Anda di halaman 1dari 11

LAPORA PENDAHULUAN

DISPEPSIA
“Di buat untuk menyelesaikan salah satu tugas PBL di ruang Melati 3 RSUD Dr. Soekardjo
Kota Tasikmalaya”

Dosen Pengampu : Tatang Kusmana M.Kep


Di susun oleh :
Nama : Nindia Sapitri
Nim : E2214401024
Ruang ; Melati 3

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
TAHU AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji Syukur, kami panjatkan kehadirat Tukan yang maha Esa. Karena berkat rahmat dan
tuntunannya kami dapat menyelesaikan tugas Laporan Pendahuluan dengan judul “DISPEPSIA”
dalam penyusunan ini kami tidak lepas darı bantuan dari berhagai pihak Untuk itu kamu
mengucapkan terimakasih kepada pihak yang terkait
Kami menyadarı Laporan Pendahuluan ini masih jauh dari sempurna untuk itu kami
mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak Kesempurnaan
Laporan Pendahuluan mı Semoga Laporan Pendahuluan ini bermanfaat bagi karos maupun
pembaca.

Tasikmalaya, 02 Desember 2023


DAFTAR ISI
BAB I
PEMBAHASAN
A. Definisi
Dispepsia merupakan istilah yang digambarkan sebagai suatu kumpulan gejala atau sindrom
yang meliputi nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa,
terasa cepat kenyang, perut terasa penuh atau begah. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan proses metabolisme yang mengacu pada semua reaksi biokimia tubuh
termasuk kebutuhan akan nutrisi (Sukarmin, 2017).
Dispepsia merupakan rasa nyeri atau tidak nyaman di bagian ulu hati. Kondisi ini dianggap
gangguan di dalam tubuh yang diakibatkan reaksi tubuh terhadap lingkungan sekeliling.
Reaksi ini menimbulkan gangguan ketidakseimbangan metabolisme dan seringkali
menyerang individu usia produktif, yakni usia 30-50 tahun (Ida, 2016).
Jadi Dispepsia adalah rasa tidak enak pada ulu hati yang berhubungan atau tidak ada
hubungan dengan makanan yang menimbulkan gangguan. ketidakseimbangan metabolisme
dan menyerang usia produktif.
B. Klasifikasi Dispepsia
Dipaparkan bahwa pengelompokan mayor dispepsia terbagi atas. dua yaitu :
1. Dispepsia Organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya.
Sindrom dyspepsia organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya
tukak (ulkuspeptikum), gastritis, stomach cancer, gastroesophageal refluxdisease,
hyperacidity.
2. Dispepsia Non Organik (DNU), atau dyspepsia fungsional, atau Dispepsia Non Ulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa disertai kelainan atau
gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan
endoskopi (Ida, 2016).
C. Etiologi Dispepsia
Menurut Purnamasari (2017), dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang
bersifat organik (struktual) dan fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena
terjadinya gangguan disaluran cerna atau disekitar saluran cerna, seperti pankreas, kandung
empedu dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu karena
faktor psikologis dan factor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu
(Purnamasari, 2017).
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat organik dan
fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena terjadinya gangguan di saluran
cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti pankreas, kandung empedu dan lain-lain.
Sedangkan penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu karena faktor psikologis dan faktor
intoleran terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu (Pumamasari, 2017). Faktor-faktor
yang menyebabkan dispepsia adalah :
1. Bakteri Helicobacter pylori. Bakteri tersebut hidup di bawah lapisan selaput lendir sendiri
adalah untuk melindungi kerusakan dinding lambung akibat produksi asam lambung.
Infeksi yang diakibatkan bakteri helicobacter menyebakan peradangan pada dinding
lambung.
2. Merokok, rokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena itu orang yang
merokok lebih sensitive terhadap dispepsia maupun ulser.
3. Stres bisa menyebabkan terjadi perubahan hormonal di dalam tubuh. Perubahan itu akan
merangsang sel-sel dalam lambung yang kemudian memproduksi asam secara berlebihan
dan membuat lambung terasa nyeri.
4. Efek samping obat-obatan tertentu. Konsumsi obat penghilang rasa nyeri seperti obat anti
inflamasi nonsteroid (OAINS) misalnya aspirin, ibuprofen yang terlalu sering dapat
menyebabkan penyakit gastritis.
5. Minum-minuman yang mengandung alkohol dan kafein seperti kopi dapat meningkatkan
produksi asam lambung berlebihan hingga akhimya terjadi iritasi dan menurunkan
kemampuan fungsi dinding lambung.
6. Mengkonsumsi makanan terlalu pedas dan asam. Minum-minuman yang mengandung
alkohol dan cafein seperti kopi dan mengkonsumsi makanan pedas dapat meningkatkan
produksi asam lambung berlebihan hingga akhirnya terjadi iritasi dan menurunkan
kemampuan fungsi dinding lambung (Purnamasari, 2017).
D. Patofisiologi
Patofisiologi dispepsia hingga kini masih belum sepenuhnya jelas dan penelitian-penelitian
masih terus dilakukan terhadap faktor-faktor yang dicurigai memiliki peranan bermakna,
seperti Abnormalitas fungsi motorik lambung (khususnya keterlambatan pengosongan
lambung, hipomotilitas antrum, hubungan antara volume lambung saat puasa yang rendah
dengan pengosongan lambung yang lebih cepat, serta gastric compliance yang lebih rendah),
infeksi Helicobacter pylori dan faktor-faktor psikososial, khususnya terkait dengan gangguan
cemas dan depresi (Purnamasari, 2017).
Ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya dyspepsia yaitu : (Ida, 2016)
1. Sekresi lambung, peningkatan sensitivitas mukosa lambung dapat terjadi akibat pola
makan yang tidak teratur. Pola makan yang tidak teratur akan membuat lambung sulit
untuk beradaptasi dalam pengeluaran sekresi asam lambung. Jika hal ini berlangsung
dalam waktu yang lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat
mengiritasi dinding mukosa pada lambung
2. Dismotilitas Gastrointestinal, berbagai studi melaporkan bahwa pada. dispepsia
fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung, adanya hipomotilitas antrum
(sampai 50% kasus), gangguan akomodasi lambung saat makan, dan hipersensitivitas
gaster. Salah satu dari keadaan ini dapat ditemukan pada setengah atau dua pertiga kasus
dispepsia fungsional. Perlambatan pengosongan lambung terjadi pada 25-80% kasus
dyspepsia fungsional dengan keluhan seperti mual, muntah, dan rasa penuh di ulu hati.
3. Helicobacter pylori, peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum
sepenuhnya dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H. pylori terdapat sekitar 50%
pada dispepsia fungsional dan tidak berbeda pada kelompok orang sehat. Mulai terdapat
kecenderungan untuk melakukan. eradikasi H. pylori pada dispepsia fungsional dengan
H. pylori positif yang gagal dengan pengobatan konservatif baku (Suprapto, 2014).
F. Manifestasi Klinis
Menurut Ida (2016) ada beberapa tanda dan gejala dyspepsia yiatu:
1. Epigastric pain, sensasi yang tidak menyenangkan, beberapa pasien merasa terjadi
kerusakan jaringan.
2. Postprandiali fullness, perasaan yang tidak nyaman seperti makanan berkepanjangan di
perut.
3. Early satiation, perasaan bahwa perut sudah terlalu penuh segera setelah mulai makan,
tidak sesuai idengan ukuran makanan yang dimakan, sehingga makan tidak dapat
diselesaikan. Sebelumnya, kata "cepat kenyang" digunakan, tapi kekenyangan adalah
istilah yang benar untuk hilangnya sensasi nafsu makan selama proses menelan makanan.
4. Epigastric buming. terbakar adalah perasaan subjektif yang tidak menyenangkan dari
panas.
Selain itu menurut Purnamasari (2017) manifestasi klinis yaitu adanya gas diperut, rasa
penuh setelah makan, perut menonjol, cepat kenyang, mual, tidak ada nafsu makan dan perut
terasa panas. Rasa penuh, cepat kenyang, kembung setalah makan, mual muntah, sering
bersendawa, tidak nafsu makan, nyeri uluh hati dan dada atau regurgitas asam lambung ke
mulut. Gejala dispepsia akut dan kronis berdasarkan jangka waktu tiga bulan meliput: rasa
sakit dan tidak enak di ulu hati, perih, mual, berlangsung lama dan sering kambuh dan
disertai dengan ansietas dan depresi (Purnamasari, 2017).
G. Gejala Klinis
Adanya gas diperut, rasa penuh setelah makan, perut menonjol, cepat kenyang, mual, tidak
ada nafsu makan dan perut terasa panas. Rasa penuh, cepat keyang, kembung setalah makan,
mual muntah, sering bersendawa, tidak nafsu makan, nyeri uluh hati dan dada atau regurgitas
asam lambung kemulut. Gejala dispepsia akut dan kronis berdasarkan jangka waktu tiga
bulan meliput: rasa sakit dan tidak enak di ulu hati, perih, mual, berlangsung lama dan sering
kambuh dan disertai dengan ansietas dan depresi (Purnamasari, 2017). Indikasi endoskopi
bila ada gejala atau tanda alarm seperti gejala dispepsia yang baru muncul pada usia lebih
dari 55 tahun, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. anoreksia,
muntah persisten, disfagia progresif, odinofagia, perdarahan, anemia, ikterus, massa
abdomen, pembesaran kelenjar limfe, riwayat keluarga dengan kanker saluran cerna atas,
ulkus peptikum, pembedahan lambung, dan keganasan (Black et al., 2018). Gejala dispepsia
antara lain sebagai berikut (Suzuki, 2017; Rahmayanti, 2016) :
1. Epigastric pain merupakan sensasi yang tidak menyenangkan, beberapa pasieni merasa
terjadi kerusakan jaringan
2. Postprandiali fullness merupakan perasaan yang tidak inyaman seperti makanan
berkepanjangan di perut
3. Early satiation merupakan perasaan bahwa perut sudah terlalu penuh segera isetelah
mulai makan, tidak sesuai idengan ukuran makanan yang dimakan, sehingga makan tidak
dapat diselesaikan. Sebelumnya, kata "cepat kenyang" digunakan, tapi kekenyangan
adalah istilah yang ibenar untuk hilangnya sensasi nafsu imakan selama proses menelan
makanan.
4. Epigastrici burning merupakan rasa terbakar adalah perasaan subjektif yang tidak
menyenangkan dari panas.
H. Faktor Resiko Dispepsia
Dyspepsia disebabkan oleh bebrapa faktor risiko, faktor risiko dari dyspepsia antara lain adalah
(Rahmayanti, 2016):
1. Faktor Psiko-Sosial
Dispepsia sangat berhubungan erat dengan faktor psikis. Besarnya peranan stres dalam
memicu berbagai penyakit sering tidak disadari oleh penderita bahkan oleh tenaga imedis
sendiri. Hal ini sekaligus menjelaskani mengapa sebagian penyakit bisa imenemukan
progesifitas penyembuhan yang baik isetelah faktor stres ini ditangani.
2. Penggunaan Obat-obatani
Sejumlah obat dapat mempengarui gangguan iepigastrium, mual, muntah dan nyeri idi
ulu hati. Misalnya golongan NSAIDs, seperti aspirin, ibuprofen, dan naproxen, steroid,
teofilin, digitalis, dan antibiotik.
3. Pola Makan tidak Teraturi
Pola makan yang itidak teratur terutama bila jarang isarapan di pagi hari, termasuk iyang
beresiko dispepsia. Di pagi ihari kebutuhan kalori seseorang cukup ibanyak, sehingga
bila tidak sarapan, imaka lambung akan lebih banyak imemproduksi asam.
4. Gaya Hidup yang tidak Sehat
a. Menghisap rokok
Tar dalam asap rokok idapat melemahkan ikatup Lower Esophageal Spinter
(LES), katup antara lambung dan tenggorokan, sehingga gas dilambung naiki
hingga kerongkongan
b. Minum Alkohol
Alkohol bekerja imelenturkan katup LES, sehinggai menyebabkan refluks atau
berbaliknya iasam lambung kei kerongkongan. Alkohol ijuga meningkatkan
iproduksi asam lambung.
I. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ida, (2016) pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan adanya
kelainan organik, pemeriksaan untuk dispepsia terbagi pada beberapa bagian yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium, biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan
pemeriksaan darah dalam tinja, dan urin. Jika ditemukan leukosit dosis berarti tanda-
tanda infeksi. Jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak pada
pemeriksaan tinja kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga
menderita dyspepsia ulkus sebaiknya diperiksa derajat keasaman lambung. Jika diduga
suatu keganasan, dapat
diperiksa tumormärker (dugaan karsinoma kolon), dan (dugaan kärsinoma pankreas).

2. Barium enema untuk memeriksa saluran cerna pada orang yang mengalami kesulitan
menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau
memburuk bila penderita makan.
3. Endoskopi biasa digunakan untuk mendapatkan contoh jaringan dari lapisan lambung
melalui tindakan biopsi. Pemeriksaan nantinya di bahwa mikroskop untuk mengetahui
apakah lambung terinfeksi Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan
bakuemas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan penunjang lainnya
seperti foto polos abdomen, serologi H. pylori, urea breath test, dan lain-lain dilakukan
atas dasar indikasi (Ida, 2016).
J. Penatalaksanaan Medis
Menurut Ida (2016), penatalaksanaan medis dyspepsia dengan farmakologis dengan
mengenal beberapa obat, yaitu: Antasida yang mana pemberian antasida tidak dapat
dilakukan terus-menerus, karena hanya bersifat simtomatis untuk mengurangi nyeri. Obat
yang termasuk golongan ini adalah simetidin, ranitidin, dan famotidine. Pemasangan cairan
pariental, pemasagan Naso Gastrik Tube (NGT) jika diperlukan (Sukarmin, 2014).
Pengobatan non Farmakologi dengan tindakan-tindakan keperawatan dalam perawatan
pasien dengan gangguan nyeri abdomen yaitu mengatur posisi pasien, hipnoterapi, terapi
relaksasi, manajemen nyeri dan terapi perilaku (Ida, 2016). Penatalaksanaan dispepsia
menurut Suratun & Lusianah (2017) mencakup pengaturan diet dan pengobatan medis, antara
lain sebagai berikut:
1. Membatasi konsumsi makanan yang dapat menyebabkan terjadinya dispepsia seperti
mengkonsumsi makanan pedas, minuman kafein dan beralkohol.
2. Makan dalam porsi kecil tetapi sering dan dianjurkan untuk makan 5-6 kali dalam sehari.
3. Menghindari penggunaan atau konsumsi anti nyeri seperti aspirin dan ibu profen.
Gunakan anti nyeri lain yang lebih aman bagi lambung seperti parasetamol.
4. Mengontrol stres dan rasa cemas.
5. Antasida.
6. Penghambat pompa proton (PPI). Golongan obat ini dapat mengurangi produksi asam
lambung
7. Penyekat H2 reseptor antagonists (H2RAs).
8. Prokinetik dapat membantu proses pengosongan lambung.
9. Antibiotik. Pemberian dilakukan jika dyspepsia disebabkan oleh infeksi.
10. Anti-depressants atau anti-anxiety dapat digunakan untuk menghilangkan rasa tidak
nyaman yang disebabkan oleh dispesia dengan menurunkan sensasi nyeri yang dialami.
11. Psikoterapi
K. Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya. komplikasi yang
tidak ringan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain, pendarahan, kanker lambung, muntah
darah dan terjadinya ulkus peptikus (Wijaya & Putri, 2017).
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
Dispepsia menjadi suatu kondisi yang dapat mengakibatkan munculnya rasa tidak nyama
pada perut bagian atas karena masalah asam lambung atau penyakit maag yang terjadi di
ruang melati 3 RSUD Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Maka dari itu kami sebagai
mahasiswa D3 Keperawatan akan membantu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
untuk proses penyembuhannya dengan di dasari Laporan Pendahuluan.
REFERENSI
Di akses pada tanggal 02 Desember 2023
https://id.scribd.com/document/564728593/LP-DISPEPSIA

Anda mungkin juga menyukai