PENDAHULUAN
|1
1.1.2. Learning Obective
Tujuan pembelajaran dari skenario 1 adalah agar sasaran pembelajaran
dapat tercapai dengan kegiatan belajar mandiri. Beberapa hal yang
harus dipelajari antara lain:
1. Laporan pendahuluan
1.1. Anatomi fisiologi Saraf
1.2. Definisi Stroke
1.3. Klasifikasi Stroke
1.4. Etiologi Stroke
1.5. Patofisiologi Stroke
1.6. Manifestasi klinis pada Stroke
1.7. Pemeriksaan penunjang pada Stroke
1.8. Penatalaksanaan pada Stroke
2. Konsep Asuhan Keperawatan pada klien dengan penyakit Stroke
2.1. Pengkajian
2.2. Diagnosa keperawatan
2.3. Intervensi Keperawatan
3. Asuhan Keperawatan sesuai Kasus
3.1. pengkajian
3.2. Data focus
3.3. Analisa Data
3.4. Prioritas Diagnosa Keperawatan
3.5. Rencana Asuhan Keperawatan
|2
BAB II
PEMBAHASAN
|3
Gambar.2-1. Ringkasan Fisiologis dari bagian-bagian system saraf
pusat.(Sumber.http://dosen-anatomi.blogspot.co.id/2013/05/anatomi-fisiologi-sistem
-saraf_6.html)
● Pelindung otak
Jaringan otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tulang
terngkorak dan tulang belakang, serta tiga lapisan jaringan
penyambung atau meningen, yaitu pia mater, arakhnoid, dan dura
mater. Masing-masing merupakan suatu lapisan yang terpisah dan
kontinu. Antara lapisan pia mater dan arakhnoid terdapat
penghubung yang disebut trabekula. Dura mater juga disebut
pakhimeni, sedangkan pia mater dan arakhnoid bersama-sama
disebut leptomening .
● Pia mater
Pia mater langsung berhubungan dengan otak dan jatingan spinal ,
dan mengikuti kontur struktur eksternal otak dan jaringan spinal.
Pia mater merupakan lapisan vascular, tempat pembuluh-pembuluh
darah berjalan menuju struktur dalam SSP untuk memberi nutrisi
pada jaringan saraf. Pia mater meluas ke bagian bawah medulla
spinalis (spinal cord) , yang seperti tela disebutkan sebelumnya,
berakhir kira-kira setinggi bagian bawah L1.
● Arachnoid
Arakhnoid merupakan suatu membran fibrosa yang tipis , halus dan
avaskular. Arachnoid meliputi otak dan medulla spinalis, tetapi
tidak mengikuti kontur luar seperti pia mater.
|4
Daerah antara arachnoid dan pia mater disebut ruang sub arachnoid
dimana terdapat arteri, vena serebri dan trabekula arachnoid , dan
cairan serebro spinal yang membasai SSP. Ruang sub arakh noid
ini mempunyai pelebaran-pelebaran yan disebut sisterna. Sala satu
pelebaran yang terbesar adalah sisterna lumbalis di daera lumbal
kolumna vertebralis. Bagian bawah lumbal (biasanya antara L3 – L4
atau L4 – L5 ) merupakan tempat yan biasanya digunakan untuk
mendapatkan cairan serebrospinal untuk pemeriksaan lumbal
pungsi.
● Duramater
Duramater merupakan suatu jaringan liat, tidak elastis dan mirip
kulit sapi, yang terdiri atas dua lapisan-bagian luar yang disebut
duraentosteal dan bagian dalam yang disebut dura meningeal.
Lapisan endosteal membentuk bagian dalam periosteum tengkorak
dan berlanjut sebagai periosteum yang membatasi kanalis
vertebralis medulla spinalis.
|5
Sinus-sinus ini tidak mempunyai jaringan vascular dan terdiri atas
dura mater yang dilapisi oleh jaringan endotel.
Pada kerusakan vaskuler otak dapat terjadi pendarahan di ruang
ekstradural atau epidural (antara duraendosteal dan tulang
tengkorak), ruang sub dural (antara dura meningeal dan arachnoid),
ruang subarachnoid (antara arachnoid dan pia mater) atau dibawah
pia mater ke dalam otak sendiri. Garis fraktur yang melintasi salah
satu alur tersebut dapat merusak arteri yang terletak didalamnya
dan ini merupakan penyebab tersering dari ekstradural hematoma
atau epidural hematoma.
Ekstradural hematoma terjadi jika kepala terpukul di daerah parito
temporal sehingga merusak arteri meningea media, yang
merupakan penyebab ekstra dural hematoma yang paling sering.
|6
berkontriksi dengan baik, yang menyebabkan perdarahan hebat
namaun dapat di control dengan menekannya dengan jari
(price,1995).
|7
Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke
meliputi:
1. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
Kesadaran klien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi
secraa spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh
karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler (Djoenaidi
Widjaja et. Al,1994). Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a. Perdarahan Intra Serebri (PIS)
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
2. Stroke Non Hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi
hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
|8
sekunder. Kesadaran umumnya baik.
|9
jantung.
| 10
beberapa kelaianan yang diduga merupakan penyebab stroke pada
dewasa muda. Akan tetapi aterosklerosis diduga sebagai penyebab
primer dari penyakit stroke. Aterosklerosis merupakan bentuk
pengerasan pembuluh darah arteri (Hull, 1993). Aterosklerosis
merupakan kumpulan perubahan patologis pada pembuluh darah
arteri, seperti hilangnya elastisitas dan menyempitnya lumen
pembuluh darah (Junaidi, 2004). Aterosklerosis ini merupakan respon
normal terhadap injury yang terjadi pada lapisan endotel pembuluh
darah arteri. Proses aterosklerosis ini lebih mudah terjadi pada
pembuluh darah arteri karena arteri lebih banyak memiliki sel otot
polos dibandingkan vena, dan sel otot polos tadi lebih banyak
membentuk kumpulan plak aterosklerosis (Junaidi, 2004). Proses
aterosklerosis ditandai oleh penimbunan lemak yang terjadi secara
lambat pada dinding-dinding arteri yang disebut plak, sehingga dapat
memblokir atau menghalangi sama sekali aliran darah ke jaringan.
Bila sel-sel otot arteri tertimbun lemak maka elastisitasnya akan
menghilang dan kurang dapat mengatur tekanan darah. Akibat lain
dari aterosklerosis ini adalah terbentuknya bekuan darah atau trombus
yang melekat pada dinding arteri dan dapat menyebabkan sumbatan
yang lebih berat. Apabila bagian trombus tadi terlepas dari dinding
arteri dan ikut terbawa aliran darah menuju ke arteri yang lebih kecil,
maka hal ini dapat menyebabkan sumbatan pada arteri tersebut.
Bagian dari trombus yang terlepas tadi disebut emboli. Proses
aterosklerosis ini dapat terjadi di semua pembuluh darah organ tubuh,
baik pembuluh darah ke jantung, ginjal, maupun otak (Hull, 1993).
Oleh karena itu, aterosklerosis dapat mengakibatkan serangan jantung,
hipertensi, dan stroke. Serangan stroke ini dapat terjadi apabila proses
penyempitan atau aterosklerosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
menuju ke otak.
| 11
Gambar.2-3.Proses Aterosklerosis pada Pembuluh darah.
| 12
pasien berusia kurang dari 50 tahun (Wahjoepramono, 2005).
PATHWAY
| 13
Skema.2-1. Patofisiologi stroke ke masalah keperawatan. (arif muttaqin,2011)
| 14
Hemoragik dibagi atas:
2.1.6.1 Perdarahan Intraserebral(PIS)
Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodromal yang tidak
jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan
seringkali siang hari, saat berktivitas, atau emosi/marah. Sifat
nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering kali
terdapat pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplegi
biasanya terjadi sejak permulaan seranga. Kesadaran biasanya
menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari
setengah jam, 23% antara ½ s.d 2 am, dan 12% terjadi setelah
2 jam, smpai 19 hari).
| 15
3) Tonus otot lemah atau kaku
4) Menurun atau hilangnya rasa
5) Gangguan lapang pandang (hemianopia atau
Hemianopsia) atau diplopia
6) Afasia (bicara tidak lancer, kurangnya ucapan, atau
kesulitan memahami ucapan)
7) Disartria (bicara pelo atau cadel)
8) Gangguan persepsi
9) Ataksia (trunkal atau anggota badan)
10) Gangguan status mental (konfusi, delirium, latergi, stupor,
atau koma)
11) Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.(Arif
Mansjoer,2007).
Stroke Hemoragik Stroke Non
Gejala Klinis
PIS PSA Hemoragik
Gejala Defisit
Berat Ringan Berat/Ringan
Lokal
SIS sebelumnya Amat jarang - +/biasa
Permulaan
Menit/jam 1-2 menit Pelan(jam/hari)
(onset)
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tak ada
Muntah pada Tidak, kecuali lesi
sering Sering
awalnya di batang otak
Hipertensi Hamper selalu Biasanya tidak Sering sekali
Bisa hilang
Kesadaran Bisa hilang Dapat hilang
sebentar
Bisa ada pada
Kaku kuduk Jarang Tisak ada
permulaan
Sering sejak
Hemiparesis Tidak ada Sering dari awal
awal
Deviasi mata Bisa ada Tidak ada Mungkin ada
Gangguan bicara Sering Jarang Sering
Sering Selalu
Likuor Jernih
berdarah berdarah
Perdarahan
Tidak ada Bisa ada Tidak ada
subhialoid
Paresis/Ganggua
- Mungkin(+) -
n N III
Tabel.2-1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik.
| 16
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang pada Stroke
Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan dalam membantu menegakkan
diagnosis klien stroke meliputi:
2.1.7.1 Angiografi Serebri: Membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya
titik okulasi atau raftur.
2.1.7.2 Lumbal Pungsi: Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan
adanya perdarahan.
2.1.7.3 CT Scan: Pembidaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi hematoma adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemerikasaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.
2.1.7.4 Magnetic Imaging Resonance(MRI): Menunjukan daerah yang
mengalami infark, hemoragik.
2.1.7.5 USG Doppler: Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
2.1.7.6 EEG: Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang
otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
2.1.7.7 Pemeriksaan Darah Rutin
2.1.7.8 Pemeriksaan kimia Darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapat 250 mg dalam
serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
2.1.7.9 Pemeriksaan Darah lengkap: untuk mencari kelainan pada
darah itu sendiri.
| 17
a. Terapi Akut
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-
faktor kritis seperti Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital
dengan :
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan
pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu
lakukan trakeostomi, membant pernafasan.
2) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien,
termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan
memakai kateter.
5) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus
dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi
tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif
| 18
stroke. Pendekatan interdisipliner untuk penanganan stroke yang
mencakup rehabilitasi awal sangat efektif dalam pengurangan
kejadian stroke berulang pada pasien tertentu. Pembesaran
karotid dapat efektif dalam pengurangan risiko stroke berulang
pada pasien komplikasi berisiko tinggi selama endarterektomi
(Fagan dan Hess, 2005). Selain itu modifikasi gaya hidup
berisiko terjadinya stroke dan faktor risiko juga penting untuk
menghindari adanya kekambuhan stroke. Misalnya pada pasien
yang merokok harus dihentikan, karena rokok dapat
menyebabkan terjadinya kekambuhan (Eusistroke,2003).
| 19
4) Sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi
5) Mengelola tPA 0,9 mg/kg lebih dari 1 jam, dengan
10% diberikan sebagai bolus awal lebih dari 1 menit
6) Menghindari terapi antitrombotik(antikoagulan atau
antiplatelet) untuk 24 jam dan Monitor pasien ketat
untuk respon hemoragik dan kecacatan
7) Pemberian tPA tidak boleh diberikan dalam waktu
24 jam karena dapat meningkatkan risiko
perdarahan pada pasien tersebut(Fagan dan Hess,
2005).
| 20
39% dari pasien yang diobati mencapai “hasil yang sangat
baik” pada 3 bulan, dibandingkan dengan26% dari pasien
placebo (Fagan dan Hess,2005). Alteplase adalah enzim
serine-protease dari sel endotel pembuluh yang dibentuk
dengan teknik recombinant-DNA.T ½ nya hanya 5
menit.Bekerja sebagai fibrinolitikum dengan jalan mengikat
pada fibrin dan mengaktivasi plasminogen jaringan.Plasmin
yang terbentuk kemudian mendegradasi fibrin dan dengan
demikian melarutkan thrombus(Tjay dan Rahardja,2007).
| 21
c. Clopidogrel
Clopidogrel memiliki efek trombosit anagregatori unik dalam
hal ini adalah inhibitor dari adenosine difosfat (ADP) jalur
agregasi trombosit dan dikenal menghambat rangsangan
untuk agregrasi platelet.Efek ini menyebabkan perubahan
membran platelet dan interferensi dengan interaksi membran
fibrinogenik mengarah ke pemblokiran platelet reseptor
glikoprotein IIb/IIIa.
d. Dipiridamol
Senyawa dipirimidin berkhasiat menghindarkan agregasi
trombosit dan adhesinya pada dinding pembuluh.Juga
menstimulasi efek dan sintesa epoprostenol.Kerjanya
berdasarkan inhibisi fosfodiester, sehingga cAMP (dengan
daya menghambat agregat) tidak diubah dan kadarnya dalam
trombosit meningkat.
Sumber: http://eprints.ums.ac.id/14994/3/BAB_1.pdf
2.2.2 Anamnesis
Identitas Klien meliputi nama, usia(kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam masuk RS, nomor register dan diagnosis medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alas an klien untuk meminta
bantuan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan,
| 22
bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, den penurunan tingkat
kesadaran.
| 23
dan penggunaan otot bantu napas. Auskultasi bunyi napas
tambahan dan kemampuan batuk menurun, pada klien stroke
dedapatkan penurunan tingkat kesadaran atau koma.
b. B2 (Blood): pengkajian pada system kardiovaskular
didapatkan syok hipovolemik yang sering terjadi pada klien
stroke. TD terjadi peningkatan dan bisa terdapat hipertensi
massif TD > 200 mmHg.
c. B3 (Brain): stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral.
d. B4 (Bladder): Seltelah stroke klien mungkin mengalami
inkontinensia urine sementara karena konfusi. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
e. B5 (Bowel): didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan,
nafsu makan menurun, mual, dan muntah pada fase akut.
f. B6 (Bone): stroke adalah penyakit motoric neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap
gerakan motoric. Disfungsi umumnya, hemiplegia (paralisis
pada salah satu sisi) Karena adanya lesi pada sisi otak yang
berlawanan.
2.2.8 Pemeriksaan reflex
2.2.8.1 Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pad atendon,
ligamentum, atau periosteum derajat reflex pada respon normal.
2.2.8.2 Pemeriksaan reflex patologis, pada fase akut reflex fisiologis sisi
yang lumouh akan menghilang. Setelah beberapa hari reflex
fisiologis akan muncul kembali didahului dengan reflex
patologis.
| 24
Cara menguji Tingkat kesadaran GCS (Glasgow Coma Scale)
Bayi Respon Anak/Dewasa
Buka mata (eye)
Spontan 4 spontan
Terhadap perintah/ suara 3 Terhadap perintah
Terhadap nyeri 2 Terhadap nyeri
Tidak ada respon 1 Tidak ada respon
Respon verbal
Bergumam/mengoceh 5 Terorientasi
Menangis lemah 4 Bingung
Menangis karena nyeri 3 Kata-kata yang tidak teratur
Merintih karena nyeri 2 Tidak dapat dimengerti
Tidak ada 1 Tidak ada
Respon motoric
Spontan 6 Mematuhi perintah
Penarik karena sentuhan 5 Melokalisasi nyeri
Penarik karena nyeri 4 Penarikan karena nyeri
Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal 2 Ekstensi abnormal
Tidak ada respon 1 Tidak ada respon
Skor 14-15 12-13 11-12 8-10 <5
Kondisi Compos Apatis Somnolent Supor Koma
Mentis
| 25
3. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparese/hemiplegia, kelemahan
neuromuscular pada ekstremitas
4. Resiko tinggi cidera b.d penurunan luas lapang pandang,
penurunan sensasi rasa(panas,dingin)
5. Risiko gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama
6. Deficit perawatan diri b.d kelemahan neuromuscular, menurunnya
kekuatan dan kesadaran, kehilangan control/koordinasi otot.
7. Kerusakan komunikasi verbal b.d efek dari kerusakan pada area
bicara pada hemisfer otak
8. Resiko ketidakseimbanagn nutrisi kurang dari kebutuhan b.d
kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan makanan.
9. Kecemasan b.d ancaman, kondisi sakit dan perubahan kesehatan
| 26
Monitor temperatur dan pengaturan Panas merupakan refleks dari hipotalamus, peningkatan
suhu lingkungan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang
peningkatan TIK
Pertahankan kepala/leher pada posisi Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan
yang netral, usahakan dengan sedikit penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran
bantal. Hindari penggunaan bantal darah (menghambat drainase pada vena serebri) sehingga
yang tinggi pada kepala dapat meningkatkan tekanan intracranial
Berikan penjelasan pada klien (jika Meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan
sadar) dan keluarga tentang perawatan klien dan mengurangi kecemasan
sebab-akibat TIK menigkat
Observasi tingkat kesadaran dengan Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan
GCS berguna mennetukan lokasi dan perkembangan penyakit
Kolaborasi: O2 sesuai indikasi Mengurangi hipoksemsia,di mana dapat meningkatkan
vasodilatasi serebri dan volume darah dan menaikkan
TIK
Monitor hasil laboratorium sesuai Membantu memberikan informasi tentang efektivitas
dengan indikasi seperti protrombin, pemberian obat
LED
| 27
observasi terhadap meningkatan aktivitas.
kerusakan. Kaji secara teratur fungsi
motoric
Ubah posisi klien tiap 2 jam Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat
sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
Ajarkan klien untuk melakukan Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan
latihan aktif pada ekstremitas yang otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
tidak sakit
Pertahankan sendi 900 terhadap Telapak kaki dalam posisi 900 dapat mencegah footdrop
papan kaki
Bantu klien melakukan ROM, Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan
perawatan diri sesuai toleransi
Kolaborasikan dengan ahli Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas
fisioterapu untuk latihan fisik klien dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim
fisioterapis
| 28
okupasi khusus.
Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area
bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol/koordinasi otot
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap maslaah
komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat
Kriteria hasil: terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi, klien
mampu merspons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat
Intervensi Rasional
Kaji tipe disfungsi misalnya klien Membantu menentuksn kerusakan area pada otak dan
tidak mengerti tentang kata-kata atau menentukan kesulitan klien dengan sebagian atau
masalah berbicara atau tidak seluruh proses komunikasi, klien mungkin mempunyai
mengerti bahasa sendir masalah dalam mengartikan kata-kata (afasia, area
wernicke, dan kerusakan pada area broca)
Lakukan metode percakapan yang Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau
baik dan lengkap, bari kesempatan ucapannya, komunikasinya secara tidak sadar, dengan
klien untuk mengklarifikasi melengkapi dapat merealisasikan pengertian klien dan
dapat mengklarifikasi percakapan
Pendengarkan bunyi yang sederhana Mengidentifikasi disatria komponen berbicara (lidah,
seperti “sh....cat” gerakan bibir, kontrol pernapasan dapat memengaruhi
artikulasi, dan mungkin tidak terjadinya afasia ekspresif)
Pilih metode komunikasi alternatif Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi
misalnya menulis pada papan tulism, individu
menggambar, dan
mendemonstrasikan secara visual
gerakan tangan
Kolaborasi: konsultasikan ke ahli Mengkaji kemampuan verbal individual dan sensorik
terapi bicara motorik dan fungsi kognitif untuk mengidentifikasi
defisit dan kebutuhan terapi
Resiko ketidakseimbanagn nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kelemahan otot dalam
mengunyah dan menelan makanan.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil: turgeo kulit baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan
menelan, BB meningkat, Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi Rasional
Observasi turgor kulit, tekstur Mengetahui status nutrisi
Lakukan oral hygiene Kebersihan mulut merangsang nafsu makan
Observasi intake dan output nutrisi Mengetahui keseimbangan nutrisi klien
Observasi posisi dan keberhasilan Untuk menghindari resiko infeksi/iritasi
sonde
Berikan makan perlahan dan pada Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa
lingkungan yang tenang adanya diatraksi/gangguan dari luar
Kolaborasikan dengan tim dokter Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti
untuk memberikan cairan melalui IV dan juga klien tidak mampu untuk memasukkan sagala
atau makanan melalui selang sesuatu melalui mulut.
| 29
Kecemasan b.d ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam kecemasan hilang atau berkurang
Kriteri hasil: mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang
memengaruhi dan menyatakan ansietas berkurang/hilang.
Intervensi Rasional
Bantu klien mengekspresikan Cemas berkelanutan memberikan dampak serangan
perasaan marah, kehilangan, dan jantung selanjutnya.
takut
Berikan suasana tenang pada Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu
lingkungan klien
Orientasikan klien terhadap prosedur Orientasi dapat menurunkan kecemasan
rutin dan aktivitas yang diharapkan
Beri kesempatan kepada klien untuk Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
mengungkapkan kecemasannya kekhawatiran yang tidak diekspresikan
Berikan privasi untuk klien dan Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan,
orang terdekat menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi. Adanya
keluarga dan teman yang dipilih klien melayani aktivitas
dan penglihatan (misalnya membaca) akan menurunkan
perasaan terisolasi
| 30
BAB III
PENUTUP
KASIMPULAN
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Faktor Risiko
dari stroke antara lain: Yang tidak dapat diubah: Usia, jenis Kelamin pria, Ras,
Riwayat Keluarga, Riwayat TIA atau stroke, penyakit jantung coroner, fibrasi
atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk homosistirunia. Yang dapat diubah:
Hipertensi, diabete mellitus, merokok, penyalahgunaan alcohol dan obat,
kontrasepsi oral, hematocrit meningkat, bruit karotis asimtomatis, hiperurisemia
dan dyslipidemia.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi spontan bukan oleh
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan
kapiler (Djoenaidi Widjaja et. Al, 1994). Stroke hemoragik adalah stroke yang
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke
hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. (Amin Huda Nurarif, 2015).
Pada Pembahasan di BAB II dan disesuaikan dengan kasus didapatkan
kesimpulan bahwa pada skenario 1 membahas tentang stroke hemoragik.
Berdasarkan dari pemeriksaan didapatkan bahwa Tekanan darah meningkat dan
klien dibawa dalam keadaan tidak sadar ke RSH karena sebelumnnya klien
terjatuh dari tempat kerja saat berktivitas, didapatkan juga Hasil GCS:335
somnolent (kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur,
namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu menjawab verbal) dan nampak tungkai sebelah kiri tidak
dapat digerakkan. Dari hasil pemeriksaan CT scan juga ditemukan adanya lesi
pada area broca dan hemisfer sebelah kanan. Dan keterangan dari istri klien
| 31
melaporkan bahwa sisi kiri wajah lebih jatuh dan bicara tidak jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA. Edisi Revisi Jilid 3. Yogjakarta :
Mediaction.
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2012. Handbook & Health Student
ogyakarta: Mediaction.
Nursing, Midwife, Pharmacy, Doctor. Y
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Wahjoepramono, Eka J.. 2005. Stroke Tata Laksana Fase Akut. Jakarta:
Universitas Pelita Harapan.
Mansjoer, Arif. 2000. Kepita Selekta Kedokteran. Edisi Tiga. Jilid-2. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
Hull, Allison, 1993. Penyakit jantung, Hipertensi, dan Nutrisi. Jakarta : PT Bumi
Aksara.
| 32
| 33