Anda di halaman 1dari 62

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

B DENGAN MASALAH
OPEN FRAKTUR 1/3 DISTAL HUMERUS

DISUSUN OLEH:
YASINTA FEBRIANTI KHARIMAH
1901031015

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
TAHUN 2019/2020
LEMBAR PERSETUJUAN
Asuhan Keperawatan pada klien Ny. B dengan Masalah Open Fraktur 1/3 Distal
Humerus yang Telah Dilaksanakan pada tanggal 20 April 2020 – 25 April 2020,
Dilaksanakan oleh:

Nama : Yasinta Febrianti Kharimah, S.Kep.

NIM : 1901031015

Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan fraktur tulang
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan fungsi
musculoskeletal
3. Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Jember, 25 April 2020


Mahasiswa

Yasinta Febrianti K, S. Kep


NIM. 1901031015

Menyetujui,

PJMK Departemen Keperawatan Gawat Darurat Pembimbing Akademik


FIKES UM Jember

Ns. Cipto Susilo, S.Pd., M.Kep. Ns. Cipto Susilo, S.Pd., M.Kep.
NIDN. 0715077001 NIDN. 0715077001

Mengetahui,
Ka. Prodi Profesi Ners
FIKES UNMUH Jember

Ns. Susi Wahyuning Asih, S. Kep. M. Kep.


NIDN. 0720097502
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR HUMERUS
A. Anatomi Fisiologi Humerus
Humerus atau tulang pangkal lengan merupakan tulang terpanjang
dan terbesar pada bagian ekstremitas superior. Humerus bersendi pada
bagian proksimal dengan scapula dan pada bagian distal bersendi pada
siku lengan dengan dua tulang ulna dan radius. Ujung proksimal humerus
memiliki bentuk kepala bulat (caput humeri) yang bersendi dengan kavitas
glenoidalis dari skapula untuk membentuk articulatio gleno-humeri. Pada
bagian distal dari caput humeri terdapat collumanatomicum yang terlihat
sebagai sebuah lekukan oblik. Tuberculum majus merupakan sebuah
proyeksi lateral pada bgian distal dari collum anatomicum. Tuberculum
majus merupakan penanda tulang bagian paling lateral yang teraba pada
regio bahi. Antara tuberculum majus dan tuberculum minus terdapat
sebuah lekukan yang disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum
chirurgicum merupakan suatu penyempitan humerus pada bagian distal
dari kedua tuberculum, dimana caput humeri perlahan berubah menjadi
corpus humeri. Bagian tersebut dinamakan collum chirurgicum karena
fraktur sering terjadi pada bagian ini (Tortora dan Derrickson, 2009).
Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti
silinder pada ujung proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi
berbentuk segitiga hingga akhirnya menipis dan melebar pada ujung
distalnya. Pada bagian lateralnya, yakni di pertengahan corpus humeri,
terdapat daerah berbentuk huruf V dan kasar yang disebut sebagai
tuberositas deltoidea. Daerah ini berperan sebagai titik perlekatan tendon
musculus deltoideus. Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang
terletak pada bagian distal dari humerus. Capitulum humeri merupakan
suatu struktur seperti tombol bundar pada sisi lateral humerus, yang
bersendi dengan caput radii. Fossa radialis merupakan suatu depresi
anterior di atas capitulum humeri, yang bersendi dengan caput radii ketika
lengan difleksikan. Trochlea humeri, yang berada pada sisi medial dari
capitulum humeri, bersendi dengan ulna. Fossa coronoidea merupakan
suatu depresi anterior yang menerima processus coronoideus ulna ketika
lengan difleksikan Fossa olecrani merupakan suatu depresi posterior yang
besar yang menerima olecranon ulna ketika lengan diekstensikan.
Epicondylus medialis dan epicondylus lateralis merupakan suatu proyeksi
kasar pada sisi medial dan lateral dari ujung distal humerus, tempat
kebanyakan tendon otot-otot lengan menempel. Nervus ulnaris, suatu saraf
yang dapat membuat seseorang merasa sangat nyeri ketika siku lengannya
terbentur, dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada permukaan kulit
di atas posterior dari epicondylus medialis (Tortora dan Derrickson, 2009).
Secara anatomis tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Bagian atas humerus/ kaput (ujung atas)
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala yang
membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapula dan merupakan
bagian dari bangunan sendi bahu. Di bawahnya terdapat bagian yang
lebih ramping disebut leher anatomik. Di sebelah luar ujung atas di
bawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan yaitu tuberositas
mayor dan di sebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu
tuberositas minor. Di antara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus
intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Di bawah
tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur (Pearce,
2009).
2. Corpus humerus (badan humerus)
Sebelah atas berbentuk silinder tetetapi semakin ke bawah semakin
pipih. Di sebelah lateral batang, tepat di atas pertengahan disebut
tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah
celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah
medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau
saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis
(Pearce, 2009).
3. Bagian bawah humerus/ ujung bawah.
Berbentuk lebar dan agak pipih di mana permukaan bawah sendi
dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi
sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan
ulna dan di sebelah luar terdapat kapitulum yang bersendi dengan
radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat
epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, 2009).

Gambar 1. Tulang humerus

Beberapa hal yang perlu diketahui terkait dengan tulang humerus adalah
sebagai berikut:

1. Persendian dan ligamen


Kepala bonggol humerus (caput humeri) bersendi dengan cavitas
glenoidales dari scapula. Penyambungan ini dikenal dengan sendi bahu
yang memiliki jangkauan gerak yang luas. Pada persendian ini
terdapat dua bursa yaitu pada bursa subacromialis dan bursa
subscapularis. Bursa subacromialis membatasi otot supraspinatus dan
otot deltoideus. Bursa subscapularis memisahkan fossa subscapularis
dari tendon otot subscapularis. Otot rotator cuff membantu menstabilkan
persendian ini. Pada bagian siku, terdapat persendian dengan ulna
sehingga memungkinkan gerak fleksi dan ekstensi.
Ligamen atau ligamentum adalah pita mengkilap dan fleksibel dari
jaringan ikat yang menghubungkan tulang dengan tulang. Ligamen
berbeda dengan tendon karena ligamen menghubungkan tulang
dengan tulang, sedangkan tendon melekatkan otot ke tulang. Tendon
membawa stimulus listrik atau neurologis, sedangkan ligamen tidak.
Ligamen yang melekat pada dua tulang yang membentuk sendi.
a. Ligamen yang menghubungkan sendi bahu
Ada beberapa ligamen penting di bahu. Ligamen adalah struktur
jaringan lunak yang menyambungkan tulang ke tulang. kapsul
sendi adalah kantung yang kedap air yang mengelilingi sendi. Di
bahu, kapsul sendi dibentuk oleh sekelompok ligamen yang
menghubungkan humerus ke glenoidale. Ligamen ini adalah
sumber utama stabilitas untuk bahu, mereka membantu
memegang bahu di tempatnya dan menjaga dari dislokasi.
Ligament ini adalah glenohumeral ligamen (GHL), dan
ligamentum lain yang menghubungkan ke coracoid akromion
adalah coraco acromial ligamentum (CAL). Ligamentum ini dapat
menebal dan menyebabkan Sindromrotator. Ligamen juga
mengikat clavicula dan acromion di AC joint. Dua ligament
yangmenghubungkan clavicula ke scapula dengan melekat ke
prosesus coracoids adalah coracoclavicular ligamen (CCL).
b. Ligamen shoulder kompleks:
1) CCL - coracoclavicular ligaments
2) CAL - coracoacromial ligaments
3) SGHL - Superior Gleno Humeral Ligament ligamentum
4) MGHL - Muperior Gleno Humeral Ligament
5) IGHL - Inferior Gleno Humeral Ligament

Gambar 2. Ligamen pada sendi bahu


c. Ligamen yang menghubungkan sendi siku
Untuk menghubungkan tulang humerus dengan tulang ulna dan
radius, maka diperkuat oleh ligamentum-ligamentum yang
terletak pada sendi siku. Ligamen-ligamen itu terdiri dari:
1) Ligamen collateral ulnare yaitu ligamen yang bersal dari
epicondylus medial humerus dan memperkuat sendi
humeroulnaris di sisi medial.
2) Ligamen collateral radial yaitu ligamen yang terbentang dari
epicondylus lateral humeri ke ligamen anular radii menuju os
ulna. Memperkuat sendi humeroradial disisi lateral.
3) Ligamen anular radii yaitu ligamen yang bersama dengan
ligamen collateral radial menahan capitulum humeri pada
tempatnya.

Gambar 3. Ligamen pada sendi siku

2. Saraf dan Otot pada Humerus


Otot yang berhubungan dengan pergerakan dari tulang humerus meliputi:
a) M. Latissimus Dorsi, merupakan otot berbentuk segitiga. Batas
posterior trigonum lumbal dibentuk oleh m. latissimus dorsi. Otot ini
bersama dengan m. teres mayor membentuk plica axillaris posterior,
dan membentuk dinding posterior fossa axillaris. Otot ini berorigo pada
processi spinosi vertebrae thoracales VII-scrales V dan crista iliaca dan
berinsersi pada sulcus intertubercularis humeri. Otot m. Latissimu dorsi
berfungsi untuk ekstensi, adduksi dan endorotasi pada artikulasi humeri.
b) M.Deltoideus, merupakan otot yang tebal dan letaknya superficial ini
berorigo di tepi anterior dan permukaan superior sepertiga bagian lateral
clavicula, tepi lateral permukaan superior acromion, dan tepi inferior
spina scapula. Insersi pada tuberositas deltoidea humeri. Otot ini
diinervasi oleh n.axillaris. M. deltoideus berfungsi untuk abduksi
artikulasi humeri, bagian anterior berfungsi untuk fleksi dan endorotasi
artikulasi humeri sedangkan pada bagian posterior untuk ekstensi dan
eksorotasi artikulasi humeri.
c) M. supraspinatus, bagian medial fossa supraspinatus merupakan origo
otot ini dan insersi di tuberculum majus humeri. Otot ini mendapat
inervasi dari n. suprscapularis. Berfungsi untuk abduksi artikulasi
humeri. Otot ini bersama dengan mm. infraspinatus, teres minor et
subscapularis membentuk rotator cuff yang berfungsi mempertahankan
caput humeri tetap pada tematnya dan mencegahnya tertarik oleh m.
deltoideus menuju acromion.
d) M. Infraspinatus, origo otot ini di dua pertiga bagian medial fossa
infraspinatus dan permukaan inferior spina scapula. Tendon insersinya
juga menyatu dengan capsul artikulasi humeri dan berinsersi pada
tuberculum majus humeri. Otot ini dinervasi oleh n.suprascapularis dan
berfungsi untuk eksorotasi ertikulasi humer. Bagian superior untuk
abduksi dan bagian inferior berfungsi untuk adduksi artikulasi humeri.
e) M. Subscapularis, membentuk dinding posterior fossa axillaris. Origo
pada fossa subscapularis. Tendo insersi di anterior dan melekat pada
capsula artikulasi humeri serta tuberculum minor humeri. Otot ini di
inervasi oleh n. subscapularis dan berfungsi untuk endorotasi artikulasi
humeri.
f) M. Teres Minor, yang berorigo pada tepi lateral fossa infraspinata dan
tendo insersinya melekat pada capsula articularis humeri yang
kemudian melekat pada tuberculum minor humer. Otot ini diinervasi
oleh n. axillaris dan berfungsi untuk eksorotasi artikulasi humeri.
g) M. Teres Mayor, berorigo di facies dorsalis scapulae dekat dengan
angulus inferior. Berinsersi di labium medial sulcus intertubercularis
humeri di inferior dari tempat insersi m. subscapularis. Inervasi otot ini
berasal dari n. subscapularis. Otot ini bersama dengan m. latissimus
dorsi berfungsi untuk adduksi artikulasi.
h) M. Biceps Brachii, berorigo di scapula, memiliki dua caput yaitu caput
lonum et brevis. Caput brevis berorigo bersama dengan m.
coracobrachialis di processus coracoideus, dan caput longum berorigo
di tuberositas supraglenoidalis. Insersi otot ini pada tuberositas radii,
sebagian tendo insersi sebagai lacertus fibrous berinsersi di fascia
antebrachii dan ulna. Fungsi dari caput longum m. biceps brachii untuk
fleksi artikulasi humeri et cubiti, sedangkan caput brevis untuk supinasi
artikulasi radioulnaris.
i) M. Coracobrachialis, berorigo di processus coracoideus, dan berfungsi
untu fleksi dan adduksi artikulasi humeri.
j) M. Brachialis, berorigo di dua pertiga distal fascia anteromedial et
anterolateral humeri dan insersi pada capsula astikulasi cubiti, processus
coronoideus et tuberositas ulna. Otot ini berfungsi untuk fleksi
artikulasi cubiti.
k) M. Triceps Brachii, berada di region brachii dorsalis dan memiliki tiga
caput yang tersusun dalam dua lapisan. Caput longum et lateralis
menempati lapisan superfacial, caput medial menempati lapisan
profundus. Caput longum berorigo pada tuberositas infraglenoidalis
yang memisahkan hiatus axillaris medialis dari hiatus axillaris
lateralis. Origo lateral et medial dipisahkan oleh sulcus n. radialis
humeri. Caput lateral berorigo di facies posterior humeri di
superior dari sulcus ini, sedang caput medial berorigo di
inferiornya. Insersinya di bagian posterior permukaan superior
olecranon, fascia antebrachii dan capsula articularis cubiti.
Inervasi otot ini berasal dari n. radialis. Fungsi dari caput longum
m. triceps brachii untuk ekstensi dan adduksi artikulasi humeri,
sedangkan caput lateral et medial untuk ekstensi artikulasi cubiti.
Berikut merupakan tabel tentang saraf dan otot yang menggerakkan humerus.

No Otot Origo Insertio Aksi Persarafan

1. Otot aksial yang menggerakkan humerus

M. pectoralis Clavicula Tuberculum Aduksi merotasi N. pectoralis


major sternum, majus dan sisi lengan pada bahu; medialis dan
cartilago lateral sulcus clavicula lateralis
costalis VI, intertubercul memfleksikan lengan
terkadang aris dari dan kepala
cartilago humerus sternocostal
costalis I-VII mengekstensikan
lengan yang fleksi tadi
ke arah truncus

M. latissimus Spina T7-L5, Sulcus Ekstensi, aduksi, dan N. thoracodorsalis


dorsi vertebrae intertubercul merotasi medial
lumbales, aris dari lengan pada sendi
crista humerus bahu; menarik lengan
sacralis dan ke arah inferior dan
crista iliaca, posterior
costa IV
inferior
melalui
fascia
thoracolumb
alis

2. Otot scapula yang menggerakkan humerus

M. deltoideus Ekstremitas Tuberositas Serat mengabduksi N. axillaris


acromialis deltoidea dari lengan pada sendi
dari humerus bahu; serta anterior
clavicula, memfleksikan dan
acromion merotasi medial
dari scapula lengan pada sendi
(serat bahu, serta posterior
lateral), dan mengekstensikan dan
spina scapula merotasi lateral lengan
(serat pada sendi bahu
posterior)

M. subscapularis Fosca Tuberculum Merotasi medial N. subscapularis


subscapularis minus dari lengan pada sendi
dari scapula humerus bahu

M. supraspinatus Fossa Tuberculum Membantu deltoideus N. subrascapularis


supraspinata majus dari mengabduksi pada
dari scapula humerus sendi bahu

M. infraspinatus Fossa Tuberculum Merotasi lateral lengan N. suprascapularis


infraspinata majus dari pada sendi bahu
dari scapula humerus

M. teres major Angulus Sisi medial Mengekstensikan N. subscapularis


inferior dari sulcus lengan pada sendi
scapula intertubercul bahu dan membantu
aris aduksi dan rotasi
medial lengan pada
sendi bahu
M. teres minor Margo Tuberculum Merotasi lateral dan N. axillaris
lateralis majus dari ekstensi lengan pada
inferior dari humerus sendi bahu
scapula

M. Coracobrachi Processus Pertengahan Memfleksikan aduksi N.


alis coracoideus sisi medial dari lengan pada sendi musculocutaneus
dari scapula corpus humeri bahu

Gambar 4. Otot-otot pada tulang humerus

Gambar 5 (a) Anterior, (b) Posterior Humerus dan (c) Humerus dengan tiga saraf
utama yaitu n. axillaris, n. radialis dan n. ulnaris.
Gambar 4. Anterior dan Posterior Humerus. Tempat insersi otot-otot berhubungan
dengan pergerakan humerus.

3. Vaskuler Humerus

Gambar 6. Vaskuler pada humerus


Lengan mendapat suplai dari arteria subklavia dan
percabangannya. Arteria subklavia merupakan percabangan pendek
arteria brakiosefalika, arteri subklavia kiri dan arkus aorta. Arteri ini
menjalar di dalam dasar leher, kemudian diantara klavikula dan tulang
rusuk I. Arteri tersebut berlanjut sampai ke aksila sebagai arteria
aksilaris. Arteria aksilaris berlanjut sebagai arteria brakialis yang
menjalar ke bawah sisi dalam dari lengan ditutupi oleh otot bisep dan
kemudian timbul di depan siku, terbagi menjadi arteria ulnaris dan
radialis. Dalam fosa antikubital (cekung di depan siku) tendon bisep
dapat diraba dengan jelas pada garis tengahnya bila sendi siku dilipat.
Tepat medial dari sini arteri brakhialis dapat diraba dengan mudah.
Tempat ini adalah tempat yang biasa untuk mengukur tekanan darah
dan merupakan tempat terbaik untuk mencatat kecepatan denyut nadi
karena darah di siku ini lebih besar.

B. Pengertian Fraktur Humerus


Fraktur humerus merupakan fraktur pada tulang humerus yang
disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung
(De Jong, 2010). Sedangkan menurut Triastuti, dkk (2012) fraktur
humerus adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan pada tulang humerus yang disebabkan oleh trauma secara langsung
maupun tidak langsung. Fraktur humerus adalah salah satu jenis fraktur
yang memerlukan penanganan segera, tanpa penanganan segera dapat
terjadi komplikasi kelumpuhan nervus radial, kerusakan nervus brachial,
atau median (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Muttaqin (2011) fraktur humerus merupakan terputusnya
hubungan tulang humerus disertai kerusakan jaringan lunak (otot, kulit,
jaringan saraf, pembuluh darah) sehingga memungkinkan terjadinya
hubungan atara fragmen tulang yang patah dengan udara luar yang
disebabkan oleh cedera dari trauma langsung yang mengenai lengan atas.
C. Klasifikasi Fraktur Humerus
Menurut Hoppenfield (2011) patah tulang humerus dapat dibagi menurut
ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar, yaitu:
1. Fraktur tertutup (closed), fraktur yang terjadi apabila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (open), fraktur yang terjadi apabila terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya permukaan di
kulit.
Klasifikasi fraktur diafisis humerus menurut Ortopaedics Trauma
Association (OTA) (Kautsar, 2014)

a. Tipe A: fraktur sederhana ( simple fractur)


1) A1: spiral
2) A2: oblik (>30°)
3) A3: transversa (<30°)

Sumber: Holmes E.J & Misra R.R (2004)

b. Tipe B: fraktur baji (wedge fracture)


1) B1: spiral wedge
2) B2: bending wedge
3) B3: fragmented wedge
Sumber: Holmes E.J & Misra R.R (2004)

c. Tipe C: fraktur kompleks (complex fracture)


1) C1: Spiral
2) C2: Segmental
3) C3: Ireguler (significant comminution)

Sumber: Holmes E.J & Misra R.R (2004)

Klasifikasi fraktur humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Egol et


al, 2010; Thompson, 2010)

1. Fraktur proksimal humerus


Pada fraktur jenis ini, insidensi meningkat pada usia yang lebih tua
terkait dengan osteoporosis. Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri,
bengkak, nyeri tekan, nyeri pada saat digerakkan, dan dapat teraba
krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding dada dan pinggang setelah
terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera toraks.
Klasifikasi fraktur proksimal humerus menurut Neer antara lain sebagai
berikut:
a. One-part fracture: tidak ada pergeseran fragmen namun terlihat
garis fraktur.
b. Two-part fracture: anatomic neck, surgical neck, tuberculum
mayor, tuberculum minor.
c. Three-part fracture: surgical neck dengan tuberculum mayor, dan
surgical neck dengan tuberculum minor.
d. Four-part fracture.
e. Fracture-dislocation.
f. Articular surface fracture.

Gambar 8. Tampilan klasifikasi fraktur humerus

2. Fraktur shaft humerus


Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi, 60% kasus adalah fraktur
sepertiga tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proksimal diafisis dan
10% sepertiga distal diafisis. Mekanisme terjadinya trauma dapat secara
langsung maupun tidak langsung. Gejala klinis pada jenis fraktur ini
adalah nyeri, bengkak, deformitas dan dapat terjadi pemendekan tulang
pada tangan yang fraktur. Pemeriksaan neurovaskuler adalah penting
dengan memperhatikan fungsi nervus radialis. Pada kasus yang sangat
bengkak, pemeriksaan neurovaskuler sering diindikasikan untuk
mengenali tanda-tanda dari sindroma kompartemen. Pada pemeriksaan
fisik terdapat krepitasi pada manipulasi lembut. Deskripsi klasifikasi
fraktur shaft humerus yaitu:
a) fraktur terbuka atau tertutup;
b) lokasi: sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal;
c) derajat: dengan pergeseran atau tanpa pergeseran;
d) karakter: transversal, oblique, spiral, segmental, komunititf;
e) kondisi intrinsik dari tulang;
f) ekstensi artikular.

Gambar 9. Klasifikasi Fraktur Shaft Humerus


3. Fraktur distal humerus
Fraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar 2%
untuk semua kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh
kejadian fraktur humerus. Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat
terjadi karena trauma langsung atau tidak langsung. Trauma langsung
contohnya adalah apabila terjatuh atau terpeleset dengan posisi siku
tangan menopang tubuh atau bisa juga karena siku tangan terbentur atau
dipukuli benda tumpul. Trauma tidak langsung apabila jatuh dalam
posisi tangan menopang tubuh namun posisi siku dalam posisi tetap
lurus. Hal ini biasa terjadi pada orang dewasa usia pertengahan atau
wanita usia tua. Gejala klinis dari fraktur ini antara lain pada daerah
siku dapat terlihat bengkak, kemerahan, nyeri, kaku sendi dan biasanya
pasien akan mengeluhkan siku lengannya seperti akan lepas. Kemudian
dari palpasi terdapat nyeri tekan, krepitasi dan neurovaskuler dalam
batas normal.
4. Fraktur suprakondiler
Fraktur suprakondiler merupakan salah satu jenis fraktur yang
mengenai daerah siku, dan sering ditemukan pada anak-anak. Fraktur
suprakondilus adalah fraktur yang mengenai humerus bagian distal di
atas kedua kondilus. Pada fraktur jenis ini dapat dibedakan menjadi
fraktur supracondilus extension type (pergeseran posterior) dan flexion
type (pergeseran anterior) berdasarkan pada bergesernya fragmen distal
dari humerus. Jenis fleksi adalah jenis yang jarang terjadi. Jenis
ekstensi terjadi karena trauma langsung pada humerus distal melalui
benturan pada siku dan lengan bawah dalam posisi supinasi dan dengan
siku dalam posisi ekstensi dengan tangan yang terfiksasi. Fragmen
distal humerus akan terdislokasi ke arah posterior terhadap humerus.
a. Fraktur suprakondilus extension type
Menunjukkan cedera yang luas, dan biasanya akibat jatuh pada
tangan yang terekstensi. Humerus patah tepat di atas kondilus.
Fragmen distal terdesak ke belakang lengan bawah (biasanya dalam
posisi pronasi) terpuntir ke dalam. Ujung fragmen proksimal yang
bergerigi mengenai jaringan lunak bagian anterior, kadang
mengenai arteri brachialis atau n. medianus. Periosteum posterior
utuh, sedangkan periosteum anterior ruptur; terjadi hematom fossa
cubiti dalam jumlah yang signifikan.
b. Fraktur suprakondilus flexion type
Tipe fleksi terjadi bila penderita jatuh dan terjadi trauma langsung
pada sendi siku pada distal humeri.
Gambar 10. Fraktur Suprakondiler
5. Fraktur transkondiler
Biasanya terjadi pada pasien usia tua dengan tulang osteopenik.
6. Fraktur interkondiler
Pada dewasa, jenis fraktur ini adalah tipe paling sering diantara tipe
fraktur humerus distal yang lain. Klasifikasi menurut Riseborough and
Radin sebagai berikut.
a) Tipe I: fraktur tanpa adanya pergeseran dan hanya ada berupa garis
fraktur.
b) Tipe II: terjadi sedikit pergeseran dengan tidak ada rotasi antara
fragmen kondilus.
c) Tipe III: pergeseran dengan rotasi.
d) Tipe IV: fraktur komunitif berat dari permukaan artikular
7. Fraktur kondiler
Dapat dibagi menjadi fraktur kondilus medial dan fraktur kondilus
lateral. Klasifikasi menurut Milch sebagai berikut.
a) Tipe I: penonjolan lateral troklea utuh,tidak terjadi dislokasi radius
dan ulna.
b) Tipe II: terjadi dislokasi radius ulna, kerusakan kapsuloligamen.

D. Etiologi Fraktur Humerus


Fraktur humerus disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang (Reksoprodjo, 2010). Trauma ada 2 jenis, sebagai
berikut.
1. Trauma langsung, yaitu terjadi benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat benturan. Trauma langsung
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan
jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2. Trauma tidak langsung, yaitu terjadi benturan pada tulang dan titik
tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Trauma tidak
langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh
dari daerah fraktur. Tekanan pada tulang dapat berupa:
a) tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau
spiral;
b) tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal;
c) tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur
impaksi atau dislokasi;
d) kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau
memecah;
e) trauma oleh karena remuk;
f) trauma karena tarikan pada ligamen atau tendon akan menarik
sebagian tulang.
3. Trauma patologis
Trauma patologis adalah suatu kondisi rapuhnya tulang karena proses
patologis.
a) Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsorbsi tulang melebihi
kecepatan pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang
menjadi 6 keropos secara cepat dan rapuh sehingga mengalami
patah tulang, karena trauma minimal.
b) Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum sum tulang yang
disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal
dari focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
c) Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak/ menipisnya bantalan
sendi dan tulang rawan (Muttaqin, 2008).
4. Fraktur traumatik, terjadi karena tiba-tiba. Trauma dapat bersifat
langsung atau tidak langsung. Trauma langsung merupakan trauma
yang dapat menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah yang tertekan. Sedangkan trauma tidak langsung
merupakan trauma yang dihantarkan ke tempat yang lebih jauh dari
daerah yang tertekan. Fraktur shaft humerus kebanyakan terjadi akibat
trauma langsung, meskipun pada fraktur spiral sepertiga tengah dari
shaft kadang disebabkan oleh aktifitas otot-otot yang kuat seperti saat
melempar bola.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur sebagai berikut:
a) Faktor ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
b) Faktor intrinsic
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari
tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan
tulang.
E. Manifestasi Klinis Fraktur Humerus
Tanda dan gejala dari fraktur humerus adalah sebagai berikut (Smeltzer &
Bare (2002):
1. Nyeri, yang terjadi secara terus menerus dan bertambah beratnya
sampai fragmen tulang diimobilisasi untuk meminimalkan gerakan
antar fragmen tulang.
2. Deformitas, terjadi akibat pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
tungkai. Deformitas dapat diketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas yang normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang
tempat melekatnya otot.
3. Krepitus, saat ekstremitas diperiksa, terasa adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang terasa akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.
4. Pembengkakan dan perubahan warna, terjadi akibat trauma dan
pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cidera
5. Berkurangnya gerakan tangan yang sakit
6. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, di
mana syaraf ini terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.
7. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang.
8. Pergerakan abnormal.

F. Patofisiologi Fraktur Humerus


Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Namun apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusak atau terputusnya kontinuitas
tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks, marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodlatasi, eksudasi plasma dan leukosit serta infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan nantinya
(Meihartati, dkk 2018).
G. Komplikasi Fraktur Humerus
Komplikasi fraktur humerus adalah sebagai berikut (Reksoprodjo, 2009):

1. Malunion: tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak


seharusnya.
2. Delayed union: kegagalan fraktur berkonsolidasi (bergabung) sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung.
3. Non union: kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
4. Kekakuan sendi bahu (ankilosis). Lesi pada nervus sirkumfleksi
aksilaris menyebabkan paralisis muskulus deltoid
5. Kompartment sindrom, merupakan komplikasi yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan
otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekan dari luar
seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat. Tanda-tanda sindrom
kompartemen dikenal dengan 5P yaitu Pain (nyeri lokal), Pallor
(pucat bagian distal), Pulsussness (tidak ada denyu nadi, perubahan
nadi, perfusi yang tidak baik dan CRT > 3 detik pada bagian distal
kaki), Paraestesia (tidak ada sensasi), Paralysis (kelumpuhan
tungkai).
6. Malunion cubiti varus (carrying angle berubah) dimana siku
berbentuk O, secara fungsi baik tapi secara kosmetik kurang baik
maka dari itu perlu dilakukan koreksi dengan operasi meluruskan siku
dengan teknik french osteotomy.
7. Cedera vakuler, jika ada tanda dengan insufisiensi vaskuler pada
ekstremitas, kerusakan arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi
akan memperlihatkan tingkat cedera. Cedera vaskuler merupakan
kegawatdaruratan yang membutuhkan eksplorasi dan perbaikan
langsung atau cangkok (grafting) vaskuler.
8. Cedera Saraf, radial nerve palsy dapat terjadi pada fraktur shaft
humerus terutama pada fraktur oblik sepertiga tengah dan distal
humerus. Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur
digerakkan dari pergerakan pasif putaran penuh hingga
mempertahankan pergerakan sendi sampai saraf kembali pulih.
9. Infeksi, Infeksi terjadi karena sistem pertahanan tubuh yang rusak
akibat adanya trauma pada jaringan. Pada trauma osthopedic infeksi
dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. Infeksi paska
trauma sering menyebabkan osteitis kronik. Osteitis tidak mencegah
fraktur mengalami union, namun union akan berjalan lambat dan
kejadian fraktur berulang akan meningkat.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada klien dengan fraktur humerus
adalah sebagai berikut:.
1. Laboratorium
Hasil tes laboratorium yang perlu diketahui diantaranya adalah
hemoglobin, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap
darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas
2. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (X-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis
fraktur (transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya
dapat terbaca jelas). Radiografi humerus AP dan lateral harus
dilakukan. Sendi bahu dan siku harus terlihat dalam foto. Radiografi
humerus kontralateral dapat membantu pada perencanaan
preoperative. Hal yang harus dibaca pada X-ray:
a) bayangan jaringan lunak;
b) tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi;
c) trobukulasi ada tidaknya rare fraction;
d) sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Gambar 14. Fraktur leher humerus (tanda panah)

3. Tomografi
Pemeriksaan ini menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur
yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur
saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
4. Arthrografi
Pemeriksaan ini menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa.
5. Computed Tomography-Scan (CT-Scan)
Pemeriksaan ini menggambarkan potongan secara transversal dari
tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
6. Pemeriksaan Laboratorium
a) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c) Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-
5), Aspartat Amino Transferase (AST), aldolase yang meningkat
pada tahap penyembuhan tulang.
I. Penatalaksanaan Fraktur Humerus
Penatalaksanaan fraktur humerus secara umum sebagai berikut
(Purwadianto, 2000):
1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu.
2. Sebelum penderita dibawa ke rumah sakit, pasang bidai untuk
mengurangi nyeri, mencegah bertambahnya kerusakan jaringan lunak
dan makin buruknya kedudukan fraktur. Bila tidak terdapat bahan
untuk bidai, maka bila lesi di anggota gerak bagian atas untuk
sementara anggota yang sakit dibebatkan ke badan penderita.
3. Terapi konservatif atau operatif. Tujuan pengobatan fraktur yaitu
mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu
sesingkat mungkin.
a) Reduksi fraktur berarti pengembalian fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode yang digunakan
dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi
terbuka, yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur.
b) Reduksi tertutup, dilakukan untuk mengembalikan fragmen
tulang ke posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan
manipulasi dan traksi manual.
c) Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot
yang terjadi.
d) Reduksi terbuka, dengan pendekatan pembedahan, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
e) Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi
atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksternal atau internal. Fiksasi eksternal meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau
fiksator eksternal. Fiksasi internal dapat dilakukan dengan
memasang implan logam yang berperan sebagai bidai interna
untuk mengimobilisasi fraktur
4. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu:
a) mempertahankan reduksi dan imobilisasi
b) meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
c) memantau status neurologi
d) mengontrol kecemasan dan nyeri
e) latihan isometrik dan setting otot
f) berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
g) kembali ke aktivitas sehari-hari secara bertahap.
Penatalaksanaan fraktur humerus sesusai dengan jenis fraktur humerus (Egol et al,
2010; Reksoprodjo, 2009).

a. Fraktur proksimal humerus


Pada fraktur impaksi tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang
cedera diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 6
minggu. Selama waktu itu penderita dilatih untuk menggerakkan sendi
bahu berputar sambil membongkokkan badan meniru gerakan bandul
(pendulum exercise). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kekakuan
sendi. Pada penderita dewasa bila terjadi dislokasi abduksi dilakukan
reposisi dan dimobilisasi dengan gips spica, posisi lengan dalam
abduksi (shoulder spica).
b. Fraktur shaft humerus
Pada fraktur humerus dengan garis patah transversal, apabila terjadi
dislokasi kedua fragmennya dapat dilakukan reposisi tertutup dalam
narkose. Bila kedudukan sudah cukup baik, dilakukan imobilisasi
dengan gips berupa U slab (sugar tong splint). Immobilisasi
dipertahankan selama 6 minggu. Teknik pemasangan gips yang lain
yaitu dengan hanging cast. Hanging cast terutama dipakai pada
pnderita yang dapat berjalan dengan posisi fragmen distal dan
proksimal terjadi contractionum (pemendekan). Apabila pada fraktur
humerus ini disertai komplikasi cedera nervus radialis, harus
dilakukan open reduksi dan internal fiksasi dengan plate-screw untuk
humerus disertai eksplorasi nervus radialis. Bila ditemukan nervus
radialis putus (neurotmesis) dilakukan penyambungan kembali dengan
teknik bedah mikro. Kalau ditemukan hanya neuropraksia atau
aksonotmesis cukup dengan konservatif akan baik kembali dalam
waktu beberapa minggu hingga 3 bulan.
c. Fraktur suprakondiler humerus
Jika terjadi pembengkakan tak hebat dapat dilakukan reposisi dalam
anasthesia umum. Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi
diteruskan sampai arteri radialis mulai tak teraba. Kemudian
diekstensi siku sedikit untuk memastikan arteri radialis teraba lagi.
Dalam posisi fleksi maksimal ini dilakukan imobilisasi dengan gips
spal. Posisi fleksi maksimal dipindahkan karena penting untuk
menegangkan otot trisep yang berfungsi sebagai internal splint.
Jika dalam pengontrolan dengan radiologi hasilnya sangat baik gips
dapat dipertahankan dalam waktu 3-6 minggu. Kalau dalam
pengontrolan pasca reposisi ditemukan tanda Volkmann’s iskemik
secepatnya posisi siku diletakkan dalam ekstensi, untuk
immobilisasinya diganti dengan skin traksi dengan sistem Dunlop.
Pada penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler
garis patahnya berbentuk T atau Y, yang membelah sendi untuk
menanggulangi hal ini lebih baik dilakukan tindakan operasi dengan
pemasangan internal fiksasi.
d. Fraktur transkondiler humerus
Terapi konservatif diindikasikan pada fraktur dengan dislokasi
minimal atau tanpa dislokasi. Tindakan yang paling baik dengan
melakukan operasi reposisi terbuka dan dipasang fiksasi interna
dengan plate-screw.
e. Fraktur interkondiler humerus
Bila dilakukan tindakan konservatif berupa reposisi dengan
immobilisasi dengan gips sirkuler akan timbul komplikasi berupa
kekakuan sendi (ankilosis). Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan
tindakan operasi reduksi dengan pemasangan internal fiksasi dengan
plate-screw.
f. Fraktur kondilus lateral dan medial humerus
Bila frakturnya tertutup dapat dicoba dulu dengan melakukan reposisi
tertutup, kemudian dilakukan imbolisasi dengan gips sirkular. Bila
hasilnya kurang baik, perlu dilakukan tindakan operasi reposisi
terbuka dan dipasang fiksasi interna dengan plate-screw. Jika lukanya
terbuka dilakukan debridement dan dilakukan fiksasi luar.

J. Rehabilitasi exercise fraktur humerus


a. Rehabilitasi fraktur humerus proksimal
Rehabilitasi fraktur humerus proksimal sangat penting karena
pergerakan yang adekuat sangat dibutuhkan untuk mengembalikan
pada fungsi yang optimal. Rehabilitasi fraktur humerus prosimal
dibagi mejadi 3 fase (Hughes and Neer). Ketiga fase ini bertujuan
untuk meningkatkan latihan peregangan dan kekuatan. Aplikasi
latihan ini sangat bervariasi dan tergantung pada tipe fraktur atau
penyembuhan fraktur dan kemampuan pasien dalam memahami
program latihan. Latihan dilakukan 3-4 kali per hari selama 20-30
menit.
a. Fase 1 Passive-Assistive Exercise
Fase ini dimulai setelah post operasi. Jika fraktur telah dilakukan
penyembuhan dengan reduksi tertutup dan kondisinya stabil,
latihan ini dimulai pada hari ke 7-10 setelah fraktur. Latihan
pertama yang dilakukan adalah Pendulum exercise (Codman) yaitu
merotasi lengan ke luar dan ke dalam seperti membentuk lingkaran
kecil. Gerakannya dapat dilihat seperti gambar di bawah ini.
Gambar 15. Passive Pendulum Exercise

Gambar 16. Active Pendulum Exercise


Latihan kedua adalah supine external rotation with stick. Latihan ini
sangat penting untuk mendukung siku dan humerus distal dilakukan
seperti melipat handuk atau baju karena akan membuat rasa aman bagi
pasien.Sedikit abduksi kurang lebih 15-20 derajat akan membantu
latihan ini.

Gambar 17. supine external rotation with stick


Tiga minggu setelah fraktur, klien dibantu untuk melakukan forward
elevation dan pulley exercises dapat ditambahkan. Setelahnya dapat
ditambahkan sedikit. Isometric exercise umumnya dimulai pada
minggu ke 4. Setelah perbaikan operasi mulai sembuh, latihan ini
dapat dimulai dalam 24-48 jam. Perawat harus memulai melakukan
fleksi dan ekstensi pada siku dan bantu pasien untuk melakukan
pendulum exercise. Supine eksternal rotation dan bantu untuk forward
elevation baik dengan duduk atau tidur perlu dilakukan. Antara 3-5
hari post operasi, latihan formal dimulai yaitu pendulum exercise,
pulley supine, external rotation with stick, supine forward flexion, and
extension with a stick. Latihan isometrik dapat dimulai setelah 3
minggu.

Gambar 18. Forward elevation

Gambar 19. Pulley exercise

Gambar 20. isometric exercise


b. Fase 2 active and early resistive
Latihan pada fase 2 ini mulai aktif, memberikan hambatan dan
latihan peregangan. Latihan pertama adalah supine active forward
elevation
K. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Anamnesis / Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah sebagai berikut.
a. Nyeri
Sifat dari nyeri antara lain:
 lokasi setempat/meluas/menjalar;
 ada trauma riwayat atau tidak;
 sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan;
 bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa
panas/ditarik-tarik, terus-menerus atau hanya waktu
bergerak/istirahat dan seterusnya;
 apa yang memperberat/mengurangi nyeri;
 nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari;
 apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang
timbul.
b. Kelainan bentuk/pembengkokan
 angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang);
 benjolan atau karena ada pembengkakan
c. Kekakuan/kelemahan
 Kekakuan: pada umumnya mengenai persendian. Apakah
hanya kaku, atau disertai nyeri, sehingga pergerakan
terganggu.
 Kelemahan: apakah yang dimaksud instability atau kekakuan
otot menurun/melemah/kelumpuhan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data dilakukan untuk menentukan penyebab dari fraktur
yang dapat membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap
pasien berupa kronologi terjadinya penyakit.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian dilakukan untuk menemukan penyebab fraktur dan
lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit paget’s menyebabkan fraktur
patologis sering sulit buat menyambung.
5. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga berhubungan dgn penyakit tulang adalah salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang cenderung
diturunkan secara genetik.
6. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
b. Pola nutrisi dan metabolisme
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola hubungan dan peran
g. Pola persepsi dan konsep diri
h. Pola sensori dan kognitif
i. Pola reproduksi seksual
j. Pola penanggulangan stress
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui keadaan fraktur yang
dialami pasien secara lebih jelas. Pemeriksaan fisik meliputi primary
survey (dilakukan dengan mengetahui keadaan umum pasien) dan
secondary survey (untuk mengetahui gerakan pasien apakah masih
dianggap normal atau tidak).
a. Keadaan umum, tanda vital
b. Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala,
mata, telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital,
ekstremitas, kulit dan kuku, dan keadaan lokal.
1) Pemeriksaan fraktur
a) Look/inspeksi
 Bandingkan dengan bagian yang sehat
 Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan
 Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
 Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak
untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka
 Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi
dan pemendekan
 Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada
trauma pada organ-organ lain
 Keadaan vaskularisasi
b) Feel/palpasi
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita
biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu
diperhatikan:
 Nyeri tekan
 Krepitasi
 Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma
 Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah
untuk mengetahui adanya perbedaan panjang
tungkai
c) Move/gerakan
 Periksa pergerakan dengan mengajak penderita
untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami
trauma
 Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan
menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan
tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu
juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan
lunak seperti pembuluh darah dan saraf
 Move untuk melihat apakah ada krepitasi bila fraktur
digerakkan, tetapi ini bukan cara yang baik dan
kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau
beradunya ujung-ujung tulangkortikal. Pada tulang
spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa
krepitasi.
 Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan-
gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of
motion dan kekuatan serta kita melakukan
pemeriksaan untuk melihat apakah ada gerakan tidak
normal atau tidak. Gerakan tidak normal merupakan
gerakan yang tidak terjadi pada sendi, misalnya
pertengahan femur dapat digerakkan. Ini adalah
bukti paling penting adanya fraktur yang
membuktikan adanya putusnya kontinuitas tulang
sesuaidefinisi fraktur. Hal ini penting untuk
membuat visum, misalnya bila tidak ada fasilitas
pemeriksaan rontgen.
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasienfraktur
adalah:
1) Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi dan garis
fraktur.
2) X ray digunakan untuk menentukan jenis fraktur dan mekanisme
terjadinya trauma. Umumnya menggunakan proyeksi
anteroposterior dan lateral.
3) CT scan dapat digunakan untuk menggambarkan anatomi tulang
khusunya pada cedera plafon.
4) MRI digunakan untuk mengkaji adanya cedera pada tulang
rawan, ligament dan tendon.
L. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot,
edema, kerusakan jaringan lunak
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penonjolan tulang
(fraktur terbuka)
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, gaSngguan fungsi musculoskeletal,
immobilisasi
d. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan, prosedur tindakan
pembedahan dan hasil akhir pembedahan
e. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma
jaringan
2. Intra operasi
a. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
b. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma
jaringan
3. Post operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan alat traksi/immobilisasi
b) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tindakan
pembedahan
c) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi
muskuloskletal, Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, gangguan fungsi musculoskeletal,
imobilisasi
d) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, kerusakan kulit, trauma jaringan
e) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penatalaksanaan
medis (pemasangan fiksasi eksternal)
f) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan
informasi yang ada
g) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan fungsi
musculoskeletal
M. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Pre Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional


Operasi
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan 1. Mampu mengontrol Paint management
dengan fraktur tulang, spasme tindakan keperawatan nyeri (tahu penyebab 1. Kaji nyeri secara 1. Mengetahui kondisi
nyeri, mampu komprehensif (lokasi, umum pasien dan
otot, edema, kerusakan selama 1X6 jam
menggunakan tehnik karakteristik, durasi, pertimbangan
jaringan lunak diharapkan nyeri dapat nonfarmakologi untuk tindakan selanjutnya
frekuensi, kualitas, dan
berkurang mengurangi nyeri, faktor presipitasi)
mencari bantuan) 2. Beri penjelasan 2. Pasien memahami
2. Melaporkan bahwa mengenai penyebab
NOC: keadaan sakitnya
nyeri berkurang nyeri
1. Pain level dengan menggunakan 3. Observasi reaksi
2. Pain control manajemen nyeri 3. Respon nonverbal
nonverbal dari
3. Comfort level 3. Mampu mengenali terkadang lebih
ketidaknyamanan
nyeri (skala, intensitas, menggambarkan apa
frekuensi, dan tanda yang pasien rasakan
4. Segera immobilisasi 4. Mempertahankan
nyeri)
daerah fraktur posisi fungsional
4. Menyatakan rasa
5. Tinggikan dan dukung tulang
nyaman setelah nyeri
ekstremitas yang 5. Memperlancar arus
berkurang
terkena balik vena
6. Ajarkan pasien tentang 6. Mengatasi nyeri
alternative lain untuk misalnya kompres
mengatasi dan hangat, mengatur
mengurangi rasa nyeri posisi untuk
mencegah kesalahan
posisi pada
tulang/jaringan yang
cedera
7. Ajarkan teknik 7. Memfokuskan
manajemen stress kembali perhatian,
misalnya relaksasi meningkatkan rasa
nafas dalam kontrol dan
meningkatkan
kemampuan koping
dalam manajemen
nyeri yang mungkin
menetap untuk
periode lebih lama
8. Mengontrol atau
mengurangi nyeri
8. Kolaborasi dengan tim pasien
kesehatan lain dalam
pemberian obat
analgeik sesuai
indikasi
2 Kerusakan intergritas Setelah dilakukan 1. Pasien terbebas dari Environment management
kulit/jaringan berhubungan tindakan keperawatan cidera 1. Kaji kulit untuk luka 1. Memberikan
2. Pasien mampu terbuka terhadap benda informasi mengenai
dengan immobilisasi, selama 3X24 jam
menjelaskan asing, kemerahan, keadaan kulit pasien
penurunan sirkulasi, fraktur diharapkan cidera/injuri cara/metode untuk saat ini
perdarahan, perubahan
terbuka tidak terjadi mencegah injuri/cedera warna
3. Pasien mampu 2. Massage kulit,
menjelaskan faktor pertahankan tempat
NOC: resiko dari 2. Menurunkan tekanan
tidur kering dan bebas
Risk control lingkungan/perilaku pada area yang peka
kerutan
personal dan beresiko rusak
3. Ubah posisi dengan
4. Mampu memodifikasi 3. Mencegah terjadinya
sering
gaya hidup untuk dekubitus
mencegah injury 4. Bersihkan kulit dengan 4. Mengurang
5. Menggunakan fasilitas air hangat kontaminasi dengan
kesehatan yang ada agen luar
6. Mampu mengenali 5. Lakukan perawatan 5. Mengurangi resiko
perubahan status luka secara steril gangguan integritas
kesehatan kulit

3 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan 1. Pasien mampu Anxiety reduction


status kesehatan, prosedur tindakan keperawatan mengidentifikasi dan (penurunan kecemasan)
mengungkapkan gejala
tindakan pembedahan dan selama 3X24 jam 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui tingkat
cemas
kecemasan pasien kecemasan pasien
hasil akhir pembedahan diharapkan cemas 2. Mengidentifikasi,
(ringan, sedang, berat,
berkurang mengungkapkan dan
panik) 2. Agar pasien merasa
menunjukkan tehnik
2. Dampingi pasien aman dan nyaman
untuk mengontrol
NOC: cemas 3. Meningkatkan pola
1. Anxiety self control 3. Vital sign dalam batas 3. Ber support sistem dan koping yang efektif
2. Anxiety level normal motivasi pasien 4. Agar pasien dapat
3. Coping 4. Postur tubuh, ekspresi 4. Beri dorongan spiritual menerima kondisinya
wajah, bahasa tubuh saat ini
dan tingkat aktivitas 5. Memberikan
menunjukkan informasi sehingga
5. Jelaskan jenis prosedur dapat menurunkan
berkurangnya
dan tindakan ansietas
kecemasan
pengobatan
No Diagnosa Keperawatan Intra Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Operasi
1 Risiko syok hipovolemi Setelah dilakukan 1. Nadi dalam batas yang Shock prevention
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1x6 diharapkan 1. Monitor status 1. Mengidentifikasi
perdarahan jam syok dapat dihindari 2. Irama jantung dalam sirkulasi (tekanan keadekuatan status
batas yang diharapkan darah, warna kulit, sirkulasi
3. Frekuensi nafas daam suhu kulit, denyut
NOC :
batas yang diharapkan jantung, ritme, nadi
1. Shock prevention 4. Irama pernafasan perifer, dan CRT)
2. Shock management dalam batas yang 2. Monitor tanda 2. Mengetahui adakah
diharapkan inadekuat oksigenasi gangguan perfusi
5. Natrium serum dalam jaringan jaringan
batas normal 3. Mengetahui
6. Kalium serum dalam 3. Monitor input dan keseimbangan cairan
batas normal output 4. Skrining adanya
7. Klorida serum dalam 4. Monitor tanda awal syok
batas normal syok
8. Kalsium serum dalam 5. Kolaborasi pemberian 5. Rehidrasi
batas normal cairan IV dengan
9. Magnesium serum tepat
dalam batas normal
10. Ph darah serum dalam
batas normal
No Diagnosa Keperawatan Post Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Operasi
1 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan 1. Pasien meningkat Exercise therapy:
berhubungan dengan tindakan keperawatan dalam aktivitas fisik ambulation
2. Mengerti tujuan dari
nyeri/ketidaknyamanan, selama 2X24 jam 1. Kaji derajat 1. Menentukan tindakan
peningkatan mobilitas
immobilisasi yang keperawatan yang
gangguan fungsi diharapkan pasien mampu 3. Memverbalisasikan
dihasilkan oleh cidera tepat
musculoskeletal, immobilisasi melakukan mobilitas fisik perasaan dalam
2. Dorong partisipasi
meningkatkan
pada aktivitas 2. Menlatih kekuatan
kekuatan dan
NOC: terapeutik otot pasien
kemampuan berpindah
1. Joint movement: active 4. Memperagakan 3. Bantu pasien dalam 3. Melatih rentang
2. Mobility level penggunaan alat bantu rentang gerak aktif gerak aktif atau pasif
3. Self care: ADLs untuk mobilisasi atau pasif pasien secara
4. Transfer performance (walker) 4. Ubah posisi secara bertahap
periodik 4. Mencegah terjadinya
5. Kolaborasi dengan ahli dekubitus
terapi/okupasi/rehabilit 5. Melatih rentang
asi medis gerak aktif dan pasif
secara bertahap
WSS Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan 1. Pasien terbebas dari Infection control
2 dengan tidak adekuatnya tindakan keperawatan 1x6 tanda dan gejala 1. Inspeksi kulit adanya 1. Mengkaji adanya
jam infeksi dapat dihindari infeksi iritasi atau robekan iritasi atau robekan
pertahanan primer, kerusakan
2. Mendeskripsikan kontinuitas kontinuitas
kulit, trauma jaringan proses penularan 2. Kaji kulit yang 2. Mengetahui
penyakit, faktor yang terbuka terhadap ada/tidaknya tanda-
NOC:
mempengaruhi peningkatan nyeri, tanda infeksi
1. Immune status penularan serta rasa terbakar, edema,
2. Risk control penatalaksanaannya eritema, drainase/bau
3. Knowledge: Infection 3. Jumlah leukosit dalam tidak sedap
control batas normal 3. Mengurangi resiko
3. Berikan perawatan
4. Menunjukkan perilaku infeksi
kulit dengan steril dan
hisup sehat 4. Mengurangi resiko
aseptik
penyebaran infeksi
4. Tutup dan ganti
5. Mencegah terjadinya
balutan dengan
infeksi
prinsip steril
5. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain terkait
pemberian obat
antibiotik sesuai
indikasi
3 Kurangnya pengetahuan Setelah dilakukan 1. Pasien dan keluarga Teaching: disease process
berhubungan dengan tindakan keperawatan menyatakan 1. Kaji tingkat 1. Membantu untuk
1x24 jam pasien akan pemahaman tentang pengetahuan pasien memahami apa yang
kurangnya paparan informasi
menunjukkan pengetahuan penyakit, kondisi, dan keluarga kita lakukan terhadap
yang ada tentang proses penyakit prognosis, dan pasien
dengan benar program pengobatan 2. Membantu pasien
2. Pasien dan keluarga mengetahui tanda-
mampu melaksanakan 2. Jelaskan patofisiologi tanda penyakit dan
prosedur yang dari penyakit dan apa yang harus
NOC:
dijelaskan secara benar bagaimana hal ini dilakukan terhadap
1. Knowledge: disease 3. Pasien dan keluarga berhubungan dengan dirinya agar sembuh
process mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi 3. Mencegah
2. Knowledge: health kembali apa yang dengan cara yang tepat komplikasi
behavir dijelaskan perawat/tim 3. Gambarkan tanda dan
kesehatan lainnya gejala yang biasa
muncul pada penyakit
dengan cara yang tepat
dan gambarkan proses
penyakit dengan cara
yang tepat
4. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang 4. Memberikan
kemajuan pasien kebaikan terhadap
dengan cara yang tepat keluarga dan pasien
5. Diskusikan pilihan 5. Memberikan
terapi atau penanganan kepercayaan dan
pasien mau
memahami
penjelasan tentang
penyakit dan
pengobatan pasien
Resiko syok
resiko infeksi
hipovolemik
Ansietas
ClinicalK Pathway
Luka pembedahan
Perubahan status perdarahan (insisi)
kesehatan

Nyeri akut
Pre op Intra op Post op

Spasme otot

pembedahan
Rangsang diteruskan ke
korteks serebri
kerusakan Resiko
integritas kulit infeksi
Nociceptor menerima
rangsang gips
Hambatan
Kurang Trauma Port d’entry penatalaksanaan
Mobilitas Fisik
pengetahuan Pelepasan jaringan konservatif
mediator kimia traksi
Resiko syok
Kurang paparan
Luka terbuka
informasi Degranulasi sel
perdarahan
mast
Perubahan status
kesehatan Cedera sel
Deficit perawatan diri
FRAKTUR Keterbatasan
Rentan fraktur Ekstermitas Atas pergerakan fisik Hambatan
mobilitas fisik
Absorbs kalsium menurun

Kondisi patologis: osteoporosis Trauma langsung/tidak langsung


DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M dan Jane Hokanson Hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.

Digiulio, Mary, Donna Jackson dan Jim Keogh. (2014). Keperawatan Medikal
Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.

Istianah, Umi. (2017). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Jitowiyono, Sugeng dan Weni Kristiyanasari. (2010). Asuhan Keperawatan Post


Operasi Pendekatan Nanda NIC NOC. Yogyakarta: Nuha Medika.

Kneale, Julia dan Peter Davis. (2011). Keperawatan Orthopedik & Trauma.
Jakarta: EGC.

Sjamsuhidayat, dkk. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC.

Wiarto. Giri. 2017. Nyeri Tulang dan Sendi. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI NERS


Jl. Karimata No. 49 Telp.(0331) 336728 Fax. 337957 Kotak Pos 104 Jember 68121
Website : http://www.unmuhjember.ac.id, E-mail : Kantorpusat@unmuhjember.ac.id

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN


GAWAT DARURAT

Tgl/Jam MRS : kamis, 23 April 2020/ 12.00WIB


Ruang : IGD RSSA Malang (P2)
Nomor Register : xxxx
Diagnosa Medis : Open Fraktur 1/3 Distal Humerus
Sinistra

A. Identitas
Klien
Nama : An. B Suami/Istri/Orang Tua :
Umur : 9 tahun Nama : ……………………..
Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : ……………………..
Agama : Islam Alamat : ……………………..
Suku/Bangsa : Jawa ……………………...
Bahasa : Jawa
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pelajar
Status : Belum Menikah
Alamat : Bululawang, Malang
…………………………………..

B. Kasus Trauma
→ Subyektif
1. Keluhan Utama
P: nyeri setelah terjatuh dari bamboo, tangan kiri lemas dan tidak bisa digerakkan
Q: nyeri seperti ditusuk tusuk
R: Nyeri pada bagian tangan kiri atas
S: sakala 8
T:.hilang timbul nyeri bertambah jika digerakkan

2. Mekanisme Trauma
Nyeri yang di rasakan di tangan sebelah kiri bagian atas setalah jatuh dari anak tangga
dari bamboo. Ibu pasie mengatakan, anaknya pulang sekolah lalu bermain di tangga
bamboo bangunan yang sedang direnovasi tidak lama kemudian anknya jatuh dari
tangga, hidung sebelah kiri keluar darah, tangan kri tidak bisa di geraka dan merasa
nyeri, mata bengkak dan langsung di bawa ke IGD RSSA Malang.

3. SAMPLE (symptom, allergy, medications, past illness, last meals, event)


a. Symptom: terdapat pergeseran tulang yang menonjolpada bagian tangan kiri
atas
b. Allergy: tidak memiliki alergi obatmaupun makanan
c. Medication: tidak mengkonsumsi obat apapun
d. Past illness: penyakit terakhir yaitu demam dan flu
e. Last meal: terakhir kali mengkonsumsi nasi
f. Event:jatuh dari tangga bamboo


Obyektif
1. Airway
Paten, tidak ada obstruksi jalan nafas

2. Breathing
Nafas spontan, RR : 25 x/menit, pola nafas takipnea
Melihat 3 M :
a. Nafas terasa
b. Tidak ada suara nafas tambahan
c. Pergerakan dinding dada normal

3. Circulation
Akral hangat
Nadi : 70 x/menit
Tekanan darah : 120/70 mmHg
CRT 3 detik

4. Disability
GCS 456, tangan bagian kiri mengalami patah tulang terbuka, reflek cahaya (+)

5. Exposure/Environtmental Control
Klien dalam posisi supine, dengan ekstremitas lurus.

6. Full Set Of Vital Sign / Five Interventions


TD : 120/70 mmHg
N : 70x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37,2oC
SPO2 : 75%

Triage Early Warning Score (TEWS) :


Mobility : Immobile (2)
RR : 20 x/menit (2)
HR : 70 x/menit (2)
SBP : 120/70 mmHg (0)
Temp : 37,2,0C (0)
AVPU : reacts to pain (0)
Trauma : yes (skor 1)
Total skoring: 7 (Immediate P1)

7. Give Comfort
Menutup tirai pada tempat tidur klien untuk menjaga privasi.

8. Head To Toe Assesment


I. Kepala
i. Bentuk Kepala
√ Simetris ‫ ۝‬Asimetris ‫ ۝‬Dolikhosefalus
‫ ۝‬Brakhiosefalus ‫ ۝‬Hidrosefali ‫ ۝‬Mikrosefali
ii. Kulit Kepala
‫ ۝‬Luka ‫ ۝‬Benjolan √ Tidak ada kelainan
iii. Rambut
‫ ۝‬Alopesia ‫ ۝‬Penyebaran Tidak Merata
‫ ۝‬Berbau ‫ ۝‬Kotor √tidak ada kelaian
iv. Wajah
√ Pucat ‫ ۝‬Kemerahan ‫ ۝‬Asimetris
‫ ۝‬Simetris ‫ ۝‬Sembab ‫ ۝‬Tidak ada kelainan
v. Ubun-ubun
‫ ۝‬Datar ‫ ۝‬Cekung ‫ ۝‬Cembung
‫ ۝‬terdapat benjolan √Tidak ada kelaianan
vi. Lain-lain
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
II. Mata
i. Mata
√ Semetris ‫۝‬Asimetris
ii. Kelopak mata
‫ ۝‬Edema ‫ ۝‬Lesi ‫ ۝‬Peradangan
‫ ۝‬Benjolan ‫ ۝‬Ptosis ‫ ۝‬Ektropion
‫ ۝‬Entropion ‫ ۝‬Bulu mata rontok ‫ ۝‬Brill Hematom
iii. Konjungtiva
√ Anemis ‫ ۝‬Kemerahan ‫۝‬Tidak ada kelainan
iv. Sklera
‫ ۝‬Icterus ‫ ۝‬Kemerahan √Tidak ada kelainan
v. Pupil
Reflek cahaya : Langsung : √ Positif ‫ ۝‬Negatif
Konsensual : √ Positif ‫ ۝‬Negatif
Diameter : √ Isokor ‫ ۝‬Anisokor
‫ ۝‬Miosis ‫ ۝‬Midriasis
vi. Kornea dan Iris
‫ ۝‬Terdapat lesi ‫ ۝‬Terdapat tanda peradangan
vii. Pergerakan bola mata
√Keenam arah ‫ ۝‬Kelainan....................................................
viii. Lain-lain
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
III. Hidung
i. Tulang hidung dan posisi septum nasi
‫ ۝‬Terdapat deviasi √ Tidak ada kelainan
ii. Lubang hidung
‫ ۝‬Rinorea ‫ ۝‬Sumbatan
Mukosa : √ Kering ‫ ۝‬Basah ‫ ۝‬Lembab
iii. Lain-lain
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
IV. Telinga
i. Bentuk telinga
√ Simetris ‫ ۝‬Asimetris
ii. Lubang telinga
‫ ۝‬Otorea ‫ ۝‬Corpus alienum
iii. Prosesus mastoideus
‫ ۝‬Nteri tekan ‫ ۝‬Battle sign
iv. Lain-lain
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
V. Mulut dan Faring
i. Bibir
√Sianosis ‫ ۝‬Jejas
‫ ۝‬Kering ‫ ۝‬basah
ii. Gigi dan Gusi
‫ ۝‬Perdarahan ‫ ۝‬Gigi lepas
iii. Lidah
‫ ۝‬Warna merah merata ‫ ۝‬Kotor
‫ ۝‬Luka ‫ ۝‬Bercak-bercak putih
iv. Rongga Mulut
‫ ۝‬Napas berbau ‫ ۝‬Peradangan ‫ ۝‬Luka
‫ ۝‬Sekret ‫ ۝‬Perubahan fonasi
v. Lain-lain
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
VI. Leher
i. Trakea
√Simetris ‫ ۝‬Deviasi ‫ ۝‬Pembesaran kel. tiroid
ii. Vena jugularis
‫ ۝‬Distensi √ Tidak ada kelainan
iii. Lain-lain
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
VII. Thorax / Paru
i. Bentuk
√ Normal chest ‫ ۝‬Pigeon chest ‫ ۝‬Funnel chest
‫ ۝‬Barrel chest ‫ ۝‬Kifosis ‫ ۝‬Skoliosis
ii. Pernapasan
‫ ۝‬Dyspnea ‫ ۝‬Retraksi intercosta
‫ ۝‬Retraksi supra sternal ‫ ۝‬Pernapasan cuping hidung
‫ ۝‬Sianosis ‫ ۝‬Pola napas
.....................................
iii. Suara napas
‫ ۝‬Bronkial ‫ ۝‬Bronkovesikuler √Vesikuler
‫ ۝‬Ronchi ‫ ۝‬Whezing ‫ ۝‬Friction rubs
‫ ۝‬Stridor ‫ ۝‬Gurgling
iv. Perkusi
√Sonor ‫ ۝‬Redup ‫ ۝‬Pekak
‫ ۝‬Hipersonor ‫ ۝‬Timpani
v. Palpasi (fremitus)
√ Kanan = Kiri ‫ ۝‬Kanan >> ‫ ۝‬Kiri >>
vi. Lain-lain
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
VIII. Jantung
i. Inspeksi
√Pulsasi ‫ ۝‬jejas
ii. Palpasi ictus cordis
‫ ۝‬Tidak teraba √Teraba di ICS 5, diameter 2 cm
iii. Suara jantung
√ BJ I & II tunggal ‫ ۝‬Bising/Mur-mur
iv. Perkusi
√ Batas jantung normal ‫ ۝‬Kardiomegali
v. Lain-lain
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
IX. Abdomen
i. Bentuk abdomen
√Flat ‫ ۝‬Scapoid ‫ ۝‬Rounded
‫ ۝‬Protuberans ‫ ۝‬Spyder navy
ii. Peristaltik usus
‫ ۝‬Tidak ada √ Ada, 15 x/menit
iii. Benjolan/massa pada abdomen
‫ ۝‬ada √Tidak ada ‫ ۝‬Nyeri tekan
iv. Turgor kulit
√Normal ‫ ۝‬Menurun
v. Perkusi
‫ ۝‬Sonor ‫ ۝‬Redup ‫ ۝‬Pekak
√Timpani ‫ ۝‬Shifting dullness ‫ ۝‬Undulasi
vi. Lain-lain
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
X. Ektremitas
i. Tulang
‫ ۝‬Simetris √Asimetris
ii. Range of Motion
√Terbatas ‫ ۝‬Tidak terbatas
iii. Palpasi
‫ ۝‬Pitting edema ‫ ۝‬Non pitting edema
‫ ۝‬Krepitasi √Nyeri tekan
√Hangat ‫ ۝‬Dingin
‫ ۝‬Lembab ‫ ۝‬Kering
iv. Jejas
‫ ۝‬Contusio √Abratio √Laserasi
v. Kekuatan otot
5555 5555
5555 2222

vi. Tanda-tanda fraktur


Deformitas (+), Krepitasi (+), nyeri (+), Fungsiolesa (+), luka terbuka (+),
perdarahan (+)
vii. Lain-lain
Nadi dorsalis pedis sinistra tidak teraba
Nadi dorsalis pedis dekstra teraba

XI. Pelvis dan Genetalia


‫ ۝‬Jejas ‫ ۝‬Benjolan ‫ ۝‬Luka
‫ ۝‬Pembengkakan ‫ ۝‬Perdarahan ‫ ۝‬Hematuria
‫ ۝‬Lain-lain ..................................................................................................
9. Inspect Posterior Surface
Tidak ada jejas pada aera tulang belakang dan tidak ada kelainan seperti lordosis, kifosis
dan skoleosis.

B. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
2. Radiologi/USG/CT-Scan/MRI
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
3. Elektrokardiografi
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................

Jember, 23 April, 2020

Mahasiswa,

Yasinta Febrianti Kharimah

NIM. 1901031015
ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS: klien mengeluh sakit pada bagian Trauma langsung Nyeri akut
tangan kiri, sakit jika di gerakkan
P: terdapat open fraktur humerus pada Fraktur
bagain tangan kiri
Q: nyeri seperti di tusuk-tusuk Pergeseran fragmen
R: nyeri pada bagian tangan kiri tulang
S: skala 8
T: hilang timbul pada saat di gerakkan Nyeri
DO:
- TD: 120/80mmHg
- Nadi: 70x/mnt
- RR: 20x/mnt
- S: 37,20C

2 DS: Cidera fraktur humerus Hambatan mobilitas


- Klien mengatakan susah fisik
beraktifitas Diskontinuitas tulang
- Klien mengatakan susah untuk
menggerakkan tangankirinya Perubahan jaringan
DO: sekitar
- Close fraktur humerus
- Pasien tampak kesulitan merubah Pergeseran fragmen
posisi tangannya tulang
- Aktivitas pasien dibantu keluarag
- Kekuatan otot Deformitas

5555 2222 Gangguan fungsi


555 555
Gangguan mobilitas
- Mika (-)/ miki (-) fisik
- Pasien tampak hanya mengangkat
tangan kanan, kaki kanan dan kiri
saja

3 DS: Trauma langsung Ansietas


- pasien mengatakan takut dengan
kondisi saat ini Fraktur humerus
- Keluarga pasien mengatakan
cemas dengan kondisi pasien saat Pembedahan (pre op)
ini
DO: Perubahan status
- Pasein tampak takut dan kesehatan
menangis
- Keluarga pasien cemas dan selalu Ansietas
bertanya tentang kondisi pasien
saat ini
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
SESUAI PRIORITAS

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Nyeri akut yang berhubungan dengan fraktur tulang , spasme otot, edema,kerusakan
jaringan lunak ditandai dengan close fraktur humerus
2 Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan fungsi musculoskeletal
ditandai dengan imobilitas
3 Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO. TGL DX KEPERAWATAN TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL

1. 23 April Nyeri akut yang Tujuan: 1. Lakukan manajemen nyeri 1. Manajemen nyeri :
2020 berhubungan dengan akut : a. Menjaga kenyamanan
diskontinuitas jaringan dan Nyeri akutklien dapat berkurang a. Posisikan klien dengan klien
setelah diberikan asuhan nyaman b. Mencegah pergerakan
fraktur ditandai dengan
keperawatan selama 1 x 24 jam b. Lakukan pembidaian yang dapat
klien meringis kesakitan c. Ajarkan teknik nafas meningkatkan rasa
dan skala nyeri 8 dalam nyeri
2. Lakukan monitoring dan c. Teknik nafas dalam
Kriteria Hasil: evaluasi : dapat mengurangi rasa
a. TTV nyeri
a. Keadaan umum cukup. b. Keadaan umum 2. Monitoring dan evaluasi :
b. Wajah tidak meringis c. Skala nyeri a. Mengetahui kondisi
c. Mampu mengontrol rasa nyeri 3. Berikan edukasi pada klien dan
d. Skala nyeri turun 6-7 keluarga mengenai mempermudah
e. TTV dalam batas normal: manajemen nyeri perencanaan tindakan
TD: 110-120/80-90 4. Kolaborasi dengan dokter : b. Keadaan umum
N: 60-100 ×/menit Pemberian analgetik menggambarkan
tingkat nyeri klien
S: 36,5-37,5 oC c. Skala nyeri sebagai
RR: 16-24 ×/menit tolak ukur adanya
penurunan pada nyeri
yang dirasakan
3. Klien dan keluarga
mengerti pentingnya
manajemen nyeri
4. Mengurangi rasa nyeri
secara farmakologi.

RENCANA KEPERAWATAN KEPERAWATAN


TGL/JAM DIAGNOSA TUJUAN DAN RENCANA TINDAKAN RASIONAL PARAF
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
23/04/2020 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Exercise therapy: ambulation 1. Menentukan tindakan keperawatan
13.00 berhubungan dengan yang tepat
keperawatan selama 2X24 6. Kaji derajat immobilisasi yang dihasilkan oleh
nyeri/ketidaknyamanan, gangguan
cidera
fungsi musculoskeletal, jam diharapkan pasien
7. Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik 2. Menlatih kekuatan otot pasien
immobilisasi
mampu melakukan 8. Bantu pasien dalam rentang gerak aktif atau pasif 3. Melatih rentang gerak aktif atau
9. Ubah posisi secara periodik pasif pasien secara bertahap
mobilitas fisik
10.Kolaborasi dengan ahli 4. Mencegah terjadinya dekubitus
NOC: terapi/okupasi/rehabilitasi medis 5. Melatih rentang gerak aktif dan
5. Joint movement: active pasif secara bertahap
6. Mobility level
7. Self care: ADLs
8. Transfer performance

KH:
5. Pasien meningkat dalam
aktivitas fisik
6. Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
7. Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan
berpindah
8. Memperagakan
penggunaan alat bantu
untuk mobilisasi
(walker)
RENCANA KEPERAWATAN KEPERAWATAN

TGL/JAM DIAGNOSA TUJUAN DAN RENCANA TINDAKAN RASIONAL PARAF


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
23/04/2020 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Anxiety reduction (penurunan kecemasan)
13.00 status kesehatan,
keperawatan selama 3X24 6. Kaji tingkat kecemasan pasien (ringan, sedang, 6. Mengetahui tingkat kecemasan pasien
berat, panik)
jam diharapkan cemas
7. Dampingi pasien
7. Agar pasien merasa aman dan nyaman
berkurang 8. Ber support sistem dan motivasi pasien
8. Meningkatkan pola koping yang efektif
9. Beri dorongan spiritual
9. Agar pasien dapat menerima kondisinya
10.Jelaskan jenis prosedur dan tindakan pengobatan
saat ini
NOC:
10.Memberikan informasi sehingga dapat
4. Anxiety self control menurunkan ansietas
5. Anxiety level
Coping
KH:
5. Pasien mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala
cemas
6. Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan
menunjukkan tehnik
untuk mengontrol cemas
7. Vital sign dalam batas
normal
8. Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
IMPLEMENTASI

TGL/JAM Dx. NO TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF


23/04/2020 1,2,3 1 Klien dipindahkan dari mobil pick-up ke
13.00 brankart pasien.
R/ Pemindahan klien ke brankar dibantu pengantar.

1,2,3 2 Memberikan Inform Consent kepada keluarga


klien/ pengantar untuk ditanda tangani mengenai
persetujuan tindakan yang dilakukan terhadap
klien.
R/ Sebagai pernyataan tertulis persetujuan
keluarga/ pengantar klien terhadap tindakan yang
akan dilakukan terhadap klien.

1,2,3 3 Melepas pakaian klien secara keseluruhan untuk


memudahkan dalam melakukan pemeriksaan fisik
terhadap luka, memar, jejas, dan deformitas.
R/ Klien diam saja dan tampak meringis kesakitan,
namun pakaian berhasil dibuka seluruhnya dan
diganti dengan pakaian dan selimut pasien untuk
menutupi tubuh klien.

1,2,3 4 Menanyakan nama dan alamat klien dengan nada


agak keras, serta meminta klien untuk melihat
bagaimana kesadaran dan GCS klien.
R/ Klien berespon dengan menyebut nama dan
alamat dengan pelan, dan mencoba
mengangkat tangan kiri. GCS 15 (E4-V5- M6)
kesadaran compos mentis.

1,2,3 5 Membersihkan tubuh klien dengan kompres/


membasuh luka sekitar dari darah dan kotoran/
debu. R/ Klien kooperatif dan tampak meringis
kesakitan saat dibersihkan.

1,2,3 6 Melakukan pemasangan infus dengan cairan D5


½ NS Jr dan pemasangan O2 nasal 3lpm
untuk pemenuhan kebutuhan fisiologis klien
serta penggantian cairan tubuh yang keluar
lewat perdarahan.

7 Melakukan pemasangan DK (Douwer Kateter/


Foley Kateter) ukuran 16 fr untuk
1,2,3 memfasilitasi klien dalam eliminasi urine
karena klien tirah baring dan tidak dianjurkan
bergerak untuk meminimalkan nyeri. R/
Klien kooperatif.

8 Menganjurkan klien untuk jangan terlalu


1,2,3 banyak Jr bergerak dengan tujuan
meminimalkan nyeri. R/ Klien menyetujui
dengan menjawab “ya” dengan pelan.

1,2,3 9 Mengobservasi TTV klien. R/ Tekanan darah


120/70 Jr mmHg, Nadi 70 x/menit, RR 20
o
x/menit, Suhu: 37,2 C.
IMPLEMENTASI

TGL/JAM Dx. NO TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF


23/04/2020 1,2,3 Memasukkan obat ranitidin dan ketorolac 10
14.00 10 mg per . catheter (bolus).
R/ Klien muntah bercampur isi lambung, air
±400cc ditampung di wadah.

1,2,3 11 Memasukkan obat Tetagam 250 iu (1 ml) per i.m.


R/ Klien kooperatif dan tidak tampak gelisah.

Memasukkan obat injeksi antibiotik


1,2,3 12 Ceftriaxone 2 gr (10 ml) per i.v. bolus
sebagai antibiotik profilaksis karena tubuh
klien terdapat luka robek, untuk
meminimalkan terjadinya infeksi.
R/ Klien kooperatif.

1,2,3 13 Klien dibawa ke ruang rontgen untuk foto


skull dan Jr manus (D).
R/ Hasil foto skull: foto close fraktur Humerus
(S)

Klien dilakukan pembidaian pada bagian


1,2,3 14 lengan kiri sampai ante barkii keseluruhan
untuk meminimalkan pergerakan dan nyeri.
R/ Klien maun
dan kooperatif saat dilakukan tindakan.
EVALUASI

TGL/JAM DIAGNOSA CATATAN PERKEMBANGAN PARAF


KEPERAWATAN
23/04/2020 Nyeri akut yang S :
14.00 berhubungan dengan fraktur - Klien mengatakan nyeri yang
tulang , spasme otot, dirasakan telah berkurang.
edema,kerusakan jaringan O :
lunak ditandai dengan close - Klien tampak tenang namun sesekali
fraktur humerus meringis kesakitan dengan VAS 2 (skala
1-10).
- Hasil pengukuran TTV: Suhu
O
36 C, Nadi: 84x/menit, Tekanan darah:
120/70 mmHg, dan RR
20x/menit.
- Klien tampak gelisah
A : Masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi intervensi

Hambatan mobilitas fisik


S: keluarga pasien mengatakan tangan sebelah
yang berhubungan dengan
kiri masih takut untuk digerakkan
gangguan fungsi
O:
musculoskeletal ditandai
- Mika (-)/ miki (-)
dengan imobilitas
- Tampak menggerakan tangan kanan dan
kaki kanan kiri
- Kekuatan otot
5555 2222
555 555
- Mobilitas dibantu total
A:masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
Ansietas yang berhubungan
S: pasien mengatakan takut dan cemas
dengan perubahan status
O:
kesehatan
- tampak menagis dan ketakutan
- cemas dan gelisah
A: masalah belum teratasi
P: lanjtkan intervensi
DISCHARGE PLANNING

S Klien mengatakan nyeri sudah berkurang dengan skala nyeri 6

Klien merasa nyaman

Klien belum dapat beraktivitas

O a. TTV
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x / menit
RR : 20 x / menit
Suhu : 36,5oC
b. Tidak ada tanda infeksi
c. wajah klien tampak lebih rileks
d. klien belum dapat beraktifitas
A Nyeri Akut

Hambatan mobilitas fisik

Ansietas

P a. Ukur TTV
b. Kolaborasi pemberian analgetik
c. Kolaborasi pemberian antibiotik
d. Rawat luka
e. Pendkes pada keluarga klien tentang manajemen nyeri, rawat luka
dan membantu aktivitas klien
I a. Mengukur TTV
b. Melakukan manajemen nyeri
c. Memberikan pendkes
d. Melaksanakan kolaborasi dengan dokter
E a. Nyeri akut teratasi sebagian
b. Risiko infeksi teratasi sebagian
c. Hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian

Anda mungkin juga menyukai