Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN ANALISA JURNAL

Disusun Oleh :
1. Dwi Yayuk Lestari 202014041
2. Ega Febri Maulanawati 202014042
3. Eka Fitriyani Khasanah 202014043
4. Endang Sri Rahayu 202014044
5. Erliana Dwi Setyawati 202014045
6. Erma Rahmawati 202014046
7. Erwin Kurniawan Abadi 202014047
8. Eva Rosita 202014048
9. Fatkhul Masyuri 202014049
10. Fauziah Alfiani 202014050

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Lansia merupakan proses tahapan akhir dari penuaan. Lansia
merupakan periode penutup rentang kehidupan yaitu dimana seseorang telah
beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak
dari waktu yang penuh dengan manfaaat. Usia 60 tahun dipandang sebagai
garis pemisah antara usia madya dengan lanjut. Usia 65 sebagai usia pensiun
dalam berbagai urusan dan dianggap sebagai tanda dimulainya usia lanjut
(Hurlock,2012). Lansia mengalami dampak perubahan epidemiologis,
penyakit pada lanjut usia cenderung ke arah penyakit degenerative salah
satunya yaitu stroke (Bell, 2014).
Stroke merupakan penyakit yang terjadi pada otak berupa gangguan
fungsi syaraf lokal dan global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat.
Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan perdarahan
otak non traumatic yang menimbulkan gejala antara lain: kelumpuhan wajah
atau anggota badan, bicara tidak lancer, bicara tidak jelas (pelo, mungkin
perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain (Word Health
Organization, 2014).
Penderita stroke perlu penanganan yang baik untuk mencegah
kecacatan fisik dan mental. Sebesar 30% - 40% penderita stroke dapat
sembuh sempurna bila ditangani dalam waktu 6 jam pertama (golden
periode), namun apabila dalam waktu tersebut pasien stroke tidak
mendapatkan penanganan yang maksimal maka akan terjadi kecacatan atau
kelemahan fisik seperti hemiparese. Penderita stroke post serangan
membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan dan memperoleh fungsi
penyesuaian diri secara maksimal. Terapi dibutuhkan segera untuk
mengurangi cedera cerebral lanjut, salah satu program rehabilitasi yang
dapat diberikan pada pasien stroke yaitu mobilisasi persendian dengan
latihan range of motion (Anggriani, Zulkarnain, Sulaiman, 2018). Stroke juga
sering terjadi pada lanjut usia disebabkan a faktor postur tubuh dan
keseimbangan lansia yang tidak normal sehingga terjadi resiko jatuh dan
mengakibatkan stroke (Sulaiman & Anggriani, 2018).
Range Of Motion (ROM) merupakan batas atau besarnya gerakan
sendi baik dan normal. ROM juga di gunakan sebagai dasar untuk
menetapkan adanya kelainan batas gerakan sendi abnormal (Zairin Noor
Helmi, 2011). Rentang gerak atau (Range of Motion) adalah jumlah
pergerakan maksimum yang dapat di lakukan pada sendi, di salah satu dari
tiga bidang yaitu: sagital, frontal, atau transversal (Perry’s; & Potter, 2012).

2. Tujuan
Untuk mengetahui tingkaat efektivitas Latihan Range of Motion terhadap
Kekuatan Otot pada Pasien Stroke terutama lansia.
BAB II
ISI
1. Analisa Jurnal dengan PICO
A. Judul Penelitian
“Pengaruh Range Of Motion Terhadap Pasien Gangguan Stroke di Rumah
Sakit Siti Hajar”
B. Peneliti
Ainggriani dan Sulaiman.
C. Ringkasan Jurnal
Lansia mengalami dampak perubahan epidemiologis, penyakit
pada lanjut usia cenderung ke arah penyakit degenerative salah satunya
yaitu stroke.
Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan
perdarahan otak non traumatic yang menimbulkan gejala antara lain:
kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancer, bicara tidak
jelas (pelo, mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan
lain-lain.
Terapi dibutuhkan segera untuk mengurangi cedera cerebral
lanjut, salah satu program rehabilitasi yang dapat diberikan pada
pasien stroke yaitu mobilisasi persendian dengan latihan range of motion.
Range Of Motion (ROM) merupakan batas atau besarnya gerakan sendi
baik dan normal. ROM juga di gunakan sebagai dasar untuk menetapkan
adanya kelainan batas gerakan sendi abnormal
D. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui efektivitas range of motion (ROM) terhadap Kekuatan
Otot pada Pasien Stroke di RSU Siti Hajar Medan.

E. Kelebihan dan Kekurangan


1) Kelebihan
a) Teknik ini mudah dilakukan

b) Tehnik ini tidak membutuhkan alat (praktik) ataupun biaya


c) Teknik ini dapat dilakukan klien secara mandiri setelah diajarkan

oleh perawat

d) Keluarga dapat membantu pasien secara mandiri.

2) Kekurangan
a) Dalam penelitian hanya ada satu kelompok yang sekaligus
dijadikan kelompok kontrol sehingga tidak dapat melihat
perbedaannya.
b) Pada jurnal ini tidak dijelaskan secara rinci langkah-langkah
melakukan ROM, sehingga pembaca perlu mencari reverensi lain
untuk mengetahuinya.
c) Pada jurnal ini tidak ada gambar untuk memperjelas langkah-
langkah ROM.

2. Pembahasan
A. Problem
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menggunakan
desain penelitian quasi experimental dengan pendekatan one group pre
test-post test. Pada desain penelitian ini hanya terdapat satu kelompok,
yaitu kelompok perlakuan sekaligus menjadi kelompok kontrol. Kelompok
tersebut dilakukan intervensi berupa latihan ROM pasif menggunakan
metode langsung. Dilakukan penilaian untuk mengetahui kekuatan otot
sebelum intervensi (pre-test). Intervensi yang dilakukan adalah latihan
ROM (Range of Motion). Populasi dalam penelitian ini adalah semua
pasien stroke yang mengalami penurunan tingkat kemandirian activity
daily living sebanyak 35 pasien dari 4 bulan terakhir di RSU Siti Hajar
Medan dan sampel penelitian menggunakan purposive sampling.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah ROM atau range of
motion dan variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pasien
Gangguan Stroke.
B. Intervention
Dalam penelitian ini instrumen pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan kuesioner
GAS (Geriatri Anxiety Scale) dan Standar Operasional Prosedur (SOP)
teknik relaksasi nafas dalam. Data diperoleh secara langsung dari
responden dengan memberikan kuesioner GAS pada lansia yang
mengalami kecemasan. Setelah peneliti menemukan pasien sesuai
dengan kriteria penelitian maka peneliti menjelaskan maksud dan
tujuan penelitian, memberikan lembar informed consent meminta
responden untuk menandatanganinya. Peneliti memberikan lembar
koesioner sebelum dan setelah melakukan tehnik relaksasi nafas dalam
untuk mengetahaui tingkat kecemasan lansia. Tehnik relaksasi nafas dalam
dilakukan sehari 3 kali.
C. Comparation
1) Jurnal : “Relaksasi Nafas Dalam Menurunkan Kecemasan Pasien Pre
Operasi Bedah Abdomen”
Hasil : Rata-rata skor indeks kecemasan pasien pre operasi bedah
abdomen sebelum dilakukan terapi relaksasi nafas dalam
didapatkan hasil mean 54,59 yang artinya rata-rata pasien pre
operasi bedah abdomen dikategorikan kecemasan sedang. Rata-
rata skor indeks kecemasan pasien pre operasi bedah abdomen
setelah dilakukan terapi relaksasi nafas dalam didapatkan hasil
mean 49,56 yang artinya rata-rata pasien pre operasi bedah
abdomen dikategorikan kecemasan ringan. Ada perbedaan rata-
rata skor indeks kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan
terapi relaksasi nafas dalam pada pasien pre operasi bedah
abdomen, dengan p-value (0,000)<α (0.05).
2) Jurnal : “Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Kecemasan Dalam Menghadapi Persalinan Pada Ibu Hamil”
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0.03 (p<0.05) yang
berarti bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yaitu ada
pengaruh pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap
tingkat kecemasan dalam menghadapi persalinan pada ibu
hamil.
3) Jurnal : “Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Penanganan Tingkat Kecemasan Pasien Yang Akan Menjalani
Tindakan Egd Di Rumah Sakit Dr.Bratanata Jambi”
Hasil : Tingkat kecemasan responden sebelum (pre-test) dilakukan
tehnik relaksasi nafas dalam sebanyak (70%) mengalami
kecemasan sedang. Tingkat kecemasan responden setelah (post-
test) dilakukan tehnik relaksasi nafas dalam sebanyak (40%)
mengalami kecemasan sedang. Ada pengaruh teknik relaksasi
nafas dalam terhadap penanganan tingka kecemasan pasien yang
akan menjalani tindakan EGD di Rumah Sakit dr. Bratanata
Jambi. Dengan Uji statistik T-Test didapatkan
(PValue=0,001<0,05)
4) Komparasi Pada Jurnal
Teknik relaksasi nafas dalam adalah cara yang mudah
untuk mengelola emosi dan mengembangkan kecerdasan
emosional. Teknik ini membantu tubuh, pikiran dan jiwa untuk
mencapai relaksasi. Teknik relaksasi juga merupakan suatu
tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan
dan stress, sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap
kecemasan. Berbagai metode relaksasi digunakan untuk
menurunkan kecemasan dan ketegangan otot sehingga didapatkan
penurunan denyut jantung, penurunan respirasi serta penurunan
ketegangan otot. Beberapa penelitian, menunjukan bahwa
relaksasi efektif dalam menurunkan rasa cemas pada seseorang.
Ini mungkin karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal dalam
simpatik.
Penurunan tingkat kecemasan lebih banyak pada
kelompok eskperimen. Hal ini sesuai dengan teori gate control
dari Melzack dan Wall mengusulkan bahwa impuls kecemasan
dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan
di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa
impuls cemas dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan
impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup
pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan peraaan
cemas. Pemblokan ini dapat dilakukan melalui mengalihkan
perhatian ataupun dengan tindakan relaksasi.
Pada kelompok eksperimen, responden diberikan
perlakuan berupa teknik relaksasi nafas dalam selama 3 kali
sehari. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat kecemasan
sesudah diberikan teknik relaksasi nafas dalam lebih rendah
dibandingkan yang sebelum diberikan teknik relaksasi nafas
dalam. Pada kelompok eksperimen setiap responden diberikan
teknik relaksasi nafas dalam yang bertujuan merelaksasikan dan
menurunkan tingkat kecemasan pada lansia.
Teknik relaksasi nafas dalam adalah cara yang mudah
untuk mengelola emosi dan mengembangkan kecerdasan
emosional dan Potter & Perry menyatakan bahwa teknik relaksasi
membuat klien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak
nyaman atau rileks, stress fisik dan emosi pada kecemasan.
D. Outcome
Hasil penelitian membuktikan ada pengaruh teknik relaksasi
nafas dalam terhadap kecemasan pada lansia Di Posyandu Lansia Rw IV
Dusun Dempok Desa Gading Kembar Kecamatan Jabung Kabupaten
Malang dengan nilai p value 0,001< 0,05 .
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa teknik
relaksasi nafas dalam merupakan salah satu cara untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa kecemasan pada lansia.
Penelitian ini dapat diterapkan ditempat pelayanan kesehatan
karena mudah dilakukan dan tidak membutuhkan alat, pasien juga dapat
melakukan teknik ini secara mandiri ketika sudah diajarkan.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Tehnik relaksasi nafas dalam selain dapat menurunkan tingkat rasa
nyeri juga dapat menurunkan rasa kecemasan pada seseorang sedang mengalami
kecemasan baik kecemasan akan fisiknya, atau akan sesuatu yang dipikirkannya.
Tehnik tersebut selain praktik akan biaya dan mudah dilakukan secara mandiri
baik dirumah maupun di RS juga dapat melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA

Agung, O. N. R., Sulastri., Anita. 2017. Relaksasi Nafas Dalam Menurunkan


Kecemasan Pasien Pre Operasi Bedah Abdomen. Jurnal Kesehatan 8
(2): 257-262
Ary. 2012. Proses Penuaan Kolagen pada Usia Lanjut. Jakarta : EGC
Fauzia, L., Endang,W. 2017. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Kecemasan Dalam Menghadapi Persalinan Pada Ibu Hamil. Jurnal
Kebidanan 3 (3): 152-156.
Hawari. 2008. Penatalaksanaan Kecemasan Farmako dan Non-Farmakologi
Dini. Jakarta: Medika
Rini, Mustika D. 2013. Hubungan Penerapan Attraumatic Care dengan
Kecemasan Anak Prasekolah Saat Proses Hospitalisasi Di RSU dr. H.
Koesnadi Kabupaten Bondowoso. Jurnal Keperawatan
Smeltzer & Bare 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8.
Jakarta :EGC
Untari, I, & Rohmawati. 2014. Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pada
Usia Pertengahan Dalam Menghadapi Proses Menua (Aging Process).
Jurnal Keperawatan
Yunidar., Dwi., and Joko. 2017. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Terhadap Penanganan Tingkat Kecemasan Pasien Yang Akan
Menjalani Tindakan Egd Di Rumah Sakit Dr.Bratanata Jambi. Jurnal
Akademika Baiturrahim 6 (2)
552 | Prossiding Seminar Hasil Penelitian 2019
Diselenggarakan di Universitas Muslim Nusantara (UMN) Al Washliyah, Medan 01 Oktober 2020
Kerjasama Antara Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI) dan Sekolah Tinggi Olahraga dan Kesehatan (STOK)
Bina Guna

PENGARUH RANGE OF MOTION TERHADAP PASIEN GANGGUAN STROKE


DI RUMAH SAKIT SITI HAJAR

Anggriani1
Sulaiman2

Stikes Siti Hajar


Jl. Letjend. Jamin Ginting No. 2 Medan-Indonesia
Email: anggriani.anggri1978@gmail.com

Abstrak
Kasus stroke merupakan salah satu satu penyakit yang banyak terjadi di Indonesia. Prevalensi stroke
terus bertambah seiring bertambahnya usia hidup. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Siti
Hajar.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh latihan ROM terhadap
kekuatan Otot terhadap Pasien dengan gangguan Stroke. Metode. Metode penelitian ini dengan
menggunakan quasi eksperimen. Adapun jumlah responden sebanyak 20 orang yaitu kelompok kontrol
dan intervensi dilakukan pada responden yang sama (one group pre-post desain). Tehnik pengambilan
sampel secara purposif sampling. Analisa data dengan menggunakan uji Wilcoxon Match Pairs.
Hasil.Terdapat peningkatan otot sesudah dilakukan intervensi sebesar 1.80, sedangakan terjadi
kekuatan otot sampai dengan kondisi 5 (normal ) setelah dilakukan intervensi sebanyak 40%.
Kesimpulan. Terdapat pengaruh terhadap peningkatan otot sesudah dilakukan intervensi sebesar 1.80,
sedangakan terjadi kekuatan otot sampai dengan kondisi 5 (normal ) setelah dilakukan intervensi
sebanyak 40%.
Kata Kunci :Range of Motion, Stroke, Kekuatan Otot
Abstract
Stroke is one of the most common diseases in Indonesia. The prevalence of stroke continues to increase
with age. This study was conducted at the Siti Hajar Hospital. This study aims to determine the effect of
ROM exercise on muscle strength in patients with stroke disorders. Method. Methode This research
method using a quasi-experiment. The number of respondents was 20 people, namely, the control group,
and the intervention was carried out on the same respondent (one group pre-post design). The sampling
technique was purposive sampling. Data analysis using the Wilcoxon Match Pairs test. Results. There
was an increase in muscle after the intervention was 1.80, while there was muscle strength up to
condition 5 (normal) after the intervention was 40%. Conclusion. There is an effect of increasing muscle
after the intervention is 1.80, while there will be muscle strength up to condition 5 (normal) after the
intervention is 40%.
Keywords: Range of Motion, Stroke, Muscle Strength
Stroke memiliki tingkat mortalitas
yang paling tinggi diantara penyakit lainnya.
1. PENDAHULUAN
Di dunia menyebabkan terjadinya kematian
ketiga terbesar di dunia. Stroke merupakan
penyakit yang terjadi pada otak berupa jatuh dan mengakibatkan stroke (Sulaiman
gangguan fungsi syaraf lokal dan global, & Anggriani, 2018)
munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Range Of Motion (ROM) merupakan
Gangguan fungsi syaraf pada stroke batas atau besarnya gerakan sendi baik dan
disebabkan oleh gangguan perdarahan otak normal. ROM juga di gunakan sebagai dasar
non traumatic yang menimbulkan gejala untuk menetapkan adanya kelainan batas
antara lain: kelumpuhan wajah atau anggota gerakan sendi abnormal(Zairin Noor Helmi,
badan, bicara tidak lancer, bicara tidak jelas 2011). Rentang gerak atau (Range of
(pelo, mungkin perubahan kesadaran, Motion) adalah jumlah pergerakan
gangguan penglihatan, dan lain-lain (Word maksimum yang dapat di lakukan pada
Health Organization, 2014). Pengabdian sendi, di salah satu dari tiga bidang yaitu:
yang dilakukan di Desa Hamparan Perak sagital, frontal, atau transversal (Perry’s; &
Kecamatan hamparan Perak ditemukan Potter, 2012). Berdasarkan gambaran diatas,
bahwa rata-rata lanjut usia di desa tersebut peneliti tertarik untuk meneliti “Efektivitas
mengalami kasus stroke salah satunya Latihan Range of Motion terhadap Kekuatan
adalah kurangnya latihan ROM yang Otot pada Pasien Stroke di RSU Siti Hajar
diberikan pada lansia yang mengalami Medan.
gangguan stroke. (SULAIMAN, & 2. METODE
ANGGRIANI, 2019) Penelitian ini merupakan penelitian
Penderita stroke perlu penanganan kuantitatif, menggunakan desain penelitian
yang baik untuk mencegah kecacatan fisik quasi experimental dengan pendekatan one
dan mental. Sebesar 30% - 40% penderita group pre test-post test. Pada desain
stroke dapat sembuh sempurna bila penelitian ini hanya terdapat satu kelompok,
ditangani dalam waktu 6 jam pertama yaitu kelompok perlakuan sekaligus menjadi
(golden periode), namun apabila dalam kelompok kontrol. Kelompok tersebut
waktu tersebut pasien stroke tidak dilakukan intervensi berupa latihan ROM
mendapatkan penanganan yang maksimal pasif menggunakan metode langsung.
maka akan terjadi kecacatan atau kelemahan Dilakukan penilaian untuk mengetahui
fisik seperti hemiparese. Penderita stroke kekuatan otot sebelum intervensi (pre-test).
post serangan membutuhkan waktu yang
lama untuk memulihkan dan memperoleh Skema 1. Desain penelitian
fungsi penyesuaian diri secara maksimal. Pre test Post test
Terapi dibutuhkan segera untuk mengurangi
cedera cerebral lanjut, salah satu program O1 O2
rehabilitasi yang dapat diberikan pada
pasien stroke yaitu mobilisasi persendian
dengan latihan range of motion (Anggriani, X
Zulkarnain, Sulaiman, 2018). Stroke juga Keterangan:
sering terjadi pada lanjut usia disebabkan a O1 : Kekuatan Otot sebelum latihan ROM
faktor postur tubuh dan keseimbangan lansia pasif
yang tidak normal sehingga terjadi resiko O2 : Kekuatan Otot sesudah latihan ROM
pasif sedang sampai berat. Kriteria Eksklusi: (a)
X : perubahan Kekuatan Otot sebelum Pasien stroke yang menggunakan terapi
latihan ROM pasif sebelum dan alternatif lain; (b) Pasien stroke dengan
sesudah Latihan ROM Pasif imobilitas
Berdasarkan teori dan tujuan yang Besar sampel sebanyak 20 pasien
diteliti maka kerangka penelitian dapat stroke. Penelitian ini menggunakan nilai
digambarkan sebagai berikut: alpha sebesar 0,05 atau 5% dan tingkat
kepercayaan penelitian ini 95% (Sugiyono,
Range of Kekuatan otot 2015).
Motion (ROM)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisitk Responden Beradasarkan
Gambar 1. Konsep Penelitian Usia
Jenis penelitian ini adalah quasi- Analisis univariat ini bertujuan unutk
eksperiment, dengan menggunakan mnegetahui karakteristik masing-masing
pendekatan “one group pretes and posttest variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini
design”. Intervensi yang dilakukan adalah karakteristik responden meliputi usia, jenis
latihan ROM (Range of Motion). Populasi kelamin reseponden seperti pada Tabel 1
dalam penelitian ini adalah semua pasien berikut ini.
stroke yang mengalami penurunan tingkat
kemandirian activity daily living sebanyak Tabel 1. Karakterisitik responden
35 pasien dari 4 bulan terakhir di RSU Siti berdasarka usia (n=20)
Hajar Medan. Teknik pengambilan sampel Usia Frekuen (%)
yang digunakan pendekatan purposive si
sampling yaitu teknik pengambilan sampel 30-40 3 15
yang didasarkan pada kriteria tertentu yang 41-50 3 15
sebelumnya ditetapkan oleh peneliti 51-60 10 50
(Sugiyono, 2015). 60-70 4 20
Tekhnik sampling yang digunakan Total 20 100
adalah dengan non probability sampling, Hasil penelitian menunjukkan sebagian
dengan kreteria inkulis : pasien stroke yang besar responden berusia 51 sampai 60 tahun
berumur antara 30 tahun keatas; (b) Pasien yaitu sebanyak 10 orang (50%).
stroke dengan iskemia yang mengalami
penurunan tingkat kemandirian activity daily Karakterisitk Responden Beradasarkan
living. dengan tingkat ketergantungan Jenis Kelamin (n=20)
Pre test Frekuensi Persentasi 4 1 5
(%) Total 20 100
0 1 5
1 8 40 Tabel 4. Tabel Kekuatan Otot Responden
2 2 10 sesudah dilakukan intervensi (n=20)
3 8 40
Post Frekuensi Persentasi
test (%)
1 1 5 Pembahasan
2 3 15
3 5 25 1. Hubungan Karakteristik Usia
4 3 15 Responden Dengan Kejadian Stroke
5 8 40
Hasil penelitian menunjukkan
Total 20 100 sebagian besar responden berusia 51
Latihan untuk menstimulasi sampai 60 tahun yaitu sebanyak 10 orang
gerak pada tangan dapat berupa latihan (50%). Seseorang menderita stroke karena
fungsi menggenggam. Menggenggam memiliki faktor risiko stroke. Usia
merupakan salah satu bagian gerakan dikategorikan sebagai faktor risiko yang
fungsional yang bertujuan tidak dapat diubah. Semakin tua usia
mengembalikan fungsi tangan secara seseorang akan semakin mudah terkena
optimal. Latihan tersebut dilakukan stroke Insiden stroke meningkat seiring
secara berkala dan berkesinambungan, dengan bertambahnya usia. Setelah usia 55
diharapkan derajat kekuatan otot pada tahun risiko stroke iskemik meningkat 2
penderita stroke dapat meningkat dan kali lipat tiap dekade. Prevalensi
menunjukkan fungsi tangan kembali meningkat sesuai dengan kelompok usia
optimal (Irfan, 2010). yaitu 0,8% pada kelompok usia 18 sampai
Tabel 5. Nilai statistik Kekuatan Otot 44 tahun, 2,7% pada kelompok usia 45
Responden sebelum dan sesudah sampai 64 tahun, dan 8,1% pada kelompok
dilakukan intervensi (n=20) usia 65 tahun (Rizaldy Pinzon, 2010).
Statistik Pre- Post- Peningkatan
test test 2. Hubungan Karakteristik Jenis
Mean 2 3.80 1.80 Kelamin Responden Dengan
Median 2 5 3 Kejadian Stroke
S. 1.124 1.305 0.181
deviasi Besar responden berjenis kelamin
Hasil penelitian menunjukkan rata- laki- laki sebanyak 12 orang (60%). Hasil
rata (mean) peningkatan kekuatan otot tersebut didukung oleh Junaidi (2008,
antara sebelum dan 7 hari sesudah diberikan hlm.9) dan Pinzon et. al. (2010, hlm.5),
intervensi sebesar 1,80. Terjadinya bahwa laki-laki cenderung lebih tinggi
peningkatan kekuatan otot dapat untuk terkena stroke dibandingkan
mengaktifkan gerakan volunter, dimana wanita, dengan perbandingan 1,3:1. Jenis
gerakan volunter terjadi adanya transfer kelamin merupakan salah satu faktor
impuls elektrik dari girus presentalis ke risiko terjadinya stroke, selain faktor-
korda spinalis melalui neurotransmiter yang faktor tambahan lainnya yang dapat
mencapai ke otot dan menstimulasi otot terjadinya stroke. Jenis kelamin laki-laki
sehingga menyebabkan pergerakan (Perry’s; mudah terkena stroke. Hal ini dikarenakan
& Potter, 2012) lebih tingginya angka kejadian faktor
risiko stroke (misalnya hipertensi) pada
laki-laki (Rizaldy Pinzon, 2010). Begitu 3. KESIMPULAN
juga penelitian lainnya yang menyatakan Berdasarkan hasil penelitian yang
bahwa dari jenis kelamin laki-laki usia dia dilakukan pada 20 responden penderita
atas 55 tahun lebih rentan terkena gangguan stroke yang dirawat inap di
serangan stroke sebanyak 55,4 % RSU Siti Hajar dapat diambil kesimpulan
dibandikan jenis kelamin perempuan dari sebagai berikut :
85 sampel (Sofyan, Sihombing, & Hamra, 1. Terdapat peningkatan otot sesudah
2012). Hasil penelitian ini sesuai dengan dilakukan intervensi sebesar 1.80,
teori yang mengungkapkan bahwa sedangakan terjadi kekuatan otot
serangan stroke lebih banyak terjadi pada sampai dengan kondisi 5 (normal )
setelah dilakukan intervensi sebanyak
laki-laki dibandingkan perempuan
40%.
(Ipaenin, 2018).
2. Ada pengaruh Latihan ROM
2 .Hubungan Latihan Range of Motion
terhadap peningkatkan kekuatan otot
dengan Kekeuatan Otot Pasien Stroke
bagi pasien stroke di RSU Siti Hajar
Hasil penelitian menunjukkan rata-
dengan rata-rata peningkatan sebesar
rata (mean) peningkatan kekuatan otot
0.040 (p<0.05).
antara sebelum dan 7 hari sesudah
diberikan intervensi sebesar 1,80.
5. DAFTAR PUSTAKA
Terjadinya peningkatan kekuatan otot
dapat mengaktifkan gerakan volunter.
Anggriani, Zulkarnain, Sulaiman, R. G.
Range of Motion (ROM) adalah latihan
(2018). Pengaruh ROM ( Range of
yang dilakukan untuk mempertahankan
Motion ) Terhadap Kekuatan Otot
atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
Ekstremitas Pada Pasien Stoke Non
kemampuan menggerakkan persendian
Hemoragic, 3(2), 64–72. Retrieved
secara normal dan lengkap untuk
from
meningkatkan massa otot dan tonus otot
https://jurnal.kesdammedan.ac.id/inde
(Perry’s; & Potter, 2012).
x.php/jurhesti/article/view/46
Latihan Range of Motion memiliki
Chaidir Reny, Z. M. I. (2014). Dengan
pengaruh terhadap rentang gerak
Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot
responden bila dilakukan dengan frekuensi
Pasien Stroke Non Hemoragi Di
dua kali sehari dalam enam hari dan
Ruang Rawat Stroke Rssn
dengan waktu 10-15 menit dalam sekali
Bukittinggi Tahun 2012. Afiyah, 1(1),
latihan (Chaidir Reny, 2014).
1–6. Retrieved from
Memperbaiki fungsi saraf merupakan
http://ejournal.stikesyarsi.ac.id/index.
tujuan perawatan suportif dini melalui
php/JAV1N1/article/viewFile/3/163
terapi fisik. ROM merupakan pergerakan
Ipaenin, R. (2018). Hubungan dukungan
persendian sesuai dengan gerakan yang
keluarga terhadap motivasi pasien
memungkinkan terjadinya kontraksi dan
pasca stroke selama menjalani latihan
pergerakan otot baik secara pasif maupun
fisioterapi di RS PKU Muhamadiyah
aktif (Perry’s; & Potter, 2012).
Gamping Yogyakarta. Retrieved from
http://eprints.ums.ac.id/25264/
Irfan, M. (2010). Fisioterapi Pada Insan
Stroke. Jakarta: Graha Ilmu.
Perry’s;, & Potter. (2012). Fundamentals of Nursing - AUS Version. (4th ed.).
Autralia, New Zealand: Elsevier Inc.
Rizaldy Pinzon, L. A. (2010). AWAS STROKE! Pengertian, Gejala, Tindakan,
Perawatan dan Pencegahan (1st ed.). Jakarta: Andi
Publiser.
Sofyan, A. M., Sihombing, I. Y., & Hamra, Y. (2012). Hubungan Umur,
Jenis Kelamin, dan Hipertensi dengan Kejadian Stroke. Medula, 1(1),
24–
30.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif
dan Kualitatif, dan R $ D. Bandung: Alfabeta.
SULAIMAN, S., & ANGGRIANI, A. (2019). Sosialisasi Pencegahan Kasus
Stroke Pada Lanjut Usia Di Desa Hamparan Perak Kecamatan. Amaliah:
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(2), 70–74.
https://doi.org/10.32696/ajpkm.v1i2.1
93
Sulaiman, & Anggriani. (2018). Efek Postur Tubuh Terhadap
Keseimbangan Lanjut Usia Di Desa Suka Raya Kecamatan Pancur Batu.
Jurnal JUMANTIK, 3(2), 127–140. Retrieved from
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/kes mas/article/view/2875/1714
Word Health Organization. (2014). World Health Statistics. WHO Library
Cataloguing-in-Publication Data (Vol. 19). Amerika Serikat: WHO Library
Cataloguing-in-Publication
Data. https://doi.org/10.1177/17427665103
73715
Zairin Noor Helmi. (2011). BUKU AJAR GANGGUAN
MUSKULOSKELETAL. Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai