Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Otak dan Pembuluh Darah Otak


Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang
yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua
orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di
antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk
hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi
sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.1
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu
sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar
berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri
karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang
menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri
serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke
bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior.
Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri
serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.1,2
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen
bagiannya adalah:
1. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan
sulkus (celah) dan girus.3 Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus,
yaitu:2,3,4
a. Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area
broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini

30
31

mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis


(area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area
premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur
ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial,
berbicara, motivasi dan inisiatif.
b. Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura
parieto-oksipitalis. Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat
verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan
perkembangan emosi.
c. Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran.
d. Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan
dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan
informasi saraf lain & memori.
e. Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi
dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom.
32

Gambar 2.1. Cerebrum


2. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi
yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi
somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan
output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang
menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf
pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan
tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal.
Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan
lobus fluccolonodularis.4
33

Gambar 2.2. Cerebellum


3. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Strukturstruktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara
medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang
saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu
mesensefalon, pons dan medulla oblongata.

Gambar 2.3. Brainstem

Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis
(kanan dan kiri) dan arteri karotis interna (kanan dan kiri). Arteri vertebralis
menyuplai darah ke area belakang dan area bawah dari otak, sampai di
tempurung kepala dan arteri karotis interna menyuplai darah ke area depan dan
area atas otak. 5
34

Gambar 2.4. Aliran darah arteri yang menuju otak

Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna bersatu


membentuk sirkulus willisi. Sistem ini memungkinkan pembagian darah di dalam
kepala untuk mengimbangi setiap gerakan leher jika aliran darah dalam salah satu
pembuluh nadi leher mengalami kegagalan. 5

Gambar 2.5. Sirkulasi Willisi


35

2.2 Definisi Stroke


Stroke menurut WHO (World Health Organisation) adalah suatu tanda
klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal atau global dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.5
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat
disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan
oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai
oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi.6 Munculnya
tanda dan gejala fokal atau global pada stroke disebabkan oleh penurunan
aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau
tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu
daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat
berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid.7
Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebrovascular
Disease (CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI)
mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah otak
(GPDO).8

2.3 Epidemiologi
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian
setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang.
Negara berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat
stroke di seluruh dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di negara yang
sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahun,
dimana sekitar 4,4 juta diantaranya meninggal dalam 12 bulan.9
36

Insiden stroke atau angka kejadian stroke di seluruh dunia adalah 180
per 100.000 penduduk per tahun, atau hampir 0,2%. Sedangkan prevalensinya
sekitar 500-600 per 100.000 penduduk, atau sekitar 0,5%.9
Data di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan kasus stroke baik
dalam kematian, kejadian maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan
usia sebesar : 15,9% (usia 45 – 55 tahun), 26,8% (usia 55 – 65 tahun), dan
23,5% (usia > 65 tahun). Sedangkan insiden stroke sebesar 51,6/ 100.000
penduduk dan kecacatan : 1,6% tidak berubah, 4,3% semakin memberat.
Penderita laki-laki lebih banyak terserang stroke dibanding perempuan dengan
profil (usia < 45 tahun) sebesar 11,8%, (usia 45-64 tahun) sebesar 54,2%, dan
(usia > 65 tahun) sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif dan usia
lanjut, sehingga dapat menimbulkan masalah baru dalam pembangunan
kesehatan secara nasional di kemudian hari.9,10

Sampai saat ini stroke masih merupakan penyebab gangguan


fungsional yang pertama, dan sebanyak 15–30 % penderita stroke mengalami
kecacatan yang permanen. Mayoritas stroke adalah infark serebral. Sekitar
85% dari semua stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark.9,10

2.4 Faktor Risiko


Tabel 1. Faktor Risiko Stroke
37

2.5 Klasifikasi
Stroke dapat dibagi dua kelompok besar yaitu:
1. Stroke Iskemik (Stroke Non-Hemoragik)
Terganggunya sel neuron dan glia karena kekurangan darah akibat
sumbatan arteri pada otak atau akibat perfusi otak yang inadekuat.
Sumbatan dapat dibedakan oleh 2 keadaan yaitu:
Berdasarkan kausal
a. Trombosis dengan gambaran defisit neurologis dapat memberat dalam
24 jam pertama atau lebih.
b. Emboli dengan gambaran defisit neurologi pertama kali muncul sangat
berat, biasanya sering timbul saat beraktifitas. Penderita embolisme
biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis.
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung,
sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari
penyakit jantung.  Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme,
tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian
yang sempit. Tempat yang paling sering terserang embolus sereberi
adalah arteria cerebri media, terutama bagian atas.

Berdasarkan manifestasi klinis menurut ESO Excecutive Committee


dan ESO Writing Committee:2
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.
TIA menyebabkan penurunan jangka pendek dalam aliran darah
ke suatu bagian dari otak. TIA biasanya berlangsung selama 10-
30 menit.
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) Gejala deficit
neurologi yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari 7 hari.
38

c. Progressive Stroke
Kelainan atau defisit neurologi yang berlangsung secara bertahap
dari yang ringan sampai yang kelamaan bertambah berat.
d. Completed Stroke
Kelainan neurologi sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh karena adanya
perdarahan suatu arteri serebralis yang menyebabkan kerusakan otak dan
gangguan fungsi saraf.2
a. Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah
dari jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah,
sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin
ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan
perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa
gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati
rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin
tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau
hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi
lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum
dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit
b. Subaraknoid2
Sebelum robek, aneurisma biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya
sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan
tanda-tanda peringatan, seperti berikut:2
 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-
kadang disebut sakit kepala halilintar)
 Sakit pada mata atau daerah fasial
 Penglihatan ganda
39

 Kehilangan penglihatan tepi


Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum
pecahnya aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala
yang tidak biasa ke dokter segera.2
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba
parah dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering
diikuti dengan kehilangan kesadaran singkat.
Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum
mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau
tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan
mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita
mungkin menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan.2
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges),
menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus, sering dengan
muntah, pusing, dan nyeri pinggang.2
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang
mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti
berikut:2
 Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
 Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
 Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam
beberapa menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5
sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan subaraknoid dapat
menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti:2
 Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan
subaraknoid dapat membeku. Darah beku dapat mencegah
cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal) dari pengeringan
seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam
40

otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus


mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
 Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu,
arteri di otak dapat berkontraksi, membatasi aliran darah ke otak.
Kemudian, jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup
dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat
menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti
kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan
menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi
terganggu.
 Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya
dalam seminggu.

2.6 Patofisiologi
Dua mekanisme utama yang dapat menyebabkan kerusakan otak pada
penyakit stroke adalah sumbatan (iskemik) dan pendarahan (hemoragik). Pada
stroke iskemik, yang mewakili 80% semua kejadian stroke, adanya penurunan
atau tidak adanya aliran darah untuk memenuhi kebutuhan neuron. Efek yang
ditimbulkan keadaan sistemik ini sangat cepat, karena otak tidak mendapatkan
glukosa dan oksigen yang merupakan substansi utama untuk metabolismenya.2
Pendarahan intraserebral bukan karena trauma mewakili 10-15%
kejadian stroke. Pendarahan berasal dari pecahnya pembuluh darah yang dapat
menyebabkan cedera jaringan otak dengan mengganggu aliran darah ke otak. Di
pihak lain, adanya substansi kimia yang dihasilkan dari keadaan ini juga
menyebabkan kerusakan jaringan otak.11
41

Gambar 2.6. Daerah Terjadi Perdarahan Intraserebral Paling Sering

Alkohol juga dilaporkan dapat menimbulkan stroke. Mekanisme


terjadinya yaitu alcohol dapat menimbulkan vasokonstriksi dan rupture pada
cabang arteri cerebral. Alkohol juga dipengaruhi oleh inhibisi dari oksidasi LDL
dan peningkatan level estrogen. Alkohol juga dapat memicu terbentuknya
aneurisma pada pembuluh darah otak, namun mekanisme terbentuknya masih
belum diketahui dengan jelas.12
Dari sumber lain disebutkan bahwa stroke terjadi akibat terputusnya
aliran darah yang menyebabkan sel-sel otak mengalami kekurangan darah yang
membawa oksigen dan glukosa yang dibutuhkan dalam menunjang fungsi otak.
Stroke iskemik 45% disebabkan oleh adanya trombus pada arteri otak yang
besar dan kecil, 20% dikarenakan emboli dari tempat lain di dalam tubuh selain
otak, dan 35% lagi disebabkan faktor lain.13
Trombosis dapat terbentuk pada arteri di ekstrakranial maupun
intrakranial, sewaktu tunika intima dalam keadaan buruk (mengalami
kerusakan) sehingga terbentuklah plak di sepanjang dinding pembuluh darah
yang mengalami kerusakan. Kerusakan endotel menyebabkan agregasi
trombosit hingga terjadi proses koagulasi, sampai trombus berubah menjadi
plak.14
42

Aliran darah di sistem intrakranial dan ekstrakranial berkurang hingga


terjadi proses kompensasi. Jika keadaan ini terus berlangsung, mekanisme
kompensasi dapat mengalami kegagalan. Jika hal ini terjadi dapat menyebabkan
penurunan perfusi ke otak yang berujung pada kematian sel-sel otak.14

Gambar 2.7. Patogenesis Perdarahan Intraserebral


Pada stroke emboli, plak yang terbentuk pada pembuluh darah di luar
otak terlepas dan menjadi klot. Akibat adanya aliran darah, klot berjalan
mengikuti aliran darah. Jika klot sampai di pembuluh darah otak, akan
menyebabkan terjadinya stroke. Stroke juga dapat terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah di otak, yang menyebabkan terputusnya aliran darah ke otak.
Terputusnya aliran ke otak dapat mengakibatkan kematian sel-sel otak.
Pecahnya pembuluh darah ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya karena pembuluh darah tidak elastis, adanya sumbatan aliran darah,
dan hipertensi, yang semuanya disebabkan oleh faktor-faktor risiko pada
penyakit stroke.7
43

Gambar 2.8. Patofisiologi Stroke pada Emboli

2.6.1 Gambaran klinis stroke menurut pembuluh darah yang terkena


Topografi lesi pada stroke bergantung pada daerah vaskularisasi yang
terpengaruh. Daerah vaskularisasi arteri cerebri posterior adalah lokasi
ischemik yang sering. Sedangkan banyak infark yang melibatkan arteri cerebri
media, infark jarang terjadi di daerah yang mendapat vaskularisasi arteri
cerebri anterior karena aliran kolateralnya relatif sangat baik, dan apabila ada
disebabkan karena spasme fokal setelah terjadinya perdarahan subarachnoid.
Sedangkan stroke lakuner lebih lazim terjadi di capsula interna, nucleus
lentiformis, dan thalamus.14

Gejala stroke ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni


daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut:

a. Penyumbatan pada arteri cerebri media yang sering terjadi mengakibatkan


kelemahan otot dan spasitas kontralateral, serta defisit sensorik
(hemianastesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan post
sentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi ocular (akibat kerusakan area
motorik pengelihatan), hemianopsia (radiasi optikus), gangguan bicara
44

motorik dan sensorik (area bicara Broca dan Wernicke dari hemisfer
dominan), gangguan persepsi spasial, apraksia dan hemineglect (lobus
parietalis).
b. Penyumbatan arteri cerebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral (akibat kehilangan gyrus presentralis bagian
medial), kesulitan berbicara (akibat kerusakan area motorik tambahan)
serta apraksia pada lengan kiri jika korpus calosum anterior dan hubungan
dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan
bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan
dari system limbik.
c. Penyumbatan arteri cerebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial (korteks visual primer) dan kebutaan pada
penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (lobus
temporalis bagian bawah).
d. Penyumbatan arteri carotis atau basilaris dapat menyebabakan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri
koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna
(hemiparese), dan traktus opticus (hemianopsia) akan terkena.
Penyumbatan pada cabang arteri comunikans posterior di thalamus
terutama akan menyebabkan defisit sensorik.
e. Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralysis semua
ekstrimitas (tetraplegia) dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada
cabang arteri basilaris dapat menyebabakan infark pada cerebelum,
mesencephalon, pons, dan medulla oblongata.

2.7 Diagnosis
Gejala stroke dapat dibedakan atas gejala atau tanda akibat lesi dan
gejala/ tanda yang diakibatkan oleh komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa
sangat jelas dan mudah untuk didiagnosis akan tetapi dapat sedemikian tidak
jelas sehingga diperlukan kecermatan tinggi untuk mengenalinya. Pasien
45

dapat datang dalam keadaan sadar dengan keluhan lemah separuh badan pada
saat bangun tidur atau sedang bekerja akan tetapi tidak jarang pasien datang
dalam keadaan koma sehingga memerlukan penyingkiran diagnosis banding
sebelum mengarah ke stroke.11
Secara umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak yang
menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian tersebut.
Jenis patologi (iskemik atau perdarahan) secara umum tidak menyebabkan
perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis perdarahan sering
kali ditandai dengan nyeri kepala hebat terutama terjadi saat bekerja.9
46

Tabel 2. Perbedaan Manifestasi Klinis Antara Stroke Hemoragik dan


Iskemik

Hemoragik Iskemik
Intraserebral Subaraknoid Trombosis Emboli
 Sering pada  Penyebab  Sering  Gejala
usia dekade terbanyak didahului mendadak
5-8 pecahnya aneurisma dengan TIA  Sering
 Tidak ada  Sering terjadi pada  Sering terjadi terjadi pada
gejala dekade 3-5 dan 7 pada waktu waktu
prodormal  Gejala prodormal istirahat dan bergiat
yang jelas. yaitu nyeri kepala bangun pagi  Umumnya
Kadang hebat  Biasanya kesadaran
hanya  Kesadaran sering kesadaran bagus
berupa nyeri terganggu bagus  Sering
kepala hebat,  Rangsang  Sering terjadi terjadi pada
mual, meningeal positif pada dekade dekade 2-3
muntah. 6-8 dan 7.
 Sering  Harus ada
terjadi waktu sumber
siang, waktu emboli
bergiat,
waktu emosi
 Sering
disertai
penurunan
kesadaran
Hasil CT Scan: Hasil CT Scan: Hasil CT Scan: Hasil CT
hiperdens hiperdens hipodens Scan:
hipodens
47

Selain dari sisi gejala klinik dalam mendiagnosis kasus stroke juga
bisa menggunakan skor siriraj dan algoritma gajah mada.12

Gambar 4. Siriraj Score

 Concious: 0: kompos mentis, 1: samnolen, 2: stupor/koma


 Muntah: 0: tidak ada, 1: ada
 Nyeri kepala: 0: tidak ada, 1: ada
 Ateroma: 0: tidak ada, 1: salah satu (DM, angina, penyakit pembuluh
darah).

Kesimpulan:
<-1: stroke iskemik
-1 – 1: meragukan
>1: stroke hemoragik.11
48

Adapun untuk algoritma Gadjah Mada

Gambar 5. Skor Gajah Mada

Untuk membedakan perdarahan atau iskemik dan penyebab gangguan


neurologis yang lain, pemeriksaan neuroimaging stroke yang merupakan gold
standard adalah CT-Scan atau MRI.12
Tingginya angka perburukan neurologis setelah ICH untuk
mengetahui apakah perdarahan aktif dapat berlanjut selama beberapa jam
setelah onset. CT-Scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi, ukuran
infark atau perdarahan, apakah perdarahan dapat menyebar ke ruang
intraventrikular, serta membantu perencanaan operasi.Di antara pasien yang
diperiksa head CT dalam 3 jam setelah onset ICH, 28-38% mengalami
ekspansi hematoma. Ekspansi hematom diketahui merupakan perburukan
klinis dan peningkatan morbiditas dan mortalitas.12
49

2.8 Diagnosis banding


Diagnosis banding stroke hemoragik adalah stroke iskemik. Perbedaan
klinisnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3. Perbedaan Stroke
Gejala Klinis PIS PSA Non Hemoragik
Defisit fokal Berat Ringan Berat ringan
Onset Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan
Muntah pada Tidak, kecuali lesi
Sering Sering
awalnya di batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
Penurunan
Ada Ada Tidak ada
kesadaran
Kaku kuduk Jarang Ada Tidak ada
Hemiparesis Sering di awal Permulaan tidak ada Sering dari awal
Gangguan bicara Bisa ada Jarang Sering
Likuor Berdarah Berdarah Jernih
Paresis/gangguan
Tidak ada Bisa ada Tidak ada
NIII

Kejang lebih sering ditemukan pada stroke iskemik dan terjadi pada
28% stroke hemoragik.Pada perdarahan subarakhnoid perdarahan mengiritasi
meningens. Hal ini menyebabkan gejala nyeri kepala hebat yang tiba-tiba dan
kaku kuduk. Sering juga dijumpai adanya kehilangan kesadaran sementara pada
saat perdarahan terjadi. Onset yang terjadi secara tiba-tiba ini yang
membedakan perdarahan subarakhnoid dari nyeri kepala dan kaku kuduk dari
meningitis, yang terjadi dalam beberapa jam. Migren terkadang dapat
menyebabkan nyeri kepala hebat secara tiba-tiba tetapi tanpa kaku kuduk.15
Perdarahan intraserebral pada bagian kapsula interna akan menyebabkan
gangguan berat pada motorik, sensorik, dan gangguan penglihatan pada sisi
kontralateral tubuh (hemiplegia, hemianestesi, dan hemianopia homonim). Pada
pons, kehilangan fungsi motorik dan sensorik pada keempat ekstremitas,
berhubungan dengan gangguan fungsi batang otak. Perdarahan pada pons
merupakan perdarahan dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi. Perdarahan
50

pada sistem ventrikular, baik berasal dari perdarahan subarakhnoid atau


intraserebral, merupakan pertanda prognosis yang buruk. Apabila terjadi,
perdarahan ini sering menyebabkan kematian dalam waktu beberapa jam setelah
perdarahan.15
2.9 Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat13
1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat
pendek, maka evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat,
sistematik, dan cermat. Evaluasi gejala dan klinik stroke akut meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan,
aktivitas penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual,
muntah, rasa berputar, kejang, cegukan (hiccup), gangguan visual,
penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi,
diabetes, dan lain-lain).
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri,
dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera
kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda
distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan
torak (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis
terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem
motorik, sikap dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan
fungsi kognitif.

2. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis,
nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen
51

dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit


neurologis yang nyata.
 Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi
oksigen < 95%.
 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada
pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar
dengan gangguan jalan napas.
 Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia. Pasien stroke
iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi
oksigen.
 Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal
Mask Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 50
mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk
terjadi aspirasi. Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak
lebih dari 2 minggu. Jika pipa terpasang lebih dari 2 rninggu,
maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.

b. Stabilisasi Hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari
pernberian cairan hipotonik seperti glukosa).
 Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter),
dengan tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai
sarana untuk rnemasukkan cairan dan nutrisi. Usahakan CVC 5
-12 mmHg.
 Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik < 120
mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka obat vasopressor
dapat diberikan seperti dopamin dengan target sistolik berkisar
140 mmHg
52

 Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan


selama 24 jam pertama setelah serangan stroke iskernik. Bila
terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi
(konsultasi Kardiologi).
 Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya.
Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal dan
aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung
sekuncup harus dikoreksi
Pemeriksaan Awal Fisik Umum
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal:
i. Derajat kesadaran
ii. Pemeriksaan pupil dan okulomotor
iii. Keparahan hemiparesis

a. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)


Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan
intrakranial meliputi:
1. Tinggikan posisi kepala 20o- 30o
2. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
3. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik iv
4. Hindari hipertermia
5. Jaga normovolernia
6. Osmoterapi atas indikasi:
a) Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi
setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. Osmolalitas
sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian
osmoterapi.
53

b) Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1


mg/kgBB i.v

b. Pemberian obat neuroprotektif


Stabilisator membran, citicholine bekerja memperbaiki membran
sel dengan cara menambah sintesis fosfatidilkolin dan mengurangi
kadar asam lemak bebas. Menaikkan sintesis asetilkolin, suatu
neurotransmitter untuk fungsi kognitif.

c. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan
diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit.

d. Menghindari stress ulcer


Untuk mencegah timbulnya perdarahan lambung pada stroke,
sitoprotektor atau penghambat reseptor H2 perlu diberikan. Tidak
ada perbedaan hasil antara pemberian penghambat reseptor H2,
sitoprotektor agen ataupun inhibitor pompa proton.

e. Pengendalian tekanan darah


Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg. Penelitian di
Indonesia didapatkan kejadian hipertensi pada pasien stroke akut
sekitar 73,9%. Sebesar 22,5- 27,6% diantaranya mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg.
1. Perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah
harus dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan
perfusi serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke
iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk mencegah
54

terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke


perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga
TDS 140-160 mmHg.
2. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS
>200 mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150
mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontiniu dengan pemantauan
tekanan darah setiap 5 menit.
3. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan
sekitar 15% (sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama
setelah awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) >220
mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD) >120 mmHg. Pada
pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik
(rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan
TDD <110 mmHg. Obat antihipertensi yang sering diberikan:
55
56

f. Pengendalian demam
Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 37,5oC

g. Pemeriksaan Penunjang
 EKG
 Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal
hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah,
dan elektrolit)
 Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid, lakukan
punksi lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal
 Pemeriksaan radiologi.

B. Penatalaksanaan umum di ruang rawat11


1. Cairan
a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga
euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
b. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral
maupun enteral).
c. Keseimbangan cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi
urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak
dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan
cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat
Celcius pada penderita panas).

2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam,
nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan
baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun
makanan, nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik.
57

c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan


komposisi:
- Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
- Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55
%);
- Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0
g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0,8)

d. Apabila kemungkinan pemakain pipa nasogastrik lebih dari 6


minggu, peritimbangkan untuk gastrotomi pertimbangkan untuk
gastrostomi.
e. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak
memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara
parenteral.
f. Perhatikan diet pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan
yang diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak
mengandung vitamin K pada pasien yang mendapat warfarin.

3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi


a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut
(aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli
paru, dekubitus, komplikasi ortopedi dan kontraktur) perlu
dilakukan (AHA/ASA, Level of evidence B and C).8
b. Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes
kultur dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai
dengan pola kuman (AHA/ASA, Level of evidence A).8
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai
kasur antidekubitus.
d. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru.
58

e. Pada pasien tertentu yang beresiko menderita thrombosis vena


dalam, heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atau heparinoid
perlu diberikan (AHA/ASA, Level of evidence A). 8 Resiko
perdarahan sistemik dan perdarahan intraserebral perlu
diperhatikan.6 Pada pasien imobilisasi yang tidak bias menerima
antikoagulan, penggunaan stocking eksternal atau aspirin
direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena dalam.
(AHA/ASA, Level of evidence A and B).8

4. Penatalaksanaan Medis Lain


a. Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia
(kadar glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati
dengan titrasi insulin (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).8
Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia
berat (<50 mg/dl) harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena
atau infuse glukosa 10-20%.
b. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor
dan mayor tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau
propofol bias digunakan.
c. Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi.3
d. Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan lambung).
e. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lender, atau
memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TIK.
f. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasi intermiten.
h. Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikssan laboratorium,
MRI, Dupleks Carotid Sonography, Transcranial Doppler, dan
lain-lain sesuai dengan indikasi.
i. Rehabilitasi.
59

j. Edukasi.
k. Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar rumah
sakit).

2.10 Komplikasi
Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke
yaitu:2
a. Dekubitus
Dapat terjadi akibat tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat
mengakibatkan luka/ lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat
berbaring, seperti pinggul, sendi kaki, bokong dan tumit. Luka dekubitus
jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi.
a. Trombosis
Mudah terjadi pada kaki yang lumpuh dan penumpukan cairan.
b. Kekuatan otot melemah
Terbaring lama akan menimbulkan kekauan pada otot atau sendi.
Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot. Selain itu dapat
terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.
c. Osteopenia dan osteoporosis
Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas mineral pada tulang.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan kurangnya paparan
terhadap sinar matahari.
d. Depresi dan efek psikologis
Dikarenakan kepribadian penderita atau karena umur sudah tua. 25%
menderita depresi mayor pada fase akut dan 31% menderita depresi pada 3
bulan pasca stroke.
60

e. Inkontinensia dan konstipasi


Pada umumnya penyebab adalah imobilitas, kekurangan cairan dan intake
makanan serta pemberian obat.
f. Spastisitas dan kontraktur
Umumnya sesuai pola hemiplegi dan nyeri bahu pada bagian di sisi yang
lemah. Kontraktur dan nyeri bahu (shoulder hand syndrome) terjadi pada
27% pasien stroke.
Menurut ESO excecutive committe and ESO writing committe (2008)
dan Stroke National clinical guideline for diagnosis and initial management of
acute stroke and transite ischemic attack (2014), daerah (domain) neurologis
yang mengalami gangguan akibat stroke dapat dikelompokkan yaitu:
a. Motor
Gangguan motorik adalah yang paling prevalen dari semua kelainan yang
disebabkan oleh stroke dan pada umumnya meliputi muka, lengan, dan
kaki maupun dalam bentuk gabungan atau seluruh tubuh. Biasanya
manifestasi stroke seperti hemiplegia, hemiparesis (kelemahan salah satu
sisi tubuh), hilang atau menurunnya refleks tendon. Hemiparesis adalah
kekuatan otot yang berkurang pada sebagian tubuh dimana lengan dan
tungkai sisi lumpuh sama beratnya ataupun dimana lengan sisi lebih
lumpuh dari tungkai atau sebaliknya sedangkan hemiplegia adalah
kekuatan otot yang hilang.
b. Sensor
Defisit sensorik berkisar antara kehilangan sensasi primer sampai
kehilangan persepsi yang sifatnya lebih kompleks. Penderita mungkin
menyatakannya sebagai perasaan kesemutan, rasa baal, atau gangguan
sensitivitas.
c. Penglihatan
Stroke dapat menyebabkan hilangnya visus secara monokuler,
hemianopsia homonim, atau kebutaan kortikal.
61

d. Bicara dan bahasa


Disfasia mungkin tampak sebagai gangguan komprehensi, lupa akan
nama-nama, adanya repetisi, dan gangguan membaca dan menulis. Kira-
kira 30% penderita stroke menunjukkan gangguan bicara. Kelainan bicara
dan bahasa dapat mengganggu kemampuan penderita untuk kembali ke
kehidupan mandiri seperti sebelum sakit.
e. Kognitif
Kelainan ini berupa adanya gangguan memori, atensi, orientasi, dan
hilangnya kemampuan menghitung. Sekitar 15-25% penderita stroke
menunjukkan gangguaun kognitif yang nyata setelah mengalami serangan
akut iskemik.
f. Afek
Gangguan afeksi berupa depresi adalah yang paling sering menyertai
stroke. Depresi cenderung terjadi beberapa bulan setelah serangan dan
jarang pada saat akut.

2.11 Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease,
disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek
prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk
mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua
penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan
umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh
secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke.11
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan
sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat batasan
sebagai berikut: 12
62

1. Impairments: menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan


anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi
okupasional ditujukan untuk menetapkan kelainan ini.

2. Disabilitas adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat


sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat seperti: tidak
bisa berjalan, menelan dan melihat akibat pengaruh stroke.
3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita stroke
berperan sebagai manusia normal akibat “impairment” atau “disability”
tersebut.
63

Daftar Pustaka
1. Feigin, V, 2006. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan Dan
Pemulihan Stroke. PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
2. Price, S & Wilson, L, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. EGC, Jakarta. 2005.
3. Ganong, W. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. EGC, Jakarta. 2009.
4. Purves, dkk. Neuroscience. Third Edition. Massachusetts, Sinauer Associates,
Inc. 2004.
5. Wijaya, A.K. 2011. Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik Akibat Trombus. SMF
Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana: Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar.

6. Gilroy J. 2000. Cerebrovascular Disease. In: Gilroy J Basic Neurology, 3rd


edition. New York: McGraw Hill. Hal. 225-8.

7. Misbach J. 2000. Stroke in Indonesia: a first Large Prospective Hospital-Based


Study of Acute Stroke in 28 Hospitals in Indonesia. Journal of Clinical
Neurosciences. Hal. 245-9.

8. Persatuan Dokter Saraf Indonesia. 2011. Guideline Stroke. Jakarta:


PERDOSSI. Hal. 32-41.
9. Mardjono M, Priguna S. 2009. Neurologi klinis dasar.Edisi ke-6. Jakarta :
Dian Rakyat. Hal. 270–90.
10. Mardjono M, Priguna S. 2009. Neurologi klinis dasar.Edisi ke-6. Jakarta :
Dian Rakyat. Hal. 20- 31

11. Lovelock CE, Molyneux AJ, Rothwell PM, Oxford Vascular Study. Change in
incidence and aetiology of intracerebral haemorrhage in Oxfordshire, UK,
between 1981 and 2006: a population-based study. Lancet Neurol. 2007; 6: 487.
64

12. Hillbom, M., Numminen, H. Alkohol and Stroke: Patho[hysiologic


Mechanisms. NCBI. USNational Library of Medicine. 1998;17(6): 281-7.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9778594 (Diakses tanggal 20 Oktober
2019)
13. Brott T, Broderick J, Kothari R, et al. Early Hemorrhage Growth in Patients
with Intracerebral Hemorrhage. Stroke. 1997;28:1-5.
14. Fang J, Keenan NL, Ayala C, Dai S, Merritt R, Denny CH. Awareness of stroke
warning symptoms—13 states and the District of Columbia, 2005. MMWR.
2008;57(18):481–5.
15. Wilkinson I & Lennox G. Essential neurology, 4th ed. India: Blackwell
Publishing. 25-39. 2005.

Anda mungkin juga menyukai