Disusun Oleh:
Lina Damayanti
04101401011
04101401040
Mutia Muliawati
04101401041
Putri Wulandari
04101401050
Dosen :
Meri Yanti, S.Pd.i, Med.
Fakultas Kedokteran
Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD)
Universitas Sriwijaya
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.Menjelaskan konsep budaya barat
2. Menjelaskan konsep budaya timur
3. Menjelaskan perbandingan budaya barat dan timur
4. Menjelaskan implementasi dan pengaruh budaya barat ke budaya timur
khusunya dalam kasus Pekan Kondom Nasional
BAB II
PEMBAHASAN
1.1.1
tetap bertahan. Definisi ini cenderung melihat budaya lahir dari interaksi antar
manusia dan tetap bisa bertahan karena ditransmisikan dari satu generasi ke
generasi berikutnya
-MOFSTEDE
Budaya diartikan sebagai pemrograman kolektif atas pikiran yang
membedakan anggota-anggota suatu kategori orang dari kategori lainnya.
Dalam hal ini, bisa dikatan juga bahwa budaya adalah pemrograman kolektif
yang menggambarkan suatu proses yang mengikat setiap orang segera setelah
kita lahir di dunia
- MITCHEL
Budaya merupakan seperangkat nilai-nilai inti, kepercayaan, standar ,
pengetahuan, moral hukum, dan perilaku yang disampaikan oleh individu -
Dari beberapa definisi budaya menurut para ahli diatas, bisa diambil
kesimpulan tentang beberapa hal penting yang dicakup dalam arti budaya
yaitu: sekumpulan pengalaman hidup, pemrograman kolektif, system sharing,
dan tipikal karakteristik perilaku setiap individu yang ada dalam suatu
masyarakat, termasuk di dalamnya tentang bagaimana sistem nilai, norma,
simbol-simbol dan kepercayaan atau keyakinan mereka masing-masing.
Tingkat informal:
pada tingkatan informal ini, budaya banyak diteruskan oleh suatu masyarakat
dari generasi ke generasi berikutnya melalui apa yang didengar, dilihat,
dipakai, dan dilakukan tanpa diketahui alasannya mengapa hal itu dilakukan
Tingkat teknis:
Pada tingkat teknis ini, bukti-bukti dan aturan-aturan merupakan hal yang
paling penting. Sehingga terdapat penjelasan logis mengapa sesuatu harus
dilakukan dan yang lain tidak boleh dilakukan.
1.1.2
Budaya Asing
Istilah "budaya Barat" digunakan sangat luas untuk merujuk pada warisan
norma-norma sosial, nilai-nilai etika, adat istiadat, keyakinan agama, sistem
politik, artefak budaya khusus, serta teknologi. Secara spesifik, istilah budaya
Barat dapat ditujukan terhadap:
filsafat, sastra, dan tema hukum dan tradisi, dampak sosial budaya dari
periode migrasi dan warisan budaya Keltik, Jermanik, Romanik, Slavik, dan
kelompok etnis lainnya, serta dalam hal tradisi rasionalisme dalam berbagai
bidang kehidupan yang dikembangkan oleh filosofi Helenistik, skolastisisme,
humanisme, revolusi ilmiah dan pencerahan, dan termasuk pula pemikiran
politik, argumen rasional umum yang mendukung kebebasan berpikir, hak
asasi manusia, kesetaraan dan nilai-nilai demokrasi yang menentang
irasionalitas dan teokrasi.
Pengaruh budaya Eropa Barat dalam hal seni, musik, cerita rakyat, etika
dan tradisi lisan, dengan tema-tema yang dikembangkan lebih lanjut selama
masa Romantisisme.
Konsep budaya Barat umumnya terkait dengan definisi klasik dari Dunia
Barat. Dalam definisi ini, kebudayaan Barat adalah himpunan sastra, sains,
politik, serta prinsip-prinsip artistik dan filosofi yang membedakannya dari
peradaban lain. Sebagian besar rangkaian tradisi dan pengetahuan tersebut
umumnya telah dikumpulkan dalam kanon Barat. Istilah ini juga telah
dihubungkan dengan negara-negara yang sejarahnya amat dipengaruhi oleh
imigrasi atau kolonisasi orang-orang Eropa, misalnya seperti negara-negara di
benua Amerika dan Australasia, dan tidak terbatas hanya oleh imigran dari
Eropa Barat. Eropa Tengah juga dianggap sebagai penyumbang unsur-unsur
asli dari kebudayaan Barat.
Budaya Timur
Pengaruh budaya Eropa Barat dalam hal seni, musik, cerita rakyat, etika dan
tradisi lisan, dengan tema-tema yang dikembangkan lebih lanjut selama masa
Romantisisme.
Konsep budaya Barat umumnya terkait dengan definisi klasik dari Dunia
Barat. Dalam definisi ini, kebudayaan Barat adalah himpunan sastra, sains,
yang dimakan dan diminum, karena hal tersebut dapat berpengaruh besar
pada tubuh atau fisik. Sedangkan untuk pelatihan mental dapat berupa
kegiatan yang umumnya dilakukan sendiri, seperti : bersemedi, bertapa,
berdoa, beribadah, dan lain lain.
Dari berbagai latihan tersebut, salah satu atau lebih dari mereka bisa
dikatakan atau diberi sebutan master spiritual. Pada umumnya semakin
tinggi tingkat pencapaian kemasterannya, maka master spiritual tersebut
hanya berpaduan pada kehidupan yang akan dijalankannya di akhirat atau
di kehidupan yang akan datang. Master spiritual akan lebih mementingkan
kepentingan akhirat dari pada kepentingan duniawi, sehingga akan sedikit
murid yang bisa mengerti ajarannya dan akhirnya akan sedikit pula yang
akan mengikuti ajarannya.
Walau proses dari dua kebudayaan tersebut bebeda, tapi tujuan
yang mereka capai sama yaitu untuk mensejahterakan kebudayaan masingmasing. Akan tetapi kelebihan dan kekurangan dari kedua kebudayaan
tersebut hanya dapat dirasakan oleh pengikutnya.
Pada umumnya master kebudayaan timur akan lebih bangga mendapatkan
murid dari kebudayaan yang berbeda yaitu dari kebudayaan barat. Hal itu
dikarenakan training atau latihan yang diberikan oleh para master
kebudayaan barat kepada para muridnya lebih cenderung dengan cara
kekerasan. Para murid kebudayaan barat cenderung hanya membanggakan
pencapaian dari masternya, akan tetapi pada kenyataannya para murid
tidak ingin mengikuti ajaran dari masternya.
Sebaliknya para murid dari kebudayaan timur lebih bisa mengikuti ajaran
dari masternya. Karena, pada umumnya para master dari kebudayaan timur
cenderung memberi training atau pelatihan pada para muridnya dengan
cara yang tidak mengarah pada kekerasan atau test fisik.
Kebudayaan timur menilai kebudayaan barat adalah kebudayaan yang
tidak mementingkan nilai kesopanan dalam berpakaian. Karena, pada
umumnya orang-orang atau murid-murid pada kebudayaan barat lebih
dan pengaruh Islam sebagai agama mayoritas. Pengaitan itu pada dasarnya
bukan mengarah kepada pencarian jawaban atas apa yang dimaksud
dengan kebudayaan nasional, tetapi lebih cenderung menjadi sesuatu yang
dipaksakan sebagai turunan dari kepentingan ideologis, yang kemudian
mengatasnamakan integrasi nasional. Namun, ada baiknya jika kita
terlebih dahulu analisis ketiganya untuk menguatkan argumentasi kita
tentang budaya nasional.
B. KEBUDAYAAN NASIONAL DAN PENGARUH TIGA BUDAYA
Budaya timur. Penggolongan barat dan timur banyak mengalami
perdebatan secara sosiologis maupun secara politis, budaya timur, yang
mana sebagian besar secara demografis adalah wilayah budaya Asia,
identik dengan nilai-nilai kolot hal ini ditenggarai atas perbandingannya
dengan budaya barat yang direpresentasikan sebagai budaya modern
bahkan posmodern.
Dari prinsip pengelompokan tersebut, kita tidak sepenuhnya bisa sepakat
bahwa Budaya Indonesia adalah sama dengan Budaya Timur, apalagi
secara nilai yang terkandung, ada yang tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada dilapangan, salah satunya pada nilai budaya timur tentang
kesopanan dalam berpakaian, sudut pandang atau budaya dalam wujud ide
ini tidak berlaku pada seluruh kelompok budaya di Indonesia. Secara
prinsipnya, jika berangkat dari pancasila, UUD 45 ataupun konteks
kebangsaan. Budaya Indonesia sekali lagi, tidak sama dengan Budaya
Timur.
Budaya lokal. Maksudnya, budaya nasional merupakan perwujudan dari
sebuah budaya lokal yang dianggap memiliki nilai paling luhur,
superioritas sebuah budaya kelompok. Jika memang demikian, benturan
yang terjadi kembali pada konteks keragaman yang ada. Apakah ada
budaya yang paling kuat dalam keragaman budaya di Indonesia yang bisa
mengendalikan budaya lainnya? Misalnya Budaya Jawa atau Sunda
mengendalikan budaya yang tersebar di Bali, Papua, Aceh, Sulawesi,
Kalimantan dll. Tentu saja, kita pun kembali harus mengaca pada cermin
pancasila dan konsep pluralisme yang ada dan menjawab tidak.
Budaya Islam. Apakah budaya nasional diambil dari budaya Islam?
Karena Islam adalah agama mayoritas. Pertentangan yang muncul adalah
pada keragaman agama yang ada di Indonesia. Walaupun semua agama
mengandung inti ajaran yang sama yakni kebaikan, akan tetapi pada
prakteknya tentu memiliki perbedaan, dan kenyataannya di Indonesia tidak
hanya berkembang agama Islam, tapi juga agama Kristen, Hindu, Budha
dan kepercayaan lainnya yang juga ada dan dijamin secara hukum. Dan
lagi-lagi cermin pancasila dan UUD 45 serta konsep pluralisme mengajak
kita untuk bercermin dan mengatakan tidak.
Jika bukan berangkat atau mengadopsi budaya timur, bukan juga memakai
salah satu budaya lokal ataupun menginduk pada budaya Islam, lantas
seperti apakah budaya nasional bangsa Indonesia secara umum?
Untuk menjawab pertanyaan diatas, mari kita artikan apa yang disebut
Kebudayaan Indonesia. Dalam kamus Wikipedia, kebudayaan Indonesia
didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan lokal yang telah ada sebelum
bentuknya nasional Indonesia pada tahun 1945. Pengertian ini diperkuat
juga oleh pendapat Wahyudi Ruwiyanto (2002), dimana menurutnya
Visi kebudayaan nasional harus memuat semangat integrasi nasional,
karena pada hakekatnya kebudayaan nasional adalah akumulasi dari
kebudayaan lokal yang tersebar di Indonesia.
Jika mengacu pada pengertian diatas, maka jelas bahwa Indonesia
bukanlah terdiri dari budaya tunggal (monokultural) akan tetapi terdiri dari
banyak budaya (multikultural).
C. MONOKULTURALISME DAN SETTING KAPITALISME
Monokulturalisme merupakan sebuah idelogi atau konsep yang memiliki
kehendak akan adanya penyatuan kebudayaan (homogentitas). Dalam
monokulturalisme, ditandai adanya proses asimilasi, yakni percampuran
dua kebudayaan atau lebih untuk membentuk kebudayaan baru. Sebagai
masyarakat.
Solusi lainnya, adalah mengubah bentuk negara dari kesatuan ke federal
seperti Amerika dengan adanya negara bagian, dimana setiap wilayah
budaya dalam kelompok besar memiliki otonomi yang khusus, hal ini
berbeda dengan kondisi sekarang yang juga dengan konsep otonomi
namun selalu berbenturan dalam prakteknya, karena posisi pusat masih
menjadi sentral yang positivistik. Perubahan sistem negara ini, jika melihat
pada kesiapan bangsa kita tentu bukan solusi yang harus dikedepankan,
karena nantinya akan cenderung menciptakan disintegrasi yang subur.
Amerika Serikat membutuhkan periode sejarah yang panjang untuk
menjadi negara yang kuat walaupun terbagi kedalam negara bagian, dan
kita tidak punya banyak waktu untuk mengalami periode sejarah yang
akan berlangsung dengan konflik yang beragam lagi, yang kita butuhkan
adalah maju setahap demi setahap dengan optimisme ditengah arus
globalisasi yang mengancam dengan muatan kapitalismenya.
Adanya regulasi (UU) yang mengatur kehidupan antar budaya adalah
salah satu solusi yang penulis nilai paling tepat untuk mengatasi persoalan
integrasi nasional, dalam hal ini memberikan pemahaman atas budaya
nasional yang harus dimaknai sebagai pemahanan akan pluralitas atau
keragaman. Pada intinya budaya nasional mengandung semangat bhineka
tunggal ika, walaupun berbeda namun satu jua, yang merupakan cerminan
dari prinsip muktikulturalisme.
Pada dasarnya, multikulturalisme sendiri menghendaki adanya persatuan
dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik
yang sama dalam masyarakat modern (Wikipedia). Hal ini berbeda dengan
monokulturalisme yang lebih menghendaki kepada adanya kesatuan, yang
cenderung homogen, bukan persatuan yang menjadi cermin dari
harmonisasi dalam pluralitas. Sila ketiga Pacasila, Persatuan Indonesia,
adalah jawaban sebenarnya atas persoalan pelik mengenai kebudayaan
Indonesia.
BAB III
KASUS DAN KESIMPULAN
3.1 Kasus
Setelah mendapatkan penolakan dari sejumlah pihak termasuk organisasi
keagamaan, akhirnya Panitia penyelenggara pekan kondom nasional 2013
membatalkan acara yang rencananya akan digelar mulai tanggal 1 hingga 7
Desember mendatang. Pekan Kondom Nasional dimaksukan untuk menjadi
ajang kampanye besar-besaran untuk sosialisasi pemakaian kondom pada
masyarakat.
Hizbut Tahrir Indonesia merupakan salah satu ormas yang menolak Pekan
Kondom Nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan dan
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional serta DKT, sebuah perusahaan yang
memproduksi kondom merek Sultra dan Fiesta. Juru bicara Hizbut Tahrir
Indonesia Ismail Yusanto menyambut baik pembatalan Pekan Kondom
Nasional itu.Organisasinya lanjut Ismail menolak acara tersebut karena
kondom sangat tidak efektif untuk mencegah penularan virus HIV AIDS. Di
banyak penelitian tambahnya menyebutkan bahwa ukuran pori-pori kondom
jauh lebih besar dari ukuran virus HIV. Ukuran pori-pori kondom sebesar 1/60
mikron dalam kondisi normal dan membesar menjadi 1/6 mikron saat dipakai.
Sedangkan ukuran virus HIV hanya 1/250 mikron sehingga virus HIV sangat
mudah bebas keluar masuk melalui pori-pori kondom. Dia juga tidak setuju
dengan adanya pembagian kondom gratis di kampus-kampus dalam acara itu
yang seakan menyuruh mereka melakukan hubungan seksual asalkan aman.
Hizbut Tahrir, kata Ismail, setuju bahwa harus adanya upaya untuk mencegah
perkembangan penyakit menular itu, tetapi hal itu harus dilakukan secara
tepat. Menurutnya, pembagian kondom seharusnya dilakukan kepada mereka
yang beresiko dan bukan kepada mereka yang tidak beresiko. Ismail Yusanto
mengatakan, "Program bukan hanya gagal tetapi juga berbahaya karena ini
bisa merusak cara berfikir seolah bahwa kalian bisa melakukan seks apa saja
asal pakai kondom. Kita harus kembali ke cara yang benar bagaimana
mengatasi persoalan berkembangnya penyakit HIV AIDS, ini secara
komprehensif."
Tedapat tiga pola tingkah laku masyarakat sebagai mahluk individu yaitu
menyimpang dari norma, takluk kepada norma, dan mempengaruhi norma
yang ada di masyarakat. Jika Pekan Kondom Nasional ini diterima
dimasyarakat maka pola pikir masyarakat pun ikut berubah sehingga mau
tidak mau akan mempengaruhi individu didalamnya dan membuat mereka
takluk terhadap peraturan yang ada di lingkungannya, dalam kasus jika
memang Pekan Kondom Nasional diterima di masyarakat.
3. Bagaimana cara agar perilaku free sex tidak meraja rela di Indonesia?
Manusia tidak dapat menahan arus globalisasi yang perlahan tetapi pasti
menelusup kedalam keseharian masyarakat di Indonesia, sehingga untuk
mencegah pengaruh buruk globalisasi semua pihak perlu turun tangan
dalam hal ini adalah untuk memperbaiki sumber daya masyarakat dan
sistem yang berlaku. Sistem sendiri dipegang oleh pemerintah, dimana
fungsi pemerintah adalah fungsi pengawasan. Contoh dari tindakan yang
dapat diambil oleh pemerintah adalah peningkatan atau pengefektifan
pelajaran agama, kewarganegaraan, budi pekerti di sekolah dan melakukan
sosialisasi. Pihak lainnya yang berpengaruh adalah orang tua yang
merupakan lini pertama pendidikan anak, dan yang terpenting adalah
individu itu sendiri bagaimana ia memagari dirinya agar tidak terjerumus
ke dalam kekacauan yang disebabkan oleh efek negatif globalisasi.
budaya barat yang mulai mencemari norma di Indonesia oleh karena itu,
mau kita biarkan saja penularan HIV? Mau berapa banyak lagi orang yang
terserang HIV/AIDS?
3.3 Kesimpulan
a) Pekan Kondom Nasional adalah kemasan baru dari sekulerisme,
hedonisme, dan kapitalisme. Kapitalisme dilihat dari kondom sendiri
sebagai barang dagangan yang dapat mendatangkan untung bagi
produsennya. Hedonisme dilihat dari kesempatan untuk menjadi hedon
pada kegiatan ini dan budaya barat yang identik dengan sekulerisme.
DAFTAR PUSTAKA
Jones, Prudence and Pennick, Nigel A History of Pagan Europe Barnes &
Noble (1995) ISBN 0-7607-1210-7.
Ankerl, Guy (2000) [2000]. Global communication without universal
civilization. INU societal research. Vol.1: Coexisting contemporary civilizations :
Arabo-Muslim, Bharati, Chinese, and Western. Geneva: INU Press. ISBN 288155-004-5.
Barzun, Jacques From Dawn to Decadence: 500 Years of Western Cultural Life
1500 to the Present HarperCollins (2000) ISBN 0-06-017586-9.
Merriman, John Modern Europe: From the Renaissance to the Present W. W.
Norton (1996) ISBN 0-393-96885-5.
Derry, T. K. and Williams, Trevor I. A Short History of Technology: From the
Earliest Times to A.D. 1900 Dover (1960) ISBN 0-486-27472-1.
Eduardo Duran, Bonnie Dyran Native American Postcolonial Psychology 1995
Albany: State University of New York Press ISBN 0-7914-2353-0
McClellan, James E. III and Dorn, Harold Science and Technology in World
History Johns Hopkins University Press (1999) ISBN 0-8018-5869-0
Stein, Ralph The Great Inventions Playboy Press (1976) ISBN 0-87223-444-4.
Asimov, Isaac Asimov's Biographical Encyclopedia of Science and Technology:
The Lives & Achievements of 1510 Great Scientists from Ancient Times to the
Present Revised second edition, Doubleday (1982) ISBN 0-385-17771-2.
Pastor, Ludwig von, History of the Popes from the Close of the Middle Ages;
Drawn from the Secret Archives of the Vatican and other original sources, 40
vols. St. Louis, B. Herder (1898ff.)
Walsh, James Joseph, The Popes and Science; the History of the Papal
Relations to Science During the Middle Ages and Down to Our Own Time,
Fordam University Press, 1908, reprinted 2003, Kessinger Publishing. ISBN 07661-3646-9 Reviews: P.462