Anda di halaman 1dari 13

DYSPHAGIA AND TUBE FEEDING AFTER

STROKE ARE ASSOCIATED WITH POORER


FUNCTIONAL AND MORTALITY
OUTCOMES
KELOMPOK A4 BLOK MULTISISTEM

Shafa Zhafira Arianda                   (1102018038)


Laras Amanda Putri                      (1102018040)
Ratu Bionika W                              (1102018044)
Farsya Umari Latuconsina           (1102018046)
Hanun Hanifah                              (1102018047)
Raihan Rahmat Azzahir                (1102018048)
Amani Ahmad Bawazier               (1102018051)
Safira Qoyyumi                       (1102018052)
Anisa Aliya Nurdin                        (1102018054)
01
Pendahuluan
dan Metode
Pendahuluan

Stroke didefinisikan sebagai disfungsi neurologis mendadak


yang berasal dari gangguan vaskular dengan gangguan fungsi
otak yang berkembang pesat serta berlangsung selama > 24 jam.
Disfagia orofaringeal terjadi pada 65-90% pasien stroke, hal ini
dapat meningkatkan angka morbiditas pasien stroke.
Metode
• Tujuan Penelitian : Untuk melihat hubungan antara disfagia orofaring
pada pasien stroke dengan kapasitas fungsional yang dievaluasi
dengan Modified Rankin Scale (mRs) serta dengan mortalitas 90 hari
setelah stroke

• Penelitian dilakukan pada 201 pasien terkonfirmasi stroke melalui


pemeriksaan klinis dan neuroimaging dengan usia minimal 18 tahun.
02
Hasil
Karakteristik pasien dengan dan tanpa disfagia tampak pada tabel berikut :

Pada hasil, tampak 115 pasien tidak mengalami disfagia, sementara 86 lainnya mengalami disfagia akibat
stroke yang dialami. 46 pasien (53,5%) dari total pasien yang memiliki nilai mRs lebih dari sama dengan 3
mengalami disfagia.
• Penilaian mRs dilakukan 90 hari setelah pasien keluar dari rumah sakit terbagi
menjadi beberapa kategori :

1. skor kurang dari 3 : tidak ada disabilitas fungsional


2. skor lebih dari sama dengan 3 : menunjukan adanya disabilitas fungsional.

• Kemampuan menelan pasien dinilai berdasarkan The Functional Oral Intake


Scale (FOIS) untuk menilai kemampuan seseorang melakukan konsumsi secara
oral :

1. skor 1-3 : pasien memerlukan rute alternatif untuk makan


2. skor 4-5 : pasien mampu diberikan makan secara oral namun perlu modifikasi
konsistensi makanan,
3. skor 6-7 : pasien tidak memerlukan rute alternatif fan modifikasi konsistensi
makanan.
• Hasil menunjukan bahwa 103 pasien (72%) dengan skor FOIS baik (skor 6-7) dimana pasien tidak
memerlukan alternatif rute pemberian nutrisi serta modifikasi konsistensi makanan juga memiliki skor
mRs yang baik (skor mRs <3). Sementara pasien dengan skor FOIS yang buruk (1-3) dimana pasien
memerlukan alternatif rute pemberian makanan menunjukan skor mRs yang buruk pula (skor mRs lebih
dari sama dengan 3).

• Dari seluruh pasien, 24 diantaranya mendapatkan pemberian nutrisi melalui selang nasoenteral, dimana 22
pasien memiliki skor mRs lebih dari sama dengan 3, sementara 2 pasien (1,4%) lainnya memiliki skor mRs
kurang dari 3.
• Dari 24 pasien yang mendapatkan pemberian nutrisi melalui selang nasoenteral, 13 pasien merupakan
pasien yang tidak bertahan hidup setelah 90 hari pasca kondisi stroke. Sementara 11 pasien (6,01%)
lainnya dapat bertahan hingga 90 hari pasca kejadian stroke.

• 59% penyebab kematian diakibatkan oleh kondisi pneumonia, dimana semua pasien mengalami disfagia
dan 90% diantaranya menggunakan selang nasoenteral untuk memasukannutrisi. 86% diantara pasien
yang meninggal akibat penyebab lain juga mengalami disfagia dan 57% diantaranya menggunakan selang
nasoenteral.
 
03
Diskusi
• Disfagia dan penggunaan selang nasoenteral selama rawat inap
berhubungan dengan kecacatan fungsional dan kematian setelah
keluar dari rumah sakit.

• Pasien stroke dengan disfagia lebih banyak terjadi pada usia yang lebih
tua, hal ini disebabkan oleh proses penuaan dapat menurunkan fungsi
menelan, fungsi persepsi pengecapan dan penciuman, pengurangan
fleksibilitas dalam neuromuscular dan penurunan kekuatan otot.
Pada penilaian mRs yang dilakukan 90 hari pasca stroke
menunjukan bahwa mayoritas pasien dengan skor mRs lebih dari sama
dengan 3 menunjukan indikator gangguan menelan dengan skor FOIS
antara 1-3 atau 4-5. Sementara Sebagian besar pasien dengan skor mRs
< 3 menunjukan skor FOIS yang baik yakni 6-7. Hal ini menunjukkan
bahwa keparahan stroke (dinilai dari skor mRs) lebih besar pada pasien
dengan disfagia (skor FOIS 1-3 atau 4-5).
• Pemakaian selang nasoenterik bertujuan untuk memastikan keamanan dan
kemanjuran pemberian makanan oral pada pasien dengan disfagia, namun
penggunaan selang makanan merupakan prediktor komplikasi dan rawat inap
ulang pada pasien stroke.

• Penggunaan selang makanan nasoenteral dapat meningkatkan risiko aspirasi


karena akumulasi sekresi di hipofaring, mengurangi refleks batuk dan
kemampuannya untuk melindungi saluran udara,menetralkan asam lambung,
menyebabkan peningkatan pH dalam lambung dan memungkinkan kolonisasi
bakteri di faring dari migrasi bakteri lambung melalui tabung

Anda mungkin juga menyukai