Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Trigonometri

Awal trigonometri dapat dilacak hingga zaman Mesir Kuno dan Babilonia dan peradaban Lembah
Indus, lebih dari 3000 tahun yang lalu. Matematikawan India adalah perintis penghitungan variabel
aljabar yang digunakan untuk menghitung astronomi dan juga trigonometri. Lagadha adalah
matematikawan yang dikenal sampai sekarang yang menggunakan geometri dan trigonometri untuk
penghitungan astronomi dalam bukunya Vedanga, Jyotisha, yang sebagian besar hasil kerjanya
hancur oleh penjajah India.

Matematikawan Yunani Hipparchus sekitar 150 SM menyusun tabel trigonometri untuk


menyelesaikan segi tiga.

Matematikawan Yunani lainnya, Ptolemy sekitar tahun 100 mengembangkan penghitungan


trigonometri lebih lanjut.

Matematikawan Silesia Bartholemaeus Pitiskus menerbitkan sebuah karya yang berpengaruh tentang
trigonometri pada 1595 dan memperkenalkan kata ini ke dalam bahasa Inggris dan Perancis.

Istilah Sinus, Cosinus dan Tangen meski bagian dari trigonometri, namun ketiganya jauh lebih tua
ketimbang istilah Trigonometri itu sendiri dalam sejarah penemuannya. Istilah Trigonometri pertama
kali digunakan tahun 1595. Sedang istilah Sinus, Cosinus, dan Tangen sudah muncul pada tahun 600-
an. Tapi, tulisan ini bukan untuk membahas sejarah istilah trigonometri.
Secara etimologi, arti kata sinus jauh dari isi konsepnya. “Sinus” adalah kata latin yang artinya justru
“buah dada”. Konsep perbandingan sisi depan thdp hipotenusa dlm segi3, dalam bahasa sansekerta
populer disebut “jiva” kemudian dalam peradaban islam berkembang jadi “Jiba”. Karena
perkembangan ucapan dalam arab menjadi “Jaib” yang secara harfiah artinya ”buah dada”. Nah, buah
dada dalam istilah latinnya adalah “sinus” dan berkembang jadi “sine” di Inggris. Jadi jangan heran
kalau dalam kamus bahasa latin sinus = “buah dada”
Baru berkembang cosinus; “complementary sinus”.
Sedang tangen berkembang beberapa dekade kemudian, berasal dari kata latin “tangere” artinya
menyentuh. Yang berangkat dari konsep segmen garis AB yang menyentuh lingkaran di A. Tangen
adlh perb AB dan AO dlm sudut BOA
Matematikawan Yunani Hipparchus sekitar 150 SM menyusun tabel trigonometri untuk
menyelesaikan segi tiga. Matematikawan Yunani lainnya, Ptolemy sekitar tahun 100 mengembangkan
penghitungan trigonometri lebih lanjut.
Pada tahun 499, Aryabhata, seorang ahli matematik India mencipta jadual-jadual separuh perentas
yang kini dikenali sebagai jadual sinus, bersama-sama dengan jadual kosinus. Beliau menggunakan
zya untuk sinus, kotizya untuk kosinus, dan otkram zya untuk sinus songsang, dan juga
memperkenalkan versinus.
Pada tahun 628, lagi seorang ahli matematik India, Brahmagupta, menggunakan formula interpolasi
untuk menghitung nilai sinus sehingga peringkat kedua untuk formula interpolasi Newton-Stirling.
Ahli matematik Parsi, Omar Khayyam (1048-1131), menggabungkan trigonometri dan teori
penghampiran untuk memberkan kaedah-kaedah untuk menyelesaikan persamaan algebra melalui
min geometri. Khayyam menyelesaikan persamaan kuasa tiga, x3 + 200x = 20×2 + 2000, dan
mendapat punca positif untuk kuasa tiga ini melalui persilangan hiperbola segi empat tepat dan
bulatan. Penyelesaian angka hampiran kemudian didapat melalui interpolasi dalam jadual-jadual
trigonometri.
Kaedah-kaedah perinci untuk membina jadual sinus untuk mana-mana satu sudut diberikan oleh ahli
matematik India, Bhaskara pada tahun 1150, bersama-sama dengan sesetengah formula sinus dan
kosinus. Bhaskara juga memperkembangkan trigonometri sfera.
Nasir al-Din Tusi, ahli matematik Parsi, bersama-sama dengan Bhaskara, mungkin merupakan orang-
orang pertama untuk mengolahkan trigonometri sebagai satu disiplin matematik yang berlainan.
Dalam karyanya, Karangan mengenai sisi empat merupakan orang pertama untuk menyenaraikan
enam kes yang berbeza untuk segi tiga bersudut tegak dalam trigonometri sfera.
Pada abad ke-14, al-Kashi, seorang ahli matematik Parsi, dan Ulugh Beg (cucu lelaki Timur), seorang
ahli matematik Timurid, menghasilkan jadual-jadual fungsi trigonometri sebagai sebahagian kajian
astronomi mereka.
Bartholemaeus Pitiscus, ahli matematik Silesia menerbitkan karya trigonometri yang terpengaruh
pada tahun 1595 dan memperkenalkan perkataan “trigonometri” kepada bahasa Inggeris dan bahasa
Perancis.
Pada pertemuan kali ini, trigonometri yang akan dibahas adalah trogonometri yang berhubungan
dengan rumus-rumus jumlah/selisih dan hasil kali baik untuk sinus, cosinus, maupun tangen.

Trigonometri sebagai alat utama astronomi telah menjadi bidang kajian yang sangat diminati oleh
ahli-ahli matematika islam sehingga trigonometri dapat berdiri sendiri sebagai sebuah disiplin ilmu.
Orang islam adalah orang yang pertama kali menekankan pengkajian prinsip-prinsip cahaya. Ia
adalah al-Haitham, yang telah menulis risalah-risalah penting tentang topik. Al-Haitham membina
bentuk awal prinsip-prinsip cahaya yang akhirnya menjadi hukum snell tentang pembiasan cahaya.
Prinsip oprik al-Haitham memberu sesuatu insipirasi supaya perhatian terhadap astronomi dan
trigonometri lebih diutamakan. Berikut ini beberapa nama tokoh dalam trigonometri :
a. Al-Khawarizmi
Al-Khawarizmi adalah seorang tokoh matematika besar yang [ernah dilahirkan islam dan
disumbangkan pada peradaban dunia. Mungkin tak seratus tahun sekali akan lahir kedunia orang-
orang seperti beliau. Al-Khawarizmi selain terkenal dengan teori algoritmanya, beliau juga
membangun teori-teori matematika lain. dalam bidang trigonometri beliau menemukan pemakaian
sin, cos, tangent dan secan.
b. Al-Battani
Nama lengkap al-Battani adalah Mohammad Ibn Jabir Ibn Sinan Abu Abdullah Al-Battani,
dilahirkan di Battan Mesopotamia pada tahun 850 M dan meninggal meninggal dunia di Damsyik
pada tahun 929 M. Beliau adalah putera raja Arab, juga gubernur Syria yang dianggap sebagai ahli
astronomi dan ahli matematika islam yang tekemuka. Al-Battani yang bertanggung jawab
memperkenalkan konsep-konsep modern, perkembangan fungsi-fungsi dan identity trigonometri.
Beliau biasanya menggunakan formula sinus dengan lebih jelas dibandingkan penjelasan dari orang
Yunani.

c. Abu al-Wafa
Nama lengkapnya adalah Abu al-Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yaya Ibn Ismail al-
Buzjani lahir di Buzjan, Nishapur, Iraq tahun 940 M. sejak kecil, kecerdasannya sudah mulai nampak
dan hal tersebut ditunjang dengan minatnya yang besar di bidang ilmu alam.
Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya, Abu al-Wafa memutuskan
untuk meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi di Baghdad pada tahun 959 M. Berkat bimbingan
sejumlah ilmuwan terkemuka masa itu, tak berapa lama ia menjelma menjadi seorang pemuda yang
berotak cemerlang. Dia pun lantas banyak membantu para ilmuwan serta secara pribadi
mengembangkan teori terutama dalam bidang trigonometri. Konstruksi bangunan trigonometri versi
abu al-Wafa diakui sengat besar manfaatnya. Beliau mengembangkan metode baru tentang
konstruksi segi empat serta perbaikan nilai sinus 30 dengan memakai delapan decimal. Abu al-Wafa
pun mengembangkan hubungan sinus.
 Banyak buku dan karya ilmiah telah dihasilkannya dan mencakup banyak bidang ilmu. Namun,
tak banyak karyanya yang tertinggal hingga saat ini. Sejumlah karyanya hilang, sedang yang masih
ada sudah dimodifikasi. Abu al-Wafa juga banyak menuangkan karya tulisnya di jurnal ilmiah Euclid,
Diophantus dan al-Khawarizmi, tetapi sayangnya banyak yang telah hilang. Karena konstribusinya
yang besar terhadap bidang trigonometri, beliau dijuluki  sebagai peletak dasar ilmu trigonometri.
 
d. Ibn al-Shatir
Nama lengkapnya adalah ‘Ala al-Din Ali Ibn Ibrahim Ibn al-Muwaqit, lahir pada tahun 1306 M
dan meninggal tahun 1375. karyanya tertuang dalam rasad ibn shatir (pemerhati ibn shatir).

Anda mungkin juga menyukai