Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERATAWAN PADA PASIEN DENGAN

DIAGNOSIS MEDIS DISPEPSIA DI RUANG INTERNA 2 RSUD DR.R.SOEJONO


SELONG LOMBOK TIMUR

Disusun Oleh:
ZAEDATUL AZIZAH

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


(STIKES) HAMZAR LOMBOK TIMUR
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Field trip di Ruang Interna II RSUD Dr.R. Soedjono Selong tanggal

24-26 Januari 2023

telah di syahkan dan disetujui pada

Hari :

Tanggal :

Kepala Ruangan
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik
(Ns.
ZIKRULLAH,
M.Kep)

(Ns. Supriadi, M.Kep) (Ns. ZIKRULLAH, M.Kep)

NIDN.0820078703
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti
pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinisyang terdiri dari
rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalamikekambuhan.
Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan
regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer, 2000)
Dispepsia merupakan isitilah yang digunakan untuk suatu sindrom (kumpulan
gejala atau keluhan) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati (daerah
lambung), kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, dan perut terasa
penuh. Keluhan ini tidak selalu ada pada setiap penderita. Bahkan pada seorang
penderita, keluhan tersebut dapat berganti atau bervariasi, baik dari segi jenis
keluhan maupun kualitas keluhan. Jadi, dispepsia bukanlah suatu penyakit,
melainkan merupakan kumpulan gejala ataupun keluhan yang harus dicari
penyebabnya (Sofro dan Anurogo, 2013).
Dispepsia adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan nyeri atau rasa
tidak nyaman pada perut bagian atas atau ulu hati (Irianto, 2015). Makan yang tidak
teratur memicu timbulnya berbagai penyakit karena terjadi ketidak seimbangan
dalam tubuh. Ketidak teraturan ini berhubungan dengan waktu makan. Biasanya, ia
berada dalam kondisi terlalu lapar namun kadang-kadang terlalu kenyang. Sehingga
kondisilambung dan pencernaannya menjadi terganggu. Faktor yang memicu
produksi asam lambung berlebihan, diantaranya beberapa zat kimia, seperti alcohol,
umumnya obat penahan nyeri, asam cuka. Makanan dan minuman yang bersifat
asam, makanan yang pedas serta bumbu yang merangsang, semua faktor pemicu
tersebut dapat mengakibatkan dispepsia(Warianto, 2011).
Penyakit dispepsia adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan nyeri atau
rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau ulu hati (Irianto, 2015) dalam
Fithriyana (2018).
2. Etiologi
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat organik
dan fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena terjadinya
gangguan di saluran cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti pankreas, kandung
empedu dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu
karena faktor psikologis dan faktor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis makanan
tertentu (Abdullah dan Gunawan, 2012). Faktor-faktor yang menyebabkan dispepsia
adalah:
a. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal dari saluran pencernaan bagian
atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas).
b. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan salah
(mengunyah dengan mulut terbuka atau berbicara).
c. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat lambung
terasa penuh atau bersendawa terus.
d. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya dispepsia,
seperti minuman beralkohol, bersoda (soft drink), kopi. Minuman jenis ini dapat
mengiritasi dan mengikis permukaan lambung.
3. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Menurut Diyono dan Muliyanti (2013), lambung terletak oblik dari kiri ke kanan
berbentuk menyilang di abdomen atas di bawah diafragma. Pada saat kosong,
lambung berbentuk tabung (seperti huruf J) dan pada saat penuh seperti buah
alpukat. Jumlah yang dianjurkan untuk kapasitas normal lambung adalah satu
sampai dua liter. Anatomi lambung terdiri dari fundus, korpus, dan antrum
pyloricum atau piloris. Pada bagian atas kanan terdapat cekungan kurvatura
minor dan di bawah kiri terdapat cekungan kurvatura mayor serta di masing-
masing ujung kurvatura terdapat sfinger yang berfungsi mengatur pengeluaran
dan pemasukan.
b. Fisiologi
Menurut Diyono dan Muliyanti (2013), fungsi lambung dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1) Fungsi Motorik
a) Fungsi resevair adalah menyimpan makanan dan dicerna terus hingga menjadi
sedikit. Makanan di saluran sesuai tingkat volume tanpa ada penambahan
tekanan. Gastrin merangsang saraf vagus untuk memerantai terjadinya
rileksasi reseptif otot polos.
b) Fungsi mencampur merupakan pemecahan makanan menjadi partikel kecil
dan bercampur dengan getah lambung yang melalui kontraksi otot yang ada
pada lambung.
c) Fungsi pengosongan lambung merupakan suatu yang dikendalikan oleh
pembukaan sfinger piloris dan dipengaruhi oleh viskositas, emosi, keasaman,
volume, keadaan fisik, serta aktivitas osmotik, kerja dan obat-obatan.
2) Fungsi pencernaan dan sekresi
a) Pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung
kecil peranannya serta awal mula pencernaan protein oleh pepsin dan HCI.
b) Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan,
peregangan antrum, dan rangsangan vagus.
c) Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus
bagian distal. Pengaturan sekret lambung dibagi menjadi fase sefalik, gastrik
dan instestinal. Fase sefalik dimulai sebelum makanan masuk lambung seperti
melihat, mengecap, mencium, dan memikir. Pada fase ini diperantarai oleh
saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Impuls eferen kemudian
dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung, sehingga kelenjar gastrik
dirangsang mengeluarkan asam HCI, pepsinogen dan menambah mukus. Fase
sefalik menghasilkan sekitar 10% dari sekresi lambung normal. Fase gastrik
dimulai pada saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi yang terjadi
diantrum menyebabkan rangsangan mekanis pada dinding lambung sehingga
impuls-impuls merangsang pelepasan hormon gastrin dan kelenjar-kelenjar
lambung dan terjadi sekresi. Pelepasan gastrin dirangsang oleh pH alkali,
garam empedu diantrum dan protein makanan serta alkohol. Fase intestinal
pada saat gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Protein yang ditelah
dicerna didalam duodenum merangsang pelepasan gastrin usus, suatu hormon
yang menyebabkan lambung terus mensekresikan cairan lambung.
4. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas zat-zat seperti
nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stress, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.
5. Manifestasi Klinis
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,membagi
dispepsia menjadi tiga tipe :
a. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :
a) Nyeri epigastrum terlokalisasi
b) Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
c) Nyeri saat lapar
d) Nyeri episodic
b. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejalaseperti :
a) Mudah kenyang
b) Perut cepat terasa penuh saat makan
c) Mual
d) Muntah
e) Upper abdominal boating
f) Rasa tak nyaman bertambah saat makan
c. Dispepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas)
(Mansjoer, et al, 2007).
6. Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi dispepsia yaitu luka di
dinding lambung yang dalam atau melebar tergantung berapa lama lambung terpapar
oleh asam lambung. Bila keadaan dispepsia ini terus terjadi luka akan semakin dalam
dan dapat menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan
terjadinya muntah darah, di mana merupakan pertanda yang timbul belakangan.
Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih
dulu yang artinya sudah ada perdarahan awal. Tapi komplikasi yang paling
dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan penderitanya
melakukan operasi (Wibawa, 2006).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium Lebih banyak di tekankan untuk menyingkirkan
penyebab organik lainnya seperti antara lain: pankreasitis kronis, DM. Dispepsia
biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
b. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda serologihelicobacter
pylori.
c. Endoskopi
1) CLO (Rapid urea test)
2) Patologi anatomi
3) Kultur mikroorganisme jaringan
4) PCR (Polymerase Chain Reaction)
8. Penatalaksanaan
Penanganan penyakit dispepsia fungsional hingga saat ini belum memuaskan.
Menurut berbagai penelitian yang telah dilakukan dalam penanganan penyakit
dispepsia fungsional ini melibatkan berbagai macam golongan obat (beserta nilai
tambah terapinya) seperti : Terapi eradiksi H.pylori (6-14%), Penggunaan PPI atau
Proton Pump Inhibitor (7-10%), H2-
RA sangat bervariasi (8-35%), Obat Prokinetik (18-45%), Antidepresan Trisiklik
atau amitriptilin (64070%), tetapi nilai tambah terapeutiknya masih rendah
(Bayupurnama, 2019). Dengan demikian, terapi perlu diberikan sesuai dengan gejala
dan tanda yang dijumpai pada pasien, apakah EPS ataukah PDS atau kombinasi
keduanya. Gejala yang perlu dipertimbangkan adalah gejala nyeri ulu hati, mual,
muntah dan gejala dispepsia lainnya (Sandi, 2020).
a. PDS (Posprandial Distress Syndrome)
1) Obat Prokinetik :
a) Metoclopramide
b) Domperidone
c) Clebopride dan Cisapride
2) Antidepresan trisiklik
a) EPS (Epigastric Pain Syndrome)
b) PPI atau Proton Pump Inhibitor
c) H2-RA
Penelitan juga menunjukan bahwa faktor-faktor psikologi seperti gangguan depresi
dan kecemasan sering menyertai penderita dyspepsia fungsional, sehingga terapi
psikologi (psikoterapi) menjadi bagian penting dalam tatalaksana penyakit ini.
Penggunaan terapi alternative komplementer (misalnya obat herbal) dan pengaturan
diet (misalnya pengaturan diet lemak dan karbohidrat serta makanan pedas) belum
menunjukan bukti yang kuat dan masih memerlukan banyak penelitian untuk
menjadi bagian dari tata laksana utama pasien dyspepsia fungsional. Pengaturan diet
leih bersifat individual bergantung persepsi
pasien. Pemberian terapi pada dispepsia fungsional biasanya diberikan dalam jangka
waktu tertentu dan dimonitor perkembangannya, bukan diberikan hanya bila diperlu
kan saat gejala dirasakan pasien.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menanggani masalah-masalah pasien
sehingga dapat menentukan tindakan keperawatan yang tepat pada pasien (Sudoyo,
2013).
a. Identitas pasien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama penanggung
jawab, pekerjaan dll.
b. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien gastritis untuk datang ke rumah sakit
adalah pasien mengeluh nyeri ulu hati, mual muntahdan anoreksia atau nafsu
makan menurun.
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien mengeluh nyeri uluh hati dan perasaan tidak mau makan, mual
dan muntah serta mengalami kelemahan
d. Riwayat kesehatan keluarga
Lakukan pengkajian tentang riwayat penyakit keturuanan yang berhubungan
dengan penyakit gastritis, dan riwayat penyakit keturunan lain yang ada dalam
keluarga. Untuk penyakit gastritis bukanlah termasuk penyakit keturunan
e. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah gejala berhubungan dengan ansietas, stress, alergi, makan atau
minum terlalu banyak, atau makan terlalu cepat? Kaji adakah riwayat penyakit
lambung sebelumnya atau pembedahan lambung sebelumnya ?
f. Riwayat pisikososial
Meliputi mekanisme koping yang digunakan klien untuk mengatasi masalah dan
bagaimana motivasi kesembuhan dan cara klien menerima keadaannya.
1) Pola kebiasaan
a) Aktivitas/istirahat
Gejala : lemah, lemas, gangguan pola tidur dan istirahat, kram
abdomen, nyeri ulu hati.
Tanda : nyeri ulu hati saat istirahat.
2) Sirkulasi
Gejala : keringat dingin (menunjukkan status syok, nyeri akut, respon
psikologik)
3) Eliminasi
Gejala : bising usus hiperperaktif atau hipoaktif, abdomen teraba keras.
Distensi perubahan pola BAB. Tanda : feses encer atau bercampur darah
(melena), bau busuk
4) Integritas ego
Gejala : stress (keuangan, hubungan kerja). Perasaan tidak berdaya. Tanda :
ansietas, misalnya : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit,
gemetar.
5) Makanan dan cairan
Gejala : anoreksia, mual dan muntah, nyeri ulu hati, kram pada abdomen,
sendawa bau busa, penurunan berat badan.
Tanda : membrane mukosa kering, muntah berupa cairan yang berwarna
kekuning-kuningan, distensi abdomen, kram pada abdomen.
6) Neurosensori
Gejala : pusing, pandangan berkunang-kunang, kelemahan pada otot Tanda :
lethargi, disorientasi (mengantuk)
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri epigastrium kiri samping tengah atau ulu hati, nyeri yang
digambarkan sampai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih. Tanda : meringis,
ekspresi wajah tegang.
8) Pernafasan
Gejala : sedikit sesak
9) Penyuluhan
Gejala : faktor makanan, pola makan yang tidak teratur, diet yang salah,
gaya hidup yang salah.
10) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik : Review of System
a) B 1 (breath) : takhipnea
b) B 2 (blood) : takikardi, hipotensi, disritmia, nadi perifer lemah,
pengisian perifer lambat, warna kulit pucat.
c) B 3 (brain) :sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran
dapatterganggu, disorientasi, nyeri epigastrum.
d) B 4 (bladder) : oliguri, gangguan keseimbangan cairan.
e) B 5 (bowel) : anemia, anorexia,mual, muntah, nyeri ulu hati,
tidaktoleran terhadap makanan pedas. 6) B 6 (bone) : kelelahan,
kelemahan

g. Nursing critical pathwy


h. Analisa data
2. Diagnosa

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis

b. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

c. Intoleransi berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen
3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan & kriteria Intervensi (NIC) Rasional


Keperawatan Hasil (NOC)

1. Nyeri akut NOC Management Nyeri 1. Mengetahui


berhubungan dengan  Pain level 1. Lakukan pengkajian perkembangan nyeri dan
lritasi pada mukosa 1. Nyeri hebat nyeri secara tanda-tanda nyeri
lambung 2. Nyeri berat komprehensif termasuk
Data subjektif: 3. Nyeri sedang lokasi, karakteristik, sehingga dapat menentukan
- Mengeluh nye 4. Nyeri ringan durasi, frekuensi, intervensi selanjutnya
5. Tidak nyeri kualitas dan faktor 2. Mengetahui keadaan
Data objektif:  Pain control presipitasi umum pasien
- Tampak meringis 1. Tidak pernah 2. Memonitor tanda- 3. Mengetahui respon pasien
- Bersikap protekrtif 2. Kadang-kadang tanda vital pasien terhadap nyeri
(misalnya: waspada, 3. Sewaktu-waktu 3. Mengobservasi reaksi 4. Mengetahui cara
posis menghindari 4. Sering non verbal dari penanganan nyeri yang bisa
nyeri) 5. Selalu ketidaknyamanan dilakukan oleh pasien
- Gelisah  Comfort level Dengan terhadap nyeri seperti 5. Membantu pasien dalam
- Frekuensi nadi indikator adanya tanda-tanda menangani nyeri yang
meningkat 1. Gangguan ekstream gelisah, ekspresi wajah timbul
- Sulit tidur 2. Berat yang meringis
- Pola nafas berubah 3. Sedang 4. Memberikan posisi 6. Meminimalkan aktifitas
- Tekanan darah 4. Ringan pasien senyaman simpatik dalam system saraf
meningkat 5. Tidak ada gangguan mungkin dengan posisi otonom sehingga dapat
-Nafsu makan sim kanan menghambat implus nyeri
berubah Nilai yang diharapkan 4-5 5. Memberikan dari saraf pperifer ke
Kriteria Hasil : lingkungan yang nyaman hipotalamus, relaksasi nafas
1. Mampu mengontrol yang mempengaruhi rasa dalam dapat meningkatkan
nyeri (tahu, penyebab nyeri seperti suhu produksi hormone hormone
nyeri, mampu ruangan, kebisingan endorphin
menggunakan teknik ruangan dengan cara 7. Menurunkan ketegangan
nonfarakologi, untuk batasi pengunjung otot, sendi dan melancarkan
mengurangi nyeri) 6.Mengajarkan pasien peredaran sehingga dapat
2. Melaporkan bahwa tentang teknik non mengurangi nyeri
nyeri berkurang dengan farmakologi seperti 8. Menurunkan sensasi nyeri
menggunakan manajemen teknik relaksasi seperti yang dialami pasien
nyeri teknik nafas dalam untuk 9. Mengetahui
3. Menyatakan rasa mengurangi nyeri jika perkembangan nyeri an
nyaman ketika nyeri nyeri muncul menentukan intervensi
berkurang 7. Menganjurkan pasien selanjutnya
4. Mampu mengenali nyeri untuk 10. Mengevaluasi
(skala, intensitas, frekuensi mendemonstrasikan keberhasilan tindakan
dan tanda nyeri) teknik relaksasi untuk penanganan nyeri
mengurangi nyeri 11. Analgetik berfungsi
8. Menganjurkan pasien sebagai depresan sistem
untuk menghindari syaraf pusat sehingga
makanan pedas asam mengurangi atau
untuk mengurangi nyeri menghilangkan nyeri
pada pasien 12. Menentukan tindakan
9. Kaji kultur yang yang akan diberikan
mempengaruhi respon selanjutnya
nyeri
10. Evaluasi keefektidan
kontrolnyeri
11. Berikan terapi obat
peningkatan asam
lambung : Ranitidin
12. Kolaborasikan
dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil

2.
Ansietas NOC:
berhubungan dengan  Kontrol kecemasan NIC: Anxiety Reduction
kurang terpapar  Koping Anxiety Reduction 1. Klien dapat
informasi (penurunan
Data subjektif: Tingkat kecemasan: kecemasan) mengungkapkan penyebab
- Merasa bingung - Berat (1) 1. Gunakan pendekatan kecemasannya sehingga
- Merasa khawatir - Cukup berat (2) yang menangkan 2. perawat dapat menentukan
- Mengeluh pusing - Sedang (3) Nyatakan dengan jelas tingkat kecemasan klien dan
- Anoreksia - Ringan (4) harapan menentukan intervensi untuk
- Sulit berkonsentrasi - Tidak ada (5) Kriteria terhadap pelaku pasien klien selanjutnya.
hasil: 3. Temani pasien. 2. Memberikan keamanan
Data objektif: - Tidak ada peningkatan Jelaskan semua dan mengurangi takut
tekanan darah prosedur 3. Mengobservasi tanda
- Tidak ada peningkatan 4. Libatkan keluarga verbal dan nonverbal dari
frekuensi nadi untuk kecemasan klien . dapat
Hasil yang diharapkan: mendampingi klien mengethaui tingkat
- Ringan (4) 5. Instruksikan pada kecemasan yang klien
- Tidak ada (5) pasien untuk alami.
menggunakan Teknik 4. Dukungan keluarga dapat
relaksasi memperkuat mekanisme
6. Dengarkan dengan koping sehingga tingkat
penuh ansietasnya berkurang
perhatian 5. Relaksasi mampu
7. Identifikasi tingkat mengurangi stres
kecemasan, psikologis dan mampu
bantu pasien mengenal memberikan ketenangan
situasi 6. Meningkatkan ketenangan
yang menimbulkan pada klien dan
kecemasan. mengurangi tingkat
Dorong pasien untuk kecemasannya
mengungkapkan 7. Peningkatan pengetahuan
perasaan, tentang penyakit yang
ketakutan dan persepsi. dialami klien dapat
membangun mekanisme
koping klien terhadap
kecemasan yang
dialaminya.
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan NIC 1. Mengkaji setiap aspek
nutrisi dari kebutuhan keperawatan selama 3x24 Label >> Nausea klien
tubuh jam klien melaporkan tidak Management terhadap terapi latihan yang
DS : mual. 1. Lakukan pengkajian dierencanakan.
Pasien mengatakan NOC Label : lengkap rasa mual 2. Aktivitas yang teralau
letih Nausea and Vomiting termasuk frekuensi, berat
dan lemah setelah Control durasi, tingkat mual, dan dan tidak sesuai dengan
melakukan aktivitas a. Pasien dapat faktor yang kondisi klian dapat
sehari-hari karena menghindari faktor menyebabkan pasien memperburuk toleransi
kesulitan bernafas, penyebab nausea dengan mual. terhadap latihan.
sesak baik 2. Evaluasi efek mual 3. Melatih kekuatan dan
nafas saat istirahat b.Pasien melakukan terhadap nafsu makan irama
setelah beraktivitas. acupressure point P6 untuk pasien, aktivitas sehari- jantung selama aktivitas.
DO: mencegah mengurangi hari, dan pola tidur 4. Mengetahui setiap
Pasien terlihat letih, mual pasien perkembangan yang muncul
pasien dibantu oleh NOC Label : 3. Ajnurkan makan segera setelah terapi
anggota keluarganya Nausea and Vomiting sedikit tapi sering dan aktivitas.
untuk melakukan Control dalam keadaan hangat 5. EKG memberikan
aktivitas seperti untuk c.Pasien dapat 4. Anjurkan pasien gambaran yang akurat
ambulasi atau menghindari faktor mengurangi jumlah mengenai konduksi jantung
berpindah penyebab nausea dengan makanan yang bisa selama istirahat maupun
tempat, mandi dan baik menimbulkan mual. aktivitas.
toileting. d.asien melakukan 5. Berikan istirahat dan 6. Pemberian obat
acupressure point P6 untuk tidur yang adekuat untuk antihipertensi digunakan
mencegah mengurangi mengurangi mual untuk mengembalikan TD
mual 6. Lakukan akupresure klien dbn, obat digitalis
point P6 3 jari dibawah untuk mengkoreksi
NOC Label : Nausea & pergelangan tangan kegagalan kontraksi jantung
vomiting severity pasien. Lakukan selama pada gambaran EKG,
a. Pasien mengatakan tidak 2-3 menit setiap 2 jam diuretic dan vasodilator
mual selama kemoterapi. digunakan untuk
b.Pasien mengatakan tidak 7. Kolaborasi pemberian mengeluarkan kelebihan
muntah antiemetik : cairan.
c. Tidak ada peningkatan ondansentron 4 mg IV 7. Mencegah penggunaan
sekresi saliva NIC jika mual energy yang berlebihan
8. Ajarkan cara karena dapat menimbulkan
Label : Nausea pemilihan makanan yang kelelahan.
Management tepat 8. Memudahkan klien untuk
a. Lakukan pengkajian mengenali kelelahan dan
lengkap rasa mual waktu untuk istirahat.
termasuk frekuensi, durasi, 9. Mengetahui sumber
tingkat mual, dan faktor asupan
yang menyebabkan pasien energy klien.
mual. 10. Mengetahui etiologi
b. Evaluasi efek mual kelelahan, apakah mungkin
terhadap nafsu makan efek samping obat atau
pasien, aktivitas sehari- tidak.
hari, dan pola tidur pasien 11. Mengidentifikasi
c. Ajnurkan makan sedikit pencetus klelahan.
tapi sering dan dalam 12. Menyamakan persepsi
keadaan hangat perawat-klien mengenai
d. Anjurkan pasien tanda-tanda kelelahan dan
mengurangi jumlah menentukan kapan aktivitas
makanan yang bisa klien dihentikan.
menimbulkan mual. 13. Mencegah timbulnya
e. Berikan istirahat dan sesak akibat aktivitas fisik
tidur yang adekuat untuk
mengurangi mual

4. Implementasi
Implementasi keperawatan yang merupakan komponen dari proses keperawatan
adalah katergori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tindakan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang
dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2014). Implementasi menuangkan
rencana asuhan kedalam tindakan. Setelah rencana dikembangkan, sesuai dengan
kebutuhan dan prioritas klien, perawat melakukan intervensi keperawatan spesifik,
yang mencakup tindakan perawat. Rencana keperawatn dilaksanakan sesuai
intervensi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan
rujukan (Bulechek & McCloskey: dikutip dari Potter, 2014).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tidakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawata, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai berdasarkan tujuan yang telah dibuat dalam
perencanaan keperawatan (Potter & Perry, 2014). Evaluasi yang digunakan
berbentuk S (Subjektif), O (Objektif), A (Analisis), P (Perencanaan terhadap
analisis). Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah M & Gunawan J (2012). Dispepsia. CDK, 39(9): 647-51.

Fithriyana, Rinda. 2018. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadianDispepsia

pada Pasien di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkinang Kota.

https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/prepotif/article/view

/79

Potter, P & A Perry, A.G (2010). Buku AjarFundamental Keperawatan : Konsep, Proses,

Dan Praktik.Edisi

Irianto, Koes. 2015. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Bandung: Alfabeta

Sandi, Dini Erika. 2020. Hubungan Keteraturan Pola Makan dengan Kejadian

DispepsiaFungsional pada Remaja : Sistematic Review.

http://repository.bku.ac.id/xmlui/handle/123456789/1405

Sudoyo AW(2013), Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid I. Ed 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI, pp: 509-12.

Anda mungkin juga menyukai