DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD FAHRIJAL ARIFUDIN FIRMANSYAH
NIM. 1910076
Muhammad Fahrijal
Pembimbing A.F, S.Kep
Ruangan
Pembimbing Institusi
Blok A
Kepala UPTD
Griya Wreda Jambangan Surabaya
2. Etiologi
Prevalensi disfagia pada dewasa paling banyak diatas 50 tahun yakni sekitar 7–22%
populasi. Disfagia berhubungan dengan penuaan dan semakin meningkatnya umur maka
pasien usia tua dengan disfagia akan makin meningkat. Faktor resiko kejadian disfagia
sangat banyak antara lain peningkatan usia, refluks asam, stroke, kanker kepala dan leher,
trauma kepala, penyakit alzheimer. Etiologi paling banyak adalah stroke yaitu sekitar 81%,
kanker kepala leher 45%. Berdasarkan penyebabnya, 2 disfagia dibagi atas disfagia
mekanik motorik dan karena gangguan emosi (Nayoan, 2017)
Sulit menelan bisa disebabkan oleh beragam penyakit dan kondisi, seperti gangguan
pada sistem saraf, otot, atau sumbatan di kerongkongan. Berikut penjelasannya :
a. Sumbatan atau penyempitan di kerongkongan, seperti kanker mulut, tenggorokan,
benda asing, terbentuknya jaringan parut akibat GERD, atau prosedur radioterapi,
peradangan yang terjadi di kerongkongan (esofagitis), atau gondok
b. Gangguan pada otot, yang bisa disebabkan oleh penyakit skleroderma atau akhalasia
c. Gangguan pada sistem saraf, seperti stroke, demensia, penyakit Parkinson
(Brunner & Suddarth, 2017).
3. Patofisiologi
Disfagia orofaring timbul dari kelainan di rongga mulut, faring, dan esofagus, dapat
disebabkan oleh stroke, penyakit Parkinson, kelainan neurologis, menurunnya aliran air
liur, masalah gigi, kelainan mukosa oral, radioterapi, infeksi, dan obat-obatan sedatif,
antikejang, antihistamin. Gejala disfagia orofaring yaitu kesulitan menelan, termasuk
kesukaran untuk mulai menelan, batuk dan tersedak saat menelan, penurunan berat badan
yang tidak jelas penyebabnya adalah perubahan kebiasaan makan, perubahan suara suara
basah. Setelah pemeriksaan, dapat dilakukan pengobatan dengan teknik postural,
swallowing maneuvers, modifikasi diet, modifikasi lingkungan, oral, dan pembedahan.
Bila tidak diobati, disfagia dapat menyebabkan pneumonia aspirasi, malnutrisi, atau
dehidrasi (Ardiansyah, 2016).
4. Klasifikasi
Disfagia terbagi pada semua fase menelan dimana terjadinya gangguan. Disfagia dapat
dibagi menjadi fase oral, faringeal, orofaringeal, faringoesofageal dan esofageal (Nayoan,
2017).
5. Komplikasi
Disfagia dapat menyebabkan kematian karena memberikan komplikasi yang serius
seperti malnutrisi, dehidrasi, pneumonia aspirasi, abses paru dan bahkan kematiaan
(Nayoan, 2017).
6. Manifestasi Klinik
Gangguan otot, sumbatan pada kerongkongan, atau penyakit gangguan saraf yang
menyebabkan terjadinya kesulitan menelan. Jika diuraikan lebih lanjut, saat mengalami
difagia, seseorang akan mengalami keluhan dan gejala berikut :
a. Sulit menelan makanan atau minuman
b. Rasa nyeri saat menelan
c. Makanan terasa tersangkut di dalam tenggorokan
d. Tersedak atau batuk ketika makan dan minum
e. Berat badan yang turun akibat sulit makan
f. Makanan yang sudah ditelan keluar kembali
g. Asam lambung yang naik ke kerongkongan
h. Nyeri ulu hati
i. Suara menjadi serak
j. Kebiasaan berubah, misalnya lebih sering memotong makanan menjadi lebih kecil
atau menghindari makanan tertentu. (Wijaya et al., 2016).
7. Pathway
(Amin Huda Nurarif & Kusuma, 2016)
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan endoskopi dan pemeriksaan radiologi untuk
membantu menentukan jenis disfagia dan rencana intervensi tepat yang dapat dilakukan.
Metode atau alat skrining disfagia sering kali sulit dilakukan dan hasilnya kurang
menggambarkan adanya kesulitan menelan dan keparahannya, sehingga dikembangkan
metode yang lebih sederhana lebih aman dan nyaman bagi penderita disfagia yaitu Gugging
Swallowing Screen (GUSS). Gugging Swallowing Screen (GUSS) merupakan metode atau
alat baru untuk skrining disfagia yang bertujuan untuk menilai ada tidaknya disfagia,
menilai tingkat keparahan disfagia, menilai risiko aspirasi dan metode ini dapat menjadi
dasar dalam menentukan rekomendasi diet khusus yang sesuai (Kusuma et al., 2021).
Adapun pemeriksaan penunjang lainnya sebagai berikut :
a. Endoskopi, untuk memeriksa kondisi saluran pernapasan atas, yaitu hidung sampai
tenggorokan (nasoendoskopi), atau memeriksa kondisi kerongkongan sampai
lambung (gastroskopi)
b. Fluoroskopi, yaitu pemeriksaan dengan sinar-X dan dipandu oleh zat khusus
sebagai kontras (barium) untuk merekam gerakan otot saat menelan
c. Manometri, untuk melihat seberapa baik kerja esogafus dengan cara mengukur
besar tekanan otot pada organ tersebut ketika menelan
d. Pemindaian dengan CT scan, MRI untuk melihat kondisi mulut sampai dengan
kerongkongan secara lebih detail (Padilah, 2015)
9. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengobatan disfagia adalah untuk menjaga asupan nutrisi pasien dan
mencegah makanan masuk ke saluran pernapasan. Selain mengatasi penyebabnya,
beberapa metode pengobatan untuk menjaga asupan nutrisi yang cukup pada penderita
disfagia adalah :
a. Penatalaksanaan Non Farmakologi
1) Terapi Menelan
Terapi menelan pada penderita disfagia akan dibimbing oleh terapis khusus. Terapis
akan mengajarkan bagaimana proses menelan selama masa penyembuhan agar pasien
tetap dapat menelan makanan. Terapi ini umumnya ditujukan bagi penderita yang
kesulitan menelan akibat masalahan di mulut.
2) Modifikasi Diet
Modifikasi diet dilakukan dengan cara mengatur tekstur dan kekentalan makanan
sesuai dengan kemampuan menelan pasien, khususnya pasien yang mengalami
kesulitan menelan di fase oral. Pola makan pasien dapat diatur, mulai dari makanan
berbentuk cair seperti jus, kemudian ditingkatkan kekentalannya jika kemampuan
menelan sudah membaik, hingga diberikan makanan yang berbentuk padat, seperti roti
atau nasi.
b. Penatalaksanaan Faramakologi
1) Selang makan
Selang makan umumnya akan dipasang untuk membantu pasien memenuhi
kebutuhan nutrisinya selama fase pemulihan mulut dan faring. Selain untuk membantu
memasukkan makanan ke saluran pencernaan, selang makan juga dapat digunakan
untuk memasukkan obat-obatan..
2) Obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita disfagia akan disesuaikan dengan penyebab
disfagia. Beberapa jenis obatobatan yang dapat diberikan kepada penderita disfagia
antara lain :
a) Obat untuk mengurangi asam lambung, seperti ranitidine dan omeperazole
b) Obat untuk kekakuan otot kerongkongan akibat akhalasia, seperti botulinum toxin
c) Obat untuk melemaskan otot kerongkongan bagian bawah, seperti amlodipine dan
nifedipine (Smeltzer, 2016)
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Mengkaji identitas klien
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan sekarang
d. Riwayat kesehatan masa lalu
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat psikososial dan spiritual
g. Pemeriksaan fisik meliputi : Keadaan umum, ttv, pemeriksaan head to toe,
h. pola kebiasaan sehari-hari
i. Pemeriksaan diagnostik
j. Penatalaksanaan medis/terapi (Setiadi, 2016)
2. Diagnosis Yang Biasa Muncul (Tim pokja SDKI PPNI, 2017)
a. Gangguan menelan berhubungan dengan anomali jalan napas atas
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
c. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan menelan berhubungan dengan anomali jalan napas atas
Intervensi :
1) Observasi
a) Monitor kemampuan menelan
b) Monitor status hidrasi pasien, jika perlu
2) Terpeutik
a) Atur posisi yang nyaman untuk makan dan minum
b) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
c) Siapkan makanan dengan suhu yang meningkatkan nafsu makan
3) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat (mis. analgesik, antiemetik), sesuai indikasi
(Tim pokja SIKI PPNI, 2018)
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Intervensi :
1) Observasi
a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
b) Monitor kelelahan fisik dan emosional
c) Monitor pola tidur dan jam tidur
d) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
2) Terpeutik
a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
b) Lakukan latihan rentang gerak pasif/atau aktif
c) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
d) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
3) Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
c) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
(Tim pokja SIKI PPNI, 2018)
c. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
Intervensi :
1) Observasi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
c) Monitor asupan makanan
2) Terpeutik
a) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3) Edukasi
a) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri,
antiemetik) jika perlu (Tim pokja SIKI PPNI, 2018)
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi Keperawatan Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindaka untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan meliputi pengumpulan data dan
berkelanjutan dan mengobservasi kondisi klien. Pertahankan keseimbangan produksi
dan kehilangan pada klien dengan intervensi yang telah ditetapkan (Setiadi, 2016)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan respon klien terhadap hasil yang
diharapkan dari rencana keperawatan. Tentukan apakah dibutuhkan revisi rencana.
Setelah intervensi, pantau tanda vital klien untuk mengevaluasi perubahan (Setiadi,
2016).
6. Sindrom Geriatri 14 I Pada Lansia
Menurut Kane RL (2018), sindrom geriatri memiliki beberapa karakteristik, yaitu :
usia > 60 tahun, fungsi organ menurun, gangguan status fungsional, dan gangguan
nutrisi karena menurunnya fungsi menelan. Menurut Solomon dkk : The “14 i” yang
terdiri dari Immobility (imobilisasi), Instability (instabilitas), Intelectual impairement
(gangguan intelektual), Incontinence (inkontinensia), Isolation (depresi), Impotence
(impotensi), Immuno-deficiency (penurunan imunitas), Infection (infeksi), Inanition
(malnutrisi), Impaction (konstipasi), Insomnia (gangguan tidur), Iatrogenic disorder
(gangguan iatrogenic) dan Impairement of hearing (gangguan pendengaran).
1. Immobility
Keadaan tidak bergerak atau tirah baring yang dapat disebabkan rasa nyeri, kekakuan
otot dan sendi, ketidakseimbangan. Pencegahannya dengan latihan fisik, perubahan
posisi secara teratur, menggunakan kasur angin dekubitus, monitor asupan cairan, dan
makanan yang berserat
2. Instability
Orang lansia mudah jatuh karena kecelakaan seperti terpeleset, kehilangan kesadaran
mendadak atau vertigo. Pencegahannya dengan mengobati penyakitnya, terapi fisik,
latihan cara berjalan dan penguatan otot. Selain itu menggunakan alat bantu, sandal
yang sesuai dan mengubah lingkungan lebih aman, seperti membuat pegangan dan
pencahayaan cukup.
3. Incontinence
Lansia sering mengompol atau buang air besar karena ketidakmampuan menahan
buang air besar melalui anus. Pencegahannya dengan latihan kegel, latihan dasar otot
panggul, dan obat-obatan
4. Intellectual impairment
Gangguan intelektual dapat berupa demensia atau delirium, yang ditandai dengan
gangguan kesadaran serta perubahan kognitif. Gejalanya berupa gangguan memori
jangka pendek, gangguan persepsi (halusinasi, ilusi), gangguan proses pikir
(disorientasi waktu, tempat, orang), komunikasi tidak relevan, mengamuk, dan
gangguan siklus tidur.
5. Infection
Beberapa penyakit secara bersamaan dapat terjadi akibat menurunnya imunitas tubuh
terhadap infeksi.
6. Impairment of hearing, vision, and smell
Gangguan pendengaran, penglihatan, dan penciuman. Gangguan pendengaran sangat
umum ditemui dapat diatasi dengan penggunaan alat bantu. Gangguan penglihatan
dapat berupa katarak, atau komplikasi penyakit. Penggunaan kacamata atau operasi
katarak dapat membantu.
7. Isolation
Lansia sering merasa terisolasi atau depresi karena kehilangan orang yang disayangi,
pasangan hidup, atau anak. Akibat diacuhkan keluarga karena merepotkan, mereka
cenderung menarik diri dari lingkungan sehingga mudah mengalami depresi.
8. Inanition (malanutrisi)
Asupan makanan berkurang sekitar 25 persen pada orang usia 40-70 tahun yang terjadi
dipengaruhi faktor fisiologis (perubahan indera pengecap, pembauan, sulit mengunyah,
gangguan pencernaan), psikologis (depresi dan demensia) dan sosial (hidup dan makan
sendiri) yang berpengaruh pada nafsu makan.
9. Impecunity
Penuaan membuat kemampuan tubuh dalam menyelesaikan pekerjaan berkurang
sehingga tidak dapat memberikan penghasilan.
10. Iatrogenic
Orang yang menderita penyakit lebih dari satu jenis membutuhkan obat lebih banyak
dan bahkan dalam jangka waktu lama sehingga dapat menimbulkan efek samping dan
interaksi dari obat-obat tersebut.
11. Insomnia
Perubahan siklus tidur atau beberapa penyakit mengakibatkan insomnia. Untuk
meringankannya, hindari olahraga 3-4 jam sebelum tidur, hindari minuman berkafein
saat sore hari, batasi cairan setelah jam makan malam.
12. Immunodeficiency
Penurunan sistem kekebalan tubuh disebabkan karena penurunan fungsi organ tubuh
sehingga dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit.
13. Impotence
Impotensi adalah ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual akibat gangguan
organik seperti gangguan hormon, saraf, pembuluh darah, dan depresi.
14. Impaction atau sulit buang air besar
Hal ini terjadi akibat kurangnya gerak fisik, makanan rendah serat, kurang minum,
akibat obat-obat tertentu, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, M. (2016). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Diva Press. Brunner, &
Suddarth. (2017). Keperawatan medikal bedah Vol 3. EGC.
Kusuma, L. T., Antono, D., & Muyassaroh, M. (2021). Hubungan Lama Waktu Pasca
Kemoradiasi Dengan Derajat Disfagia Orofaringeal Pada Karsinoma
Nasofaring. Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine, 8(1), 7–14.
https://doi.org/10.36408/mhjcm.v8i1.400
Liwikasari, N., & Antono, D. (2017). Gambaran pasien dengan disfagia di RSUP Dr.
Kariadi Semarang Periode 1 Januari-31 Desember 2014. 4(3), 146-
148.https://doi.org/10.36408/mhjcm.v4i3.328
Liwikasari, N., & Muyassaroh. (2016). Patofisiologi kasus skleroderma pada disfagia
esofagus. Oto Rhino Laryngologica Indonesiana, 46 (1), 94.
https://doi.org/10.32637/orli.v46i1.152
Nayoan, C. R. (2017). Gambaran Penderita Disfagia yang Menjalani Pemeriksaan
Fiberoptic Endoscopic Evaluation Of Swallowing di RSUP DR. Kariadi
Semarang Periode 2015-2016 Christin Rony Nayoan Departemen IK THTKL
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako/Healthy Tadulako J. Kesehatan
Tadulako, 3(2), 47–56.https://doi.org/10.22487/htj.v3i2.51
Padilah. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika. Makanan
dan Minuman Pasien Disfagia. Medica Hospitalia : Journal of Clinical
Medicine, 3(3), 207–212. https://doi.org/10.36408/mhjcm.v3i3.237
Setiadi. (2016). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori &
Praktik. Graha Ilmu.
Smeltzer, S. (2016). Keperawatan Medikal Bedah (Handbook For Brunner &
Suddarth’s Textbook Of Medical-Surgical Nursing ) Edisi 12. EGC.
Tim pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP
PPNI.
Tim pokja SIKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Wijaya, Andra, S., Putri, & Marisa, Y. (2016). Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa). Nuha Medika.
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
PADA NY. S DENGAN MASALAH UTAMA DISFAGIA
DI UPTD GRIYA WREDA JAMBANGAN SURABAYA
DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD FAHRIJAL ARIFUDIN FIRMANSYAH
NIM. 1910076
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian untuk kasus kelolaan karya ilmiah ini dilakukan pada Ny. S
Berikut pengkajian singkat yang telah dilakukan pada Ny. S .dengan diagnosa
1. Data biografi
Usia : 79 Tahun
Agama : Islam
TB/BB : 143 cm / 40 Kg
Alamat : Surabaya
Penanggung jawab
Nama : Tn. B
Alamat : Surabaya
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh kesulitan menelan karena nyeri pada kerongkongan pada saat
S : nyeri skala 3
(Hipertensi)
[ ] bertambah kg
[✔] tetap
[ ] berkurang ........................... kg
Klien sehari hari seperti biasa aktivitas mandiri, mampu makan mandi cuci
pakaian sendiri, mengikuti senam dan gemar membaca kitab suci Al-Qur’an,
Mandiri :
Bantuan hanya pada satu bagian
mandi (seperti punggung atau ✔
ekstremitas yang tidak mampu ) atau
mandi sendiri sepenuhnya (1)
Tergantung :
Bantuan mandi lebih dari satu bagian
tubuh, bantuan masuk dan keluar dari
bak mandi, serta tidak mandi sendiri.
Berpakaian
Mandiri :
Mengambil baju dari lemari, memakai ✔
pakaian, melepaskan pakaian,
mengancingi/mengikat pakaian. (1)
Tergantung :
Tidak dapat memakai baju sendiri
atau hanya sebagian.
Toileting
Mandiri :
Berpindah
Mandiri :
Berpindah ke dan dari tempat tidur
untuk duduk, bangkit dari kursi
sendiri
Bergantung :
Bantuan dalam naik atau turun dari
✔
tempat tidur atau kursi, tidak
melakukan satu, atau lebih (1)
perpindahan
Makan
Mandiri :
Mengambil makanan dari piring dan
menyuapinya sendiri
Bergantung :
Bantuan dalam hal mengambil
makanan dari piring dan ✔
menyuapinya, tidak makan sama (1)
sekali, dan makan parenteral ( NGT )
e. Neurosensori
Fungsi penglihatan : Cukup baik, memakai kacamata plus saat membaca karena
Fungsi Pendengaran : Klien masih bisa mendengar dengan jelas dan mampu
f. Reproduksi seksualitas
Klien mengatakan sudah di fase usia lanjut sehingga sistem reproduksi maupun
g. Pola pikir dan persepsi : Klien mampu berpikir realistis, tidak ada gangguan
persepsi sensori
h. Konsep diri :
2) Ideal diri : Klien mengatakan dirinya seorang lansia (mbah uti) dan
khotimah
kalijudan
1) Pengambilan keputusan : Klien mampu menentukan apa hal utama yang harus
dilakukan
2) Yang disukai tentang diri sendiri : semuanya, mata dan mulut masih bisa
membaca dan melantunkan alqur’an, kaki yang masih mampu berjalan baik ke
4) Yang dilakukan jika sedang stress : Menghibur diri dengan mengikuti aktivitas
a. Fungsi intelektual
Hasil pengkajian SPMSQ pada Ny. S didapatkan bahwa jumlah kesalahan pasien
adalah 0 yang berarti fungsi intelektual pasien dalam kategori fungsi intelektual
Utuh
b. Fungsi kognitif
Keterangan :
Skor 24-30 : Status kognitif normal
Skor 17-23 : Kemungkinan gangguan kognitif
Skor 0-16 : Gangguan kognitif
Hasil pengkajian MMSE didapat jumlah skor yang diperoleh pasien yaitu 29,
Interpretasi :
Setiap jawaban yang sesuai dengan kunci mendapatkan nilai 1
Normal : 0-4
Depresi ringan : 5-8
Depresi sedang : 9-11
Depresi berat : 12-15
Hasil pengkajian status mental menggunakan GDS diperoleh skor pasien 1yang
berarti status mental normal
5. Pemeriksaan fisik
c. GCS : 456
2) Mata-Telinga-Hidung
a) Penglihatan
b) Pendengaran
3) Leher
b) Paru
Batuk : ya / tidak
a) Sistem Pencernaan
3. hiperperistaltik 4. lain-lain…
Kembung : 1. ya 2. tidak
b) Sistem Genetauri
Pasien BAK ± 4.x sehari. Jumlah , warna kuning Bau...
5 5
Hemiplegi/parese : 1. tidak 2. ya
6) Sistem Imun
Tidak ada autoimun
7) Genetalia
Pimosis : 1. ya 2. tidak
gangguan reproduksi
10) Pengecapan
Baik, klien mengatakan masih mampu membedakan rasa asin manis dll
11) Kulit
C. Diagnosis Keperawatan
Analisa Data
Data Fokus Analisis Masalah Keperawatan
Data Subjektif : Virus bakteri kondisi Nyeri Akut berhubungan
- Klien mengeluh lingkungan masuk dengan agen pencedera
sakit saat menelan saluran nafas fisiologis (SDKI D.0077
makanan ↓ 172)
- P : karena adanya Silia mendorong virus
radang masuk jaringan merusak
- Q : seperti ditusuk lapisan epitel
- R : di daerah ↓
kerongkongan Reflek spasme gagal
- S : skala nyeri 3 ↓
- T : terasa saat Peradangan pada
menelan makanan kerongkongan
↓
Data Objektif: Makanan melewati
- Pasien tampak kerongkongan
meringis kesakitan ↓
- Pasien memegangi Timbul nyeri / kesakitan
leher disertai batuk kecil
10. Mengidentifikasi
19.00 S: Fahri
penurunan tingkat energi, - Klien mengatakan
ketidakmampuan tidak nyaman saat
konsentrasi dan gejala lain nyeri pada leher
yang mengganggu - Klien mengatakan
kemampuan memiliki riwayat
11. Mengidentifikasi teknik hipertensi
19.20 O:
relaksasi yang efektif
- Klien terlihat
digunakan memegangi leher
19.25 12. Menjelaskan tujuan, - TD : 130/90 N : 88
manfaat, batasan dan jenis - Klien belum tau
relaksasi yang tersedia penyebab nyeri telan
19.30 13. Memberikan informasi A:
tertulis tentang persiapan - Masalah teratasi
dan prosedur teknik sebagian
P:
relaksasi
- Lanjutkan intervensi
19.40 14. Mengidentifikasi 14, 15, 16, 17,18
kesediaan, kemampuan
penggunaan teknik
relaksasi, memeriksa
ketegangan otot, nadi,
tensi, serta suhu sebelum
latihan
19.55 15. Demonstrasikan dan
latihkan teknik terapi
relaksasi (napas dalam)
20.10 16. Menganjurkan mengambil
posisi nyaman, rileks
17. Memonitor respons terapi
20.20
relaksasi
20.25 18. Menganjurkan agar klien
sering mengulangi dan
melatih teknik yang
diajarkan
17-10-2023 S: Fahri
15.30 - Klien mengatakan nyeri pada leher seperti ditusuk
saat menelan makanan
- Klien mengatakan skala nyeri 3
- Klien mengatakan memiliki riwayat hipertensi
O:
- Klien tampak meringis saat menelan makanan
- Klien terlihat memegangi leher
- TD : 140/90 N : 89
- Klien belum tau penyebab nyeri telan
- Klien terlihat senang saat terapi bermain ular tangga
raksasa
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi 2, 3, 5, 8, 9
S: Fahri
17-10-2023 - Klien mengatakan tidak nyaman saat nyeri pada leher
19.00 - Klien mengatakan memiliki riwayat hipertensi
O:
- Klien terlihat memegangi leher
- TD : 130/90 N : 88
- Klien belum tau penyebab nyeri telan
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Lanjutkan intervensi 14, 15, 16, 17,18
S: Fahri
17-10-2023
- Klien mengatakan sudah mulai mengetahui
20.30 penyebab dan pereda nyeri
O:
- TD : 130/90 N : 88
- Klien mampu mengulangi penjelasan yang
disampaikan tentang penyebab nyeri telan serta cara
meredakannya
A:
- Masalah teratasi
P:
- Intervensi dihentikan