Anda di halaman 1dari 12

BAB I.

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Stroke merupakan disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
yang timbul secara mendadak, sehingga pasokan darah ke otak terganggu mengakibatkan
kelainan fungsional dari sistem saraf pusat. Menurut World Health Organization (WHO) stroke
merupakan gejala yang didefinisikan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung 24 jam
atau lebih. Stroke dibagi dalam dua jenis yaitu Stroke Non Hemoragik dan Stroke Hemoragik.
Stroke Hemoragik disebabkan oleh adanya perdarahan intrakranial disertai dengan kesadaran
pasien yang menurun, sedangkan Stroke Non Hemoragik adalah suatu gangguan yang
disebabkan oleh ischemic, thrombosis, embolism dan penyempitan lumen (Ismoyowati et al.,
2021).

Data World Health Organization menunjukkan bahwa setiap tahunnya ada


13,7 juta kasus baru stroke, dan sekitar 5,5 kematian terjadi akibat
stroke. Sekitar 70% penyakit stroke dan 87% kematian dan disabilitas
akibat stroke terjadi pada negara berpendapatan rendah dan
menengah. Lebih dari empat dekade terakhir, kejadian stroke pada
negara berpendapatan rendah dan menengah meningkat lebih dari dua
kali lipat, sementara itu stroke menurun 42% pada negara
berpendapatan tinggi. Selama 15 tahun terakhir rata-rata stroke
terjadi dan menyebabkan kematian lebih banyak pada negara
berpendapatan rendah dan menengah di banding dengan negara yang
berpendapatan tinggi. Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi
ketiga setelah jantung dan kanker. Pada tahun 2007, hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan data 8, 3 per 1000 penduduk
menderita stroke. Sedangkan pada tahun 2013, terjadi peningkatan
yaitu sebesar 12,1%. Stroke juga menjadi penyebab kematian utama di
hampir semua rumah sakit di Indonesia, yakni sebesar 14,5%. Jumlah
penderita stroke di Indonesia menurut diagnosis tenaga kesehatan
(Nakes) pada tahun 2013, diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang dari
seluruh penderita stroke yang terdata, sebanyak 80% merupakan jenis
stroke iskemik. Tahun 2018, prevelensi stroke di Indonesia
berdasarkan umur ≥15 tahun sebesar 10,9% atau diperkirakan sebanyak
2.120.365 orang. Provinsi kalimantan Timur (14,7%) dan DI Yogyakarta
(14,6%) merupakan provinsi dengan prevelensi tertinggi stroke di
Indonesia. Sementara itu, Papua dan Maluku Utara memiliki prevalensi
troke terendah dibandingkan provinsi lainnya, 4,1% dan 4,6%
(Ismoyowati et al., 2021).

Berdasarkan kasus stroke yang semakin meningkat penatalaksanaan stroke sangat penting
mengingat dampak yang ditimbulkan berupa kecacatan dan kematian. Penanganannya dimulai
dari penanganan fase akut sampai rehabilitasi. Salah satu rehabilitasi yang dapat diberikan pada
pasien stroke yaitu latihan rentang gerak atau biasa disebut dengan Range Of Motion (ROM)
Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan
lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot.

Salah satu bentuk dari ROM aktif-asistif (spherical grip) merupakan latihan fungsional
tangan dengan cara menggenggam sebuah benda berbentuk bulat seperti bola karet pada telapak
tangan. Pemberian latihan gerak pada masa ini sangat efektif karena masih dalam masa golden
period stroke. Rehabilitasi pasca stroke, berupa latihan ROM aktif-asistif (spherical grip)
menggenggam bola dimulai sedini mungkin dengan cepat, tepat, berkala, dan berkesinambungan
dapat membantu pemulihan fisik yang lebih cepat dan optimal (Olviani & Rahmawati 2017).
Latihan ROM aktif-asistif (spherical grip) dapat menimbulkan rangsangan sehingga
meningkatkan rangsangan pada saraf otot ekstremitas, oleh sebab itu dengan latihan ROM secara
teratur dengan langkah-langkah yang benar yaitu dengan menggerakkan sendi-sendi dan otot,
maka kekuatan otot akan meningkat.

B. TUJUAN
Tujuan disusunnya makalah ini ialah untuk menganalisis pengaruh pemberian ROM
aktif dengan spherical grip terhadap kekuatan otot pada pasien stroke.
BAB II. ANALISIS JURNAL
Jurnal Utama
1. Identifikasi Jurnal

Jurnal 1

Judul artikel Effectiveness of Range of Motion (ROM) Fingers and Spherical grip to
Extremity Strength in Non Hemorrhagic Stroke Patients

Penulis Shindi Hapsari, Sonhaji, Nindya Nurulia

Sumber Jurnal STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan

Tahun 2020

Nomor 2

Volume 9

Halaman 1650 - 165

DOI 10.30994/sjik.v9i2.509

2. Metodologi Penelitian

Tujuan Penelitian Mengetahui efektivitas Range Of Motion (ROM) pada jari tangan dengan
menggunakan spherical grip terhadap kekuatan otot ekstremitas atas pada
pasien stroke non hemoragik di RS KRMT Wongsonegoro Semarang

Desain Penelitian Penelitian Quasi-experiment dengan pre-post test menggunakan


kelompok kontrol.

Teknik Sampling Purposive sampling

Jumlah Sampel 32

Kriteria Inklusi Pasien stroke non hemoragik yang memiliki kekuatan otot 1-3
Kriteria Eksklusi Pasien dengan kelumpuhan yang tidak disebabkan oleh stroke

Prosedur Responden penelitian sebelum diberikan intervensi spherical grip


Penelitian dilakukan pemeriksaan kekuatan otot terlebih dahulu. Setelah itu
dilanjutkan dengan pemberian latihan ROM dengan spherical grip.
Prosedur intervensi menggunakan bola untuk meningkatkan kekuatan
otot. Stimulasi dilakukan dengan tiga tahapan yaitu membuka tangan,
menutup jari untuk menggenggam bola, dan mengatur kekuatan
genggaman. Latihan dilakukan 2 kali sehari dan dilakukan dalam 3 hari
berturut-turut. Pada satu sesi latihan dilakukan selama 15-20 menit.
Setelah proses latihan selama tiga hari responden kembali diukur
kekuatan otot.

Uji Statistik Paired t-test dan independent t-test

Hasil Penelitian 1. Berdasarkan uji independent t-test didapatkan hasil bahwa terdapat
perbedaan efektivitas kekuatan ekstremitas atas pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol yang dibuktikan dengan nilai sig.
(2- tailed) 0,034 < 0,05.
2. Berdasarkan hasil paired t-test menunjukan bahwa terdapat
perbedaan nilai rata-rata kekuatan ekstremitas antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Kelompok intervensi memiliki
perbedaan kekuatan ekstremitas sebelum dan sesudah pemberian
terapi sebesar 0,418 dan pada kelompok kontrol sebelum dan
sesudah pemberian terapi sebesar 0,106 dengan p value 0,000 < 0,05.

Kesimpulan Pemberian latihan range of motion (ROM) dengan spherical grip


(kelompok intervensi) lebih efektif dalam meningkatkan kekuatan otot
ekstremitas pada kelompok stroke non hemoragik.

Jurnal Pembanding I
1. Identifikasi Jurnal

Jurnal 1

Judul artikel Effects of Bilateral Passive Range of Motion Exercise on the Function of
Upper Extremities and Activities of Daily Living in Patients with Acute
Stroke

Penulis Hyun Ju Kim, Yaelim Lee, Kyeong-Yae Sohng

Sumber Jurnal Journal of Physical Therapy Science

Tahun 2014

Nomor 1

Volume 26

Halaman 149-156

DOI https://doi.org/10.1589/jpts.26.149

2. Metodologi Penelitian

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek dari latihan ROM pasif
yang diberikan di NSICU pada fungsi ekstremitas atas dan ADL pada
pasien dengan stroke akut dan validitas latihan tersebut sebagai intervensi
keperawatan yang tepat

Desain Penelitian Pengukuran berulang ANOVA digunakan untuk mengevaluasi perbedaan


pre dan posttest dari kedua kelompok, dan validasi posttest dilakukan
dengan uji Bonferroni. ANCOVA digunakan untuk fleksi bahu, ekstensi,
dan deviasi ulnaris ketika ada perbedaan pretest antara kedua kelompok.

Teknik Sampling Subjek yang dipilih berdasarkan kriteria di atas yaitu kelompok kontrol
atau eksperimen melalui lemparan koin secara acak
Jumlah Sampel Sebanyak 37 pasien dengan stroke akut di unit perawatan intensif,
kelompok eksperimen (n=19) dan kelompok kontrol (n=18).

Kriteria Inklusi Kriteria berikut digunakan untuk merekrut peserta yang didiagnosis
dengan stroke akut dalam 72 jam sebelumnya dari antara pasien yang
dirawat di NSICU dari tiga rumah sakit universitas yang berlokasi di
Seoul dan Provinsi Gyeong-gi, Korea Selatan: di bawah G3 dalam tes
kekuatan otot; tidak ada kondisi yang mengganggu perawatan medis;
tidak ada amputasi, cacat, luka luar, atau kelainan bentuk lain yang
berkaitan dengan salah satu ekstremitas atas; dan pasien atau wali
menyetujui partisipasi pasien dalam penelitian ini

Kriteria Eksklusi -

Prosedur Pasien dalam kelompok eksperimen melakukan latihan ROM pasif dua
Penelitian kali sehari – sekali di pagi hari dan sekali di malam hari – 5 hari per
minggu selama 4 minggu; untuk setiap sesi selama 15 menit ini, setiap
gerakan rutinitas latihan diulangi sebanyak 10 kali. Durasi setiap sesi
ditentukan berdasarkan studi 4 minggu. Rutin latihan diurutkan
sedemikian rupa sehingga ekstremitas atas yang aktif dikerjakan sebelum
sisi yang lumpuh, dan terdiri dari: latihan sendi bahu (elevasi ekstremitas
atas ke depan dan ke samping, rotasi internal dan eksternal bahu) latihan
siku (membungkuk dan ekstensi), latihan pergelangan tangan (fleksi,
ekstensi, deviasi radial, dan deviasi ulnaris), dan latihan jari (fleksi dan
ekstensi. Kelompok kontrol mengikuti pedoman perbaikan yang ada dan
mengambil bagian dalam latihan ROM mengikuti prosedur yang sama
dengan kelompok eksperimen 2 minggu setelah diagnosis mereka.
Rentang gerakan untuk latihan terbatas pada titik resistensi sendi untuk
pasien yang tidak sadar, dan dalam rentang kenyamanan untuk pasien
yang sadar.

Uji Statistik uji-t atau uji peringkat bertanda Wilcoxon; x2-test dan uji eksak Fisher
digunakan untuk digunakan untuk data diskrit.

Hasil Penelitian Menurut hasil penelitian ini, lingkar jari, pergelangan tangan, dan siku
pada sisi yang tidak terpengaruh pada pasien kelompok eksperimen
menurun secara konsisten, sedangkan pada kelompok kontrol
menunjukkan penurunan yang signifikan pada paruh kedua masa studi,
antara minggu 2 dan 4. Kelompok eksperimen menunjukkan penurunan
yang signifikan pada edema ekstremitas atas dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Itu juga menunjukkan peningkatan yang signifikan
dalam rentang gerak, fungsi ekstremitas atas, dan aktivitas hidup sehari-
hari dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Kesimpulan Latihan gerak pasif pada tahap awal dapat meningkatkan fungsi
ekstremitas atas dan aktivitas hidup sehari-hari pada pasien stroke akut.

BAB III. PEMBAHASAN


Stroke atau cedera serebrovaskular adalah hilangnya fungsi otak yang disebabkan oleh
terhentinya suplai darah ke suatu bagian otak, yang mengakibatkan hilangnya gerakan,
pemikiran, ingatan, ucapan, atau sensasi. Gejala yang terjadi pada pasien stroke adalah defisit
neurologis yang dapat bersifat lokal atau umum dan dapat bersifat sementara atau permanen.
Tahapan stroke biasanya kelumpuhan atau penurunan refleks tendon pada ekstremitas, kekuatan
ekstremitas melemah, yaitu penyusutan massa otot atau hilangnya massa otot dan kelemahan
kekuatan genggaman. Berdasarkan data, ditemukan sekitar 70-80% pasien stroke mengalami
hemiparesis atau mengalami kesulitan menggerakkan anggota tubuh mereka dan mungkin
kehilangan keseimbangan. Akibatnya, pasien merasa sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari
(Benjamin, et al., 2018). Salah satu bentuk fisioterapi untuk memulihkan kekuatan otot adalah
Range Of Motion (ROM).
ROM adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan massa otot dan tonus otot. Salah satu latihan ROM yang perlu dilakukan oleh
pasien stroke adalah latihan menggenggam atau latihan spherical grip. Spherical grip merupakan
latihan menstimulasi pergerakan tangan yang berupa latihan fungsi menggenggam. Latihan ini
termasuk latihan fungsional tangan yang dilakukan dengan cara menggenggam sebuah objek
atau benda berbentuk bulat seperti bola pada telapak tangan. Terdapat tiga tahapan yang
dilakukan pada latihan ini yaitu membuka tangan, menutup jari-jari saat menggenggam
objek serta mengatur kekuatan saat menggenggam (Masala, Rumampuk, & Rattu, 2022).
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan perbedaan nilai rata-rata kekuatan ekstremitas
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol, dimana kelompok intervensi memiliki
perbedaan kekuatan ekstremitas sebelum dan sesudah pemberian terapi sebesar 0,418 dan pada
kelompok kontrol sebelum dan sesudah pemberian terapi sebesar 0,106. Berdasarkan perbedaan
rata-rata tersebut, pemberian latihan range of motion (ROM) dengan spherical grip (kelompok
intervensi) efektif dalam meningkatkan kekuatan ekstremitas (Hapsari, Sonhaji, & Nurulia, 2020).
Hasil penelitian tersebut juga sejalan dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa terjadi
perubahan nilai rata-rata kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke setelah dilakukan
latihan spherical grip. Nilai rata-rata kekuatan otot sebelum diberikan latihan adalah 1,50,
sedangkan kekuatan sesudah intervensi spherical grip rata-ratanya adalah 2,75. Artinya ada
pengaruh latihan ROM aktif-asistif : spherical grip terhadap kekuatan otot ekstremitas atas pada
pasien stroke (Lina, Herliza, & Efrisnal, 2022).
Bentuk latihan ROM spherical grip mempunyai pengaruh yang baik dalam
meningkatkan kekuatan otot serta meningkatkan mobilitas bagi daerah pergelangan
tangan dan stabilitas di daerah punggung tangan serta jari-jari. Adanya perbaikan melalui
stimuli atau rangsangan proprioseptif berupa tekanan pada persendian dari tonus postural, akan
merangsang otot-otot di sekitar sendi yang berkontraksi dalam mempertahankan posisi.
Sedangkan dari sisi aktif efferent pada muscle spindle dan golgi tendon akan mengalami
peningkatan sehingga informasi akan sampai ke saraf pusat serta muncul proses fasilitasi dan
inhibisi, yang juga reduksi serta kemampuan otot dan sendi ketika melakukan gerakan (Masala,
Rumampuk, & Rattu, 2022). Latihan ROM spherical grip juga dapat menimbulkan rangsangan
sehingga meningkatkan rangsangan pada saraf otot ekstremitas, oleh sebab itu latihan spherical
grip secara teratur dengan langkah-langkah yang benar yaitu dengan menggerakan sendi-sendi
dan otot, maka kekuatan otot akan meningkat (Sutejo, Hasanah, &Dewi, 2023).
Stroke adalah istilah umum yang mengacu pada penyakit serebrovaskular yang
disebabkan oleh suplai darah yang tidak teratur ke otak, dan sebagian besar pasien stroke
mengalami kelumpuhan, terutama pada ekstremitas atas. Pemulihan neurologis pasca stroke
biasanya terjadi pada bulan pertama, dan pemulihan fungsional berjalan lebih lambat, terjadi
antara 6 dan 12 bulan setelah kejadian stroke. Meskipun pemulihan penuh ekstremitas atas yang
terkena sering menjadi tantangan karena kelonggaran atau kekakuan, serta berkurangnya
kapasitas rotasi batang tubuh, yang membatasi mobilitas bagian tubuh lain atau menyebabkan
rasa sakit. Faktor terpenting dalam memprediksi kesembuhan pasien stroke adalah derajat
kelumpuhan awal dan penerapan langkah-langkah perbaikan yang cepat sangat penting dalam
memastikan jumlah minimum gangguan fungsional untuk pasien dan pada akhirnya mencapai
pemulihan. Dibandingkan dengan pilihan sebelumnya, latihan ROM tidak memerlukan peralatan
khusus atau pasien harus sadar untuk berpartisipasi, menjadikannya metode perbaikan yang tepat
bagi perawat untuk diterapkan di NSICU bahkan dalam kasus pasien yang baru saja menderita
stroke.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kim, et.al, (2014) menerapkan latihan ROM pada
pasien stroke immobile pada kelompok eksperimen, yang rentan terhadap peningkatan edema
karena keterbatasan sirkulasi darah dan getah bening, dalam waktu 72 jam setelah diagnosis.
Penurunan tingkat edema diukur pada 2 dan 4 minggu. Pada pasien dalam kelompok kontrol
memulai latihan perbaikan 2 minggu setelah diagnosis mereka menunjukkan tingkat edema yang
lebih tinggi, yang bertahan dalam kisaran tinggi bahkan setelah latihan perbaikan. Pasien dalam
kelompok eksperimen melakukan latihan ROM pasif dua kali sehari di pagi hari dan di malam
hari – 5 hari per minggu selama 4 minggu. Untuk setiap sesi dilakukan selama 15 menit, setiap
gerakan diulangi sebanyak 10 kali. Durasi setiap sesi ditentukan berdasarkan studi 4 minggu Suh
(1999) tentang latihan yang meningkatkan fleksibilitas dan stabilitas postur tubuh. Rutin latihan
diurutkan sedemikian rupa sehingga ekstremitas atas yang aktif dikerjakan sebelum sisi yang
lumpuh. Terdiri dari latihan sendi bahu (elevasi ekstremitas atas ke depan dan ke samping, rotasi
internal dan eksternal bahu), latihan siku (membungkuk dan ekstensi), latihan pergelangan
tangan (fleksi, ekstensi, deviasi radial, dan deviasi ulnaris), dan latihan jari (fleksi dan ekstensi).
Hasil penelitian menunjukkan adanya efektivitas penerapan latihan ROM segera setelah
muncul diagnosis stroke akut. ROM bahu yang terkena yang diukur dengan fleksi, ekstensi,
abduksi, pronasi, dan supinasi meningkat pada kelompok eksperimen selama 2 minggu,
sedangkan kelompok kontrol tidak menunjukkan perubahan. Perbaikan lebih lanjut ditunjukkan
dalam 2 minggu berikutnya antara minggu 2 dan 4 pada kelompok eksperimen, sedangkan
kelompok kontrol menunjukkan beberapa perbaikan dalam fleksi, abduksi, pronasi, dan supinasi
tetapi tidak ada perubahan dalam ekstensi. Kelompok eksperimen menunjukkan peningkatan
yang signifikan pada fleksi, ekstensi, dan supinasi siku yang terkena, serta pada fleksi, ekstensi,
dan deviasi ulnaris dan radialis dari pergelangan tangan yang terkena. Kelompok kontrol tidak
menunjukkan perbedaan antara nilai sebelum dan sesudah tes. ROM untuk siku dan pergelangan
tangan pada kelompok eksperimen membaik selama 4 minggu, sedangkan pada kelompok
kontrol mulai membaik pada 2 minggu. Hal ini menunjukkan perlunya memulai latihan ROM di
awal NSICU. Karena fleksi bahu dan gerakan seperti mengangkat bahu mempengaruhi
pemulihan fungsi manual rentang yang dikurangi.
Penelitian Kim, et.al (2014) juga menunjukkan bahwa ukuran lingkar jari pasien menurun
selama 4 minggu, lebih lama dari durasi 2 minggu yang digunakan dalam studi sebelumnya oleh
Tang et al. (2006) yang membuktikan latihan ROM efektif dilakukan. Oleh karena itu latihan
ROM direkomendasikan untuk dilanjutkan selama 4 minggu untuk dampak yang lebih besar.
Menurut hasil penelitian lingkar jari, pergelangan tangan, dan siku pada sisi yang tidak
terpengaruh pada pasien kelompok eksperimen menurun secara konsisten, sedangkan pada
kelompok kontrol menunjukkan penurunan yang signifikan pada paruh kedua masa studi, antara
minggu 2 dan 4. Pada studi sebelumnya mempertimbangkan bahwa lesi otak dapat
mempengaruhi sisi tubuh yang sama, hal ini menunjukkan bahwa tidak melakukan latihan pada
sisi yang tidak terpengaruh dapat mempengaruhi tingkat keparahan edema. Oleh karena itu
latihan harus tetap dilakukan pada sisi yang tidak terpengaruh.

BAB IV. IMPLIKASI KEPERAWATAN

Spherical grip merupakan salah satu jenis ROM dengan menstimulasi pergerakan tangan
dengan cara menggenggam sebuah objek. Berikut implikasi keperawatan terkait spherical grip
antara lain :
1. Persiapan alat seperti bola kecil.
2. Bantu pasien untuk menentukan posisi yang nyaman.
3. Ukur kekuatan otot pasien.
4. Letakkan bola pada telapak tangan pasien.
5. Lakukan koreksi pada jari-jari pasien agar menggenggap sempurna.
6. Posisikan wrist joint (pergelangan tangan) 45 derajat.
7. Berikan instruksi kepada pasien untuk menggenggam kuat.
8. Tahan selama 5 detik kemudian merileksasikan.
9. Lakukan pengulangan sebanyak 7 kali (15-20 menit).
10. Latihan dapat dilakukan 2 kali sehari dalam 3 hari berturut-turut.

DAFTAR PUSTAKA
Benjamin, E. J., Virani, S. S., Callaway, C. W., Chamberlain, A. M., Chang, A. R., Cheng, S.,
Deo, R. (2018). Heart disease and stroke statistics—2018 update: a report from the
American Heart Association. Circulation, 137 (12).
Hapsari. S., Sonhaji., & Nurulia, Nindya. (2020).
Effectiveness of Range of Motion (ROM) Fingers and Spherical grip to Extremity Strength in
Non Hemorrhagic Stroke Patients, STARDA Jurnal Ilmiah Kesehatan, 10(2), pp 1650 -
165. DOI.10.30994/sjik.v9i2.509
Ismoyowati, T. et al. (2021) ‘Efektivitas Cylindrical Grip terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas
Atas pada Pasien Stroke’, Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 12(November), pp.
26–31.
Lina, L. F., Herliza, & Dodi Efrisnal. (2022). Efektivitas ROM Aktif-Asistif: Spherical dan
Cylindrical Grip terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke. Photon: Jurnal Sain Dan
Kesehatan, 12(2), 124-132. https://doi.org/10.37859/jp.v12i2.3609
Louw, A., Puentedura, E. J., Reese, D., Parker, P., Miller, T., & Mintken, P. E. (2017).
Immediate Effects of Mirror Therapy in Patients With Shoulder Pain and Decreased Range
of Motion. Archives of Physical Medicine and Rehabilitation, 98(10), 1941– 1947.
https://doi.org/10.1016/j.apmr.2017.03.031
Masala, C. W., Rumampuk, V., & Rattu, J. (2022). Pengaruh ROM Aktif Asistif
Spherical Grip terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas Atas, Jurnal Penelitian
Perawat Profesional, 4(2), pp. 663–676.
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP
Olviani, Y. & Rahmawati, I. 2017, ‘Pengaruh Latihan Range of Motion (Rom) Aktif-Asistif (Spherical Grip)
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas Ataspada Pasien Stroke Di Ruang Rawat Inap Penyakit
Syaraf (Seruni) Rsud Ulin Banjarmasin’, Dinamika Kesehatan, vol. 8, no. 1, pp. 250–7.

Sutejo, P. M., Hasanah U., & Dewi, N. R. (2023). PENERAPAN ROM SPHERICAL GRIP
TERHADAP KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS ATAS PADA PASIEN STROKE DI
RUANG SYARAF RSUD JEND. AHMAD YANI METRO, Jurnal Cendikia Muda, 3(4),
521-528.
Suwaryo, P. A. W., Muslikhah, S. and Walaani, B. (2022) ‘PENINGKATAN KEKUATAN
OTOT PADA PASIEN STROKE MENGGUNAKAN ROM: METODE CYLINDRICAL
GRIP Putra’, Nursing Science Journal (NSJ), 3(2), pp. 71–84
Wang, S., Hsu, C. J., Trent, L., Ryan, T., Kearns, N. T., Civillico, E. F., & Kontson, K. L.
(2018). Evaluation of Performance-Based Outcome Measures for the Upper Limb: A
Comprehensive Narrative Review. PM and R, 10(9), 951-962.e3.
https://doi.org/10.1016/j.pmrj.2018.02.008

Anda mungkin juga menyukai