Anda di halaman 1dari 111

LAPORAN EVALUASI AKHIR

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DI RUANG MELATI

RSU Dr. SOEBANDI JEMBER

Diajukan untuk Memenuhi Tugas di Departemen Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:

Haniatul Khasanah Fhyzam Qatada Iqbal Abdi F. Kanza Al Qorina I

NIM.1901031031 NIM.2001031005 NIM.2001031041 NIM.2001031042

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2021

i
LAPORAN EVALUASI AKHIR

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DI RUANG MELATI

RSU Dr. SOEBANDI JEMBER

Diajukan untuk Memenuhi Tugas di Departemen Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:

HANIATUL KHASANAH (1901031031)


FHYZAM QATADA (2001031005)
IQBAL ABDI FIRDAUS (2001031041)
KANZA AL QORINA (2001031042)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2021

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat allah SWT atas segala rahmad dan hidayah-Nya sehingga laporan
akhir profesi ners statse keperawatan medikal bedah di ruang Melati RSUD. Dr. Soebandi Jember
dapat kami selesaikan. pada kesempatan ini, kami selaku penyusun mengucapkan terimakasih
kepada pihak-pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian laporan ini, yakni :

1. Ns. Sasmiyanto, S.Kep.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas


Muhammadiyah Jember
2. Ns. Susi Wahyuning Asih, S.Kep.,M.Kep selaku Ketua Program Studi Profesi Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember
3. Ns. Ginanjar Sasmito Adi, M.Kep.,Sp.Kep.MB selaku PJMK Stase Keperawatan Medikal
Bedah Praktik Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember
4. Ns. Mohammad Ali Hamid, S.Kep.,M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik Stase
Keperawatan Medikal Bedah Praktik Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jember
5. Ns. Umayah, S.Kep selaku Kepala Ruang dan Pembimbing Klinik Ruang Melati RS.
Dr.Soebandi Jember yang telah membimbing kami selama pelaksanaan Praktik Pendidikan
Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah
6. Teman-teman kelompok I yang telah membantu pelaksanaan Laporan Evaluasi Akhir
Praktik Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah di Ruang Melati RSUD dr.
Soebandi Jember.

Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Evaluasi Akhir ini masih terdapat
kekurangan, oleh karena itu dari pihak membutuhkan masukan dan saran untuk hasil yang
lebih baik.

Jember, April 2021

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .................................................................................................................i

Halaman Judul ..................................................................................................................... ii

Kata Pengantar .................................................................................................................... iii

Daftar Isi ............................................................................................................................... iv

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ........................................................... v

a. Laporan Pendahuluan Stroke Infark ..........................................................................


b. Laporan Pendahuluan Infark Emboli .........................................................................
c. Laporan Pendahuluan Stroke Hemorogik ..................................................................
d. Laporan Pendahuluan Stroke Hemorogik ICH ..........................................................

iv
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

STROKE INFARK

DI RUANG MELATI RSD dr. SOEBANDI KABUPATEN JEMBER


Periode 26 April – 01 M e i 2021

Dosen Pembimbing

Ns. Mohammad Ali Hamid. S.Kep., M.Kes

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di Stase


Keperawatan Medikal Bedah

OLEH:

Fhyzam Qatada, S.Kep

NIM. 2001031005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS

ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH JEMBER

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Stroke Infark


1. Definisi

Stroke atau CVA (Cerebro Vascular Accident) Stroke adalah


gangguan fungsi otak akibat aliran darah ke otak mengalami
gangguan.Akibatnya, nutrisi dan oksigen yang dbutuhkan otak tidak
terpenuhi dengan baik. Dan kelainan fungsi otak yang timbul secara
mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah pada otak
yang bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala yang
berlangsung 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kelumpuhan
anggota gerak, gangguan bicara, proses pikir, daya ingat hingga kematian
(Muttaqin, 2008).
Stroke iskemik yaitu tersembatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti
(Nurarif & Kusuma, 2016). Stroke iskemik merupakan gangguan pada
fungsi otak yang terjadi secara tiba-tiba, yang dapat menyebabkan
penurunan kesadaran ataupun penurunan fungsi neurologi lainnya, yang
terjadi lebih dari 24 jam dimana penyebabnyaadalah gangguan sirkulasi
aliran darah ke otak (Anurogo, 2014). Stroke iskemik adalah stroke yang
disebabkan oleh karena adanya oklusi yang terjadi akibat pembentukan
trombus. Resiko diatas 55 tahun Wanita lebih tinggi dibanding laki-laki
(Munir, 2015).
Stroke infark adalah jenis stroke yang terjadi akibat penyumbatan
pada pembuluh darah otak. Stroke yang juga disebut stroke infark atau
stroke iskemik ini merupakan jenis stroke yang paling sering terjadi.
Diperkirakan sekitar lebih dari 80% kasus stroke di seluruh dunia
disebabkan oleh stroke non-hemoragik. Infark miokard dan stroke iskemik
menunjukkan patofisiologi yang tumpang tindih, terutama pada proses
inflamasi dan pembentukan proses aterosklerosis. Infrak miokard
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke melalui mekanisme
mikroemboli atau hipoperfusi yang disebut dengan stroke hemodinamik
(Rahmawati, 2019).
2. Etiologi

Stroke Iskemik bisa disebabkan oleh berbagai macam problem yang


bisa dikelompokkan menjadi 3 bagian bedasarkan patofisiologinya. Yaitu
masalah hipoperfusi sistemik, trombosis,dan emboli. Berikut merupakan
tabel pengelompokan etiologi Stroke Iskemik berdasarkan patofisiologinya.
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatisdan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan ischemic cerebral. Tanda dan gejala sering kali membentuk
pada 48 jam Setelah trombosis

Hipoperfusi Sistematik Trombosis Emboli


a. Infark miokard a. Rusaknya plak a. Arteri ke arteria.
secara tidak Aterosklerosis 1) Fragmen atheroma
langsung b. Lipohyalinosis (trombus dari bagian
b. Cardiac arrhythmia pembuluh darah yang terpotong)
c. Syok kecil b. Cardioaortica.
d. Hipotensi berat c. Invasi vascular 1) Fragmen trombus di
dengan stenosis karena tumor jantung
proksimal d. HIT tipe II 2) Vegetasi
e. Sindrom e. Sickle cell disease Endocarditis
hipervisikositas f. Sindrom 3) Kolesterol
antiphospholipid 4) Tumor
antibody c. Decompression illness
d. Paradoxicala.
1) Udara
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang timbul pada penderita stroke non hemoragik
sangatbervariasi tergantung letak dan berat ringannya lesi (Triasti,2018).
Tanda dan gejala umum yang sering timbul adalah:
1) Gangguan Motorik

1. Tonus otot abnormal atau hipotonus maupun hipertonus

2. Gangguan koordinasi

3. Hilang keseimbangan

4. Terjadi kelemahan otot atau penurunan kekuatan otot - gangguan


gerak volunter

5. Gangguan ketahanan

2) Gangguan Sensorik

1. Gangguan propioseptik

2. Gangguan diskriminatif

3. Gangguan kinestetik

3) Gangguan Kognitif

1. Gangguan atensi

2. Gangguan memori

3. Gangguan inisiatif

4. Gangguan daya perencanaan

5. Gangguan cara menyelesaikan masalah

4) Gangguan Kemampuan Fungsional


1. Gangguan dalam melakukan aktivitas sehari – hari seperti
makan, minum, mandi, buang air, dan berpakaian.
4. Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis infark trombotik berdasarkan lokasi struktur otak


yang terkena (Price & Wilson, 2002):
1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior: gejala biasanya unilateral).
Lokasi tersering lesi adalah bifurkasio arteri karotis komunis ke dalam
arteri karotis interna dan eksterna. Cabang-cabang arteri karotis interna
adalah arteri oftalmika, arteri komunikan posterioir, arteri koroidalis
anterior, arteri serebri anterior, dan arteri serebri media.
Dapat terjadi kebutaan satu mata (episodik dan disebut amaurusfugaks) di sisi arteri
karotis yang terkena akibat insufisiensi arteri retinalis
a. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena
insufisiensi arteri serebri media
b. Lesi dapat terjadi di daerah antara srteri serebri anterior dan media.
Gejala awal timbul di ekstremitas atas dan mungkin mengenai wajah.
Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif karena
keterlibatan daerah bicara - motorik broca
2. Arteri serebri media (tersering)
a. Hemiparesis atau monoparesis kontralateral (biasanya mengenai
lengan)
b. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena), gangguan semua
fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi
c. Terkadang hemianopsoa (kebutaan) kontralateral
3. Sistem vertebrobasilar (sirkulasi posterior, manifestasi biasanya
bilateral)
a. Kelumpuhan di satu sampai empat ekstremitas
b. Meningkatnya refleks tendon
c. Tanda - tanda babinski bilateral
d. Ataksia
e. Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralisis satu
gerakan mata, hemianopsia homonium)
f. Gejala - gejala serebelum seperti tremor, vertigo
g. Disfagia
h. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
i. Tinitus, gangguan pendengaran
j. Rasa baal di wajah, mulut, dan lidah
4. Arteri serebri posterior (di lobus otak tengah atau talamus)
a. Koma
b. Hemiparesis kontralateral
c. Kelumpuhan sarag kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis
d. Afasia visual atau buta kata (aleksia)

5. Klasifikasi
1. TIA (Transiet Ischemic Attack)
Gangguan neurologis yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam, gejala yangg timbul akan hilang dengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Stroke Involusi
Stroke yang terjadi terus berkembang dimana gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk, proses dapat berjalan 24 jam
atau beberapa hari.
3. Stroke Komplit
Gangguan neurologis yang timbul sudah menteap atau permanen yang
diawali oleh serangan TIA (Transiet Ischemic Attack) berulang(Gallow,
1996).

6. Patofisiologi

Saat darah yang mengalir ke bagian otak terhambat akibat trombus


dan embolus maka deprivasi oksigen jaringan serebral mulai terjadi.
Deprivasi selama 1 menit dapat menyebabkan gejala revesible seperti
kehilangan kesadaran. TIA (Trancients Ischemic Attack) sering terjadi
sebelum stroke trombotik benar – benar terjadi. Devrivasi oksigen dalam
periode yang lama dapat menyebabkan nekrosis mikroskopis pada neuron.
Trombus dalam perjalanannya untuk menimbulkan stroke melalui
terjadinya ikemia jaringan otak pada area yang di suplai oleh vaskular
yang bersangkutan, kemudian menyebabkan edema dan kongesti di sekitar
area. Keadaan ini dapat berkembang dalam waktu 24 jam atau beberapa hari
(Morton, 2011).
Kerusakan endotel menyebabkan perubahan permiabilitas endotel,
perubahan sel endotel atau perubahan hubungan antara sel endotel dan
jaringan ikat dibawahnya. Sel endotel dapat terlepas sehingga terjadi
hubungan langsung antara komponen darah dan dinding arteri. Kerusakan
endotel akan menyebabkan pelepasan growth factor yang akan merangsang
masuknya monosit ke lapisan intima pembuluh darah. Demikian pula
halnya lipid akan masuk kedalam pembuluh darah melalui transport aktif
dan pasif. Monosit pada dinding pembuluh darah akan berubah menjadi
makrofag akan memfagosit kholesterol LDL, sehingga akan terbentuk foam
sel (Alireza, 2009). Monosit berubah menjadi makrofag oleh macrophage
colony stimulating factor (M-CSF) yang ekspresinya disebabkan oksidasi
LDL dan faktor nuclear kappa B (NFkB).Kemampuan M-CSF merangsang
pengambilan dan degradasi modified lipoprotein oleh scavenger receptor
akan menyebabkan pembentukan sel busa yang akan menjadi fatty streak
(prekusor plak aterosclerosis) dan selanjutnya akan menjadi plak fibrosa.
Platelet derived Growth Factor (PDGF) yang dihasilkan sel vaskular dan
lekosit yang menginfiltrasi akan mempengaruhi migrasi dan proliferasi sel
otot polos dari tunika media ke intima. Sel otot polos dengan matrik
ekstraseluler akan membentuk kapsula fibrosa yang memisahkan inti lipid
dengan aliran darah. Transforming growth factor (TGF)-beta akan
menghambat proliferasi sel otot polos dan merangsang produksi matrik
ekstraseluler. Pembentukan kapsula fibrosa plak aterosklerosis tergantung
keseimbangan kedua hal tersebut (Alireza, 2009).
Proses tersebut berlanjut dengan terjadinya sel-sel otot polos arteri
dari tunika adventisia ke tunika intima akibat adanya pelepasan platelet
derived growth factor (PDGF) oleh makrofag, sel endotel, dan trombosit. Selain
itu, sel-sel otot polos tersebut yang kontraktif akan berproliferasi dan berubah
menajdi fibrosis. Makrofag, sel endotel, sel otot polos maupun limfosit T (terdapat
pada stadium awal plak aterosklerosis) akan mengeluarkan sitokin yang
memperkuat interaksi antara sel-sel tersebut (Alireza, 2009).
Adanya penimbunan kolesterol intra dan eksta seluler disertai
adanya fibrosis maka akan terbentuk plak fibrolipid. Pada inti dari plak
tersebut, sel-sel lemak dan lainnya akan menjadi nekrosis dan terjadi
kalsifikasi. Plak ini akan menginvasi dan menyebar kedalam tunika media
dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah akan menebal danterjadi
penyempitan lumen. Degenerasi dan perdarahan pada pembuluh darah yang
mengalami akan menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah sehingga
terjadi perangsangan adhesi, aktifasi dan agregasi trombosit, yang
mengawali koagulasi darah dan trombosis. Trombosit akan terangsang dan
menempel pada endotel yang rusak, sehingga terbentuk plak aterotrombotik
(Alireza, 2009)
Tempat tersering terjadinya fatty streak adalah di daerah bifurkasio
dengan aliran darah yang turbulen. Arteri serebral plak sering terjadi pada
bifurkasio arteri karotis dimana arteri carotis interna berasal. Aterosklerosis
pada arteri serebri media (MCA) mempengaruhi bagian pertama (M1
segmen) dimana meluas dari tempat arteri berasal sampai bifurkasio pada
fisura sylvian. Pada sistem vertebrobasiler plak sering ditemukan pada
tempat asal arteri vertebral dan arteri basilar. Dengan bertambahnya usia
fatty streak berubah menjadi plak fibrosa, sering ditemukan pada usia
pertengahan dan orang tua. Plak ini terdiri dari inti seluler debris, free
ekstraselular lipid, dan krista dari foam cells, otot polos yang berubah,
limfosit dan connective tissue. Aterosklerosis berkembang menjadi
complicated lesion, dimana terjadi kalsifikasi, deposit hemosiderin, dan
gangguan permukaan lumen pembuluh darah (Alireza, 2009).
Aterosklerosis dapat menyebabkan stroke iskemik dengan cara
trombosis yang menyebabkan tersumbatnya arteri-arteri besar terutama a.
karotis interna, a.serebri media atau a. basilaris, dapat juga mengenai arteri
kecil yang mengakibatkan terjadinya infark lakuner. Sumbatan juga dapat
terjadi pada vena-vena atau sinus venosa intra kranial. Dapat juga terjadi
emboli, dimana stroke terjadi mendadak karena arteri serebri tersumbat oleh
trombus dari jantung, arkus aorta atau arteri besar lainnya (Alireza, 2009).
Faktor pencetus/etiologi: trombosis
serebri, emboli
7. WOC
Penimbunan lemak/kolestrol yangmeningkat dalam darah

Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi,Menjadi kapur/


mengandung kolestrol infiltrasilimfosit

Penyempitan pembuluh darah (oklusi vaskuler)


Ateriosklerosis (timbunan plak kolestrol di dindingarteri yang
menyebabkan terhalangnya aliran darah)
Aliran darah terhambat

CVA INFARK
Eritrosit bergumpal, endotel rusak, Edema cerebral

Proses metabolisme dalam otak Ketidaktahuan penyakit


terganggu Peningkatan TIK

Penurunan suplai darah dan O2 Ansietas


Nyeri Akut
ke otak

Risiko Perfusi Arteri cerotis interna Arteri Cerebri media


Arteri Vertebra basilaris
Serebral
Tidak Efektif
Disfungsi N.II (optikus) Kerusakan N.I Penurunan fungsi N.X Kerusakan Disfungsi N.XI (assesoris)
(olfaktorius), N.II (vagus), N.IX Neurocerebrospinal
Kebutaan (optikus), N.IV (glossofaringeus) N.VII (fasialis), N.IX Penurunan fungsi motorik
(troklearis, N.XII (glossofaringeus) dan muskuluskeletal
Risiko Jatuh (hipoglosus) Proses menenelan tidak
efektif Ketidakmampuan bicara Gangguan Tirah
Ketidakmampuan Mobilitas baring lama
mencium, melihat, Reflek Fisik
dan mengecap Defisit
mengunyah Gangguan Frustasi
Nutrisi Gangguan
menurun Komunikasi
Integritas
Verbal Kelemahan Kulit/Jarin
Gangguan Persepsi sensori Tersedak fisik gan
Harga diri
rendah situsonal
Bersihan jalan napas tidak efektif
Distres spiritual
8. Pemeriksaan Fisik 12 Saraf

1. Nervus olfaktori (N I)
Fungsi : Saraf sensori, untuk penciuman
Cara pemeriksaan : memejamkan mata, disuruh membedakan bau (
kopi, teh dll)
2. Nervus optikus (N II)
Fungsi : Saraf sensorik, untuk penglihatan
Cara pemeriksaan : snelend card dan periksa lapang pandang
3. Nervus okulomotoris (N III)
Fungsi : Saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata keatas,
kontriksi pupil, dan sebagian gerakan ekstraokuler.
Cara pemeriksaan: Tes putaran bola mata, menggerakan konjungtiva,
refleks pupil dan inspeksi kelopak mata
4. Nervus Trochlearis (N IV)
Fungsi : Saraf motorik, gerakan mata kebawah dan kedalam
Pemeriksaan : Sama seperti nervus III
5. Nervus Trigeminus (N V)
Fungsi : Saraf motorik, gerakan mengunya, sensai wajah, lidah dan gigi,
refleks korenea dan refleks kedip
Pemeriksaan : menggerakan rahang kesemua sisi, pasien memejamkan
mata, sentuh dengan kapas pada dahi atau pipi. Menyentuh permukaan
kornea dengan kapas.
6. Nervus Abdusen (N VI)
Fungsi : Saraf motorik, deviasi mata ke lateral
Pemeriksaan : sama seperti nervus III
7. Nervus Fasialis (N VII)
Fungsi : Saraf motorik, untuk ekspresi wajah
Pemeriksaan : senyum, bersiul, mengangkat alis mata, menutup kelopak
mata dengan tahanan, menjulurkan lidah untuk membedakan gula dan
garam
8. Nervus Verstibulocochlearis (N VIII)
Fungsi : Saraf sensorik, untuk pendengaran dan keseimbangan
Pemeriksaan : test webber dan rinne
9. Nervus Glosofaringeus (N IX)
Fungsi : Saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa
Pemeriksaan : membedakan rasa manis dan asam
10. Nervus Vagus (N X)
Fungsi : Saraf sensorik dan motorik, refleks muntah dan menelan
Pemeriksaan : menyentuh faring posterior, pasien menelan saliva,
disuruh mengucap kata ah
11. Nervus Asesoris (N XI)
Fungsi : Saraf motorik, untuk menggerakan bahu
Pemeriksaan : suruh pasien untuk menggerakan bahu dan lakukantahanan
sambil pasien melawan tahanan tersebut
12. Nervus Hipoglosus
Fungsi : Saraf motorik, untuk gerakan lidah
Pemeriksaan : pasien disuruh menjulurkan lidah dan menggerakandari
sisi ke sisi

9. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien yang diduga mengalami stroke perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Parameter yang diperiksa meliputi kadar glukosa darah,
elektrolit, analisa gas darah, hematologi lengkap, kadar ureum, kreatinin,
enzim jantung, prothrombin time (PT) dan activated partial
thromboplastin time (aPTT). Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk
mendeteksi hipoglikemi maupun hiperglikemi, karena pada kedua
keadaan ini dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit
ditujukan untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit baik untuk
natrium, kalium, kalsium, fosfat maupun magnesium.
Pemeriksaan analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk mendeteksi
asidosis metabolik. Hipoksia dan hiperkapnia juga menyebabkan
gangguan neurologis. Prothrombin time (PT) dan activated partial
thromboplastin time (aPTT) digunakan untuk menilai aktivasi koagulasi
serta monitoring terapi. Dari pemeriksaan hematologi lengkap dapat
diperoleh data tentang kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah
eritrosit, leukosit, dan trombosit serta morfologi sel darah. Polisitemia
vara, anemia sel sabit, dan trombositemia esensial adalah kelainan sel
darah yang dapat menyebabkan stroke (Mardjono, 2008)
2. CT Scan
Pada kasus stroke, CT Scan dapat membedakan stroke infark dan stroke
hemoragik. Pemeriksaan CT Scan kepala merupakan gold standar untuk
menegakan diagnosis stroke (Machfoed, 2011)
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Secara umum pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih
sensitive dibandingkan CT Scan. MRI mempunyai kelebihan mampu
melihat adanya iskemik pada jaringan otak dalam waktu 2 - 3 jam setelah
onset stroke non hemoragik. MRI juga digunakan pada kelainan medulla
spinalis. Kelemahan alat ini adalah prosedur pemeriksaan yang lebih
rumit dan lebih lama, serta harga pemeriksaan yang lebih mahal.
4. EEG (Elektroensefalografi) : Dilakukan pada pasien stroke yang
dicurigai mengalami kejang
5. Angiografi : dapat dilakukan bila ada kecurigaan stenosis pembuluh
darah balik ekstra cranial maupun intrakranial

10. Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark yaitu :
a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkasn TTV
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten
b. Control tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai kateter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif
b. Terapi konservatif
a. Vasodilator untuk meningkatkan airan serebral
b. Anti agregasi trombolis yang terjadi sesudah userasi alteroma
atau embolisasi dari tempat lain ke system kardiovaskuler
c. Menghindari batuk dan mengejan
d. Berikan posisi terlentang
B. Konsep Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian fokus keperawatan, meliputi:
1. Anamnesa
a. Identitas
Identitas pasien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, No. RM, pekerjaan, status perkawinan, tanggal
masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien kelemahan anggota gerak
sebelah badan, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
kesadaran
pasien.
2) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
mellitus, penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-
obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat
(kokain).
3) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
mellitus, atau adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu
4) Riwayat psikososial – spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga.
perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien kesulitan
untuk berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut
akan terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri.
2. Pemeriksaan pola fungsi kesehatan
a. Aktivitas atau istirahat
Pasien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan,
hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, C4F,
polisitemia dan hipertensi arterial
c. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK, misalnya inkontinensia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
e. Makanan/Cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,
dysfagia
f. Neurosensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub - arachnoid, dan
intrakranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan
penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit.
Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian
ekstremitas dan terkadang pada sisi yang sama di muka. Pemeriksaan
tingkat kesadaran dapat dinilai menggunakan GCS (Glasgow Coma
Scale)
g. Nyeri atau ketidaknyamanan
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak
atau wajah
h. Pernapasan
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas, suara
nafas, whezing, ronchi.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injuri.
Perubahan persepsi dan orientasi tidak mampu menelan sampai
ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutris dan tidak mampu
mengambil keputusan.
j. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi
3. Pemeriksaan Fisik (B1 – B6)
a. Breathing (B1)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi pernafasan.
b. Blood (B2)

Didapatkan syok hipovolemik yang sering terjadi. Tekanan darah


biasanya meningkat dan bisa terjadi adanya hipertensi massif dimana
ditemukannya tekanan darah > 200 mmHg
c. Brain (B3)
Stroke menyebabkan terjadinya berbagai defisit neurologis
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat)
ukuran area perfusi tidak adekuat dan aliran arah kolateral (sekunder
atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pemeriksaan tingkat kesadaran sangat perlu dilakukan pada pasien
stroke untuk mendeteksi disfungsi persyarafan. Pemeriksaan fungsi
serebri juga meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, hemisfer. Pemeriksaan saraf kranial meliputi
saraf 1 s.d 12. Pemeriksaan motorik, reflex, gerakan involunter dan
sistem sensorik
d. Bladder (B4)
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan dan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Selama periode ini dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril.
e. Bowel (B5)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah pada fase akut hal ini karena peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan
kebutuhan nutrisi. Pola devekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.
f. Bone (B6)
Sering didapatkan hemiplegia (paralisis salah satu sisi) karena lesi ada
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Pada kulit jika kekurangan
oksigen akan pucat dan jika kekurangan cairan turgor kulit jelek, kaji
tanda dekubitus.

b) Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya penumpukan sputum ;
kelemahan, hilangnya refleks batuk
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d perdarahan, edema atau
oklusi pembuluh darah serebral
3. Gangguan menelan b.d kerusakan neuromuskular
4. Hambatan mobilitas fisik b.dd adanya kerusakan neuromuskular,
kelemahan, hemiparese
5. Hambatan komunikasi verbal b.d kerusakan sentral bicara
6. Risiko cidera b.d gerakan tidak terkontrol selama penurunan kesadaran
7. Defisit perawatan diri b.d kelemahan, kekuatan otot
menurun,penurunan koordinasi otot, depresi, nyeri, kerusakan persepsi

c) Intervensi keperawatan
No Diagnosa Intervensi
1 Ketidakefektifan 1. Berikan posisi semi fowler sesuai kebutuhan
bersihan jalan 2. Lakukan penghisapan lendir
nafas 3. Auskultasi bunyi nafas
4. Ukur TTV
5. Lakukan fisioterapi dada dan latihan nafas
dalam
6. Kolaborasi pemberian oksigen, laboratorium,
obat sesuai kebutuhan
2 Ketidakefektifan 1. Pertahankan posisi tirah baring pada posisi
perfusi jaringan anatomis atau posisi kepala 15 – 30 derajat
serebral 2. Hindari valsava maneuver sperti batuk,
mengejan
3. Pertahankan lingkungan yang nyaman
4. Hindari fleksi leher untuk mengurangi resiko
jugular
5. Pantau tanda adanya penurunan fungsi
serebral ; GCS, memori, bahasa dan respon
6. Observasi TTV
7. Pantau intake dan output cairan, balance tiap
24 jam
8. Kolaborasi ; oksigen, lobaratorium, terapi,
CT Scan
3 Gangguan 1. Monitoring tingkat kesadaran
menelan 2. Monitoring status paru – paru
3. Monitoring jalan nafas
4. Posisikan pasien 90 derajat atau semaksimal
mungkin
5. Berikan makan dalam jumlah sedikit
6. Cek NGT sbelum memberikan makanan
7. Manajemen suction
4 Hambatan 1. Pantau tingkat mobilisasi pasien
mobilitas fisik 2. Kekuatan otot
3. Rubah posisi tiap 2 jam
4. Pasang trochanter roll pada daerah yang
lemah
5. Lakukan ROM aktif atau pasif
6. Libatkan keluarga
7. Kolaborasi ; fisioterapi
5 Hambatan 1. Evaluasi sifat dan beratnya afasia pasien, jika
komunikasi berat hindari memberi isyarat non verbal
verbal 2. Lakukan komunikasi dengan wajar
3. Dengarkan ketika pasien berbicara
4. Berdiri di lapang pandang pasien
5. Latih otot bicara secara maksimal
6. Libatkan keluarga dalam melatih komunikasi
verbal pasien
6 Defisit perawatan 1. Pantau tingkat kemapuan pasien dalam
diri merawat diri
2. Berikan bantuan terhadap kebutuhan yang
diperlukan
3. Buat lingkungan yang memungkinkan untuk
ADL
4. Sediakan alat bantu diri bila mungkin
7 Risiko cidera 1. Pantau tingkat kesadaran dan kegelisahan
pasien
2. Beri pengaman pada daerah yang sehat ;
bantalan lunak
3. Hindari restrain terkecuali
4. Pertahankan bedrest selam fase akut
5. Beri pengaman samping tempat tidur
6. Libatkan keluarga dalam perawatan
7. Kolaborasi obat sesuai indikasi ; diazepam
dilatin
DAFTAR PUSTAKA

Adam HP, et all. Classification of Subtype of Acute Ischemic Stroke.


Available from http://stroke.ahajournals.org. 2012.
Alireza Atri. Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles of
Localization, vol. 13. 2009.
B.M. Gund, et all. Stroke: A Brain Attack. IOSR Journal of Pharmacy.
Volume 3, Issue 8 Pp 01-23. 2013.
Corwin, EJ 2009, Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Jan, S. Trombosis of Cerebral Vein and Sinuses. N Engl J Med. 352:1791-8.
2005.
Mardjono M. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta; p29-31. 2008.
Machfoed, Hasan et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya:
Airlangga University Press. 2011.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline stroke tahun2011.
Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. 2011.
Setyopranoto, I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK 185/Vol.38
no.4/Mei - Juni. 2011.
Stilwell, S 2011, Pedoman Keperawatan Kritis, EGC, Jakarta

.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN STROKE INFARK EMBOLI
DI RUANG MELATI RSD dr. SOEBANDI
JEMBER

Periode 26 April-10 Mei 2021

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di


Stase Keperawatan Medikal Bedah

OLEH:

KANZA AL QORINA I, S. Kep.


NIM. 2001031042

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE INFARK EMBOLI

A. Konsep Anatomi Fisiologi Sistem Saraf


1. Definisi Sistem Syaraf
Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran impuls saraf ke
susunan saraf pusat, pemrosesan impuls saraf dan pemberi tanggapan
rangsangan arus informasi yang cepat dengan kecepatan pemrosesan yang
tinggi dan tergantung pada aktivitas listrik (impuls saraf) (Bahrudin, 2013).

Alur informasi pada sistem saraf dapat dipecah secara skematis menjadi
tiga tahap. Suatu stimulus eksternal atau internal yang mengenai
organorgan sensorik akan menginduksi pembentukan impuls yang berjalan
ke arah susunan saraf pusat (SSP) (impuls afferent), terjadi proses
pengolahan yang komplek pada SSP (proses pengolahan informasi) dan
sebagai hasil pengolahan, SSP membentuk impuls yang berjalan ke arah
perifer (impuls efferent) dan mempengaruhi respons motorik terhadap
stimulus (Bahrudin, 2013).

2. Susunan sistem syaraf


Susunan sistem saraf terbagi secara anatomi yang terdiri dari saraf pusat
(otak dan medula spinalis) dan saraf tepi (saraf kranial dan spinal) dan
secara fisiologi yaitu saraf otonom dan saraf somatik (Bahrudin, 2013).

a. Sistem Saraf Pusat

Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medula spinalis,
yang merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktifitas tubuh.
Bagian fungsional pada susunan saraf pusat adalah neuron akson sebagai
penghubung dan transmisi elektrik antar neuron, serta dikelilingi oleh sel
glia yang menunjang secara mekanik dan metabolik (Bahrudin, 2013).

1) Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat
pengatur dari segala kegiatan manusia yang terletak di dalam rongga
tengkorak. Bagian utama otak adalah otak besar (cerebrum), otak kecil
(cereblum) dan otak tengah (Khanifuddin, 2012).
a) Otak Besar
Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang
disadari. Otak besar ini dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan
kanan dan kiri. Tiap belahan tersebut terbagi menjadi 4 lobus
yaitu frontal, parietal, okspital, dan temporal. Sedangkan
disenfalon adalah bagian dari otak besar yang terdiri dari talamus,
hipotalamus, dan epitalamus (Khafinuddin, 2012).

Tabel 1. Cerebrum/ Otak Besar


Lobus Lobus Temporal berperan dalam mengolah
Temporal informasi suara. Lobus temporal dikaitkan dengan
sensasi pendengaran primer, yang dikenal sebagai
daerah Brodmann 41 dan 42 di lobus temporal
superior. Lobus temporal adalah bagian dari sistem
limbik dan memori adalah fungsi penting yang
terkait dengan lobus tersebut. Memori pada
dasarnya adalah fungsi sensorik; kenangan adalah
sensasi yang teringat dan ingatan tentang gerakan.
Struktur di lobus temporal bertanggung jawab
untuk membangun ingatan jangka panjang.
Lobus Lobus Oksipital berhubungan dengan pengolahan
Oksipital impuls cahaya dari penglihatan. Lobus oksipital
bertanggung jawab atas persepsi visual primer
yang terletak di bagian belakang dan mengaitkan
informasi tersebut pada memori yang ada dalam
otak.
Lobus Lobus parietal merupakan pusat pengaturan impuls
Parietal dari kulit serta berhubungan dengan pengenalan
posisi tubuh. Sensasi utama yang terkait dengan
lobus parietal adalah somatosensasi, yaitu sensasi
umum yang terkait dengan tubuh. Area ini
diidentifikasi sebagai area Brodmann 1, 2, dan 3.
Rangsangan sentuhan akan diproses di area ini,
termasuk sentuhan, tekanan, gelitik, nyeri, gatal,
dan getaran, serta indera tubuh yang lebih umum
seperti propriosepsi dan kinesthesia.
Lobus Frontal Lobus frontal merupakan bagian yang penting
dalam proses ingatan dan perencanaan kegiatan
manusia. Lobus frontal dikaitkan dengan fungsi
motorik. Gyrus precentral adalah korteks motorik
primer. Sel-sel dari daerah korteks serebral ini
adalah neuron motorik atas yang menginstruksikan
sel-sel di sumsum tulang belakang untuk
menggerakkan otot rangka. Anterior ke wilayah ini
adalah beberapa area yang berhubungan dengan
gerakan yang direncanakan. Area premotor
bertanggung jawab untuk memikirkan gerakan
yang akan dibuat. Bidang mata frontal penting
dalam memunculkan gerakan mata dan dalam
memperhatikan rangsangan visual. Area Broca
bertanggung jawab untuk produksi bahasa, atau
mengendalikan gerakan yang bertanggung jawab
untuk berbicara. Bagian anterior adalah lobus
prefrontal, yang melayani fungsi kognitif yang
dapat menjadi dasar kepribadian, memori jangka
pendek, dan kesadaran (RICE, 2013).

Tabel 2. Disenfalon/ Bagian Cerebrum


Thalamus Talamus adalah kumpulan nuklei yang
menyampaikan informasi antara korteks serebral
dan pinggiran, sumsum tulang belakang, atau
batang otak. Semua informasi sensorik, kecuali
indra penciuman, melewati thalamus sebelum
diproses oleh korteks. Thalamus tidak hanya
meneruskan informasi, tetapi juga memproses
informasi tersebut. Otak besar juga mengirimkan
informasi ke thalamus berupa perintah motorik.
Ini melibatkan interaksi dengan otak kecil dan inti
lainnya di batang otak. Serebrum berinteraksi
dengan nukleus basal, yang melibatkan koneksi
dengan thalamus
Hypothalamus Hipotalamus adalah kumpulan nuklei yang
sebagian besar terlibat dalam regulasi
homeostasis. Hipotalamus adalah yang
bertanggung jawab pada sistem saraf otonom dan
sistem endokrin melalui regulasi kelenjar hipofisis
anterior. Bagian lain dari hipotalamus terlibat
dalam memori dan emosi sebagai bagian dari
sistem limbik (RICE, 2013)

Gambar 2. Disenfalon (bagian dari otak besar)


b) Otak belakang/ kecil terbagi menjadi dua subdivisi yaitu
metensefalon dan mielensefalon. Metensefalon berubah menjadi
batang otak (pons) dan cereblum. Sedangkan mielensefalon akan
menjadi medulla oblongata (Nugroho, 2013).

Massa cerebellum sekitar 10 persen dari massa otak. Cerebellum


merupakan bagian otak yang mengendalikan koordinasi anggota
tubuh dengan menerima informasi dari otak besar dan panca
indera, melalui saraf tulang belakang. Selain mempengaruhi
gerakan anggota tubuh, otak kecil juga menjaga keseimbangan
pada kemampuan berjalan (Sloane, 2003).

c) Otak tengah/ sistem limbic terdiri dari hipokampus, hipotalamus,


dan amigdala (Khafinuddin, 2012).
Gambar 3. Otak tengah

B. Konsep Medis
1. Definisi
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan
neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah ke bagian
dari otak (Black & Hawks, 2014).

Stroke iskemik atau yang lebih dikenal dengan dengan stroke infark adalah
stroke yang disebabkan oleh adanya penyumbatan akibat gumpalan aliran
darah baik itu sumbatan akibat trombosis (penggumpalan darah) atau
embolik (pecahan gumpalan darah/ udara/ benda asing yang berada dalam
pembuluh darah sehingga dapat menyumbat pembuluh darah di otak) ke
bagian otak (Black & Hawks, 2014).

Stroke infark emboli yatu stroke yang disebabkan oleh adanya penyumbatan
akibat gumpalan aliran darah baik itu sumbatan akibat embolik (pecahan
gumpalan darah/ udara/ benda asing yang berada dalam pembuluh darah
sehingga dapat menyumbat pembuluh darah di otak) ke bagian otak (Black
& Hawks, 2014).

2. Etilogi
Menurut Fransisca (2012) dalam Jannah (2019), Stroke dapat disebabkan
karena factor-faktor berikut ini :

a. Penyumbatan pembuluh darah gumpalan darah (embolus).


b. Adanya penyakit-penyakit pada pembuluh darah.
c. Adanya gangguan susunan komponen darah
d. Kurangnya suplai oksigen yang menuju ke otak
e. Faktor-faktor yang menyebabkan stroke seperti usia, jenis kelamin,
keturunan, dan faktor yang dapat diubah seperti hpertensi, penyakit
jantung, kolestrol tinggi, obesitas, diabetes mellitus, poliseternia,
merokok peminum alohol, obat-obatan terlarang, aktivitas yang kurang

3. Manifestasi Klinis
Serangan sering terjadi pada usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada malam
hingga pagi hari pada stroke infark. National Stroke Association
merekomendasikan metode FAST untuk membantu mengindentifikasi
tanda dan gejala stroke

a. F (face/wajah) saat tersenyum, apakah satu sisi wajah turun kebawah


(senyum mencong) / ada rasa baal disekitar mulut?

b. A (Arms/lengan) bila mengakat kedua lengan, apakah satu lengan


terkulai lemas jatuh kebawah?

c. S (speech/bicara) apakah ucapan tidak jelas, suara


pelo/parau/cadel/sengau, apakah ada perubahan dari volume suara,
apakah sulit untuk bicara.

d. T (Time/waktu) jika mengalami gejala ini segera pergi kerumah sakit


terdekat, hal ini diperlukan agar dapat menerima perawatan diunit stroke
rumah sakit dalam waktu 3 jam sejak kedatangan.

Gejala tambahan yang tidak sesuai dengan deskripsi FAST meliputi:


kebingungan tiba-tiba, seperti kesulitan memahami apa yang seseorang
katakan, kesulitan berjalan, pusing tiba-tiba, atau kehilangan keseimbangan,
sakit kepala mendadak dan parah yang tidak diketahui penyebabnya, mual
dan muntah, kesulitan melihat dari salah satu atau kedua mata, pengihatan
kabur, ganda atau kehilangan penglihatan, kesadaran menurun/ hilag
kesadaran, sakit saat menggerakan mata, kelemahan yang mungkin
memepengaruhi salah satu anggota gerak, setengah bagian dari tubuh, atau
keempat anggota gerak (lengan dan kaki).
Perbedaan gejala pada stroke hemoragik dan non hemoragik
No Gejala klinis Stroke hemoragik Stroke non
PIS PSA hemoragik
Gejala defisit lokal Berat Ringan Berat/ Ringan
1 SIS sebelumnya Amat jarang - +/ biasa
2 Onset Menit/ jam 1-2 jam Pelan (jam/
hari)
3 Nyeri kepala Hebat Sangat Ringan/ tidak
hebat ada
4 Muntah Sering Sering Tidak, kecuali
lesi di batang
otak
5 Hipertensi Hampir selalu Tidak ada Sering kali
6 Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Dapat hilang
sebentar
7 Kaku kuduk Jarang Bisa ada Tidak ada
pada
permulaan
8 Hemiparesis Sering sejak di Tidak ada Sering di awal
awal
9 Deviasi mata Bisa ada Tidak ada Mungkin ada
10 Gangguan bicara Sering Jarang Sering
11 Likuor Sering Selalu Jernih
berdarah berdarah
12 Perdarahan Tidak ada Bisa ada Tidak ada
subhialoid
13 Paresis/ gangguan - Mungkin -
N11 (+)

4. Pathophisiological Pathway
Sumbatan pada arteri serebral yang disebabkan oleh embolik menyebabkan
stroke infark embolik. Embolus terbentuk dibagian luar otak, kemudian
terlepas dan mengalir melaluisirkulasi cerebral sampai embolus tersebut
melekat pada pembuluh darah dan menyumbat arteri. Embolus yang paling
sering terjadi adalah plak. Trombus dapat terlepas dari arteri karotis bagian
dalam sirkulasi serebral. Kejadian fibrilasi atrial kronik dapat berhubungan
dengan tingginya kejadianstroke embolik, yaitu darah terkumpul dalam
atrium yang kosong. Gumpalan darah yang sangat kecil terbentuk dalam
atrium kiri dan bergerak menuju jantung dan masuk ke dalam sirkulasi
serebral. Pompa mekanik jantung buatan memiliki permukaan yang lebih
kasar dibandingkan otot jantung yang normal dan juga dapat menyebabkan
peningkatan risiko terjadinya penggumpalan. Endokarditis yang disebabkan
oleh bakteri manapun yang nonbakteri dapat menjadi sumber emboli.
Sumber- sumber penyebab emboli yang lainnya yaitu tumor, lemak, bakteri,
dan udara. Emboli dapat terjadi pada seluruh bagian pembuluh darah
serebral. Kejadian emboli pada serebral meningkat bersamaan dengan
peningkatan usia (Black & Hawks, 2014)

Iskemik pada otak akan mengakibatkan perubahan pada sel neuron otak
secara bertahap. Tahap pertama diawali dengan penurunan aliran darah
sehingga menyebabkan sel-sel neuron akan kekurangan oksigen dan nutrisi.
Hal ini menyebabkan kegagalan metabolisme dan penurunan energi yang
dihasilkan oleh sel neuron tersebut. Sedangkan pada tahap II,
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen tersebut memicu respons
inflamasi dan diakhiri dengan kematian sel secara apoptosis terhadapnya
(Lusiana, 2019).

Proses pada susunan saraf pusat ini menyebabkan berbagai hal, antara lain
gangguan permeabilitas pada saraf darah otak, kegagalan energi, hilangnya
homestasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstrasel, dan toksisitas
yang dipicu oleh keberadaan radikal bebas (Yasmara, 2016 dalam Lusiana,
2019).

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu diotak.


Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang
disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Sampai darah keotak dapat
berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli,
perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor
penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik,
atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah
mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008 dalam
Lusiana, 2019).

Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa
hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan
pengurangan aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan
mengalami kekurangan nurisi dan juga oksigen, sel otak yang mengalami
kekurangan oksigen dan glukosa akan menyebabkan asidosis lalu asidosis
akan mengakibatkan natrium, klorida, dan air masuk ke dalam sel otak dan
kalium meninggalkan sel otak sehingga terjadi edema setempat. Kemudian
kalsium akan masuk dan memicu serangkaian radikal bebas sehingga terjadi
perusakan membran sel lalu mengkerut dan tubuh mengalami defisit
neurologis lalu mati (Esther, 2010 dalam Lusiana, 2019).

Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli,
maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan
oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih
seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu
yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuronneuron area
yang mengalami nekrosis disebut infark (Batticaca, 2008 dalam Lusiana,
2019).
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke iskemik menurut Jaime Stockslager Buss (2013)
dalam Lusiana (2019) yaitu:

a. Terapi trombolitik (aktivator plasminogen jaringan, alteplase) dalam 3


jam pertama setelah onset gejala untuk menghancurkan bekuan,
membuang oklusi, dan memperbaiki aliran darah. Meminimalkan
kerusakan otak (kecuali jika dikontraindikasikan).

b. Terapi antikoagulan (heparin, warfarin) untuk mempertahankan patensi


pembuluh darah dan mencegah terbentuknya bekuan (diberikan 24 jam

Setelah terapi trombolitik)


c. Penyekat beta adrenergik atau pasta nitrogliserin, sesuai indikasi, untuk
menangani hipertensi

d. Agen-agen antitrombosit (seperti aspirin) saat keluar rumah sakit untuk


mencegah terjadinya stroke berikutnya

e. Endarterektomi karotis untuk membuka sebagian (lebih dari 70%) arteria


carotis yang tersumbat, atau angioplasti transluminal perkutan atau
insersi bidai (stent) untuk membuka pembulu darah yang tersumbat.

Penatalaksanaan Stroke iskemik menurut Dewanto, Et all (2009) dalam


Lusiana (2019):

a. Umum

1) Nutrisi
2) Hidrasi intravena: koreksi dengan NaCl 0,9% jika hipovolemik
3) Hiperglikemia: koreksi dengan insulin skala luncur. Bila stabil, beri
insulin regular subkutan.

4) Neurorehabilitasi dini: stimulasi dini secepatnya dan fisioterapi gerak


anggota badan aktif maupun pasif.

5) Perawatan kandung kemih: Kateter menetap hanya pada keadaan


khusus (kesdaran menurun, demensia, dan afasia global).
b. Khusus
1) Terapi spesifik stroke iskemik akut:
2) Trombolisis rt-PA intravena/intraarterial pada ≤ 3 jam setelah awitan
stroke dengan dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg).Sebanyak 10% dosis
awal diberi sebagai bentuk bolus, sisanya dilanjutkan melalui infus
dalam waktu 1 jam.
3) Obat Neuroprotektif
a) Heparin 5000 unit/12 jam selama 5-10 hari
b) Low Molecular Weight Heparin (enoksaparin/nadroparin) 2 x 0,3-
0,4 IU SC abdomen
c) Pneumatic boots, stoking elastic, fisioterapi, dan mobilisasi
6. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998) dalam Lusiana (2019)
adalah sebagai berikut.

a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)


1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan
akhirnya menimbulkan kematian.

2) Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium


awal.

b. Komplikasi Jangka Pendek (1-14 hari pertama).


1) Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
2) Infark miokard.
3) Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca-stroke, sering kali
pada saat penderita mulai mobilisasi.

4) Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.


c. Komplikasi jangka panjang.
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit
vaskular perifer.

Menurut Smeltzer (2001) dalam Lusiana (2019), komplikasi yang terjadi


pada pasien stroke yaitu sebagai berikut.
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi.
b. Penurunan darah serebral.
c. Embolisme serebral.
Menurut Jaime Stockslager Buss (2013) dalam Lusiana (2019), komplikasi
yang terjadi pada pasien stroke iskemik yaitu sebagai berikut:
a. Perubahan tingkat kesadaran
b. Aspirasi
c. Edema serebral
d. Kontraktur
e. Kematian
f. Ketidakseimbangan cairan
g. Infeksi
h. Embolisme paru
i. Gangguan sensorik
j. Tekanan darah tidak stabil
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik
1) Angiografi serebral : memperjelas gangguan atau kerusakan pada
diskulasi serebral dan merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk
mengetahui aliran darah serebral secara keseluruhan.

2) CT scan: mendeteksi abnormalitas struktur (Yasmara, 2016). Pada


stroke non-hemoragi akan terlihat adanya infark.

3) MRI (Magnetic Resonance Imaging): menggunakan gelombang


magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi infark akibat dari hemoragik (Muttaqin, 2012).
Menunjukan darah yang mengalami infark, hemoragi, malformasi
arterior vena (MAV), pemeriksaan ini lebih canggih dibandingkan Ct
scan.

4) USG (Ultrasonography) Doppler: untuk mengidentifikasi adanya


penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
5) EEG (Elektroensefalografi) : pemeriksaan ini bertujuan untuk
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

6) Tomografi emisi-positron: memberi data tentang metabolisme


serebral dan perubahan pada aliran darah serebral.

7) Sinar tengkorak.
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral; klasifikasi parsial dinding
aneurisma pada perdarahan sub arakhnoid

b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

2) Analisa gas darah: pH darah di ukur secara langsung memakasi pH


meter. Suatu keadaan disebut asidosis bila pH di cairan ekstraseluler
kurang dari 7,35 dan disebut alkalosis bila pH lebih dari 7,45

3) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi


hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali.

4) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu


sendiri.

5) Kreatini kinase (CK): enzim yang dianalisis untuk mendiagnosa infark


jantung akut dan merupakan enzim pertama yang meningkatkat.
Gangguan serebri juga dihubungkan dengan nilai kadar CK dan CK-
MB total abnormal.

6) C-Reactive protein (CRP): kadarnya akan meningkat 100x dalam


2448 jam setelah terjadi luka jaringan.

7) Profil lemak darah: kolesterol serum total yang meningkat di atas 200
mg/ml merupakan prediktor peningkatan risiko stroke atau emboli
serebri.
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Anamnesis pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
pengkajian psikososial.

1) Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis. Resiko
diatas 55 tahun Wanita lebih tinggi dibanding laki-laki. Stroke
iskemik (infark atau kematian jaringan). Serangan sering terjadi
pada usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada malam hingga pagi
hari. Pekerjaan juga mempunyai hubungan yang erat dengan status
ekonomi, sedangkan berbagai jenis penyakit yang timbul dalam
keluarga sering berkaitan dengan jenis pekerjaan yang
mempengaruhi pendapatan keluarga. Angka kematian stroke sangat
erat hubungannya dengan pekerjaan dan pendapatan kepala
keluarga, dan telah diketahui bahwa umumnya angka kematian
stroke meningkatada status social ekonomi rendah.

2) Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.

3) Riwayat Penyakit Sekarang


Stroke iskemik dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis
serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, bangun tidur
atau di pagi hari. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak lain. Adanya penurunan atau perubahan
pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan didalam intrakranial.
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan
koma.

4) Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obatan anti koagulan,
aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan
lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.

5) Riwayat Pengkajian Keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderits hipertensi, diabetes
mellitus, atau adanya riwayat stroke Non-Hemoragic dari generasi
terdahulu.

6) Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang
timbul dari klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh). Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak
berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
Dalam pola penanganan stress, klien biasanya mengalami kesulitan
untuk memecahkan masalah karena gangguam proses berpikir dan
kesulitan berkomunikasi. Dalampola tata nilai dan kepercayaan,
klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah
laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.

Oleh karena klien harus menjalani rawat inap, maka apakah keadaan
ini memberi dampak pada status ekonomi klien karena biaya
perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit.
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat memengaruhi
keuangan keluarga sehingga faktor biasa ini dapat memengaruhi
stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga. Perawat juga
memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.
Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah
keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam
hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang
akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem
dukungan individu (Muttaqin, 2012).

b. Pemeriksaan 11 Pola Gordon


Pengkajian menurut 11 pola fungsi kesehatan Gordon, antara lain sebagai
berikut.

1) Pola persepsi dan manejemen kesehatan


Pada pasien stroke infark biasanya ada riwayat perokok, penggunaan
alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral. Sensorik motorik
menurun atau hilang mudah terjadi injury, perubahan persepsi dan
orientasi.
2) Pola Nutrisi-metabolik
Pasien kesulitan menelan dengan gejala nafsu makan hilang, mual
muntah, kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan. "Cara
kerja kafein dalm tubuh dengan mengambil alih reseptor adinosin
dalam sel saraf yang akan memicu produksi hormon ardenalin dan
menyebabkan peningkatan tekanan darah, sekresi asam lambung,
dan aktivitas otot, serta perangsang hati untuk melepaskan senyawa
gula dalam aliran darah untuk menghasilkan energi ekstra". Dengan
tanda dan gejala: nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut
(peningkatan tekanan intrakranial), hilangnya sensasi (rasa kecap)
pada lidah, pipi, dan tenggorokan.

3) Pola Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK. Misalnya inkontinensia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.

4) Pola aktivitas dan latihan


Pada klien dalam kasus stroke didapatkan hasil bahwa pola latihan
dan aktivitasnya terganggu dengan tanda dan gejala: kelemahan dan
kelumpuhan pada separuh badan. Klien akan mengalami kesulitan
aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,paralisis, hemiplegi, dan
mudah lelah.

5) Pola kognitif
Pada klien dalam kasus stroke didapatkan hasil bahwa pola kognitif
terganggu dengan tanda dan gejala: nyeri atau sakit yang hebat pada
kepala. Gangguan penglihatan (penglihatan kabur), lapang pandang
menyempit, hilangnya daya sensoripada bagian yang
berlawanandibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang
sama di muka. Stroke infark akan mengalami gangguan pada sistem
neurosensorinya, dengan tanda-tanda seperti kelemahan/paralisis,
afasia, kehilangan kemampuan untuk mengenali rangsangan visual,
pendengaran, kekakuan muka, dan bisa diketahui dengan gejala
pusing, sakit kepala, kesemutan/kelemahan, penglihatan menurun,
penglihatan ganda, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
6) Pola persepsi dan Konsep diri
Menurut (Hendayani & Sari, 2018) mengatakan bahwa keluarganya
ada memberikan dukungan atau motivasi terhadap dirinya, seperti
memberikan cinta kasih, merawat anggota keluarga yang mengalami
masalah kesehatan, dan memenuhi kebutuhan keluarga, 3 orang
diantaranya mengatakan kadang-kadang keluarganya ada
memberikan dukungan terhadap dirinya dan 2 orang lainnya juga
mengatakan keluarganya sibuk dengan urusannya masing-masing.

7) Pola tidur dan istirahat


Pada klien stroke biasanya akan mengalami kesukaran untuk
istirahat karena kejang otot atau nyeri otot (Muttaqin, 2008).

8) Pola Peran Hubungan pada klien stroke infark biasanya akan


mengalami kesulitan dalam interaksisosial dengan lingkungan
sekitarnya, Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kerusakan untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara (Muttaqin, 2008). .Gangguan dalam bicara,
ketidakmampuan berkomunikasi

(Muttaqin 2012).
9) Pola Seksual dan Reproduksi
Menurut Djeno (2005) dalam M, Sumaryanto, & W, (2013)
memaparkan bahwa faktor fisik, budaya dan psikis dapat
mempengaruhi aktifitas swksual penderita stroke. Faktor fisik
mempunyai peranan sangat penting dalam aktifitas seksual. Faktor
fisik yang berperan adalah pembuluh darah, hormonal,
neuromuskular dan umur. Jika kondisi fisik terganggu, kemungkinan
besar akn mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan
seksualitasnya. Menurut (Muttaqin, 2008) pada klien stroke infark
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin
10) Pola Toleransi Stress- Koping
Menurut (Muttaqin, 2008) pada klien stroke infark biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan
proses berfikir dan kesulitan berkomunikasi. Pada klien dalam kasus
stroke iskemik didapatkan hasil bahwa pola koping dan toleransi diri
terganggu dengan tanda dan gejala: pasien merasa gelisah dan
khawatir karena tidak akan bisa lagi kembali ke aktivitas normal
dalam jangka waktu yang lama (Muttaqin, 2012).

11) Nilai dan Kepercayaan


Menurut teori dari Utami dan Supratman, (2009) dalam sasmika
(2016) bahwa seseorang mengalami stroke iskemik akan
mempengaruhi beberapa aspek seperti aspek kesehatan fisik,
psikologi, sosial dan spiritual. Stroke tidak hanya menyangkut aspek
neurulogis saja tetapi berdampaknya pada krisis kepercayaan
terhadap Tuhan pemberi kekuatan, arti hidup yang mengalaminya
dan harapan.

c. Pemeriksaan Fisik (Head to toe)


Pendekatan ini dilakukan mulai dari kepala dan secara berurutan sampai
ke kaki. Mulai dari: keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, wajah,
mata, telinga, hidung, mulut, dan tenggorokan, leher, dada, paru, jantung,
perut, ginjal, punggung, genetalia, rektum, serta ekstremitas.

1) Keadaan umum
Umumnaya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami
gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan
pada tanda – tanda vital tekanan darah meningkat, dan denyut nadi
bervariasi (Ariani, 2013).

2) Tanda-tanda Vital
Tekanan darah biasanya meningkat pada pagi hari hingga siang.
Peningkatan tensi darah menyebabkan peningkatan intraplak
(Sutrisno, 2007).
3) Rambut
Keadaan bersih atau kotor, warna rambut hitam merah atau putih
(beruban) penyebaran rambut rambut rata atau tidak, bau atau tidak.

4) Wajah
Tampak simetris atau tidak, nyeri atau sakit yang hebat pada kepala
wajah menyeringai.

5) Mata, hidung
Menurut Satyanegara (2014) pada pemeriksaan mata, klien
mengalamimidriasis atau dilatasi pada pupil dan reaksi/refleks
cahaya yang negatif.

6) Mulut
Pemeriksaan mulut stroke iskemik didapatkan mulut klien tidak
simetris (Nurarif & Kusuma, 2016).

7) Leher dan tenggorokan


Terdapat pembesaran kelenjar tyroid atau tidak, terdapat
pembesaran veaen dengan peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan
tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan
bunyi napas tambahan.

8) Jantung
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).

9) Abdomen
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.

10) Ginjal dan punggung


Tidak terdapat masalah
11) Alat genetalia dan rectum
Setelah stroke iskemik klien mungkin mengalami inkontinensia
urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik
dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten
dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas (Kimberly & Bilotta, 2011).

12) Ekstermitas Atas dan bawah


Stroke iskemik adalah penyakit UMN dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena
neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol volunter pada salah
satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor
atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling
umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesi atau kelemahan salah
satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit akan buruk. Selain itu perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah morbilitas fisik. Menurut Batticaca (2008),
pada sistem muskuloskeletal pasien stroke iskemik didapatkan
mengalami hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh dan
dapat mengarah ke hemiplegia. Adanya kesulitan untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat
(Muttaqin, 2012

13) Pemeriksaan Neurologis


a) Pemeriksaan Cerebral
(1) Glascow coma scale (GCS)
Pada pemeriksaan tingkat kesadaran dilakukan
pemeriksaan yang dikenal sebagai GCS untuk mengamati
pembukaan kelopak mata, kemampuan bicara, dan tanggap
motorik (gerakan) (Ariani, 2013). Menurut Kimberly &
Bilotta (2011) pada stroke iskemik terjadi perubahan
tingkat kesadaran.

b) Pemeriksaan Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer (Muttaqin,
2012).

(1) Status mental


Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik pasien. Pada klien
stroke tahap lanjut biasanya status mental pasien
mengalami perubahan (Muttaqin, 2012).

(2) Fungsi intelektual


Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan
kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus
klien mengalami brain damage, yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata
(Muttaqin, 2012).

(3) Kemampuan bahasa


Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah
hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau
bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari
gilus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia
ekspresif, yaitu klien dapat mengerti tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.
Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan
berbicara yang sulit dimengerti, yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terihat ketika
pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya (Muttaqin, 2012). Menurut Smeltzer (2013),
kemampuan wicara pada klien yang menderita stroke
iskemik biasanya akan mengalami gangguan, diantaranya
bicara pelo (ditrasia), atau bahkan klien mengalami afasia
(kehilangan kemampuan berbicara).

(4) Lobus frontal


Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan
jika kerusakan telah terkadi dalam lobus frontal kapasitas,
memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi
mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini
menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi
mereka. Depresi umum terjadi dan mungkiin diperberat
oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik
ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan,
frustasi, dendam, dan kurang kerja sama (Muttaqin, 2012).

(5) Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri
tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan
terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke
sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemisfer kiri,
mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat
hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia
global, afasia, dan mudah frustasi (Muttaqin, 2012).

c) Pemeriksaan Cranialis
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII
Muttaqin (2012).

(1) Saraf I
Biasanya pada klien stroke iskemik tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.

(2) Saraf II
Disfungsi persepsi visual karena gangguan saraf sensori
primer di antara mata dan korteks. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.

(3) Saraf III, IV, dan VI


Jika akibat stroke iskemik mengakibatkan paralisis, pada
satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.

(4) Saraf V
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus
internus dan eksternus.
(5) Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.

(6) Saraf VIII


Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
(7) Saraf IX dan X
Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.

(8) Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidoimastoideus dan
trapezius.

(9) Saraf XII


Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.

d) Pemeriksaan system sensorik


Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat
ketidakmampuan untuk menginterprestasikan sensasi.
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visualspasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan
propriosepsi (ketidakmampuan untuk merasakan posisi dan
gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
menginterprestasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.

e) Pemeriksaan system motorik


Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan
motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol
motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak. (1)
Inspeksi umum: Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain.

(2) Fasikulasi: Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.


(3) Tonus otot: Didapatkan meningkat.
(4) Kekuatan otot: Pada penilaian dengan menggunakan
tingkat kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan tingkat 0.

(5) Keseimbangan dan koordinasi: Didapatkan mengalami


gangguan karena hemiparese dan hemiplegia.

(6) Gerakan volunter: tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan


distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami
kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan
sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.

f) Pengkajian Reflek
Pemeriksaan refleks terdiri atas pemeriksaan refleks profunda
dan pemeriksaan refleks patologis.

(1) Pemeriksaan refleks profunda. Pengetukan pada tendon,


ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons
normal.

(2) Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks


fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahului dengan refleks patologis (Muttaqin, 2012).

2. Diagnosis
a. Risiko perfusi cerebral tidak efektif b.d embolisme
b. Risiko aspirasi penurunan kesadaran
c. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kendali otot d.d
hemiparesis
d. Gangguan komunikasi verbal b.d perurunan sirkulasi cerebral
d.d kesulitan berbicara

e. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan orientasi


afektif

3. Intrvensi Keperawatan
a. Risiko perfusi cerebral tidak efektif b.d embolisme
Tujuan dan Intervensi Keperawatan
Luaran yang
Diharapkan
Tujuan: 1. Observasi
Setelah a. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
dilakukan b. Monitor tanda gejala peningkatan TIK
tindakan c. Monitor MAP
keperawatan 2. Terapiutik
diharapkan tidak a. Berikan posisi semi fowler
terjadi risiko b. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
perfusi c. Cegah terjadinya kejang
cerebral tidak 3. Kolaborasi
efektif dengan a. Kolaborasi dalam pemberian sedasi
kriteria hasil: dan antikonvulsan jika perlu
1. Tekanan b. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis bila
intrakranial perlu
menurun
2. Sakit kepala
menurun
3. Gelisah menurun
4. Kecemasan
menurun
5. Agitasi menurun
b. Risiko aspirasi penurunan kesadaran

Tujuan dan Intervensi Keperawatan


Luaran yang
Diharapkan
Tujuan: 1. Observasi
Setelah a. Monitor pola napas
dilakukan b. Monitor bunyi napas tambahan
tindakan c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
keperawatan tingkat 2. Terapiutik
aspirasi a. Pertahankan kepatenen jalan napas
menurun b. Posisikan semi fowler atau fowlwe
dengan c. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
kriteria hasil: d. Lakukan penghisapan lendir
1. Tingkat e. Beri oksigen bila perlu
kesadaran 3. Edukasi
meningkat a. Anjurkan asupan cairan 2000 L jika tidak ada
2. Kemampuan kontraindikasi
menelan 4. Kolaborasi
meningkat a. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
3. Dispnea
menurun
4. Kelemahan otot ekspektoran, mukolitik bila perlu menurun

5. Akumulasi sekret menurun

c. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kendali otot d.d hemiparesis


Tujuan dan Int ervensi Keperawatan
Luaran yang
Diharapkan
Tujuan: 1. Observasi
Setelah a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
dilakukan lainnya
tindakan b. Identifikasi toleransi fisik
keperawatan melakukan pergerakan
diharapkan tingkat c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
mobilitas fisik sebelum memulai mobilisasi
meningkat d. Monitor kondisi umum selama melakukan
Luaran yang mobilisasi
diharapkan: 2. Terapiutik
1. Pergerakan a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
ekstremitas bantu
meningkat b. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
2. Kekuatan otot c. Libatkan keluarga untuk membantu
meningkat 3. Edukasi
3. Nyeri menurun a. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
4. Kaku sendi b. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
menurun c. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
5. Gerakan terbatas dilakukan
menurun
6. Kelemahan fisik
menurun

d. Gangguan komunikasi verbal b.d perurunan sirkulasi cerebral d.d


kesulitan berbicara
Tujuan dan Intervensi Keperawatan
Luaran yang
Diharapkan
Tujuan: 1. Observasi
Setelah a. Monitor proses kognitif, anatomis, dan
dilakukan fisiologis yang berkaitan dengan bicara
tindakan 2. Terapiutik
keperawatan a. Gunakan metode komunikasi yang efektif
diharapkan b. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
kemampuan bantuan
komunikasi c. Ulangi apa yang disampaikan pasien
meningkat d. Gunakan juru bicara bila perlu
Luaran yang
diharapkan: 3. Edukasi
1. Afasia menurun a. Anjurkan bicara perlahan
2. Disfasia 4. Kolaborasi menurun a. Rujuk ke ahli patologi atau
terapis
3. Apraksia menurun

4. Pelo menurun

e. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan orientasi afektif


Tujuan dan Intervensi Keperawatan
Luaran yang
Diharapkan
Tujuan: 1. Observasi
Setelah a. Identifikasi kebutuhan keselamatan
dilakukan b. Monitor perubahan keselamatan lingkungan
tindakan 2. Terapiutik
keperawatan a. Hilangkan bahaya keselamatan
keparahan dan jika memungkinkan
cedera yang diamati b. Modifikasi lingkungan untuk meminimaliskan
atau risiko
dilaporkan c. Sediakan alat bantu keamanan
menurun dengan d. Gunakan perangkat pelindung
kriteria hasil: 3. Edukasi
1. Kejadian cedera a. Anjurkan individu, keluarga, dan kelompok
menurun risiko tinggi bahaya lingkungan
2. Luka/ lecet
menurun
3. Perdarahan
menurun
4. Fraktur menurun
DAFTAR PUSTAKA

Black, M. J., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen


Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier
Jannah, Vivi Noor. (2019). Asuhan Keperawatan Pasien dengan Stroke Non
Hemoragik di RSUD. Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Samarinda. Pdf.
Lusiana, Novia. (2019). Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Iskemik pada Ny. D
DAN Tn. K dengan Masalah Keperawatanhambatan Mobilitas Fisik di
Ruang Melati RSUD dr. Haryoto Lumajang Tahun 2019. Universitas
Jember. Pdf.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
STROKE HEMORAGIK

Di Ruang Melati Rumah Sakit Daerah Dr. Soebandi Jember

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di Stase Keperawatan
Medikal Bedah

OLEH:

Haniatul Khasanah, S.Kep

NIM. 1901031031

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE HEMORAGIK

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan
saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana
stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak
karena sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi,
2011).
CVA atau cedera serebrovaskular adalah gangguan suplai darah otak secara
mendadak sebagai akibat oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat
pecahnya pembuluh darah otak. Gangguan pada aliran darah ini aka menguramgi
suplai oksigen, glukosa, dan nutrien lain kebagian otak yang disuplai oleh pembuluh
darah yang terkena dan mengakibatkan gangguan pada sejumlah fungsi otak
(Hartono, 2010).
Stroke Hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di
otak dan kemudian merusaknya (Adib, 2009)
2. Etiologi
Stroke hemoragik enam hingga tujuh persen terjadi akibat adanya perdarahan
subaraknoid (subarachnoid hemorrhage), yang mana perdarahan masuk ke ruang
subaraknoid yang biasanya berasal dari pecarnya aneurisma otak atau AVM
(malformasi arteriovenosa). Hipertensi, merokok, alkohol, dan stimulan adalah faktor
resiko dari penyakit ini. Perdarahan subaraknoid bisa berakibat pada koma atau
kematian.Pada aneurisma otak, dinding pembuluh darah melemah yang bisa terjadi
kongenital atau akibat cedera otak yang meregangkan dan merobek lapisan tengah
dinding arteri (Terry & Weaver, 2013)
Stroke hemoragik di sebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak (disebut
hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau ke dalam ruang
subaraknoid yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang
menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang paling
mematikan, tetapi relative hanya menyusun sebgian kecil dari stroke total, 10-15%
untuk perdarahan intraserebrum dan 5% untuk perdarahan subaraknoid (Irfan, 2012).
Biasanya kejadianya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi
saat istirahat ( Wijaya & Putri, 2013).
Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke hemoragik)
disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah. Penyebabnya misalnya
tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis berat. Peningkatan
tekanan darah yang mendadak tinggi juga dapat disebabkan oleh trauma kepala atau
peningkatan tekanan lainnya, seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan
sebagainya. Pembuluh darah pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis
berbentuk balon yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak
aterosklerotik (Junaidi, 2011).
Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan seseorang beresiko terhadap
stroke. Faktor risiko ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang tidak dapat
dikendalikan dan yang dapat dikendalikan:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan
1) Usia
Resiko semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Usia terbanyak terkena
serangan stroke adalah usia 65 tahun ke atas. Namun stroke tidak hanya
diderita oleh orang lanjut usia saja, melainkan golongan remaja akhir dan
dewasa juga beresiko terkena stroke. Stroke juga dapat terjadi pada usia
muda, bahkan anak anak. Anak-anak biasanya sangat senang bermain dan
dapat beresiko jatuh serta mengalami benturan dikepala.Apabila terjadi
benturan di kepala, maka ini dapat mengakibatkan stroke.Hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya stroke hemoragik yaitu stroke yang diakibatkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak (Farida & Amalia, 2009).
2) Jenis kelamin
Stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak dibandingkan perempuan
(Indarwati , Sari, & Dewi, 2008). Hal ini dikarenakan perempuan memiliki
hormon esterogen yang berperan dalam mempertahankan kekebalan tubuh
sampai menopause dan sebagai proteksi atau pelindung pada proses
ateroskerosis. Namunsetelah perempuan tersebut mengalami menopouse ,
besar risiko terkena stroke antara laki-laki dan perempuan menjadi sama
(Farida & Amalia, 2009).
3) Ras dan Etnis
Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada ras kulit
hitam, Asia dan Kepulauan Pasifik, serta Hispanik dibandingkan kulit putih.
Diketahui bahwa orang Amerika keturunan Afrika memiliki angka resiko
yang lebih tinggi daripada orang Kaukasia. Dengan kata lain, orang berkulit
hitam lebih beresiko terkena stroke. Orang kulit hitam lebih banyak terkena
hipertensi daripada orang berkulit putih karena berkaitan dengan konsumsi
garam (Farida & Amalia, 2009).
4) Riwayat Stroke dalam Keluarga
Dari sekian banyak kasus stroke yang terjadi, sebagian besar penderita stroke
memiliki faktor riwayat stroke dalam keluarganya. Keturunan dari penderita
stroke diketahui menyebabkan perubahan penanda aterosklerosis awal, yaitu
proses terjadinya timbunan zat lemak dibawah lapisan dinding pembuluh
darah yang dapat memicu terjadinya stroke. Beberapa penelitian lain yang
telah dilakukan mengesankan bahwa riwayat stroke dalam keluarga
mencerminkan suatu hubungan antara faktor genetis dengan tidak
berfungsinya lapisan dinding pembuluh darah dalam arteri koronaria (Farida
& Amalia, 2009).
b. Faktor Risiko yang dapat dikendalikan
1) Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi merupakan faktor risiko baik untuk orangtua maupun dewasa
muda (Irfan, 2012). Hipertensi mempercepat terjadinya aterosklerosis, yaitu
dengan cara menyebabkan perlukaan secara mekanis pada sel endotel
(dinding pembuluh darah) di tempat yang mengalami tekanan tinggi (Farida
& Amalia, 2009). Jika proses tekanan berlangsung lama, dapat menyebabkan
kelemahan pada dinding pembuluh darah sehingga menjadi rapuh dan mudah
pecah (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008).
2) Kadar Kolestrol
Hiperkolestrolemia dapat menyebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis
berperan dalam menyebabkan penyakit jantung koroner dan stroke itu sendiri
(Indarwati , Sari, & Dewi, 2008). Karena kolestrol tidak dapat langsung larut
dalam darah dan cenderung menempel di pembuluh darah, akibatnya kolestrol
membentuk bekuan dan plak yang menyumbat arteri dan akhirnya
memutuskan aliran darah ke jantung sehingga menyebabkan serangan jantung
dan ke otak sehingga menyebabkan stroke (Farida & Amalia, 2009).
3) Obesitas
Makan berlebihan dapat menyebabkan kegemukan.Obesitas lebih cepat
terjadi dengan pola hidup pasif (kurang gerak dan olahraga). Jika makanan
yang dimakan banyak mengandung lemak jahat (seperti kolestrol), maka ini
dapat menyebabkan penimbunan lemak disepanjang pembuluh
darah.Penyempitan pembuluh darah ini menyebabkan aliran darah kurang
lancar dan memicu terjadinya aterosklerosis atau penyumbatan dalam
pembuluh darah yang pada akhirnya beresiko terserang stroke. Penyumbatan
tersebut biasanya diakibatkan oleh plak-plak yang menempel pada dinding
pembuluh darah (Farida & Amalia, 2009)
4) Life style
Life style atau gaya hidup seringkali dikaitkan sebagai pemicu berbagai
penyakit yang menyerang, baik pada usia produktif maupun usia lanjut. Salah
satu contoh life style yaitu berkaitan dengan pola makan. Generasi muda
biasanya sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya
mengkonsumsi makanan siap saji yang serat lemak dan kolesterol namun
rendah sehat. Kemudian, seringnya mengonsumsi makanan yang digoreng
atau makanan dengan kadar gula tinggi dan berbagai jenis makanan yang
ditambah zat pewarna/penyedap/pemanis dan lain-lain.
Faktor gaya hidup lain yang dapat beresiko terkena stroke yaitu sedentary life
style atau kebiasaan hidup santai dan malas berolah raga. Hal ini dapat
mengakibatkan kurangnya kemampuan metabolisme tubuh dalam
pembakaran zat-zat makanan yang dikonsumsi. Sehingga, beresiko
membentuk terjadinya tumpukan kadar lemak dan kolestrol dalam darah yang
beresiko membentuk ateroskelorosis (plak) yang dapat menyumbat pembuluh
darah yang dapat berakibat pada munculnya serangan jantung dan
stroke(Farida & Amalia, 2009)
5) Stres
Pada umumnya, stroke diawali oleh stres. Karena, orang yang stres umumnya
mudah marah,mudah tersinggung, susah tidur dan tekanan darahnya tidak
stabil. Marah menyebabkan pencarian listrik yang sangat tinggi dalam urat
syaraf. Marah yang berlebihan akan melemahkan bahkan mematikan fungsi
sensoris dan motorik serta dapat mematikan sel otak. Stres juga dapat
meningkatkan kekentalan darah yang akan berakibatkan pada tidak stabilnya
tekanan darah. Jika darah tersebut menuju pembuluh darah halus diotak untuk
memasok oksigen ke otak , dan pembuluh darah tidak lentur dan tersumbat,
maka hal ini dapat mengakibatkan resiko terkena serangan stroke. (Farida &
Amalia , 2009)
6) Penyakit Kardiovaskuler 17 Beberapa penyakit jantung, antara lain fibrilasi
atrial (salah satu jenis gangguan irama jantung), penyakit jantung koroner,
penyakit jantung rematik, dan orang yang melakukan pemasangan katub
jantung buatan akan meningkatkan risiko stroke. Pada fibrilasi atrium
menyebabkan penurunan CO², sehingga perfusi darah keotakmenurun, maka
otak akan kekurangan oksigen yang akhirnya dapat terjadi stroke (Wijaya &
Putri, 2013)
7) Diabetes mellitus
Seseorang yang mengidap diabetes mempunyai risiko serangan stroke
iskemik 2 kali lipat dibandingkan mereka yang tidak diabetes. Pada penyakit
DM akan mengalami vaskuler, sehingga terjadi mikrovaskularisasi dan terjadi
aterosklerosis, terjadinya aterosklerosis dapat menyebabkan emboli yang
kemudian menyumbat dan terjadi iskemia, iskemia menyababkan perfusi otak
menurun dan pada akhirnya terjadi stroke (Wijaya & Putri, 2013).
8) Merokok
Perokok lebih rentan mengalami stroke dibandingkan bukan perokok. Nikotin
dalam rokok membuat jantung bekerja keras karena frekuensi denyut jantung
dan tekanan darah meningkat (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008). Pada perokok
akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga
memungkinkan penumpukan arterosklerosis dan kemudian berakibat pada
stroke (Wijaya & Putri, 2013).
9) Alkoholik Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran
darah ke otak dan kardiak aritmia serta kelainan motilitas pembuluh darah
sehingga terjadi emboli serebral (Wijaya & Putri, 2013).
3. Tanda dan Gejala
Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau
bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi
kolateral. Pada stroke hemoragik, gejala klinis meliputi:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau hemiplegia
(paralisis) yang timbul secara mendadak.
Kelumpuhan terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks bagian
frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada
hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan
kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak dapat
melakukan ekstensi maupun fleksi.
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
Gangguan sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf otonom dan
gangguan saraf sensorik.
c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma), terjadi akibat
perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang otak atau terjadinya
gangguan metabolik otak akibat hipoksia
d. Afasia (kesulitan dalam bicara)
Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara, termasuk dalam membaca,
menulis dan memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat kerusakan pada area
pusat bicara primer yang berada pada hemisfer kiri dan biasanya terjadi pada
stroke dengan gangguan pada arteri middle sebelah kiri.
Afasia dibagi menjadi 3 yaitu afasia motorik, sensorik dan afasia global. Afasia
motorik atau ekspresif terjadi jika area pada area Broca, yang terletak pada lobus
frontal otak. Pada afasia jenis ini pasien dapat memahami lawan bicara tetapi
pasien tidak dapat mengungkapkan dan kesulitan dalam mengungkapkan bicara.
Afasia sensorik terjadi karena kerusakan pada area Wernicke, yang terletak pada
lobus temporal. Pada afasia sensori pasien tidak dapat menerima stimulasi
pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan pembicaraan. Sehingga
respon pembicaraan pasien tidak nyambung atau koheren. Pada afasia global
pasien dapat merespon pembicaraan baik menerima maupun mengungkapkan
pembicaraan.
e. Disatria (bicara cedel atau pelo)
Merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga ucapannya
menjadi tidak jelas. Namun demikian, pasien dapat memahami pembicaraan,
menulis, mendengarkan maupun membaca. Disartria terjadi karena kerusakan
nervus cranial sehingga terjadi kelemahan dari otot bibir, lidah dan laring. Pasien
juga terdapat kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
f. Gangguan penglihatan, diplopia
Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda,
gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena kerusakan
pada lobus temporal atau parietal yang dapat menghambat serat saraf optik pada
korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan karena kerusakan
pada saraf cranial III, IV dan VI.
g. Disfagia
Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus cranial IX.
Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis menutup kemudian
makanan masuk ke esophagus
h. Inkontinensia
Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena terganggunya saraf
yang mensarafi bladder dan bowel.
i. Trias TIK
Pasien stroke hemoragik dapat mengalami trias TIK yang mengindikasikan
adanya peningkatan volume di dalam kepala.Trias TIK yaitu muntah proyektil,
pusing dan pupil edem.
4. Klasifikasi
a. Perdarahan intra serebral (PIS)
Perdarahan Intra Serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah
intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke
dalam jaringan otak (Junaidi, 2011).
Penyebab PIS biasanya karena hipertensi yang berlangsung lama lalu terjadi
kerusakan dinding pembuluh darah dan salah satunya adalah terjadinya
mikroaneurisma. Mikroaneurisma merupakan pembengkakan pembuluh darah
berukuran mikro dan dapat terlihat sebagai titik-titik kemerahan pada retina.
Faktor pencetus lain adalah stress fisik, emosi, peningkatan tekanan darah
mendadak yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah. Sekitar 60-70% PIS
disebabkan oleh hipertensi. Penyebab lainnya adalah deformitas pembuluh darah
bawaan, kelainan koagulasi. Bahkan, 70% kasus berakibat fatal, terutama apabila
perdarahannya luas (masif) (Junaidi, 2011).
b. Perdarahan ekstra serebral / perdarahan sub arachnoid (PSA)
Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang subarachnoid baik
dari tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder) dan sumber perdarahan
berasal dari rongga subarachnoid itu sendiri (perdarahan subarachnoid primer)
(Junaidi, 2011)
Penyebab yang paling sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma (51-
75%) dan sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma sakuler
congenital, angioma (6-20%), gangguan koagulasi (iatronik/obat anti koagulan),
kelainan hematologic (misalnya trombositopenia, leukemia, anemia aplastik),
tumor, infeksi (missal vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes simpleks, mikosis,
TBC), idiopatik atau tidak diketahui (25%), serta trauma kepala (Junaidi, 2011)
Sebagian kasus PSA terjadi tanpa sebab dari luar tetapi sepertiga kasus terkait
dengan stress mental dan fisik. Kegiatan fisik yang menonjol seperti :
mengangkat beban, menekuk, batuk atau bersin yang terlalu keras, mengejan dan
hubungan intim (koitus) kadang bisa jadi penyebab (Junaidi, 2011).
5. Komplikasi
Respon tubuh terhadap perubahan fisiologis pada pasien stroke hemoragik adalah:
a. Fase akut
1) Hipoksia serebral dan menurunnya aliran darah otak
Pada area otak yang infark atau terjadi kerusakan karena perdarahan maka
terjadi gangguan perfusi jaringan akibat terhambatnya aliran darah otak. Tidak
adekuatnya aliran darah dan oksigen mengakibatkan hipoksia jaringan otak.
Fungsi otak akan sangat tergantung pada derajat kerusakan dan lokasinya.
Aliran darah ke otak snagat tergantung pada tekanan darah, fungsi jantung
atau kardiak output, keutuhan pembuluh darah. Sehingga pada pasien dengan
stroke keadekuatan aliran darah sangat dibutuhkan untuk menjamin perfusi
jaringan yang baik untuk menghindari terjadinya hipoksia serebral.
2) Edema serebri
Merupakan respon fisiologis terhadap adanya trauma jaringan. Edema terjadi
jika pada area yang mengalami hipoksia atau iskemik maka tubuh akan
meningkatkan aliran darah pada lokasi tersebut dengan cara vasodilatasi
pembuluh darah dan meningkatkan tekanan sehingga cairan interstresial akan
berpindah ke ekstraseluler sehingga terjadi edema jaringan otak.
3) Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
Bertambahnya massa pada otak seperti adanya perdarahan atau edema otak
akan meningkatkan tekanan intrakranial yang ditandai adanya defisit neurologi
seperti adanya gangguan motorik, sensorik, nyeri kepala, gangguan kesadaran.
Peningkatan tekanan intrakranial yang tinggi dapat mengakibatkan herniasi
serebral yang dapat mengancam kehidupan.
4) Aspirasi
Pasien stroke dengan gangguan kesadaran atau koma sangat rentan terhadap
adanya aspirasi karena tidak adanya reflek batuk dan menelan
b. Komplikasi pada masa pemulihan atau lanjut
1) Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan biasanya
terjadi akibat immobilisasi seperti pneumonia, dekubitus, kontraktur,
thrombosis vena dalam, atropi, inkontinensia urine dan bowl.
2) Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktifitas listrik otak
3) Nyeri kepala kronis seperti migraine, nyeri kepala tension, nyeri kepala
clauster
4) Malnutrisi, karena intake yang tidak adekuat.
6. Penatalaksanaan Medis
Pada stroke hemoragik, tujuan terapi adalah mencegah kerusakan sekunder
dengan mengendalikan tekanan intrakranial dan vasospasme, serta mencegah
perdarahan lebih lanjut. Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke terbagi
atas:
a. Penatalaksanaan umum pada fase akut
1) Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena penurunan
kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American Heart
Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama jam-jam
pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah stroke hemodinamik stabil,
terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua
larutan ini lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi kebutuhan
hemoestasis kalium dan natrium. Setelah fase akut stroke, larutan rumatan
bisa diberikan untuk memelihara hemoestasis elektrolit, khususnya kalium
dan natrium.
2) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami gangguan
aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat penting untuk
mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan metabolism otak.
Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator,
merupakan tindakan yang dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa
gas darah atau oksimetri
3) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh
karena itu pengurangan edema penting dilakukan misalnya dengan
pemberian manitol, control atau pengendalian tekanan darah
4) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
5) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
6) Evaluasi status cairan dan elektrolit
7) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah resiko
injuri
8) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan
pemberian makanan
9) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
10) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex
b. Fase rehabilitasi
1) Pertahankan nutrisi yang adekuat
2) Program manajemen bladder dan bowel
3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)
4) Pertahankan integritas kulit
5) Pertahankan komunikasi yang efektif
6) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
7) Persiapan pasien pulang
c. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih
dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikuloperitoneal bila
ada hidrosefalus obstrukis akut.
d. Terapi obat-obatan
1) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium
2) Diuretic : manitol 20%, furosemide
3) Antikolvusan : fenitoin
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan jenis serangan stroke, letak
sumbatan atau penyempitan pembuluh darah, letak perdarahan, serta luas jaringan
otak yang mengalami kerusakan (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008)
a. CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark
b. Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI menunjukkan daerah yang mengalami infark atau hemoragik.
MRI mempunyai banyak keunggulan dibanding CT dalam mengevaluasi stroke,
MRI lebih sensitif dalam mendeteksi infark, terutama yang berlokasi dibatang
otak dan serebelum
c. Pemeriksaan magnetic resonance angiography (MRA)
Merupakan metode non-infasif yang memperlihatkan arteri karotis dan sirkulasi
serebral serta dapat menunjukan adanya oklusi
d. Pemeriksaan ultrasonografi karotis dan dopler transkranial
Mengukur aliran darah serebral dan mendeteksi penurunan aliran darah stenosis
di dalam arteri karotis dan arteri vetebrobasilaris selain menunjukan luasnya
sirkulasi kolateral. Kedua pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengkaji
perburukkan penyakit vaskular dan mengevaluasi efek terapi yang ditimbulkan
pada vasospasme, seperti yang terjadi pada perdarahan subaraknoid. Angiografi
serebral merupakan prosedur invasif yang menggunakan media kontras untuk
menunjukan pembuluh darah serebral, kepatenan, dan lokasi stenosis, oklusi atau
aneurisma. Pemeriksaan aliran darah serebral membantu menentukan derajat
vasopasme
e. Pemeriksaan lumbal pungsi
Pemeriksaan fungsi lumbal menunjukkan adanya tekanan. Tekanan normal
biasanya ada trombosis, emboli dan TIA, sedangkan tekanan yang meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid
atau intrakranial
f. Pemeriksaan EKG
Dapat membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika stroke emboli dicurigai
terjadi
g. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, fungsi ginjal, kadar glukosa,
lipid, kolestrol, dan trigliserida dilakukan untuk membantu menegakan diagnose
h. EEG (Electro Enchepalografi)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
i. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan,
obtruksi arteri, oklusi/ruptur
j. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trobus serebral.
Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada perdarahan sub arachnoid
k. Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel
kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke,
menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari masa
yang meluas.
8. Pemeriksaan Nervus Kranial
1. Nervus Olfaktori ( N I )
Fungsi : syaraf sensori , untuk penciuman
Cara pemeriksaan : memanjamkan mata, disuruh membedakan bau (kopi,teh
dll)
2. Nervus optikus ( N II )
Fungsi : saraf sensorik, untuk penglihatan
Cara pemeriksaan: snelend card dan periksa lapang pandang
3. Nervus okulomotoris ( N III )
Fungsi : saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata keatas,
kontriksi pupil, dan sebagian gerakan ekstraokuler.
Cara pemeriksaan: Tes putaran bola mata, menggerakan konjungtiva, refleks
pupil dan inspeksi kelopak mata
4. Nervus Trochlearis (N. IV)
Fungsi : saraf motorik, gerakan mata kebawah dan kedalam
Pemeriksaan : Sama seperti nervus III
5. Nervus Trigeminus (N. V)
Fungsi : saraf motorik, gerakan mengunya, sensai wajah, lidah dan gigi, refleks
korenea dan refleks kedip
Pemeriksaan : menggerakan rahang kesemua sisi, pasien memejamkan mata,
sentuh dengan kapas pada dahi atau pipi. menyentuh permukaan kornea dengan
kapas.
6. Nervus Abdusen (N. VI)
Fungsi : saraf motorik, deviasi mata ke lateral
Pemeriksaan : sama seperti nervus III
7. Nervus Fasialis (N. VII)
Fungsi : saraf motorik, untuk ekspresi wajah
Pemeriksaan : senyum, bersiul, mengngkat alis mata, menutup kelopak mata
dengan tahanan, menjulurkan lida untuk membedakan gula dan garam
8. Nervus Verstibulocochlearis (N. VIII)
Fungsi : saraf sensorik, untuk pendengran dan keseimbangan Pemeriksaan : test
webber dan rinne
9. Nervus Glosofaringeus (N. IX)
Fungsi : saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa
Pemeriksaan : membedakan rasa manis dan asam
10. Nervus Vagus (N. X)
Fungsi : saraf sensorik dan motorik, refleks muntah dan menelan Pemeriksaan :
menyentuh faring posterior, pasien menelan saliva, disuruh mengucap ah…
11. Nervus Asesoris (N. XI)
Fungsi : saraf motorik, untuk menggerakan bahu
Pemeriksaan : suruh pasien untuk menggerakan bahu dan lakukan tahanan
sambil pasien melawan tahanan tersebut.
12. Nervus Hipoglosus
Fungsi : saraf motorik, untuk gerakan lidah
Pemeriksaan : pasien disuruh menjulurkan lidah dan menggerakan dari sisi ke
sisi.
9. Patofsiologi
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan glukosa
karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan glukosa seperti
halnya pada otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari seluruh badan, namun
menggunakan sekitar 25% suplay oksigen dan 70%glukosa. Jika aliran darah ke otak
terhambat maka akan terjadi iskemia dan terjadi gangguan metabolism otak yang
kemudian terjadi gangguan perfusi serebral. Area otak disekitar yang mengalami
hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran darah ke otak terganggu, lebih dari 30
detik pasien dapat mengalami tidak sadar dan dapat terjadi kerusakan jaringan otak
yang permanen jika aliran darah ke otak terganggu lebih dari 4 menit. (Tarwoto,
2013)
Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan melakukan dua
mekanisme tubuh yaitu mekanisme anastomis dan mekanisme autoregulasi.
Mekanisme anastomis berhubungan dengan suplai darah ke otak untuk pemenuhan
kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan mekanisme autoregulasi adalah
bagaimana otak melakukan mekanisme/usaha sendiri dalam menjaga keseimbangan.
Misalnya jika terjadi hipoksemia otak maka pembuluh darah otak akan mengalami
vasodilatasi (Tarwoto, 2013)
a. Mekanisme anastomis
Otak diperdarahi melalui 2 arteri karotis dan 2 arteri vertebralis. Arteri
karotis terbagi manejadi karotis interna dan karotis eksterna. Karotis interna
memperdarahi langsung ke dalam otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma
optikum menjadi arteri serebri anterior dan media. Karotis eksterna
memperdarahi wajah, lidah dna faring, meningens. Arteri vertebralis berasal dari
arteri subclavia. Arteri vertebralis mencapai dasar tengkorak melalui jalan
tembus dari tulang yang dibentuk oleh prosesus tranverse dari vertebra servikal
mulai dari c6 sampai dengan c1.
Masuk ke ruang cranial melalui foramen magnum, dimana arteri-arteri
vertebra bergabung menjadi arteri basilar. Arteri basilar bercabang menjadi 2
arteri serebral posterior yang memenuhi kebutuhan permukaan medial dan
inferior arteri baik bagian lateral lobus temporal dan occipital. Meskipun arteri
karotis interna dan vertebrabasilaris merupakan 2 sistem arteri yang terpisah
yang mengaliran darah ke otak, tapi ke duanya disatukan oleh pembuluh dan
anastomosis yang membentuk sirkulasi wilisi. Arteri serebri posterior
dihubungkan dengan arteri serebri media dan arteri serebri anterior dihubungkan
oleh arteri komunikan anterior sehingga terbentuk lingkaran yang lengkap.
Normalnya aliran darah dalam arteri komunikans hanyalah sedikit. Arteri ini
merupakan penyelamat bilamana terjadi perubahan tekanan darah arteri yang
dramatis.
b. Mekanisme autoregulasi
Oksigen dan glukosa adalah dua elemen yang penting untuk metabolism
serebral yang dipenuhi oleh aliran darah secara terus-menerus. Aliran darah
serebral dipertahankan dengan kecepatan konstan 750ml/menit. Kecepatan
serebral konstan ini dipertahankan oleh suatu mekanisme homeostasis sistemik
dan local dalam rangka mempertahankan kebutuhan nutrisi dan darah secara
adekuat. Terjadinya stroke sangat erat hubungannya dengan perubahan aliran
darah otak, baik karena sumbatan/oklusi pembuluh darah otak maupun
perdarahan pada otak menimbulkan tidak adekuatnya suplai oksigen dan
glukosa. Berkurangnya oksigen atau meningkatnya karbondioksida merangsang
pembuluh darah untuk berdilatasi sebagai kompensasi tubuh untuk
meningkatkan aliran darah lebih banyak. Sebalikya keadaan vasodilatasi
memberi efek pada tekanan intracranial.
Kekurangan oksigen dalam otak (hipoksia) akan menimbulkan iskemia.
Keadaan iskemia yang relative pendek/cepat dan dapat pulih kembali disebut
transient ischemic attacks (TIAs). Selama periode anoxia (tidak ada oksigen)
metabolism otak cepat terganggu. Sel otak akan mati dan terjadi perubahan
permanen antara 3-10 menit anoksia.
B. PATHWAY/ WOC

Jaringan otak bergeser, Membentuk Pembuluh arteri robek Hipertensi


tertekan, terdesak suatu massa (tekanan darah meningkat secara
signifikan)
Muncul Perdarahan jaringan otak
gejala Peningkatsn TIK, gangguan fungsi
penyakit otak

Ansietas
Ketidakefektifan Perfusi Hemisfer kiri Hemisfer kanan Perdarahan pada batang otak
Jaringan Serebral

Nervus I Nervus Nervus 7 Nervus 8 Nervus Nervus 5 Nervus 12


Disfagia Afasia Kelainan Mudah Hemiplagi Hemiplagi Defisit Nervus 2 3,4,6 9,10,11
visual frustasi kanan kiri perseptual
kanan Penuruna
Daya Penurunan Reflek
Kerusakan n daya
penciuman penglihat lapang mengunyah
komunikasi Gangguan Kelemahan Menutup
konsep diri : Kelainan menurun an pandang menurun
verbal fisik kelopak Pendengaran Kemampuan
Harga diri visual kiri Tersedak
rendah Reflek
mata, fungsi dan menelan
pengecap keseimbangan menurun
cahaya
2/3 lidah tubuh menurun
Kerusakan Defisit Gangguan menurun Obstruksi
menelan perawatan mobilitas Resiko
tinggi jalan nafas
diri fisik
cidera Perubahan
ukuran pupil
Resiko tinggi Bersihan
kerusakan jalan nafas
integritas kulit tidak efektif
Bola mata tidak dapat
Gangguan mengikuti perintah
persepsi
sensori
Gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Tidak mampu Distres
beribadah Spiritual
C. FOKUS PENGKAJIAN
1. Pemeriksaan Fisik
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri
kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
mellitus.
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan
keluarga
7) Pemeriksaan fisik
a) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen,
apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal
terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki
tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-15
b) Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan
darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
- Nadi
Biasanya nadi normal
- Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan
jalan napas
- Suhu
- Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke hemoragik
c) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
d) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) :
biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma,
ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak
mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris,
dapat mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung,
menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri
dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien
kesulitan untuk mengunyah.
e) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak
mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas
pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : biasanya
diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan
reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV
(troklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas
dan bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti
arah tangan perawat ke kiri dan kanan
f) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan
cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang
bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak,
dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada
nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota
gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung
g) Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri
dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada
nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa
asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) : biasanya pasien dapat
menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun
artikulasi kurang jelas saat bicara
h) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII
(akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari
perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat
mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas
i) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik
mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku biasanya (+)
dan bludzensky 1 (+)
j) Thorak
Paru-paru
- Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
- Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
- Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
- Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
Jantung
- Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
- Perkusi : biasanya batas jantung normal
- Auskultasi: biasanya suara vesikuler
k) Abdomen
- Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
- Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
- Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
- Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
- Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
l) Ekstremitas
- Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal
yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya
pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang
diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk
tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek
bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan
supinasi (reflek bicep (-). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman
tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek
Hoffman tromer (+).
- Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I kaki
kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores
biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum
pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)).
Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada
respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis
diremas dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek
gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak
bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+))

Nilai Kekuatan Otot


Respon Nilai
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5
Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula
4
mengatasi sedikit tahanan yang diberikan
Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat 3
Didapatkan gerakan , tapi gerakan tidak mampu
2
melawan gaya berat (gravitasi)
Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak
didapatkan gerakan pada persendian yang harus 1
digerakkan oleh otot tersebut
Tidak dapat sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total 0

8) Pola kebiasaan sehari-hari


a) Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan penggunaan
minumana beralkhohol
b) Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada
pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat badan.
c) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya kejang
otot/ nyeri otot
d) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan,
kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
e) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
f) Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
g) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan
tidak kooperatif
b. Test Diagnostik
1) Radiologi
a) Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik sperti stroke
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada stroke perdarahan
akan ditemukan adanya aneurisma
b) Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan lumbal maka
terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak darah. Hal itu akan
menunjukkkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau pada intrakranial
c) CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil
pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel
atau menyebar ke permukaan otak
d) Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari heemoragik
e) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
f) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan
otak.
2) Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini
berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia. Sedangkan
leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Bila kadar leukosit diatas normal,
berarti ada penyakit infeksi yang sedang menyerang pasien.
b) Test darah koagulasi
Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin time, partial
thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio (INR) dan agregasi
trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur seberapa cepat darah pasien
menggumpal. Gangguan penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau
pembekuan darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer
darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah obat itu
diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila sebelumnya sudah diobati
heparin, PTT bermanfaat untuk melihat dosis yang diberikan benar atau
tidak.
c) Test kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat, dll.
Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda
pasien sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke
dalam salah satu pemicu stroke (Robinson, 2014)

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut NANDA adalah:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas,
reflek batuk yang tidak adekuat
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark jaringan otak,
vasospasme serebral, edema serebral
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, kelemahan
anggota gerak
5. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas bawah
6. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
kardiak output
7. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, disfungsi otak global
8. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
9. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fungsi bicara, afasia
10. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan depresi
pusat pencernaan
11. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

E. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder akibat
peningkatan tekanan intracranial.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria Hasil :
1) Klien tidak gelisah.
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3) GCS E : 4, M: 6, V: 5.
4) TTV normal (N: 60-100 x/menit, S: 36-36.7 OC, RR: 16-20 x/menit).
Intervensi:
1) Berikan penjelasan pada keluarga tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan
akibatnya.
Rasional : keluarga dapat berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
2) Berikan klien bed rest total.
Rasional : untuk mencegah perdarahan ulang.
3) Observasi dan catat TTV dan kelainan intrakranial tiap 2 jam.
Rasional : mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini
untuk penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30o dengan letak jantung (beri bantal
tipis).
Rasional : mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainase vena
dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mngejan berlebihan.
Rasional : batuk dan mengejan dapat meningkatkan TIK dan potensial terjadi
perdarahan ulang.
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan TIK.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor.
Rasional : memperbaiki sel yang masih viable.
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
Tujuan : setelah diberikan tindakan selama 3x24 jam diharapkan kerusakan
komunikasi verbal klien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
1) Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi
2) Mampu berbicara yang koheren
3) Mampu menyusun kata-kata
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti spontan tidak tampak memahami
kata/mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral
yang terjadi.
2) Bedakan antara afasia dan disatria.
Rasional : intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya.
3) Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana.
Rasional : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia
sensorik).
4) Minta pasien untuk mengucapkan suara sederhana.
Rasional : mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen motorik dari
bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang dapat mempengaruhi
artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia motorik.
5) Berikan metode alternatif seperti menulis di papan tulis.
Rasional : memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarakan keadaan
defisit yang mendasarnya.
6) Kolaborasi konsultasikan dengan rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional : mempercepat proses penyembuhan.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan mobilisasi
klien mengalami peningkatan atau perbaikan.
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan posisi optimal.
2) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang mengalami
hemiparese.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal.
Rasional : mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam.
Rasional : menurunkan ressiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
3) Latih rentang gerak/ROM
Rasional : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontroktur.
4) Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
Rasional : mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
5) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
Rasional : mempertahankan posisi fungsional.
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparase/hemiplegic.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kemampuan.
2) Klien dapat mengidentifikasikan komunitas untuk memberikan bantuan
sesuai kebutuhan.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan
diri.
Rasional : membantu dalam mengantisipasi merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual.
2) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas sesuai
kemampuan.
Rasional : meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-
menerus.
3) Berikan bantuan perawatan diri sesuai kebutuhan.
Rasional : memenuhi kebutuhan perawatan diri klien dan menghindari sifat
bergantung kepada perawat.
4) Berikan umpan balik positif untuk setiap usaha yang dilakukannya.
Rasional : meningkatkan kemandirian dan mendorong klien berusaha secara
kontinyu.
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional : memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangan rencana
terapi.
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas b.d menurunnya reflek batuk dan
menelan, immobilisasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pola nafas efektif.
Kriteria hasil :
1) Klien tidak sesak nafas.
2) Tidak terdapat suara nafas tambahan.
3) RR dalam rentang normal (16-20 x/menit)
Intervensi :
1) Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan pola napas.
2) Auskultasi suara nafas.
Rasional : mengetahui adanya kelainan suara nafas.
3) Ubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : perubahan posisi dapat melancarkan saluran nafas.
4) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga sebab ketidakefektifan pola
nafas.
Rasional : klien dan keluarga berpartisipasi dalam mencegah ketidakefektifan
pola nafas.
5) Kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen.
Rasional : mempertahankan kepatenan pola nafas.
f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM jika mungkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
2) Ubah posisi tiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah yang
menonjol.
Rasional : menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
4) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
Rasional : hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
5) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap
kulit.
Rasional : mempertahankan keutuhan kulit.
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
1) Turgor kulit baik.
2) Tidak terjadi penurunan berat badan.
3) Tidak muntah.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan reflex batuk.
Rasional : untuk menentukan jenis makanan yang akan diberikan kepada
klien.
2) Berikan makan dengan bertahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa ada
gangguan dari luar.
3) Berikan makanan dalam penyajian masih hangat.
Rasional : menarik minat makan klien.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan makanan melalui selang.
Rasional : mungkin dibutuhkan bila klien dalam penurunan kesadaran.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat.
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi tidak adekuat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
kebutuhan pengetahuan klien dan keluarga terpenuhi.
Kriteria hasil :
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis, dan program pengobatan.
Intervensi :
1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit
yang spesifik.
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan klien.
2) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat.
Rasional : memenuhi kebutuhan informasi pasien.
3) Sediakan bagi keluarga tentang informasi kemajuan keadaan pasien.
Rasional : memenuhi kebutuhan informasi keluarga.
4) Diskusikan dalam pemilihan terapi atau penanganan terhadap pasien.
Rasional : melibatkan pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan
tindakan.
F. DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. 2009. Cara mudah memahami & menghindari hipertensi jantung dan stroke.
Yogyakarta: Dianloka
Arum, S.P. 2015. Stroke kenali, cegah dan obati. Yogyakarta: EGC
Geofani, Putri. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke Hemoragik Di
Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang. Poltekkes Kemenkes Padang:
Keperawatan
Junaidi, I. 2011. Stroke waspadai ancamannya. Yogyakarta: PT.Andi
NANDA International. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-
2017, edisi 10. Jakarta: EGC
Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, gangguan sistem persarafan. Jakarta:
CV.Sagung Seto
Misbach, J. 2011. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK (ICH)
Di RUANG MELATI RSUD dr. SOEBANDI JEMBER
PERIODE 26 APRIL – 01 MEI 2021

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di Stase


Keperawatan Medikal Bedah

OLEH:
Iqbal Abdi Firdaua S.Kep
NIM. 2001031041

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2021
A. Definisi
Stroke adalah gangguan darah ke otak yang menyebabkan defisit
neurologis sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak
(Nurarif, 2015). Stroke juga merupakan penyakit atau gangguan
fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat
terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke didefinisikan
sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena
sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi,
2011).
Stroke Hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke
dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya. Pada stroke
haemoragik, lesi vaskuler intraserebrum mengalami ruptur, sehingga
terjadi perdarahan langsung ke dalam jaringan otak. Perdarahan yang
terjadi secara cepat dapat menimbulkan gejala neurogenik karena tekanan
pada struktur-struktur saraf di dalam tengkorak. Biasanya stroke
haemoragik secara cepat dapat menyebabkan fungsi otak dan kehilangan
kesadaran Angelina (2016) dalam Yuniarsih (2020).
A. Klasifikasi Stroke Hemoragik
Menurut Juwono (2016) dalam Geofani (2017) berdasarkan jenisnya
stroke dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1. Perdarahan Intra Serebri (PIS)
Perdarahan Intra Serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh
darah intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan
kemudian masuk ke dalam jaringan otak. Penyebab PIS biasanya
karena hipertensi yang berlangsung lama, lalu terjadi kerusakan
dinding pembuluh darah dan salah satunya adalah terjadinya
mikroaneurisma. Mikroaneurisma merupakan pembengkakan
pembuluh darah berukuran mikro dan dapat terlihat sebagai titik-
titik kemerahan pada retina. Faktor pencetus lain adalah stress
fisik, emosi, peningkatan tekanan darah mendadak yang
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah. Sekitar 60-70% PIS
disebabkan oleh hipertensi. Penyebab lainnya adalah deformitas
pembuluh darah bawaan, kelainan koagulasi. Bahkan, 70% kasus
berakibat fatal, terutama apabila perdarahannya luas (masif).
2. Perdarahan Ekstra Serebral / Perdarahan Subarachnoid (PSA)
Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang
subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid
sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid
itu sendiri (perdarahan subarachnoid primer). Penyebab yang
paling sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma (51-
75%) dan sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma
sakuler kongenital, angioma (6-20%), gangguan koagulasi
(iatronik/obat anti koagulan), kelainan hematologic (misalnya
vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes simpleks, mikosis, TBC),
idiopatik atau tidak diketahui (25%), serta trauma kepala (Junaidi,
2011) Sebagian kasus PSA terjadi tanpa sebab dari luar tetapi
sepertiga kasus terkait dengan stress mental dan fisik. Kegiatan
fisik yang menonjol seperti : mengangkat beban, menekuk, batuk
atau bersin yang terlalu keras, mengejan dan hubungan intim
(koitus) kadang bisa jadi penyebab (Junaidi, 2011)

B. Etiologi Stroke Hemoragik


Stroke hemoragik di sebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak
(disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau ke
dalam ruang subaraknoid yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan
lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid)
Irfan (2012) dalam Yuniarsih (2020).
Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan seseorang beresiko
terhadap stroke. Faktor risiko ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
yang tidak dapat dikendalikan dan yang dapat dikendalikan:
1) Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan
a. Usia
Resiko semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Usia
terbanyak terkena serangan stroke adalah usia 65 tahun ke atas.
Namun stroke tidak hanya diderita oleh orang lanjut usia saja,
melainkan golongan remaja akhir dan dewasa juga beresiko
terkena stroke.
b. Jenis kelamin
Stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak dibandingkan
perempuan. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki hormon
esterogen yang berperan dalam mempertahankan kekebalan
tubuh sampai menopause dan sebagai proteksi atau pelindung
pada proses ateroskerosis. Namunsetelah perempuan tersebut
mengalami menopouse , besar risiko terkena stroke antara laki-
laki dan perempuan menjadi sama.
c. Riwayat stroke dalam keluarga
Dari sekian banyak kasus stroke yang terjadi, sebagian besar
penderita stroke memiliki faktor riwayat stroke dalam
keluarganya. Keturunan dari penderita stroke diketahui
menyebabkan perubahan penanda aterosklerosis awal, yaitu
proses terjadinya timbunan zat lemak dibawah lapisan dinding
pembuluh darah yang dapat memicu terjadinya stroke.
Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan mengesankan
bahwa riwayat stroke dalam keluarga mencerminkan suatu
hubungan antara faktor genetis dengan tidak berfungsinya
lapisan dinding pembuluh darah dalam arteri koronaria.
2) Faktor risiko yang dapat dikendalikan
a. Tekanan darah tinggi
Hipertensi mempercepat terjadinya aterosklerosis, yaitu dengan
cara menyebabkan perlukaan secara mekanis pada sel endotel
(dinding pembuluh darah) di tempat yang mengalami tekanan
tinggi (Farida & Amalia, 2009). Jika proses tekanan berlangsung
lama, dapat menyebabkan kelemahan pada dinding pembuluh
darah sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah.
b. Obesitas
Makan berlebihan dapat menyebabkan kegemukan.Obesitas lebih
cepat terjadi dengan pola hidup pasif (kurang gerak dan olahraga).
Jika makanan yang dimakan banyak mengandung lemak jahat
(seperti kolestrol), maka ini dapat menyebabkan penimbunan
lemak disepanjang pembuluh darah sehingga memicu terjadinya
aterosklerosis atau penyumbatan dalam pembuluh darah.
c. Gaya hidup
Gaya hidup seringkali dikaitkan sebagai pemicu berbagai penyakit
yang menyerang, baik pada usia produktif maupun usia lanjut.
Salah satu contoh gaya hidup yaitu berkaitan dengan pola makan,
kurang beraktivitas atau jarang olahraga, alkoholik, perokok dan
masih banyak lagi gaya hidup yang dapat mempengaruhi
terjadinya stroke.
d. Stress
Pada umumnya, stroke diawali oleh stres. Karena, orang yang stres
umumnya mudah marah,mudah tersinggung, susah tidur dan
tekanan darahnya tidak stabil. Marah menyebabkan pencarian
listrik yang sangat tinggi dalam urat syaraf. Marah yang
berlebihan akan melemahkan bahkan mematikan fungsi sensoris
dan motorik serta dapat mematikan sel otak.
e. Penyakit kardiovaskuler
Beberapa penyakit jantung, antara lain fibrilasi atrial (salah satu
jenis gangguan irama jantung), penyakit jantung koroner, penyakit
jantung rematik, dan orang yang melakukan pemasangan katub
jantung buatan akan meningkatkan risiko stroke. Pada fibrilasi
atrium menyebabkan penurunan CO², sehingga perfusi darah
keotakmenurun, maka otak akan kekurangan oksigen yang
akhirnya dapat terjadi stroke
f. Diabetes mellitus
Seseorang yang mengidap diabetes mempunyai risiko serangan
stroke iskemik 2 kali lipat dibandingkan mereka yang tidak
diabetes. Pada penyakit DM akan mengalami vaskuler, sehingga
terjadi mikrovaskularisasi dan terjadi aterosklerosis, terjadinya
aterosklerosis dapat menyebabkan emboli yang kemudian
menyumbat dan terjadi iskemia, iskemia menyababkan perfusi otak
menurun dan pada ahirnya terjadi stroke
C. Konsep Intra Cerebral Hemmorhage

Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi


padajaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada
dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan
kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT
Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi
jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adany pergeseran garis
tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan
neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi
hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang
menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang
menentukan prognose perdarahan subdural. (Paula, 2019)
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak.
Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai
daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul. (Suharyanto,
2019) Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu
sendiri.Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau
cidera kepala terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita
stroke hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi. (Corwin, 2019)
D. Etiologi Intra Cerebral Hemmorhage
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2014) adalah :
1) Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2) Fraktur depresi tulang tengkorak
3) Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
4) Cedera penetrasi peluru
5) Jatuh
6) Kecelakaan kendaraan bermotor
7) Hipertensi
8) Malformasi Arteri Venosa
9) Aneurisma
10) Distrasia darah
11) Obat
12) Merokok
E. Manfestasi klinis Intra Cerebral Hemmorhage
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar
setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama
aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan
ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan
menjadi memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan. Beberapa
gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali
mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak
bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu
atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh.
Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan,
dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan
detik sampai menit. Menurut Corwin (2019) manifestasi klinik dari dari
Intra cerebral Hematom yaitu :
1) Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring
dengan membesarnya hematom.
2) Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
3) Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
4) Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra
cranium.
5) Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara
dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
6) Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra cranium.
F. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur
arteria serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi.
Keluarnya darah dari pembuluh darah didalam otak berakibat pada
jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga jaringan yang ada
disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang keluar dari
pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan
vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat
menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan
aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan- lekukan berdinding tipis
yang menonjol pada arteri pada tempat yang lemah. Makin lama
aneorisme makin besar dan kadang-kadang pecah saat melakukan
aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah
yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran
darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan
menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel
masih baik, sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat
dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri
hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung
pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10
detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit
akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian
kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan
menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga
dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum
maupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat
berlangsung beberapa menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2019)
1. Faktor pencetus hipertensi ,DM, penyakit jantung
2. Merokok, stress, gaya hidup yang tidak baik
PATWAY
3. Faktor obesitas, kolesterol

Stroke hemoragik

ICH (Intracanial Hemmorrhage)

Darah Pendarahn Pecahnya pembuluh L. Occipitalis Kerusakan jaringan Gangguan aliran Gangguan
masuk ke pada darah otak darah dan O2 ke otak aliran darah
dalam PONS dan dan O2 ke otak
jaringan MO
otak Darah masuk ke Gangguan memory Penurunan Penurunan fungsi
jaringan otak dan penglihatan kemampuan kerja otak Fungsi otak
Penekanan membentuk masa ginjal menurun
Penatalaks syaraf atau hematoma
anaan : sistem Hipotalamus tidak
Kraniotomi Penurunan
kemampuan Gangguan bekerja maksimal Kerusakan
Penekanan pada eliminasi urine
RR penglihatan neuromotorik
jaringan otak
Luka meningkat,
Gangguan pada
insisi hiperpneu
Resiko cidera reflek menelan Kelemahan
pembeda Penekanan
han otot
intrakranial
Pola nafas Gangguan persepsi
Sel tidak sensori
Gangguan aliran Gangguan
melepask efektif mobilitas
an darah oksigen ke
otak fisik
mediator
nyeri : ADL dibantu
Prostagla Resiko perfusi Fungsi otak menurun
ndin, serebral tidak
sitokinin efektif Defisit perawatan diri
Impuls ke pusat Reflek menelan
nyeri di otak menurun

Impuls ke pusat Anoreksia


nyeri di otak

Defisit nutrisi
Nyeri akut
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut Sudoyo
(2016) adalah sebagai berikut :
1) Angiografi
2) Ct scanning
3) Lumbal pungsi
4) MRI
5) Thorax photo
6) Laboratorium
7) EKG

I. Pemeriksaan Nervus Kranial


1. Nervus Olfaktori (N I)
Fungsi : syaraf sensori , untuk penciuman
Cara pemeriksaan : memanjamkan mata, disuruh membedakan bau
(kopi,teh dll)
2. Nervus optikus (N II)
Fungsi : saraf sensorik, untuk penglihatan
Cara pemeriksaan: snelend card dan periksa lapang pandang
3. Nervus okulomotoris ( N III )
Fungsi : saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata keatas,
kontriksi pupil, dan sebagian gerakan ekstraokuler.
Cara pemeriksaan: Tes putaran bola mata, menggerakan
konjungtiva, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata
4. Nervus Trochlearis (N. IV)
Fungsi : saraf motorik, gerakan mata kebawah dan kedalam
Pemeriksaan : Sama seperti nervus III

5. Nervus Trigeminus (N. V)


Fungsi : saraf motorik, gerakan mengunya, sensai wajah, lidah dan
gigi, refleks korenea dan refleks kedip
Pemeriksaan : menggerakan rahang kesemua sisi, pasien
memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi atau pipi.
menyentuh permukaan kornea dengan kapas.
6. Nervus Abdusen (N. VI)
Fungsi : saraf motorik, deviasi mata ke lateral Pemeriksaan : sama
seperti nervus III
7. Nervus Fasialis (N. VII)
Fungsi : saraf motorik, untuk ekspresi wajah
Pemeriksaan : senyum, bersiul, mengngkat alis mata, menutup
kelopak mata dengan tahanan, menjulurkan lida untuk
membedakan gula dan garam
8. Nervus Verstibulocochlearis (N. VIII)
Fungsi : saraf sensorik, untuk pendengran dan keseimbangan
Pemeriksaan : test webber dan rinne
9. Nervus Glosofaringeus (N. IX)
Fungsi : saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa
Pemeriksaan : membedakan rasa manis dan asam
10. Nervus Vagus (N. X)
Fungsi : saraf sensorik dan motorik, refleks muntah dan menelan
Pemeriksaan : menyentuh faring posterior, pasien menelan saliva,
disuruh mengucap ah…
11. Nervus Asesoris (N. XI)
Fungsi : saraf motorik, untuk menggerakan bahu
Pemeriksaan : suruh pasien untuk menggerakan bahu dan lakukan
tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut.
12. Nervus Hipoglosus (N. XII)
Fungsi : saraf motorik, untuk gerakan lidah
Pemeriksaan : pasien disuruh menjulurkan lidah dan menggerakan
dari sisi ke sisi.
H. Penatalaksanaan
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan
stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic,
khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis.
Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal
dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar
dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu,
kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke
ischemic. Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan
trombolitik, dan obat- obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan
karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan
antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa
memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti
1) Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.
2) Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai
sel darah dan pengangkatan platelet (plasma segar yang
dibekukan).
3) Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein
di dalam darah yang membantu darah untuk menggumpal
(faktor penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan
tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup,
jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga,
pengangkatan penumpukan darah bisa memicu pendarahan lebih, lebih
lanjut kerusakan otak menimbulkan kecacatan yang parah. Meskipun
begitu, operasi ini kemungkinan efektif untuk pendarahan pada kelenjar
pituitary atau pada cerebellum. Pada beberapa kasus, kesembuhan yang
baik adalah mungkin.
Menurut Corwin (2019) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra
Cerebral Hematom adalah sebagai berikut :
1) Observasi dan tirah baring terlalu lama.
2) Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi
hematom secara bedah.
3) Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
4) Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
5) Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium
termasuk pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
6) Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan
laboratorium lain yang menunjang
2. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Keluhan utama
2. Riwayat kesehatan sekarang Apa yang dirasakan sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
Apakah Kemungkinan pasien belum pernah sakit seperti ini atau sudah
pernah
4. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang turun temurun atau penyakit tidak menular
5. Pola pemenuhan KDM menurut
1) Pola oksigenasi : Pola nafas,bersihkan jalan nafas, keluhan sesak
2) Pola nutrisi : Asupan nutrisi,pola makan,kecukupan gizi
3) Pola eliminasi :
Pola BAK dan BAB,konsistensi feses,warna urine,volume
output
4) Pola aktivitas : Meliputi gerakan ( mobilitas )
pasien,aktivitas/ pekerjaan pasien yang dapat
mengendorkan otot.
5) Pola aktivitas : Meliputi kebiasaan tidur / istirahat pasien
kebiasaan dalam istirahat,waktu istirahat.
6) Pola pakaian : Meliputi memilih baju yang sesuai,berpakaian
dan melepas pakaian
7) Pola lingkungan dan mempertahankan temperatur tubuh :
Meliputi suhu tubuh,kaji akral ( dingin / hangat ),warna ( kaji
adanya sianosis,kemerahan )
8) Pola personal hygiene : Meliputi kebiasaan menjaga kebersihan
tubuh dari
penampilan yang baik serta melindungi kulit,kebiasaan
mandi,gosok gigi, membersihkan genetalia.dll untuk menjaga
kesehatan.
9) Pola menghindari bahaya lingkungan dan kebutuhan rasa nyaman.
10) Pola komunikasi : Bagaimana berinteraksi dengan orang lain.

B. Pemeriksaan Umum
1. Keadaaan Umum
2. Kesadaran
3. Tekanan Darah
4. Nadi
5. Suhu
6. RR
C. Pemeriksaan Fisik
1. Rambut
a. Keadaan kesuburan rambut
b. Keadaan rambut yang mudah rontok
c. Keadaan rambut yang kusam
d. Keadaan tekstur
2. Kepala
Botak atau alopesia, ketombe, berkutu, adakah eritemia, kebersihan
3. Mata
a. Apakah sklera ikterik
b. Apakah konjungtiva pucat
c. Kebersihan mata
d. Apakah gatal atau mata merah
4. Hidung
a. Adakah pilek
b. Adakah alergi
c. Adakah perubahan penciuman
d. Kebersihan hidung
e. Keadaan membrana mukosa
f. Adakah septum deviasi
5. Mulut
Keadaan mukosa mulut, kelembapan, adanya lesi, kebersihan
6. Gigi
Adakah kurang gigi, adakah karies, kelengkapan gigi, pertumbuhan,
kebersihan.
7. Telinga
Adakah kotoran,adakah lesi,bentuk telinga,adakah infeksi
8. Kulit
Kebersihan, adakah lesi, keadaan turgor, warna kulit, suhu,
tekstur, pertumbuhan bulu
9. Kuku
Bentuk,warna,adanya lesi,pertumbuhan
10. Genetalia
Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis,keadaan kulit, keadaan
lubang urethra,keadaan skrotum.
11. Tubuh secara umum
Kebersihan,normal dan
keadaan postur
C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Tahanan pembuluh
darah, infark
2. Nyeri kepala akut b.d peningkatan tekanan intracranial (TIK)
3. Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d anoreksia
4. Kerusakan mobilitas fisik b.d Kelemahan neutronsmiter
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b.d kelemahan fisik
6. Kerusakan kamunikasi verbal.
7. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasi
D. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan 1. Monitor Vital Sign. 1. Identifikasi
Perfusi jaringan cerebral efektif 2. Monitor tingkat hipertensi.
cerebral b.d setelah dilakukan kesadaran. 2. Mengetahui
Tahanan tindakan 3. Monitor GCS. perkembangan
pembuluh darah keperawatan 4. Tentukan 3. Mengetahui
;infark selama 1x5 jam faktor penyebab perkembangan
dengan KH: penurunan perfusi 4. Acuan intervensi
- Vital Sign cerebral. yang tepat.
normal. 5. Pertahankan posisi 5. Meningkatakan
- Tidak ada tirah tekanan arteri dan
tanda- tanda baring atau head up sirkulasi atau perfusi
peningkatan TIK to 30°. cerebral.
(takikardi, 6. Pertahankan 6. Membuat klien lebih
Tekanan darah lingkungan yang tenang.
turun pelan2) nyaman.
- GCS E4.M5.V6 7. Kolaborasi dengan
tim kesehatan.
Pemberian terapi
oksigen
2. Nyeri kepala Setelah dilakukan 1. Observasi keadaan 1. Mengetahui
akut b.d asuhan umum dan tanda- respon autonom
peningkatan keperawatan tanda vital tubuh
intracranial selama 1x5 jam 2. Lakukan 2. Menentukan
(TIK) diharapkan nyeri pengkajian nyeri penanganan
terkontrol atau secara nyeri secara
Berkurang, komprehensif tepat
dengan kriteria 3. Observasi reaksi 3. Mengetahui
hasil : abnormal dan tingkah laku
- Ekspresi wajah ketidaknyamanan ekspresi dalam
rileks 4. Control lingkungan respon dalam
- Skala nyeri yang dapat memori
berkurang mempengaruhi 4. Meminimilkan
- Tanda-tanda nyeri faktor eksternal
vital dalam batas 5. Pertahankan tirah yang dapat
normal baring 6. Ajarkan mempengaruhi
tindakan non nyeri
farmakologi dalam 5. Meningkatkan
penanganan nyeri kualitas tidur dan
7. Kolaborasi istirahat
pemberian
6. Terapi dalam
analgesic sesuai penanganan nyeri
program tanpa obat
7.Terapi
penanganan nyeri
secara
farmakologi
3. Ketidaksei Kebutuhan 1. Kaji kebiasaan 1. Menentukan
mbangan nutrisi terpenuhi makan- intervensi yang
kebutuhan setelah dilakukan makanan yang tepat.
nutrisi kurang tindakan disukai dan 2. Mengurangi rasa
dari kebutuhan keperawatan tidak disukai. bosan
tubuh b.d selama 1x5 jam 2. Anjurkan klien sehingga
anoreksia dengan KH: makan sedikit makanan habis.
- Asupan nutrisi tapi sering. 3. Agar kebutuhan
adekuat. 3. Berikan nutrisi terpenuhi.
- BB meningkat. makanan sesuai 4. Mulut bersih
- Porsi makan diet RS. meningkatkan
yang disediakan 4. Pertahankan nafsu makan.
habis kebersihan oral. 5. Menentukan diet
- Konjungtiva
5. Kolaborasi yang sesuai
tidak anemis
dengan ahli
gizi.
4. Kerusakan Mobilitas 1. Kaji tingkat 1. Menentukan intervensi.
mobilitas meningkat mobilisasi 2. Meningkatkan
fisik b.d setelah fisik klien. kanyamanan, cegah
Kelemahan dilakukan 2. Ubah posisi secara dikobitas.
neutronsmiter tindakan periodik. 3. Melancarkan sirkulasi.
keperawatan 3. Lakukan ROM 4. Mencegah kontaktur.
selama 1 x 5 jam aktif/pasif. 5. Menentukan program
dengan KH: 4. Dukung ekstremitas yang tepat.
- Klien mampu pada posisi
melakukan fungsional.
aktifitas dbn. 5. Kolaborasi dengan
- Kekuatan otot ahli
meningkat fisio terapi.
- Tidak terjadi
kontraktur.
5. Gangguan Pemenuhan 1. Kaji kemampuan 1. Mengetahui
Pemenuhan kebutuhan ADL ADL. kemampuan ADL.
kebutuhan terpenuhi setelah 2. Dekatkan barang- 2. Mempermudah
ADL b.d dilakukan barang pemenuhan ADL.
Kelemahan fisik tindakan yang dibutuhkan 3. Meningkatkan
keperawatan klien. kemandirian klien.
selama 1 x 5 jam 3. Motivasi klien untuk 4. Meningkatkan
dengan kriteria melakukan aktivitas kemandirian klien dan
hasil : secara bertahap. meningkatkan
- Mampu 4. Dorong dan dukung menyamanan.
memenuhi aktifitas perawatan 5. Pemenuhan kebutuhan
kebutuhan diri klien dapat terpenuhi.
secara mandiri. 5. Menganjurkan
- Klien dapat keluarga
beraktivitas untuk membantu klien
secara bertahap. memenuhi kebutuhan
- Nadi normal. klien.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, C. ., Arima, H., Lavados, P., Billot, L., Hackett, M. ., Olavarria, V..,
Watkins, C. (2017). Cluster-Randomized, Crossover Trial of Head
Positioning in Acute Stroke. The New England Journal of
Medicine,376(25):2437 – 2447.

Hasan, A. K. (2018). Studi kasus gangguan perfusi jaringan serebral


dengan penurunan kesadaran pada psien stroke hemoragik setelah
diberikan posisi kepala elevasi 30 derajat. Babul Ilmi: Jurnal
Ilmiah Multi Science

Laureys, S., & Schiff, N. D. (2012). Coma and consiousness:


paradigms (re)framed by neuroimaging. Neuroimage, 61:
478-491
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2013. Jakarta.

Nasiri, A. A., Shahdadi, H., Mansouri, A., & Bandani, E. (2017). An


Investigation into the Effect of Listening to the Voice of the
Holy Quran on Vital Signs and Consciousness Level of Patients
Admitted to the ICU Wards of Zabol University of Medical
Sciences

Upoyo, S. S., Ropi, H., & Sitorus, R. (2011). Stimulasi Murotal Al


Quran terhadap nilai Glasgow coma scale pada pasien
stroke iskemik. Indonesian Journal of

Applied Sciences, 1(3).

Anda mungkin juga menyukai