BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Cedera Kepala
2.1.1 Pengertian
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang
diserai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cidera kepala meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak dan otak. Secara anatomis otak dilindungi dari cidera oleh
rambut,
kulit
kepala,
serta
tukang
dan
tentorium
(helm)
yang
dari pasien dengan cidera kepala berat mengalami cidera yang signifikan
pada bagian tubuh lainnya (Brunner & Suddarth, 2001)
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Kepala
Struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari
tulang cranium dan tulang muka. Tulang cranium terdiri dari tiga lapisan:
lapisan luar, dipole dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam merupakan
struktur yang kuat, sedangkan diploe merupakan struktur yang menyerupai
busa. Lapisan dalam membentuk rongga/fosa : fosa anterior (didalamnya
terdapat lobur frontalis), fosa tengah (berisi lobus temporalis, parietalis, dan
oksipitalis), fosa posterior (berisi otak tengah dan sereblum).
Meningen adalah selaput yang menutupi otak dan medulla spinalis
yang
berfungsi
sebagai
pelindung.
Pendukung
jaringan-jaringan
Otak terbagi menjdai tiga bagian utama yaitu yang pertama sereblum
merupakan bagian otak yang terbesar dan paling menonjol. Disini terletak
pusat-pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan motoric, juga
mengatur proses penalaran, ingatan dan intelegensia. Sereblum terbagi
menjadi hemisfer kanan dan kiri oleh suatu lekuk atau celah dalam yang
disebut fisura longitudinalis mayor.
Bagian luar hemisferium serebri terdiri dari substansial grisea yang
disebut sebagai korteks serebri, terletak diatas substansial alba yang
merupakan bagian dalam (inti) hemisfer dan dinamakan pusat medulla.
Kedua hemisfer saling dihubungkan oleh suatu pita serabut lebar yang
disebut korpus kalosum. Didalam substansial alba tertanam masa substansial
grisea yang disebut ganglia basalis. Pusat aktivitas sensorik dan motoric
pada masing-masing hemisfer dirangkap dua, dan biasanya berkaitan dengan
bagian tubuh yang berlawanan.
Hemisferium serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan
sebaliknya. Konsep fungsional ini disebut pengendalian kontralateral. Setiap
hemisfer dibagi dalam lobus dan terdiri dari empat yaitu : Lobus frontalis,
Lobus temporal, Lobus oksipital, dan Lobus parietalis. Yang kedua sereblum
didalam fosa krani posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai
atap tenda, yaitu tentonium yang memisahan dari bagian posterior sereblum.
Sereblum terdiri dari bagian tengah dan dua hemisfer lateral.
Sereblum dihubungkan dengan batang otak oleh tiga berkas serabut yang
dinamakan pedunkulus. Pedunkulus serebri superior berhubungan dengan
10
kedua hemisfer otak, sedangkan hemisfer serebri inferior berisi serabutserabut traktus spinus serebralis dorsalis dan berhubungan dengan medulla
oblongata. Semua aktifitas serebrum dibawah kesadaran fungsi utamanya
adalah pusat reflek yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot,
serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan dan sikap tubuh.
Diseluruh batang otak banyak ditemukan jaras-jaras yang berjalan
naik turun. Batang otak merupakan pusat penyampaian dan reflek yang
penting dari SSP. Selain nerfus alfaktorius dan optikus, nuclei nervus
kranialis atau lebih yang turut terlibat dalam lesi batang otak.
Letak dan penyebaran lesi ini dapat dideteksi menggunakan
pemeriksaan fungsi saraf kranialis. Nervus kranialis I (alfaktorius) dan II
(optikus) merupakan jaras SSP, nervus optikus dapat terkena pada penyakitpenyakit SSP misal sclerosis multiple dan tumor (Price & Willson, 2006).
2.1.3 Etiologi Cidera Kepala
Penyebab cidera kepala yaitu trauma tajam yang merupakan
kerusakan yang terjadi hanya terbatas pada daerah dimana ini merobek otak,
misalnya tertembak peluru. Trauma tumpul yang merupakan kerusakan
menyebar karena kekuatan benturan, biasanya bersifat lebih berat.
Cidera akselerasi yang merupakan peristiwa gonjatan yang hebat
pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun bukan dari pukulan.
Kontak benturan (gonjatan langsung) terjadi benturan atau tertabrak sesuatu
11
antara
lain
peningkatan
cairan
intra
sel,
hipoksia,
12
13
14
pusat pernafasan, klien biasanya dipasang ETT dan ventilator dan biasanya
klien dirawat di ruang intensif sampai kondisi klien menjadi stabil.
15
perfusi
serebral
adekuat.
Pengontrolan
terhadap
16
dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG bila tersedia, pasang
jalur intravena yang besar, dan lakukan pemeriksaan analisa gas darah
(AGD), pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit dan glukosa
untuk mengetahui adanya penurunan aliran darah otak (ADO), iskemia,
hipoksia, asidosis (penurunan pH dan peningkatan PCO2) dan kerusakan
SDO lebih lanjut terutama pada pasien dengan cedera kepala sedang dan
cedera kepala berat (Price & Willson, 2006).
Untuk penatalaksanaan kliniknya, menurut Smeltzer, dkk (2010)
perlu dilakukan dua hal, yaitu :
Tindakan terhadap peningkatan tekanan intrakranial
Ketika otak yang rusak mengalami pembengkakan atau tejadi
a.
posisi
kepala
lebih
tinggi
dari
tempat
tidur,
dan
17
18
19
20
berbeda.
Dapat
dihubungkan
pada
gagal
jantung,
disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebabsebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
c. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran
alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang
interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring- jaring kapiler , terdapat
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat-akibat
kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paruparu. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan ,
yang mengarah pada kolaps alveolar .
21
22
banyak
hal,
antara
lain
oleh
karena
penggunaan
23
24
dosis
sedang
dan
tinggi
merupakan
kontraindikasi relatif.
2.2.4 Antikoagulan Yang Digunakan
Antikoagulan yang digunakan dalam pengambilan darah arteri
adalah heparin. Pemberian heparin yang berlebihanakan menurunkan
tekanan CO2.Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam
tabung. Sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO 2
terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.
2.2.5 Alat Perlindungan Diri (APD) Untuk Petugas
Alat Perlindungan Diri (APD) yang harus digunakan seorang petugas
(Plebotomis) yaitu (Rohani, 2008) :
a. Jas Laboratorium
25
d. Sepatu Laboratorium
Alas kaki/sepatu laboratorium dipakai untuk melindungi kaki dari
perlukaan oleh benda tajam atau dari cairan yang jatuh atau menetes
26
kaki. Sepatu bot dari karet atau kulit lebih melindungi, tapi harus
bersih dan bebas dari kontaminasi darah atau cairan tubuh lainnya.
e. Kap (penutup rambut)
Dipakai untuk menutup rambut dan kepala, tujuan utamanya
adalah melindungi pemakainya dari cipratan darah dan cairan tubuh
lainnya.
f. Pelindung Mata
Pelindung mata melindungi petugas kesehatan dari cipratan darah
atau cairan tubuh lainnya yang terkontaminasi dengan pelindung mata.
27
Merupakan arteri pilihan ketiga jika arteri radialis dan ulnaris tidak
bisa digunakan.
c. Arteri Brakialis
Merupakan arteri pilihan keempat karena lebih banyak resikonya
bila terjadi obstruksi pembuluh darah. Selain itu arteri femoralis terletak
sangat dalam dan merupakan salah satu pembuluh utama yang
memperdarahi ekstremitas bawah.
d. Arteri Femoralis
Merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas
tidak dapat diambil.
Bila
terdapat
obstruksi
pembuluh
darah
akan menghambat aliran darah ke seluruh tubuh / tungkai bawah dan bila
yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat menyebabkan
kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar,
sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena dan arteri. Selain
itu arteri femoralis terletak sangat dalam dan merupakan salah satu
pembuluh utama yang memperdarahi ekstremitas bawah.
Arteri Femoralis atau Brakialis sebaiknya jangan digunakan jika
masih ada alternative lain karena tidak memiliki sirkulasi kolateral yang
cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau thrombosis. Sedangkan
arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya
resiko emboli ke otak.
28
metabolisme,
PCO2
dapat
menjadi
abnormal
sebagai
29
b. Alkalosis respiratorik
Perubahan primer yang terjadi adalah menurunnya PCO2
sehingga pH meningkat. Kondisi ini sering terjadi pada keadaan
30
bagi
dokter
untuk
menentukan
penyebab
hiperventilasi tersebut apakah akibat hipoksia arteri atau kelainan paruparu, dengan memeriksa PaO2. Penyebab
hiperventilasi
lain
d. Alkalosis metabolik
31
diuretik
(terutama
kronik dimana
furosemid),
ginjal
hipokalemia,
mereabsorpsi
sodium
atau
dan