DI RUANG MELATI
Disusun Oleh:
i
LAPORAN EVALUASI AKHIR
DI RUANG MELATI
Disusun Oleh:
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat allah SWT atas segala rahmad dan hidayah-Nya sehingga laporan
akhir profesi ners statse keperawatan medikal bedah di ruang Melati RSUD. Dr. Soebandi Jember
dapat kami selesaikan. pada kesempatan ini, kami selaku penyusun mengucapkan terimakasih
kepada pihak-pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian laporan ini, yakni :
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Evaluasi Akhir ini masih terdapat
kekurangan, oleh karena itu dari pihak membutuhkan masukan dan saran untuk hasil yang
lebih baik.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
STROKE INFARK
Dosen Pembimbing
OLEH:
NIM. 2001031005
MUHAMMADIYAH JEMBER
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
2. Gangguan koordinasi
3. Hilang keseimbangan
5. Gangguan ketahanan
2) Gangguan Sensorik
1. Gangguan propioseptik
2. Gangguan diskriminatif
3. Gangguan kinestetik
3) Gangguan Kognitif
1. Gangguan atensi
2. Gangguan memori
3. Gangguan inisiatif
5. Klasifikasi
1. TIA (Transiet Ischemic Attack)
Gangguan neurologis yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam, gejala yangg timbul akan hilang dengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Stroke Involusi
Stroke yang terjadi terus berkembang dimana gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk, proses dapat berjalan 24 jam
atau beberapa hari.
3. Stroke Komplit
Gangguan neurologis yang timbul sudah menteap atau permanen yang
diawali oleh serangan TIA (Transiet Ischemic Attack) berulang(Gallow,
1996).
6. Patofisiologi
CVA INFARK
Eritrosit bergumpal, endotel rusak, Edema cerebral
1. Nervus olfaktori (N I)
Fungsi : Saraf sensori, untuk penciuman
Cara pemeriksaan : memejamkan mata, disuruh membedakan bau (
kopi, teh dll)
2. Nervus optikus (N II)
Fungsi : Saraf sensorik, untuk penglihatan
Cara pemeriksaan : snelend card dan periksa lapang pandang
3. Nervus okulomotoris (N III)
Fungsi : Saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata keatas,
kontriksi pupil, dan sebagian gerakan ekstraokuler.
Cara pemeriksaan: Tes putaran bola mata, menggerakan konjungtiva,
refleks pupil dan inspeksi kelopak mata
4. Nervus Trochlearis (N IV)
Fungsi : Saraf motorik, gerakan mata kebawah dan kedalam
Pemeriksaan : Sama seperti nervus III
5. Nervus Trigeminus (N V)
Fungsi : Saraf motorik, gerakan mengunya, sensai wajah, lidah dan gigi,
refleks korenea dan refleks kedip
Pemeriksaan : menggerakan rahang kesemua sisi, pasien memejamkan
mata, sentuh dengan kapas pada dahi atau pipi. Menyentuh permukaan
kornea dengan kapas.
6. Nervus Abdusen (N VI)
Fungsi : Saraf motorik, deviasi mata ke lateral
Pemeriksaan : sama seperti nervus III
7. Nervus Fasialis (N VII)
Fungsi : Saraf motorik, untuk ekspresi wajah
Pemeriksaan : senyum, bersiul, mengangkat alis mata, menutup kelopak
mata dengan tahanan, menjulurkan lidah untuk membedakan gula dan
garam
8. Nervus Verstibulocochlearis (N VIII)
Fungsi : Saraf sensorik, untuk pendengaran dan keseimbangan
Pemeriksaan : test webber dan rinne
9. Nervus Glosofaringeus (N IX)
Fungsi : Saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa
Pemeriksaan : membedakan rasa manis dan asam
10. Nervus Vagus (N X)
Fungsi : Saraf sensorik dan motorik, refleks muntah dan menelan
Pemeriksaan : menyentuh faring posterior, pasien menelan saliva,
disuruh mengucap kata ah
11. Nervus Asesoris (N XI)
Fungsi : Saraf motorik, untuk menggerakan bahu
Pemeriksaan : suruh pasien untuk menggerakan bahu dan lakukantahanan
sambil pasien melawan tahanan tersebut
12. Nervus Hipoglosus
Fungsi : Saraf motorik, untuk gerakan lidah
Pemeriksaan : pasien disuruh menjulurkan lidah dan menggerakandari
sisi ke sisi
9. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien yang diduga mengalami stroke perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Parameter yang diperiksa meliputi kadar glukosa darah,
elektrolit, analisa gas darah, hematologi lengkap, kadar ureum, kreatinin,
enzim jantung, prothrombin time (PT) dan activated partial
thromboplastin time (aPTT). Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk
mendeteksi hipoglikemi maupun hiperglikemi, karena pada kedua
keadaan ini dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit
ditujukan untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit baik untuk
natrium, kalium, kalsium, fosfat maupun magnesium.
Pemeriksaan analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk mendeteksi
asidosis metabolik. Hipoksia dan hiperkapnia juga menyebabkan
gangguan neurologis. Prothrombin time (PT) dan activated partial
thromboplastin time (aPTT) digunakan untuk menilai aktivasi koagulasi
serta monitoring terapi. Dari pemeriksaan hematologi lengkap dapat
diperoleh data tentang kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah
eritrosit, leukosit, dan trombosit serta morfologi sel darah. Polisitemia
vara, anemia sel sabit, dan trombositemia esensial adalah kelainan sel
darah yang dapat menyebabkan stroke (Mardjono, 2008)
2. CT Scan
Pada kasus stroke, CT Scan dapat membedakan stroke infark dan stroke
hemoragik. Pemeriksaan CT Scan kepala merupakan gold standar untuk
menegakan diagnosis stroke (Machfoed, 2011)
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Secara umum pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih
sensitive dibandingkan CT Scan. MRI mempunyai kelebihan mampu
melihat adanya iskemik pada jaringan otak dalam waktu 2 - 3 jam setelah
onset stroke non hemoragik. MRI juga digunakan pada kelainan medulla
spinalis. Kelemahan alat ini adalah prosedur pemeriksaan yang lebih
rumit dan lebih lama, serta harga pemeriksaan yang lebih mahal.
4. EEG (Elektroensefalografi) : Dilakukan pada pasien stroke yang
dicurigai mengalami kejang
5. Angiografi : dapat dilakukan bila ada kecurigaan stenosis pembuluh
darah balik ekstra cranial maupun intrakranial
10. Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark yaitu :
a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkasn TTV
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten
b. Control tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai kateter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif
b. Terapi konservatif
a. Vasodilator untuk meningkatkan airan serebral
b. Anti agregasi trombolis yang terjadi sesudah userasi alteroma
atau embolisasi dari tempat lain ke system kardiovaskuler
c. Menghindari batuk dan mengejan
d. Berikan posisi terlentang
B. Konsep Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian fokus keperawatan, meliputi:
1. Anamnesa
a. Identitas
Identitas pasien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, No. RM, pekerjaan, status perkawinan, tanggal
masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien kelemahan anggota gerak
sebelah badan, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
kesadaran
pasien.
2) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
mellitus, penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-
obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat
(kokain).
3) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
mellitus, atau adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu
4) Riwayat psikososial – spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga.
perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien kesulitan
untuk berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut
akan terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri.
2. Pemeriksaan pola fungsi kesehatan
a. Aktivitas atau istirahat
Pasien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan,
hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, C4F,
polisitemia dan hipertensi arterial
c. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK, misalnya inkontinensia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
e. Makanan/Cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,
dysfagia
f. Neurosensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub - arachnoid, dan
intrakranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan
penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit.
Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian
ekstremitas dan terkadang pada sisi yang sama di muka. Pemeriksaan
tingkat kesadaran dapat dinilai menggunakan GCS (Glasgow Coma
Scale)
g. Nyeri atau ketidaknyamanan
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak
atau wajah
h. Pernapasan
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas, suara
nafas, whezing, ronchi.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injuri.
Perubahan persepsi dan orientasi tidak mampu menelan sampai
ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutris dan tidak mampu
mengambil keputusan.
j. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi
3. Pemeriksaan Fisik (B1 – B6)
a. Breathing (B1)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi pernafasan.
b. Blood (B2)
b) Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya penumpukan sputum ;
kelemahan, hilangnya refleks batuk
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d perdarahan, edema atau
oklusi pembuluh darah serebral
3. Gangguan menelan b.d kerusakan neuromuskular
4. Hambatan mobilitas fisik b.dd adanya kerusakan neuromuskular,
kelemahan, hemiparese
5. Hambatan komunikasi verbal b.d kerusakan sentral bicara
6. Risiko cidera b.d gerakan tidak terkontrol selama penurunan kesadaran
7. Defisit perawatan diri b.d kelemahan, kekuatan otot
menurun,penurunan koordinasi otot, depresi, nyeri, kerusakan persepsi
c) Intervensi keperawatan
No Diagnosa Intervensi
1 Ketidakefektifan 1. Berikan posisi semi fowler sesuai kebutuhan
bersihan jalan 2. Lakukan penghisapan lendir
nafas 3. Auskultasi bunyi nafas
4. Ukur TTV
5. Lakukan fisioterapi dada dan latihan nafas
dalam
6. Kolaborasi pemberian oksigen, laboratorium,
obat sesuai kebutuhan
2 Ketidakefektifan 1. Pertahankan posisi tirah baring pada posisi
perfusi jaringan anatomis atau posisi kepala 15 – 30 derajat
serebral 2. Hindari valsava maneuver sperti batuk,
mengejan
3. Pertahankan lingkungan yang nyaman
4. Hindari fleksi leher untuk mengurangi resiko
jugular
5. Pantau tanda adanya penurunan fungsi
serebral ; GCS, memori, bahasa dan respon
6. Observasi TTV
7. Pantau intake dan output cairan, balance tiap
24 jam
8. Kolaborasi ; oksigen, lobaratorium, terapi,
CT Scan
3 Gangguan 1. Monitoring tingkat kesadaran
menelan 2. Monitoring status paru – paru
3. Monitoring jalan nafas
4. Posisikan pasien 90 derajat atau semaksimal
mungkin
5. Berikan makan dalam jumlah sedikit
6. Cek NGT sbelum memberikan makanan
7. Manajemen suction
4 Hambatan 1. Pantau tingkat mobilisasi pasien
mobilitas fisik 2. Kekuatan otot
3. Rubah posisi tiap 2 jam
4. Pasang trochanter roll pada daerah yang
lemah
5. Lakukan ROM aktif atau pasif
6. Libatkan keluarga
7. Kolaborasi ; fisioterapi
5 Hambatan 1. Evaluasi sifat dan beratnya afasia pasien, jika
komunikasi berat hindari memberi isyarat non verbal
verbal 2. Lakukan komunikasi dengan wajar
3. Dengarkan ketika pasien berbicara
4. Berdiri di lapang pandang pasien
5. Latih otot bicara secara maksimal
6. Libatkan keluarga dalam melatih komunikasi
verbal pasien
6 Defisit perawatan 1. Pantau tingkat kemapuan pasien dalam
diri merawat diri
2. Berikan bantuan terhadap kebutuhan yang
diperlukan
3. Buat lingkungan yang memungkinkan untuk
ADL
4. Sediakan alat bantu diri bila mungkin
7 Risiko cidera 1. Pantau tingkat kesadaran dan kegelisahan
pasien
2. Beri pengaman pada daerah yang sehat ;
bantalan lunak
3. Hindari restrain terkecuali
4. Pertahankan bedrest selam fase akut
5. Beri pengaman samping tempat tidur
6. Libatkan keluarga dalam perawatan
7. Kolaborasi obat sesuai indikasi ; diazepam
dilatin
DAFTAR PUSTAKA
.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN STROKE INFARK EMBOLI
DI RUANG MELATI RSD dr. SOEBANDI
JEMBER
OLEH:
Alur informasi pada sistem saraf dapat dipecah secara skematis menjadi
tiga tahap. Suatu stimulus eksternal atau internal yang mengenai
organorgan sensorik akan menginduksi pembentukan impuls yang berjalan
ke arah susunan saraf pusat (SSP) (impuls afferent), terjadi proses
pengolahan yang komplek pada SSP (proses pengolahan informasi) dan
sebagai hasil pengolahan, SSP membentuk impuls yang berjalan ke arah
perifer (impuls efferent) dan mempengaruhi respons motorik terhadap
stimulus (Bahrudin, 2013).
Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medula spinalis,
yang merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktifitas tubuh.
Bagian fungsional pada susunan saraf pusat adalah neuron akson sebagai
penghubung dan transmisi elektrik antar neuron, serta dikelilingi oleh sel
glia yang menunjang secara mekanik dan metabolik (Bahrudin, 2013).
1) Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat
pengatur dari segala kegiatan manusia yang terletak di dalam rongga
tengkorak. Bagian utama otak adalah otak besar (cerebrum), otak kecil
(cereblum) dan otak tengah (Khanifuddin, 2012).
a) Otak Besar
Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang
disadari. Otak besar ini dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan
kanan dan kiri. Tiap belahan tersebut terbagi menjadi 4 lobus
yaitu frontal, parietal, okspital, dan temporal. Sedangkan
disenfalon adalah bagian dari otak besar yang terdiri dari talamus,
hipotalamus, dan epitalamus (Khafinuddin, 2012).
B. Konsep Medis
1. Definisi
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan
neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah ke bagian
dari otak (Black & Hawks, 2014).
Stroke iskemik atau yang lebih dikenal dengan dengan stroke infark adalah
stroke yang disebabkan oleh adanya penyumbatan akibat gumpalan aliran
darah baik itu sumbatan akibat trombosis (penggumpalan darah) atau
embolik (pecahan gumpalan darah/ udara/ benda asing yang berada dalam
pembuluh darah sehingga dapat menyumbat pembuluh darah di otak) ke
bagian otak (Black & Hawks, 2014).
Stroke infark emboli yatu stroke yang disebabkan oleh adanya penyumbatan
akibat gumpalan aliran darah baik itu sumbatan akibat embolik (pecahan
gumpalan darah/ udara/ benda asing yang berada dalam pembuluh darah
sehingga dapat menyumbat pembuluh darah di otak) ke bagian otak (Black
& Hawks, 2014).
2. Etilogi
Menurut Fransisca (2012) dalam Jannah (2019), Stroke dapat disebabkan
karena factor-faktor berikut ini :
3. Manifestasi Klinis
Serangan sering terjadi pada usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada malam
hingga pagi hari pada stroke infark. National Stroke Association
merekomendasikan metode FAST untuk membantu mengindentifikasi
tanda dan gejala stroke
4. Pathophisiological Pathway
Sumbatan pada arteri serebral yang disebabkan oleh embolik menyebabkan
stroke infark embolik. Embolus terbentuk dibagian luar otak, kemudian
terlepas dan mengalir melaluisirkulasi cerebral sampai embolus tersebut
melekat pada pembuluh darah dan menyumbat arteri. Embolus yang paling
sering terjadi adalah plak. Trombus dapat terlepas dari arteri karotis bagian
dalam sirkulasi serebral. Kejadian fibrilasi atrial kronik dapat berhubungan
dengan tingginya kejadianstroke embolik, yaitu darah terkumpul dalam
atrium yang kosong. Gumpalan darah yang sangat kecil terbentuk dalam
atrium kiri dan bergerak menuju jantung dan masuk ke dalam sirkulasi
serebral. Pompa mekanik jantung buatan memiliki permukaan yang lebih
kasar dibandingkan otot jantung yang normal dan juga dapat menyebabkan
peningkatan risiko terjadinya penggumpalan. Endokarditis yang disebabkan
oleh bakteri manapun yang nonbakteri dapat menjadi sumber emboli.
Sumber- sumber penyebab emboli yang lainnya yaitu tumor, lemak, bakteri,
dan udara. Emboli dapat terjadi pada seluruh bagian pembuluh darah
serebral. Kejadian emboli pada serebral meningkat bersamaan dengan
peningkatan usia (Black & Hawks, 2014)
Iskemik pada otak akan mengakibatkan perubahan pada sel neuron otak
secara bertahap. Tahap pertama diawali dengan penurunan aliran darah
sehingga menyebabkan sel-sel neuron akan kekurangan oksigen dan nutrisi.
Hal ini menyebabkan kegagalan metabolisme dan penurunan energi yang
dihasilkan oleh sel neuron tersebut. Sedangkan pada tahap II,
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen tersebut memicu respons
inflamasi dan diakhiri dengan kematian sel secara apoptosis terhadapnya
(Lusiana, 2019).
Proses pada susunan saraf pusat ini menyebabkan berbagai hal, antara lain
gangguan permeabilitas pada saraf darah otak, kegagalan energi, hilangnya
homestasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstrasel, dan toksisitas
yang dipicu oleh keberadaan radikal bebas (Yasmara, 2016 dalam Lusiana,
2019).
Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa
hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan
pengurangan aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan
mengalami kekurangan nurisi dan juga oksigen, sel otak yang mengalami
kekurangan oksigen dan glukosa akan menyebabkan asidosis lalu asidosis
akan mengakibatkan natrium, klorida, dan air masuk ke dalam sel otak dan
kalium meninggalkan sel otak sehingga terjadi edema setempat. Kemudian
kalsium akan masuk dan memicu serangkaian radikal bebas sehingga terjadi
perusakan membran sel lalu mengkerut dan tubuh mengalami defisit
neurologis lalu mati (Esther, 2010 dalam Lusiana, 2019).
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli,
maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan
oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih
seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu
yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuronneuron area
yang mengalami nekrosis disebut infark (Batticaca, 2008 dalam Lusiana,
2019).
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke iskemik menurut Jaime Stockslager Buss (2013)
dalam Lusiana (2019) yaitu:
a. Umum
1) Nutrisi
2) Hidrasi intravena: koreksi dengan NaCl 0,9% jika hipovolemik
3) Hiperglikemia: koreksi dengan insulin skala luncur. Bila stabil, beri
insulin regular subkutan.
7) Sinar tengkorak.
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral; klasifikasi parsial dinding
aneurisma pada perdarahan sub arakhnoid
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
7) Profil lemak darah: kolesterol serum total yang meningkat di atas 200
mg/ml merupakan prediktor peningkatan risiko stroke atau emboli
serebri.
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Anamnesis pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
pengkajian psikososial.
1) Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis. Resiko
diatas 55 tahun Wanita lebih tinggi dibanding laki-laki. Stroke
iskemik (infark atau kematian jaringan). Serangan sering terjadi
pada usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada malam hingga pagi
hari. Pekerjaan juga mempunyai hubungan yang erat dengan status
ekonomi, sedangkan berbagai jenis penyakit yang timbul dalam
keluarga sering berkaitan dengan jenis pekerjaan yang
mempengaruhi pendapatan keluarga. Angka kematian stroke sangat
erat hubungannya dengan pekerjaan dan pendapatan kepala
keluarga, dan telah diketahui bahwa umumnya angka kematian
stroke meningkatada status social ekonomi rendah.
2) Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
6) Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang
timbul dari klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh). Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak
berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
Dalam pola penanganan stress, klien biasanya mengalami kesulitan
untuk memecahkan masalah karena gangguam proses berpikir dan
kesulitan berkomunikasi. Dalampola tata nilai dan kepercayaan,
klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah
laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
Oleh karena klien harus menjalani rawat inap, maka apakah keadaan
ini memberi dampak pada status ekonomi klien karena biaya
perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit.
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat memengaruhi
keuangan keluarga sehingga faktor biasa ini dapat memengaruhi
stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga. Perawat juga
memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.
Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah
keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam
hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang
akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem
dukungan individu (Muttaqin, 2012).
3) Pola Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK. Misalnya inkontinensia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
5) Pola kognitif
Pada klien dalam kasus stroke didapatkan hasil bahwa pola kognitif
terganggu dengan tanda dan gejala: nyeri atau sakit yang hebat pada
kepala. Gangguan penglihatan (penglihatan kabur), lapang pandang
menyempit, hilangnya daya sensoripada bagian yang
berlawanandibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang
sama di muka. Stroke infark akan mengalami gangguan pada sistem
neurosensorinya, dengan tanda-tanda seperti kelemahan/paralisis,
afasia, kehilangan kemampuan untuk mengenali rangsangan visual,
pendengaran, kekakuan muka, dan bisa diketahui dengan gejala
pusing, sakit kepala, kesemutan/kelemahan, penglihatan menurun,
penglihatan ganda, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
6) Pola persepsi dan Konsep diri
Menurut (Hendayani & Sari, 2018) mengatakan bahwa keluarganya
ada memberikan dukungan atau motivasi terhadap dirinya, seperti
memberikan cinta kasih, merawat anggota keluarga yang mengalami
masalah kesehatan, dan memenuhi kebutuhan keluarga, 3 orang
diantaranya mengatakan kadang-kadang keluarganya ada
memberikan dukungan terhadap dirinya dan 2 orang lainnya juga
mengatakan keluarganya sibuk dengan urusannya masing-masing.
(Muttaqin 2012).
9) Pola Seksual dan Reproduksi
Menurut Djeno (2005) dalam M, Sumaryanto, & W, (2013)
memaparkan bahwa faktor fisik, budaya dan psikis dapat
mempengaruhi aktifitas swksual penderita stroke. Faktor fisik
mempunyai peranan sangat penting dalam aktifitas seksual. Faktor
fisik yang berperan adalah pembuluh darah, hormonal,
neuromuskular dan umur. Jika kondisi fisik terganggu, kemungkinan
besar akn mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan
seksualitasnya. Menurut (Muttaqin, 2008) pada klien stroke infark
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin
10) Pola Toleransi Stress- Koping
Menurut (Muttaqin, 2008) pada klien stroke infark biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan
proses berfikir dan kesulitan berkomunikasi. Pada klien dalam kasus
stroke iskemik didapatkan hasil bahwa pola koping dan toleransi diri
terganggu dengan tanda dan gejala: pasien merasa gelisah dan
khawatir karena tidak akan bisa lagi kembali ke aktivitas normal
dalam jangka waktu yang lama (Muttaqin, 2012).
1) Keadaan umum
Umumnaya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami
gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan
pada tanda – tanda vital tekanan darah meningkat, dan denyut nadi
bervariasi (Ariani, 2013).
2) Tanda-tanda Vital
Tekanan darah biasanya meningkat pada pagi hari hingga siang.
Peningkatan tensi darah menyebabkan peningkatan intraplak
(Sutrisno, 2007).
3) Rambut
Keadaan bersih atau kotor, warna rambut hitam merah atau putih
(beruban) penyebaran rambut rambut rata atau tidak, bau atau tidak.
4) Wajah
Tampak simetris atau tidak, nyeri atau sakit yang hebat pada kepala
wajah menyeringai.
5) Mata, hidung
Menurut Satyanegara (2014) pada pemeriksaan mata, klien
mengalamimidriasis atau dilatasi pada pupil dan reaksi/refleks
cahaya yang negatif.
6) Mulut
Pemeriksaan mulut stroke iskemik didapatkan mulut klien tidak
simetris (Nurarif & Kusuma, 2016).
8) Jantung
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).
9) Abdomen
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
b) Pemeriksaan Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer (Muttaqin,
2012).
(5) Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri
tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan
terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke
sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemisfer kiri,
mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat
hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia
global, afasia, dan mudah frustasi (Muttaqin, 2012).
c) Pemeriksaan Cranialis
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII
Muttaqin (2012).
(1) Saraf I
Biasanya pada klien stroke iskemik tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
(2) Saraf II
Disfungsi persepsi visual karena gangguan saraf sensori
primer di antara mata dan korteks. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
(4) Saraf V
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus
internus dan eksternus.
(5) Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
(8) Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidoimastoideus dan
trapezius.
f) Pengkajian Reflek
Pemeriksaan refleks terdiri atas pemeriksaan refleks profunda
dan pemeriksaan refleks patologis.
2. Diagnosis
a. Risiko perfusi cerebral tidak efektif b.d embolisme
b. Risiko aspirasi penurunan kesadaran
c. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kendali otot d.d
hemiparesis
d. Gangguan komunikasi verbal b.d perurunan sirkulasi cerebral
d.d kesulitan berbicara
3. Intrvensi Keperawatan
a. Risiko perfusi cerebral tidak efektif b.d embolisme
Tujuan dan Intervensi Keperawatan
Luaran yang
Diharapkan
Tujuan: 1. Observasi
Setelah a. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
dilakukan b. Monitor tanda gejala peningkatan TIK
tindakan c. Monitor MAP
keperawatan 2. Terapiutik
diharapkan tidak a. Berikan posisi semi fowler
terjadi risiko b. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
perfusi c. Cegah terjadinya kejang
cerebral tidak 3. Kolaborasi
efektif dengan a. Kolaborasi dalam pemberian sedasi
kriteria hasil: dan antikonvulsan jika perlu
1. Tekanan b. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis bila
intrakranial perlu
menurun
2. Sakit kepala
menurun
3. Gelisah menurun
4. Kecemasan
menurun
5. Agitasi menurun
b. Risiko aspirasi penurunan kesadaran
4. Pelo menurun
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di Stase Keperawatan
Medikal Bedah
OLEH:
NIM. 1901031031
Ansietas
Ketidakefektifan Perfusi Hemisfer kiri Hemisfer kanan Perdarahan pada batang otak
Jaringan Serebral
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut NANDA adalah:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas,
reflek batuk yang tidak adekuat
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark jaringan otak,
vasospasme serebral, edema serebral
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, kelemahan
anggota gerak
5. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas bawah
6. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
kardiak output
7. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, disfungsi otak global
8. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
9. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fungsi bicara, afasia
10. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan depresi
pusat pencernaan
11. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder akibat
peningkatan tekanan intracranial.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria Hasil :
1) Klien tidak gelisah.
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3) GCS E : 4, M: 6, V: 5.
4) TTV normal (N: 60-100 x/menit, S: 36-36.7 OC, RR: 16-20 x/menit).
Intervensi:
1) Berikan penjelasan pada keluarga tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan
akibatnya.
Rasional : keluarga dapat berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
2) Berikan klien bed rest total.
Rasional : untuk mencegah perdarahan ulang.
3) Observasi dan catat TTV dan kelainan intrakranial tiap 2 jam.
Rasional : mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini
untuk penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30o dengan letak jantung (beri bantal
tipis).
Rasional : mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainase vena
dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mngejan berlebihan.
Rasional : batuk dan mengejan dapat meningkatkan TIK dan potensial terjadi
perdarahan ulang.
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan TIK.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor.
Rasional : memperbaiki sel yang masih viable.
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
Tujuan : setelah diberikan tindakan selama 3x24 jam diharapkan kerusakan
komunikasi verbal klien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
1) Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi
2) Mampu berbicara yang koheren
3) Mampu menyusun kata-kata
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti spontan tidak tampak memahami
kata/mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral
yang terjadi.
2) Bedakan antara afasia dan disatria.
Rasional : intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya.
3) Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana.
Rasional : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia
sensorik).
4) Minta pasien untuk mengucapkan suara sederhana.
Rasional : mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen motorik dari
bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang dapat mempengaruhi
artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia motorik.
5) Berikan metode alternatif seperti menulis di papan tulis.
Rasional : memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarakan keadaan
defisit yang mendasarnya.
6) Kolaborasi konsultasikan dengan rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional : mempercepat proses penyembuhan.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan mobilisasi
klien mengalami peningkatan atau perbaikan.
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan posisi optimal.
2) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang mengalami
hemiparese.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal.
Rasional : mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam.
Rasional : menurunkan ressiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
3) Latih rentang gerak/ROM
Rasional : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontroktur.
4) Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
Rasional : mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
5) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
Rasional : mempertahankan posisi fungsional.
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparase/hemiplegic.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kemampuan.
2) Klien dapat mengidentifikasikan komunitas untuk memberikan bantuan
sesuai kebutuhan.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan
diri.
Rasional : membantu dalam mengantisipasi merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual.
2) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas sesuai
kemampuan.
Rasional : meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-
menerus.
3) Berikan bantuan perawatan diri sesuai kebutuhan.
Rasional : memenuhi kebutuhan perawatan diri klien dan menghindari sifat
bergantung kepada perawat.
4) Berikan umpan balik positif untuk setiap usaha yang dilakukannya.
Rasional : meningkatkan kemandirian dan mendorong klien berusaha secara
kontinyu.
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional : memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangan rencana
terapi.
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas b.d menurunnya reflek batuk dan
menelan, immobilisasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pola nafas efektif.
Kriteria hasil :
1) Klien tidak sesak nafas.
2) Tidak terdapat suara nafas tambahan.
3) RR dalam rentang normal (16-20 x/menit)
Intervensi :
1) Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan pola napas.
2) Auskultasi suara nafas.
Rasional : mengetahui adanya kelainan suara nafas.
3) Ubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : perubahan posisi dapat melancarkan saluran nafas.
4) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga sebab ketidakefektifan pola
nafas.
Rasional : klien dan keluarga berpartisipasi dalam mencegah ketidakefektifan
pola nafas.
5) Kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen.
Rasional : mempertahankan kepatenan pola nafas.
f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM jika mungkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
2) Ubah posisi tiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah yang
menonjol.
Rasional : menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
4) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
Rasional : hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
5) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap
kulit.
Rasional : mempertahankan keutuhan kulit.
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
1) Turgor kulit baik.
2) Tidak terjadi penurunan berat badan.
3) Tidak muntah.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan reflex batuk.
Rasional : untuk menentukan jenis makanan yang akan diberikan kepada
klien.
2) Berikan makan dengan bertahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa ada
gangguan dari luar.
3) Berikan makanan dalam penyajian masih hangat.
Rasional : menarik minat makan klien.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan makanan melalui selang.
Rasional : mungkin dibutuhkan bila klien dalam penurunan kesadaran.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat.
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi tidak adekuat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
kebutuhan pengetahuan klien dan keluarga terpenuhi.
Kriteria hasil :
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis, dan program pengobatan.
Intervensi :
1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit
yang spesifik.
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan klien.
2) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat.
Rasional : memenuhi kebutuhan informasi pasien.
3) Sediakan bagi keluarga tentang informasi kemajuan keadaan pasien.
Rasional : memenuhi kebutuhan informasi keluarga.
4) Diskusikan dalam pemilihan terapi atau penanganan terhadap pasien.
Rasional : melibatkan pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan
tindakan.
F. DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2009. Cara mudah memahami & menghindari hipertensi jantung dan stroke.
Yogyakarta: Dianloka
Arum, S.P. 2015. Stroke kenali, cegah dan obati. Yogyakarta: EGC
Geofani, Putri. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke Hemoragik Di
Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang. Poltekkes Kemenkes Padang:
Keperawatan
Junaidi, I. 2011. Stroke waspadai ancamannya. Yogyakarta: PT.Andi
NANDA International. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-
2017, edisi 10. Jakarta: EGC
Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, gangguan sistem persarafan. Jakarta:
CV.Sagung Seto
Misbach, J. 2011. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK (ICH)
Di RUANG MELATI RSUD dr. SOEBANDI JEMBER
PERIODE 26 APRIL – 01 MEI 2021
OLEH:
Iqbal Abdi Firdaua S.Kep
NIM. 2001031041
Stroke hemoragik
Darah Pendarahn Pecahnya pembuluh L. Occipitalis Kerusakan jaringan Gangguan aliran Gangguan
masuk ke pada darah otak darah dan O2 ke otak aliran darah
dalam PONS dan dan O2 ke otak
jaringan MO
otak Darah masuk ke Gangguan memory Penurunan Penurunan fungsi
jaringan otak dan penglihatan kemampuan kerja otak Fungsi otak
Penekanan membentuk masa ginjal menurun
Penatalaks syaraf atau hematoma
anaan : sistem Hipotalamus tidak
Kraniotomi Penurunan
kemampuan Gangguan bekerja maksimal Kerusakan
Penekanan pada eliminasi urine
RR penglihatan neuromotorik
jaringan otak
Luka meningkat,
Gangguan pada
insisi hiperpneu
Resiko cidera reflek menelan Kelemahan
pembeda Penekanan
han otot
intrakranial
Pola nafas Gangguan persepsi
Sel tidak sensori
Gangguan aliran Gangguan
melepask efektif mobilitas
an darah oksigen ke
otak fisik
mediator
nyeri : ADL dibantu
Prostagla Resiko perfusi Fungsi otak menurun
ndin, serebral tidak
sitokinin efektif Defisit perawatan diri
Impuls ke pusat Reflek menelan
nyeri di otak menurun
Defisit nutrisi
Nyeri akut
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut Sudoyo
(2016) adalah sebagai berikut :
1) Angiografi
2) Ct scanning
3) Lumbal pungsi
4) MRI
5) Thorax photo
6) Laboratorium
7) EKG
B. Pemeriksaan Umum
1. Keadaaan Umum
2. Kesadaran
3. Tekanan Darah
4. Nadi
5. Suhu
6. RR
C. Pemeriksaan Fisik
1. Rambut
a. Keadaan kesuburan rambut
b. Keadaan rambut yang mudah rontok
c. Keadaan rambut yang kusam
d. Keadaan tekstur
2. Kepala
Botak atau alopesia, ketombe, berkutu, adakah eritemia, kebersihan
3. Mata
a. Apakah sklera ikterik
b. Apakah konjungtiva pucat
c. Kebersihan mata
d. Apakah gatal atau mata merah
4. Hidung
a. Adakah pilek
b. Adakah alergi
c. Adakah perubahan penciuman
d. Kebersihan hidung
e. Keadaan membrana mukosa
f. Adakah septum deviasi
5. Mulut
Keadaan mukosa mulut, kelembapan, adanya lesi, kebersihan
6. Gigi
Adakah kurang gigi, adakah karies, kelengkapan gigi, pertumbuhan,
kebersihan.
7. Telinga
Adakah kotoran,adakah lesi,bentuk telinga,adakah infeksi
8. Kulit
Kebersihan, adakah lesi, keadaan turgor, warna kulit, suhu,
tekstur, pertumbuhan bulu
9. Kuku
Bentuk,warna,adanya lesi,pertumbuhan
10. Genetalia
Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis,keadaan kulit, keadaan
lubang urethra,keadaan skrotum.
11. Tubuh secara umum
Kebersihan,normal dan
keadaan postur
C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Tahanan pembuluh
darah, infark
2. Nyeri kepala akut b.d peningkatan tekanan intracranial (TIK)
3. Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d anoreksia
4. Kerusakan mobilitas fisik b.d Kelemahan neutronsmiter
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b.d kelemahan fisik
6. Kerusakan kamunikasi verbal.
7. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasi
D. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan 1. Monitor Vital Sign. 1. Identifikasi
Perfusi jaringan cerebral efektif 2. Monitor tingkat hipertensi.
cerebral b.d setelah dilakukan kesadaran. 2. Mengetahui
Tahanan tindakan 3. Monitor GCS. perkembangan
pembuluh darah keperawatan 4. Tentukan 3. Mengetahui
;infark selama 1x5 jam faktor penyebab perkembangan
dengan KH: penurunan perfusi 4. Acuan intervensi
- Vital Sign cerebral. yang tepat.
normal. 5. Pertahankan posisi 5. Meningkatakan
- Tidak ada tirah tekanan arteri dan
tanda- tanda baring atau head up sirkulasi atau perfusi
peningkatan TIK to 30°. cerebral.
(takikardi, 6. Pertahankan 6. Membuat klien lebih
Tekanan darah lingkungan yang tenang.
turun pelan2) nyaman.
- GCS E4.M5.V6 7. Kolaborasi dengan
tim kesehatan.
Pemberian terapi
oksigen
2. Nyeri kepala Setelah dilakukan 1. Observasi keadaan 1. Mengetahui
akut b.d asuhan umum dan tanda- respon autonom
peningkatan keperawatan tanda vital tubuh
intracranial selama 1x5 jam 2. Lakukan 2. Menentukan
(TIK) diharapkan nyeri pengkajian nyeri penanganan
terkontrol atau secara nyeri secara
Berkurang, komprehensif tepat
dengan kriteria 3. Observasi reaksi 3. Mengetahui
hasil : abnormal dan tingkah laku
- Ekspresi wajah ketidaknyamanan ekspresi dalam
rileks 4. Control lingkungan respon dalam
- Skala nyeri yang dapat memori
berkurang mempengaruhi 4. Meminimilkan
- Tanda-tanda nyeri faktor eksternal
vital dalam batas 5. Pertahankan tirah yang dapat
normal baring 6. Ajarkan mempengaruhi
tindakan non nyeri
farmakologi dalam 5. Meningkatkan
penanganan nyeri kualitas tidur dan
7. Kolaborasi istirahat
pemberian
6. Terapi dalam
analgesic sesuai penanganan nyeri
program tanpa obat
7.Terapi
penanganan nyeri
secara
farmakologi
3. Ketidaksei Kebutuhan 1. Kaji kebiasaan 1. Menentukan
mbangan nutrisi terpenuhi makan- intervensi yang
kebutuhan setelah dilakukan makanan yang tepat.
nutrisi kurang tindakan disukai dan 2. Mengurangi rasa
dari kebutuhan keperawatan tidak disukai. bosan
tubuh b.d selama 1x5 jam 2. Anjurkan klien sehingga
anoreksia dengan KH: makan sedikit makanan habis.
- Asupan nutrisi tapi sering. 3. Agar kebutuhan
adekuat. 3. Berikan nutrisi terpenuhi.
- BB meningkat. makanan sesuai 4. Mulut bersih
- Porsi makan diet RS. meningkatkan
yang disediakan 4. Pertahankan nafsu makan.
habis kebersihan oral. 5. Menentukan diet
- Konjungtiva
5. Kolaborasi yang sesuai
tidak anemis
dengan ahli
gizi.
4. Kerusakan Mobilitas 1. Kaji tingkat 1. Menentukan intervensi.
mobilitas meningkat mobilisasi 2. Meningkatkan
fisik b.d setelah fisik klien. kanyamanan, cegah
Kelemahan dilakukan 2. Ubah posisi secara dikobitas.
neutronsmiter tindakan periodik. 3. Melancarkan sirkulasi.
keperawatan 3. Lakukan ROM 4. Mencegah kontaktur.
selama 1 x 5 jam aktif/pasif. 5. Menentukan program
dengan KH: 4. Dukung ekstremitas yang tepat.
- Klien mampu pada posisi
melakukan fungsional.
aktifitas dbn. 5. Kolaborasi dengan
- Kekuatan otot ahli
meningkat fisio terapi.
- Tidak terjadi
kontraktur.
5. Gangguan Pemenuhan 1. Kaji kemampuan 1. Mengetahui
Pemenuhan kebutuhan ADL ADL. kemampuan ADL.
kebutuhan terpenuhi setelah 2. Dekatkan barang- 2. Mempermudah
ADL b.d dilakukan barang pemenuhan ADL.
Kelemahan fisik tindakan yang dibutuhkan 3. Meningkatkan
keperawatan klien. kemandirian klien.
selama 1 x 5 jam 3. Motivasi klien untuk 4. Meningkatkan
dengan kriteria melakukan aktivitas kemandirian klien dan
hasil : secara bertahap. meningkatkan
- Mampu 4. Dorong dan dukung menyamanan.
memenuhi aktifitas perawatan 5. Pemenuhan kebutuhan
kebutuhan diri klien dapat terpenuhi.
secara mandiri. 5. Menganjurkan
- Klien dapat keluarga
beraktivitas untuk membantu klien
secara bertahap. memenuhi kebutuhan
- Nadi normal. klien.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, C. ., Arima, H., Lavados, P., Billot, L., Hackett, M. ., Olavarria, V..,
Watkins, C. (2017). Cluster-Randomized, Crossover Trial of Head
Positioning in Acute Stroke. The New England Journal of
Medicine,376(25):2437 – 2447.