Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. T DENGAN DIAGNOSA


STROKE HEMORAGIC DI RUANG MELATI III RSUD
DOKTER SOEKARDJO

(Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Program Pendidikan Profesi Ners Stase KMB)

Disusun Oleh :
IRMA NURMALA
321FK09039

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
TASIKMALAYA
2023

1
A. Definisi

Penyakit serebrovaskuler/ cerebrovascular disease (CVD) merupakan


penyakit sistem persarafan yang paling sering dijumpai. Stroke merupakan
bagian dari CVD. Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah
manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebri fokal atau global yang
berkembang dengan cepat atau tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau
berakhir dengan kematian, dengan tidak tampaknya penyebab lain selain
penyebab vaskular. Berdasarkan American Heart Association (AHA) stroke
ditandai sebagai defisit neurologi yang dikaitkan dengan cedera fokal akut
dari sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh pembuluh darah,
termasuk infark
serebral, pendarahan intraserebral (ICH) dan pendarahan subaraknoid (SAH).
Stroke merupakan masalah yang universal sebagai salah satu pembunuh
di dunia, sedangkan di negara maju maupun berkembang seperti di Indonesia,
stroke memiliki angka kecacatan dan kematian yang cukup tinggi. Angka
kejadian stroke di dunia di perkirakan 200 per100.000 penduduk, dalam
setahun (Muslihah S U, 2017). Stroke dapat menyerang otak secara
mendadak dan berkembang cepat yang berlangsung lebih dari 24 jam ini
disebabkan oleh iskemik maupun hemoragik di otak sehingga pada keadaan
tersebut suplai oksigen keotak terganggu dan dapat mempengaruhi kinerja
saraf di otak, yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Stroke sebagai
salah satu penyakit degerenatif didefinisikan sebagai gangguan fungsional
otak yang terjadi secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat (
dalam beberapa jam) dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun
global yang berlangsung lebih dari 24 jam, disebabkan oleh terhambatnya
aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke hemoragic) ataupun sumbatan
( stroke iskemik) dengan tanda dan gejala sesuai bagian otak yang terkena,
yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian (junaidi,
2012) Pada pasien stroke didapatkan peningkatan intra kranial dengan tanda
klinis berupa nyeri kepala yang tidak hilang dan semakin meningkat, berupa
nyeri kepala yang tidak hilang dan semakin meningkat. Peningkatan tekanan

2
intrakranial (TIK) merupakan kasus gawat darurat dimana cedera otak
irrevesibel atau kematian dapat dihindari dengan intervensi tepat pada
waktinya (Hisam, 2013). Risiko perfusi serebral tidak efektif rentan
mengalami penurunan sirkulasi otak yang dapat mengganggu kesehatan yang
berisiko terjadinya neoplasma otak (Herdman, 2015). World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia
85% mengalami stroke iskemik dari jumlah stroke 21 yang ada. Penyakit
hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Berdasarkan
prevalensi stroke Indonesia 10,9 permil setiap tahunnya terjadi 567.000
penduduk yang terkena stroke, dan sekitar 25% atau 320.000 orang
meninggal dan sisanya mengalami kecacatan (RISKESDAS, 2018).
Stroke adalah gangguan fungsional yang terjadi secara mendadak
berupa tanda-tanda klinis baik lokal maupun global yang berlangsung lebih
dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan gangguan
peredaran darah ke otak, antara lain peredaran darah sub arakhnoid,
peredaran intra serebral dan infark serebral (Nur’aeni, 2017) Stroke adalah
gangguan yang menyerang otak secara mendadak dan berkembang cepat
yang berlangsung lebih dari 24 jam ini disebabkan oleh iskemik maupun
hemoragik di otak sehingga pada keadaan tersebut suplai oksigen keotak
terganggu dan dapat mempengaruhi kinerja saraf di otak, yang dapat
menyebabkan penurunan kesadaran. Penyakit stroke biasanya disertai dengan
adanya peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) yang ditandai dengan nyeri
kepala dan mengalami penurunan kesadaran (Ayu R D, 2018). Stroke non
hemoragik biasa disebut dengan stroke iskemik atau emboli dan trombus
yaitu tertutupnya pembuluh darah oleh bekuan darah atau gumpalan hasil
terbentukbya trombus. (Nurarif, 2015). Berdasarkan definisi diatas penulis
menyimpulkan bahwa stroke non hemoragik adalah penyumbatan pembuluh
darah diotak yang disebabkan oleh bekuan darah 29 sehingga menghalangi
suplai oksigen ke otak.

B. Etiologi

Stroke disebabkan oleh adanya arteri yang tersumbat pada pembuluh


darah otak ( stroke iskemik). Beberapa orang mungkin mengalami gangguan

3
sementara aliran darah ke otak (transient ischemic attack atau TIA) yang
tidak menyebabkan kerusakan permanen. Sekitar 80 % kasus stroke adalah
stroke iskemik. Stroke iskemik terjadi ketika arteri ke otak menyempit atau
terhambat, menyebabkan aliran darah sangat berkurang (iskemia) (Haryono,
Utami, & Sari, 2019). Penyebab stroke dibagi menjadi 3, yaitu menurut
(Dellima D R, 2019):
1. Trombosis serebral
2. Emboli serebri
3. Hipoksia Umum
4. Hipoksia setempat

C. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan

Dalam mengatur dan mempertahankan homeostatis tubuh, sistem saraf


tidak bekerja sendiri tetapi dibantu oleh sistem endokrin. Sistem saraf adalah
serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta terdiri dari
jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan
stimulus eksternal dipantau dan diatur (Manurung, 2018). Adapun anatomi
dari sistem persyarafan menurut susilo (2019) menjelaskan bahwa anatomi
drai system persarafan meliputi : a. Susunan sistem saraf Sistem saraf pada
tubuh manusia memiliki satu sistem dengan kompleksitas yang baik. Adapun
susunan sistem saraf dibagi menjadi dua yaitu :
1) Klasifikasi struktural
Klasifikasi struktural atau structural classification mencakup semua
sistem saraf. Klasifikasi ini memiliki dua sub bagian, yaitu sistem saraf
pusat (central nervous system) terdiri dari otak dan sumsum tulang
belakang. Keduanya berada pada rongga tubuh dorsal, dan bertindak
sebagai pusat pengintegrasian dan komando sistem saraf. sistem saraf
tepi (peripheral nervous system) merupakan bagian dari sistem saraf
diluar sistem sarafsaraf pusat. Bagian ini terdiri dari saraf- saraf yang
membentang dari otak hingga sumsum tulang belakang.
2) Klasifikasi fungsional
Klasifikasi fungsional hanya terkait dengan struktur sistem saraf tepi.
Terbagi atas bagian sensorik, atau aferen, terdiri dari saraf – saraf yang

4
tersusun dari serat – serat saraf. Serat saraf ini bertugas membawa
informasi sensorik, seperti impuls saraf, menuju sistem saraf pusat dari
reseptor sensorik yang terletak di berbagai bagian tubuh. Reseptor
sensorik mampu mengubah rangsangan menjadi implus saraf elektronik.
Saraf – saraf aferen diaktifkan oleh modalitas fisik seperti cahaya, suara,
suhu dan lain – lain. Terdapat dua serabut sensorik yaitu serabut sensoris
somatik dan serabut sensorik viseral. Bagian motorik atau eferen
ditemukan didalam sistem saraf pusat, tepatnya pada materi 31 abu-abu
(Grey Matter) dari sumsum tulang belakang, dan medulla oblongata.
Bagian ini bertanggung jawab untuk menerima informasi dari neuron lain
dan mengirimkan implus saraf ke pinggiran tubuh seperti otot, kelenjar,
dan lain-lain. Bagian ini memiliki dua sub bagian, yaitu sistem saraf
somatik dan sistem saraf otonom.
a. Jaringan saraf
Jaringan saraf terdiri dari dua jenis sel utama yaitu, sel Glia dan
Neuron keduanya bekerja saling mendukung.
1) Sel Glia Sel Glia (neuroglia) adalah sel pendukung kerja sel-sel
saraf. Tugasnya membantu sel saraf agar dapat menjalankan
fungsinyanya dengan baik. Sel ini dapat ditemukan pada sistem saraf
pusat dan juga pada sistem saraf tepi. Fungsi dari sel Glia antara lain,
menyediakan nutrisi bagi sel-sel saraf / neuron, mempertahankan
keseimbangan tubuh, membentuk selubung myelin glia yang
mendominasi sistem syaraf tepi.
2) Sel glia yang mendominasi sistem saraf tepi adalah sel schwann. Sel
schwann mempunyai sebagai pembentuk selubung myelin.Sel ini
memungkinkan terjadinya transduksi sinyal eletrik dari dendrit
menuju akson. Pada sistem saraf pusat, tugas dari sel schwann
dijalankan oleh sel oligodendrosit. Proses pembentukan selubung
myelin dimulai dari penyatuan sitoplasma sel schwann yang
membentuk gulungan.

5
3)

Neuron

Gambar 2.1 Anatomi Saraf Sumber : Sasmita (2019)


 Inti sel
Inti sel yang terdapat pada neuron atau sel saraf disebut
dengan nukleus sel. Fungsi nukleus adalah mengatur kegiatan
sel saraf, dan juga berperan dalam pembentukan DNA serta
kromoson. Pada umumnya sel saraf hanya memiliki satu inti sel,
kecuali sel-sel parenkim yang terdapat dihati dan sel-sel pada
otot jantung. Ada juga sel yang tidak memiliki inti sel, yakni sel
eritrosit dan sel trombosit. Penyusun inti sel terdiri dari empat
bagian, yaitu membran inti, nukleoplasma, kromosom, dan
nukleolus.
 Badan sel

6
Badan sel disebut juga soma, perikaryon, atau cyton
adalah pusat metabolisme neuron. Badan sel mengandung
banyak organel dan merupakan tempat menempelnya dendrit
dan akson, pada struktur badan sel saraf terdapat ribosom,
retikulum endoplasma, mitokondria, badan golgi, dan membran
sel. Selain itu, juga terdapat butiran nissl yang berfungsi untuk
meneruskan implus (rangsangan). Fungsi utama badan sel saraf
adalah sebagai tempat inti sel. Dari badan sel keluar dua macam
serabut saraf, yaitu dendrit dan akson atau neurit.

 Dendrit
Neuron memiliki beberapa dendrit. Dendrit
adalah cabang yang keluar dari badan sel saraf, dan
berfungsi menerima rangsangan. Bentuk dari dendrit ini berupa
sitoplasma yang menonjol, memiliki ukuran pendek, dan
bercabang. Sitoplasma adalah bagian sel yang dibungkus oleh
membran sel. Pembentuk sitoplasma terdiri dari sitosol dan
organel.
 Akson
Akson adalah pemanjangan dari neuron yang membawa
implus saraf dari badan sel menuju sel target. Akson menjadi
jalur transmisi utama sistem saraf, dan berfungsi sebagai bundel
yang membantu sistem saraf. Fungsi akson adalah
mengantarkan implus-implus saraf ke sel-sel lainnya.
 Sinapsis
Sinapsis merupakan titik pertemuan terminal akson di
salah satu saraf pusat dengan saraf pusat yang lain. Pada setiap
sinapsis terdapat celah sinapsis. Fungsinya sebagai pengirim
implus atau rangsangan dari neurit ke dendrit pada sel saraf
yang lainnya
 Selubung mielin
Selubung mielin adalah lemak yang membukus neurit atau
akson. Lemak tersebut terbentuk atas segmen-segmen, dan

7
lekukan di antara dua segmen disebut dengan nodus ranvier.
Fungsi utama dari selubung mielin adalah sebagai pelindung
bagi neurit agar tidak menglami kerusakan dan mencegah
rangsangan dari kebocoran. Selubung mielin memiliki bentuk
seperti kabel isolator yang membungkus tembaga listik dalam
kabel listrik. Bahan penyusun selubung ini terdiri dari air, masa
kering yang memiliki kandungan lemak, dan protein-protein
dasar, seperti mielin oligodendrocyteglikoprotein, dan
proteilipid.
 Nodus ranvier
Nodus ranvier merupakan lekukan-lekukan di antara
segmen selubung meilin. Fungsi utama dari nodus ranvier
adalah sebagai batu loncatan untuk percepatan pergerakan
rangsangan menuju otak maupun sebaliknya. Dengan demikian
rangsangan bisa meloncat dari satu nodus ke nodus lainnya dan
cepat sampai tujuan.

D. Patofisiologis stroke non hemoragik


Patofisiologi utama stroke adalah penyakit jantung atau pembuluh
darah. Manifestasi sekunder di otak adalah hasil dari satu atau lebih dari
penyakit yang mendasari atau faktor resiko. Patologi utama termasuk
hipertensi, aterosklerosis yang mengarah ke penyakit arteri koroner,
dislipidemia, penyakit jantung, dan hiperlipemia (Haryono & Utami,2019).
Patofisiologi stroke non hemoragik atau iskemik merupakan penyumbatan
yang disebabkan oleh oklusi cepat dan mendadak pada pembuluh darah otak
sehingga aliran darah terganggu. Jaringan otak yang kekurangan oksigen
selama lebih dari 60 sampai 90 detik akan menurun fungsinya. Trombus atau
penyumbatan seperti aterosklerosis menyebabkan iskemia pada jaringan otak
dan membuat kerusakan jaringan neuron sekitarnya akibat proses hipoksia
dan anoksia. Sumbatan emboli yang terbentuk di daerah sirkulasi lain dalam
siste peredaran darah yang biasa terjadi di dalam jantung atau sebagai
komplikasi dari fibrilasi atrium yang terlepas dan masuk ke sirkulasi darah

8
otak, dapat pula mengganggu sistem sirkulasi otak (fanning dkk, 2014 dalam
(Haryono & Utami, 2019).
Oklusi akut pada pembuluh darah otak membuat darah otak terbagi
menjadi dua daerah keparahan derajat otak, yaitu daerah inti dan daerah
penumbra. Daerah inti adalah daerah atau bagian otak yang memiliki aliran
darah kurang dari 10cc/100g jaringan otak tiap menit. Daerah ini beresiko
menjadi nekrosis dalam hitungan menit. Daerah penumbra adalah daerah otak
yang aliran darahnya terganggu tetapi masih lebih baik dikarenakan daerah
ini masih masih mendapat suplai perfusi dari pembuluh darah (Haryono &
Utami, 2019).

E. Pathway

9
Skema 2.1 Pathway Stroke Sumber Susilo,( 2019)

10
F. Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif A. H,(2016),manifestasi klinis stroket meliputi :
a. Tiba –tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan.
b. Tiba – tiba hilang rasa peka.
c. Bicara pelo.
d. Gangguan bicara dan bahasa.
e. Gangguan penglihatan.
f. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai.
g. Gangguan daya ingat.
h. Nyeri kepala hebat.
i. Vertigo.
j. Kesadaran menurun
k. Proses kencing terganggu
l. Gangguan fungsi otak.

G. Komplikasi
Menurut Andra & Yessie (2013)
a. Berhubungan dengan imobilisasi
b. Infeksi pernafasan
c. Nyeri berhubungan dengan daerah yang tertekan
d. Konstipasi
e. Tromboflebitis
f. Berhubungan dengan mobilisasi
g. Nyeri daerah punggung
h. Dislokasi sendi
i. Berhubungan dengan kerusakan otak
j. Epilepsy
k. Sakit kepala
l. Kraniotomi
m. Hidrosefalus

11
H. Pemeriksaan diagnostic
Penatalaksanaan stroke menurut Wijaya dan Mariza (2013) dalam Santoso,
L.E (2018).
a. Penatalaksanaan Medis
b. Trombolitik (streptokinase)
c. Antikoagulan (heparin)
d. Hemorragik (pentoxyfilin)
e. Antagonis serotonin (noftidrofuryl)
f. Antagonis kalsium (nomodipin, piracetam)
g. Penatalaksanaan Khusus/Komplikasi
 Atasi kejang (anti konvulsan)
 Atasi dekompresi (kraniotomi)
 Untuk penatalaksanaan faktor resiko:
 Atasi hiper uresemia
 Atasi hipertensi
 Atasi hiperglikemi.

Pelaksanaan Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu
wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik (Bolat & Teke, 2020).
Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan, Data yang
dikumpulkan meliputi (Lestari et al., 2019) :
a. Identitas
 Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas
klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
 Identitas penanggung jawab

12
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan
dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan,data yang
terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.
b. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal
yang tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering
kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan
stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes mellitus.
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran pasien dan keluarga
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran
samnolen, apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12
pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya

13
memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-
15
2) Tanda-tanda Vital
 Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole >
80
 Nadi
Biasanya nadi normal
 Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
 Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
4) Wajah Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan
pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus,
klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII
(facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan
pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan
kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien
kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata

Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil


isokor,

kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) :


biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III
(okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang
isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika

14
pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya
pasien

dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI

(abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan


perawat ke kiri dan kanan
6) Hidung

Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada


pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) :

kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat

namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman


antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) :
biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat
melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung
7) Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma
akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir
kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong
pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa
mani dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule
yang terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang
lema dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus
XII (hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan
dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang
jelas saat bicara
8) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan
nervus VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa
mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi
kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan
dengan artikulasi yang jelas
9) Leher

15
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke
hemragik mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku
kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1 (+).

10) Thorak
 Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
 Jantung
Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler
 Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak
terdengar. Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat
perut pasien digores biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
 Ekstremitas Atas

Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya


normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius)

biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan


pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek,
biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku,
tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada
pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek
bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer
biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek

16
Hoffman tromer (+)).
 Ekstremitas Bawah

Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan


bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada
saat telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang
(reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores biasanya
jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat
tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada
respon fleksi atau ekstensi

(reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)).
Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi
saat di ketukkan (reflek patella (+)).

Tabel 1.1
Nilai kekuatan otot

h. Test diagnostik Respon Nilai


Tidak dapat sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total 0
Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan 1
pada persendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut

Didapatkan gerakan , tapi gerakan tidak mampu melawan gaya berat 2


(gravitasi)

Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat 3

Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi 4


sedikit tahanan yang diberikan

Tidak ada kelumpuhan (normal) 5

a. Radiologi
 Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
sperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya
pada stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma

17
 Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan
lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak
darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada
subarachnoid atau pada intrakranial
 CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya
secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan
otak
 Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami
lesi
dan infark akibat dari heemoragik
 USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis)
 EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
 Laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit,
Eritrosit. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah pasien
menderita anemia. Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun
pasien. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada penyakit
infeksi yang sedang menyerang pasien. Test darah koagulasi, Test
darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin time,
partial thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio
(INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya
mengukur seberapa cepat darah pasien menggumpal. Gangguan

18
penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan
darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer
darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah
obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila
sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat
dosis yang diberikan benar atau tidak. Test kimia darah untuk
melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat, dll. Apabila
kadar gula darah atau kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda
pasien sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua penyakit ini
termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke (Robinson, 2014)
i. Pola kebiasaan sehari-har
Pola kebiasaan. Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan
merokok dan penggunaan minumana beralkhohol
j. Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan
pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat
badan.
k. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya
kejang otot/ nyeri otot
l. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan,
kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
m. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
n. Pola hubungan dan peran
o. Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
p. mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
q. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, dan tidak kooperatif (Batticaca, 2008)

19
2. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot,
kontrol
2. perfusi jaringanm tidak efektif berhubungan dengan
perdarahan otak. Oedem otak
3. Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
6. Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer

3. Intervensi
No. dx. Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx
1. Risiko perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan Manajeman
tidak efektif keperawatan selama 3x peningkatan tekanan
pertemuan diharapkan intrakanial :
masalah Risiko perfusi a) Observasi
serebral tidak efektif  Monitor tanda dan
berhubungan dengan gejala peningkatan
penurunan sirkulasi darah ke TIK.
otak kembali normal.  Monitor tekanan

Kriteria hasil SLKI (2018 ) darah


 Monitor tingkat
a. Dapat mempertahankan
kesadarah
tingkat kesadaran, fungsi
 Monitor status
kognitif dan motorik atau
pernapasa
sensorik membaik.
 Minimalkan
b. Menunjukan tanda-tanda
stimulus dengan
vital yang stabil
menyediakan
c. Tidak kekambuhan lingkungan yang
defisit (sensori, tenang
intelektual dan emosi).

Terapeutik

20
 Berikan posisi semi
fowler

 Pertahankan suhu
tubuh normal

 Kolaborasi

Kolaborasi
pemberian terapi obat
a. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisasi
fisik berhubungan keperawatan selama 3x Observasi
pertemuan diharapkan  Identifikasi adanya
masalah gangguan mobilitas nyeri atau keluhan
fisik berhubungan dengan fisik lainnya.
kelemahan dapat membaik.  Monitor frekuensi
Kriteria hasil jantung dan tekanan
a. Pergerakan ektremitas darah sebelum
kekuatan otot rentang memulai mobilisasi
gerak (ROM) meningkat  Monitor kondisi
b. Klien tidak mengeluh umum selama
nyeri mobilisasi
c. Cemas klien menurun d)
Tidak adanya kaku sendi Terapeutik
 Fasilitasi melakukan
pergerakan ROM
(Range of motion
 Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatan
pergerakan
 Fasilitasi melakukan
pergerakan jika

21
perlu
 Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan

Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilissi
 Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
dilakukan
(mis,duduk
ditempat
tidur ,duduk disisi
ditempat
tidur,pindah dari
tempat tidur
kekursi)

4. Impementasi
Pada tahan ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan
yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara
optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Nasrul Effendy, 1995
dalam Judha & Rahil, 2011). Pencatatan pendokumentasian ini terfokus pada
metode Dar yaitu data (D) adalah data yang berisi tentang data subjektif dan
objektif yang mendukung dokumentasi asuhan keperawatan, action/tindakan
(A) adalah tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan 70 masalah, dan

22
response (R) adalah menyediakan keadaan respon klien terhadap tindakan
keperawatan. (Judha & rahil,2011).

5. Evaluasi
Evaluasi Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan.
Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dengan melibatkan
klien, perawat dan anggota tenaga kesehatan lain. Dalam hal ini diperlukan
pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi dan strategi evaluasi. Tujuan
evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Terdapat jenis-jenis evaluasi dalam keperawatan yaitu,
evaluasi formatif (proses) merupakan aktivitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Selanjutnya evaluasi sumatif
(hasil) yaitu rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Penentuan masalah teratasi, teratasi
sebagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan antara soap
dengan kriteria hasil. Evaluasi proses menggunakan metode soap yaitu,
Subjektif adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan diberikan. objektif adalah informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan setelah dilakukan tindakan.
Analisa adalah membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan
tujuan dan kriteria hasil kemudian diambil kesimpulan bahwa 71 masalah
teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi. Dan yang terakhir planning adalah
rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan diagnose.

6. EBP (Evidence Based Practice)


Judul Peneliti Hasil

PENGARUH PENDIDIKAN Agon wardi dan Hendri Hasil penelitian keterampilan


KESEHATAN LATIHAN RANGE Budi rata-rata sebelum melakukan
OF MOTION (ROM) TERHADAP pendidikan ROM mempunyai
KETERAMPILAN KELUARGA skor 16,27. Setelah dilakukan
MELAKUKAN ROM PASIEN skor menjadi 77,67.
STROKE Pendidikan kesehatan tentang
latihan ROMÂ berpengaruh
terhadap keterampilan

23
keluarga yang dilakukan di
RSUP Dr.Mdjamil tahun 2013
( nilai P = 0,001)
PENGARUH PEMBERIAN TERAPI Adi Didin Setyawan, Hasil penelitian menunjukkan
ROM (RANGE OF MOTION) Ani Rosita, Nindy bahwa saat pre test hampir
TERHADAP PENYEMBUHAN Yunitasari seluruhnya responden
PENYAKIT STROKE memiliki kekuatan otot rendah
yaitu 9 responden (90%) dan
post test sebagian besar
responden mempunyai
kekuatan otot rendah
sebanyak 6 responden (60%).
Berdasarkan uji statistik
Paired sampel t-test
didapatkan hasil (p) 0,081<
0.05 maka H0 ditolak berarti
ada pengaruh pemberian
terapi ROM terhadap
penyembuhan penyakit stoke
di ruang Aster RSUD Dr.
Hardjono Ponorogo
PENGARUH RANGE OF MOTION Irsan Irsan Dapat dilihat dari hasil
UNTUK PENINGKATAN penelitian ini bahwa nilai
KEKUATAN OTOT PADA signifikan kekuatan otot
PENDERITA PASCA STROKE sebelum dan sesudah
pemberian intervensi Range
Of Motion (ROM) dengan
nilai 0.000. dari uraian di atas
membuktikan bahwa Range
Of Motion (ROM)
berpengaruh dalam
meningkatkan kekuatan otot.

24
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan


Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta: EGC. Corwin, Elizabeth J. (2009).Buku Saku
Patofisiologi. Jakarta: EGC Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis &
Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta:EGC
Doenges, Marilynn E. dkk. (2000). Penerapan Proses Keperawatan dan
Diagnosa Keperawatan, EGC; Jakarta
Muttaqin, Arif. (2008). BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika. Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,.
[diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:
Jakarta, 2007. Smeltzer and Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Volume 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Sotirios AT,. 2000. Differential Diagnosis in Neurology and
Neurosurgery. New York. Thieme Stuttgart.
Wlkinson, Judith M .2002. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih
bahasa: Widyawati dkk. Jakarta:EGC

25

Anda mungkin juga menyukai