Konsep Teori
1. Anatomi dan Fisiologi Otak Otak manusia kira-kira mencapai 2% dari
berat badan dewasa. Otak menerima 15% dari curah jantung memerlukan
sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilokalori energi
setiap harinya. Otak bertanggung jawab terhadap bermacam-macam
sensasi atau rangsangan terhadap kemampuan manusia untuk melakukan
gerakan-gerakan yang disadari, dan kemampuan untuk melaksanakan
berbagai macam proses mental, seperti ingatan atau memori, perasaan
emosional, intelegensi, berkomuniasi, sifat atau kepribadian, dan
pertimbangan. Berdasarkan gambar dibawah, otak dibagi menjadi lima
bagian, yaitu otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum), otak tengah
(mesensefalon), otak depan (diensefalon), dan jembatan varol (pons
varoli) (Russell J. Greene and Norman D.Harris, 2008 ).
2. Pengertian
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak
yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan
peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja
(Muttaqin, 2008).
Stroke (CVA) penyakit serebral vaskuler menunjukkan adanya beberapa
kelaina otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan
oleh keadaan patologis dan pembuluh darah serebral atau dari seluruh
sistem pembuluh darah (Dongoes, 2012).
IVH secara singkat dapat di artikan sebagai perdarahan intraserebral
nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel atau yang timbul di
dalam atau sisi ventrikel. (Donna, dkk. 2011).
Perdarahan intraventrikel atau yang biasa disebut dengan IVH adalah
perdarahan yang terdapat pada sistem ventrikel otak, dimana cairan
serebrospinal di produksi dan disirkulasikan ke ruang subarachnoid.
Perdarahan ini dapat disebabkan karena adanya trauma ataupun juga
perdarahan pada stroke.
Disebutkan pula bahwa Primary Intraventricular Hemorrhage merupakan
perdarahan intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel.
Sedangkan perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya
pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular,
yang meluas ke sistem ventrikel. IVH sekunder mungkin terjadi akibat
perluasan dari perdarahan intraparenkim atau subarachnoid yang masuk ke
system intraventrikel. Kontusio dan perdarahan subarachnoid (SAH)
berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal dari middle
communicating artery atau dari posterior communicating artery.
3. Etiologi
Etiologi IVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui. Tetapi
menurut penelitian didapatkan :
a. Hipertensi, aneurisma bahwa PIVH tersering berasal dari perdarahan
hipertensi pada arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang
sangat dekat dengan sistem ventrikuler.
b. Kebiasaan merokok dan Alkoholisme
Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian stroke
perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi alkohol. Kandungan
(zat) yang terkandung dalam rokok, terutama nikotin dapat
menyebabkan penurunan elastisitas dinding vaskuler.Konsumsi
alkohol dengan jumlah banyak maupun sedikit namun dalam jangka
waktu yang lama akan berefek pada sistem kardiovasluler, gangguan
yang mungkin muncul pada sistem jantung diantaranya adalah
berhubungan dengan fungsi fisiologis jantung, yang tersering
diantaranya adalah fungsi sebagai “pompa” darah, sedangkan pada
sistem vaskuler, konsumsi alkohol dapat mengganggu lipid profile
yang kedepannya akan mengakibatkan gangguan pada lemak di
vaskuler yang nantinya dapat menyebabkan penyempitan vaskuler.
c. Etiologi lain yang mendasari PIVH di antaranya adalah anomali
pembuluh darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk
angioma kavernosa dan aneurisma serebri merupakan penyebab
tersering PIVH pada usia muda. Pada orang dewasa, PIVH disebabkan
karena penyebaran perdarahan akibat hipertensiprimer dari struktur
periventrikel.
4. Faktor resiko
a. Usia tua
b. Kebiasaan merokok
c. Alkoholisme
d. Tekanan darah lebih dari 120 mmHg.
e. Lokasi dari Intracerebral hemoragik primer.
f. Perdarahan
5. Pathofisiologi
Beberapa faktor penyebab stroke antara lain: hipertensi, penyakit
kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung, kolestrol tinggi,
obesitas, peningkatan hematokrit yang meningkatkan resiko infark
serebral, diabetes mellitus, kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi,
merokok, dan kadar estrogen tinggi), merokok, penyalahgunaan obat
(khususnya kokain), dan konsumsi alcohol.(Arif muttaqin, 2008)
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada
gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau
karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penyebab infark pada otak,
trombus dapat berasal dari flak arterosklerosis, sehingga terjadi
thrombosis serebral, thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang
dapat menimbulkan odema dan kongesti disekitarnya (Arif
Muttaqin,2008).
Aneurisme intracranial adalah dilatasi dinding arteri serebral yang
mungkin terjadi karena hipertensi, arterosklerosis, yang mengakibatkan
kerusakan dinding pembuluh darah dengan dilanjutkan kelemahan pada
dinding pembuluh darah karena kerusaakan congenital atau terjadi karena
penambahan usia. Pelebaran Aneurisma dapat mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah di otak yang mengakibatkan terjadinya perdarahan
intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subaraknoid atau kedalam
jaringan otak itu sendiri. Akibat pecahnya pembuluh darah menyebabkan
perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan
penekanan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, edema
dan mungkin herniasi otak (Arif Muttaqin,2008 ; bruner & suddarth,
2002).
Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis infeksi,
infark miocard, katup jatung rusak, fibriasi atrium menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara
sehingga terjadinya emboli serebral, biasanya embolus menyumbat arteri
serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral
(Bruner & suddarth, 2002).
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan pefusi darah pada otak akan
menyebabkan insufisiensi darah ke otak sehingga akan terjadi keadaan
hipoksia. Hipoksia yang berlangsung dapat menyebabkan iskemik
otak.Iskemik yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat kurang dari
10-15 menit dapat menyebabkan deficit sementara dan bukan deficit
permanen.Sedangkan iskemik yang dalam waktu lama dapat
menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak
sehingga terdinya perubahan perfusi jaringan serebral. Gangguan predaran
darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme pada sel-sel
neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen
sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen
yang terdapat dari arteri-arteri yang menuju otak sehingga bisa terjadi
kerusan sel neuron. Selain kerusakan pada neuron terjadi kerusakan pada
pengaturan panas dalam otak (hipotalamus) yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan metabolism serebral (Fransisca B. Batticaca, 2008;
Bruner & Suddarth, 2002).
Semua faktor tersebut akan menyebabkan terjadinya stroke tergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah yang tersumbat). Secara patologis
gambaran klinis yang sering terjadi yaitu nyeri kepala, mual, muntah,
hemiparesis atau hemiplegi, kesadaran menurun, kelumpuhan wajah atau
anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak, kelemahan,
gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemisensorik), perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium,
letargi, stupor, koma), afasia (bicara tidak lancar), kesulitan memahami
ucapan, disartria (bicara cadel atau pelo), gangguan penglihatan, vertigo,
pasien harus berbaring di tempat tidur, pasien sulit bernafas, adanya
ronchi, dan batuk, pasien juga sering bertanya-tanya dengan penyakitnya
dan terjadi peningkatan suhu tubuh.
IVH primer terbatas pada sistem ventrikel, yang timbul dari sumber
intraventrikular atau bersebelahan lesi ke ventrikel. Contohnya termasuk
trauma intraventrikular, aneurisma, malformasi pembuluh darah, dan
tumor, biasanya melibatkan pleksus koroid.Sekitar 70% dari IVHs yang
sekunder; IVHs sekunder dapat terjadi sebagai perpanjangan dari
perdarahan intraparenchymal atau SAH ke dalam sistem ventrikel. Faktor
risiko untuk ivh termasuk usia yang lebih tua, lebih tinggi volume yang
dasar ICH, nilai mean tekanan arteri lebih besar dari 120 mm Hg, dan
lokasi ICH utama. Mendalam, struktur subkortikal cenderung paling
berisiko untuk ivh; lokasi sering meliputi putamen (35% -50%), lobus
(30%), thalamus (10% -15%), pons (5% -12%), berekor (7%), dan otak
(9)
kecil (5%) . Sedangkan beberapa penulis telah difokuskan pada volume
ICH asli sebagai prediktor hasil yang buruk, orang lain telah
menggunakan volumetrics canggih untuk menentukan volume ambang ivh
(20 mL) sebagai sangat menyenangkan .berkorelasi lebih besar volume
yang ICH dengan kehadiran IVH, serta lokasi dekat sistem ventrikel, yang
kemungkinan mengarah ke awal pecahnya intraventrikular.
6. Pathway
Peningkatan TIK
Nyeri Akut
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Labolatorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada stroke akut meliputi
beberapa parameter yaitu hematologi lengkap, kadar gula darah, elektrolit, ureum,
kreatinin, profil lipid, enzim jantung, analisis gas darah, protrombin time (PT) dan
activated thromboplastin time (aPTT), kadar fibrinogen serta D-dimer.
b. Pemeriksaan radiologis
1) CT-Scan
Pada kasus stroke, CT-Scan dapat menentukan dan memisahkan antara
jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga
untuk menilai kalsifikasi jaringan. Hasil pemeriksaan biasanya di dapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke
permukaan otak. ( muttaqin, 2008 : 140)
2) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Secara umum lebih sensitif dibandingkan CT-Scan. MRI juga dapat
digunakan pada kompresi spinal. Menggunakan gelombang magnetik untu
memeriksa posisi dan besar atau luasnya derah infark ( muttaqin, 2008 : 140)
9. Penatalaksanaan
Menurut Muttaqin (2008)
a. Penatalaksanaan Medis
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis
sebagai berikut:
1) Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a) Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan
penghisapan lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernapasan.
b) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha
memperbaiki hipertensi dan hipotensi.
2) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
a) Merawat kandung kemih, serta sedapat mungkin jangan memakai kateter
b) Menempatkan klien pada posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin. Posisi klien harus diubah setiap 2 jam dan dilakukan
latihan-latihan gerak pasif.
b. Pengobatan Konservatif
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan
2) Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial
3) Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran
sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
4) Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam system
kardiovaskular.
c. Pengobatan Pembedahan
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
4) Ligasi arteri karotis komunis di leher khusunya pada aneurisma.
10. Komplikasi
Menurut Muttaqin (2008), setelah mengalami stroke klien mungkin akan
mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokkan berdasarkan:
a. Dalam hal immobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi, dan
tromboflebitis
b. Dalam hal paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas, dan terjatuh
c. Dalam hal kerusakan otak: epilepsy dan sakit kepala
d. Hidrosefalus
B. Konsep Askep
1. Pengkajian.
a. Anamnesia/Identitas.
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, bangsa/suku, pendidikan,
bahasa yang digunakan dan alamat rumah.
b. Keluhan Utama.
Biasanya pada klien mengeluh sakit kepala, kadang-kadang nyeri, awalnya bisa
pada waktu melakukan kegiatan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang.
Klien biasanya datang dengan keluhan pusing yang sangat, parase pada extrimitis,
yang didapat sesudah bangun tidur baik sinistra atau dextra, gangguan fokal,
menurunnya sensasi sensori dan tonus otot biasanya tanpa disertai kejang,
menurunnya kesadaran seperti CVA Bleeding.
d. Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien dengan CVA didapat hipertensi, aktivitas dan olahraga yang tidak
adekuat, kadang klien juga cidera kepala di masa mudah dan punya riwayat DM.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Dari pihak keluarga resesif mempunyai riwayat DM dan hipertensi atau punya
anggota keluarga yang punya atau pernah mengalami CVA Bleeding maupun infark
f. Riwayat Kesehatan Lingkungan.
Resiko tinggi terjadi CVA berada pada lingkungan yang kurang sehat seperti gizi
yang jelek, aktivitas yang kurang adekuat dan pola hidup yang kurang sehat
g. Riwayat Psikososial.
Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologi klien dengan timbul
gejala-gejala yang dialami dalam proses penerimaan terhadap penerimaan terhadap
penyakitnya.
h. Pola Sehari-hari :
1) Pola Nutrisi dan Metablisme
Biasanya pada klien dengan CVA makanan yang disukai atau tidak disukai
oleh klien, mual – muntah, penurunan nafsu makan sehingga mempengaruhi
status nutrisi
2) Pola Eliminasi.
Kebiasaan dalam BAB didapatkan ,sedangkan kebiasaan BAK akan terjadi
retensi, konsumsi cairan tidak sesuai dengan kebutuhan.
3) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya klien dengan CVA tidak bisa melakukan aktivitas, badan terasa
lemas, muntah dan terpasang infus.
4) Pola tidur dan istirahat.
Biasanya klien sebelum tidur, lama tidur siang dan malam karena nyeri kepala
yang hebat maka kebiasaan tidur akan terganggu.
5) Pola persepsi dan konsep diri.
Didalam perubahan konsep diri itu bisa berubah bila kecemasan dan kelemahan
tidak mampu dalam mengambil sikap.
6) Pola sensori dan kognitif
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan
dan kemampuan dalam merawat diri.
7) Pola reproduksi sexual
Pada pria reproduksi dan seksual pada klien yang telah/sudah menikah akan
terjadi perubahan
8) Pola hubungan dan peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan peran dan peran
serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.
9) Pola penanggulangan stress
Stress timbul apabila seorang klien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
10) Pola tata dan kepercayaan.
Timbulnya distress dalam spiritual pada klien, maka klien akan menjadi cemas
dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Biasanya klien CVA mengalami badan lemah, nyeri kepala, penurunan kesadaran,
tensi meningkat, suhu, nadi, pernafasan.
b. Kepala dan leher
Keadaan rambut, kepala simetris atau tidak, ada tidaknya benjolan kepala, panas
atau tidak, maka simetris atau tidak, keadaan sclera, puppi reflek terhadap cahaya,
hidung simetris atau ada tidaknya polrip, epistaksis mulut, leher simetris serta ada
pembesaran kelenjar tiroid
c. Thorax dan abdomen
Biasanya klien CVA tidak terdapat kelainan, bentuk dada simetris.
d. Sistem respirasi
Apa ada pernafasan abnormal, tidak ada suara tambahan dan tidak terdapat
pernafasan cuping hidung
e. Sistem kardio vaskuler
Pada umumnya klien dengan CVA ditemukan tekanan darah normal/meningkat
akan tetapi bisa didapatkan Tachicardi atau Bradicardi
f. Sistem integument
Pada umumnya klien CVA turgor kulit menurun, kulit bersih, wajah pucat,
berkeringat banyak
g. Sistem eliminasi
Pada sistem eliminasi urine dan alvi biasanya tidak ditemukan kelainan
h. Sistem muskulos keletal
Apakah ada gangguan pada extriminitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan
i. Sistem endoksin
Apakah didalam penderita CVA ada pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil
j. Sistem persyarafan
Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen dan koma dalam klien CVA
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan darah
dan suplao O2
b. Nyeri Akut berhubungan dengan peningkatan TIK
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak,
gangguan pada N.VIII dan N.XII
d. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan dengan
kerusakan neurovaskuler, gangguan pada N.II dan N.XI
e. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler,
gangguan N.II
f. Gangguan Persepsi Sensori berhubungan dengan Kerusakan neurologis, deficit
N.I,II,IV,XII
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d gangguan N.I, V, XI, dan X
h. Risiko Cidera berhubungan dengan gangguan pada N.II, N.VIII
4. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Ketidakefektifan Perfusi Setelah dilakukan tindakan NIC :
jaringan serebral keperawatan selama 3 x 24 Intrakranial Pressure (ICP)
berhubungan dengan jam, diharapkan suplai Monitoring (Monitor
penurunan darah dan aliran darah ke otak lancar tekanan intrakranial)
suplao O2 dengan kriteria hasil: Berikan informasi kepada
NOC :
keluarga
Circulation status
Tissue Prefusion : cerebral Set alarm
Kriteria Hasil :
1. mendemonstrasik an Monitor tekanan perfusi
NIC :
Gangguan Persepsi Sensori Setelah dilakukan tindakan
6. NEUROLOGIK
berhubungan dengan keperawatan Selama 3x 24
jam, diharapakan MONITORING :
Kerusakan neurologis,
gangguan persepsi sensori 1. Monitor tingkat
deficit N.I,II,IV,XII
teratasi. Kriteria hasil: neurologis
2. Monitor fungsi neurologis
klien
NOC : 3. Monitor respon neurologis
Sensori function : 4. Monitor reflek-reflek
hearing meningeal
Sensori function : vision 5. Monitor fungsi sensori dan
Sensori function : persepsi : penglihatan,
taste and smell penciuman, pendengaran,
Kriteria Hasil: pengecapan, rasa
- Menunjukan tanda dan 6. Monitor tanda dan gejala
gejala persepsi dan penurunan neurologis klien
sensori baik :
penglihatan, EYE CARE :
pendengaran, makan, 1. Kaji fungsi penglihatan klien
dan minum baik. 2. Jaga kebersihan mata
- Mampu 3. Monitor penglihatan mata
mengungkapkan fungsi 4. Monitor tanda dan
persepsi dan sensori gejala kelainan
dengan tepat penglihatan
5. Monitor fungsi lapang
pandang, penglihatan, visus
klien
EAR CARE :
1. Kaji fungsi pendengaran
klien
2. Jaga kebersihan telinga
3. Monitor respon pendengaran
klien
4. Monitor tanda dan gejala
penurunan pendengaran
5. Monitor fungsi
pendengaran klien
MONITORING VITAL
SIGN :
1. Monitor TD, Suhu, Nadi dan
pernafasan klien
2. Catat adanya fluktuasi TD
3. Monitor vital sign saat
pasien berbaring, duduk atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, Nadi, RR
sebelum dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas Nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
brakikardi, peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2007. Jakarta: Depkes RI
Bare Brenda G & Smeltzer Suzan C. (2000).Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC,
Jakarta.
Betz, C. L., & Sowden, L.A 2002, Buku saku keperawatan pediatri, RGC, Jakarta.
Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Doenges, Marilynn, E. dkk (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arief dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI Jakarta
Muttaqin, Arif (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
salemba medika: jakarta.