Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

CEREBO VASKULER ACCIDENT (CVA) INFARK

DI RUANG TERATAI RSU dr. H. KOESNADI BONDOWOSO

APLIKASI KLINIS KEPERAWATAN

oleh:
Muhammad Nur Yasin
NIM 192310101042

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
2022
PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pasien
Cerebo Vaskuler Accident (CVA) Infark
di Ruang Teratai RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso

Nama : Muhammad Nur Yasin


NIM : 192310101042

Telah disahkan dan disetujui oleh pembimbing pada,


Hari :
Tanggal :
Laporan pendahuluan ini dikerjakan dan disusun dengan pemikiran
sendiri, bukan hasil plagiarisme atau produksi ulang dari laporan
pendahuluan yang telah ada.

Bondowoso, 17 Januari 2022


Penulis,

Muhammad Nur Yasin


NIM 192310101042

Mengetahui,

CI Ruang Teratai Dosen Pembimbing


RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso, Fakultas Keperawatan Universitas
Jember,

Ns. Henny Sulistyowati, S.Kep. Ns. Jon Hafan S, M.Kep., Sp.Kep.MB.


NIP. 198007102007012009 NIP. 198401022015041002
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan rahmatNya yang berupa kesempatan serta pengetahuan
kepada kami sehingga makalah dengan judul “LAPORAN
PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
CEREBO VASKULER ACCIDENT (CVA) INFARK” ini bisa selesai tepat
waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas aplikasi klinis
keperawatan di RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari kontribusi berbagai


pihak. Olehkarena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Ns. Jon Hafan Sutawardana, S.Kep., M.Kep Sebagai Dosen


Pembimbing Mata Kuliah Aplikasi Klinis Keperawatan
2. Ns. Henny Sulistyowati, S.Kep., sebagai Clinical Instructure (CI)
Aplikasi Klinis Keperawatan Ruang Teratai RSU dr. H. Koesnadi
Bondowoso

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami sehingga


kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, kami sangat
menerima kritik serta saran yang bersifat membangun. Harapan kami
semoga makalah ini bisa bermanfaat serta bisa menambah pengetahuan
bagi pembaca.
Bondowoso, 17 Januari 2022

Penulis
BAB 1. Konsep Teori Penyakit

1.1. Definisi Cerebro Vaskuler Accident (CVA) Infark


Cerebro Vaskuler Accident (CVA) Infark atau biasa disebut
dengan stroke iskemik/ non hemoragik adalah kematian jaringan otak
akibat pembuluh darah arteri yang membawa darah dan oksigen
menuju otak mengalami penyempitan, yang menyebabkan aliran darah
menuju otak menjadi berkurang. Penyempitan pembuluh darah
tersebut akibat dari adanya sumbatan yang biasanya terbentuk oleh
bekuan darah, penumpukan lemak maupun kolestrol pada pembuluh
darah yang menuju otak maupun pembuluh darah di otak (Armando et
al., 2020).

1.2. Etiologi Otak

Sumber:
http://assets.kompasiana.com/items/album/2021/03/07/anatomi-
otak-6044bad38ede4869c61f1112.jpg

Anatomi otak terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut:


1. Otak Besar (Serebrum)
- Lobus frontal. Ini merupakan bagian otak manusia yang
berada di depan atau di belakang dahi. Fungsi otak depan ini
untuk mengontrol pemikiran, perencanaan, pengorganisasian,
pemecahan masalah, ingatan, dan gerakan jangka pendek.
- Lobus parietal. Ini merupakan bagian otak yang berada di
atas dan belakang lobus frontal. Fungsinya, yaitu
menafsirkan informasi sensorik, seperti rasa, suhu, dan
sentuhan, serta mengindentifikasi objek dan memahami
hubungan spasial (di mana tubuh seseorang dibandingkan
dengan objek di sekitar orang tersebut).
- Lobus oksipital. Lobus ini berada di bagian belakang kepala
yang mengontrol penglihatan manusia.
- Lobus temporal. Bagian ini berada di belakang dan bawah
lobus frontal, tepatnya di atas telinga. Bagian otak ini
memainkan peran penting dalam mengatur memori, ucapan,
dan pemahaman.
2. Otak Kecil (Serebelum)
- Mengendalikan anggota gerak tubuh dan motoric halus dan
terdapat lebih dari 50% total neuron yang ada pada seluruh
otak.
3. Batang Otak
- Pons, bagian terbesar pada batang otak yang teribat dalam
koordinasi gerakan mata, wajah, sensasi wajah, serta
pendengaran dan keseimbangan.
- Midbrain, atau otak tengah membantu mengontrol gerakan
mata dan memproses informasi visual dan pendengaran.
- Medulla Oblongata, bagian tebawah dari otak sebagai pusat
kendali fungsi jantung dan paru dan pengatur napas hingga
menelan.
1.3. Epidemiologi Cerebro Vaskuler Accident (CVA) Infark
Badan kesehatan dunia menyebutkan bahwa pada 2017 terdapat
15 juta manusia mengalami CVA setiap tahunnya. Stroke merupakan
salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian ketiga di dunia,
setelah penyakit jantung koroner dan kanker (Pribadhi, 2019).
Berdasarkan hasil dari data American Heart Association (AHA) pada
tahun 2018, didapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian
dengan prevalensi 16,8%. Sedangkan data Riskesdas 2018
menunjukkan bahwa prevalensi stroke terjadi kenaikan menjadi 10,9
% atau 10,9 per mil, dengan prevalensi tertinggi berada di Provinsi
Kalimantan Timur (14,7 per mil) dan terendah di Provinsi Papua (4,1
per mil) (Kementerian Kesehatan RI, 2019). CVA infark adalah jenis
stroke yang paling banyak ditemukan pada seluruh kejadian stroke.
Sekitar 87% terdiagnosa stroke iskemik dan sisanya merupakan stroke
hemoragik (Pribadhi, 2019). Dari hasil tahun 2012-2014 penyakit
Stroke yang terdata di Indonesia, ditemukan bahwa pada stroke
iskemik, penderita laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, yaitu
56,6% berbanding dengan 43,4% (Usman, 2019). Sedangkan jika
ditinjau dari usia, penderita paling tinggi yaitu pada usia di atas 75
tahun dengan prevalensi mencapai 50,2% per mil (Armando et al.,
2020).

1.4. Etiologi Cerebro Vaskuler Accident (CVA) Infark


Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan serta
meningkatkan risiko kejadian CVA infark sebagai berikut (Maria,
2021):

1. Faktor kesehatan, meliputi : hipertensi, diabetes melitus, kolestrol


tinggi, obesitas, stenosis karotis, penyakit jantung lainnya
2. Faktor gaya hidup, meliputi : merokok, kurang olahraga, alkohol,
konsumsi obat terlarang, mengonsumsi makanan yang mengandung
lemak jenuh secara berlebihan sehingga menyebabkan
aterosklerosis (penyempitan pembuluh arteri karena lemak (plak)
pada dinding arteri)
3. Embolisme serebral atau adanya pembekuan darah pada otak

4. Trombosis atau adanya pembekuan cairan di dalam pembuluh darah


otak
1.5. Klasifikasi Cerebro Vaskuler Accident (CVA) Infark
Klasifikasi CVA infark / stroke iskemik berdasarkan penyebabnya
adalah(Maria, 2021) :
a. Stroke trombotik
Jenis stroke ini terjadi karena adanya penggumpalan darah
yang berada di pembuluh darah menuju ke otak (serebral
trombolis) yang dapat terjadi pada pembuluh darah besar dan
kecil. Penyumbatan yang terjadi pada pembuluh darah kecil
biasanya berkaitan dengan penyakit hipertensi, sedangkan untuk
penyumbatan pada pembuluh darah besar berhubungan dengan
aterosklerosis. Penyebab stroke trombotik, antara lain:
 Arterosklerosis : penyumbatan akibat penumpukan plak,
lemak,kolestrol di dinding pembuluh darah
 Thrombus : penyumbatan akibat bekuan darah
 Embolus : penyumbatan akibat benda asing pada pembuluh
darah diotak
 Penyebab lain, misalnya obat-obatan penyempitan
pembuluh darah,gaya hidup (merokok), psikologis (stress)

b. Stroke emboli
Pada stroke jenis ini letak pembuluh darah yang terjadi
penggumpalan bukan terletak pada bagian otak melainkan pada
pembuluh darah yang lainnya, biasanya terjadi pada pembuluh
darah pada jantung yang menyebabkan berkurangnya pasokan
darah yang dialirkan menuju otak.

Stroke iskemik embolitik ini dapat terjadi kapan saja


dan tanpa ditandaidengan tanda gejala sebelumnya. Beberapa
penyebab stroke emboli sebagai berikut:

 Katup jantung rusak


 Komplikasi pembedahan jantung
 Endocarditis (infeksi pada endocardium sehingga
menyebabkanterbentuknya gumpalan kecil endometrium)
 Penyakit jantung lainnya, misalnya miokarditis, stenosis
mitral

1.6. Patofisiologi Cerebro Vaskuler Accident (CVA) Infark


CVA Infark merupakan kondisi dimana tersumbatnya aliran darah
ke otak akibat adanya plak kolesterol pada dinding pembuluh darah.
Plak atau timbunan lemak menyebabkan bagian dalam pembuluh
darah arteri menebal dan kasar, sehingga darah yang berupa cairan
kental berkemungkinan tersumbat dan akan terjadi gumpalan darah.
Sumbatan ini menyebabkan terhambatnya suplai darah ke otak
(Armando et al., 2020).
Otak akan merespon terhadap terjadinya penurunan suplai darah
karena juga mempengaruhi kadar oksigen dan juga glukosa dalam
tubuh, otak tidak bisamenggunakan metabolisme anaerobik jika terjadi
kekurangan oksigen maupun glukosa dan dapat menyebabkan
kematian beberapa jaringan otak. Pasien post CAV infark akan
mengalami penurunan kemampuan dalam menggerakkan otot pada
anggota tubuh. Dampak kelemahan otot pada ekstremitas akan
menyebabkan kesulitan dalam beraktivitas dalam keseharian
(Armando et al., 2020).

1.7. Manifestasi Klinis Cerebro Vaskuler Accident (CVA) Infark


Manifestasi klinis yang biasa muncul pada CVA Infark sebagai
berikut :
a) Nyeri kepala berat secara spontan
b) Pusing dan biasanya disertai mual dan muntah
c) Hipertensi
d) Gangguan motorik seseorang ditandai dengan rasa lemah dari
anggotagerak tubuh (Paresis). Paresis yang terjadi pada anggota
badan antara lain sebagai berikut:

 Monoparesis : Satu kaki atau satu tangan


 Paraparesis : kedua kaki
 Hemiparesis : satu lengan dan satu kaki di kedua sisi
tubuh
 Tetraparesis : keempat anggota badan
e) Gangguan sensorik ditandai dengan hilangnya rasa peka/
refleks padasalah satu bagian anggota gerak tubuh.
f) Penurunan tingkat kesadaran secara mendadak,
g) Kelumpuhan nervus VII (fasialis) pada daerah wajah dan nervus
XII (hipoglosus) pada daerah wajah dan lidah
h) Demensia (memudarnya ingatan seseorang secara bertahap) dan
Jika dimensia ini berlangsung lama maka akan menyebabkan
penderita stroke menjadi kesulitan dalam berkomunikasi/ bahasa
(afasia)
i) Disartria adalah gangguan bicara akibat kelemahan otot atau
hilangnya kendali otot akibat kerusakan sistem saraf pusat.
Ditandai dengan : bicara cadel, nafas berat.
j) Berkurangnya penglihatan pada separuh luas penglihatan (lapang
pandang)

1.8. Pemeriksaan Penunjang Cerebro Vaskuler Accident (CVA) Infark


a. CT-Scan: Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan
adanya infark pada bagian otak
b. Pemeriksaan MRI (magnetic resonance imaging): Pemeriksaan
MRI menunjukkan daerah yang mengalami infark, berbeda dengan
CT-Scan, MRI lebih sensitif dalam mendeteksi infark, terutama
yang berlokasi di batang otak dan serebelum.
c. Pemeriksaan ultrasonografi karotis dan dopler transcranial:
Mengukur aliran darah serebral dan mendeteksi penurunan aliran
darah stenosis di dalam arteri.
d. Pemeriksaan EKG: Membantu mengidentifikasi penyebab kardiak
jikastroke emboli dicurigai terjadi

e. Pemeriksaan darah: Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan


elektrolit, fungsi ginjal, kadar glukosa, lipid, kolesterol, dilakukan
untuk membantu menegakkan diagnosa.
1.9. Penatalaksanaan Farmakologi
a) Pemberian histamine, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial
b) Medikasi anti-trombosit seperti aspirin, digunakan untuk
menghambatreaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi.
c) Antikoagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
thrombosisatau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskuler.

1.10. Penatalaksanaan Non-Farmakologis


a. Terapi wicara: membantu penderita untuk mengunyah, berbicara,
maupun mengerti kembali kata-kata
b. Fisioterapi: mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah
baring yang lama, mengurangi edem pada anggota gerak atas dan
bawah sisi yang sakit, dan meningkatkan kemampuan aktivitas
fungsional
c. Akupuntur: dapat mempersingkat waktu penyembuhan dan
pemulihan gerak motorik serta keterampilan sehari-hari
d. Terapi Ozon: melancarkan peredaran darah ke otak, membuka dan
mencegah penyempitan pembuluhan darah otak, mencegah
kerusakan sel- sel otak akibat kekurangan oksigen, dan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh
e. Terapi sonolisis: dapat memecahkan sumbatan pada pembuluh
darah sehingga tidak menjadi resiko untuk timbulnya sumbatan
baru. Terapi ini menggunakan ultrasound tanpa obat-obatan
f. Senam ergonomik: untuk melatih otot-otot yang kaku dengan
gerakan- gerakan yang ringan dan tidak menimbulkan rasa sakit
bagi penderitanya.
g. Terapi nutrisi: mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin A
sebagai antioksidan, asam folat yang terkandung dalam sayuran,
vitamin c pada buah nanas dapat menurunkan resiko stroke.
BAB 2. Clinical Pathway

Faktor Kesehatan: hipertensi, Faktor gaya Hidup:


DM, Kolesterol, obesitas, merokok, kurang olahraga,
dan penyakit jantung alkohol, makanan berlemak

Kepekatan darah meningkat dan terjadinya penumpukan plak kolesterol di


pembuluh darah serebral

Aterosklerosis

Timbunan platelet akan mengkoagulasi thrombin, fibrin dan eritrosit

Infark pada arteri serebral

Gangguan vaskularisasi pada serebral

Penurunan volume darah pada parenkim serebral

Hipoksia pada serebral

Respon abnormal pada persarafan serebral

Gangguan penghantaran listrik neuron


Gangguan neuron (kendali
gerakan tubuh) pada lobus
frontal dan serebelum

Gangguan pada
Gangguan pada nervus 5 Penurunan lobus parietal
(otot rahang) dan nervus kesadaran (persepsi sensori)
10 (menelan)
pada serebelum

Mobilitas menurun Penurunan kemampuan otot Perubahan persepsi


mengunyah dan menelan sensori
Gangguan mobilitas fisik Gangguan Menelan Gelisah

Defisit perawatan diri

Konfusi akut restraint

Gangguan integritas kulit

Sumber: Basyir et al., 2021


BAB 3. Proses Keperawatan
3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan sebagai suatu


proses sistematis untuk pengumpulan data klien dari berbagai sumber guna
mengevaluasi dan mengidentifikasi pasien, Adapun data-data yang perlu
dikumpulkan dalam pengkajian meliputi:

a. Identitas Pasien

Identitas umum dari pasien meliputi nama lengkap, usia, riwayat


pendidikan, alamat, pekerjaan, suku, agama, jenis kelamin, yang mana
umumnya pada kasus stroke lebih banyak menyerang pasien dengan
jenis kelamin laki-laki,selain itu yang perlu diambil data adalah terkait
jam MRS dan nomor register pasien (Syahwal, 2020).

b. Riwayat Kesehatan

Pengkajian pada riwayat kesehatan pasien terdiri atas beberapa aspek,


yaitu:

1. Keluhan utama
Pada kasus stroke stroke iskemik, keluhan utama yang biasa
dirasakan oleh pasien adalah adanya perubahan tingkat kesadaran
secara mendadak dan umunya terjadi saat pasien istirahat, nyeri
kepala ringan, adanya kelemahan pada reflek, adanya gangguan
komunikasi (afasia), gangguan dalam memahami kata (defasia),
dan kesemutan (Nusatirin, 2018).

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan pasien dengan kasus stroke seperti kondisi badan
yang lemas hingga kesulitan untuk bergerak atau tidak dapat
menggerakkan anggota badan, penampilan tidak rapi, serta cara
bicara yang pelo atau tidak bisa berbicara (Nusatirin, 2018).
Klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak
sadarkan diri
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu merupakan penyakit yang
sebelumnya pernah dialami oleh pasien. Contoh riwayat penyakit
dahulu yang biasa dialami oleh pasien stroke seperti hipertensi,
riwayat penyakit jantung (infark jantung, endokarditis), diabetes
mellitus, kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol dan
penggunakan narkotika, dan kolesterol tinggi (Nusatirin, 2018).

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Riwayat penyakit turunan keluarga yang berhubungan
dengan penderita stroke seperti hipertensi, diabetes mellitus dan
obesitas (Nusatirin, 2018).

5. Riwayat Psikososial-spiritual
Contohnya ketika pasien yang mengalami stroke, pasien
umunya merasa cemas dikarenakan biaya perawatan penyakit
stroke yang mahal. Hal ini dapat mempengaruhi strabilitas
emosional dan pikiran klien dan keluarga, Selain itu adanya
kondisi tersebut juga dapat mempengaruhi perubahan hubungan,
peran, gangguan citra tubuh sehingga pasien akan merasa
kesulitas dalam melakukan aktivitas dan komunikasi, merasa
geilisah, dan memicu terjadinya defisit perawatan diri (Nusatirin,
2018).

c. Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola persepsi dan menejemen kesehatan
Pasien stroke umumnya memiliki kemampuan sensorik
dan motorik yang menurun, terjadi perubahan persepsi, orientasi.
Pasien dengan stroke umumnya juga memiliki riwayat perokok,
konsumsi alkohol, serta penggunaan obat kontraspsi oral
(Lusiana, 2019).

2. Pola nutrisi cairan dan metabolisme


Pola nutrisi cairan dan metabolisme yang biasanya muncul
pada pasien dengan stroke seperti nafsu makan yang menurun,
mual dan muntah yang biasa muncul pada fase akut,
berkurangnya sensasi indera pengecap, tenggorokan, pipi,
serta disfagia yang ditandai dengan kesulitan klien dalam
menelan (Nusatirin,2018).

3. Pola eliminasi
Pola eliminasi yang biasanya terjadi pada pasien stroke
adalah pada eliminasi urin dan feses. Pasien stroke umumnya
terjadi konstipasi yang diakibatkan penurunan peristaltik pada
usus, sementara permasalahan pada eliminasi urin seperti infeksi
perkemihan, retensi urin, dan juga batu ginjal (Nusatirin, 2018).

4. Pola tidur dan istirahat


Pasien dengan stroke umumnya akan mengalami kesulitan
dalam tidur dan istirahat dikarenakan nyeri otot dan kerjang otot
yang dirasakan (Lusiana, 2019).

5. Pola aktivitas dan personal hygiene


Pola aktivitas dan personal hygiene pada pasien stroke
akan mengalami kelumpuhan anggota tubuh atau wajah, serta
keterbatasan dalam melakukan melakukan gerak sehingga tidak
dapat melakuka aktivitas secara optimal (Nusatirin, 2018).

6. Pola kognitif
Pasien dengan penyakit stroke biasanya memiliki pola
kognitif yang terganggu, dikarenakan nyeri kepala yang ia rasakan
gangguan pada pengelihatan, serta gangguan lainnya yang
melibatkan sisten neusensorisnya (Lusiana, 2019).

7. Pola persepsi dan konsep diri


Pasien dengan penyakit stroke umumnya membutuhkan
dukungan dan motivasi dari keluarganya, rasa cinta dan kasih
sayang, serta memerlukan bantuan dari keluarga untuk merawat
dan memenuhi kebutuhannya (Hendayani, 2018).

8. Pola Peran hubungan


Pola peran hubungan pada pasien dengan stroke umumnya
akan mengalami kesulitan dalam melakukan interaksi sosial di
lingkungan sekitarnya. Perubahan
hubungan dan peran yang dialami pasien juga dapat
menyebabkan pasien untukkesulitan dalam berkomunikasi karena
gangguan dalam berbicara (Lusiana, 2018).

9. Pola seksual dan reproduksi


Pasien dengan penyakit stroke umumnya akan mengalami
kesulitan dalam melakukan aktivitas seksual dikarenakan faktor
fisik yang mengalami gangguan, seperti pembuluh darah,
hormonal, neuromuskular. Selain itu, pasien dengan stroke juga
akan mengalami berkurangnya gairah seksual dikarenakan obat-
obatan yang ia konsumsi, seperti obat anti kejang dan hipertensi
(Lusiana, 2018).

10. Pola toleransi stress-koping


Pasien dengan stroke biasanya akan mengalami kesulitan
dalam menyelesaiakan suatu permasalahan dikarenakan terjadi
gangguan dalam berpikir dan berkomunikasi (Luasiana, 2018).

11. Nilai dan kepercayaan


Nilai dan kepercayaan pada pasien dengan stroke
dipengaruhi oleh aspek kesehatan fisik, biologis, psikologis,
sosiologis, spiritual, dan cultural, sehingga dapat berdampak pada
nilai hidup dan harapan pasien (Lusiana, 2018).

d. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksan fisik yang dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Kesadaran

Pasien dengan penyakit stroke umumnya mengalami


penurunan tingkat kesadaran (umumnya somnolen dengan nilai
GCS 10-12 pada masa akut) dan pasien juga mengalami gangguan
bicara (Nusatirin, 2018). Penilaian derajat kesadaran dapat dinilai
secara kualitatif maupun kuantitatif

a) Secara Kualitatif
NO Derajat Keterangan
1. Composmentis Kesadaran penuh dengan memberikan respons
yang cukup terhadap stimulus yang diberikan

2. Apatis Acuh tak acuh terhadap kondisi sekitarnya


3. Somnolen Memiliki kesadaran yang lebih rendah, ditandai
dengan tampak mengantuk, selalu responsif dan
tidak responsive terhadap rangsangan ringan
4. Sopor Tidak memberikan respons ringan maupun
sedang, tapi merespon terhadap rangsangan yang
kuat dengan adanya refleks pupil terhadap cahaya
5. Koma Tidak dapat bereaksi terhadap stimulus maupun
rangsangan sehingga refleks pupil terhadap
cahaya tidak ada
6. Delirium Disorientasi yang sangat iritatif, kacau serta salah
persepsi terhadap rangsangan sensorik

b) Secara kuantitatif
Parameter Kriteria Skor
Spontan 4
Terhadap suara 3
Eye Response
Terhadap rangsang nyeri 2
Tidak ada reaksi 1
Berorientasi baik 5
Dapat mengucapkan kalimat, 4
namun ada
disorientasi waktu dan tempat
Verbal response
Dapat mengucapkan kata-kata, 3
namun tidak
berupa kalimat dan tidak tepat
Mengerang 2
Suara tidak ada 1
Dengan perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Motoric Response Menarik area yang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak berespon 1

2. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah pada pasien stroke umumnya tinggi, yaitu
sekitar >140/80, yang mana hal ini dapat menyebabkan
peningkatan intraplak.
b. Nadi pada pasien stroke biasanya normal yaitu sekitar
20x/menit.
c. Pola pernapasan umumnya terganggu dikarenakan adanya
gangguanbersihan jalan napas.
d. Suhu tubuh pada pasien stroke normal.

3. Rambut
Pasien dengan penyakit stroke umumnya akan mengalami
kesulitas dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya, sehingga
akan mengalami defisit perawatan diri. Rambut pasien bisa saja
kotor apabila tidak dirawat dengan baik dan penyebaran rambut
juga tidak akan merata (Nusatirin, 2018).
4. Wajah
Umumnya wajah pada pasien dengan stroke akan terlihat
miring dan pucat. Pada wajah perlu dilakuakn pemeriksaan nervus
V (trigeminal), yaitu dengan mengusapkan kapas pada kornea
mata maka respon klien akan menutup mata. Selain itu juga perlu
dilakukan peeriksaan pada nervus VII (fascialis), yaitu dengan
mengamati apakah alis mata simetris, kemmapuan mengangkat
alis, mengerutkan dahi dan hidung, dan menggembungkan pipi.
Umumnya pasien dengan stroke ketika menggembungkan pipinya
akan terlihat tidak simetris antara bagian kana dan kiri, atau bisa
juga disesuaikan dengankelemahan pasien (Nusatirin, 2018).
5. Mata
Pasien dengan stroke umumnya memiliki konjungtiva yang
tidak anemis, sclera tidak ikterik, dilatasi pupil, dan reflek mata
yang negative terhadap cahaya. Pada pengkajian mata juga
dilakukan pemeriksaan nervus II (optikus) dan nervus III
(okulomotorius) yang biasanya akan didapatkan hasil pupil isokor
dan anisokor dna pemeriksaan reflek cahaya. Selain itu juga
dilakukan pemeriksaan pada nervus VI (absusen) dan IV (toklear)
(Nusatirin, 2018).
6. Hidung
Pada pemeriksaan hidung pasien stroke dilakukan
pemeriksaan nervus I (olfaktorius) untuk mengetahui ketajaman
penciuman dari pasien (Nusatirin, 2018).
7. Mulut dan gigi
Permasalahan defisit perawatan diri yang umumnya dialami
oleh pasien stroke terkadang menyebabkan masalah seperti bau
mulut, kurangnya kebersihan gigi, mukosa bibir kering, atau
peradangan pada gusi. Selain itu juga diperlukan pemeriksaan
nervus VII (facialis) dengan mendorong lidah ke pipi kanan atau
kiri, pemeriksaan indera pengecap, serta pada nervus IX
(glossofaringeal) dan nervus XII (hipoglaus) dengan meminta
pasien untuk menjulurkan lidah dan kemudian dibelokkan ke kiri
dan kanan (Nusatirin, 2018).
8. Telinga
Pemeriksaan telinga dilakukan dengan pemeriksaan pada
nervus VIII (auditori) dengan memberikan bunyi-bunyian seperti
gesekan jari. Umumnya pasien stroke hanya dapat mendengarkan
suara keras dengan artikulasi yang jelas (Nusatirin, 2018).
9. Leher
Pemeriksaan leher dilakukan dengan pemeriksaan nervus X
(vagus) yangmana umumnya pasien stroke akan mengalami
kesulian dalam menelan (Nusatirin, 2018).
10. Thoraks
a. Paru-paru
Inspeksi : umumnya paru-paru simetris antara kanan dan
kiri

Palpasi : umumnya fokal fremitus simetris sama kanan


dan kiri

Perkusi : umumnya bunyi akan normal (sonor)


Auskultasi : umumnya buanyi normal (vesikuler)
b. Jantung

Inspeksi : umumnya ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : umumnya ictus cordis teraba


Perkusi : umumnya batas jantung normal
Auskultasi : umumnya buanyi normal (vesikuler)

11. Abdomen
Inspeksi : umumnya simetris dan tidak ada asites
Palpasi : umumnya tidak terdapat pembesaran hepar
Perkusi : umumnya terdengar suara tympani
Auskultasi : umumnya bising usus tidak terdengar, dilakukan pula
pemeriksaan reflek dinding perut, ketika perus digores, pasien
tidak merasakannya.
12. Ekstremitas
Pada ekstremitas bawah pasien dengan stroke, ketika dilakukan
pemeriksaan reflek biasanya akan ditemukan hasil pemeriksaan
bluedzensky positif, selain itu ketika kaki pasien digores, jari tidak
mengembang (babinski positif).

Pada pemeriksaan ekstremitas, dikaji terkait skala kekuatan otot


pada pasien.Berikut ini skala untuk kekuatan otot :

Skala Keterangan

5 dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan


maksimal
4 bisa bergerak melawan tahanan
pemeriksa tetapi kekuatan-nyaberkurang

3 bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan


tahanan pemeriksa
2 ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan
gravitasi
1 terlihat kontraksi tetap: tidak ada gerakan pada
sendi
0 Tidak ada gerakan
13. Pemeriksaan Neurologis
a. Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan
minta klien mencium benda yang baunya mudah dikenal
seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan
dengan hidung bagian kiri dan kanan.
b. Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas
visual,tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di
koran, ulangi untuk satunya. Test lapang pandang, klien tutup
mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang hidung
pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan
perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung
memberitahu klien melihat benda tersebut.
c. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius,
Trochlear dan Abducens) Fungsi koordinasi
gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
- Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap
cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai
menyinaridari arah belakang dari sisi klien dan sinari
satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi
pupil kena sinar.
- Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan
obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata,
gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya
deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
- Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah
kiri dan kanantanpa menengok.
d. Test Nervus VII (Facialis)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas
pada kelopak mataatas dan bawah.
e. Test Nervus VII (Facialis)
- Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah,
terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata,
usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien
tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan
merangsang pula sisi yang sehat.

- Otonom, lakrimasi dan salivasi

- Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengan cara


meminta klien untuk melakukan hal seperti tersenyum,
mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa
berusaha membukanya.
f. Test Nervus VIII (Acustikus)Fungsi sensoris :
- Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan
jari bergantian kanan-kiri.
- Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta
berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
g. Test Nervus IX ((Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
Nervus IX mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3
posteriorlidah, tapi bagian ini sulit di test demikian pula
denganM.Stylopharingeus.
h. Test Nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ?
kemudian palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu
dan pemeriksa berusaha menahan test otot trapezius.
i. Nervus XII (Hypoglosusus)
Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan, Inspeksi
posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi), Keluarkan lidah
klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengancepat dan minta
untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
3.2 Diagnosis

Diagnosis yang dapat muncul pada pasien dengan stroke iskemik sebagai
berikut (PPNI, 2017):

No. Diagnosa Keperawatan


1 (D.0054) Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular d.d
mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun,
rentang gerakmenurun
2 (D.0019) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
d.d. Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal, nafsu
makan menurun, dan otot mengunyah dan menelan lemah
3 (D.0085) Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pengelihatan,
gangguan penghiduan, gangguan perabaan d.d distorsi sensori dan
respon tidak sesuai.
3.3 Intervensi

Berikut intervensi yang dapat dilakukan pada diagnose yang telah ditegakkan sebagai berikut (PPNI, 2018) dan (PPNI,
2019):

NO Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


1. (D.0054) Gangguan Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Ambulasi (I.06171)
mobilitas fisik b.d gangguan Tujuan : Setelah dilakukan asuhan Observasi
neuromuskular keperawatan kepada klien selama 2 x 24 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
d.d mengeluh sulit jam, mobilitas fisik pasien dapat lainnya
menggerakkan ekstremitas, meningkat, dengan 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
kekuatan otot menurun, Kriteria hasil : 3. Monitor kondisi umum sebelum melakukan
rentang gerak menurun 1. Pergerakan ekstremitas dari skala ambulasi
3 menjadi 5 Terapeutik
2. Kekuatan otot dari skala 3 4. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
menjadi 5 dalam meningkatkan ambulasi
3. Kelemahan fisik dari skala 3 Edukasi
menjadi 5 5. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
6. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan
2 (D.0085) Gangguan Persepsi sensori (L.05042) Minimalisasi Rangsangan (I. 08241)
Persepsi Sensori Tujuan : Setelah dilakukan asuhan
b.d gangguan pengelihatan, keperawatan kepada klien selama 2 x 24 Observasi

gangguan penghiduan, jam, persepsi sensori pasien dapat


1. Periksa status mental, status sensori, dan
gangguan perabaan d.d meningkat, dengan
tingkat kenyamanan (mis. nyeri, kelelahan)
distorsi sensori Kriteria hasil :
1. Distorsi sensori dari skala 3 Terapeutik
menjadi 5
2. Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban
2. Respons sesuai stimulus dari
sensori (mis. bising, terlalu terang)
skala 3 menjadi 5
3. Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya,
suara, aktivitas)
4. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu
istirahat
5. Kombinasikan prosedur/tindakan dalam
satu waktu, sesuai kebutuhan

Edukasi
6. Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis.
mengatur pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan, membatasi
kunjungan)

Kolaborasi

7. Kolaborasi dalam meminimalkan


prosedur/Tindakan
8. Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulus

3 (D.0019) Defisit Nutrisi b.d. Nafsu makan (L.03024) Manajemen Nutrisi (I.03119)
ketidakmampuan mencerna Tujuan : setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi status nutrisi
makanan d.d. nafsu makan keperawatan kepada pasien selama 2 x 2. Identifikasi makanan yang disukai
menurun, berat badan 24 jam ,nafsu makan pada pasien dapat 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
menurun membaik, dengan nutrien
Kriteria hasil : 4. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
1. Keinginan makan membaik yang sesuai
2. Asupan makanan membaik
5. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan
Promosi Berat Badan
1. Monitor adanya mual dan muntah
2. Monitor berat badan
3. Sediakan makanan yang tepat sesuai dengan
kondisi pasien

3.4 Implementasi

Pada tahap ini, perawat memerlukan pengetahuan, keterampilan, kemampuan berkomunikasi, serta kemampuan
teknik keperawatan lainnya (Nusatirin, 2018). Contoh implementasi yang dapat dilakukan pada pasien stroke adalah
dengan terapi range of motion (ROM), membantu pasien dalam melakukan toileting, dan lain sebagainya.

3.5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan dengan membandingkan secara sistemik dan
terencana mengenai kesehatan pasien atau kemajuan yang dicapai oleh pasien setelah dilakukannya implementasi
keperawatan. Penialaian dalam evaluasi ini memiliki tujuan untuk mengukur hasil keperawatan dan mengatasi
pemenuhan kebutuhan pasien (Nusatirin, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Arnando, R., I. Rosyidah, & Baderi. 2020. Pengaruh Terapi Genggam Bola Karet
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Post CVA Infark. STIKes Insan
Cendekia Medika Jombang.
Basyir, I. F., N. Nurkhalifah, & I. G. B. W. Linggabudi. 2021. Gambaran Radiologis
pada Bidang Neurologis Stroke. Syntax Fusion: Jurnal Nasional Indonesia.
1(10): 588-601.

Koerniawan, D., Daeli, N. E., dan Srimiyati. 2020. Aplikasi standar keperawatan:
diagnosis, outcome, dan intervensi pada asuhan keperawatan. Jurnal
Keperawatan Silampari. 3(2): 739-751.

Maria, Insana. 2021. Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus dan Asuhan Keperawatan
Stroke. Jakarta :deepublish

Nusatirin. 2018. Asuhan keperawatan Tn. H dengan stroke non hemoragik di ruang
bougenvil rumah sakit tk. II DR. Soedjono Magelang. Karya Tulis Ilmiah.
Politeknik Kesehatan Yogyakarta: Program Studi D-III Keperwatan
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Syahwal, M. 2020. Implementasi health education dalam meningkatkan kesiapan


keluarga merawat pasien stroke. Jurnal Keperawatan. 3(3): 23-25.

Usman, F. S. et al. 2019. New Paradigm in Ischemic Stroke Management with


Neurointervention Approach. JNEVI Journal of Neurovascular
Intervention.

Anda mungkin juga menyukai