ruda paksa dimana


penyebab utamanya adalah trauma langsung yang mengenai tulang seperti kecelakaan
mobil, olah raga, jatuh/latihan berat. Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya
yang menyebabkan fraktur. Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati,
maka tulang mungkin hanya retak saja bukan patah. Selain itu fraktur juga bisa akibat
stress fatique (kecelakaan akibat tekanan berulang) dan proses penyakit patologis.
Perubahan fragmen tulang yang menyebabkan kerusakan pada jaringan dan pembuluh
darah mengakibatkan pendarahan yang biasanya terjadi disekitar tempat patah dan

16
kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut, maka dapat terjadi penurunan
volume darah dan jika COP menurun maka terjadilah perubahan perfusi jaringan.
Selain itu perubahan perfusi perifer dapat terjadi akibat dari edema di sekitar tempat
patahan sehingga pembuluh darah di sekitar mengalami penekanan dan berdampak
pada penurunan perfusi jaringan ke perifer. Akibat terjadinya hematoma maka
pembuluh darah vena akan mengalami pelebaran sehingga terjadi penumpukan cairan
dan kehilangan leukosit yang berakibat terjadinya perpindahan, menimbulkan
inflamasi atau peradangan yang menyebabkan pembengkakan di daerah fraktur yang
menyebabkan terhambatnya dan berkurangnya aliran darah ke daerah distl yang
berisiko mengalami disfungsi neuromuskuler perifer yanng ditandai dengan warna
jaringan pucat, nadi lemah, sianosis, kesemutan di daerah distal.

Nyeri pada fraktur juga dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tertutup
yang mengenai serabut saraf sehingga menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan
nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Kerusakan pembuluh darah kecil atau
besar pada waktu terjadinya fraktur mengakibatkan terjadinya perdarahan hebat yang
menyebabkan tekanan darah menjadi turun, begitu pula dengan suplay darah ke otak
sehingga kesadaran pun menurun yang berakibat syokk hipovolemik.

Ketika terjadi fraktur terbuka yang mengenai jaringan lunak sehingga terdapat
luka dan kman akan mudah masuk sehingga kemungkinan dapat terjadi infeksi
dengan terkontaminasinya dengan udara luar dan lama kelamaan akan berakibat
delayed union dan mal union sedangkan yang tidak terinfeksi mengakibatkan non
union. Selain itu, akibaat dari kerusakan jaringan lunak akan menyebabkan terjadinya
kerusakan integritasa kulit. Sewaktu tulang patah, perdarahan biasanya terjadi di
sekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan

17
peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisasisa sel
mati dimulai. Ditempat patahan terbentuk fibrin (hematoma fraktur) yang berfungsi
sebagai jala-jala untuk melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk
tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi d
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati

Pathway fraktur

18
2.5. Klasifikasi

A. Fraktur menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia
luar dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera, sedangkan
fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Kerusakan

19
jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan derajat
keparahannya 3:

Table 1. Derajat fraktur terbuka menurut Gustillo

Type Batasan
III a Peritosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan
kerusakan jaringan lunak yang luas
III b Kehilangan jaringan lunak yang luas, konaminasi berat,
periosteal striping atau terjadi bone expose
III c Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat
tingkat kerusakan jaringan lunak
Table 2. Klasifikasi lanjutan fraktur terbuka tipe III menurut Gustillo

20
B. Fraktur menurut garis frakturnya , fraktur diklasifikasikan menjadi dua yaitu,
fraktur komplit dan inkomplit.
1. Fraktur komplit, yaitu garis fraktur menyilang atau memotog seluruh tulang
fragmen tulang biasanya tergeser, yaitu:
a) Transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu pangjang tulang atau bentuknya melintang dari tulang.

21
b) Oblique adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana

Gambar Radiologi
garis patahannya membentukFraktur
sudutOblique
terhadap tulang

c) Spiral adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul


akibat torsi ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya
menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.

Gambar Radiologi Fraktur Spiral

22
d) Komunitif adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau
terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.

Gambar Radiologi Fraktur Komunitif

e) Impacted adalah fraktur yang terjadi Ketika dua tulang menumbuk


tulang ketiga yang berada di anataranya, seperti pada satu vertebra
dengan dua vertebra lainnya.

Gambar Radiologi Fraktur Impacted

23
f) Segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada
segmen tulang yang retak ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya
segmen sentral dari suplai darah.

Gambar Radiologi Fraktur Segmental

g) Fraktur intra-artikuler adalah fraktur yang mengenai permukaan


sendi.

24
2. Fraktur inkomplit, yaitu meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi
tulang.
a) Greenstick adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak
lengkap dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga
periosterum. Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak-anak.

Gambar Radiologi Fraktur Greenstick

b) Buckle/torus adalah fraktur yang Ketika tulang patah tidak sampai


memisahkan dua sisi tulang, pad akonsisi ini sisi tulang yan retak
akan menonjol.

25
c) Fraktur bowing, yaitu fraktur pada tulang Panjang diakibatkan oleh
gaya deformasi yang menekuk tulang mirip dengan busur panah
(bow).

Gambar Radiologi Fraktur Bowing

C. Berpindahnya fragmen tulang dari tempatnya semula disebut displacement.


Displacement ini dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Aposisi/Displacement
Aposisi merupakan suatu keadaan dimana fragmen tulang mengalami
perubahan letak sehingga terjadi perubahan dalam kontak antara fragmen
tulang proksimal dan distal. Pada pemeriksaan radiologik, aposisi dinyatakan
dalam persentase kontak antara fragmen proksimal dan distal. Jadi, misalnya

26
dari hasil pemeriksaan rontgen terlihat bahwa tidak ada kontak sama sekali
antara permukaan fragmen proksimal dengan distal maka dinyatakan aposisi
0%, disebut juga aposisi komplet. Kalau kontak mash terjadi disebut aposisi
parsial, misalnya aposisi 80%, berarti 80% permukaan fragmen proksimal
masih kontak dengan fragmen distal.
2. Alignment/angulation
Alignment merupakan suatu kondisi miringnya fragmen tulang Panjang
sehingga arah aksis longitudinalnya berubah. Apabila antara aksi longitudinal
fragmen proksimal dan distal membentuk sudut maka disebut
angulasi. Pada pemeriksaan radiologi, angulasi ini dinyatakan dalam derajat.

Gambar Radiologi Angulation

27
3. Rotasi
Rotasi adalah berputarnya fragmen tulang pada aksis longitudinalnya
misalnya fragmen distal mengalami perputaran terhadap fragmen proksimal.

4. Length (Panjang)
Length dapat dibagi menjadi 2, yaitu overlapping (tumpang tindihnya tulang)
yang menyebabkan pemendekan (shortening) tulang serta distraksi yang
menyebabkan tulang memanjang.

D. Satu bentuk fraktur yang khusus pada anak adalah fraktur yang mengenai
cakram pertumbuhan. Fraktur yang mengenai cakram epifisis ini perlu

28
mendapat perhatian khusus karena dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan.
Fraktur cakram epifisis ini dibagi menjadi lima tipe, yaitu:

Type 1 Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis, tetapi periosteumnya
masih utuh
Type 2 Periosteum robek di satu sisi sehingga episfisis dan cakram episfisis
lepas sama seklai dari metafisis
Type 3 Fraktur cakram episfisis yang melalui sendi
Type 4 Terdapat fragmen fraktur yang garis patahnya tegak lurus cakram
epifisis
Type 5 Terdapat kompresi pada sebagaian cakram epifisis yang
menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut.

29
E. Fraktur pada bagian lengan bawah
1. Fraktur Galeazzi adalah fraktur 1/3 media-distal dari sepertiga radius yang
terkait dengan dislokasi atau sublukasi sendi radioulnar distal (DRUJ)

Gambar Radiologi Fraktur Galeazzi

2. Fraktur monteggia adalah fraktur 1/3 proksimal ulna disertai dislokasi


kapitulum radius ke anterior, namun dislokasi ini juga dapat terjadi ke lateral
dan posterior.

30
3. Fraktur Colles adalah fraktur radius distal dengan komunisis dorsal, angulasi
dorsal, perpindahan dorsal, pemendekan radial, dan fraktur terkait dari styloid
ulnaris.

Gambar Radiologi Fraktur Moneteggia

Gambar Radiologi Fraktur Colles

4. Fraktur Smith adalah eponym untuk fraktur ekstraartikular dari radius distal
yang menampilkan perpindahan volar atau angulasi dari fragmen distal.

31
2.6. Manifestasi klinis

Menurut (Smeltzer & Bare, 2002) tanda dan gejala fraktur antara lain:

a. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi
fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas rotasional,
atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas
yang nyata.
b. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada lokasi
fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur
d. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan
lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur,
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien. Nyeri
biasanya terus-menerus, meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena
spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
f. Ketegangan
Ketegangann diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cederaa yang terjadi
g. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena hilangnya
fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi
dari cedera saraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi

32
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah atau gesekan atar fragmen
fraktur.
i. Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vaskular
yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba
nadi pada daerah distal dari fraktur

2.7. Diagnosis

Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di
bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan fungsi
muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan
neurovaskuler. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnose fraktur dapat
ditegakkan walaupun jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan.

1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian)
dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera
atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia
konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni inspeksi / look:
deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak. Palpasi / feel
(nyeri tekan, krepitasi). Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu
diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut,
meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri,
efusi, dan krepitasi . Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi

33
aretri, warna kulit, pengembalian cairan kapler, sensasi.

3. Pemeriksaan gerakan / moving


Pemeriksaan gerakan dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi
yang berdekatan dengan lokasi fraktur. Dilakukan dengan cara mengajak
pasien untuk menggerakan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari
daerah yang mengalami trauma. Pada pasien dengan fraktur, setiap gerakan akan
menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara
kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak
seperti pembuluh darah dan saraf

4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Radiologis Diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi, serta


ekstensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak
sebelumnya, maka sebaiknya mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk
imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

Tujuan pemeriksaan radiologis :


- Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
- Untuk konfirmasi adanya fraktur
- Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya - Untuk menentukan teknik pengobatan
- Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
- Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstraartikuler
- Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
- Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

34
Foto Rontgen harus memenuhi beberapa syarat (rule of two)8;

 Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan sekurang-
kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique).
 Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau angulasi.
Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau
suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur keduanya
harus disertakan dalam foto sinar-X.
 Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto pada
tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.
 Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat. Karena itu
bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar-X pada
pelvis dan tulang belakang.
 Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu, sebagai
akibat resorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat
memudahkan diagnosis.

2.8. Tatalaksana

Menurut Smeltzer & Bare (2002), prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi,
immobilisasi, dan pengembalian fungsi atau rehabilitasi.9

35
1. Reduksi Fraktur

Reduksi fraktur atau setting tulang berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajaran dan rotasi anatomis. Reduksi dilakukan segera untuk mencegah
jaringan lunak kehilangan elastisitas akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Terdapat tiga metode reduksi fraktur yaitu:

a) Reduksi Tertutup
Fragmen tulang dikembalikan ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstemitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai
atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menstabilkan
ekstremitas untuk penyembuhan tulang.
b) Traksi
Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan immobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
c) Reduksi Terbuka
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Alat fiksasi interna berupa
pin, kawat, skrup, plat, paku atau batangan digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dengan pendekatan bedah.

2. Immobilisasi

Fraktur Immobilisasi dilakukan untuk mempertahankan posisi dan mensejajarkan


fragmen tulang sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu dan pin.

3. Mempertahankan dan Mengembalikan Fungsi/ Rehabilisasi

36
Upaya diarahkan untuk penyembuhan tulang dan jaringan lunak. reduksi dan
immobilisasi dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (misalnya
pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan dan gerakan) dipantau.
Ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan. Latihan isometric dan
setting otot diusahakan untuk menimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas sehari-hari diusahakan untuk
mengembalikan kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diharapkan sesuai batasan terapeutik

Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang yaitu:


(1) Fase 1: inflamasi,
(2) Fase 2: proliferasi sel,
(3) Fase 3: pembentukan dan penulangan kalus (osifikasi),
(4) Fase 4: remodeling menjadi tulang dewasa.

1) Inflamasi

Respons tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respons apabila ada
cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan
pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami
devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan
diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan membersihkan daerah
tersebut dari zat asing. Pada saat ini terjadi inflamasi, pembengkakan, dan nyeri.
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri.

2) Proliferasi sel

Dalam sekitar lima hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk

37
benang-benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk revaskularisasi,
serta invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari
osteosit, sel endostel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan
ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum tampak pertumbuhan
melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal
pada tempat patah tulang. Namun, gerakan yang berlebihan akan merusak
struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial
elektronegatif.

3) Pembentukan kalus

Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai


sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan
dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan serat tulang imatur. Bentuk kalus dan
volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung
berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga
sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau
jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi digerakkan.
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu
patah tulang melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terus-menerus
ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus
tetap bersifat elektronegatif. Pada patah tulang panjang orang dewasa normal,
penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan.

4) Remodeling

Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling

38
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung pada
beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan stres fungsional
pada tulang (pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus). Tulang
kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat dari pada tulang
kortikal kompak, khusunya pada titik kontak langsung. Ketika remodeling telah
sempurna, muatan permukaan pada tulang tidak lagi negatif. Proses
penyembuhan tulang dapat dipantau dengan pemeriksaan sinar X. Imobilisasi
harus memadai sampai tanda-tanda adanya kalus tampak pada gambaran sinar X

2.9. Komplikasi

Komplikasi fraktur menurut (Jong, 2010) diantaranya yaitu 10:

a. Komplikasi awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi,CRT
(capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal, hematom melebar dan
dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting, perubahan
posisi pada bagian yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.

2) Sindrome kompartemen
Kompikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, pembuluh darah
dalam jaringan parut. Ini di sebabkan oleh edem atau perdarahan yang menekan otot,
sraf, pembuluh darah atau tekanan luar seperti gips, pembebatan dan penyangga.
Perubahan fisiologis sebagai akibat dari peningkatan tekanan kompartemen yang
seringkali terjadi adalah iskemi dan edema.

39
3) Fat embolism syndrome (FES)
Fat embolism syndrome merupakan suatu sindrom yang mengakibatkan komplikasi
serius pada fraktur tulang panjang, terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah
menurun. Ditandai dengan adanya gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi,
takipnea dan demam.

4) Infeksi
Biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka tetapi dapat terjadi juga pada penggunaan
bahan lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF dan OREF) dan plat yang tepasang
didalam tulang. Sehingga pada kasus fraktur resiko infeksi yang terjadi lebih besar
baik karena penggunaan alat bantu maupun prosedur invasif.

5) Nekrosis avaskuler
Aliran darah ketulang rusak atau terganggu sehingga menyebabkan nekrosis tulang.
Biasanya diawali dengan adanya iskemia volkman.

6) Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kepiler
sehingga menyebabkan oksigenasi menurun.

b. Komplikasi lama

1) Delayed union
Merupakan kegagalan fraktur terkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan
ruang untuk menyambung. Ini terjadi karena suplai darah ketulang menurun.

2) Non-union
Komplikasi ini terjadi karena adanya fraktur yang tidak sembuh antara 6 sampai 8

40
bulan dan tidak di dapatkan konsolidasi sehingga terdapat infeksi tetapi dapat juga
terjadi bersama-sama infeksi yang disebut infected pseudoarthosis. Sehingga fraktur
dapat menyebabkan infeksi.

3) Mal- union
Keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya tapi terdapat deformitas (perubahan
bentuk tulang) yang berbentuk angulasi.

3. Fraktur Tulang Panjang

3.1. Fraktur Humerus

1. Fraktur Leher Humeri

Fraktur leher humeri umumnya terjadi pada wanita tua yang telah mengalami
osteoporosis sehingga terjadi kelemahan pada tulang. Mekanisme trauma biasanya
penderita jatuh dan terjadi trauma pada anggota gerak atas.

Klasifikasi: fraktur impaksi dan fraktur dan impaksi,dengan atau tanpa pergeseran.
Pengobatan: pada fraktur impaksi atau tanpa imaksi yang tidak disertai pergeseran
dapat dilakukan terapi konservatif saja dengan memasang mitela dan mobilisasi
segera pada gerak sendi bahu. Bila fraktur disertai dengan pergeseran dapat
dipertimbangkan tindakan operatif. Komplikasi : kekakuan pada sendi ,trauma saraf
yaitu nervus axilaris, diselokai sendi bahu.

41
2. Fraktur tuberkulum mayus humeri

Fraktur dapat terjadi bersamaan dengan dislokasi humeri atau merupakan


fraktur tersendiri akibat trauma langsung di daerah sendi bahu biasanya terjadi pada
orang tua dan umumnya tidak mengalami pergeseran.
Pengobatan fraktur dengan dislokasi humeri direposisi, biasanya fraktur juga terposisi
dengan sendirinya. Pengobtan farktur tanpa pergeseran fragmendengan cara
konservatif. Pada fraktur yang disertai pergeseran fragmen sebaiknya dilakukan
operasi dengan memasang screw. Komplikasi painful syndrome.

3. Fraktur Diafisis

Fraktur diafisis humerus biasanya terjadi pada 1/3 tengah humerus dimana
trauma dapat bersifat memuntir yang menyebabkan fraktur spiral dan bila trauma
bersifat langsung dapat menyebabkan fraktur tranversal, oblik pendek atau
komunutif. Fraktur patologis biasanya terjadi pada 1/3 proksimal humerus. Gambaran
klinis pada fratur humerus ditemukanan pembengkakan, nyeri tekan serta deformitas
pada daerah humerus. Pada setiap fraktur humerus harus diperiksa adanya lesi nervus
radialis terutama pada daerah 1/3 tengah umerus. Pemeriksaan radiologis dapat
ditentukn lokasi dan konfigurasi fraktur.

42
4. Fraktur Supracondylar Humerusi

Fraktur daripada os humerus distal pada bagian supracondylar, salah satu fraktur
paling sering pada anak-anak. Fragmen distal dapat displacement baik ke posterior
atau ke anterior (Mekanisme cedera posterior angulasi atau displacement (95 persen
dari semua kasus) menunjukkan cedera hyperextension, biasanya karena jatuh dengan
posisi lengan hyperextensi. Humerus rusak tepat di atas kondilus. Fragmen distal
terdorong ke belakang dan ( lengan bawah biasanya pronasi) memutar ke dalam.
Ujung bergerigi dari fragmen proksimal bersentuhan ke dalam jaringan lunak
anterior, terkadang melukai arteri brakialis atau saraf medianus. Displacement ke
anterior jarang, biasanya dikarenakan kekerasan langsung (misalnya jatuh tepat pada
bagian siku) pada saat keadaan flexi

43
3.2. Fraktur Radius dan Ulna

Fraktur Olekranon

Klasifikasi
Menurut Colton:
- Undisplaced : < 2mm
- Displaced : avulsi, transverse/oblik, komunitif, fraktur-dislokasi

Mekanisme Trauma
Biasanya penderita jatuh dimana siku dalam posisi fleksi terbentur dengan alas yang
keras. Kecuali itu juga terjadi tarikan otot trisep yang kuat yang akan menyebabkan
tertariknya fragmen olecranon bagian proksimal ke proksimal (avulsi)

Gejala Klinik
Di daerah siku didapatkan pembengkakan, nyeri tekan. Didapatkan cekungan antara
dua fragmen proksimal dan distal olecranon. Lengan bawah tak dapat melakukan
ekstensi.

Radiologi
AP/Lateral jelas tampak, olecranon terpisah jauh.

A: fraktur-dislokasi olecranon anterior


B: fraktur-dislokasi olecranon posterior

44
Fraktur Kepala Radius

Klasifikasi
Menurut Mason
Tipe I : Undisplaced
Tipe II : Displaced (impaksi, depresi, angulasi)
Tipe III : komunitif
Tipe IV : fraktur dengan dislokasi sendi siku

Mekanisme Trauma
Biasanya jatuh posisi siku dalam keadaan ekstensi penuh dan ada gaya abduksi yang
kuat (valgus). Akibatnya terjadi benturan yang kuat antara permukaan konkaf dari
kepala radius. Kedua kartilago tersebut biasanya patah, tetapi kerusakan selalu pada
kepala radius. Patah kepala radius bisa terjadi menjadi beberapa fragmen

Gejala Klinik
Dapat diraba adanya pembengkakan siku karena haemartrosis, rasa sakit yang
progresif, gerakan pronasi dan supinasi terbatas karena sakit, nyeri tekan di daerah
kepala radius.

Radiologi
AP/Lateral pada fraktur kepala radius komunitif cukup jelas terlihat. Pada patah jenis
undisplaced AP/Lateral kadang-kadang masih susah terlihat, perlu ditambah dalam
posisi supinasi dan pronasi.

45
Fraktur Galeazzi

Fraktur Galeazzi adalah fraktur distal radius disertai dislokasi atau subluksasi sendi
sendi radioulnar distal. Radius-ulna dihubungkan oleh jaringan yang kuat yaitu
membrane interosseous. Apabila terjadi salah satu tulang yang patah, dan tulang yang
patah tersebut dislokasi, pasti disertai dislokasi sendi yang berdekatan.

Mekanisme Trauma

46
Biasanya pada anak-anak muda laki-laki, jatuh dengan tangan terbuka menahan
badan dan terjadi pula rotasi. Hal ini menyebabkan patah pada sepertiga distal radius
dan fragmen distal-proksimal mengadakan angulasi ke anterior.

Gejala Klinik
Tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan dapat
diraba tonjolan ujung distal ulna. Bila ringan, nyeri dan dan tegang hanya dirasakan
di darah fraktur; bila berat biasanya terjadi pemendekan lengan bawah.

Radiologi
Pada foto antebrachii AP/Lateral memperlihatkan fraktur radius distal disertai
dislokasi sendi radioulna distal.

Gambar fraktur-dislokasi Galeazzi

47
Fraktur Monteggia

Fraktur Monteggia adalah fraktur sepertiga proksimal ulna yang disertai


dengan dislokasi sendi radio-ulnar proksimal.Sama seperti halnya fraktur Galeazzi,
apabila terjadi salah satu fraktur tulang radius atau ulna disertai dislokasi pasti akan
diikuti oleh dislokasi sendi yang berdekatan. Hal ini disebabkan kedua tulang radius
dan ulna dihubungkan dengan jaringan membrane interosseous.

Klasifikasi
Menurut Klasifikasi Bado
Tipe I : dislokasi anterior kepala radius dengan fraktur diafisis ulna dengan
angulasi anterior
Tipe II : dislokasi posterior/posterolateral kepala radius dengan fraktur diafisis
ulna dengan angulasi posterior
Tipe III : dislokasi patellar/anterolateral kepala radius dengan fraktur metafisis ulna
Tipe IV : dislokasi anterior kepala radius dengan fraktur sepertiga proksimal radius-
ulna

48
Mekanisme Trauma
Terjadi karena trauma langsung. Gaya yang terjadi mendorong ulna ke arah
hiperekstensi dan pronasi. Hal ini menyebabkan fraktur Monteggia tipe ekstensi. Tipe
ini yang paling sering terjadi. Tipe fleksi lebih jarang terjadi dimana gaya mendorong
dari depan ke arah fleksi yang menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke
posterior

Gejala Klinik
Gambaran klinis pada umumnya menyerupai fraktur pada lengan bawah dan apabila
terdapat dislokasi ke anterior, sendi radio-ulnar proksimal akan dapat diraba pada
fossa kubitus.

49
Radiologi
Pada foto antebrachii AP/Lateral jelas memperlihatkan adanya fraktur proksimal ulna
yang disertai dislokasi sendi radiohumeral.

Gambar X-ray Fraktur Monteggia

Fraktur Radius Ulna

Pada ulna dan radius sagat penting gerakan-gerakan pronasi dan supinasi. Untuk
mengatur gerakan ini diperlukan otot-otot supinator, pronator teres dan pronator
kuadratus. Yang bergerak supinasi-pronasi (rotasi) adalah radius.

Mekanisme Trauma
Umumnya trauma yang terjadi pada antebrachii adalah trauma langsung, dimana
radius-ulna patah satu level yaitu biasanya pada sepertinga tengah dan biasanya garis
patahnya transversal. Tetapi bisa pula terjadi trauma tak langsung yang akan
menyebabkan level garis patah pada radius dan ulna tak sama dan bentuk garis
patahnya juga dapat berupa oblik atau spiral.

50
Gejala Klinik
Patah radius ulna mudah dilihat, adanya deformitas di daerah yang patah, bengkak,
angulasi, rotasi (pronasi atau supinasi), pemendekan.

Radiologi
Pada foto antebrachii AP/Lateral jelas terlihat garis patahnya, level garis patahnya
serta dislokasinya.

Fraktur Radius Distal


Fraktur Radius distal paling sering terjadi pada cedera ortopedi, sekitar 74% dari
seluruh cedera lengan bawah dan seperenam dari seluruh kasus fraktur di bagian
kegawatdaruratan; 50% mencakup sendi radiocarpal dan radioulnar. Fraktur ini
terbagi menjadi dua kategori: penderita usia muda yang mengalami cedera
berkekuatan tinggi dan penderita usia tua yang terjatuh.

Klasifikasi
Sistem Klasifikasi Frykman
Tipe I : Fraktur ekstra-artikular

51
Tipe II : Fraktur ekstra-artikular dengan fraktur styloid ulna
Tipe III : Keterlibatan radiokarpal artilkular
Tipe IV : Keterlibatan radiokarpal articular dengan fraktur styloid ulna
Tipe V : Keterlibatan radioulnar
Tipe VI : Keterlibatan radioulnar dengan fraktur styloid ulna
Tipe VII : Keterlibatan radioulnar dan radiokarpal
Tipe VIII : Keterlibatan radioulnar dan radiokarpal dengan fraktur styloid ulna

52
Fraktur distal radius dapat dibagi dalam:

1. Fraktur Colles
2. Fraktur Smith

a. Fraktur Colles

Fraktur terjadi pada metafisis distal radius. Kebanyakan dijumpai pada penderita-
penderita wanita usia > 50 tahun, karena tulang pada wanita setelah usia tersebut
mengalami osteoporosis post menopause.

53
Mekanisme Trauma
Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan dalam
posisi terbuka dan pronasi atau jatuh bertumpu pada telapak tangan dengan tangan
dalam posisi dorsofleksi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis distal radius yang
akan menyebabkan fraktur radius sepertiga distal dimana garis patahnya berjarak 2
cm dari permukaan persendian pergelangan tangan.
Fragmen bagian distal radius terjadi dislokasi ke arah dorsal, radial dan supinasi.
Gerakan ke arah radial sering menyebabkan fraktur avulsi dari processus styloid ulna,
sedangkan dislokasi bagian distal ke dorsal dan gerakan ke arah distal menyebabkan
subluksasi sendi radio ulna distal.

Gejala Klinik
Pada inspeksi bentuk khas yang dapat dilihat seperti sendok makan (dinner fork
deformity). Gambaran ini terjadi karena adanya angulasi dan pergeseran ke dorsal,
deviasi radial, supinasi dan impaksi ke arah proksimal. Gejala-gejala yang lain seperti
lazimnya gejala patah tulang, ada pembengkakan, nyeri gerak, nyeri tekan,
deformitas.

54
Gambar Dinner Fork Deformity

Radiologi
Pada foto antebrachii tampak fraktur distal radius dengan jarak 1 inci dari sendi
pergelangan tangan, angulasi dorsal pada fragmen distal, pergeseran ke dorsal pada
fragmen distal, dan terdapat dengan fraktur prosesus styloideus ulna. Pada gambaran
radiologis juga dapat diklasifikasikan stabil dan tidak stabil. Stabil bila terjadi satu
garis; tidak stabil bila patahnya komunitif.

Gambar X-ray Fraktur Colles

55
b. Fraktur Smith
Lebih jarang terjadi dibandingkan fraktur colles. Kadang-kadang diistilahkan sebagai
reverse colles fracture walaupun tidak tepat. Banyak dijumpai pada penderita laki-
laki muda.

Gambar X-ray Fraktur Smith

Mekanisme Trauma
Penderita jatuh, tangan menahan badan, sedang posisi tangan dalam volar fleksi pada
pergelangan tangan, pronasi. Garis patah biasanya transversal, kadang-kadang
intraartikular.

56
3.3. Fraktur Femur

Fraktur Collum Femur

Biasanya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor
langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma
tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.
Kebanyakan pada fraktur collum ini terjadi pada wanita tua (60 tahun keatas) dimana
tulangnya sudah mengalami osteoporotik. Trauma yang dialami wanita tua ini
biasanya ringan (jatuh kepleset di kamar mandi). Fraktur dapat berupa fraktur
subkapital, transervikal, dan basal, yang kesemuanya terletak di dalam simpai sendi
panggul atau interkapsuler, fraktur intertrokanter dan subtrokanter terletak
ekstrakapsuler.

57
Gambar Fractur collum femur
(A) subcapital
(B) transcervical
(C) basis

Ket : (A) pertrochanter (B) intertrochanter (C) subtrochanter

Pemeriksaan radiologi Diperlukan proyeksi anteoposterior dan lateral, kadang –


kadang diperlukan proyeksi axial. pada proyeksi anteroposterior kadang –kadang
tak jelas ditemukan adanya fraktur (pada kasus yang impacted). Untuk itu perlu
ditambah dengan pemeriksaan proyeksi axial.

Fraktur Subtrochanter Femur

dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah

58
dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :
- tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
- tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
- tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor

Fraktur Batang Femur

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan
lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh
dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan
adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah.
Dibagi menjadi :
1. fraktur femur tertutup
2. fraktur femur terbuka, bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia
luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
- Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya
iakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
- Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan
dari luar.
- Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak
banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

Fraktur Supracondylair Femur

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior,


hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius,

59
biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena
kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan
disertai gaya rotasi.

Fraktur Intercondylair Femur

Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga


umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.

Fraktur Condylair Femur


Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi
disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

Fraktur Supracondylair Femur

60
Fraktur Intercondylair Femur

Fraktur Condylair Femur

61
3.4. Fraktur Tibia dan Fibula

Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya
ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan
sangat tipis pada bagian anterior dan medial dari tulang tibia dan sebagai akibat dari
hal ini, sejumlah besar fraktur tulang terbuka sering terjadi. Tendensi
untuk terjadinya fraktur tibia terdapat pada pasien-pasien usia lanjut yang terjatuh,
Pada pasien-pasien usia muda, mekanisme trauma yang paling sering adalah
kecelakaan kendaraan bermotor

Klasifikasi Fraktur Tibia

Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis atau persendian
pergelangan kaki. Variabel penting pada fraktur dalam mengklasifikasikan fraktur
tibia adalah
 Lokasi anatomi
 Pola fraktur atau pola garis fraktur
 Bersamaan dengan cedera fibula
 Posisi dan jumlah fragmen
 Kerusakan jaringan lunak yang luas

Fraktur Kondiler Tibia

Mekanisme trauma

Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondiler lateralis dari pada medialis serta
fraktur kedua kondiler. Banyak fraktur kondiler tibia terjadi akibat kecelakaan antara

62
mobil dan pejalan kaki di mana bemper mobil menabrak kaki bagial lateral dengan
gaya kearah medial (valgus). Ini menghasilkan fraktur depresi atau fraktur split dari
kondiler lateralis tibia apabila kondiler femur didorong kearah tersebut. Kondiler
medial memiliki kekuatan yang lebih besar, jadi fraktur pada daerah ini biasanya
terjadi akibat gaya dengan tenaga yang lebih besar (varus). Jatuh dari ketinggian akan
menimbulkan kompresi aksial sehingga bisa menyebabkan fraktur pada
proksimal tibia. Pada golongan lanjut usia, pasien dengan osteoporosis lebih mudah
terkena fraktur kondiler tibia berbanding robekan ligamen atau meniscus setelah
cedera keseleo di lutut. Eminentia intrakondiler dapat fraktur bersama robekan
ligamen krusiatum sebagai akibat hiperekstensi atau gaya memutar

Fraktur Diafisis Tibia

Mekanisme trauma

Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan

63
fra,ktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan
menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3
bagian tengah dan 1/3 bagian distal. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit
ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka. Penyebab
utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.

Fraktur Fibula

Malleolus lateral yang terletak pada fibula rawan terhadap fraktur. Terdapat dua cara
utama terjadinya fraktur. Pertama adalah adanya rotasi eksterna berlebihan pada
pergelangan kaki. Tekanan talus terhadap fibula menimbulkan fraktur spiral pada
malleolus lateral. Cara kedua, atau yang lebih jarang terjadi, adalah dengan eversi.
Talus akan menekan malleolus lateral dan fraktur yang disebabkan adalah fraktur
transversal

64
BAB III
KESIMPULAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang. Fraktur berdasarkan ada


tidaknya hubungan antara patahan tulang dibagi atas dua, yaitu fraktur tertutup dan
fraktur terbuka. Fraktur tertutup (simple) yaitu bila kulit yang tersisa diatasnya masih
intak (tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar), sedangkan
fraktur terbuka (compound) yaitu bila kulit yang melapisisnya tidak intak dimana
sebagian besar fraktur jenis ini sangat rentan terhadap kontaminasi dan infeksi.
Fraktur diklasifikasikan berdasarkan garis patah tulang yaitu transversal, spiral, obliq,
dan greenstick. Berdasarkan bentuk patah tulang yaittu komplit dan inkomplit.
Penyebab fraktur bisa karena trauma langsung, tidak langusng, maupun penyakit
patologis.

Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di
bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan fungsi
muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan
neurovaskuler.

Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah meliputi reduksi,


immobilisasi, dan pengembalian fungsi atau rehabilitasi. Agar penanganannya baik,
perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi, baik pada jaringan lunaknya maupun
tulangnya. Gambaran radiologis pada masing-masing fraktur tulang panjang memiliki
jenis foto dan deskripsi yang berbeda. Klasifikasi dari setiap setiap fraktur juga
mempengaruhi derajat keparahan penyakit. Maka dari itu penting bagi seorang klinisi
untuk mengetahui bagaimana gambaran radiologi pada fraktur untuk menentukan
suatu diagnosis.

65
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat WDJ. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Ke-2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2011.
2. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. PT. Yarsif Watampone; 2007.
3. Black, Hawks. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis Untuk Hasil
Yang Diharapkan. Dialihbahasakan Oleh Nampira R. Salemba Emban Patria.;
2014.
4. DiGiulio Mary, Donna Jackson JK. Keperawatan Medikal Bedah. Rapha
publishing; 2014.
5. Jitowiyono, S dan Kristiyanasari W. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Nuha
Medika; 2010.
6. Wahid. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. CV.
Sagung Seto; 2013.
7. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_20
18/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf – Diakses Agustus 2018. Published online
2018.
8. Corso P, Finkelstein E, Miller T, Fiebelkorn I ZE. Incidence and lifetime costs
of injuries in the United States. Inj Prev. Published online 2006.
9. Smeltzer & Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth
Edisi 8. EGC; 2013.
10. Sjamsuhidajat & de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC; 2010.
11. C R. Trauma Pada Tulang Dalam : Pengantar Ilmu Ortopedi. Edisi Ketiga.
Penerbit Yarsif Watampone; 2007.

66

Anda mungkin juga menyukai