Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA LANSIA DENGAN

DIAGNOSA NON HEMORAGIK STROKE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Kristis


Dosen Pengampu : Fatimah Zahra, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :
1 Achmad Imron (2223001)
2 Agnes Dwi (2223002)
3 Amiratul (2223004)
4 Kiki (2223020)
5 Lella Isma (2223021)
6 Lusiana Agus (2223022)
7 Putri Ayu (2223026)
8 Zohara (2223036)
9 Ani Herawati (2223040)

POGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
2023
BAB I

PENDAHULUAN

2.1. Latar Belakang


Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi dibidang keperawatan yang secara
khusus menangani respon manusia terhadap masalah yang mengancam hidup. Keperawatan
kritis juga dapat dipahami sebagai upaya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh perawat
profesional untuk mempertahankan hidup (maintaining life). Pasien kritis memiliki angka
kesakitan dan kematian yang tinggi, sehingga dengan mengenali ciri-cirinya dengan cepat
dengan penatalaksanaan dini yang sesuai pada pasien yang berada dalam keadaan kritis dapat
membantu mencegah perburukan lebih lanjut dan memaksimalkan peluang untuk sembuh
(Romli & Indrawati, 2018).
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern. Dewasa ini,
stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir di seluruh dunia. Hal tersebut
dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik
dan mental baik pada usia produktif maupun usia lanjut (Cahyono et al., 2019). Berdasarkan
data World Health Organization (WHO), mengemukakan bahwa sebanyak 17,9 juta orang
meninggal karena penyakit kardiovaskuler pada 2019. Dari kematian tersebut, 85% disebabkan
oleh stroke. Lebih dari tiga perempat kematian akibat penyakit stroke terjadi di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah(WHO, 2021).
Stroke non hemoragik adalah suatu keadaan karena gangguan peredaran darah di otak
yang mengakibatkan kematian jaringan otak sehingga menyebabkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian (Purwanto, 2016). Stroke juga dapat diartikan sebagai penyakit
cerebrovaskuler yang berdampak pada fungsi syaraf yang terjadi secara tiba- tiba yang
menyebabkan kerusakan neurologis. Kerusakan neurologis dapat disebabkan karena adanya
sumbatan pembuluh darah sehingga mengakibatkan aliran darah terhambat yang menyebabkan
kerusakan jaringan otak karena kurangnya pasokan oksigen dan nutrisi. Hambatan aliran darah
ke otak dapat terjadi akibat pecahnya pembuluh darah atau sering disebut dengan stroke
hemoragik dan tersumbatnya pembuluh darah disebut juga sebagai stroke non hemoragik
(Ikawati & Anurogo, 2018).
Penyebab terjadinya stroke non hemoragik karena adanya penyumbatan pada pembuluh
darah ke otak. Sumbatan ini disebabkan karena adanya penebalan dinding pembuluh darah
yang disebut dengan Antheroscherosis dan tersumbatnya darah dalam otak oleh emboli yaitu
bekuan darah yang berasal dari Thrombus di jantung. Stroke non hemoragik mengakibatkan
beberapa masalah yang muncul, seperti gangguan menelan, hambatan mobilitas fisik,
hambatan komunikasi verbal, defisit perawatan diri, ketidakseimbangan nutrisi, dan salah
satunya yang menjadi masalah yang menyebabkan kematian adalah ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral (Khotimah et al., 2021). Komplikasi stroke yang dialami adalah kelumpuhan
wajah atau anggota badan sebelah yang timbul secara mendadak, penurun kesadaran, bahkan
sampai kematian(Rahmadani & Rustandi, 2019).
BAB II
TINJAUAN TEORI DAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA
NON HEMORAGIK STROKE

A. Tinjauan Teori
1. Pengertian
Keperawatan kritis merupakan bidang keperawatan yang memerlukan perawatan
berkualitas tinggi dan koprehensif (LauraEdall.1997). American Association of
Critical-Care Nurses (AACN) mendefinisikan Keperawatan kritis adalah keahlian
khusus di dalam ilmu perawatan yang di hadapkan secara rinci dengan manusia
(pasien) dan bertanggung jawab atas masalah yang mengancam jiwa seperti Non
Hemoragik Stroke. Strokenon hemoragik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti ( wijaya &
putri 2013). Dan tanda klinis atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan
kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen
di jaringan otak. ( wilson & price, 2016 ) Berdasarkan definisi di atas dapat di
simpulkan stroke non hemoragik merupakan terhentinya aliran darah ke otak baik
kanan maupun kiri karena penyumbatan oleh bekuan darah ataupun aterosklerosis
yang terjadi kurang lebih dua minggu.

2. Anatomi Fisiologi
Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
komputer dari semua alat yang di tubuh yang mengatur semua kegatan dan aktivitas
tubuh. Otak merupakan bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga
tenggkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Berat otak
orang dewasa kira-kira 1400 gram mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh,
mengkonsumsi 25% oksigen dan menerima 1,5% curah jantung. Adapun secara
garis besar anatomi dan fungsi adalah otak dibagi menjadi 3 bagian yaitu (Setiadi,
2016):
Gambar 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otak

1) Otak besar (hemisfer cerebral/cerebrum)


Otak besar terdiri dari dua belahan yang tidak sepenuhnya
dipisahkan. Berpasangan (kanan dan kiri) bagian atas dari otak yang
mengisi lebih dari setengah masa otak. Permukaannya berasal dari
bagian yang menonjol (gyri) dan lekukan (sulci). Cerebrum dibagi
dalam 4 lobus yaitu:
a) Lobus frontalis, menstimuli pergerakan otot, yang bertnggung
jawab untuk proses berfikir. pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, motorik
bicara (areabroca di hemisfer kiri), pusat penghirup, pusat
pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area
motorik primer).
b) Lobus parietalis, merupakan area sensoris dari otak yang
merupakan sensasi perabaan, tekanan, dan sedikit menerima
perubahan temperatur.

c) Lobus occipitallis, mengandung area visual yang menerima


sensasi dari mata. Berfungsi juga menginterpretasi dan
memproses rangsang penglihatan dari nervus optikus dan
mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain dan
memori.
d) Lobus temporalis, mengandung area auditori yang menerima
sensai dari telinga dan berperan dalam pembentukan dan
perkembangan emosi.
2) Batang otak (brain stem)
Batang otak terdiri dari otak tengah,pons, dan medula
oblongata. Otak tengah menghubungkan ponsdan otak kecil dengan
hemisper otak; itu terdiri dari jalur sensorikdan motorik dan
berfungsi sebagai pusat untuk refleks arteri danvisual. Saraf kranial
III dan IV berasal dari otak tengah. Ponsterletak di depan serebelum
antara otak tengah dan medula danmerupakan jembatan antara dua
bagian otak kecil, dan antaramedula dan otak besar. Saraf kranial V
hingga VIII terhubung keotak di pons. Pons berisi jalur motorik dan
sensorik. Porsi pons jugamengontrol jantung, pernapasan, dan
tekanan darah.
3) Otak kecil (cerebelum)
Otak kecil merupakan bagian otak yang terletak di bagian
belakang otak besar. Berfungsi sebagai pusat pengaturan koordinasi
gerakan yang disadari dan keseimbangan tubuh serta posisi tubuh.
Serebelum mempunyai dua hemisfer yang dihubungkan oleh
fermis. Berat serebelum lebih kurang 150 gram (85-9%) dari berat
otak seluruhnya. Fungsi serebelum mengembalikan tonus otot
diluar kesadaran yang merupakan suatu mekanisme syaraf yang
berpengaruh dalam pengaturan dan pengendalian terhadap:
a) Perubahan ketegangan dalam otot untuk mempertahankan
keseimbangan dan sikap tubuh.
b) Terjadinya kontraksi dengan lancar dan teratur pada pergerakan
dibawah pengendalian kemauan dan mempunyai aspek
ketrampilan.
c) Serebelum juga berfungsi untuk mempertahankan postur.
Setiap pergerakan memerlukan koordinasi dalam kegiatan sejumlah otot. Otot
antagonis harus mengalami relaksasi secara teratur dan otot sinergis berusaha
memfiksasi sendi sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh bermacam
pergerakan.
3. Etiologi
Penyebab stroke non hemoragik yaitu :
a Trombosis ( bekuan darah di dalam pembuluh darah otak)
b Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material lain yang
dibawah ke otak dari bagian tubuh yang lain )
c Iskemia ( suplai darah ke jaringan berkurang).
Stroke non hemoragik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. akibat
penutupan aliran darah ke sebagian otak maka terjadi proses patologik pada daerah
iskemik. Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan
bentuk sel yang di ikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang
selanjutnya terjadi kematian neuron.
Penyebab Stroke non hemoragik di bagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan,
yaitu:
1) Stroke Non Hemoragik Embolik

Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak,

melainkan di tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler

sistemik. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada penyakit

jantung dengan shuntyang menghubungkan bagian kanan dengan

bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit jantung rheumatoid akut

atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis,

fibrilasi atrium,infark kordis akut dan embolus yang berasal dari

vena pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah

jantung berkurang dan serangan biasanya muncul di saat penderita

tengah beraktivitas fisik seperti berolahraga.

2) StrokeNon Hemoragik Trombus

Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak.


Dapat dibagi menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk

sistem arteri karotis) merupakan70% kasus stroke non hemoragik

trombus dan stroke pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus

Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah kecil

terjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait dengan

hipertensi dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis.

4. Patofisiologi

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu

di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan

besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap

area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke

otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal

(thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena

gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).

Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak,

thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku

pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi

turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa

sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia

jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan,

edema dan kongesti disekitar area.


Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar

daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa

jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya

edema pasien mulai menunjukan perbaikan, CVA. Karena thrombosis

biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada

pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan

nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada

dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau

jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat

menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah.

Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma

pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih di sebabkan oleh ruptur

arteri osklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral

yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari

keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat,

dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia

serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan

irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat

terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah

satunya cardiac arrest (Purwanto, 2016).


5. Manifestasi Klinis
Pada stroke iskemik terjadi akibat sumbatan atau penurunan aliran darah otak.
Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi :
a) TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24
jam. Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokalserebral, emboli
maupun trombosis.
b) RIND (Reversible IschemicNeurologic Deficit)
Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam
namun kurang dari 21 hari.
c) Stroke in Evolution
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke
waktu.
d) Completed Stroke
Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang
lagi.
Adapun gejala klinis lainnya meliputi (Indrawati et al., 2016):
1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau
hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan
terjadi akibat adanya kerusakan pada area motoric di korteks bagian
frontal,kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi kerusakan
pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien
juga akan kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik sehingga pasien
tidak dapat melakukan ekstensi maupun fleksi.
2) Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan Gangguan
sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf otonom dan
gangguansaraf sensorik.
3) Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau
koma),terjadi akibat kerusakan otak kemudian menekan batang otak
atau terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia.
4) Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara, termasuk dalam
membaca, menulis dan memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat
kerusakan pada area pusat bicara primer yang berada pada hemisfer kiri
middle sebelah kiri. Afasia dibagi menjadi 3 yaitu afasia
motorik,sensorik dan afasia global. Afasia motorik atau ekspresif terjadi
jika area pada area Broca, yang terletak pada lobus frontal otak. Pada
afasia jenis ini pasien dapat memahami lawan bicara tetapi pasien tidak
dapat mengungkapkan dan kesulitan dalam mengungkapkan bicara.
Afasia sensorik terjadi karena kerusakan pada area Wernicke, yang
terletak padalobus temporal. Pada afasia sensori pasien tidak dapat
menerima stimulasi pendengaran tetapi pasien mampu
mengungkapkan pembicaraan. Sehingga respon pembicaraan pasien
tidak nyambung atau koheren. Pada afasia global pasien dapat merespon
pembicaraan baik menerima maupun mengungkapkan pembicaraan.
5) Disatria merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga
ucapannya menjadi tidak jelas. Namun demikian, pasien dapat
memahami pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun membaca.
Disartria terjadi karena kerusakan nervus cranial sehingga terjadi
kelemahan dari otot bibir,lidah dan laring. Pasien juga terdapat kesulitan
dalam mengunyah dan menelan.
6) Gangguan penglihatan, diplopia, dimana pasien dapat kehilangan
penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda,gangguan lapang
pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena kerusakan pada
lobus temporal atau parietal yang dapat menghambat seratsaraf optik
pada korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan
karena kerusakan pada saraf cranial III, IV dan VI.
7) Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus
cranialIX. Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis
menutup kemudian makanan masuk ke esophagus.
8) Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena
terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel.
9) Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan
tekanan intrakranial, edema serebri.
6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan perawatan yang paling tepat untuk stoke, tim

medis perlu mengevaluasi jenis stroke yang dialami pasien dan area otak

mana yang tekena stroke. Ada beberapa test yang perlu dilakukan untuk

menunjukkan bahwa seserang terkena stroke, antara lain (Haryono &

Utami, 2019):

1) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui gejala apa yang

dialami, kapan gejala mulai dirasakan, dan reaksi pasien terhadap gejala

tersebut. Selain itu riwayat kesehatan, riwayat konsumsi obatobatan, dan

cidera juga perlu dikaji. Riwayat penyakit terkait jantung, serangan

iskemik transien, dan stroke juga perlu mendapatkan perhatian khusus.

Pemeriksaan fisik meliputi tekanan darah dan denyut jantung, serta

pemeriksaan bruit diatas arteri leher (karotid) untuk memeriksa adanya

arterosklerosis. Pemeriksaan juga dapat melibatkan oftalmoskop untuk

memeriksa tanda-tanda Kristal kolesterol kecil atau gumpalan

dipembuluh darah dibagian belakang mata.

2) Tes darah

Pasien harus menjalani serangkaian tes darah agar tim perawatan

mengetahui seberapa cepat gumpalan darah


berkembang, apakah gula darah tinggi atau rendah secara abnormal,

apakah zat kimia darah tidak seimbang, atau apakah pasien mengalami

infeksi. Mengelola waktu pembekuan darah dan kadar gula serta bahan

kimia utama lainnya akan menjadi bagian dari perawatan stroke.

3) Pemeriksaan CT scan

CT scan menggunakan serangkaian sinar x untuk membuat

gambar detail dari otak. CT scan dapat menunjukkan perdarahan, tumor,

stroke dan kondisi lain. Dokter mungkin menyuntikkan pewarna ke

pembuluh darah pasien untuk melihat pembuluh darah di leher dan otak

secara lebih detail.

4) Pencitraan resonansi magnetik (MRI)

MRI menggunakan gelombang radio dan magnet yang kuat

untuk menciptakan tampilan rinci otak. MRI dapat mendeteksi jaringan

otak yang rusak oleh perdarahan otak. Dokter akan menyuntikkan

pewarna ke pembuluh darah untuk melihat arteri dan vena dan

menyoroti aliran darah.

Anda mungkin juga menyukai