Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.1. Skema, pohon masalah, alur piker sistematis

|1
1.1.2. Learning Obective
Tujuan pembelajaran dari skenario 1 adalah agar sasaran pembelajaran
dapat tercapai dengan kegiatan belajar mandiri. Beberapa hal yang
harus dipelajari antara lain:
1. Laporan pendahuluan
1.1. Anatomi fisiologi Saraf
1.2. Definisi Stroke
1.3. Klasifikasi Stroke
1.4. Etiologi Stroke
1.5. Patofisiologi Stroke
1.6. Manifestasi klinis pada Stroke
1.7. Pemeriksaan penunjang pada Stroke
1.8. Penatalaksanaan pada Stroke
2. Konsep Asuhan Keperawatan pada klien dengan penyakit Stroke
2.1. Pengkajian
2.2. Diagnosa keperawatan
2.3. Intervensi Keperawatan
3. Asuhan Keperawatan sesuai Kasus
3.1. pengkajian
3.2. Data focus
3.3. Analisa Data
3.4. Prioritas Diagnosa Keperawatan
3.5. Rencana Asuhan Keperawatan

|2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. LAPORAN PENDAHULUAN STROKE


2.1.1. Anatomi Fisiologi Saraf
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energy dalam
seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolism
oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan dan kebutuhan akan
oksigen dan glukosa melalui aliran darah adalah konstan. Metabolism
otak merupakan proses tetap dan kontinu, tanpa ada masa istirahat.
Bila aliran darah terhenti selama 10 detik saja. Maka kesadaran dapat
hilang, dan penghentian dalam beberapa menit saja dapat
menimbulkan kerusakan permanen.
Secara ringkas fisiologis dari otak dapatt dilihat pada
gambar.2-1.

|3
Gambar.2-1. ​Ringkasan Fisiologis dari bagian-bagian system saraf
pusat.(Sumber.http://dosen-anatomi.blogspot.co.id/2013/05/anatomi-fisiologi-sistem
-saraf_6.html)

● Pelindung otak
Jaringan otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tulang
terngkorak dan tulang belakang, serta tiga lapisan jaringan
penyambung atau meningen, yaitu pia mater, arakhnoid, dan dura
mater. Masing-masing merupakan suatu lapisan yang terpisah dan
kontinu. Antara lapisan pia mater dan arakhnoid terdapat
penghubung yang disebut trabekula. Dura mater juga disebut
pakhimeni, sedangkan pia mater dan arakhnoid bersama-sama
disebut leptomening .

● Pia mater
Pia mater langsung berhubungan dengan otak dan jatingan spinal ,
dan mengikuti kontur struktur eksternal otak dan jaringan spinal.
Pia mater merupakan lapisan vascular, tempat pembuluh-pembuluh
darah berjalan menuju struktur dalam SSP untuk memberi nutrisi
pada jaringan saraf. Pia mater meluas ke bagian bawah medulla
spinalis (spinal cord) , yang seperti tela disebutkan sebelumnya,
berakhir kira-kira setinggi bagian bawah L​1.

● Arachnoid
Arakhnoid merupakan suatu membran fibrosa yang tipis , halus dan
avaskular. Arachnoid meliputi otak dan medulla spinalis, tetapi
tidak mengikuti kontur luar seperti pia mater.

|4
Daerah antara arachnoid dan pia mater disebut ruang sub arachnoid
dimana terdapat arteri, vena serebri dan trabekula arachnoid , dan
cairan serebro spinal yang membasai SSP. Ruang sub arakh noid
ini mempunyai pelebaran-pelebaran yan disebut sisterna. Sala satu
pelebaran yang terbesar adalah sisterna lumbalis di daera lumbal
kolumna vertebralis. Bagian bawah lumbal (biasanya antara L​3 – L​4
atau L​4 –​ L​5 )​ merupakan tempat yan biasanya digunakan untuk
mendapatkan cairan serebrospinal untuk pemeriksaan lumbal
pungsi.

● Duramater
Duramater merupakan suatu jaringan liat, tidak elastis dan mirip
kulit sapi, yang terdiri atas dua lapisan-bagian luar yang disebut
duraentosteal dan bagian dalam yang disebut dura meningeal.
Lapisan endosteal membentuk bagian dalam periosteum tengkorak
dan berlanjut sebagai periosteum yang membatasi kanalis
vertebralis medulla spinalis.

Medulla spinalis dipertahankan sepanjang kanalis vertebralis oleh


20 sampai 22 pasang ligamentum dentatum atau dentikulatum.
Ligamenta yang melekat pada dura mater dalam jarak-jarak
tertentu ini, merupakan perpanjangan lateral dari jaringan kolagen
pia mater yang memisahkan radiks dorsal dan radiks ventral
(price,1995).

Hemisfer serebri kanan dan kiri dipisahkan pada fisura longitudinal


oleh plaks serebri. Tentorium serebri memisahkan serebrum dari
serebelum. Sinus-sinus vena terletak diantara kedua lapisan dura
mater di tempat-tempat dimana kedua lapisan tersebut memisah.

|5
Sinus-sinus ini tidak mempunyai jaringan vascular dan terdiri atas
dura mater yang dilapisi oleh jaringan endotel.
Pada kerusakan vaskuler otak dapat terjadi pendarahan di ruang
ekstradural atau epidural (antara duraendosteal dan tulang
tengkorak), ruang sub dural (antara dura meningeal dan arachnoid),
ruang subarachnoid (antara arachnoid dan pia mater) atau dibawah
pia mater ke dalam otak sendiri. Garis fraktur yang melintasi salah
satu alur tersebut dapat merusak arteri yang terletak didalamnya
dan ini merupakan penyebab tersering dari ekstradural hematoma
atau epidural hematoma.
Ekstradural hematoma terjadi jika kepala terpukul di daerah parito
temporal sehingga merusak arteri meningea media, yang
merupakan penyebab ekstra dural hematoma yang paling sering.

Subdural hematoma sering kali di sebabkan kerusakan pembuluh


vena yang melintasi ruang dural, sedangkan perdarahan intra
serebri terjadi apabila pembuluh darah yang menembus otak rusak,
sehingga darah masuk ke dalam jaringan otak itu sendiri. Kulit
kepala merupakan struktur tambahan lain yang juga harus di
pertimbangkan sebagai salah satu penutup SSP. Kulit kepala yang
melapisi otak dan melekat pada tengkorak melalui otot frontalis
dan oksipitalis merupakan jaringan ikat pada fibrosa yang dapat
bergerak dengan bebas, yang dinamakan galea aponeurotika (dalam
bahasa latin ”galea” berarti “helm”). Glia membantu meredam
kekuatan trauma eksternal, trauma pukulan yang tidak tepat. Tanpa
lindungan kulit kepala, tengkorak jauh lebih rentan terhadap
fraktur. Diatas galea terdapat lapisan membrane yang mengandung
banyak pembuluh darah besar lapisan lemak, kulit, dan rambut.
Bila sobek, maka pembuluh-pembuluh darah tersebut tidak dapat

|6
berkontriksi dengan baik, yang menyebabkan perdarahan hebat
namaun dapat di control dengan menekannya dengan jari
(price,1995).

2.1.2. Definisi Stroke


Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
neurologis yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan
kegawatdaruratan medis yang harus ditandatangani secara cepat, tepat,
dan cermat.

Stroke adalah sindrom klinis yang global yang awal timbulnya


mendadak. Progressi cepat, berupa deficit neurologis fokal dan atau
global. Yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan
Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebri dan mungkin
perdarahan disebabkan oleh pecahnya Darah otak PADA daerah
adalah otak Tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktifitas
atau saat Aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran Klien
umumnya menurun.

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan


disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi spontan
bukan oleh trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya
pembuluh arteri, vena, dan kapiler (Djoenaidi Widjaja et. Al, 1994).
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi
pada penderita hipertensi. (Amin Huda Nurarif, 2015).

2.1.3. Klasifikasi Stroke

|7
Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke
meliputi:

Gambar.2-2.​ ​Perbedaan antara stroke Hemoragik dan Stroke Nonhemoragik.

1. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
Kesadaran klien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi
secraa spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh
karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler (Djoenaidi
Widjaja et. Al,1994). Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a. Perdarahan Intra Serebri (PIS)
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
2. Stroke Non Hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi
hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema

|8
sekunder. Kesadaran umumnya baik.

Klasifikasi Stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau


stadiumnya:
1. TIA. Gangguan neurologis local yang terjadi selama beberapa
menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang
dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang,
gangguan neurologis terlihat terlihat semakin berat dan bertambah
buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3. Stroke Komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah
menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplet
dapat diawali oleh serangan TIA berulang.(arif muttaqin,2011).

2.1.4. Etiologi Stroke


Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik dan stroke
hemoreagik.
2.1.4.1 Stroke iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak
sebagian atau keseluruhan terhenti.80 % stroke adalah
iskemik.
a. Stroke trombotik: Proses terbentuknya thrombus yang
membuat penggumpalan.
b. Stroke embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh
bekuan darah.
c. Hipoperfusion sistemik: berkurangnya aliran darah ke
seleuruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut

|9
jantung.

2.1.4.2 Adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh


darah ke otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi
pada penderita hipertensi.
a. Hemoragik intraserebral: pendarahan yang terjadi
didalam jaringan otak.
b. Hemoragik Subaraknoid: perdarahan yang terjadi pada
ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak
dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

Faktor Risiko menurut (Arif Mansjoer,2000) antara lain:


2.1.4.1 Yang tidak dapat diubah: Usia, jenis Kelamin pria, Ras,
Riwayat Keluarga, Riwayat TIA atau stroke, penyakit
jantung coroner, fibrasi atrium, dan heterozigot atau
homozigot untuk homosistirunia.
2.1.4.2 Yang dapat diubah: Hipertensi, diabete mellitus, merokok,
penyalahgunaan alcohol dan obat, kontrasepsi oral,
hematocrit meningkat, bruit karotis asimtomatis,
hiperurisemia dan dyslipidemia.

2.1.5. Patofisiologi Stroke


Otak merupakan jaringan yang memiliki tingkat metabolisme paling
tinggi. Meskipun massa yang dimiliki hanya sekitar 2 % dari massa
keseluruhan tubuh, jaringan otak menggunakan hingga 20 % dari total
curah jantung (Wahjoepramono, 2005). Aliran darah yang membawa
glukosa dan oksigen ke otak sangat penting bagi kehidupan dan
metabolisme sel-sel otak. Sel otak yang tidak dialiri aliran darah yang
membawa glukosa dan oksigen dapat rusak bahkan menjadi mati. Ada

| 10
beberapa kelaianan yang diduga merupakan penyebab stroke pada
dewasa muda. Akan tetapi aterosklerosis diduga sebagai penyebab
primer dari penyakit stroke. Aterosklerosis merupakan bentuk
pengerasan pembuluh darah arteri (Hull, 1993). Aterosklerosis
merupakan kumpulan perubahan patologis pada pembuluh darah
arteri, seperti hilangnya elastisitas dan menyempitnya lumen
pembuluh darah (Junaidi, 2004). Aterosklerosis ini merupakan respon
normal terhadap injury yang terjadi pada lapisan endotel pembuluh
darah arteri. Proses aterosklerosis ini lebih mudah terjadi pada
pembuluh darah arteri karena arteri lebih banyak memiliki sel otot
polos dibandingkan vena, dan sel otot polos tadi lebih banyak
membentuk kumpulan plak aterosklerosis (Junaidi, 2004). Proses
aterosklerosis ditandai oleh penimbunan lemak yang terjadi secara
lambat pada dinding-dinding arteri yang disebut plak, sehingga dapat
memblokir atau menghalangi sama sekali aliran darah ke jaringan.
Bila sel-sel otot arteri tertimbun lemak maka elastisitasnya akan
menghilang dan kurang dapat mengatur tekanan darah. Akibat lain
dari aterosklerosis ini adalah terbentuknya bekuan darah atau trombus
yang melekat pada dinding arteri dan dapat menyebabkan sumbatan
yang lebih berat. Apabila bagian trombus tadi terlepas dari dinding
arteri dan ikut terbawa aliran darah menuju ke arteri yang lebih kecil,
maka hal ini dapat menyebabkan sumbatan pada arteri tersebut.
Bagian dari trombus yang terlepas tadi disebut emboli. Proses
aterosklerosis ini dapat terjadi di semua pembuluh darah organ tubuh,
baik pembuluh darah ke jantung, ginjal, maupun otak (Hull, 1993).
Oleh karena itu, aterosklerosis dapat mengakibatkan serangan jantung,
hipertensi, dan stroke. Serangan stroke ini dapat terjadi apabila proses
penyempitan atau aterosklerosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
menuju ke otak.

| 11
Gambar.2-3.​Proses Aterosklerosis pada Pembuluh darah.

Arteri yang lebih mudah terkena kerusakan akibat proses


aterosklerosis ini adalah aorta, arteri koronaria, dan arteri-arteri yang
mensuplai otak dan ginjal (Hull, 1993). Hal ini menunjukkan bahwa
betapa mudahnya aterosklerosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mensuplai otak, sehingga dapat mengakibatkan stroke. Penyebab dari
aterosklerosis ini tidak diketahui secara pasti. Kelainan ini dapat
diakibatkan oleh kerusakan pada dinding pembuluh nadi (arteri)
karena zatzat kimia berbahaya seperti karbon monoksida dalam asap
rokok, hipertensi, diabetes melitus, dan yang tersering adalah
hiperlipidemia (kadar kolesterol darah yang tinggi). Risiko
aterosklerosis ini berhubungan dengan kadar LDL dalam darah yang
meningkat, yang berasal dari katabolisme VLDL dan mengangkut 70
% kolesterol serum total. Risiko berhubungan terbalik dengan kadar
HDL, karena HDL membantu membersihkan kolesterol dari dinding
pembuluh darah (Robbins, 1999). Prevalensi aterosklerosis pada arteri
meningkat sesuai dengan pertambahan usia, maka tidak
mengherankan jika stroke pada dewasa muda yang disebabkan oleh
aterosklerosis lebih banyak terjadi pada usia > 30 tahun.
Aterosklerosis diperkirakan menjadi penyebab stroke 7 % - 27 % pada

| 12
pasien berusia kurang dari 50 tahun (Wahjoepramono, 2005).

Serangan stroke dapat terjadi secara fokal (sebagian) maupun global


(keseluruhan) pada otak. Gejala fokal dan tanda-tanda gangguan
fungsi otak pada stroke akan muncul sesuai dengan area dari jaringan
otak yang mengalami gangguan aliran darah. Pada sebagian besar
kasus stroke iskemik dapat diperoleh informasi yang jelas mengenai
lokasi lesi di bagian otak. Akan tetapi, pada stroke hemoragik
seringkali terjadi berbagai komplikasi perdarahan otak yang
menyebabkan gangguan fungsi otak juga terjadi di daerah selain
daerah yang terjadi perdarahan. Komplikasi ini disebabkan oleh
peningkatan tekanan intra kranial, edema otak, kompresi jaringan otak
dan pembuluh darah, dan terdispersinya darah yang keluar ke berbagai
arah. Oleh karena itu, gejala fokal terlokalisasi biasanya terjadi pada
stroke iskemik, sedangkan pada stroke hemoragik gejala fokal tidak
begitu jelas terlihat dan kurang memberikan prediksi lokal tertentu
(Wahjoepramono, 2005).

PATHWAY

| 13
Skema.2-1. ​Patofisiologi stroke ke masalah keperawatan. (arif muttaqin,2011)

2.1.6. Manifestasi Klinis pada Stroke


Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of
Diseases and Related Health Problem 10​th Revolution, Stroke

| 14
Hemoragik dibagi atas:
2.1.6.1 Perdarahan Intraserebral(PIS)
Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodromal yang tidak
jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan
seringkali siang hari, saat berktivitas, atau emosi/marah. Sifat
nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering kali
terdapat pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplegi
biasanya terjadi sejak permulaan seranga. Kesadaran biasanya
menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari
setengah jam, 23% antara ½ s.d 2 am, dan 12% terjadi setelah
2 jam, smpai 19 hari).

2.1.6.2 Persarahan Subaranoid(PSA)


Pada Pasien dengan PSA didapatkan gejala prodromal berupa
nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan
sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsangan meningeal.
Edema pupil dapat terjadi bila ada perdarahan subhialoid
karena pecahnya aneurisme pada a. komunikans anterior atau
a. karotis interna.
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran
area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi
otak tidak akan membaik sepenuhnya. Manifestasi klinis
stroke akut dapat berupa:
1) Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau
hemiplegia)
2) Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan
(biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak.

| 15
3) Tonus otot lemah atau kaku
4) Menurun atau hilangnya rasa
5) Gangguan lapang pandang (hemianopia atau
Hemianopsia) atau diplopia
6) Afasia (bicara tidak lancer, kurangnya ucapan, atau
kesulitan memahami ucapan)
7) Disartria (bicara pelo atau cadel)
8) Gangguan persepsi
9) Ataksia (trunkal atau anggota badan)
10) Gangguan status mental (konfusi, delirium, latergi, stupor,
atau koma)
11) Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.(Arif
Mansjoer,2007).
Stroke Hemoragik Stroke Non
Gejala Klinis
PIS PSA Hemoragik
Gejala Defisit
Berat Ringan Berat/Ringan
Lokal
SIS sebelumnya Amat jarang - +/biasa
Permulaan
Menit/jam 1-2 menit Pelan(jam/hari)
(onset)
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tak ada
Muntah pada Tidak, kecuali lesi
sering Sering
awalnya di batang otak
Hipertensi Hamper selalu Biasanya tidak Sering sekali
Bisa hilang
Kesadaran Bisa hilang Dapat hilang
sebentar
Bisa ada pada
Kaku kuduk Jarang Tisak ada
permulaan
Sering sejak
Hemiparesis Tidak ada Sering dari awal
awal
Deviasi mata Bisa ada Tidak ada Mungkin ada
Gangguan bicara Sering Jarang Sering
Sering Selalu
Likuor Jernih
berdarah berdarah
Perdarahan
Tidak ada Bisa ada Tidak ada
subhialoid
Paresis/Ganggua
- Mungkin(+) -
n N III
Tabel.2-1. ​Perbedaan stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik.

| 16
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang pada Stroke
Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan dalam membantu menegakkan
diagnosis klien stroke meliputi:
2.1.7.1 Angiografi Serebri: Membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya
titik okulasi atau raftur.
2.1.7.2 Lumbal Pungsi: Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan
adanya perdarahan.
2.1.7.3 CT Scan: Pembidaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi hematoma adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemerikasaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.
2.1.7.4 Magnetic Imaging Resonance(MRI): Menunjukan daerah yang
mengalami infark, hemoragik.
2.1.7.5 USG Doppler: Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
2.1.7.6 EEG: Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang
otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
2.1.7.7 Pemeriksaan Darah Rutin
2.1.7.8 Pemeriksaan kimia Darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapat 250 mg dalam
serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
2.1.7.9 Pemeriksaan Darah lengkap: untuk mencari kelainan pada
darah itu sendiri.

2.1.8 Penatalaksanaan pada Stroke


2.1.8.1 Terapi Non Farmakologi

| 17
a. Terapi Akut
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-
faktor kritis seperti​ ​Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital
dengan :
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan
pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu
lakukan trakeostomi, membant pernafasan.
2) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien,
termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan
memakai kateter.
5) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus
dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi
tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif

Intervensi pada pasien stroke iskemik akut yaitu dilakukan


bedah.Dalam beberapa kasus edema iskemik serebral karena
infark yang besar, dilakukan kraniektomi untuk mengurangi
beberapa tekanan yang meningkat telah dicoba. Dalam kasus
pembengkakan signifikan yang terkait dengan infark serebral,
dekompresi bedah bisa menyelamatkan nyawa pasien.Namun
penggunaan pendekatan terorganisir multidisiplin untuk
perawatan strok yang mencakup rehabilitasi awal telah terbukti
sangat efektif dalam mengurangi cacat utama karena stroke
iskemik (Fagan dan Hess,2005)

b. Terapi Pemeliharaan Stroke


Terapi non farmakologi juga diperlukan pada pasien paska

| 18
stroke. Pendekatan interdisipliner untuk penanganan stroke yang
mencakup rehabilitasi awal sangat efektif dalam pengurangan
kejadian stroke berulang pada pasien tertentu. Pembesaran
karotid dapat efektif dalam pengurangan risiko stroke berulang
pada pasien komplikasi berisiko tinggi selama endarterektomi
(Fagan dan Hess, 2005). Selain itu modifikasi gaya hidup
berisiko terjadinya stroke dan faktor risiko juga penting untuk
menghindari adanya kekambuhan stroke. Misalnya pada pasien
yang merokok harus dihentikan, karena rokok dapat
menyebabkan terjadinya kekambuhan (Eusistroke,2003).

2.1.8.2 Terapi Farmakologi


a. Terapi Akut
American Stroke Association telah membuat dan
menerbitkan panduan yang membahas pengelolaan
stroke iskemik akut. Secara umum, hanya dua agen
farmokologis yang direkomendasikan dengan
rekomendasi kelas A adalah jaringan intravena
plasminogen activator (tPA) dalam waktu 3 jam sejak
onset dan aspirin dalam 48 jam sejak onsetReperfusi
awal (>3 jam dari onset) dengan tPA intravena telah
terbukti mengurangi kecacatan utama karena stroke
iskemik. Perhatian harus dilakukan saat menggunakan
terapi ini, dan kepatuhan terhadap protokol yang ketat
adalah penting untuk mencapai hasil yang positif. Yang
penting dari protocol perawatan dapat diringkas yaitu :
1) Aktivasi tim stroke
2) Timbulnya gejala dalam waktu 3 jam
3) CT scan untuk mengetahui perdarahan

| 19
4) Sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi
5) Mengelola tPA 0,9 mg/kg lebih dari 1 jam, dengan
10% diberikan sebagai bolus awal lebih dari 1 menit
6) Menghindari terapi antitrombotik(antikoagulan atau
antiplatelet) untuk 24 jam dan Monitor pasien ketat
untuk respon hemoragik dan kecacatan
7) Pemberian tPA tidak boleh diberikan dalam waktu
24 jam karena dapat meningkatkan risiko
perdarahan pada pasien tersebut(Fagan dan Hess,
2005).

2.1.8.3 Terapi pemeliharaan stroke


Terapi farmakologi mengacu kepada strategi untuk mencegah
kekambuhan stroke.Pendekatan utama adalah mengendalikan
hipertensi, CEA (Endarterektomikarotis), dan memakai obat
antiagregat antitrombosit. Berbagai study of antiplatelet
antiagregat drugs dan banyak meta analisis terhadap obat
inhibitor glikoprotein IIb/IIIa jelas memperlihatkan efektivitas
obat antiagregasi trombosit dalam mencegah kekambuhan (Price
dan Wilson, 2006).

2.1.8.4 Obat yang digunakan dalam terapi stroke


a. tPA
Efektivitas intravena (IV) daritPA dalam pengobatan stroke
iskemik telah diperlihatkan di National Institute of neurologis
Disorders and Strok (NINDS) rt-PA padapercobaan stroke,
diterbitkan pada tahun 1995. Pada 624 pasien yang dirawat
dalam jumlah yang sama baik tPA 0,9 mg/kg iv atau plasebo
dalam waktu 3 jam setelah timbulnya gejala neurologis,

| 20
39% dari pasien yang diobati mencapai “hasil yang sangat
baik” pada 3 bulan, dibandingkan dengan26% dari pasien
placebo (Fagan dan Hess,2005). Alteplase adalah enzim
serine-protease dari sel endotel pembuluh yang dibentuk
dengan teknik recombinant-DNA.T ½ nya hanya 5
menit.Bekerja sebagai fibrinolitikum dengan jalan mengikat
pada fibrin dan mengaktivasi plasminogen jaringan.Plasmin
yang terbentuk kemudian mendegradasi fibrin dan dengan
demikian melarutkan thrombus(Tjay dan Rahardja,2007).

Efek samping dari Trombolitik terutama mual dan muntah


dan perdarahan.Ketika Trombolitik digunakan dalam infark
miokard, aritmia reperfusi dapat terjadi. Hipotensi juga bisa
terjadi dan biasanya dapat dikendalikan dengan mengangkat
kaki pasien, atau dengan mengurangi tingkat infus atau
menghentikannya sementara. Sakit punggung, demam, dan
kejang telah dilaporkan. Panggilan pendarahan serius untuk
penghentian dari trombolitik dan mungkin memerlukan
administrasi faktor pengentalan dan obat antifibrinolitik
(aprotinin atau asam traneksamat). Jarang emboli lebih lanjut
dapat terjadi (baik karena gumpalan yang melepaskan diri
dari trombus asli atau untuk emboli Kristal kolesterol).
Trombolitik dapat menyebabkan reaksi alergi (termasuk
ruam, pembilasan dan uveitis) dan anafilaksis telah
dilaporkan.
b. Asam asetilsalisilat (asetosal, aspirin, aspilet)
Disamping khasiat analgetik dan antiradangnya (pada dosis
tinggi), obat anti nyeri tertua ini pada dosis amat rendah
berkhasiat merintangi penggumpalan trombosit.

| 21
c. Clopidogrel
Clopidogrel memiliki efek trombosit anagregatori unik dalam
hal ini adalah inhibitor dari adenosine difosfat (ADP) jalur
agregasi trombosit dan dikenal menghambat rangsangan
untuk agregrasi platelet.Efek ini menyebabkan perubahan
membran platelet dan interferensi dengan interaksi membran
fibrinogenik mengarah ke pemblokiran platelet reseptor
glikoprotein IIb/IIIa.
d. Dipiridamol
Senyawa dipirimidin berkhasiat menghindarkan agregasi
trombosit dan adhesinya pada dinding pembuluh.Juga
menstimulasi efek dan sintesa epoprostenol.Kerjanya
berdasarkan inhibisi fosfodiester, sehingga cAMP (dengan
daya menghambat agregat) tidak diubah dan kadarnya dalam
trombosit meningkat.
Sumber: ​http://eprints.ums.ac.id/14994/3/BAB_1.pdf

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan stroke meliputi anamnesisi riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic, dan pengkajian psikososial.

2.2.2 Anamnesis
Identitas Klien meliputi nama, usia(kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam masuk RS, nomor register dan diagnosis medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alas an klien untuk meminta
bantuan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan,

| 22
bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, den penurunan tingkat
kesadaran.

2.2.3 Riwayat Penyakit saat ini


Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya nyeri kepala,
mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
2.2.4 Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat Hipertensi, stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit antung, anemia, trauma kepala, penggunaan obat
anti-koagulan, aspirin, adiktif, perokok dan kegemukan. Untuk
memperkuat diagnosa.

2.2.5 Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
mellitus atau ada riwayat stroke dari generasi terdahulu.

2.2.6 Pengkajian Psiko-sosio-spiritual


Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masnyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam peran klien dalam kehidupan sehari-harinya.
2.2.7 Pengkajian fisik
2.2.7.1 Keadaan umum
Mengalami penurunan kesadaran. Suara biacra kadang
mengalami gangguan, TTV: tekanan darah meningkat dan
denyut nadi bervariasi.
a. B1(Breathing): Inspeksi didapatkan klien batuk, sesak napas

| 23
dan penggunaan otot bantu napas. Auskultasi bunyi napas
tambahan dan kemampuan batuk menurun, pada klien stroke
dedapatkan penurunan tingkat kesadaran atau koma.
b. B2 (Blood): pengkajian pada system kardiovaskular
didapatkan syok hipovolemik yang sering terjadi pada klien
stroke. TD terjadi peningkatan dan bisa terdapat hipertensi
massif TD > 200 mmHg.
c. B3 (Brain): stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral.
d. B4 (Bladder): Seltelah stroke klien mungkin mengalami
inkontinensia urine sementara karena konfusi. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
e. B5 (Bowel): didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan,
nafsu makan menurun, mual, dan muntah pada fase akut.
f. B6 (Bone): stroke adalah penyakit motoric neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap
gerakan motoric. Disfungsi umumnya, hemiplegia (paralisis
pada salah satu sisi) Karena adanya lesi pada sisi otak yang
berlawanan.
2.2.8 Pemeriksaan reflex
2.2.8.1 Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pad atendon,
ligamentum, atau periosteum derajat reflex pada respon normal.
2.2.8.2 Pemeriksaan reflex patologis, pada fase akut reflex fisiologis sisi
yang lumouh akan menghilang. Setelah beberapa hari reflex
fisiologis akan muncul kembali didahului dengan reflex
patologis.

| 24
Cara menguji Tingkat kesadaran GCS (Glasgow Coma Scale)
Bayi Respon Anak/Dewasa
Buka mata (eye)
Spontan 4 spontan
Terhadap perintah/ suara 3 Terhadap perintah
Terhadap nyeri 2 Terhadap nyeri
Tidak ada respon 1 Tidak ada respon
Respon verbal
Bergumam/mengoceh 5 Terorientasi
Menangis lemah 4 Bingung
Menangis karena nyeri 3 Kata-kata yang tidak teratur
Merintih karena nyeri 2 Tidak dapat dimengerti
Tidak ada 1 Tidak ada
Respon motoric
Spontan 6 Mematuhi perintah
Penarik karena sentuhan 5 Melokalisasi nyeri
Penarik karena nyeri 4 Penarikan karena nyeri
Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal 2 Ekstensi abnormal
Tidak ada respon 1 Tidak ada respon
Skor 14-15 12-13 11-12 8-10 <5
Kondisi Compos Apatis Somnolent Supor Koma
Mentis

Tabel.2-2. ​Cara mengukur Tingkat kesadaran.(sumber.Hardhi


kusuma.2012.Handbook & health students.hal-37).

2.2.9 Diagnosa Keperawatan ​(Carpenito, 2000, dalam Muttakin Arif,


2011)
1. Risiko peningkatan TIK b.d peningkatan volume intracranial,
penekanan jaringan otak, dan edema serebri.
2. Perubahan perfusi jaringan otak b.d perdarahan intraserebri, oklusi
otak,vasospasme, dan edema otak.

| 25
3. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparese/hemiplegia, kelemahan
neuromuscular pada ekstremitas
4. Resiko tinggi cidera b.d penurunan luas lapang pandang,
penurunan sensasi rasa(panas,dingin)
5. Risiko gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama
6. Deficit perawatan diri b.d kelemahan neuromuscular, menurunnya
kekuatan dan kesadaran, kehilangan control/koordinasi otot.
7. Kerusakan komunikasi verbal b.d efek dari kerusakan pada area
bicara pada hemisfer otak
8. Resiko ketidakseimbanagn nutrisi kurang dari kebutuhan b.d
kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan makanan.
9. Kecemasan b.d ancaman, kondisi sakit dan perubahan kesehatan

2.2.10 Intervensi Keperawatan

Resiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial,


penekanan jaringan otak, dan edema serebri
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil: klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, muak dan muntah, GCS:
4,5,6, tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Kaji faktor penyebab dari Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji
situasi/keadaan individu/ penyebab status neurologis/tanda-tanda kegagalan unutk
koma/penurunan perfusi jaringan menentukan perawatan kegawatan atau tindakan
dan kemungkinan penyebab pembedahan
peningkatan TIK
Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebri terpelihara
jam dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah
sistemik, penurunan dari otoregulator kebanyakan
merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi
darah serebri. Dengan peningkatan tekanan darah
(diastolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan
darah intralkranial. Adanya peningkatan tekanan darah,
bradikardi, disritmia, dispnea merupakan tanda
terjadinya peningkatan TIK
Evaluasi pupil Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata
merupakan tanda dari gangguan saraf jika batang otak
terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatis dan
parasimpatis merupakan respons refleks saraf kranial

| 26
Monitor temperatur dan pengaturan Panas merupakan refleks dari hipotalamus, peningkatan
suhu lingkungan kebutuhan metabolisme dan O​2 akan menunjang
peningkatan TIK
Pertahankan kepala/leher pada posisi Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan
yang netral, usahakan dengan sedikit penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran
bantal. Hindari penggunaan bantal darah (menghambat drainase pada vena serebri) sehingga
yang tinggi pada kepala dapat meningkatkan tekanan intracranial
Berikan penjelasan pada klien (jika Meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan
sadar) dan keluarga tentang perawatan klien dan mengurangi kecemasan
sebab-akibat TIK menigkat
Observasi tingkat kesadaran dengan Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan
GCS berguna mennetukan lokasi dan perkembangan penyakit
Kolaborasi: O​2 ​sesuai indikasi Mengurangi hipoksemsia,di mana dapat meningkatkan
vasodilatasi serebri dan volume darah dan menaikkan
TIK
Monitor hasil laboratorium sesuai Membantu memberikan informasi tentang efektivitas
dengan indikasi seperti protrombin, pemberian obat
LED

Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungaan dengan perdarahan intraserebri,


oklusi otak, vasospasme, dan edema otak
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. GCS 4,5,6, pupil
isokor, refleks cahaya (+), tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100 x/menit, suhu: 36,7​o ​C, RR:
16-20 x/menit)
Intervensi Rasional
Baringkan klien tirah baring) status Perubahan pada tekanan intrakranial akan dapat
total dengan posisitidur terlentang menyebabklan risiko terjadinya herniasi otak
tanda bantal
Monitor tanda-tanda status Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut
neurologis dengan GCS
Ciptakan lingkungan yang tenang Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
dan batasi pengunjung meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan
ketenangan mungkin diperlukan untuk mencegah
terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik
lainnya
Kolaborasi Berikan cairan per infus Menimalkan fluktuasi pada beban vaskular dan tekanan
dengan perhatian ketat intrakranial, retriksi cairan, dan cairan dapat menurnkan
edema serebri
Berikan terapi sesuai instruksi dokter Menurunkan permeabilitas kapiler, Menurunkan edema
seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotik serebri, Menurnkan metabolik/konsumsi sel dan kejang

Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kelemahan


neuromuscular pada ekstremitas
Tujuan: dalam waktu 2x24 Jamklien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
Kriteria Hasil: klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktor sendi,
menigkatnya kekakuan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi Rasional
Kaji mobilitas yang ada dan Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan

| 27
observasi terhadap meningkatan aktivitas.
kerusakan. Kaji secara teratur fungsi
motoric
Ubah posisi klien tiap 2 jam Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat
sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
Ajarkan klien untuk melakukan Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan
latihan aktif pada ekstremitas yang otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
tidak sakit
Pertahankan sendi 90​0 terhadap Telapak kaki dalam posisi 90​0​ dapat mencegah footdrop
papan kaki
Bantu klien melakukan ROM, Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan
perawatan diri sesuai toleransi
Kolaborasikan dengan ahli Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas
fisioterapu untuk latihan fisik klien dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim
fisioterapis

Risiko gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama


Tujuan: dalam waktu 3x24 jam klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil: klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan kulit, mengetahui penyebab dan cara
pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Intervensi Rasional
Anjurkan untuk melakukan latihan Meningkatkan aliran darah ke semua arah
ROM(range of motion) dan
mobilisasi jika mungkin
Ubah posisi tiap 2 jam Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
Lakukan masase pada daerah yang Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
menonol yang baru mengalami
tekana pada waktu berubah posisi
Aga kebersihan kulit dan seminimal Mempertahankan keutuhan kulit
mungkin hindari trauma, panas
terhadap kulit

Deficit perawatan diri b.d kelemahan neuromuscular, menurunnya kekuatan dan


kesadaran, kehilangan control/koordinasi otot.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri
Kriteria Hasil: klien dpaat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri,
klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan,
mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi Rasional
Mandiri Membantu dalam mengantisipasi dan menrencanakan
Kaji kemampuan dan tingkat pertemuan kebutuhan adekuat
penurunan dalam skala 0-4 untuk
melakukan AdL
Hindari apa yang tidak dapat Bagi klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini
dilakukan klien dan bantu bila perlu dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien
Rencanakan tindakan untuk deficit Klien akan mampu melihat, akan mampu melihat keluar
penglihatan masuknya orang ke ruangan
Beri kesempatan untuk menolong Mengurangi ketergantungan
diri sendiri
Konsultasikan ke dokter terapi Untuk mengembangkan terspi dan melengkapi kebutuhan

| 28
okupasi khusus.

Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area
bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol/koordinasi otot
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap maslaah
komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat
Kriteria hasil: terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi, klien
mampu merspons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat
Intervensi Rasional
Kaji tipe disfungsi misalnya klien Membantu menentuksn kerusakan area pada otak dan
tidak mengerti tentang kata-kata atau menentukan kesulitan klien dengan sebagian atau
masalah berbicara atau tidak seluruh proses komunikasi, klien mungkin mempunyai
mengerti bahasa sendir masalah dalam mengartikan kata-kata (afasia, area
wernicke, dan kerusakan pada area broca)
Lakukan metode percakapan yang Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau
baik dan lengkap, bari kesempatan ucapannya, komunikasinya secara tidak sadar, dengan
klien untuk mengklarifikasi melengkapi dapat merealisasikan pengertian klien dan
dapat mengklarifikasi percakapan
Pendengarkan bunyi yang sederhana Mengidentifikasi disatria komponen berbicara (lidah,
seperti “sh....cat” gerakan bibir, kontrol pernapasan dapat memengaruhi
artikulasi, dan mungkin tidak terjadinya afasia ekspresif)
Pilih metode komunikasi alternatif Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi
misalnya menulis pada papan tulism, individu
menggambar, dan
mendemonstrasikan secara visual
gerakan tangan
Kolaborasi: konsultasikan ke ahli Mengkaji kemampuan verbal individual dan sensorik
terapi bicara motorik dan fungsi kognitif untuk mengidentifikasi
defisit dan kebutuhan terapi

Resiko ketidakseimbanagn nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kelemahan otot dalam
mengunyah dan menelan makanan.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil: turgeo kulit baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan
menelan, BB meningkat, Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi Rasional
Observasi turgor kulit, tekstur Mengetahui status nutrisi
Lakukan oral hygiene Kebersihan mulut merangsang nafsu makan
Observasi intake dan output nutrisi Mengetahui keseimbangan nutrisi klien
Observasi posisi dan keberhasilan Untuk menghindari resiko infeksi/iritasi
sonde
Berikan makan perlahan dan pada Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa
lingkungan yang tenang adanya diatraksi/gangguan dari luar
Kolaborasikan dengan tim dokter Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti
untuk memberikan cairan melalui IV dan juga klien tidak mampu untuk memasukkan sagala
atau makanan melalui selang sesuatu melalui mulut.

| 29
Kecemasan b.d ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam kecemasan hilang atau berkurang
Kriteri hasil: mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang
memengaruhi dan menyatakan ansietas berkurang/hilang.
Intervensi Rasional
Bantu klien mengekspresikan Cemas berkelanutan memberikan dampak serangan
perasaan marah, kehilangan, dan jantung selanjutnya.
takut
Berikan suasana tenang pada Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu
lingkungan klien
Orientasikan klien terhadap prosedur Orientasi dapat menurunkan kecemasan
rutin dan aktivitas yang diharapkan
Beri kesempatan kepada klien untuk Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
mengungkapkan kecemasannya kekhawatiran yang tidak diekspresikan
Berikan privasi untuk klien dan Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan,
orang terdekat menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi. Adanya
keluarga dan teman yang dipilih klien melayani aktivitas
dan penglihatan (misalnya membaca) akan menurunkan
perasaan terisolasi

| 30
BAB III
PENUTUP

KASIMPULAN
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Faktor Risiko
dari stroke antara lain: Yang tidak dapat diubah: Usia, jenis Kelamin pria, Ras,
Riwayat Keluarga, Riwayat TIA atau stroke, penyakit jantung coroner, fibrasi
atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk homosistirunia. Yang dapat diubah:
Hipertensi, diabete mellitus, merokok, penyalahgunaan alcohol dan obat,
kontrasepsi oral, hematocrit meningkat, bruit karotis asimtomatis, hiperurisemia
dan dyslipidemia.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi spontan bukan oleh
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan
kapiler (Djoenaidi Widjaja et. Al, 1994). Stroke hemoragik adalah stroke yang
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke
hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. (Amin Huda Nurarif, 2015).
Pada Pembahasan di BAB II dan disesuaikan dengan kasus didapatkan
kesimpulan bahwa pada skenario 1 membahas tentang stroke hemoragik.
Berdasarkan dari pemeriksaan didapatkan bahwa Tekanan darah meningkat dan
klien dibawa dalam keadaan tidak sadar ke RSH karena sebelumnnya klien
terjatuh dari tempat kerja saat berktivitas, didapatkan juga Hasil GCS:335
somnolent (kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur,
namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu menjawab verbal) dan nampak tungkai sebelah kiri tidak
dapat digerakkan. Dari hasil pemeriksaan CT scan juga ditemukan adanya lesi
pada area broca dan hemisfer sebelah kanan. Dan keterangan dari istri klien

| 31
melaporkan bahwa sisi kiri wajah lebih jatuh dan bicara tidak jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. ​Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA. Edisi Revisi Jilid 3.​ Yogjakarta :
Mediaction.

Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2012. ​Handbook & Health Student
​ ogyakarta: Mediaction.
Nursing, Midwife, Pharmacy, Doctor. Y

Muttaqin, Arif. 2011. ​Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem persarafan. ​Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. ​Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem persarafan. ​Jakarta : Salemba Medika.

Wahjoepramono, Eka J.. 2005. ​Stroke Tata Laksana Fase Akut.​ Jakarta:
Universitas Pelita Harapan.

Junaidi, Iskandar. 2004. ​Panduan Praktis Pencegahan dan Pengobatan Stroke​.


Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

Mansjoer, Arif. 2000. ​Kepita Selekta Kedokteran. Edisi Tiga. Jilid-2.​ Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.

Robbins, Stanley L.. 1999. ​Dasar Patologi Penyakit​. Jakarta : EGC.

Hull, Allison, 1993. ​Penyakit jantung, Hipertensi, dan Nutrisi.​ Jakarta : PT Bumi
Aksara.

Sumber website: ​http://eprints.ums.ac.id/14994/3/BAB_1.pdf


http://dosen-anatomi.blogspot.co.id/2013/05/anatomi-fisiologi-sistem-
saraf_6.html​ ​https://www.scribd.com/doc/265947869/Sop-Oral-Hygiene

| 32
| 33

Anda mungkin juga menyukai