Anda di halaman 1dari 9

Laporan Jurnal

Blok Sensory Perception


Semester IV

“Effects of neck exercises on swallowing function ofpatients with stroke”

Kelompok 8

Reni Dian Saputri G1D013017


Nur Megawati G1D013008
Siti Khikbayani G1D013011
Setyo Utomo G1D013060
Hizba Ridhaka G1D013034
Ilham Maulana G1D013087
Rusni Gay Tabona G1D013088
Farah Nafila G1D013068
Puspa Rani Dewi G1D013081

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.01. Latar Belakang


Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat dengan tajam. Bahkan, saat ini
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia
(Syamsuddin,2012). Stroke adalah penyebab kematian yang utama di Indonesia.
Porsinya mencapai 15,4 persen dari total penyebab kematian (Endang, 2011). Prevalensi
(angka kejadian) stroke di Indonesia berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas)
tahun 2007 adalah delapan per seribu penduduk atau 0,8 %. Berdasarkan data Dinas
Kesehatan 2009, prevalensi stroke di provinsi Yogyakarta adalah sebesar 1,46 %
(Dinkes DIY, 2009).
Adanya pergeseran usia serangan stroke ke arah yang lebih muda pada saat ini salah
satu penyebabnya adalah perubahan pola makan dan gaya hidup. Masyarakat perkotaan
masa kini baik dewasa maupun usia muda terutama anak-anak, lebih suka mengonsumsi
junk food yang penuh kolesterol dan trigliserid, sehingga sering kita lihat dari 10 anak 6
di antaranya mengalami kegemukan (Obesitas). Akibatnya pada usia produktif mereka
akan terkena berbagai penyakit pembuluh darah satu di antaranya stroke (Yayasan
Stroke Indonesia,2012).
Stroke merupakan kegawatan neurologis yang serius dan menduduki peringkat yang
tinggi sebagai penyebab kematian dan kecacatan. Di Amerika Serikat, stroke
menduduki peringkat ketiga sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung dan
kanker (Adams et al., 2004). Stroke juga merupakan penyebab kematian dan kecacatan
utama pada orang dewasa (Hartwig, 2006). Menurut data Heart and Stroke Foundation
(2012), Sekitar 80% stroke iskemik disebabkan oleh gangguan aliran darah keotak
akibat gumpalan darah. Sekitar 20% stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan yang
tidak terkontrol diotak. Untuk setiap 100 orang yang terserang stroke, 15 orang
meninggal (15%), 10 orang sembuh sepenuhnya (10%), 25 orang pulih dengan
gangguan kecil atau cacat (25%), 40 orang yang tersisa dengan gangguan sedang
sampai kerusakan parah (40%), 10 orang dengan kecacatan yang sangat parah dan
mereka memerlukan perawatan jangka panjang (10%).(Saver, 2006).

1.02. Tujuan
1.03. Manfaat
BAB 2

RESUME JURNAL

2.01. Introduction

Sebanyak 33-73% pasien stroke dilaporkan mengalami dysphagia, yaitu


gangguan akibat kesulitan mengunyah dan menelan makanan. Kondisi tersebut dapat
menyebabkan komplikasi yang lebih serius seperti aspirasi pneumonia, dehidrasi dan
malnutrisi hingga kematian. Rehabilitasi pasien dengan gangguan dysphagia yang
paling penting adalah latihan menelan, karena bukan hanya untuk keselamatan medis
dan aktivitas fungsi saja, namun juga meningkatkan kualitas hidup pasien tersebut.

Perawatan yang diberikan untuk dysphagia termasuk pararefleks dan refleks


menelan, dengan stimulasi sensori oral cavity dan wajah. Dysphagia juga bisa
menggunakan latihan otot wajah, oral, faringeal, dan otot laryngeal. Bisa juga dengan
latihan otot lidah, latihan suara dan latihan Shaker.

Latihan Shaker mengharuskan pasien dalam keadaan berbaring dengan bahu


tidak menempel alas dan mata melihat ke ujung kaki dengan kepala agak diangkat.
Latihan ini merupakan rehabilitasi yang sangat efektif untuk memperbaiki fungsi
menelan dengan dibantu oleh otot suprahyoid dan infrahyoid dan membantu
membukanya sfingter esophageal bagian atas.

Latihan Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF) meningkatkan atau


memfasilitasi respon mekanisme akar persarafan terkait stmulasi proprioseptif.
Latihan PNF berguna untuk meningkatkan gerak motorik, kekuatan dan merelaksasi
otot termasuk latihan fleksi leher, yang efektif untuk menguatkan suprahyoid,
infrahyoid, longus capitis, dan otot lateralis rektus capitis.

Ketika dilaporkan penelitian bahwa latihan Shaker efektif untuk pasien dengan
gangguan menelan, tidak ada penelitian yang membuktikan latihan PNF dengan leher
berefek pada pasien dengan gangguan yang sama. Dengan jurnal ini akan dibuktikan
mengenai penelitian latihan PNF dengan latihan fleksi leher pada pasien stroke
disertai dysphagia untuk mengidentifikasi efeknya pada gangguan menelan.

2.02. Subjek dan Metode

Subjek

Subyek penelitian adalah pasien stroke didiagnosis dengan disfagia, yang


mengunjungi Rumah Sakit F di Daegu antara Mei dan Juli 2014.

Kriteria inklusi

1. Stroke dengan gejala disfagia selama lebih dari enam bulan sebelum
pengobatan. Berdasarkan pemeriksaan minimental versi Korea (MMSE-K)
2. Pasien dengan jenis penyakit jantung, penyakit dalam, atau penyakit
muskuloskeletal. Yang akan memiliki kesulitan melakukan pelatihan,
dikeluarkan dari penelitian.

Metode

Mereka secara acakdibagimenjadikelompok eksperimenyang


terdiri13subyekyang menerimaintervensidariPNFberbasislatihanfleksi leher pendek,
dankelompok kontrolyang terdiri dari13subyekyang
menerimaintervensidarilatihanShaker. Kelompok
eksperimendilakukanPNFberbasisfleksileher pendek denganlatihantiga hariseminggu
selama30menitsetiap kaliselamaenam minggu. Pasien mulai dengan berbaring di
tempat tidur dengan kepala dan leher mereka diposisikan dari tempat tidur. Sebuah
tester diposisikan di sisi kiri belakang kepala pasien. Tester mendukung wilayah
laring pasien kiri dengan tangan kanan dan jari kirinya ditempatkan di bawah rahang
pasien. Untuk melengkapi latihan fleksi leher pendek benar, tester mengatakan kepada
pasien untuk melihat objek target dalam arah 15 ° diagonal ke sisi kanan. Tester
kemudian memulai latihan yang diberikan dengan menggerakkan leher pasien dalam
arah diagonal berlawanan dengan arah yang sudah ditentukan. Dia kemudian
mengeluarkan instruksi lisan "menarik rahang Anda ke dalam", dan diterapkan tingkat
yang tepat perlawanan terhadap rahang pasien untuk sepenuhnya mengaktifkan
fleksor leher bawah rahang, yang menyebabkan pasien untuk melakukan fleksi leher
rahim, dengan kata lain, fleksi eksternal pada sisi kanan atau rotasi ke kanan. Ketika
pasien merasa sulit untuk melanjutkan proses karena pengaruh gravitasi, tester yang
disediakan tingkat kecil dari dukungan daripada resistensi untuk membantu pasien
menyelesaikan latihan. Latihan yang sama kemudian dilakukan dalam arah yang
berlawanan.

Kelompok kontroldilakukan baiklatihanisometrikdanisotonikShakertiga


hariseminggu selama30menitsetiap kaliselamaenam minggu.
UntuklatihanisometrikShaker, pasienberbaring di tempat tidurdanmengangkatkepala
merekatanpa menggerakkanbahu merekadari tempat tidur, menatapujungkaki
merekaselama 60detik, dan kemudianmenundukkan kepalamerekakembalidi tempat
tidur danberistirahatselama 60detik.
Ketikapasiensetiapkesulitanmengangkatataukepaladan menjagadari tempat
tidurselama 60detik, pasiendiinstruksikanuntuk melakukanlatihan yang samatiga
kaliselamaitu bisadipertahankan. LatihanShakerisotonikmembuat pasienmengangkat
kepala merekadalam posturyang samadanmelihatujungkaki mereka30kali berturut-
turut. Jika pasientidak bisa melakukan30kali pengulangandarilatihan, mereka
diizinkanuntuk melakukanpengulanganlebih sedikit.

Untuk mengevaluasi fungsi menelan pasien stroke dilakukan tes


Videofluoroscopic Swallowing Study (VFSS). Pasiendiperintahkan untukduduk
dipijakan kakimejakameramesinmenghadapke samping.
Pasienkemudiandiberidietujian lisanterdiridarimedia kontras, danperjalanan
melaluifaringdanlaringdiamatidandirekammelalui sistemmonitor. Selain itu juga
dengan pengukuran American Speech-Language-Hearing Association National
Outcomes Measurement System (ASHA NOMS) yaitu skalayangdigunakanuntuk
menganalisisperubahandalam fungsimenelandan tingkatdiet.SkalaVFSSterdiri
dari14itempada skala0 sampai100 poin, danskorpada sisi yang
tinggimenunjukkantingkat gangguanmenelantinggi. Skalaini memilikitujuh itemuntuk
tahaplisan dantujuh itemuntuk tahapfaring. ASHAnomsskaladibagimenjadi
tujuhtahapmulaidari satu sampai tujuh. Skordi sisi rendahmenunjukkantingkat yang
lebih tinggidarimenelangangguan.

Analisis hasilpenelitian dilakukan dengan tes Wilcoxonsigned-rankuntuk


membandingkanskalaVFSSbarudan skalaAshanomssebelum dan sesudahintervensi.
Mann-Whitney Utestdilakukanuntuk membandingkankelompok eksperimen dan
kontrolpadaintervensisebelum dan sesudah.
2.03 Pembahasan

2.04 Result

Data Demografi berupa: Usia, onset , gender dan sisi tubuh yang dilakukan
intervensi.

Hasil *p<0,05 faktor bias kecil data partisipan kualitatif (ppt)

Dari hasil tabel 1, data demografi yang dikaji menyatakan data usia, onset,
gender dan sisi tubuh perlakuan. Dari semua data tersebut dibandingkan untuk tingkat
spesifitasnya. Maka didapat nilai p<0.05, sehingga membuktikan kesamaan data
demografi yang sangat erat. Hal ini memperkecil faktor bias.
Hasil penilaian tabel grup eksperimental dan grup kontrol : (p <0,05) Tidak
ada perbedaanyang signifikan secara statistikantara kelompokyang ditemukandalam
skalaAshanomsdanhasilskalaVFSSbaru (ppt).

Tidak ada perbedaanyang signifikan antarakelompokdalamkarakteristik awal


(tabel 1). Kelompok experimental atau percobaan, secara statistik menunjukkan
perbaikan yang signifikan dalam kerugian bolus prematur. Residu atau sisa dalam
valleculae, elevasi laryngeal, penutupan epiglottic, sisa dalam sinus pyriform, lapisan
dalam dinding faring setelah menelan, pharyngeal saat transit, danaspirasipada
keduaskalaVFSSbarudan skalaAshanoms(p <0,05). Kelompok
kontrolmenunjukkanperbaikan yang signifikansecara statistik
padahilangnyabolusdini, residudivalleculae, elevasilaring, penutupanepiglottic,
residudalamsinuspiriformis, waktutransit faring, dan aspirasipada
keduaskalaVFSSbarudan skalaAshanoms(p <0,05). Tidak ada perbedaanyang
signifikan secara statistikantara kelompokyang ditemukandalam
skalaAshanomsdanhasilskalaVFSSbaru(Tabel 2).

BAB 3. PEMBAHASAN

3.01. Analisis Jurnal (jurnal pembanding).

3.02. Implikasi Keperawatan

3.02.1 Perawat dapat memberikan intervensi latihan Shaker kepada penderita stroke

3.02.2 Perawat dapat memberikan intervensi dengan cara mengajarkan pasien latian fleksi
leher pendek kepada penderita stroke

3.02.3 Perawat selalu mengevaluasi kemampuan menelan pasien setelah dilakukannya


intervensi dengan tes Videofluoroscopic Swallowing Study (VFSS)
BAB 4. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai