Anda di halaman 1dari 37

KRITERIA BAMFORD PADA STROKE

ISKEMIK




Mutia Muliawati
0401401041
Penguji: dr. Sri Handayani, Sp. S


BAGIAN NEUROLOGI RSMH PALEMBANG
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
PENDAHULUAN

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan peredaran
darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam
(kebanyakan 10 - 20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan
iskemia otak sepintas (transient ischemic attack TIA).

Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis
yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis
yang harus ditangani secara cepat, tepat, dan cermat. Berdasarkanlaporan tahunan
2006 di RS dr. Saiful Anwar, Malang, angka kematian iniberkisar antara 16,31%
(462/2832) dan menyebabkan 4,41% (1356/30096) pasien dirawatinapkan.
Angka-angka tersebut tidak membedakan antara stroke iskemikdan hemoragik. Di
negara lain seperti Inggris dan Amerika, sebagian besar strokeyang dijumpai pada
pasien (88%) adalah jenis iskemik karena penyumbatan padapembuluh darah,
sedangkan sisanya adalah stroke hemoragik karena pecahnyapembuluh darah.
Walaupun jumlah kejadian relatif lebih kecil, tapi strokehemoragik lebih sering
mengakibatkan mortalitas.Pada hemoragik strokeintracerebral (ICH), salah satu
subtipe stroke, kematian dapat mencapai >40% dan yang berhasil selamat pun
banyak mengalami kecacatan (Lyrawati, 2008).

Secara umum, terdapat dua jenis stroke, yaitu:
1. Stroke nonhemoragik atau stroke iskemik, dimana didapatkan penurunan
aliran darah sampai di bawah titik kritis, sehingga terjadi gangguan fungsi pada
jaringan otak.
2. Stroke hemoragik, dimana salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,
mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek.2

ISI

I. Stroke
Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other
Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut
yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam)
dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang
terganggu (WHO, 1989).
Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai
serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya
pembuluh darah otak (Hudak dan Gallo, 1997) .

Anatomi dan fisiologi
1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak) dan diensefalon. (Satyanegara,
1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan
voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan
mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis
yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis
yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan
dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari
bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata,
pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks
yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang
penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum.Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus
dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi
subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang
ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi
tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang.
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf
otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price,
1995)

2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi
oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh
dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis.Dan dalam
rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem
anastomosis, yaitu sirkulus Willisi. (Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan
bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan
media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti
nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan
bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk
korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah
untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang
sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medula oblongata.Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri
basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini
bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior.Cabang-
cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons,
serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon.Arteri serebri posterior dan
cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis
dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular.
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna,
yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke
sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-
vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung.

Sistem Saraf Otonom
Sistem Saraf Otonom merupakan bagian susunan saraf yang
didistribusikan ke otot polos dan kelenjar di seluruh tubuh yang mengurus
perasaan viseral dan semua gerakan involunter reflektorik, seperti vasodilatasi-
vasokonstriksi, bronkodilatasi-bronkokonstriksi, peristaltik, berkeringat, dll.
Menurut definisi, sistem saraf ini seluruhnya merupakan sistem motorik dan
bersifat otonomik yaitu sebagian besar fungsinya dilaksanakan dibawah
sadar.Organ tubuh di rongga dada dan abdomen termasuk urogenital dan rectum
dipersarafi oleh sistem otonom ini.

Peran susunan saraf otonom di dalam klinik akan kita jumpai di dalam :
1. Kehidupan vegetatif, yaitu proses-proses yang memelihara pertumbuhan
dan penyaluran bahan-bahan makanan dan sampah-sampahnya secara
otomatis dan dikelola diluar kemauan kita.
2. Perangai emosional
3. Proses neurohormonal
Susunan saraf otonom dibagi dalam bagian pusat dan tepi.Bagian pusatnya
mencakup susunan limbik, hipotalamus dan jaras-jarasnya yang
menghubungi kolumna intermedio lateralis medula spinalis.Bagian tepinya
terdiri dari sepasang rantai neuro-neuron yang dikenal sebagai ganglion
paravertebrale serta juluran aferen dan eferen yang bersambung dengan
neuro-neuron yan berada di organ torakal, abdomen dan pelvis.Baik secara
anatomik maupun fisiologik susunan saraf otonom dapat dibedakan dalam
komponen simpatetik dan parasimpatetik.

Semua serabut preganglioner dari bagian saraf simpatetik mengeluarkan
neurotransmiter acetylcholine, tetapi serabut saraf simpatetik postganglioner
mengeluarkan neurotransmiter norepinephrine.Pengecualian dari neurotransmiter
serabut saraf postganglioner simpatetik ialah serabut simpatetik yang
mempersarafi kelenjar keringat.Walaupun tergolong dalam kelompok simpatetik,
neurotransmiter yang diproduksi serabut postganglionernya ialah acetylcholine.
Semua serabut parasimpatetik, baik yang pre maupun postgangliner,
mengeluarkan neurotransmiter acetylcholine.Juga acetylcholine merupakan
neurotransmiter serabut saraf postganglioner saraf simpatetik yang mempersarafi
kelenjar keringat dan ujung saraf motorik perifer yang bersinaps di motor end
plate.

Sistem Saraf Tepi
1. Saraf Kranialis
Saraf kranialis terdiri dari 12 pasang yaitu :
a. Nervus Olfactorius : Saraf ini berfungsi untuk menghantarkan sensasi bau/
penghidu. Merupakansaraf kranialis yang terpendek.
b. Nervus Opticus : Saraf ini berfungsi utnuk menghantarkan sensasi
penglihatan
c. Nervus Oculomotorius : Saraf ini mempersarafi otot yang berfungsi dalam
gerakan bola mata dan mengangkat kelopak mata dan bersama nervus II
mengatur besar kecilnya pupil
d. Nervus Trochlearis : bersama nervus III dan nervus VI berfungsi
mengatur gerakan bola mata
e. Nervus Trigeminus : Saraf ini berfungsi menghantarkan rangsang
sensorik/ sensibilitas dari wajah dan selaput lendir mulut dan hidung,
sedangkan serabot motoriknya mempersarafi otot-otot pengunyah dan
mempersarafi juga kelenjar ludah submaksilaris dan sublingualis
f. Nervus Abduscens : berperan dalam mengatur gerakan bola mata
g. Nervus Facialis : cabang motorik saraf ini mempersarafi otot wajah. Saraf
ini juga berfungsi menghantarkan rasa pengecapan dari lidah 2/3 depan,
selain itu juga mempersarafi kelenjar ludah sublingalis
h. Nervus Vestibulocochlearis : Saraf ini berfungsi untuk pendengaran dan
mengatur keseimbangan
i. Nervus Glossopharyngeus : Serabut motorik mempersarafi otot
stilopharyngeus, serabut sensorik menghantarkan sensasi umum dari
pharyng, palatum mole, sepertiga belakang lidah, bagian atas tenggorokan,
tonsil, tuba auditorius dan cavum tymphani. Sedangkan serabut
parasimpatik memperasarfi kelenjar ludah parotis.
j. Nervus Vagus : Bagian motorik dari nervus X ini menuju otot-otot
palatum mole dan pharyng. Cabang para simpatik mempersarafi alat-alat
viscera dada dan abdomen
k. Nervus Acsesorius : Cabang eksterna atau spinalis mempersarafi otot-otot
trapezius dan sternocleidomastoideus, sedangkan cabang interna bersama-
sama dengan nervus IX, X ke otot-otot intrinsik laring.
l. Nervus Hypoglossus : saraf ini mempersarafi otot-otot intrinsik lidah

Saraf Spinalis
Saraf Spinalis terdiri dari 31 pasang saraf yang tersusun secara simetris
masing-masing berasal dari medula spinalis melalui 2 buah radiks: radiks
sensorik (dorsalis) dan motorik (ventralis). Saraf-saraf ini dibagi secara
topografis menjadi 8 pasang saraf cervical (C 1-8), 12 torakal (T 1-12), 5
lumbal (L 1-5), 5 sacral (S 1-5) dan satu coccygeus (C).Neuron-neuron
yang menyalurkan hantaran motorik pada bagian perjalanan terakhir yaitu
di kornu anterior medula spinalis menuju sel-sel otot skeletal dinamakan
Lower Motoneuron.Lower Motoneuron menyusun inti-inti radiks
ventralis saraf spinalis.

Epidemiologi
Setiap tahunnya, 200 dari tiap 100.000 orang di Eropa menderita stroke,
dan menyebabkan kematian 275.000 - 300.000 orang Amerika. Di pusat-pusat
pelayanan neurologi di Indonesia jumlah penderita gangguan peredaran darah otak
(GPDO) selalu menempati urutan pertama dari seluruh penderita rawat inap.
Stroke nonhemoragik lebih sering didapatkan dari stroke hemoragik.

Insidensi menurut umur, bisa mengenai semua umur, tetapi secara keseluruhan
mulai meningkat pada usia dekade ke-5. Insidensi juga berbeda menurut jenis
gangguan. Gangguan pembuluh darah otak pada anak muda juga banyak didapati
akibat infark karena emboli, yaitu mulai dari usia di bawah 20 tahun dan
meningkat pada dekade ke 4 hingga ke 6 dari usia, lalu menurun, dan jarang
dijumpai pada usia yang lebih tua.


Etiologi

Stroke sebagai diagnosa klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular
serebral,dapat dibagi dalam:

1. Transient Ischemic Attack (TIA): Gejala neurologi yang timbul akan hilang
dalam waktu kurang dari 24 jam
2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND) : Gejala neurologi yang
timbul akan hilang dalam waktu lebih 24 jam, tetapi tidak lebih 1 minggu
3. Stroke in evolution
4. Completed Stroke, dimana gejala sudah menetap, yang bisa dibagi lagi dalam:
Completed stroke yang hemoragik
Completed stroke yang non-hemoragik4

Penyebab dari strok non-hemoragik, antara lain:
1. Infark otak Emboli (15-20%)
Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin,
trombosit, udara, tumor, metastase, bakteri, atau benda asing.
a. Emboli kardiogenik
-Fibrilasi atrium atau aritmia lain
-Thrombus mural ventrikel kiri
-Penyakit katup mitral atau aorta
-Endokarditis (infeksi atau non-infeksi)
b. Emboli paradoksal (foramen ovale paten)
c. Emboli arkus aorta
2. Trombosis (75-80%)
Oklusi vaskular hampir selalu disebabkan oleh trombus, yang terdiri dari
trombosit, fibrin, sel eritrosit, dan leukosit.3
a. Penyakit ekstrakranial
-Arteri karotis interna
-Arteri vertebralis
b. Penyakit intracranial
-Arteri karotis interna
-Arteri serebri media
-Arteri basilaris
-Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)3
3. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan) (5%)
-Trombosis sinus dura
-Diseksi arteri karotis atau vertebralis
-Vaskulitis sistem saraf pusat
-Penyakit moya-moya
-Migren
-Kondisi hiperkoagulasi3

PATOFISIOLOGI STROK ISKEMIK
Vaskularisasi Serebrum
Arteri Otak
Otak disuplai oleh dua a. Carotis interna dan dua a. Vertebralis. Keempat
arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk
circulus Willisi (circulus arteriosus).

Arteri Carotis Interna
A.carotis interna keluar dari sinus cavernosus pada sisi medial processus
clinoideus anterior dengan menmbus duramater. Kemudian arteri ini
membelok ke belakang menuju sulcus cerebri lateralis. Di sini, arteri ini
bercabang menjadi a.cerebri anterior dan a.cerebri media.
Vaskularisasi Serebrum
Cabang-cabang serebral a.carotis interna:
A.opthalmicus dipercabangkan sewaktu a.carotis interna keluar dari
sinus cavernosus. Pembuluh ini masuk orbita melalui canalis opticus, di
bawah dan lateral terhadap n.opticus.

A.communicans posterior adalah pembuluh kecil yang berjalan ke
belakang untuk bergabung dengan a.cerbri posterior.

A.choroidea, sebuah cabang keci, berjalan ke belakang, masuk ke dalam
cornu inferior ventrikulus lateralis, dan berakhir di dalam plexus
choroideus.
A.cerebri anterior berjalan ke depan dan medial, masuk ke dalam fisura
longitudinalis cerebri. Arteri tersebut bergabung dengan arteri yang sama
dari sisi yang lain melalui a.communicans anterior. Pembuluh ini
membelok ke belakang di atas corpus callosum, dan cabang-cabang
korikalnya menyuplai permukaan medial korteks serebri sampai ke
sulcus parietoociptalis. Pembuluh ini juga menyuplai sebagian cortex
selebar 1 inci pada permukaan lateral yang berdekatan. Dengan demikian
a.cerebri anterior menyuplai area tungkai gyrus precentralis.

A.cerebri media, adalah cabang terbesar dari a.carotis interna, berjalan
ke lateral dalam sulcus lateralis. Cabang-cabang cortical menyuplai
seluruh permukaan lateral hemisfer, kecuali daerah sempit yang disuplai
oleh a.cerebri anterior, polus occipitalis dan permukaan inferolateral
hemisfer yang disuplai oleh a.cerebri posterior. Dengan demikian, arteri
ini menyuplai seluruh area motoris kecuali area tungkai.5

Arteri Vertebralis
A.vertebralis, cabang dari bagian pertamaa a.subclavia, berjalan ke atas
melalui foramen processus transversa vertebra C1-6. Pembuluh ini
masuk tengkorak melalui foramen magnum dan berjalan ke atas, depan,
dan medial medula oblongata. Pada bagian bawah pons, arteri ini
bergabung dengan arteri dari sisi lainnya membentuk a.basilaris.5

Arteri Basilaris
A.basilaris, dibentuk dari gabungan kedua a.vertebralis, berjalan naik di
dalam alur pada permukaan anterior pons. Pada pinggir atas pons
bercabang dua menjadi a.cerebri posterior. A.cerebri posterior pada
masing-masing sisi melengkung ke lateral dan belakang di sekeliling
mesencephalon. Cabang-cabang kortikal menyuplai permukaan
inferolateral lobus temporalis dan permukaan lateral dan medial lobus
occipitalis. Jadi menyuplai korteks visual.

Circulus Willisi
Circulus Willisi terletak di dalam fossa interpeduncularis pada dasar
otak. Circulus ini dibentuk oleh anastomosis antara kedua a.carotis
interna dan kedua a.vertebralis. A.communicans anterior, a.cerebri
anterior, a.carotis interna, a.communicans posterior, a.cerebri posterior,
dan a.basilaris ikut membentuk circulus ini. Circulus Willisi ini
memungkinkan darah yang masuk melalui a.carotis interna atau
a.vertebralis didistribusikan ke etiap bagian dari kedua hemisferium
cerebri.

Vena Otak
Vena-vena otak keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus
cranialis. Terdapat vena-vena cerebri, cerebelli, dan batang otak.
V.magna cerebri dibentuk dari gabungan kedua v.interna cerebri dan
bermuara ke dalam sinus rectus.



Mekanisme terjadinya stroke iskemik

Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi
akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi
serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang
terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ
distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau
mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian
dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu embolus.

Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab
stroke pada orang usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak
aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau
stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis komunis
bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat
tersering terbentuknya aterosklerosis.
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka
respon vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara
lapisan araknoid dan piamater meninges.

Stroke Trombotik
Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah
salah satu subtipe stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini
terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika
sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik
yang menyebabkan stenosis di arteri karotis interna, atau, yang lebih
jarang, di pangkal arteri serebri media atau di taut arteri vertebralis dan
basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria yang oklusi pembuluh
darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh
darah otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang
dalam beberapa hari. Pola ini menyebabkan timbulnya istilah stroke-in-
evolution.

Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan
sebagian besar tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem
anastomosis arterial pada dasar otak ini dapat berfungsi normal, maka
sumbatan arteri karotis tidak akan memberikan gejala, seperti yang
terjadi pada kebanyakan penderita. Sirkulasi pada bagian posterior tidak
memiliki derajat perlindungan anastomosis yang sama, dan
penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris selalu mengakibatkan
kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri
vertebralis, boeh jadi tidak memberikan gejala.

Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami
trombosis parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi
mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik. Agar dapat
melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah mungkin bergantung pada
tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan tersebut
dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan
stroke. Dengan demikian, hipertensi harus diterapi secara hati-hati dan
cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke
atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.

Stroke Embolik
Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat,
atau asal embolus. Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal atau
jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan
defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan
penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus
embolik ini sering tersangkut di bagian pembuluh darah yang mengalami
stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu jenis stroke embolik tersering,
didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi
atrium atau apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang
mendahului terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak.
Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga
jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah bekuan yang sangat
kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak melalui
arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang
ditimbulkannya bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang
tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri
sebelum tersangkut.

Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang
pembuluh darah sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen
kemudian tersangkut di sebelah hilir dan menimbukan gejala-gejala
fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki resiko yang lebih
besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari, saat terjadi
perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di jaringan yang
mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah proses emboli
pertama. Penyebab perdarahn tersebut adalah bahwa struktur dinding
arteri sebelah distal dari oklusi embolus melemah atau rapuh karena
kekurangan perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat
menyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut.

Stroke-3

Mekanisme Kerusakan Sel-Sel Saraf pada Stroke Iskemik

Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat
lesi (infark) tempat aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga
sel-sel tersebut biasanya tidak dapat pulih. Ambang perfusi ini biasanya
terjadi apabila CBF hanya 20% dari normal atau kurang. CBF normal
adalah sekitar 50ml/100g jaringan otak / menit. Mekanisme cedera sel
akibat stroke adalah sebagai berikut:

1. Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami
iskemia 80% atau lebih (CBF 10ml/100g jaringan otak / menit) akan
mengalami kerusakan ireversibel dalam beberapa menit. Daerah ini
disebut pusat iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh daerah lain jaringan
yang disebut penumbra iskemik dengan CBF antara 20% dan 50%
normal (10 sampai 25ml/100g jaringan otak / menit). Sel-sel neuron di
daerah ini berada dalam bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel.
Terdapat bukti bahwa waktu untuk timbulnya penumbra pada stroke
dapat bervariasi dari 12 sampai 24 jam.

2. Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah
penumbra, cedera dan kematian sel otak berkembang sebagi berikut:
Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan
kemampuan untuk menghasilkan energi, terutama adenosin trifosfat
(ATP)
Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel
berhenti berfungsi, sehingga neuron membengkak
Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah
dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah
masalah adalah proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan
neurotransmitter eksitatorik glutamat yang berlebihan. Glutamat yang
dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain
dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain, reseptor N-metil-D-
aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim
nitrat oksida sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat
oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah
besar sehingga terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang
vital. Proses ini terjadi melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida
(DNA) neuron.

NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan
kematian neuron. Obat yang dapat menghambat NOS atau produksi NO
mungkin akan bermanfaat untuk mengurangi kerusakan otak akibat
stroke.

Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang
mencerna protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang
mencerna membran sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jejas
iskemik.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokalisasinya. Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat
cepat, dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit.

Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya
defisit neurologik secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat
atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya
terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat
emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda, terjadi mendadak dan
pada waktu beraktifitas. Kesadaran dapat menurun bila emboli cukup
besar.

Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan
sistem vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem
tersebut akan memberikan gejala klinis tertentu.

A. Gangguan pada sistem karotis

Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat
terjadi gejala:

-Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di
lengan dan tungkai sesisi
-Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada
lengan dan tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
-Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata
atau sulit mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
-Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh
lapangan pandang (hemianopsia)
-Mata selalu melirik ke satu sisi
-Kesadaran menurun
-Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya11

Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior)
dapat terjadi gejala:
-Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa
-Ngompol (inkontinensia urin)
-Penurunan kesadaran
-Gangguan mengungkapkan maksud11


Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior),
dapat memberikan gejala:
-Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan
pandang pada satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata.
-Bila bilateral disebut cortical blindness.

-Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada
separuh sisi tubuh.
-Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika
meraba atau mendengar suaranya.11


B. Gangguan pada sistem vertebrobasilaris

Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan
gangguan penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada
lobus oksipital, gangguan nervus kranialis bila mengenai batang otak,
gangguan motorik, gangguan koordinasi, drop attack, gangguan sensorik
dan gangguan kesadaran.9,10

Selain itu juga dapat menyebabkan:
-Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan
sempoyongan
-Kehilangan keseimbangan
-Vertigo
-Nistagmus11

Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia,
gangguan sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi
mata, hemiparese yang disertai kejang. Bila lesi di subkortikal, akan
timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya,
distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka lengan
dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi, ini
berarti terdapat lesi pada kapsula interna.9

Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans,
tanda-tanda serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu
juga dapat terjadi gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, dan
deviasi lidah.

Macam-macam faktor risiko strok nonhemoragik berulang.

Usia
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan
bertambahnya usia hingga makin bertambah usia makin tinggi
kemungkinan mendapat strok. Dalam statistik faktor ini menjadi 2 x lipat
setelah usia 55 tahun. Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa semakin
tua usia, semakin besar pula risiko terkena strok. Hal ini berkaitan
dengan adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah
dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih
kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).

Kelainan Jantung
Infark miokardial
Antara 34% penderita infark miokardial di kemudian hari
mengalami strok embolik. Risiko terbesar berada dalam satu bulan
setelah terjadi infark miokardial. Aterosklerosis mendasari terjadinya
infark miokardial maupun strok iskemik. Infark miokardial akan
menimbulkan kerusakan pada dinding jantung ataupun fibrilasi atrium
yang menetap; keduanya memudahkan terjadinya trombus yang pada
suatu saat dapat terlepas atau pecah dan berubah menjadi emboli untuk
kemudian masuk ke dalam aliran darah otak.

Fibrilasi atrial
Seorang penderita yang mengalami fibrilasi atrial memiliki risiko
35 kali lipat untuk mengalami strok. Secara keseluruhan, 15% kasus
strok iskemik disebabkan oleh fibrilasi atrial. Denyut jantung yang tidak
efektif karena adanya fibrilasi atrial akan menyebabkan darah
mengumpul di dinding jantung; hal demikian ini akan memudahkan
terbentuknya trombus dan pada suatu saat trombus ini dapat terlepas dari
dinding jantung dan berubah menjadi emboli untuk kemudian masuk ke
dalam aliran darah otak.

Hipertensi
Strok berulang sering terjadi pada pasien yang kurang kontrol
tekanan darah. Makin tinggi tensi darah makin tinggi kemungkinan
terjadinya strok, baik strok nonhemoragik maupun strok hemoragik.
Hipertensi merupakan faktor risiko strok yang paling penting,
meningkatkan risiko strok 24 kali lipat, tidak tergantung pada faktor
risiko lainnya. Peningkatan tekanan sistolik maupun diastolik berkaitan
dengan risiko yang lebih tinggi. Untuk setiap kenaikan tekanan diastolik
sebesar 7,5 mmHg maka risiko strok meningkat 2 kali lipat. Apabila
hipertensi dapat dikendalikan dengan baik maka risiko strok turun
sebanyak 2838%.

Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok sebanyak 13 kali lipat
dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami diabetes mellitus.
Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok melalui beberapa
mekanisme yang saling berkaitan, yang bermuara pada terbentuknya
plaque aterosklerotik. Plaque pada diabetes mellitus banyak dijumpai di
cabangcabang arteri serebral yang kecil. Plaque tersebut akan
menyempitkan diameter pembuluh darah kecil yang kemudian dapat
menimbulkan strok.

Pada penderita diabetes mellitus, terjadi hiperviskositas darah,
kerusakan kronik aliran darah otak dan autoregulasi, deformabilitas sel
darah merah dan putih yang menurun, disfungsi sel endotel,
hiperkoagulabilitas, terganggunya sintesa prostasiklin yang
menyebabkan meningkatnya agregasi trombosit dan kemungkinan
disfungsi otot polos arterioler kortikal dan endotelium yang penting
untuk kolateral.

Dislipidemia
Hiperlipidemia menunjukkan adanya kadar kolesterol total lebih
dari 240 mg%. Hiperlipidemia bukan merupakan faktor risiko strok
secara langsung. Hal ini berbeda dengan penyakit koroner yang jelas
berhubungan dengan hiperlipidemia. Namun demikian, dari berbagai
penelitian terungkap bahwa dengan menurunkan kadar kolesterol total
maka risiko untuk terjadinya strok juga menurun.

Sehubungan dengan penyakit serebrovaskular secara spesifik,
meningginya kadar kolesterol total dan low density lipoprotein (LDL)
berkaitan erat dengan terjadinya aterosklerosis karotis; sementara itu
peningkatan kadar high density lipoprotein (HDL) menimbulkan dampak
sebaliknya.

Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa tak ada hubungan
bermakna antara kolesterol plasma dan risiko strok, hanya The
Copenhagen City Heart Study mengatakan bahwa kolesterol
berhubungan dengan risiko strok non hemoragik, bila kolesterol lebih
dari 8 mmol/l (310 mg persen).

HDL Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa terdapat hubungan
terbalik antara HDL kolesterol dari risiko strok. Hanya Framingham
study mengatakan tak ada efek protektif dan HDL kolesterol yang tinggi
untuk strok iskemik.

LDL Kolesterol: LDL kolesterol adalah faktor risiko yang penting untuk
timbulnya aterosklerosis dan secara tak langsung mempengaruhi strok
iskemik Trigliserida: Terdapat pertentangan pendapat, penyelidikan
terbaru mengatakan bahwa trigliserida postprandial yang tinggi
hubungan dengan aterosklerosis dari arteria karotis eksterna.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, gula darah sewaktu,
fungsi ginjal (ureum, kreatinin, dan asam urat), fungsi hati (GOT/GPT),
protein darah (albumin, globulin), profil lipid (kolesterol total, HDL,
LDL, trigliserida), analisa gas darah, dan elektrolit. Pada pungsi lumbal,
ditemukan likuor serebrospinalis jernih, tekanan normal, dan eritrosit
kurang dari 500.8,9,12

Radiologis
Pemeriksaan rontgen dada untuk melihat ada atau tidaknya infeksi paru
maupun kelainan jantung. Sedangkan pada pemeriksaan CT Scan
Kepala: dapat dilihat adanya daerah hipodens yang menunjukkan
infark/iskemik dan edema.10,12

Pemeriksaaan penunjang lainnya:
EKG
Echocardiography
Transcranial Doppler12


PENEGAKAN DIAGNOSIS

Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana
didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan
penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah
pendarahan pembuluh darah otak tertentu.

Anamnesis:
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat,
onset, nyeri kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran
menurun, serangan pertama atau berulang. Juga bisa didapatkan
informasi mengenai faktor resiko stroke. Faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras, dan genetik. Sementara
faktor resiko yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya, merokok, kolesterol
tinggi dalam darah, dan obesitas.

Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital.
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada
deficit neurologis, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda peningkatan
TIK, ataupun tanda-tanda ransang meninges.

Alat bantu skoring: Skor Hasanuddin.

Penggunaan skor Hasanuddin turut dilakukan dalam membantu
mendiagnosa stroke pada sebelum atau tanpa adanya CT scan. Bagi
stroke iskemik skornya kurang atau sama dengan

Skor Hasanuddin

Kesadaran menurun

Menit 1 jam = 10
1 jam 24 jam = 7,5
Sesaat tapi pulih kembali = 6
>= 24 jam = 1
Tidak ada = 0
Waktu serangan

Sedang beraktifitas = 6,5
Tidak beraktifitas = 1

Sakit kepala

Sangat hebat = 10
Hebat = 7,5
Ringan = 1
Tidak ada = 0

Muntah proyektil

Menit 1 jam = 10
1 jam - 24 jam = 7,5
>24 jam = 1
Tidak ada = 0

Tekanan darah saat serangan

> 220/110 = 7,5
< 220/110 = 1

Pemeriksaan penunjang:
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke
yang terjadi. Pada stroke non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi
hipodens dalam parenkim otak. Sedangkan dengan pemeriksaan MRI
menunjukkan area hipointens.

Menurut perjalanan penyakitnya, diagnosis dapat dibedakan menjadi:
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak yang akan menghilang dalam waktu 24 jam.
Diagnosa T.I.A berimplikasi bahwa lesi vascular yang terjadi bersifat
reversible dan disebabkan embolisasi.
2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND).
Gejala neurologik yeng timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. Ini menggambarkan
gejala yang beransur-ansur dan bertahap. RIND ini pula berimplikasi
bahwa lesi intravaskular yang sedang menyumbat arteri serebral
berupa timbunan oleh fibrin dan trombosit.
3. Stroke in evolution
Gejala klinis semakin lama semakin berat. Ini dikarenakan gangguan
aliran darah yang makin berat.
4. Completed Stroke
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah
hemiplegi dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada
progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu.

II. Menurut klasifikasi Bamford, gejala klinis yang bisa ditemui pada stroke
iskemik yaitu:
- Sindrom lakuner (LACI):
Dapat ditemukan gejala-gejala:
-hemiparesis murni,
-hemisensorik murni,
-hemiparesis sensori-motorik,
-disartria, hemiparesis ataksik,
-tidak ada deficit visual,
-tidak ada gangguan fungsi batang otak,
-tidak ada hemianopsia homonym,
-tidak terdapat gejala kortikal: afasia/disfasia

- Sindroma sirkulasi anterior total (TACI):
Ditemukannya gejala-gejala:
-hemiparesis dan gangguan hemisensoris,
-hemianopsia homonim,
-disfungsi kortikal luhur: terutama disfasia/disfungsi persepsi-visuospatial,
sering terdapat penurunan kesadaran

- Sindroma sirkulasi anterior parsial (PACI):
terdapat 2 dari gejala TACI (hemiparesis/hemisensorik, hemianopsia
homonym, disfungsi kortikal luhur), hanya disfungsi kortikal luhur saja,
hanya terbatas pada hemiparesis/ hemisensorik

- Sindroma sirkulasi posterior (POCI):
ditemukan beberapa dari gejala ini: paresis n. cranialis ipsilateral dan
hemiparesis/hemisensorik kontralateral, paresis dan gangguan sensorik
bilateral, gangguan gerakan konyugasi mata, disfungsi serebelar: vertigo,
ataksia anggota gerak dan trunkus, hanya hemianopsia homonym atau buta
kortikal, mungkin ada gejala tanpa arti lokalisasi: sindrom horner,
nistagmus, gangguan pendengaraan, akibat variasi vaskularisasi bisa ada
gejala afasia dan agnosia.






DIAGNOSIS BANDING
1. Strok Hemoragik
2. Ensefalopati toksik/metabolic
3. Ensefalitis
4. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma
epidural, tumor otak)
5. Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6. Trauma kepala
7. Ensefalopati hipertensif
8. Migren hemiplegic
9. Abses otak
10. Sklerosis multipel

PENATALAKSANAAN
Strok adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya
jenjang perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf
dengan lama bervariasi setelah terhentinya aliran darah kesuatu
bagian otak. Dengan demikian, untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat. Salah satu tugas
terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik akul, fokal,
dan nonkonvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan
atau iskemia-infark. Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut
berbeda, karena terapi untuk pembentukan trombus dapat memicu
perdarahan pada stroke hemoragik. Pendekatan pada terapi darurat
memiliki tiga tujuan: (1) mencegah cedera otak akut dengan
memuliihkan perfusi kedaerah iskemik noninfark, (2) membalikkan
cedera saraf sedapat mungkin, (3) mencegah cedera neurologik lebih
lanjut dengan melindungi sel dari daerah penumbra iskemik dari
kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat.

Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut.
Adapun penatalaksanaannya sebagai berikut:
Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)
Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian
besar cedera jaringan neuron dapat dipulihkan.Mempertahankan
fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi
neuroprotektif.
Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan
sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak
mengganggu / mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang
diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak
justru berkurang. Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu:
1. Breathing
Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi
paru-paru cukup baik. Pemberian oksigen hanya perlu bila
kadar oksigen darah berkurang.
2. Brain
Posisi kepala diangkat 20-30 derajat.
Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak,
dapat dilihat dari keadaan penderta yang mengantuk, adanya
bradikardi, atau dengan pemeriksaan funduskopi.
3. Blood
Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG.
Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau
jangan sampai menurunkan perfusi otak.
Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak
Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan
dengan drastis, lebih-lebih pada penderita dengan diabetes
mellitus lama.
Keseimbangan elektrolit dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya
boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak
baik atau pasien tidak sadar, dianjurkan melalui pipa
nasogastrik.
5. Bladder
Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan
kateter intermiten steril atau kateter tetap yang steril, maksimal
5-7 hari diganti, disertai latihan buli-buli.

Penatalaksanaan komplikasi:
Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv
sesuai protokol yang ada, lalu diturunkan perlahan.
Ulkus stres: diatasi dengan antagonis reseptor H2
Peneumoni: tindakan fisioterapi dada dan pemberian
antibiotik spektrum luas
Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan
pemberian Mannitol bolus: 1 g/kg BB dalam 20-30 menit
kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg BB setiap 6 jam
selama maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara rutin.

Penatalaksanaan keadaan khusus:
Hipertensi
Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila
terdapat salah satu di bawah ini:
Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang
30 menit
Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran
selang 30 menit
Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali
pengukuran selang 30 menit
Disertai infark miokard akut/gagal jantung
Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi
keempat, diturunkan sampai batas hipertensi ringan.
Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE
inhibitor, dan antagonis kalsium.

Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin
drips dan diobati penyebabnya.
Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg%
dengan insulin subkutan selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai
normal dan penyebabnya diobati,
Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.


Penatalaksanaan spesifik:
Pada fase akut dapat diberikan:
Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis
8mg/kgbb/hari
Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset
Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin,
nimodipin.10

Fase Pasca Akut

Pada fase paska akut dapat diberikan:
Pentoksifilin tablet: 2 x 400 mg
ASA dosis rendah 80-325 mg/hari
Neuroprotektor 10



Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan
pada tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan
terulangnyastroke.

Rehabilitasi
Strok merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas
45 tahun, maka paling penting pada masa ini ialah upaya
membetasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan
mental, dengan fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi.
Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah, denyut nadi,
dan pernafasan penderita stabil.

Tujuan rehabilitasi ialah:
Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang
terganggu
Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga
hubungan interpersonal menjadi normal
Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari

Prinsip dasar rehabilitasi:
Mulai sedini mungkin
Sistematis
Ditingkatkan secara bertahap
Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada9


Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya
serangan baru. Ini dapat dicapai dengan jalan antara lain
mengobati dan menghindari faktor-faktor risiko strok :
1. Pengobatan hipertensi
2. Mengobati diabetes mellitus
3. Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
4. Berolahraga teratur.

PENCEGAHAN
A. Pencegahan primer
1.Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program
pencegahan penyakit vaskular lainnya
2. Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke:
Menghindari: rokok, stres mental, alkohol, kegemukan,
konsumsi garam berlebihan, obat golongan amfetamin, kokain
dan sejenisnya
Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan
Mengendalikan: hipertensi, diabetes melitus, penyakit
jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.
Menganjurkan: konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur

B. Pencegahan sekunder
1. Modifikasi gaya hidup beresiko strok dan faktor resiko
lainnya
Hipertensi: diet, obat antihipertensi yang sesuai
Diabetes melitus: diet, OHO/insulin
Dislipidemia: diet rendah lemak dan obat antidilipidemia
Berhenti merokok
Hindari alkohol, kegemukan, dan kurang gerak
Hiperurisemia: diet, antihiperurisemia
2. Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin.
3. Obat-obatan yang digunakan:
Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagi obat
pilihan pertama, dengan dosis berkisar 80-320 mg/hari
Antikoagulan oral (warfarin/dikumarol) diberikan pada
pasien dengan faktor risiko penyakit jantung.1

PROGNOSIS
Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam.
Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul.12
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami
kemunduran status neurologik setelah dirawat. Sebagian
disebakan edema otak dan iskemi otak. Sekitar 10%
pasien dengan stroke iskemik akan membaik dengan
fungsi normal. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan
kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung
koroner.9

SIMPULAN
Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau
seluruh fungsi neurologis (deficit neurologis fokal atau
global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih
dari 24 jam atau menyebabkan kematian, yang semata-
mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
karena berkurangnya suplai darah (strok nonhemoragik /
strok iskemik) atau pembuluh darah spontan (stok
hemoragik). Penyebab strok iskemik dikarenakan
trombus dan emboli. Gejala klinik yang dapat
diperlihatkan oleh penderita strok iskemik terdiri dari 2
bagian yakni gangguan pada sistem karotis dan gangguan
pembuluh darah vertebrobasilaris. Kebanyakan pada
penderita strok iskemik pasien datang dengan defisit
neurologis yang telah ada yang didahului gejala
prodromal, terjadi pada waktu istirahat dan kesadaran
biasanya tidak menurun. Insidens penyakit strok iskemik
hampir 55% terkena pada usia tua dengan umur 75
tahun. Sisanya yaitu sebanyak 35,8% adalah mereka yang
berumur 65 tahun.

Pengobatan iskemik strok dibagi menjadi 2 bagian yakni
pengobatan pada fase akut dan fase sub akut. Pada fase
akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit) sedangkan fase
paska akut diberikan setelah fase akut berlalu, sasaran
pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya strok. Adapun
pencegahan dari strok itu sendiri yakni pertama, dengan
menjalankan perilaku hidup sehat sejak dini. Kedua,
pengendalian faktor-faktor risiko secara optimal harus
dijalankan. Ketiga, melakukan medical check up secara
rutin dan berkala dan si pasien harus mengenali tanda-
tanda dini stroke.















DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Stroke. Dalam: eds. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jilid
2. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2000. h.17-26.

2. Tobing SML. Penanggulangan bencana peredaran darah di otak. Dalam:
Cermin dunia kedokteran. [online]. 1984. [cited 14 Mei 2010]. Nomor 34.
Available from URL:
http://www.kalbe.co.id/files/cak/files/07.PenanggulanganBencanaPeredaranOtak.
pdf/07G

3. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi.
Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.

4. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds.
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat;
2004. h. 274-8.

5. Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa
kedokteran. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2

6. Lisal, JI. Vaskularisasi SSP. Dalam: Kumpulan slide kuliah anatomi sistem
neuropsikiatri. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin; 2007.

7. Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2005.h.1105-30.

8. Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar
patologi. Volume 2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002.
h.474-510.

9. Anonimus. Gejala, diagnosa & terapi stroke non hemoragik (serial online)
2009 [cited 2010 May 15]. Available from:
http://www.jevuska.com/2007/04/11/gejala-diagnosa-terapi-stroke-non-
hemoragik.

10. Anonim. Strok. Dalam: ed. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Standar pelayanan
medik. Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo; 2010. h.2-4.

11. Anonim. Tanda-tanda dini gpdo. Dalam: eds.Harsono. Buku ajar neurologi
klinis. Edisi ketiga. Yogyakarta: Gadjah mada university press; 2005. h.67-70.

12. Anonim. Stroke. Dalam: eds.Misbach J, Hamid A. Standar pelayanan medis
dan standar prosedur operasional 2006. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia; 2006. h.19-23.

Anda mungkin juga menyukai