Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan suatu masalah kesehatan yang utama dalam kehidupan.
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tidak setelah penyakit jantung dan
kanker ( Sukiandra,et al, 2019). Perbaikan defisit neurologis pada pasien stroke
umumnya terjadi tergantung dari luas lesi dan kualitas perawatan pasien stroke pada
fase ikut.
Prevalensi adanya stroke infark Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dan
2018 menunjukan bahwa prevalensi penyakit gagal ginjal kronis di Indonesia ≥ 15
tahun berdasarkan diagnosis dokter pada tahun 2013 adalah 0,2% dan terjadi
peningkatan pada tahun 2018 sebesar 0,38% (Ria et al., 2019). Tekanan darah tinggi
>140/90 mmHg dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal,
jantung hingga stroke (Ari, 2019). Hipertensi dapat berakibat pada kegagalan ginjal
karena hipertensi pada dasarnya merusak pembuluh darah, jika pembuluh darah yang
berada dalam ginjal mengalami tekanan darah yang tinggi maka pembuluh darah
tersebut akan tertekan dan dapat mengganggu fungsi ginjal.
Stroke non hemoragik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hal ini
disebabkan oleh aterosklerosis yaitu penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh
darah atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Stroke
non hemoragik terjadi pada pembuluh darah yang mengalami sumbatan sehingga
menyebabkan berkurangnya aliran darah pada jaringan otak, thrombosis otak,
aterosklerosis dan emboli serebral yang merupakan penyumbatan pembuluh darah
yang timbul akibat pembentukan plak sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah
yang dikarenakan oleh penyakit jantung, diabetes, obesitas, kolesterol, merokok,
stress, gaya hidup, rusak atau hancurnya neuron motorik atas dan hipertensi
(Sulistiyawati, 2020).
Perawat memiliki peranan penting dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Salah satu saran penting seorang perawat adalah sebagai
edukator, dimana pembelajaran merupakan dasar dari Health Education, dimana
pembelajaran merupakan dasar dari Health education yang berhubungan dengan
semua tahap kesehatan kepada keluarga, perawat dalam menekankan pada tindakan
keperawatan yang berorientasi pada upaya promotif dan prevelensi.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melakukan asuhan keperawatan pada Ny.D dengan kasus Stroke Infark di RSUD
Al-Ihsan Bandung
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Ny.D di RSUD Al-Ihsan
b. Melakukan analisis perumusan diagnosa keperawatan pada pasien Ny.D
dengan Stroke di RSUD Al-Ihsan
c. Melakukan perencanaan Ny.D di RSUD Al-Ihsan
d. Melakukan implementasi pada Ny.D di RSUD Al-Ihsan
e. Melakukan evaluasi pada Ny.D di RSUD Al-Ihsan
C. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan laporan ini, penulisan menggunakan sistematika penulisan sebagai
berikut.
BAB I PENDAHULUAN
BAB ini berisi tentang latar belakang masalah, tujuan umum, tujuan khusus, metode
telaah dan teknik Pengambilan Data dan Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
BAB ini berisi tentang tinjauan teori dengan urusan bahasa yaitu: definisi, anatomi
fisiologi, etiologi dan faktor predisposisi, patofisiologi, tanda dan gejala, tindakan
medis, prosedur diagnostik, diet, data fokus pengkajian sesuai teori dan rencana
keperawatan yang mungkin muncul sesuai dengan teori.
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
BAB ini berisi dua bahasan yaitu tentang Dokumentasi laporan kasus mulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan catatan
perkembangan serta Pembahasan yang memuat perbandingan antara teori dan kasus.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
BAB ini berisi tentang simpulan dari data yang ditemukan di klinik dengan teori dan
saran-saran yang berkaitan dengan kendala pada tiap tahap

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi Otak
1. Definisi Otak
Menurut Sulistiyawati, 2020 Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting
karena merupakan pusat pengontrol semua alat tubuh yang terdiri atas: serebrum,
cerebellum, dan batang otak.
a. Serebrum
Merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur,
mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Pada otak besar
ditemukan empat lobus: lobus frontal, parietal, temporal, dan oksipital.
b. Cerebellum
Terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan
serebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan diatas
medulla oblongata.
c. Batang otak
1) Diensefalon, merupakan bagian batang otak paling atas terdapat diantara
serebelum dengan mesensefalon. Fungsi diensefalon adalah untuk
mengecilkan pembuluh darah, membantu proses persarafan, mengontrol
kegiatan reflek, dan membantu kerja jantung.
2) Mesensefalon, atap dari mensensefalon terdiri dari empat bagian yang
menonjol keatas. Pons varoli, merupakan penghubung mesensefalon, pons
varoli dan serebelum.
3) Medulla oblongata merupakan bagian otak paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis. Selain itu masih ada
lagi beberapa bagian dalam menjalankan fungsi otak antara lain :
(a) Meningen, adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang
belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh
darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinalis), memperkecil
benturan atau getaran yang terdiri dari tiga lapisan.
1. Durameter: selaput keras pembungkus otak yang berasal dari
jaringan ikat tebal dan kuat.
2. Arakhroid: merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dengan piameter membentuk sebuah kantong atau balon berisi
cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral.
3. Piameter: merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan
jaringan otak.
(b) Sistem ventrikel terdiri dari beberapa rongga dalam otak yang
berhubungan dengan satu sama lainnya ke rongga itu, menghasilkan
cairan serebrospinal.
(c) Cairan serebrospinal
Adalah hasil sekresi pleksus koroid.Cairan ini bersifat alkali bening
mirip plasma.Cairan ini salurkan oleh pleksus koroid ke dalam
ventrikel yang ada dalam otak, kemudian cairan masuk ke dalam
kanalis sumsum tulang belakang dan ke dalam ruang subaraknoid
melalui ventrikularis.
b. Medula spinalis
Merupakan bagian susunan saraf pusat yang terletak di dalam kanalis
vertebralis besama ganglion radiks posterior yang terdapat pada setiap
foramen intervertebralis terletak berpasangan kiri dan kanan. Dalam medulla
spinalis keluar 31 pasang saraf, terdiri dari: servikal 8 pasang, torakal 12
pasang, lumbal 5 pasang, sakral 5 pasang dan koksigial 1 pasang.
c. Saraf perifer
Saraf perifer terdiri dari saraf somatik dan saraf otonom.Saraf somatik adalah
susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengatur aktivitas otot
sadar atau serat lintang.Sedangkan saraf otonom adalah saraf- saraf yang
bekerjanya tidak dapat disadari dan bekerja secara otomatis.
B. Konsep Stroke Infark
1. Definisi Stroke Infark
Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA), adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare,
2002). Sebagian besar (80%) disebabkan oleh stroke non hemoragik. Stroke non
hemoragik merupakan stroke yang dapat disebabkan oleh trombus dan emboli.
Stroke non hemoragik akibat trombus terjadi karena penurunan aliran darah pada
tempat tertentu di otak melalui proses stenosis.
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak
pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi
antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat.Kesadaran pasien umumnya menurun (Artiani, 2009).
2. Etiologi
Stroke non hemoragik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hal ini
disebabkan oleh aterosklerosis yaitu penumpukan kolesterol pada dinding
pembuluh darah atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah
ke otak.
Stroke non hemoragik terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
sumbatan sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah pada jaringan otak,
thrombosis otak, aterosklerosis dan emboli serebral yang merupakan
penyumbatan pembuluh darah yang timbul akibat pembentukan plak sehingga
terjadi penyempitan pembuluh darah yang dikarenakan oleh penyakit jantung,
diabetes, obesitas, kolesterol, merokok, stress, gaya hidup, rusak atau hancurnya
neuron motorik atas dan hipertensi (Sulistiyawati, 2020).

3. Faktor risiko
Faktor resiko adalah hal-hal yang meningkatkan kecenderungan seseorang
untuk mengalami stroke. Penelusuran faktor resiko penting dilakukan agar dapat
menghindari dan mencegah serangan stroke. Ada dua faktor resiko yang
mempengaruhi stroke non hemoragik diantaranya faktor resiko yang dapat
dikontrol dan faktor resiko yang tidak dapat dikontrol (Indrawati et al., 2016).
Faktor resiko yang dapat di kontrol yaitu :
a. Pernah terserang stroke, seseorang yang pernah mengalami stroke, termasuk
TIA, rentan terserang stroke berulang. Seseorang yang pernah mengalami
TIA akan sembilan kali lebih beresiko mengalami stroke dibandingkan yang
tidak mengalami TIA.
b. Hipertensi, merupakan faktor risiko tunggal yang paling penting untuk stroke
iskemik maupun stroke perdarahan. Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah
mendapat tekanan yang cukup besar. Jika proses tekanan berlangsung lama,
dapat menyebabkan kelemahan pada dinding pembilih darah sehingga
menjadi rapuh dan mudah pecah. Hipertensi juga dapat menyebabkan
arterosklerosis dan penyempitan diameter pembuluh darah sehingga
mengganggu aliran darah ke jaringan otak.
c. Penyakit jantung, beberapa penyakit jantung, antara lain fibrilasi atrial (salah
satu jenis gangguan irama jantung), penyakit jantung koroner, penyakit
jantung rematik, dan orang yang melakukan pemasangan katup jantung
buatan akan meningkatkan resiko stroke. Stroke emboli umumnya disebabkan
kelainankelaianan jantung tersebut.
d. Diabetes melitus (DM), seseorang dengan diabetes melitus rentan untuk
menjadi ateroklerosis, hipertensi, obesistas, dan gangguan lemak darah.
Seseorang yang mengidap diabetes melitus memiliki resiko dua kali lipat
dibandinkan mereka yang tidak mengidap DM.
e. Hiperkolesterolemia, dapat menyebabkan arterosklerosis yang dapat memicu
terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke itu sendiri.
f. Merokok, perokok lebih rentan terhadap terjadinya stroke dibandingkan
mereka yang bukan perokok. Hal tersebut disebabkan oleh zat nikotin yang
terdapat di dalam rokok membuat kerja jantung dan frekuensi denyut jantung
serta tekanan darah meningkat. Nikotin juga mengurangi kelenturan arteri
yang dapat menyebabkan aterosklerosis.
g. Gaya hidup, diet tinggi lemak, aktivitas fisik kurang, serta stres emosional
dapat meningkatkan risiko terkena stroke. Seseorang yang sering
mengonsumsi makanan tinggi lemak dan kurang melakukan aktivitas fisik
rentan mengalami obesitas, diabetes melitus, aterosklerosis, dan penyakit
jantung. Seseoraang yang sering mengalami stres emosional juga dapat
mempengaruhi jantung dan pembuluh darah sehingga berpotensi
meningkatkan resiko serangan stroke.
Faktor-faktor resiko yang tidak dapat dikontrol. Ada beberapa faktor
resiko terkena stroke yang tidak dapat atupun dimodifikasi. Faktor-faktor
tersebut antara lain faktor usia, jenis kelamin, ras, dan genetik/keturunan.
a. Usia, resiko mengalamai stroke meningkat seiring bertambahnya usia. Resiko
semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Usia terbanyak terkena serangan
stroke adalah usia 65 tahun ke atas. Dari 2065 pasien stroke akut yang dirawat
di 28 rumah sakit di Indonesia, 35,8% berusia diatas 65 tahun dan 12,9%
kurang dari 45 tahun.
b. Jenis kelamin, stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak dibandingkan
perempuan
c. Ras, stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada ras kulit
hitam, Asia, dan kepulauan Pasifik, serta Hispanik dibandingkan kulit putih.
Pada kulit hitam diduga karena angka kejadian hipertensi yang tinggi serta diet
tinggi garam.
d. Genetik, resiko stroke meningkat jika ada orang tua atau saudara kandung
yang mengalami stroke atau TIA.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Kesuma, 2019 Proses penyumbatan pembuluh darah otak
mempunyai beberapa sifat klinis yang spesifiik

a. Gejala serebral (kontralateral) : motorik (kelemahan, kecanggungan, atau


paralisis ekstremitas). Sedangkan sensorik (baal, parastesia) berhubungan
dengan kemampuan bicara (disfasia reseptif atau ekspresif ).
b. Gejala okular (ipsilateral) : amaurosis fugaks (kehilangan pengelihatan
sementara yang digambarkan sebagai selubung yang menutupi lapang
pandang)
c. Gejala serebral (atau okular) dapat sementara (serangan iskemik sementara
(transient ischaemic attack, TIA) merupakan defisit neurologis fokal atau
okular yang berlangsung tidak lebih dari 24 jam) atau permanen (serangan
stroke)
d. Gejala vertebrobasilar, vertigo, ataksia, sakit kepala, sinkop, parestesia
bilateral, halusinasi visual.
5. Patofisiologi
Menurut Ratnasari, 2020 bila aliran darah jaringan otak berhenti maka
oksigen dan glukosa yang diperlukanuntuk pembentukan ATP akan menurun,
akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga membran potensial akan
menurun. K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Na dan Ca
berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih
negatif sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran
sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang
menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi
menurun dibawah ambang batas kematian jaringan,yaitu bila aliran darah
berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram / menit.

Anda mungkin juga menyukai