LANDASAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR
1. Anatomi dan Fisiologi Otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling
berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Otak terdiri
dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard, 1998). Otak merupakan organ yang
sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron di otak mati tidak mengalami
regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi tertentu bagian-
bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak. Otak sepertinya
belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling penting yang berperan dalam
pemulihan stroke (Feigin, 2006). Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu
sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan
medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari
SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh
lainnya (Noback dkk, 2005). Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan
komponen bagiannya adalah:
1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus
(celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus,
yaitu:
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi,
seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer
kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan
gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area
asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang
mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku
sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004).
b) Lobus temporalis Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks
serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari
fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur
daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan
perkembangan emosi.
c) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (White,
2008).
d) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain
& memori (White, 2008).
e) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan
bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas
susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008).
Gambar 1.1 Lobus dari cerebrum, dilihat dari atas dan samping
(Sumber: White, 2008)
2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang
penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori
yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum
terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang menerima dan
menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat. Cerebellum
merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan
kontraksi otot-otot volunter secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah
lobus anterior, lobus medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).
Gambar 1.2 Cerebellum, dilihat dari belakang atas.
(Sumber: Raine, 2009)
3) Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Strukturstruktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla
spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial.
Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons
dan medulla oblongata.
Gambar 1.3 Brainstem
(Sumber: White, 2008)
3. Pengertian Stroke
Stroke adalah salah satu sindrom neurologi yang dapat menimbulkan kecacatan
dalam kehidupan manusia (Jusuf Misbach, 2011). Menurut definisi WHO, stroke
adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau
global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
(KSSNP, 1999).
4. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan kelainan patologis, secara garis besar stroke dibagi dalam 2 tipe
yaitu: ischemic stroke disebut juga infark atau nonhemorrhagic disebabkan oleh
gumpalan atau penyumbatan dalam arteri yang menuju ke otak yang sebelumnya
sudah mengalami proses aterosklerosis. Ischemic stroke terdiri dari tiga macam yaitu
embolicstroke (Bekuan darah atau plak yang terbentuk di dalam jantung atau
pembuluh arteri besar yang terangkut menuju otak), thrombotic stroke (Bekuan darah
atau plak yang terbentuk di dalam pembuluh arteri yang mensuplai darah ke otak) dan
hipoperfusi stroke. Tipe kedua adalah hemorrhagic stroke merupakan kerusakan atau
"ledakan" dari pembuluh darah di otak, perdarahan dapat disebabkan lamanya
tekanan darah tinggi dan aneurisma otak. Pasien mungkin juga datang dengan gejala
tambahan sakit kepala parah (karena peningkatan tekanan intrakranial atau iritasi
meningeal), Glasgow Coma Scale (GCS) yang lebih rendah, muntah, leher kaku dan
koma.
Ada dua jenis stroke hemorrhagic: subarachnoid (pecahnya pembuluh darah yang
berdekatan dengan permukaan otak dan darah bocor di antara otak dan tulang
tengkorak. Penyebabnya bisa berbeda-beda, tetapi biasanya karena pecahnya
aneurisma) dan intraserebral (pecahnya pembuluh darah dan darah masuk ke dalam
jaringan yang menyebabkan sel-sel otak mati sehingga berdampak pada kerja otak
berhenti. penyebab tersering adalah hipertensi).
5. Etiologi Stroke
1) Trombosis
2) Embolisme cerebral
Kondisi di mana benda atau zat asing seperti gumpalan darah atau
gelembung gas tersangkut dalam pembuluh darah dan menyebabkan penyumbatan
pada aliran darah sehingga terbawa sampai ke otak dan menyumbat pembuluh
darah diotak sehingga otak mengalami kekurangan oksigen dan menyebabkan
kematian sel – sel otak (infark) sehingga seseorang mengalami stroke.
3) Artritis/Vaskulitis
Peradangan pembuluh darah yang menyebabkan perubahan dalam dinding
pembuluh darah sehingga menyebabkan trombus (gumpalan darah yang terbentuk
pada dinding pembuluh darah) sehingga terjadi penyempitan di arteri cerebral
membuat aliran darah ke otak menurun otomatis pasokan oksigen ke otak
menurun sehingga menyebabkan infark atau kondisi dimana sel – sel otak
mengalami kematian karena kekurangan oksigen dan membuat penderita menjadi
stroke.
4) Hipertensi
Hipertensi mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak sehingga timbul
perdarahan otak. Hipertensi dapat mempengaruhi hampir seluruh organ tubuh,
terutama otak, jantung, ginjal, mata, dan pembuluh darah perifer. Kemungkinan
terjadinya komplikasi tergantung kepada seberapa 16 besar tekanan darah itu,
seberapa lama dibiarkan, seberapa besar kenaikan dari kondisi sebelumnya, dan
kehadiran faktor risiko lain. Insiden stroke dapat bertambah dengan
meningkatnya tekanan darah dan berkurang bila tekanan darah dapat
dipertahankan di bawah 140/90 mmHg, baik pada stroke iskemik, perdarahan
intrakranial, maupun perdarahan subaraknoid.
6. Faktor Resiko
Faktor resiko yang bisa menyebabkan stroke atau yang mendasari terjadiny stroke
antara lain:
1) Obesitas dan kurang nya aktivitas
Obesitas yang menetap selama periode waktu tertentu, kalori yang masuk
melalui makanan lebih banyak dapat menyebabkan terjadinya gangguan sistem
metabolik berupa hiperkolesterolemia. Hiperkolesterolemia atau kolesterol yang
berlebihbukanlah suatu penyakit namun merupakan suatu gangguan metabolisme
yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar kolesterol total dalam darah,
dimana kadar kolesterol total > 200 mg/dl, tepatnya (bordeline high) 200-239
mg/dl dan (high) > 240 mg/dl. Yang disebabkan karena sering mengonsumsi
makanan yang mengandung kolesterol tinggi ditambah lagi kurang nya aktivitas
yang bisa memicu terjadinya peningkatan kadar lemak dalam tubuh.
Obesitas didefinisikan sebagai keadaan penumpukan lemak yang berlebihan di
dalam tubuh. Keadaan ini juga disebabkan oleh ketidakseimbangan antara energi
yang masuk dan energi yang digunakan tubuh sehingga berat badan meningkat.
Pada penderita obesitas ditemukan aterosklerosis yaitu kondisi dimana terjadi
penyempitan dan pengerasan di dalam pembuluh darah akibat pengendapan
kolesterol dan zat lemak lainnya. Bila aterosklerosis terus dibiarkan maka
pasokan darah yang berisi oksigen ke suatu organ semakin berkurang. Dan bila
pasokan oksigen ke otak berkurang akan menyebabkan terjadinya stroke.
2) Usia
Peningkatan frekuensi stroke seiring dengan peningkatan umur berhubungan
dengan proses penuaan, dimana semua organ tubuh mengalami kemunduran fungsi
termasuk pembuluh darah otak. Pembuluh darah menjadi tidak elastis terutama
bagian endotel yang mengalami penebalan pada bagian intima, sehingga
mengakibatkan lumen pem-buluh darah semakin sempit dan berdampak pada
penurunan aliran darah otak (Kristiyawati dkk., 2009). Bila terjadi penurunan aliran
darah ke otak dapat menyebabkan pasokan oksigennya pun berkurang dan beresiko
terjadinya stroke.
4) Hipertensi
Hipertensi, Kadar tekanan darah yang tinggi dapat membuat pembuluh darah
tegang, bahkan ketika Anda tidak merasakan adanya perbedaan. Tegangan
tambahan itu dapat meningkatkan risiko terkena stroke. Semua dimulai dengan
pembuluh darah arteri. Normalnya pembuluh yang membawa darah dari jantung ke
seluruh tubuh memiliki lapisan dalam yang halus. Kondisinya kuat dan cukup
fleksibel untuk mendorong darah beredar ke seluruh tubuh. Namun, tekanan darah
tinggi akan mengubah hal tersebut. Tekanan yang berlebih dapat merusak sel-sel di
dinding bagian dalam arteri
Ketika arteri di otak robek, bocor, atau tersumbat, itu bisa menghentikan darah
masuk ke sel-sel otak. Tergantung pada bagian otak mana yang tidak dapat pasokan
darah, stroke bisa mengganggu kemampuan bicara, penglihatan, gerakan, atau apa
pun yang dikontrol otak.
5) Jantung
Jantung adalah otot yang juga membutuhkan darah. Ketika terjadi penurunan
atau penyumbatan aliran darah ke jantung secara mendadak dan jantung tidak dapat
memompa darah sebagaimana mestinya, atau terdapat penyakit katup jantung
lainnya. Hal ini dapat menyebabkan kardiak output menurun yang mengakibatkan
organ penting dalam tubuh tidak mendapat pasokan darah yang cukup. Hal ini akan
mengganggu perfusi pada jaringan cerebral yang akan meningkatkan resiko
terjadinya stroke pada penderita gagal jantung.
6) Alkohol
Salah satu akibat dari konsumsi alkohol yang berlebihan tersebut adalah
terjadinya peningkatan tekanan darah yang disebut hipertensi. Jika hal ini terus
berlanjut maka pembuluh darah akan pecah. Apabila pembuluh darah di otak yang
mengalami penyumbatan atau pecah yang mengakibatkan otak tidak mendapatkan
pasokan darah yang membawa oksigen sehingga terjadi kematian sel atau jaringan
otak yang akan meningkatkan resiko stroke.
7) Merokok
Nikotin dan zat beracun dalam rokok akan merusak struktur dari pembuluh
darah yang akan menimbulkan penimbunan plak di pembuluh darah. Timbunan
plak ini akan menghalangi jalannya aliran darah khususnya ke organ penting dalam
tubuh khususnya otak
8) Diabetes melitus
Diabetes melitus mempercepat terjadinya arteriskelorosis baik pada pembuluh
darah kecil maupun pembuluh darah besar atau pembuluh darah otak dan jantung.
Kadar glukosa darah yang tinggi akan menghambat aliran darah dikarenakan pada
kadar gula darah tinggi terjadinya pengentalan darah sehingga menghamabat aliran
darah ke otak. Hiperglikemia dapatmenurunkan sintesis prostasiklin yang berfungsi
melebarkan saluran arteri, meningkatkanya pembentukan trombosis dan
menyebabkan glikolisis protein pada dinding arteri.
Diabetes melitus juga dapat menimbulkan perubahan pada sistem vaskular
(pembuluh darah dan jantung), diabetes melitus mempercepat terjadinya
arteriosklerosis yang lebih berat, lebih tersebar sehingga risiko penderita stroke
meninggal lebih besar. Pasien yang memiliki riwayat diabetes melitus dan
menderita stroke mungkin diakibatkan karena riwayat 18 diabetes melitus
diturunkan secara genetik dari keluarga dan diperparah dengan pola hidup yang
kurang sehat seperti banyak mengkonsumsi makanan yang manis dan makanan siap
saji yang tidak diimbangi dengan berolahraga teratur atau cenderung malas
bergerak (Burhanuddin et all, 2012).
9) Hiperkolesterolemia
Secara alamiah tubuh kita lewat fungsi hati membentuk kolesterol sekitar 1000
mg setiap hari dari lemak jenuh. Selain itu, tubuh banyak dipenuhi kolesterol jika
mengkonsumsi makanan berbasis hewani, kolesterol inilah yang menempel pada
permukaan dinding pembuluh darah yang semakin hari semakin menebal dan dapat
menyebabkan penyempitan dinding pembuluh darah yang disebut aterosklerosis.
Bila di daerah pembuluh darah menuju ke otot jantung terhalang karena
penumpukan kolesterol maka akan terjadi serangan jantung. Sementara bila yang 17
tersumbat adalah pembuluh darah pada bagian otak maka sering disebut stroke
(Burhanuddin et all, 2012).
Kolestrol merupakan zat di dalam aliran darah di mana semakin tinggi
kolestrol semakin besar kolestrol tertimbun pada dinding pembuluh darah. Hal ini
menyebabkan saluran pembuluh darah menjadi lebih sempit sehingga mengganggu
suplai darah ke otak. Hiperkolestrol akan meningkatkanya LDL (lemak jahat) yang
akan mengakibatkan terbentuknya arterosklerosis yang kemudian diikuti dengan
penurunan elastisitas pembuluh darah yang akan menghambat aliran darah (Junaidi,
2011).
1) Takikardia
Takikardia adalah keadaan di mana detak jantung melebihi 100 kali per
menit. Dalam keadaan normal, jantung berdetak sebanyak 60 hingga 100 kali per
menit. Takikardia terjadi saat terjadi gangguan pada sinyal elektrik yang mengatur
detak jantung untuk memompa darah. Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh:
Kondisi medis; anemia, hipertiroidisme, hipertensi atau hipotensi, demam.
Olahraga berat.
Gangguan elektrolit.
Efek samping obat, seperti salbutamol atau azithromycin.
Kebiasaan merokok.
Konsumsi kafein.
Penyalahgunaan NAPZA.
Terlalu banyak mengonsumsi minuman beralkohol.
Mengalami stress atau ketakutan.
Seperti disebutkan di atas, kerja saraf kranial bisa saja mengalami gangguan.
Beberapa gangguan tersebut bisa disebabkan oleh sifilis, diabetes melitus,
tumor, multiple sclerosis, meningitis kronis, sarkoidosis, vaskulitis, dan
penyakit lupus.
3) Dysphagia
Disfagia adalah sulit menelan. Saat mengalami disfagia, proses penyaluran
makanan atau minuman dari mulut ke dalam lambung akan membutuhkan usaha
lebih besar dan waktu yang lebih lama. Penderita disfagia akan kesulitan menelan
yang bisa disertai dengan rasa nyeri saat menelan, tersedak atau batuk saat makan
dan minum, atau nyeri ulu hati. Disfagia bisa disebabkan oleh beragam kondisi,
mulai dari adanya sumbatan di kerongkongan, gangguan otot, gangguan sistem
saraf, sampai kelainan bawaan (kongenital).
Proses Menelan yang Normal
Menenelan merupakan masuknya makanan atau minuman melalui kerongkongan
menuju lambung. Menelan merupakan proses kompleks yang melibatkan berbagai
saraf dan otot. Proses menelan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
1. Pada tahap pertama, fase oral, makanan masuk ke mulut lalu dikunyah dan
dicampur oleh saliva (air liur)
2. Pada tahap kedua, fase faring, makanan akan didorong ke kerongkongan
sementara pita suara akan ditutup untuk mencegah makanan masuk ke paru-
paru
3. Pada tahap ketiga, makanan melalui kerongkongan dan masuk ke lambung.
Makanan didorong ke lambung melalui gerakan peristaltik oleh otot di
kerongkongan.
Gejala Disfagia
Gejala yang dirasakan berupa kesulitan saat memulai atau dalam proses
menelan. Keluhan bisa dirasakan pada makanan dengan konsistensi (padat, cair
atau keduanya) atau ukuran/jumlah tertentu. Keluhan lainnya yang dapat
dirasakan juga seperti:
1. Kesulitan mendorong makanan
2. Muncul batuk atau rasa tercekik saat menelan
3. Perubahan suara menjadi sengau atau serak
4. Rasa makanan tertinggal pada kerongkongan, leher, ataupun dada
5. Keluar air liur berlebih
6. Muntah
4) Dysphasia
Dispasia merupakan gangguan komunikasi yang menyebabkan seseorang
mengalami kesulitan dalam berbahasa, termasuk bicara dan atau memahami
perkataan orang lain atau diri sendiri, membaca, atau menulis. Kondisi ini
biasanya diakibatkan oleh kerusakan pada bagian otak yang bertanggung jawab
dalam proses bahasa, misalnya setelah stroke.
Dispasia menyebabkan kesulitan menggunakan atau memahami kata-kata.
Penderita afasia akan memiliki masalah dalam memahami percakapan, membaca
dan memahami kata-kata tertulis, menulis kata, dan menggunakan angka.
Penyebab dispasia adalah kerusakan otak pada bagian yang memproses
bahasa dan bicara, akibat stroke, adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah
di otak. Kerusakan otak yang disebabkan oleh cedera kepala yang parah, tumor,
infeksi atau proses degeneratif (penuaan), juga dapat menyebabkan dispasia.
Dalam kasus ini dispasia biasanya terjadi dengan disertai masalah kognitif (proses
berpikir) lainnya, seperti masalah memori (ingatan) dan kebingungan
(disorientasi).
Dispasia sementara dapat juga terjadi. Penyebabnya adalah migrain,
kejang, atau transient ischemic attack atau TIA (stroke ringan). TIA terjadi akibat
penyumbatan atau gangguan aliran darah sementara di area otak. Penderita TIA
berisiko tinggi mengalami stroke.
6) Mual muntah
Stroke merupakan kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak
terganggu atau berkurang akibat penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya
pembuluh darah (stroke hemoragik). Tanpa darah, otak tidak akan mendapatkan
asupan oksigen dan nutrisi, sehingga sel-sel pada sebagian area otak akan mati.
Kondisi ini menyebabkan bagian tubuh yang dikendalikan oleh area otak yang
rusak tidak dapat berfungsi dengan baik.
Gejala stroke salah satunya dengan muntah, muntah disebbakan karena
meningkatkan tekanan di dalam otak yang menyebabkan pusing dan muntah.
Disebabkan adanya masalah di pembuluh darah otak. menyebabkan peningkatan
tekanan otak dan merangsang saraf nyeri pada selaput otak. Peningkatan tekanan
dalam tengkorak ini juga berperan dalam timbulnya keluhan mual dan muntah
menyemprot.
7) Lemas/kelemahan
Stroke ringan (Non Hemoragik), kondisi yang disebabkan oleh adanya
sumbatan pada aliran darah di dalam otak yang nantinya akan terjadi iskemia
dimana akan menyabkan kondisi otak kekurangan oksigen (hiposia) dan respon
tubuh akan mengalami pusing bahkan pingsan. dapat menyebabkan kelemahan
otot wajah, tanda-tandanya adalah wajah turun ke salah satu sisi (wajah terlihat
tidak simetris), tidak bisa senyum, tidak dapat mengerutkan dahi, dan mata atau
mulut turun ke bawah. Penderita stroke ringan kemungkinan tidak mampu
mengangkat kedua lengan dan tungkai. Hal ini terjadi karena anggota gerak
mereka lemas atau mati rasa pada salah satu sisi. Kesulitan berjalan atau
mempertahankan posisi tubuh karena adanya gangguan sistem koordinasi tubuh.
Kesulitan berjalan juga bisa disebabkan oleh kelemahan pada tungkai dan kaki.
Hal ini berkaitan dengan penyumbatan pembuluh darah diotak yang
menyebabkan infark pembulu darah yang memengaruhi gerak motoric sehingga
terjadi hemiparesis atau hemiplegia dan menyebabkan kelemahan/kelelahan.
8. Komplikasi
Trombosis Vena Dalam (TVD) adalah kondisi dimana terbentuk bekuan dalam
vena sekunder / vena dalam oleh karena inflamasi /trauma dinding vena atau karena
obstruksi vena sebagian. Trombosis Vena Dalam (TVD) menyerang pembuluh-
pembuluh darah sistem vena dalam. Deep vein thrombosis (DVT) atau trombosis
vena dalam adalah kondisi ketika terjadi penggumpalan darah pada satu atau lebih
pembuluh darah vena dalam.
Pasien stroke mengalami penurunan tonus otot sehingga terjadi kelemahan pada
satu sisi anggota tubuh. Ini yang menyebabkan pasien tidak mampu menggerakkan
tubuhnya (imobilisasi). Adanya pembentukan thrombus pada immobilisasi yang
cukup lama disebabkan oleh vena statis yaitu menurunnya kontraksi otot (muskular)
yang dapat meningkatkan arus balik vena menyebabkan terganggunya faktor
pembekuan yang menimbulkan bekuan darah (trombus) di katub-katub vena
extremitas bawah. Imobilitas akan menyebabkan melambatnya aliran darah pada vena
dan meningkatkan terjadinya bekuan darah.
2) Pneumonia aspirasi
Pada keadaan normal, tubuh memiliki dua mekanisme untuk menghindari
masuknya benda asing ke dalam saluran pernapasan, Pneumonia aspirasi terjadi
ketika kedua mekanisme pertahanan yang telah disebutkan di atas mengalami
gangguan atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti melemahnya otot-otot
menelan akibat penyakit tertentu, seperti stroke yang selanjutnya menyebabkan
disfagia atau sulit menelan. Karena disfagia ini, benda asing termasuk cairan yang
mengandung bakteri bisa menumpuk di dalam paru-paru dan menyebabkan
penghambatan saluran pernafasan (pneumonia aspirasi)
3) Hipoksia serebral
Terjadi sumbatan pada pembuluh darah otak sehingga aliran darah tersumbat dan
oksigen tidak dapat dihantarkan ke otak. Dari kondisi ini bisa menyebabkan otak
kekurangan asupan oksigen dan memicu kondisi gangguan perfusi jaringan, sehingga
sel dan jaringan otak akan mengalami kerusakan dan kematian jaringan bila dalam
jangka panjang dan tidak ada efek kompensasi.
6) Epilepsi
Epilepsi dapat didefinisikan sebagai adanya gangguan aktivitas listrik otak yang
dapat menyebabkan kejang. Adanya riwayat penyakit stroke menjadi salah satu
kondisi medis yang dapat berperan sebagai faktor pemicu terjadinya epilepsi. Dalam
jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia,
yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel otak. Kematian jaringan otak dapat
menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu sendiri. Karena
jaringan kehilangan fungsinya, maka akan terlepasnya muatan listrik abnormal secara
bersamaan dan tidak terprogram dari sekumpulan sel-sel otak atau dari seluruh otak
(epilepsi). Akibat lepasnya muatan listrik secara tidak terkontrol ini adalah kejang-
kejang yang bisa dimulai dari lengan atau tungkai kemudian menyebar ke seluruh
tubuh.
7) Dekubitus
Dekubitus biasanya dialami pasien yang mengalami tirah baring terlalu lama
seperti penderita stroke (Smeltzer, 2010). Dekubitus disebabkan oleh pergesekan
(friction) dan perobekan jaringan (shear). Pergesekan akan mengakibatkan abrasi dan
merusak permukaan epidermis kulit, sedangkan perobekan jaringan bisa
mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian
dalam seperti otot yang sering dekubitus.
8) Konstipasi
Mobilisasi pada klien stroke juga memiliki pengaruh yang besar bagi klien stroke.
Kurangnya mobilisasi akan menyebabkan penurunan motilitas usus sehingga
berdampak pada pasase feses. Feses yang berada lebih lama di dalam kolon akan
menjadi lebih keras dan kering sehingga lebih sulit dikeluarkan dari anus. Perjalanan
feses yang lama terjadi karena jumlah air yang diabsorpsi sangat kurang (Mubarok
dkk, 2015).
9. Pemeriksaan Penunjang
a) CT dan MRI
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari stroke adalah
Computerised Topography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada
kepala. Mesin CT dan MRI masing-masing merekam citra sinar X atau resonansi
magnet. Setiap citra individual memperlihatkan irisan melintang otak,
mengungkapkan daerah abnormal yang ada di dalamnya. Pada CT, pasien diberi sinar
X dalam dosis sangat rendah yang digunakan menembus kepala. Sinar X yang
digunakan serupa dengan pada pemeriksaan dada, tetapi dengan panjang ke radiasi
yang jauh lebih rendah. Pemeriksaan memerlukan waktu 15 – 20 menit, tidak nyeri,
dan menimbulkan resiko radiasi minimal keculi pada wanita hamil. CT sangat handal
mendeteksi perdarahan intrakranium, tetapi kurang peka untuk mendeteksi stroke
iskemik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan dapat memberikan
informasi tentang lokasi, ukuran infark, perdarahan, dan apakah perdarahan menyebar
ke ruang intravesikuler, serta dapat membantu perencanaan operasi.. CT dapat
memberi hasil negatif-semu (yaitu, tidak memperlihatkan adanya kerusakan) hingga
separuh dari semua kasus stroke iskemik.
Mesin MRI menggunakan medan magnetik kuat untuk menghasilkan dan
mengukur interaksi antara gelombang-gelombang magnet dan nukleus di atom yang
bersangkutan (misalnya nukleus Hidrogen) di dalam jaringan kepala. Seperti CT scan,
itu menunjukkan lokasi dan luasnya cedera otak. Gambar yang dihasilkan oleh MRI
lebih tajam dan lebih rinci daripada CT scan sehingga sering digunakan untuk
mendiagnosa luka kecil yang mendalam. Pemindaian dengan MRI biasanya
berlangsung sekitar 30 menit. Alat ini tidak dapat digunakan jika terdapat alat pacu
jantung atau alat logam lainnya di dalam tubuh. Selain itu, orang bertubuh besar
mungkin tidak dapat masuk ke dalam mesin MRI, sementara sebagian lagi merasakan
ketakutan dalam ruangan tertutup dan tidak tahan menjalani prosedur meski sudah
mendapat obat penenang. Pemeriksaan MRI aman, tidak invasif, dan tidak
menimbulkan nyeri. MRI lebih sensitif dibandingkan CT dalam mendeteksi stroke
iskemik, bahkan pada stadium dini. Alat ini kurang peka dibandingkan CT dalam
mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.
b) Ultrasonografi
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan gelombang suara
untuk menciptakan citra. Pendaian ini digunakan untuk mencari kemungkinan
penyempitan arteri atau pembekuan di arteri utama. Prosedur ini aman, tidak
menimbulkan nyeri, dan relatif cepat (sekitar 20-30 menit).
c) Angiografi otak
Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-
X kedalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat
memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di kepala dan leher. Angiografi otak
menghasilkan gambar paling akurat mengenai arteri dan vena dan digunakan untuk
mencari penyempitan atau perubahan patologis lain, misalnya aneurisma. Namun,
tindakan ini memiliki resiko kematian pada satu dari setiap 200 orang yang diperiksa.
d) EKG
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung atau penyakit
jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke. Prosedur EKG biasanya
membutuhkan waktu hanya beberapa menit serta aman dan tidak menimbulkan nyeri.
e) Foto toraks
Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan untuk mencari
kelainan dada, termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi pasien stroke, cara ini juga
dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab setiap perburukan keadaan pasien.
Prosedur ini cepat dan tidak menimbulkan nyeri, tetapi memerlukan kehati-hatian
khusus untuk melindungi pasien dari pajanan radiasi yang tidak diperlukan (Feigin,
2009).
f) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab stroke dan
untuk menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke. Pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan pada stroke akut meliputi beberapaparameter yaitu pemeriksaan
hematologi rutin, pemeriksaan kimia darah lengkappemeriksaan
hemostasis.Hematologi rutin memberikan data tentang kadar hemoglobin,
hematokrit,jumlah eritrosit, lekosit dan trombosit serta morfologi sel darah.
Trombositemiameningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi dan terbentuknya
trombus.Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia
maupunhiperglikemia, karena pada kedua keadaan ini dapat dijumpai gejala
neurologis.Pemeriksaan elektrolit bertujuan mendeteksi adanya gangguan elektrolit
baik untuknatrium, kalium, kalsium, fosfat dan magnesium yang semuanya
dapatmenyebabkan depresi susunan saraf pusat. Analisa gas darah juga perlu
dilakukan,karena hipoksia dan hiperkapnia juga dapat menyebabkan gangguan
neurologis.Pemeriksaan enzim jantung dikerjakan karena tidak jarang pasien stroke
jugamengalami infark miokard. Penyakit jantung iskemik dijumpai pada 20%
pasiendengan TIA dan stroke. PemeriksaanPT dan aPTT untuk menilai aktivitas
koagulasiserta monitoring terapi. Pemeriksaan yang direkomendasikan:
Hitung darah lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti trombositosis,
trombositopenia, polisitemia, anemia (termasuk sikle cell disease).
Laju endap darah untuk medeteksi terjadinya giant cell arteritis atau vaskulitis
lainnya.
Serologi untuk sifilis.
Cholesterol total untuk mengetahui kadar kolesterol dalam darah, deteksi
gangguan metabolism lemak,dan menentukan faktro resiko penyakit jantung
coroner
Normal : < 200 mg/dL
Batas Tinggi : 200 – 239 mg/dL
Tinggi : ≥ 240 mg/dL
Glukosa darah untuk melihat DM, hipoglikemia, atau hiperglikemia.
Lipid serum untuk melihat faktor risiko stroke (Greenberg, 2002).
10. Penatalaksanaan
1) Terapi Farmakologi
a) Ischemic Stroke
The Stroke Council of the American Stroke Association telah membuat
garis pedoman yang ditujukan untuk manajemen stroke iskemik akut. Secara
umum, dua obat yang sangat direkomendasikan (grade A recommendation) adalah
t-PA (tissue-Plasminogen Activator/Alteplase) intravena dalam onset 3 jam dan
aspirin dalam onset 48 jam (DiPiro et al., 2008).
Terapi aspirin terdahulu dapat mengurangi mortalitas jangka lama dan
cacat, namun pemberian t-PA tidak pernah dilakukan dalam 24 jam karena dapat
meningkatkan risiko pendarahan pada beberapa pasien. Garis pedoman The
American Heart Association/American Stroke Association (AHA/ASA) mengenai
seluruh farmakoterapi dalam pencegahan sekunder untuk stroke iskemik dan
diperbarui setiap 3 tahun. Hal ini sangat jelas bahwa terapi antiplatelet
merupakan landasan terapi antitrombotik untuk pencegahan sekunder untuk stroke
iskemik dan harus digunakan pada stroke nonkardioembolik. Tiga obat yang kini
digunakan, yaitu aspirin, clopidogrel, dan dipiridamole dengan pelepasan
diperlambat disertai aspirin (ERDP-ASA), merupakan antiplatelet first-line yang
disetujui oleh the American College of Chest Physicians (ACCP). Pada pasien
dengan fibrilasi atrium dan emboli, warfarin merupakan antitrombotik pilihan
pertama. Farmakoterapi lain yang direkomendasikan untuk stroke adalah penurun
tekanan darah dan statin. Rekomendasi saat ini untuk penanganan stroke akut dan
pencegahan sekunder dapat dilihat di tabel berikut (DiPiro et al., 2008).
Pencegahan sekunder
Nonkardioembolik Terapi antiplatelet IA
Aspirin 50 – 325 mg IIa A
Clopidogrel 75 mg setiap hari IIb B
Aspirin 25 mg + dipiridamol dengan pelepasan IIa A
diperlambat 200 mg dua kali sehari
Kardioembolik (terutama Warfarin (INR=2.5) IA
fibrilasi atrium)
Semua Pengobatan antihipertensif IA
Hipertensi terdahulu ACE inhibitor + diuretic IA
Normotensif terdahulu ACE inhibitor + diuretic IIa B
Dislipidemia Statin IA
Lipid normal Statin IIa B
* Penggolongan kelas dan tingkatan bukti: I—bukti atau persetujuan umum yang
berguna dan efektif; II—bukti yang masih diperdebatkan kegunaannya; IIa—
bobot bukti dalam mendukung penanganan; IIb— kegunaan masih belum
dibuktikan dengan baik; III—tidak berguna dan bahkan merugikan. Tingkatan
bukti: A— uji klinik secara acak banyak; B—percobaan acak tunggal atau studi
tanpa pengacakan; C—opini ahli atau studi kasus.
1. Alteplase (t-PA)
Alteplase adalah enzim serin-protease dari sel endotel pembuluh yang
dibentuk dengan teknik rekombinan DNA. Waktu paruhnya hanya 5 menit.
Alteplase bekerja sebagai fibrinolitik dengan cara mengikat pada fibrin dan
mengaktivasi plasminogen jaringan. Plasmin yang terbentuk kemudian
mendegradasi fibrin sehingga melarutkan trombus. Efektivitas intravena pada
pengobatan stroke iskemik dipublikasikan pada tahun 1995 oleh National
Institutes of Neurologic Disorders and Stroke (NINDS) pada uji Recombinant
Tissue-Type Plasminogen Activator (rt-PA)Stroke, dari 624 pasien yang diobati
dengan jumlah yang sama, baik t-PA 0.9 mg/kg IV atau plasebo dalam 3 jam pada
permulaan gejala neurologik, 39% dari pasien yang diobati memperoleh “keluaran
yang sangat bagus” pada 3 bulan dibandingkan dengan 26% pasien plasebo.
“Keluaran yang sangat bagus” didefinisikan tidak terdapat kesalahan atau
kesalahan minimal dengan beberapa skala neurologik yang berbeda (DiPiro et al.,
2008).
2. Aspirin
Penggunaan aspirin terdahulu untuk mengurangi kematian jangka panjang
dan cacat akibat stroke iskemik didukung oleh dua uji klinis acak besar. Pada
International Stroke Trial (IST), aspirin 300 mg/hari secara signifikan
menurunkan kekambuhan stroke dalam 2 minggu pertama, menghasilkan
penurunan signifikan kematian dan ketergantungan dalam 6 bulan. Pada Chinese
Acute Stroke Trial (CAST), aspirin 160 mg/hari mengurangi risiko kambuh dan
kematian dalam 28 hari pertama, namun kematian jangka panjang dan cacat tidak
berbeda dengan placebo. Pada kedua pengujian, terdapat peningkatan kecil namun
signifikan pada transformasi pendarahan dari infark. Untuk keseluruhan, efek
menguntungkan dari penggunaan aspirin telah diadopsi sebagai garis pedoman
klinis (DiPiro et al., 2008).
3. Antiplatelet
Semua pasien yang memiliki stroke iskemik akut akan menerima terapi
antitrombosis jangka panjang untuk pencegahan sekunder. Pada pasien dengan
stroke nonkardioembolik, akan terdapat beberapa bentuk terapi antiplatelet.
Aspirin menunjukkan hasil studi yang paling baik, dan menjadi obat pilihan
utama. Akan tetapi, literatur yang telah dipublikasikan mendukung penggunaan
clopidogrel dan produk kombinasi sebagai obat pilihan pertama pada pencegahan
stroke sekunder (DiPiro et al., 2008).
4. Warfarin
Warfarin merupakan pengobatan paling efektif untuk pencegahan stroke
pada pasien dengan fibrilasi atrium. Dalam European Atrial Fibrillation Trial
(EAFT), 669 pasien dengan fibrilasi atrium nonvalvular (NVAF) dan stroke diberi
perlakuan acak terhadap warfarin (international normalized ratio [INR] = 2.5–4),
aspirin 300 mg/day, or placebo. Pasien di kelompok plasebo mengidap stroke,
infark myokard, atau kematian vaskular sebesar 17% per tahun dibandingkan
dengan 8% per tahun untuk kelompok warfarin dan 15% per tahun untuk
kelompok aspirin. Hal ini mewakili 53% penurunan risiko dengan antikoagulan
(DiPiro et al., 2008).
5. Amlodipine
Amlodipine adalah obat calcium channel blockers untuk menurunkan
tekanan darah tinggi. Obat untuk hipertensi ini bekerja dengan cara memasuki
jaringan dan pembuluh arteri tertentu. Kemudian mengalir ke jantung sehingga
bekerja sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah.
Obat antihipertensi ini dapat digunakan sebagai kombinasi dari obat lain
untuk mengobati tekanan darah tinggiatau digunakan secara mandiri. Dengan
minum obat ini, artinya pasien dapat menurunkan tekanan darah tinggi yang
dimiliki sekaligus membantu mencegah stroke, serangan jantung, dan masalah
ginjal.
Dosis dewasa biasa untuk hipertensi
Dosis awal: 5 mg secara oral sekali sehari
Dosis pemeliharaan: 5-10 mg per oral sekali sehari. Pasien yang rentan dapat
dimulai pada 2,5 mg oral sekali sehari.
Blood Pressure Lowering
Kenaikan tekanan darah sudah umum terjadi pada stroke iskemik, dan
pengobatan hipertensipada pasien tersebutberhubungan denganpenurunan risiko
stroke kambuhan.Populasi stroke multinasional (40% orang Asia) diberi
perlakuan secara acak, yaitu penurun tekanan darah denganangiotensin-
converting enzyme (ACE) inhibitor perindopril (dengan atau tanpaindaimid
diuretik tiazida) atau plasebo. Pasien yang diobati menunjukkan penurunan
tekanan darah, 9 poin sistolikdan 4 poin diastolik mm Hg, dan ini berhubungan
dengan penurunan stroke kambuhan 28%. Pasien yang diberi obat kombinasi,
rata-rata penurunan tekanan darah adalah 12 sistolikdan 5 diastolik mm Hg
sehingga terjadi penurunan stroke kambuhanyang lebih besar (43%). Pasien
dengan atau tanpa hipertensi direkomendasikan menggunakan ACE inhibitor dan
diuretikuntuk penurunan tekanan darahpasien stroke. Periode penurun tekanan
darah untuk stroke akut (7 hari pertama) menghasilkanpenurunan aliran darah
otakdan memperparah gejala; oleh karena itu, rekomendasi terbatas padapasien di
luar stroke akut (DiPiro et al., 2008).
Captopril adalah obat yang masuk ke dalam kelompok penghambat enzim
pengubah angiotensin (ACE inhibitors).Fungsi utama captopril adalah untuk
mengobati hipertensi dan gagal jantung.
Captopril bekerja dengan cara menghambat produksi hormon angiotensin
2. Dengan begitu, dinding pembuluh darah akan lebih rileks sehingga tekanan
darah menurun, serta suplai darah dan oksigen ke jantung menjadi meningkat.
Obat ini dapat digunakan secara tunggal atau dikombinasikan dengan obat
antihipertensi lainnya.
Dosis Captopril
Jenis
Dosis (miligram)
Penyakit
Hipertensi 12,5
Simvastatin
Golongan statin adalah obat untuk menurunkan kolesterol dan dapat
menurunkan risiko strokesebesar 30% pada pasien dengan penyakit jantung
koroner dan dislipidimia.Stroke iskemikdirekomendasikanmenjadi “ekuivalen”
koroner dan menggunakanobat golongan statin untukmemperolehkonsentrasi low
density lipoprotein (LDL)kurang dari 100 mg/dL (DiPiro et al., 2008).
Terdapat bukti bahwa simvastatin 40 mg/hari mengurangi
risikostrokepada individu berisiko tinggi (termasuk pasiendengan stroke awal)
sebesar 25% (P < 0.0001)meskipunpada pasiendengan konsentrasi LDL kurang
dari 116 mg/dL. Terapi statin merupakan cara efektif untuk mengurangi risiko
stroke dan dijalani pada semua pasien stroke iskemik (DiPiro et al., 2008).
Fisioterapi
Petugas fisioterapi membantu klien membangun kekuatan dan
mempertahankan rentang gerak (range of motion [ROM]) dan tonus otot di bagian
otot yang tidak terkena stroke. Fisioterapi juga membangun ROM dan tonus serta
melatih kembali otot yang terkena stroke. Klien juga melatih keseimbangan dan
keterampilan untuk kemampuan merasakan posisi, lokasi, dan orientasi, serta gerakan
dari tubuh dan bagian-bagiannya. Hal ini bisa memungkinkan klien, dengan adanya
peningkatan yang berlanjut, untuk duduk pada ujung tempat tidur dan pada akhirnya
berjalan. Latihan dan keterampilan mobilitas di tempat tidur diajarkan di tempat tidur
klien, seperti juga mobilitas dengan kursi roda dan berpindah. Klien yang mungkin
terbantu dengan menggunakan kaki palsu akan diidentifikasi dan diajarkan
bagaimana memasang dan melepaskannya. Klien dengan hemiplegia biasanya bisa
berjalan dengan menggunakan alat bantu berjalan setelah berlatih memakainya.
Terapi Okupasi
Ahli terapi okupasi bekerja dengan klien untuk mempelajari kembali pada
aktivitas sehari-hari (ADL) dan untuk menggunakan alat bantu yang bisa
meningkatkan kemandirian. Sebagai contoh, klien dengan hemiplegia mungkin bisa
memakai baju jika pakaian tersebut bisa ditutup dengan pengikat yang terbuat dari
perekat (Velcro) daripada menggunakan kancing.
Banyak klien mengalami nyeri yang hebat di bagian bahu dan tangan yang
terpengaruh setelah stroke. Nyeri ini bisa menjadi sangat hebat disebabkan karena
kurangnya keseimbangan dan hilangnya ROM, yang lebih lanjut akan membatasi
mobilitas dan perawatan diri. Peregangan yang berlebihan akibat dari kegiatan
berbalik dan berpindah dapat memperburuk masalah tersebut. Beberapa pasien
mengalami dislokasi parsial atau subluksasi pada kedua bahu akibat bahu yang ditarik
dan dari berat lengan yang menariknya. Subluksasi kronis terjadi pada sindrom bahu-
tangan, ditandai dengan rasa nyeri atau bahu yang tidak bisa bergerak dan edema
pada tangan. Ahli terapi okupasi memabntu mengatasi masalah ini dan
menginstruksikan cara memindahkan, serta mengganti posisi yang benar kepada
pasien dan merawatnya untuk mencegah cedera selanjutnya.
Terapi Bicara
Ahli patalogi bicara bekerjasama dengan klien untuk membantu
perkembangan penyembuhan bicara dalam jumlah maksimum melalui belajar
kembali, penekanan pada bunyi bicara, atau pengunaan alat komunikasi alternatif.
Ahli patalogi bicara juga mengkaji mekanisme menelan klien dan membuat
rekomendasi untuk inisiasi dan kemajuan makan serta minum untuk menurunkan
resiko aspirasi.
Beras, kentang, singkong, terigu, tapioka, gula, hunkwe, makanan yang diolah
dari bahan makanan tersebut tanpa garam dapur dan soda seperti makaroni, mie,
bihun, roti.
Daging dan ikan maksimal 100 g sehari, telur maksimal 1 butir sehari.
Semua kacang - kacangan dan hasil olahnya yang dimasak tanpa garam dapur.
Semua sayuran dan buah segar, yang diawet tanpa garam dapur dan natrium
benzoat.
Minyak goreng, margarin, dan mentega tanpa garam.
Teh dan kopi.
Bumbu kering yang tidak mengandung garam.
Roti, biskuit, dan kue - kue yang dimasak dengan garam dapur dan/atau baking
powder dan soda.
Otak, ginjal, sardin, lidah, makanan yang diawet dengan garam dapur, seperti
dendeng, abon, keju, ikan asin, ikan kaleng, kornet, dan lain - lain.
Semua kacang-kacangan dan hasilnya yang dimasak dengan garam dapur dan
ikatan natrium lainnya.
Sayuran dan buah yang diawet dengan garam dapur dan ikatan natrium lainnya,
seperti asinan, acar, sawi asin, sayuran/buah kaleng.
Margarin dan mentega biasa.
Minuman ringan.
Bumbu - bumbu yang mengandung garam dapur, seperti kecap, terasi, maggi,
tomat ketchup, petis, dan tauco.