(Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Program Pendidikan Profesi Ners Stase KMB)
Disusun Oleh :
IRMA NURMALA
321FK09039
1
A. Definisi
2
intrakranial (TIK) merupakan kasus gawat darurat dimana cedera otak
irrevesibel atau kematian dapat dihindari dengan intervensi tepat pada
waktinya (Hisam, 2013). Risiko perfusi serebral tidak efektif rentan
mengalami penurunan sirkulasi otak yang dapat mengganggu kesehatan yang
berisiko terjadinya neoplasma otak (Herdman, 2015). World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia
85% mengalami stroke iskemik dari jumlah stroke 21 yang ada. Penyakit
hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Berdasarkan
prevalensi stroke Indonesia 10,9 permil setiap tahunnya terjadi 567.000
penduduk yang terkena stroke, dan sekitar 25% atau 320.000 orang
meninggal dan sisanya mengalami kecacatan (RISKESDAS, 2018).
Stroke adalah gangguan fungsional yang terjadi secara mendadak
berupa tanda-tanda klinis baik lokal maupun global yang berlangsung lebih
dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan gangguan
peredaran darah ke otak, antara lain peredaran darah sub arakhnoid,
peredaran intra serebral dan infark serebral (Nur’aeni, 2017) Stroke adalah
gangguan yang menyerang otak secara mendadak dan berkembang cepat
yang berlangsung lebih dari 24 jam ini disebabkan oleh iskemik maupun
hemoragik di otak sehingga pada keadaan tersebut suplai oksigen keotak
terganggu dan dapat mempengaruhi kinerja saraf di otak, yang dapat
menyebabkan penurunan kesadaran. Penyakit stroke biasanya disertai dengan
adanya peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) yang ditandai dengan nyeri
kepala dan mengalami penurunan kesadaran (Ayu R D, 2018). Stroke non
hemoragik biasa disebut dengan stroke iskemik atau emboli dan trombus
yaitu tertutupnya pembuluh darah oleh bekuan darah atau gumpalan hasil
terbentukbya trombus. (Nurarif, 2015). Berdasarkan definisi diatas penulis
menyimpulkan bahwa stroke non hemoragik adalah penyumbatan pembuluh
darah diotak yang disebabkan oleh bekuan darah 29 sehingga menghalangi
suplai oksigen ke otak.
B. Etiologi
3
sementara aliran darah ke otak (transient ischemic attack atau TIA) yang
tidak menyebabkan kerusakan permanen. Sekitar 80 % kasus stroke adalah
stroke iskemik. Stroke iskemik terjadi ketika arteri ke otak menyempit atau
terhambat, menyebabkan aliran darah sangat berkurang (iskemia) (Haryono,
Utami, & Sari, 2019). Penyebab stroke dibagi menjadi 3, yaitu menurut
(Dellima D R, 2019):
1. Trombosis serebral
2. Emboli serebri
3. Hipoksia Umum
4. Hipoksia setempat
4
tersusun dari serat – serat saraf. Serat saraf ini bertugas membawa
informasi sensorik, seperti impuls saraf, menuju sistem saraf pusat dari
reseptor sensorik yang terletak di berbagai bagian tubuh. Reseptor
sensorik mampu mengubah rangsangan menjadi implus saraf elektronik.
Saraf – saraf aferen diaktifkan oleh modalitas fisik seperti cahaya, suara,
suhu dan lain – lain. Terdapat dua serabut sensorik yaitu serabut sensoris
somatik dan serabut sensorik viseral. Bagian motorik atau eferen
ditemukan didalam sistem saraf pusat, tepatnya pada materi 31 abu-abu
(Grey Matter) dari sumsum tulang belakang, dan medulla oblongata.
Bagian ini bertanggung jawab untuk menerima informasi dari neuron lain
dan mengirimkan implus saraf ke pinggiran tubuh seperti otot, kelenjar,
dan lain-lain. Bagian ini memiliki dua sub bagian, yaitu sistem saraf
somatik dan sistem saraf otonom.
a. Jaringan saraf
Jaringan saraf terdiri dari dua jenis sel utama yaitu, sel Glia dan
Neuron keduanya bekerja saling mendukung.
1) Sel Glia Sel Glia (neuroglia) adalah sel pendukung kerja sel-sel
saraf. Tugasnya membantu sel saraf agar dapat menjalankan
fungsinyanya dengan baik. Sel ini dapat ditemukan pada sistem saraf
pusat dan juga pada sistem saraf tepi. Fungsi dari sel Glia antara lain,
menyediakan nutrisi bagi sel-sel saraf / neuron, mempertahankan
keseimbangan tubuh, membentuk selubung myelin glia yang
mendominasi sistem syaraf tepi.
2) Sel glia yang mendominasi sistem saraf tepi adalah sel schwann. Sel
schwann mempunyai sebagai pembentuk selubung myelin.Sel ini
memungkinkan terjadinya transduksi sinyal eletrik dari dendrit
menuju akson. Pada sistem saraf pusat, tugas dari sel schwann
dijalankan oleh sel oligodendrosit. Proses pembentukan selubung
myelin dimulai dari penyatuan sitoplasma sel schwann yang
membentuk gulungan.
5
3)
Neuron
6
Badan sel disebut juga soma, perikaryon, atau cyton
adalah pusat metabolisme neuron. Badan sel mengandung
banyak organel dan merupakan tempat menempelnya dendrit
dan akson, pada struktur badan sel saraf terdapat ribosom,
retikulum endoplasma, mitokondria, badan golgi, dan membran
sel. Selain itu, juga terdapat butiran nissl yang berfungsi untuk
meneruskan implus (rangsangan). Fungsi utama badan sel saraf
adalah sebagai tempat inti sel. Dari badan sel keluar dua macam
serabut saraf, yaitu dendrit dan akson atau neurit.
Dendrit
Neuron memiliki beberapa dendrit. Dendrit
adalah cabang yang keluar dari badan sel saraf, dan
berfungsi menerima rangsangan. Bentuk dari dendrit ini berupa
sitoplasma yang menonjol, memiliki ukuran pendek, dan
bercabang. Sitoplasma adalah bagian sel yang dibungkus oleh
membran sel. Pembentuk sitoplasma terdiri dari sitosol dan
organel.
Akson
Akson adalah pemanjangan dari neuron yang membawa
implus saraf dari badan sel menuju sel target. Akson menjadi
jalur transmisi utama sistem saraf, dan berfungsi sebagai bundel
yang membantu sistem saraf. Fungsi akson adalah
mengantarkan implus-implus saraf ke sel-sel lainnya.
Sinapsis
Sinapsis merupakan titik pertemuan terminal akson di
salah satu saraf pusat dengan saraf pusat yang lain. Pada setiap
sinapsis terdapat celah sinapsis. Fungsinya sebagai pengirim
implus atau rangsangan dari neurit ke dendrit pada sel saraf
yang lainnya
Selubung mielin
Selubung mielin adalah lemak yang membukus neurit atau
akson. Lemak tersebut terbentuk atas segmen-segmen, dan
7
lekukan di antara dua segmen disebut dengan nodus ranvier.
Fungsi utama dari selubung mielin adalah sebagai pelindung
bagi neurit agar tidak menglami kerusakan dan mencegah
rangsangan dari kebocoran. Selubung mielin memiliki bentuk
seperti kabel isolator yang membungkus tembaga listik dalam
kabel listrik. Bahan penyusun selubung ini terdiri dari air, masa
kering yang memiliki kandungan lemak, dan protein-protein
dasar, seperti mielin oligodendrocyteglikoprotein, dan
proteilipid.
Nodus ranvier
Nodus ranvier merupakan lekukan-lekukan di antara
segmen selubung meilin. Fungsi utama dari nodus ranvier
adalah sebagai batu loncatan untuk percepatan pergerakan
rangsangan menuju otak maupun sebaliknya. Dengan demikian
rangsangan bisa meloncat dari satu nodus ke nodus lainnya dan
cepat sampai tujuan.
8
otak, dapat pula mengganggu sistem sirkulasi otak (fanning dkk, 2014 dalam
(Haryono & Utami, 2019).
Oklusi akut pada pembuluh darah otak membuat darah otak terbagi
menjadi dua daerah keparahan derajat otak, yaitu daerah inti dan daerah
penumbra. Daerah inti adalah daerah atau bagian otak yang memiliki aliran
darah kurang dari 10cc/100g jaringan otak tiap menit. Daerah ini beresiko
menjadi nekrosis dalam hitungan menit. Daerah penumbra adalah daerah otak
yang aliran darahnya terganggu tetapi masih lebih baik dikarenakan daerah
ini masih masih mendapat suplai perfusi dari pembuluh darah (Haryono &
Utami, 2019).
E. Pathway
9
Skema 2.1 Pathway Stroke Sumber Susilo,( 2019)
10
F. Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif A. H,(2016),manifestasi klinis stroket meliputi :
a. Tiba –tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan.
b. Tiba – tiba hilang rasa peka.
c. Bicara pelo.
d. Gangguan bicara dan bahasa.
e. Gangguan penglihatan.
f. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai.
g. Gangguan daya ingat.
h. Nyeri kepala hebat.
i. Vertigo.
j. Kesadaran menurun
k. Proses kencing terganggu
l. Gangguan fungsi otak.
G. Komplikasi
Menurut Andra & Yessie (2013)
a. Berhubungan dengan imobilisasi
b. Infeksi pernafasan
c. Nyeri berhubungan dengan daerah yang tertekan
d. Konstipasi
e. Tromboflebitis
f. Berhubungan dengan mobilisasi
g. Nyeri daerah punggung
h. Dislokasi sendi
i. Berhubungan dengan kerusakan otak
j. Epilepsy
k. Sakit kepala
l. Kraniotomi
m. Hidrosefalus
11
H. Pemeriksaan diagnostic
Penatalaksanaan stroke menurut Wijaya dan Mariza (2013) dalam Santoso,
L.E (2018).
a. Penatalaksanaan Medis
b. Trombolitik (streptokinase)
c. Antikoagulan (heparin)
d. Hemorragik (pentoxyfilin)
e. Antagonis serotonin (noftidrofuryl)
f. Antagonis kalsium (nomodipin, piracetam)
g. Penatalaksanaan Khusus/Komplikasi
Atasi kejang (anti konvulsan)
Atasi dekompresi (kraniotomi)
Untuk penatalaksanaan faktor resiko:
Atasi hiper uresemia
Atasi hipertensi
Atasi hiperglikemi.
12
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan
dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan,data yang
terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.
b. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal
yang tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering
kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan
stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes mellitus.
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran pasien dan keluarga
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran
samnolen, apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12
pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya
13
memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-
15
2) Tanda-tanda Vital
Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole >
80
Nadi
Biasanya nadi normal
Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
4) Wajah Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan
pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus,
klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII
(facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan
pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan
kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien
kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata
14
pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya
pasien
15
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke
hemragik mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku
kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1 (+).
10) Thorak
Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
Jantung
Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler
Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak
terdengar. Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat
perut pasien digores biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
Ekstremitas Atas
16
Hoffman tromer (+)).
Ekstremitas Bawah
(reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)).
Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi
saat di ketukkan (reflek patella (+)).
Tabel 1.1
Nilai kekuatan otot
a. Radiologi
Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
sperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya
pada stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma
17
Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan
lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak
darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada
subarachnoid atau pada intrakranial
CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya
secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan
otak
Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami
lesi
dan infark akibat dari heemoragik
USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis)
EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit,
Eritrosit. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah pasien
menderita anemia. Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun
pasien. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada penyakit
infeksi yang sedang menyerang pasien. Test darah koagulasi, Test
darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin time,
partial thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio
(INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya
mengukur seberapa cepat darah pasien menggumpal. Gangguan
18
penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan
darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer
darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah
obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila
sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat
dosis yang diberikan benar atau tidak. Test kimia darah untuk
melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat, dll. Apabila
kadar gula darah atau kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda
pasien sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua penyakit ini
termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke (Robinson, 2014)
i. Pola kebiasaan sehari-har
Pola kebiasaan. Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan
merokok dan penggunaan minumana beralkhohol
j. Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan
pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat
badan.
k. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya
kejang otot/ nyeri otot
l. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan,
kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
m. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
n. Pola hubungan dan peran
o. Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
p. mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
q. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, dan tidak kooperatif (Batticaca, 2008)
19
2. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot,
kontrol
2. perfusi jaringanm tidak efektif berhubungan dengan
perdarahan otak. Oedem otak
3. Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
6. Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer
3. Intervensi
No. dx. Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx
1. Risiko perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan Manajeman
tidak efektif keperawatan selama 3x peningkatan tekanan
pertemuan diharapkan intrakanial :
masalah Risiko perfusi a) Observasi
serebral tidak efektif Monitor tanda dan
berhubungan dengan gejala peningkatan
penurunan sirkulasi darah ke TIK.
otak kembali normal. Monitor tekanan
Terapeutik
20
Berikan posisi semi
fowler
Pertahankan suhu
tubuh normal
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian terapi obat
a. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisasi
fisik berhubungan keperawatan selama 3x Observasi
pertemuan diharapkan Identifikasi adanya
masalah gangguan mobilitas nyeri atau keluhan
fisik berhubungan dengan fisik lainnya.
kelemahan dapat membaik. Monitor frekuensi
Kriteria hasil jantung dan tekanan
a. Pergerakan ektremitas darah sebelum
kekuatan otot rentang memulai mobilisasi
gerak (ROM) meningkat Monitor kondisi
b. Klien tidak mengeluh umum selama
nyeri mobilisasi
c. Cemas klien menurun d)
Tidak adanya kaku sendi Terapeutik
Fasilitasi melakukan
pergerakan ROM
(Range of motion
Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatan
pergerakan
Fasilitasi melakukan
pergerakan jika
21
perlu
Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilissi
Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
dilakukan
(mis,duduk
ditempat
tidur ,duduk disisi
ditempat
tidur,pindah dari
tempat tidur
kekursi)
4. Impementasi
Pada tahan ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan
yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara
optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Nasrul Effendy, 1995
dalam Judha & Rahil, 2011). Pencatatan pendokumentasian ini terfokus pada
metode Dar yaitu data (D) adalah data yang berisi tentang data subjektif dan
objektif yang mendukung dokumentasi asuhan keperawatan, action/tindakan
(A) adalah tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan 70 masalah, dan
22
response (R) adalah menyediakan keadaan respon klien terhadap tindakan
keperawatan. (Judha & rahil,2011).
5. Evaluasi
Evaluasi Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan.
Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dengan melibatkan
klien, perawat dan anggota tenaga kesehatan lain. Dalam hal ini diperlukan
pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi dan strategi evaluasi. Tujuan
evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Terdapat jenis-jenis evaluasi dalam keperawatan yaitu,
evaluasi formatif (proses) merupakan aktivitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Selanjutnya evaluasi sumatif
(hasil) yaitu rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Penentuan masalah teratasi, teratasi
sebagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan antara soap
dengan kriteria hasil. Evaluasi proses menggunakan metode soap yaitu,
Subjektif adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan diberikan. objektif adalah informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan setelah dilakukan tindakan.
Analisa adalah membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan
tujuan dan kriteria hasil kemudian diambil kesimpulan bahwa 71 masalah
teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi. Dan yang terakhir planning adalah
rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan diagnose.
23
keluarga yang dilakukan di
RSUP Dr.Mdjamil tahun 2013
( nilai P = 0,001)
PENGARUH PEMBERIAN TERAPI Adi Didin Setyawan, Hasil penelitian menunjukkan
ROM (RANGE OF MOTION) Ani Rosita, Nindy bahwa saat pre test hampir
TERHADAP PENYEMBUHAN Yunitasari seluruhnya responden
PENYAKIT STROKE memiliki kekuatan otot rendah
yaitu 9 responden (90%) dan
post test sebagian besar
responden mempunyai
kekuatan otot rendah
sebanyak 6 responden (60%).
Berdasarkan uji statistik
Paired sampel t-test
didapatkan hasil (p) 0,081<
0.05 maka H0 ditolak berarti
ada pengaruh pemberian
terapi ROM terhadap
penyembuhan penyakit stoke
di ruang Aster RSUD Dr.
Hardjono Ponorogo
PENGARUH RANGE OF MOTION Irsan Irsan Dapat dilihat dari hasil
UNTUK PENINGKATAN penelitian ini bahwa nilai
KEKUATAN OTOT PADA signifikan kekuatan otot
PENDERITA PASCA STROKE sebelum dan sesudah
pemberian intervensi Range
Of Motion (ROM) dengan
nilai 0.000. dari uraian di atas
membuktikan bahwa Range
Of Motion (ROM)
berpengaruh dalam
meningkatkan kekuatan otot.
24
DAFTAR PUSTAKA
25