Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

Laporan ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah

Keperawatan Medikal Bedah pada Semester Ganjil

Disusun oleh:

Midzi Nur Oktaviani 1490120090


Prilly San Tomhisa 1490120064
Renta Pradinata Sinurat 1490120093
Sendy Firda Juliana Putri 1490120082
Trivita Leleani H 1490120064

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG

2020
A. Pendahuluan
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern
saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi
hampir diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang
mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental baik
pada usia produktif maupun usia lanjut (Junaidi, 2011). Menurut WHO
(World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat stroke sebesar 51%
di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu, diperkirakan
sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah dalam
tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan
dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus
beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat stroke
akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya
asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak
jaringan otak (Rico dkk, 2008).

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di


Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang
terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan
terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi
stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan
dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke di
perkotaan lebih tinggi (8,2%) dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%).
Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013,
prevalensi kasus stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7,0 per mill dan 12,1 per mill untuk yang terdiagnosis memiliki gejala
stroke. Prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara
(10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa
Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki dengan perempuan
hampir sama (Kemenkes, 2013).
B. Definisi
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran
darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang


cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.

Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun
global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran
darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya
pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan
zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan
memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan
memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011).

C. Anatomi Fisiologi
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100 - 200 milyar sel aktif yang saling
berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita.
Otak terdiri dari sel - sel otak yang disebut neuron. Otak merupakan organ
yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron - neuron di otak mati tidak
mengalami regenerasi kemampuan adaptif atau plastisitas. Pada otak dalam
situasi tertentu bagian - bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-
bagian yang rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan
mekanisme paling penting yang berperan dalam pemulihan stroke (Feigin,
2006).
Secara garis besar sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla
spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi
dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan
bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005).

Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf dengan komponen bagiannya
adalah :
1. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri serta tersusun dari korteks. Korteks ditandai
dengan sulkus (celah) dan girus.
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a. Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area
broca di hermisfer kiri), pusat penghidit dan emosi. Bagian ini
mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis
(area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area
premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur
ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial,
berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004).
b. Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke
bawah dari fisura lateral dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya
ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam pembentukan
dan perkembangan emosi.
c. Lobus Parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
post sentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran
(White, 2008).
d. Lobus Oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan
dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan
informasi saraf lain dan memori (White, 2008).
e. Lobus Limbik
Lobus limbik untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan
bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian
atas susunan endokrin dan susunan autonom (White, 2008).

2. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi
yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi
somatosensori yang diterima inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan
output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang
menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf
pusat.

Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus


otot. Mengendalikan kontraksi otot - otot volunter secara optimal. Bagian -
bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan lobus
fluccolonodularis (Purves, 2004).

3. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur - struktur fungsional batang otak
yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis
antara medulla spinalis dan bagian - bagian otak, anyaman sel saraf dan 12
pasang saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen,
yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata.

D. Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008) dalam Nurarif (2015) :
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk
pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosi
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria,
basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis
adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan
atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease
(RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.

2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi
otak.

3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia

4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

E. Manifestasi Klinis
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan
jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena
fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria (bicara pelo atau cadel)
8. Gangguan persepsi
9. Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.
F. Patofisiologi
Otak menerima oksigen dan glukosa dari aliran darah yang tetap sehingga
dapat berfungsi secara normal.Aliran darah juga penting untuk mengangkut
limbah metabolik (korbon dioksida, asam laktat). Jika suplai darah ke bagian
manapun dari otak terganggu selama lebih dari beberapa menit, jaringan
serebral mati (infark), sehingga menyebabkan berbagai tingkat kecacatan,
tergantung pada lokasi dan jumlah jaringan otak yang terkena. Metabolisme
otak dan aliran darah setelah stroke dapat dipengaruhi oleh lokasi sekitar
terjadinya infark serta di belahan kontralateral (sisi yang berlawanan)
hemisper otak. Efek stroke pada sisi kontralateral (tidak terpengaruh) mungkin
karena pembengkakan otak dan perubahan lebih lanjut dalam aliran darah
melalui otak (Ignatavicius, 2010).

Darah disuplai ke otak melalui dua pasang pembuluh darah arteri utama, yaitu
arteri carotis interna (sirkulasi bagian anterior) dan arteri vertebral (sirkulasi
bagian posterior). Percabangan arteri carotis sebagian besar menyuplai darah
ke lobus frontal, parietal, temporal, ganglia basalis, dan sebagian diensefalon
(thalamus dan hipothalamus). Percabangan utama dari arteri carotis, yaitu
arteri serebral medial dan arteri serebral anterior. Arteri vertebral bersatu
membentuk atreri basiler, dimana percabangan ini menyuplai darah ke bagian
tengah dan bawah lobus temporal, oksipital, cerebellum, batang otak dan
sebagian dari diensefalon. Cabang utama dari arteri basiler adalah adalah arteri
serebral posterior. Sirkulasi serebral anterior dan posterior bersatu membentuk
sirkulus Willis oleh arteri komunis anterior dan posterior. Otak mendapat
suplai darah secara terusmenerus untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
glukosa bagi neuron untuk dapat menjalankan fungsinya. Aliran darah harus
tetap stabil yaitu 750 – 1000 ml/menit (55 ml/100 gram jaringan otak), atau
20% dari cardiac output agar otak dapat berfungsi optimal. Jika aliran darah ke
otak terhenti secara total, misalnya seperti pada kasus cardiac arrest, maka
dalam 30 detik akan terjadi perubahan metabolisme neurologis, metabolisme
terhenti dalam 2 menit dan dalam 5 menit akan terjadi kematian sel otak.
Dalam keadaan normal, otak terlindung dari perubahan tekanan darah arteri
rata-rata dari tekanan darah sistemik lebih dari 50 – 150 mmHg melalui
mekanisme yang disebut autoregulasi. Mekanisme ini dilakukan dengan
merubah diameter pembuluh darah serebral sebagai respon terhadap
perubahan tekanan darah, sehingga aliran darah ke otak tetap konstan.
Autoregulasi serebral bisa mengalami kegagalan akibat iskemia serebral dan
secara langsung terjadi perubahan aliran darah serebral sebagai akibat dari
perubahan tekanan darah. CO2 adalah vasodilator serebral yang kuat, dan
perubahan tingkat CO2 arterial memiliki efek dramatis pada aliran darah
serebral (peningkatan kadar CO2 meningkatkan aliran darah serebral dan
sebaliknya). Kadar O2 yang rendah pada arteri (tekanan parsial O2 pada arteri
kurang dari 50 mmHg) atau peningkatan konsentrasi ion hidrogen juga
menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak.
G. Partway
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam
jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin).
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
I. Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3.  Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan.

Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3.  Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

Fase stroke ada tiga stadium yaitu sebagai berikut:


1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakanresusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan
agarkerusakan jaringan otak tidak meluas. Padastadium ini, pasien diberi
oksigen 2 L/menit dancairan kristaloid/koloid; hindari pemberian
cairandekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT
scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan
jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia
darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas
darah.Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan
dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada
keluarganya agar tetap tenang.

2. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukantindakan terapi fisik, okupasi, wicara danm
psikologis serta telaah sosial untuk membantupemulihan pasien.
Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut
dampakstroke terhadap pasien dan keluarga sertatata cara perawatan
pasien yang dapat dilakukankeluarga.
a. Stroke Iskemik
1) Terapi Umum
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidursetiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap
bila hemodinamik sudah stabil.Selanjutnya, bebaskan jalan napas,
beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasilanalisis gas
darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.Demam diatasi dengan
kompres dan antipiretik,kemudian dicari penyebabnya; jika
kandungkemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengankateter
intermiten).

Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid


1500-2000 mL dan elektrolitsesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandungglukosa atau salin isotonik. Pemberiannutrisi per oral
hanya jika fungsi menelannyabaik; jika didapatkan gangguan
menelan ataukesadaran menurun, dianjurkan melalui
selangnasogastrik.

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 150 mg%dengan insulin drip intravena kontinu
selama2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah< 60 mg%
atau < 80 mg% dengan gejala) diatasisegera dengan dekstrosa 40%
iv sampaikembali normal dan harus dicari penyebabnya.

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala.Tekanan darah tidak perlu segera
diturunkan,kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg,diastolik ≥120
mmHg, Mean Arterial BloodPressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2
kalipengukuran dengan selang waktu 30 menit),atau didapatkan
infark miokard akut, gagaljantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunantekanan darah maksimal adalah 20%, danobat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid,penyekat reseptor alfa-beta,
penyekatACE, atau antagonis kalsium.

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik


≤70 mmHg, diberi NaCl0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan
500 mLselama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atausampai
hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi,yaitu tekanan darah
sistolik masih < 90mmHg, dapat diberi dopamin 2-20
μg/kg/menitsampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.

Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3


menit, maksimal 100 mg perhari; dilanjutkan pemberian
antikonvulsan peroral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang
munculsetelah 2 minggu, diberikan antikonvulsanperoral jangka
panjang.Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat,diberi
manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan
jika dicurigai fenomenarebound atau keadaan umum memburuk,
dilanjutkan0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6jam selama 3-5 hari.
Harus dilakukan pemantauanosmolalitas (<320 mmol); sebagai
alternatif,dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl3%) atau
furosemid.

2) Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberianantiplatelet seperti
aspirin dan anti koagulan,atau yang dianjurkan dengan trombolitik
rt-PA(recombinant tissue Plasminogen Activator).Dapat juga diberi
agen neuroproteksi, yaitusitikolin atau pirasetam (jika didapatkan
afasia).

b. Stroke Hemoragik
1) Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICUjika volume
hematoma >30 mL, perdarahanintraventrikuler dengan
hidrosefalus, dan keadaanklinis cenderung memburuk.Tekanan
darah harus diturunkan sampaitekanan darah premorbid atau 15-
20% bilatekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120mmHg, MAP
>130 mmHg, dan volume hematomabertambah. Bila terdapat gagal
jantung,tekanan darah harus segera diturunkan denganlabetalol iv
10 mg (pemberian dalam 2 menit)sampai 20 mg (pemberian dalam
10 menit)maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mgper 6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.

Jika didapatkan tanda tekanan intrakranialmeningkat, posisi kepala


dinaikkan 300, posisikepala dan dada di satu bidang,
pemberianmanitol (lihat penanganan stroke iskemik),dan
hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).Penatalaksanaan umum sama
dengan padastroke iskemik, tukak lambung diatasi
denganantagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitorpompa
proton; komplikasi salurannapas dicegah dengan fisioterapi dan
diobatidengan antibiotik spektrum luas.
2)  Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifatvasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkanusia dan letak perdarahan
yaitu padapasien yang kondisinya kian memburuk
denganperdarahan serebelum berdiameter >3 cm3,
hidrosefalusakut akibat perdarahan intraventrikel atauserebelum,
dilakukan VP-shunting, dan perdarahanlobar >60 mL dengan tanda
peningkatantekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.

Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis kalsium


(nimodipin) atau tindakanbedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi,
maupungamma knife) jika penyebabnya adalah aneurismaatau
malformasi arteri-vena (arteriovenousmalformation, AVM).

3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, danbladder training (termasuk terapi fisik). Mengingatperjalanan
penyakit yang panjang, dibutuhkanpenatalaksanaan khusus intensifpasca
stroke di rumah sakit dengan tujuankemandirian pasien, mengerti,
memahami danmelaksanakan program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya.
b. Penatalaksanaan komplikasi.
c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien) yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi.
d. Prevensi sekunder.
e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning.
Hemiparesis
1. Pengertian
Weiss (2010) mendefinisikan bahwa hemiparesis adalah suatu kondisi yang
umumnya disebabkan oleh stroke atau cerebral palsy, meski bisa juga
disebabkan oleh multiple sclerosis, tumor otak, dan penyakit lain pada sistem
saraf atau otak.Kata “hemi” berarti, “satu sisi, sementara”, sedangkan“paresis”
berarti “kelemahan”.

Sejalan dengan definisi itu, Heidy (2017) juga mendefinisikan bahwa


Hemiparesis adalah istilah medis untuk menggambarkan suatu kondisi adanya
kelemahan pada salah satu sisi tubuh atau ketidakmampuan untuk
menggerakkan anggota tubuh pada satu sisi.Istilah ini berasal dari kata hemi
yang berarti separuh, setengah, atau satu sisi dan paresis yang berarti
kelemahan.Hemiparesis juga sering disebut hemiparese.

Dalam sebuah penelitian “Muscle Strengthening for Hemiparesis after Stroke:


A Meta-Analysis” yang dilakukan Wist, et all (2016), dijelaskan bahwa
setelah mengalami stroke, hemiparesis merupakan gangguan motorik yang
serius dan mempengaruhi 65% korban stroke.Paresis didefinisikan sebagai
perubahan kemampuan untuk menghasilkan tingkat kekuatan otot normal. Hal
ini menyebabkan postur tubuh yang tidak normal dan peregangan refleks, dan
hilangnya gerakan yang normal.

2. Etiologi
Penyebab utama terjadinya hemiparesis adalah adanya kerusakan otak pada
salah satu sisi. Kerusakan otak pada sisi tertentu akan menyebabkan terjadinya
kerusakan anggota tubuh pada sisi yang berlawanan. Kerusakan otak yang
paling utama disebabkan oleh stroke.Stroke adalah gangguan peredaran darah
di otak, bisa berupa perdarahan atau penyumbatan.
Selain disebabkan oleh penyakit stroke, hemiparesis dapat juga disebabkan
oleh :
a. Trauma hebat pada kepala yang menyebabkan kerusakan otak.
b. Infeksi pada otak dan juga selaput otak.
c. Cacat sejak lahir.
d. Cerebral palsy.
e. Multiple sclerosis.
f. umor otak.
g. Kerusakan korda spinalis (serabut saraf yang berada di dalam tulang
belakang).
h. Atau berbagai penyakit lain yang dapat berpengaruh pada sistem saraf
(Heidy, 2017).

3. Patofisiologi Hemiparesis
Black (2009) menjelaskan bahwa hemiparesis (kelemahan) maupun
hemiplegia (kelumpuhan) dari satu bagian tubuh bisa terjadi setelah stroke.
Penurunan kemampuan ini basanya disebabkan oleh stroke arteri serebral
anterior atau media sehingga mengakibatkan infark pada bagian otak yang
mengontrol pergerakan, dalam konteks ini yaitu saraf motorik dari korteks
bagian depan. Hemiparesis maupun hemiplegia bisa terjadi pada setengah
bagian dari wajah dan lidah, juga pada lengan dan tungkai pada sisi bagian
tubuh yang sama. Infark yang terjadi pada bagian otak sebelah kanan akan
menyebabkan kelemahan maupun kelumpuhan pada sisi tubuh sebelah kiri,
dan sebaliknya jika infark pada bagian otak sebelah kiri maka akan
menyebabkan kelemahan maupun kelumpuhan pada sisi tubuh sebelah kanan.
Sebagai akibatnya, hemiparesis maupun hemiplegia biasanya sering disertai
oleh manifestasi stroke yang lainnya, seperti kehilangan sensori sebagian,
kebutaaan sebagian, tidak bisa melakukan gerakan tertentu (apraksia), tidak
bisa merasakan atau mengenali sesuatu (agnosia), dan gangguan komunikasi
(afasi).Otot-otot pada dada dan perut biasanya tidak terpengaruh karena otot
pada bagian ini diatur oleh kedua bagian dari serebral. Dengan berjalannya
waktu, ketika control otot sadar hilang, otot fleksor yang kuat akan melampaui
otot ekstensor. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan kontraktur yang
serius.

4. Manisfestasi klinis
Gejala Gejala yang paling dapat dilihat dari pasien yang mengalami
hemiparesis adalah tidak dapat menggerakan secara normal otot-otot wajah,
lengan, tangan, dan tungkai bawah pada salah satu sisi.Pergerakan yang ada
sangat kecil dan mungkin tidak terlihat jelas.Derajat kelemahan otot-otot
tersebut tergantung dari seberapa parah gangguan yang terjadi di otak ataupun
jalur saraf lainnya. Akibat adanya kelemahan otot-otot pada salah satu sisi
tubuh, maka gejala lain dapat menyertai hemiparasis seperti:
a. Hilang keseimbangan.
b. Tidak dapat berjalan.
c. Sulit untuk memegang benda
d. Kelemahan otot
e. Koordinasi gerak yang terganggu.
f. Gangguan berbicara.
g. Sulit melakukan aktivitas sehari-hari (Heidy, 2017).

5. Pemeriksaan Kekuatan Otot pada Hemiparesis


a. Pemeriksaan Kekuatan Otot dengan alat Handgrip Dynamometer
Kekuatan otot mengacu pada kekuatan maksimal yang bisa dihasilkan oleh
otot atau kelompok otot tertentu. Salah satu metode yang paling umum
untuk mengukur kekuatan otot adalah uji kekuatan pegangan isometrik.
Alat untuk mengukur kekuatan pegangan isometrik khususnya pada
ekstremitas atas yaitu dengan menggunakan Handgrip Dynamometer
(National Health and Nutrition Examination Survey, 2011). Kekuatan
genggaman/Grip Strength tangan terhadap suatu benda menurut Eki
(2012) merupakan salah satu metode umum yang digunakan untuk
mengukur kekuatan pada ekstremitas atas.Alat yang digunakan yaitu Grip
Strength Dynamometer/Hand Dynamometer/Handgrip Dynamometer,
yang memiliki satuan pengukuran yaitu dalam Kilogram/Kg.

Penilaian dan klasifikasi kekuatan otot ekstremitas atas dengan


menggunakan Handgrip Dynamometer menurut Febrianti (2016) dan Arie
(2006) berdasarkan Departemen Kesehatan RI (2005) yaitu dibedakan atas
jenis kelamin laki-laki dan perempuan serta dibedakan pula berdasarkan
kekuatan otot tangan kanan dan tangan kiri, yaitu:
Prosedur pelaksanaan pengukuran kekuatan otot ektremitas atas dengan
penggunaan alat Handgrip Dynamometer berdasarkan National Health and
Nutrition Examination Survey (2011), Hogrel (2015) dan Febrianti (2016)
yaitu:

1) Atur posisi pasien Untuk pasien yang tidak bisa berdiri tegak diberikan
posisi duduk yang stabil, lutut ditekuk dengan nyaman, kedua telapak
kaki diletakkan di atas lantai, punggung tidak bersandar pada sandaran
kursi atau tembok, bahu dan dada dalam posisi nyaman, kepala
terangkat dan pandangan mata lurus kedepan, dan lengan disisi telapak
tangan dalam posisi menggantung bebas dan menghadap kedalam dan
tidak menempel pada badan pasien.Jika pasien berada di kursi roda,
tidak masalah jika lengan menyentuh sandaran lengan, namun pasien
tidak boleh menggunakan sandaran lengan untuk memanfaatkan
2) Atur jarak pegangan handgrip dynamometer hingga sesuai dengan
besarnya jangkauan genggaman telapan tangan, handgrip
dynamometer dipegang antara jari dan telapak tangan di pangkal
jempol.
3) Periksa dan pastikan jarum penunjuk angka harus berada pada angka
nol (0).
4) Pasien memegang handgrip dynamometerdengan posisi lengan lurus
disamping badan, tanpa menyentuh badan.
5) Telapan tangan menghadap ke bagian dalam dan skala handgrip
dynamometer menghadap bagian luar untuk memudahkan melihat
hasilnya pada petunjuk angka alat.
6) Ingatkan pasien agar tangan atau alat handgrip dynamometer tidak
menyentuh badan selama tes berlangsung.
7) Instruksikan pasien untuk menarik napas dalam, kemudian
menghembuskan napas sambil meremas pegangan handgrip
dynamometerdengan kekuatan penuh, tanpa dihentakkan, kontraksi
maksimal 2-4 detik.
8) Lakukan pengulangan prosedur dalam meremas pegangan handgrip
dynamometer sebanyak 3 kali, dengan periode istirahat 30 detik antara
masing-masing percobaan
9) Nilai tertinggi dari 3 kali percobaan diambil sebagai hasil dari
pemeriksaan handgrip dynamometer
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
2) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
4) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.

c. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhankeluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara
per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan
B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.
1) B1 (Breathing) Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends,
pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain) Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak
dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder) Setelah stroke klien mungkin mengalami
inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik
dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten
dengan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5) B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai
muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
6) B6 (Bone) Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena
neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter
pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit,
jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu
juga dikaji tandatanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran Kualitas kesadaran klien merupakan
parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling
penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien
dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan
untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.
Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi
untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral Pengkajian ini meliputi status mental,
fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Mental Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya
bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien
stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
10) Fungsi Intelektual Didapatkan penurunan dalam ingatan dan
memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan
kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa Penurunan kemampuan bahasa tergantung
daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada
daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif,
yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior
(area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya
tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan
bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot
yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
12) Pengkajian Saraf Kranial Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan
ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
a) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
b) Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis, pada Satu sisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang
sakit.
d) Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral,
serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
e) Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
f) Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
g) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
h) Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
13) Pengkajian Sistem Motorik Stroke adalah penyakit saraf motorik
atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi berlawanan dari otak.
a) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain.
b) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

d. Pola Aktivitas Sehari-hari


1) Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan,
hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
2) Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia. Dan hipertensi arterial.
3) Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
4) Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
5) Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,
dysfagia
6)  Neuro Sensor:
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan
intrakranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan
penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit.
Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian
ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
7) Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada
otak/muka
8) Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara
nafas, whezing, ronchi.
9) Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.
Perubahan persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai
ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu
mengambil keputusan.
10) Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
2. Analisa Data
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1. DS: Stroke non hemoragi Ketidakefektifan
perfusi jaringan
- Biasanya keluarga pasien
Trombus/emboli di cerebral
mengatakan pasien tidak
cerebal
dapat bicara dan
tubuhnya tidak bisa
Ketidakefektifan
bergerak.
perfusi jaringan
cerebral
DO:
- Biasanya tekanan
darahnya tinggi
- ROM lemah

2. DS: Stroke hemoragi Ketidakefektifan


pola nafas
- Biasanya pasien mengeluh
Peningkatan tekanan
sesak napas
sistemik
DO:
Aneurisme
- Adanya retaksi dada
- Respirasi meningkat Perdarahan
- Biasanya menggunakan Arakhnoid/ventrikel
alat bantu pernafasan
- Biasanya terdapat cuping Hematoma cerebal
hidung
PTIK/Herniasi
cerebral

Penekanan saluran
pernafasan

Ketidakefektifan pola
nafas
3. DS: Stroke hemoragi Hambatan
- Pasien biasanya mobilitas fisik
mengatakan sulit bergerak Peningkatan tekanan
sistemik
DO:
Aneurisme
- Kesulitan membolak-
balikan posisi tubuh Perdarahan
- Perubahan cara berjalan Arakhnoid/ventrikel
- Keterbatasan kemampuan
untuk melakukan Hematoma cerebal
keterampilan motoric halus
atau kasar Vasospasme
- Keterbatasan rentang gerak
sendi Iskemik infark

Deficit neurologi

Hemisfer kanan

Hemifarese/hemiplegi
kiri

Hambatan mobilitas
fisik
4. DS: Stroke hemoragi Defisit
perawatan diri
- Biasanya keluarga pasien
Peningkatan tekanan
mengatakan pasien saat
sistemik
tidak mau mandi karena
susah berjalan
Aneurisme
DO:
Perdarahan
- Biasanya Hygienenya
Arakhnoid/ventrikel
kotor
Hematoma cerebal

Vasospasme

Iskemik infark

Deficit neurologi

Hemisfer kanan

Hemifarese/hemiplegi
kiri

Defisit perawatan diri


5. Ds: Stroke hemoragi Resiko
kerusakan
- Biasanya pasien merasa
Peningkatan tekanan integritas kulit
tidak nyaman dengan
sistemik
kulit memerah
Aneurisme
DO:
- Biasanya terjadinya Perdarahan
peradangan Arakhnoid/ventrikel
- Biasanya terdapat lesi
Hematoma cerebal

Vasospasme

Iskemik infark

Deficit neurologi

Hemisfer kanan

Hemifarese/hemiplegi
kiri

Resiko kerusakan
integritas kulit
6. DS: Stroke hemoragi Gangguan
komunikasi
- Biasanya keluarga pasien
Peningkatan tekanan verbal
mengatakan sulit dalam
sistemik
berkomunikasi
- Biasanya keluarga pasien
Aneurisme
kesulitan dalam
mengungkapkan kata-
Perdarahan
kata
Arakhnoid/ventrikel
DO:
Hematoma cerebal
- Biasanya cara pasien
bicara lemah dan Vasospasme
gemetar
- Biasanya Nampak lidah Iskemik infark
pasien sulit untuk
dikeluarkan dan kaku Deficit neurologi
jika digerakkan
Hemisfer kanan

Area grocca

Kerusakan fungsi
N.VII

Gangguan komunikasi
verbal
7. Stroke hemoragi Resiko trauma
Peningkatan tekanan
sistemik

Aneurisme

Perdarahan
Arakhnoid/ventrikel

Hematoma cerebal

PTIK/Herniasi
cerebral

Penurunan kesadaran

Resiko trauma

8. DS: Stroke hemoragi Resiko aspirasi


- Biasanya keluarga
Peningkatan tekanan
mengatakan pasien
sistemik
sering tersedak
Aneurisme
DO:
- Biasanya pasien batuk Perdarahan
- Biasanya pasien sesak Arakhnoid/ventrikel
nafas
Hematoma cerebal

PTIK/Herniasi
cerebral

Penurunan kesadaran

Resiko aspirasi
9. DS: Stroke hemoragi Resiko Jatuh
- Biasanya Keluarga
Peningkatan tekanan
pasien mengatakan
sistemik
pasien tidak sadarkan diri
Aneurisme
DO:
- ADL dibantu
Perdarahan
- skor resiko jatuh sangat
Arakhnoid/ventrikel
tunggi
Hematoma cerebal

PTIK/Herniasi
cerebral

Penurunan kesadaran

Resiko jatuh

3. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnose keperawatan pada penderita stroke diantaranya
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Suplai darah ke jaringan
cerebral tidak adekuat.
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d Penekanan saluran nafas.
c. Hambatan mobilitas fisik b.d Hemiparese hemiplegi kanan.
d. Defisit perawatan diri b.d Hemiparese hemiplegi kiri.
e. Resiko kerusakan integritas kulit b.d Hemiparese hemiplegi kanan.
f. Gangguan komunikasi verbal b.d Kerusakan fungsi N.VII.
g. Resiko trauma b.d Penurunan kesadaran.
h. Resiko aspirasi b.d Penurunan kesadaran.
i. Resiko Jatuh b.d Penurunan kesadaran.
Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Tupan: 1. Monitor tekanan perfusi 1. Untuk mengetahui keadaan
perfusi jaringan serebral pasien
Setelah dilakukan tindakan
cerebral b.d Suplai 2. Pertahankan keadaan tirah 2. Aktivitas/ stimulasi yang
darah ke jaringan keperawatan selama 3X24 jam baring kontinu dapat meningkatkan
cerebral tidak Tekanan Intra Kranial
diharapkan suplai aliran darah
adekuat. (TIK).
keotak lancar. 3. Monitor tekanan intrakranial 3. Rangsangan aktifitas yang
pasien dan respon neurology meningkat dapat
terhadap aktivitas meningkatkan TIK.
Tupen: 4. Monitor intake dan output 4. Membantu dalam
cairan menganalisa
Setelah dilakukan tindakan
keseimbangan cairan 
keperawatan selama 1X24 jam Dan derajat
kekurangan cairan.
diharapkan suplai aliran darah
5. Posisikan pasien pada posisi 5. Memberi rasa nyaman bagi
keotak lancar. semifowler pasien

Kriteria Hasil:
a. mendemonstrasikan status
sirkulasi yang ditandai
dengan
- Tekanan systole
dandiastole dalam
rentang yang diharapkan
- Tidak ada
ortostatikhipertensi
- Tidak ada tanda tanda
peningkatan tekanan
intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
b. Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang
ditandai dengan:
- berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
memproses informasi
membuat keputusan
dengan benar
c. Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan gerakan
involunter.
2. Ketidakefektifan Tupan: 1. Posisikan pasien untuk 1. Ventilasi maksimal
pola nafas b.d memaksimalkan potensial membuka lumen jalan nafas
Setelah dilakukan tindakan
Penekanan saluran keperawatan selama 3X24 jam ventilasi dan meningkatkan gerakan
nafas. dada
pola nafas pasien efektif.
2. Auskultasi suara napas, catat
hasil penurunan daerah 2. Mengetahui adanya suara
ventilasi napas tambahan
Tupen:
3. Menggunakan air oksigen
Setelah dilakukan tindakan humidifier yang benar
3. Berfungsi untuk
4. Monitor pernapasan dan
keperawatan selama 1X24 jam melembabkan oksigen
status oksigen yang benar
4. Mengetahui keadaan pasien
pola nafas pasien efektif. 5. Monitor kecepatan, ritme,
kedalaman bernafas
5. Mengetahui keadaan pasien
6. Catat pergerakan dada
Kriteria Hasil: simetris atau tidak
a. Pergerakan dinding dada 6. Untuk mengevaluasi
simetris pergerakan dinding dada
b. Tidak tampak penggunaan
otot bantu pernafasan
c. Frekuensi nafas normal
d. Menunjukkan jalan napas
paten (pasien tidak merasa
rtercekik ketika napas,
irama napas regular,
frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada
suara napas abnormal).
3. Hambatan mobilitas Tupan: 1. Kaji tanda-tanda vital 1. Untuk mengetahui keadaan
fisik b.d umum
Setelah dilakukan tindakan
Hemiparese 2. Supaya pasien berlatih dan
hemiplegi kanan keperawatan selama 3X24 jam 2. Ajarkan pasien tentang berjalan menggunakan alat
mobilisasi dan pantau bantu
mobilitas fisik pasien mulai
penggunaan alat bantu 3. Meningkatkan kekuatan otot
membaik. 3. Ajarkan dan dukung pasien
dalam berlatih 4. Meminimalisir terjadinya
4. Ajarkan dan bantu pasien pasien jatuh
Tupen: dalam proses perpindahan 5. Meningkatkan kekuatan otot
5. Ajarkan mobilitas sederhana
Setelah dilakukan tindakan
yang harus dilakukan (mis,
keperawatan selama 1X24 jam duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah
mobilitas fisik pasien mulai
dari tempat tidur ke kersi)
membaik.

Kriteria Hasil:
a. Menunjukkan pergerakan
tanpa dibantu orang lain
b. ROM meningkat
c. Pasien menunjukkan
penggunaan alat bantu
secara benar dengan
pengawasan.
4. Defisit perawatan Tupan: 1. Kaji kemampuan klien dan 1. Jika klien tidak mampu
diri b.d Hemiparese keluarga dalam perawatan diri perawatan diri perawat dan
Setelah dilakukan tindakan
hemiplegi kiri. keluarga membantu dalam
keperawatan selama 3X24 jam perawatan diri
2. Klien terlihat bersih dan rapi
kebutuhan perawatan diri klien 2. Bantu klien dalam personal dan memberi rasa nyaman
hygiene pada klien
terpenuhi.
3. Memberi kesan yang indah
dan klien tetap terlihat rapi
Tupen: 3. Rapikan klien jika klien
Setelah dilakukan tindakan terlihat berantakan dan ganti 4. Dukungan keluarga sangat
pakaian klien setiap hari dibutuhkan dalam program
keperawatan selama 1X24 jam 4. Libatkan keluarga dalam peningkatan aktivitas klien
kebutuhan perawatan diri klien melakukan personal hygiene 5. Memberikan bantuan yang
mantap untuk
terpenuhi. 5. Konsultasikan dengan ahli mengembangkan rencana
fisioterapi/ ahli terapi okupasi terapi.
Kriteria Hasil:
Klien bersih dan klien dapat
melakukan kegiatan personal
hygiene secara minimal

5. Resiko kerusakan Tupan: 1. Monitor warna kulit 1. Mengetahui perubahan


integritas kulit b.d warna kulit
Setelah dilakukan tindakan
Hemiparese 2. Monitor adanya infeksi 2. Mengetahui infeksi yang
hemiplegi kanan keperawatan selama 3X24 jam terjadi
3. Mengetahui kelembaban
integritas kulit pasien dapat 3. Monitor temperatur kulit
kulit
membaik. 4. Mempermudah proses
4. Jaga kebersihan kulit agar penyembuhan
tetap bersih dan kering 5. Agar kulit dapat
5. Anjurkan klien untuk mendapatkan udara yang
Tupen:
menggunakan pakaian longgar cukup
Setelah dilakukan tindakan 6. Agar kebutuhan akan nutrisi
6. Monitor status nutrisi klien tercukupi
keperawatan selama 1X24 jam
7. Untuk mengurangi infeksi
integritas kulit pasien dapat pada kulit
7. Oleskan lotion pada daerah
membaik. yang tertekan

Kriteria Hasil:
a. Tissue Integrity : Mucous
Membran Temperatur
jaringan baik
b. Sensasi baik
c. Hidrasi baik
d. Tidak ada lesi atau luka
6. Gangguan Tupan: 1. Kaji tingkat kemampuan klien 1. Perubahan dalam isi kognitif
komunikasi verbal dalam berkomunikasi dan bicara merupakan
Setelah dilakukan tindakan
b.d Kerusakan indikator dari derajat
fungsi N.VII. keperawatan selama 3X24 jam gangguan serebral
2. Melakukan penilaian
dapat berkomunikasi dengan 2. Minta klien untuk mengikuti terhadap adanya kerusakan
baik. perintah sederhana sensorik
3. Melakukan penilaian
3. Tunjukkan objek dan minta terhadap adanya kerusakan
Tupen: pasien menyebutkan nama motorik
Setelah dilakukan tindakan benda tersebut 4. Bahasa isyarat dapat
4. Ajarkan klien tekhnik membantu untuk
keperawatan selama 1X24 jam
berkomunikasi non verbal menyampaikan isi pesan
dapat berkomunikasi dengan (bahasa isyarat) yang dimaksud
5. Untuk mengidentifikasi
baik.
5. Konsultasikan dengan/ rujuk kekurangan/ kebutuhan
kepada ahli terapi wicara. terapi.
Kriteria hasil:
Klien dapat mengemukakan
bahasa isyarat dengan tepat,
terjadi kesalah pahaman bahasa
antara klien, perawat dan
keluarga
7. Resiko trauma Tupan: 1. Lakukan pengkajian untuk 1. kelainan vestibular
Setelah dilakukan tindakan gangguan keseimbangan menyebabkan berkurangnya
dengan menarik riwayat dan keseimbangan
keperawatan selama 3X24 jam pemeriksaan adanya
tidak terjadi trauma. nistagmus Romberg positif
dan ketidakmampuan
melakukan Romberg tandem.
Tupen: 2. Bantu ambulasi bila ada
indikasi.
Setelah dilakukan tindakan 2. Cara jalan yang abnormal
keperawatan selama 1X24 jam 3. Dorong peningkatan tingkat menimbulkan klien tidak bisa
aktifitas dengan atau tanpa tegak
tidak terjadi trauma. menggunakan alat bantu 3. Adaptasi terhadap
lingkungan rumah dapat
menurunkan resiko jatuh
Kriteria hasil: selama proses rehabilitasi.
a. Pasien terbebas dari trauma
b. Prilaku mencegah jatuh

8. Resiko aspirasi b.d Tupan: 1. Monitor tingkat kesadaran, 1. Untuk mengetahui adanya
Penurunan reflek batuk dan kemampuan gangguan motorik dan
Setelah dilakukan tindakan
kesadaran. menelan sensorik
keperawatan selama 3X24 jam 2. Monitor status paru 2. Mengetahui adanya
perubahan
aspirasi teratasi.
3. Pelihara jalan nafas 3. Memudahkan drainase sekret,
kerja pernapasan
4. Memfasilitasi ekspansi dada
Tupen:
4.  Lakukan suction jika maksimal, drainage sekret
Setelah dilakukan tindakan diperlukan 5. Supaya tidak tersedak
5. Hindari makan kalau residu
keperawatan selama 1X24 jam
masih banyak
aspirasi teratasi.

Kriteria Hasil:
a. Klien dapat bernafas
dengan mudah, tidak irama,
frekuensi pernafasan
normal
b. Pasien mampu menelan,
mengunyah tanpa terjadi
aspirasi, dan
mampumelakukan oral
hygiene
c. Jalan nafas paten, mudah
bernafas, tidak merasa
tercekik dan tidak ada
suara nafas abnormal
9. Resiko Jatuh b.d Tupan: 1. Identifikasi perilaku dan faktor 1. Mengetahui perilaku yang
Penurunan yang mempengaruhi risiko membuat pasien jatuh
Setelah dilakukan tindakan
kesadaran. jatuh
keperawatan selama 3X24 jam 2. Kunci roda dari kursi roda, 2. Meningkatkan keamanan
tempat tidur pasien agar tidak jatuh
resiko jatuh tidak ada.
3. Posisikan pasien ditengah 3. Memberikan keamanan
tempat tidur pasien agar tidak jatuh
4. Jauhkan pasien dari benda 4. Menciptakan lingkungan
Tupen:
berbahaya yang aman
Setelah dilakukan tindakan 5. Anjurkan salah satu keluarga 5. Agar pasien tidak sendiri da
untuk menjaga pasien dan nada yang menjaga.
keperawatan selama 1X24 jam
tidak meninggalkan pasien
resiko jatuh tidak ada. sendirian

Kriteria Hasil:
a. Pelanggaran perlindungan
tingkat kebingungan akut
b. Tidak ada kejadian jatuh
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodic setelah
pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan dan implementasi keperawatan.
Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP dimana:
a. S (Subjektif), yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
b. O (Objektif), yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
c. A (Analisis), yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah
teratasi, teratasi sebagian, belumteratasi,atau timbul masalah
keperawatan baru.
d. P (Planning), yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan,
ditambah dimodifikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Feigin, V. (2006). Stroke. Jakarta: PT Buana Ilmu Populer.

Junaidi, Iskandar. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : ANDI

Muttaqin,Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Wilkiinson, Judith M. (2016). Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai