Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DISPEPSIA

DISUSUN OLEH :

SINTIA GIRIMIS

NIM

1490123166

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG
2023
1. Pendahuluan
Dispepsia merupakan suatu kumpulan gejala dari berbagai penyakit pada saluran
cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri pada ulu hati, sendawa, rasa seperti terbakar,
rasa penuh pada ulu hati dan cepat merasa kenyang. British Society of Gastroenterology
(BSG) mendefinisikan dispepsia sebagai sekelompok gejala yang mengingatkan dokter
untuk mempertimbangkan penyakit pada saluran gastrointestinal bagian atas, dan
menyatakan bahwa dispepsia itu sendiri bukanlah diagnosis (Purnamasari, 2017).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) kasus dispepsia di dunia
mencapai 13-40% dari total populasi setiap tahun. Dispepsia berada pada peringkat ke-10
sebagai penyakit terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,5% untuk kategori 10 jenis
penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di seluruh rumah sakit di Indonesia (Suryati,
2019). Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Litbangkes) Kemenkes RI tahun 2018, dispepsia merupakan salah satu
penyakit dengan angka kejadian yang tinggi pada beberapa provinsi di Indonesia
(Kemenkes RI, 2018).
2. Pengertian
Dispepsia adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan nyeri atau rasa tidak
nyaman pada perut bagian atas atau ulu hati (Irianto, 2015). Dispepsia merupakan
penyakit yang menyerang sistem pencernaan bagian atas. Dispepsia atau di masyarakat
sebagai penyakit lambung adalah suatu kumpulan gejala yang dirasakan sebagai nyeri
terutama di ulu hati dan ditandai gejala lain seperti mual, muntah, rasa kenyang dan tidak
nyaman (Misnadiarly, 2009).
Penyebab terjadinya penyakit dispepsia karena adanya produksi asam lambung yang
berlebihan sehingga menyebabkan lambung meradang dan nyeri pada ulu hati. Pada hasil
produksi pH di lambung memiliki nilai normal yaitu 3-4 dan enzim yang bekerja hanya
bisa mencema makanan di lambung dengan nilai tersebut dan adanya peningkatan atau
penurunan nilai pH, maka enzim tidak dapat bekerja sehingga terjadi gangguan pada
lambung (Jusup, 2010).
3. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Menurut Diyono dan Muliyanti (2013), lambung terletak oblik dari kiri ke kanan
berbentuk menyilang di abdomen atas di bawah diafragma. Pada saat kosong, lambung
berbentuk tabung (seperti huruf J) dan pada saat penuh seperti buah alpukat.
Jumlah yang dianjurkan untuk kapasitas normal lambung adalah satu sampai dua liter.
Anatomi lambung terdiri dari fundus, korpus, dan antrum pyloricum atau piloris. Pada
bagian atas kanan terdapat cekungan kurvatura minor dan di bawah kiri terdapat
cekungan kurvatura mayor serta di masing-masing ujung kurvatura terdapat sfinger yang
berfungsi mengatur pengeluaran dan pemasukan.
b. Fisiologi
Menurut Diyono dan Muliyanti (2013), fungsi lambung dibagi menjadi 2 bagian
yaitu:
1) Fungsi Motorik
a) Fungsi resevair adalah menyimpan makanan dan dicerna terus hingga menjadi
sedikit. Makanan di saluran sesuai tingkat volume tanpa ada penambahan tekanan.
Gastrin merangsang saraf vagus untuk memerantai terjadinya rileksasi reseptif otot
polos.
b) Fungsi mencampur merupakan pemecahan makanan menjadi partikel kecil dan
bercampur dengan getah lambung yang melalui kontraksi otot yang ada pada
lambung.
c) Fungsi pengosongan lambung merupakan suatu yang dikendalikan oleh pembukaan
sfinger piloris dan dipengaruhi oleh viskositas, emosi, keasaman, volume, keadaan
fisik, serta aktivitas osmotik, kerja dan obat- obatan.
2) Fungsi pencernaan dan sekresi
a) Pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil
peranannya serta pencernaan protein oleh pepsin dan HCI. awal mula
b) Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan
antrum, dan rangsangan vagus.
c) Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian
distal. Pengaturan sekret lambung dibagi menjadi fase sefalik, gastrik dan instestinal.
Fase sefalik dimulai sebelum makanan masuk lambung seperti melihat, mengecap,
mencium, dan memikir. Pada fase ini diperantarai oleh saraf vagus dan dihilangkan
dengan vagotomi. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke
lambung, sehingga kelenjar gastrik dirangsang mengeluarkan asam HCI, pepsinogen
dan menambah mukus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10% dari sekresi lambung
normal. Fase gastrik dimulai pada saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi
yang terjadi diantrum menyebabkan rangsangan mekanis pada dinding lambung
sehingga impuls-impuls merangsang pelepasan hormon gastrin dan kelenjar-kelenjar
lambung dan terjadi sekresi. Pelepasan gastrin dirangsang oleh pH alkali, garam
empedu diantrum dan protein makanan serta alkohol. Fase intestinal pada saat gerakan
kimus dari lambung ke duodenum. Protein yang ditelah dicema didalam duodenum
merangsang pelepasan gastrin usus, suatu hormon yang menyebabkan lambung terus
mensekresikan cairan lambung.
4. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, dispepsia dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu dispepsia
organik dan dispepsia fungsional.
a. Dispepsia organik
1) Dispepsia tukak
Gejala yang ditemukan biasanya nyeri ulu hati pada waktu tidak makan / perut
kosong.
2) Dispepsia tidak tukak
Gejalanya sama dengan dispepsia tukak, bisa pada pasien gastritis, deudenis,
tetapi pada pemeriksaan tidak di temukan tanda-tanda tukak.
3) Rufluks gastroesofagus
Gejala berupa rasa panas di dada dan regurgitasi terutama setelah makan.
4) Penyakit saluran empedu.
Keluhan berupa nyeri mulai dari perut kanan atas atau ulu hati yang menjalar ke
bahu kanan dan punggung.
5) Karsinoma
Kanker esofagus, kanker lambung, kanker pankreas, kanker hepar.
6) Pankreatitis
Keluhan berupa nyeri mendadak yang menjalar ke punggung, perut terasa
makin tegang dan kencang.
7) Sindrom malabsorpsi
Keluhan berupa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus, dan perut
kembung.
8) Gangguan metabolisme
Sebagai contoh diabetes dengan neuropatisering timbul komplikasi
pengosongan lambung yang lambat sehingga menimbulkan nausea, perasaan
lekas kenyang. Hipertiroid menimbulka rasa nyeri di perut, nausea, dan
anoreksia.
b. Dispepsia fungsional
1) Faktor asam lambung pasien
Pasien biasanya sensitif terhadap kenaikan produksi asam lambung dan hal
tersebut menimbulkan nyeri.
2) Kelainan psikis, stres, dan faktor lingkungan
Stres dan faktor lingkungan diduga berperan pada kelainan fungsional saluran
cerna, menimbulkan gangguan sirkulasi, motilitas, dan vaskularisasi.
3) Gangguan motilitas
Mekanisme timbulnya gejala dyspepsia mungkin di pengaruhi oleh susunan
saraf pusat, gangguan motilitas di antaranya pengosongan lambung lambat,
abnormalitas kontraktif, refluks gastroduodenal.
4) Penyebab lain-lain, seperti adanya kuman helicobacterpylori, gangguan
motilitas atau gerak mukosa lambung, konsumsi banyak makanan berlemak,
kopi, alkohol, rokok, perubahan pola makan dan pngaruh obat-obatan yang
dimakan secara berlebihan dan dalam waktu lama (Arif dan Sari, 2011).
5. Pathofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti
nikotin, alcohol serta adanya kondisi yang stres, pemasukan makanan menjadi kurang
sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada
lambung akibat gesekan antara dinding lambung, kondisi demikian akan mengakibatkan
peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada
lambung sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga
intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan. (Rudi Haryono, 2012).
a. Sekresi asam lambung dan keasaman duodenum pada dyspepsia fungsional hanya
sedikit yang terkena hipersekresi asam lambung dari ringan sampai sedang, beberapa
hanya menujukkan gangguan bersihan asam dari duodenum dan meningkatnya
sensitivitas terhadap asam
b. Infeksi Helicobacter pylori
c. Perlambatan pengosongan lambung. 20 - 40% pada dyspepsia fungsional
mempunyai perlambatan pengosongan lambung yang signifikan karena
pengosongan lambung dengan perasaan perut penuh setelah makan, mual, dan
muntah
d. Gangguan akomodasi lambung Menimbulkan rasa cepat kenyang dan mengalami
penurunan berat badan, karena pada keadaan normal makanan yang masuk lambung
akan terjadi relaksasi fundus dan korpus gaster tanpa meningkatkan tekanan dalam
lambung
e. Hipersensitivitas lambung dapat menimbulkan rasa nyeri abdomen, bersendawa,
penurunan berat badan, rasa cepat kenyang
f. Intoleransi lipid intra duodenal Mengeluh intoleransi terhadap makanan yang
berlemak dan dapat meningkatnya hipersensitivitasnya terhadap lambung yang
menimbulkan gejala mual dan kembung
g. Psikologi Adanya stress akut dapat mempengaruhi gastrointestinal kemudian
munculnya rasa mual setelah stimulus stress
6. Manifestasi Klinis
a. Adanya gas di perut, rasa penuh setelah makan, perut menonjol, cepat kenyang,
mual, tidak nafsu makan, dan perut terasa panas
b. Rasa penuh, cepat kenyang, kembung etelah makan, mual, muntah, sering
bersendawa, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati dan dadaatau regurgitasi asam
lambung ke mulut
c. Gejala dispepsia akut dan kronis berdasarkan jangka waktu tiga bulan meliputi :
1) Rasa sakit dan tidak enak di ulu hati
2) Perih, mual, sering bersendawa, dan regurgitasi
3) Keluhan dirasakan terutama berhubungan dengan timbulnya stres
4) Berlangsung lama dan seringkambuh
5) Sering disertai ansietas dan depresi.
7. Pemeriksaan Penunjang
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya
pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan
penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan
penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani,
juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk
menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets
mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam
batas normal
b. Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran
makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran
makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda
c. Endoskopi
Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya
normal atau sangat tidak spesifik
d. USG
Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin faatkan untuk
membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak
menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang
beratpun dapat dimanfaatkan
e. Waktu pengosongan lambung dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet
radioopak. Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30-40%
kasus.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat- obatan
yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres
3) Atur pola makan
b. Penatalaksanaan farmakologis
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam
mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya
pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap
placebo. Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung)
golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik
(mencegah terjadinya muntah).
9. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Anamnesa
a) Data biografi: Nama, alamat, umur, pekerjaan, tanggal MRS, nama
penanggung jawab dan catatan kedatangan
b) Keluhan utama: Alasan utama pasien datang ke RS atau pelayanan
Kesehatan
c) Riwayat kesehatan sekarang : Yang mungkin dikeluhkan pasien hipertiroid
d) Riwayat kesehatan terdahulu : Biasanya pasien pernah dirawat karena
penyakit yang sama
e) Riwayat kesehatan keluarga : kaji adanya Riwayat keluarga
2) Pola aktivitas sehari-hari
a) Aktivitas atau istirahat : Dengan gejala kelemahan, kelelahan
b) Sirkulasi: Gejala hipotensi, takhikardi, nadi perifer lemah, pengisian kapiler
lambat perlahan, warna kulit pucat / sianosis, kelembapan kulit / membran
mukosa berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut)
c) Integritas ego: Gejala faktor stress akut atau kronik (keuangan, hubungan
dan kerja), perasaan tak berdaya
d) Eliminasi : Gejala Riwayat perawatan dirumah sakit sebelumnya karena
perdarahan, gastrointestinal, atau masalah yang berhubungan dengan
gastrointestinal
e) Makanan / cairan : Gejala anoreksia, mual, muntah, masalah menelan, nyeri
ulu hati, perubahan berat badan
f) Neurologi: Gejala rasa denyutan, pusing/ sakit kepala, kelemahan
g) Nyeri atau kenyamanan : Gejala nyeri, digambarkan sebagai tajam,
dangkal, rasa terbakar, perih, nyeri hebat biasanya tiba - tiba dapat disertai
perforasi, rasa ketidaknyamanan / distress samar- samar setelah makan
banyak dan hilang dengan makan, nyeri epigastrium kiri sampai tengah atau
menyebar ke pinggang terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan
antasida
h) Keamanan : Gejala peningkatan suhu.
3) Pemeriksaan fisik head to toe
a) Kulit
Kulit tampak simetris, kebersihan kulit baik, kulit teraba agak lembab, tidak
terdapat lesi atau luka pada kulit, turor kulit kembali ± 2 detik, kulit teraba
hagat dengan suhu 38°C, warna kulit kuning langasat
b) Kepala dan Leher
Tekstur kepala dan leher tampak simetris, kebersihan kulit kepala baik tidak
terapat ketombe, persebaran rambut merata, warna rambut hitam, tidak ada
benjolan pada kepala, pada leher tidak ada pembeasran kelenjar tiroid dan
kelenjar limfe, leher dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri
c) Penglihatan dan Mata
Struktur mata tampak simetris, kebersiahn mata baik (tidak ada secret yang
menempel paa mata), konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak
ada kelainan pada mata seperti strabismus (juling), mata dapat digerakan
kesegala arah, tidak ada kelainan dalam penglihatan, kilen tidak
menggunakan alat bantu penglihatan seperti kacamata
d) Penciuman dan Hidung
Struktur hidung tampak simetris, kebersiahn hidnubg baik, tidak ada secret
didalam hidung, tidak ada peradangan, perdarahan, dan nyeri, fungsi
penciuman baik (dapat membedakan bau minyk kayu putih denga alkohol)
e) Pendengaran dan Telinga
Struktur telinga simetris kiri dan kanan, kebersihan telinga baik, tidak ada
serumyang keluar, tidak ada peradangan, perdarahan, dan nyeri, klien
mengtakan telinganya tidak berdengun, fungsi pendengaran baik(kilen
dapat menjawab pertanyaan dengan bai tanpa harus mengulang pertanyaan),
klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran
f) Mulut dan Gigi
Struktur mulut dan gigi tampak simetris, mukosa bibir tampak kering.
kebersihan mulut dan gigi cukup baik, tidak terapat peradangan dan
perdarahan pada gusi, lidah tapak bersih dan klien tidak meggunakan gigi
palsu
g) Dada, Pernafasan dan Sirkulasi
Bentuk dada simetris, frekuensi nafas 20x/menit, tidak ada nyeri tekan pada
dada, klien bernafas melalui hidung, tidak ada terdengar bunyi nafas
tambahan seperti wheezing atau ronchi, CRT kembali ± 3 detik
h) Abdomen
Struktur abdomen simetris, abdomen tampak datar(tidak ada benjolan), saat
diperkusi terdengar bunyi hipertimpani.Klien mengatakan perutnya terasa
kembung, saat dipalpasi terdapat nyeri tekan, klien mengatakan nyeri
didaerah abdomen pada bagin atas. Klien mengatakn skala nyerinya 3 dan
seperi disuk-tusuk, serta nyerinya bisa berjam-jam.
4) Analisa Data

No. Data Masalah Diagnosa


1 DS: Dispepsia Ketidakseimbangan nutrisi
- Klien mengatakan kurang ↓ kurang dari kebutuhan
nafsu makan Dispepsia organik
- Klien mengatakan tidak ↓
mampu menelan dengan baik Stress
- Klien mengatakan mengeluh ↓
gangguan sensasi rasa Perangsangan saraf simpatis NV
DO : ↓
- Klien tampak pucat Produksi HCL di lambung meningkat
- Klien tampak tidak ↓
menghabiskan porsi Mual
makannya ↓
- Klien tampak lemah Muntah

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan
2 DS : Dispepsia Kekurangan volume cairan
- Klien mengatakan sering ↓
muntah Dispepsia organik
- Klien mengatakan sering ↓
mual Stress
- Klien mengatakan diare ↓
DO : Perangsangan saraf simpatis NV
- Bising usus hiperaktif ↓
- Mukosa bibir lembab Produksi HCL di lambung meningkat
- Kulit tampak kering ↓
Mual

Muntah

Kekurangan volume cairan
3 DS: Dispepsia Nyeri Akut
- Klien mengatakan nyeri pada ↓
daerah ulu hati Dispepsia fungsional
- Klien mengatakan nyeri ↓
dirasakan seperti pedis di Kopi dan alkohol
daerah ulu hati tembus ke ↓
belakang dan hilang timbul Respon mukosa lambung
DO: ↓
- Klien tampak meringis Vasodilatasi mukosa gaster
- Klien tampak memegang ↓
daerah yang sakit Produksi HCL di lambung meningkat

HCL kontak dengan mukosa gaster

Nyeri akut
4 DS : Dispepsia Ansietas
- Klien menanyakan apakah ↓
penyakitnya dapat Dispepsia fungsional
disembuhkan ↓
- Klien mengatakan khawatir Kopi dan alkohol
terhadap penyakitnya ↓
- Klien mengatakan tidak Respon mukosa lambung
percaya diri dengan ↓
penyakitnya Vasodilatasi mukosa gaster
DO : ↓
- Klien tampak cemas Produksi HCL di lambung meningkat
- Klien tampak gelisah ↓
- Wajah klientampak tegang HCL kontak dengan mukosa gaster

Nyeri akut

Perubahan pada kesehatan

Ansietas

5) Diagnosa keperawatan
a) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
b) Kekurangan volume cairan
c) Nyeri
d) Ansietas
6) Intervensi

No. Diagnosa Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI) Rasional


(SDKI)
1 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
nutrisi kurang dari keperawatan selama - Identifikasi status - Mambantu mengetahui
kebutuhan 3x24jam, diharapkan status nutrisi tanda dan gejala nutrisi
nutrisi membaik dengan - Monitor berat badan kurang dari kebutuhan
kriteria hasil: - Monitor hasil tubuh
- Porsi makan yang pemeriksaan - Membantu mengetahui
dihabiskan laboratorium penurunan berat badan
meningkat Terapeutik - Mengetahui hasil
- Nyeri abdomen - Sajikan makanan yang laboratorium
menurun menarik dan suhu yang Terapeutik :
- Diare menurun sesuai - Dapat meningkatkan
- Nafsu makan - Berikan makanan tinggi nafsu makan
membaik serat - Mencegah terjadinya
- Bising usus - Berikan suplemen, jika konstipasi
membaik perlu - Membantu menambah
Edukasi nafsu makan
- Anjurkan posisi duduk, Edukasi
jika mampu - Membantu klien pada
- Ajarkan diet yang saat makan
diprogramkan - Mempertahankan berat
Kolaborasi serta gaya hidup yang
- Kolaborasikan dengan lebih sehat
ahli gizi untuk Kolaborasi
menentukan jumlah - Diet sesuai dengan
kalori dan jenis nutrien kebutuhan nutrisi
yang dibutuhkan, jika
perlu
2 Kekurangan Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
volume cairan keperawatan selama - Monitor status hidrasi - Untuk menentukan
3x24jam, diharapkan tindak lanjut yang
keseimbangan cairan - Monitor TTV klien diperlukan klien
meningkat dengan kriteria - Monitor - Memantau denyut nadi
hasil: makanan/cairan yang dan tekanan darah
- Asupan cairan dikonsumsi dan hitung - Mengetahui adanya
meningkat asupan kalori harian keseimbangan cairan
- Kelembaban Terapeutik Terapeutik
membran mukosa - Berikan cairan dengan - Memaksimalkan
meningkat tepat perawatan yang diberkan
- Membran mukosa - Jaga intake/asupan - Menjaga keseimbangan
membaik yang akurat dan catat nutrisi dalam tubuh
- Turgor kulit output Kolaborasi
membaik Kolaborasi - Mengetahui tidakan yang
- Konsultasikan dengan akan dilakukan
dokter jika tanda-tanda selanjutnya
dan gejala kelebihan
volume cairan menetap
atau memburuk
3 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
keperawatan selama - Identifikasi lokasi, - Mengetahui lokasi,
3x24jam, diharapkan tingkat karakteristik, durasi, karakteristik, durasi,
nyeri menurun dengan frekuensi, kualitas, frekuensi, kualitas dan
kriteria hasil: intensitas nyeri
- Keluhan nyeri - Identifikasi skala nyeri intensitas nyeri
menurun Terapeutik - Mengetahui tingkat nyeri
- Meringis menurun - Berikan teknik yang dirasakan
- Gelisah menurun nonfarmakologis untuk Terapeutik
- Mual menurun mengurangi rasa nyeri - Agar klien mengetahui
- Muntah menurun - Kontrol lingkungan kondisinya dan
yang memperberat rasa mempermudah
nyeri perawatan
- Fasilitasi istirahat dan - Mengurangi rasa nyeri
tidur yang dirasakan
Edukasi - Kebutuhan tidur pasien
- Jelaskan penyebab, terpenuhi
periode, dan pemicu Edukasi
nyeri - Klien dapat menghindari
- Jelaskan strategi penyebab nyeri yang
meredakan nyeri dirasakan
- Meredakan rasa nyeri
secara mandiri
4 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
keperawatan selama - Identifikasi saat tingkat - Mengetahui perubahan
3x24jam, diharapkan tingkat ansietas berubah pada tingkat ansietas
ansietas menurun dengan misalnya kondisi, - Mengetahui tanda
kriteria hasil: waktu, stressor ansietas
- Verbalisasi - Monitor tanda-tanda Terapeutik
kebingungan ansietas - Menumbuhkan
menurun Terapeutik kepercayaan klien
- Verbalisasi khawatir - Ciptakan suasana kepada perawat
akibat kondisi yang terapeutik untuk - Mengetahui keluhan
dihadapi menurun menumbuhkan klien
- Perilaku gelisah kepercayaan - Mengetahui situasi yang
menurun - Dengarkan dengan menyebabkan ansietas
- Perilaku tegang penuh perhatian Edukasi
menurun - Memotivasi - Mengetahui perasaan
mengidentifikasi situasi klien
yang memicu - Menghilangkan
kecemasan ketegangan klien
Edukasi mengenai masalah yang
- Anjurkan dihadapi
mengungkapkan Kolaborasi
perasaan dan konsepsi - Meringankan gejala yang
- Latih kegiatan di derita klien
pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
obat

7) Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan pasien. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan
keperawatan yang berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dimana
tindakan dilakukan dan diselesaikan, sebagaimana di gambarkan dalam rencana yang sudah dibuat di atas.
8) Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi, perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan
dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang ingin
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tyhyuttindakan keperawatan dalam kriteria hasil.
Daftar Pustaka

Diyono., & Mulyati. (2013). Buku ajar keperawatan medikal bedah : sistem pencernaan
dilengkapi contoh studi kasus dengan aplikasi NNN (NANDA, NIC, NOC). Edisi 1.
Jakarta : Salemba Medika.

Irianto, K. (2015). Memahami Berbagai Penyakit Penyebab, Gejala, Penularan, Pengobatan,


pemulihan, dan Pencegahan. Bandung: Alfabeta (132-3).Purnamasari, L. (2017).
Faktor Risiko, Klasifikasi, dan Terapi Sindrom Dispepsia, Continuing Medical
Education, 44(12), 870-873.

Suryati, L. (2019). Manajemen pemasaran: Suatu Strategi dalam Meningkatkan Loyalitas


Pelanggan. Yogyakarta: Deepublish

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai